MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD"

Transkripsi

1 MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 008

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Matematika Perpindahan Kelompok Belalang dengan Metode Gelombang Berjalan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 008 Nurudin Mahmud NRP G

3 ABSTRACT NURUDIN MAHMUD. The Mathematical Models for Migratory Locust Swarms with Travelling Band. Under direction of PAIAN SIANTURI and MOCHAMAD TITO JULIANTO Mathematical models for the swarming behaviour of locusts are developed with a goal of understanding how swarm cohesion can be maintained by the huge population of insects over long distances and long periods of time. The types of model to consider are local and nonlocal. The purposes of this thesis are to apply the diffusion models and to determine numerical solutions of the models. The matematical models are generally partial differential equations that can be analyzed by travelling wave solutions. These solutions are directed to travelling band (pulse) solutions. The analytical solution of the nonlocal model gives information that long-range interactions can contribute to group cohesion, but have limited ability to prevent the loss of individuals from the swarm. This result shows that nonlocal model is better than the local models. urthermore, the numerical solution of the nonlocal model gives information that if the initial values are given differently, then the figures will also be different. If the distance between the smaller swarm and the larger swarm is relatively small, then the smaller swarm will join to the larger one. Otherwise, both groups will be separated. Keywords: travelling bands, swarm migration, locust swarms

4 RINGKASAN NURUDIN MAHMUD. Model Matematika Perpindahan Kelompok Belalang dengan Metode Gelombang Berjalan. Dibimbing oleh PAIAN SIANTURI, dan MOCHAMAD TITO JULIANTO. Dalam kehidupan sehari-hari banyak fenomena yang dapat dimodelkan dengan melihat perilaku dari subyek yang diamati. Pada fenomena belalang yang suka berkelompok dan berpindah tempat (di antara udara dan tanah) secara kontinu, dibangun beberapa model matematika (Edelstein-Keshet et al. 1998) secara berturut-turut, yaitu model I (kepaduan belalang bergantung pada konveksi difusi dan kecepatan belalang terbang), model II (gerakan terbang belalang bergantung pada kepadatan lokal), model III (gerakan belalang di tanah bergantung pada kepadatan lokal), model IV (perubahan arah terbang bergantung kepadatan), dan model V (gerakan aktif belalang terbang bergantung pada kepadatan individu). Tujuannya untuk memahami bagaimana kepaduan kelompok dapat dipertahankan dalam populasi yang besar (diatas 10 9 individu) pada jarak tempuh yang jauh (di atas ribuan mil) dan dalam periode waktu yang lama. Model I, II, III dan IV dibangun secara lokal dan model V secara non lokal. Model lokal mengamati tentang pengaruh kepadatan kelompok terhadap gerakan belalang, sedangkan model non lokal mengamati tentang kepadatan individu (pengaruh penggunaan rangsangan) terhadap gerakan belalang. Tujuan tesis ini adalah mengkaji penerapan model difusi pada perpindahan belalang dan menentukan solusi numeriknya. Metode gelombang berjalan digunakan dalam tiap model untuk menentukan solusi dengan beberapa langkah, yaitu peralihan koordinat persamaan diferensial parsial ke dalam koordinat persamaan diferensial biasa, melakukan penondimensionalan, pelinearan, menentukan nilai eigen dan vektor eigen. Dari nilai eigen dan vektor eigen dapat ditelusuri solusi model yang mengarah ke solusi gelombang berjalan. Untuk mempermudah menentukan solusi dari sistem persamaan, dilakukan pembatasan pada gelombang berjalan. Batas gelombang (orbit trayektori) dalam tesis ini dibagi menjadi dua, yaitu orbit heteroklinik yang mengarah ke solusi travelling front dan orbit homoklinik yang mengarah ke solusi travelling band. Pada dasarnya, pergerakan belalang berkelompok mengarah ke solusi travelling band. Tetapi, beberapa model banyak yang gagal untuk menghasilkan perilaku ideal kecuali dibuat asumsi-asumsi yang tidak biasa dan tidak realistis. Oleh karena itu, pendekatan untuk mengurangi masalah kegagalan ini perlu dideskripsikan (Edelstein-Keshet et al. 1998). Dari penelusuran yang dilakukan Edelstein-Keshet et al. (1998), model I, II, III dan IV yang dibangun secara lokal tidak dapat menjaga kepaduan kelompok dengan memuaskan, maka dalam tesis ini diamati model V dengan pengamatan kepaduan kelompok secara non lokal. Langkah pertama adalah mengkaji solusi model V dengan beberapa sifat seperti pusat massa atau luasan kelompok. Dalam penentuan solusi, digunakan bentuk kernel secara rinci untuk mengimbangi pengaruh bentuk difusi sehingga dapat menyelesaikan beberapa perluasan batasan.

5 v Langkah selanjutnya adalah melakukan simulasi model V. Untuk keperluan ini, maka terlebih dahulu dikaji analisis model V dan ditetapkan parameterparameter realistis yang berkaitan dengan model. Hasil pengkajian secara analitik terhadap model V memberikan informasi bahwa interaksi dalam range yang panjang dapat memberi kontribusi terhadap kepaduan kelompok, tetapi mempunyai keterbatasan untuk menjaga hilangnya individu dalam kelompok. Hasil pendekatan numerik menunjukkan bahwa jika nilai awal yang diberikan berbeda, maka menghasilkan gambar yang berbeda pula. Populasi yang lebih kecil akan bergabung dengan populasi yang lebih besar, bila jarak antar kedua populasi cukup dekat. Bila tidak, akan terpisah dari populasi yang lebih besar. Kata kunci: travelling band, perpindahan kelompok, kelompok belalang

6 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 008 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.

7 MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Matematika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 008

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Drs. Ali Kusnanto, M.Si.

9 Judul Tesis Nama NIM : Model Matematika Perpindahan Kelompok Belalang dengan Metode Gelombang Berjalan : Nurudin Mahmud : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Paian Sianturi Ketua Mochamad Tito Julianto, M.Kom. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Matematika Terapan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian: Agustus 008. Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 008 ini ialah masalah perpindahan kelompok belalang, dengan judul Model Matematika Perpindahan Kelompok Belalang dengan Metode Gelombang Berjalan. Ucapan terima kasih atas pengorbanan dan permohonan maaf atas kurangnya perhatian serta kasih sayang penulis sampaikan kepada istri tercinta Anita Ellyana Hardiyati. Selanjutnya ucapan terima kasih dengan iringan doa penulis semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan kepada: 1 Dr. Paian Sianturi dan Mochamad Tito Julianto, M.Kom. selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran Memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis. Drs. Ali Kusnanto, M.Si. selaku penguji yang telah memberikan saran dan kritiknya. 3 Departemen Agama Republik Indonesia, yang telah memberikan biaya kepada penulis selama menempuh pendidikan program magister di Institut Pertanian Bogor. 4 Ibu, ibu mertua, kakak ipar, dan seluruh keluarga di Piyaman, Wonosari, GK. 5 Teman-teman mahasiswa S- Matematika Terapan IPB angkatan Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu sumbangsih kritik dan saran demi kemajuan tulisan selanjutnya sangat penulis dambakan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 008 Penulis, Nurudin Mahmud

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gunungkidul pada tanggal 10 Oktober 1978 dari ayah Suradi dan ibu Ngakisah. Penulis merupakan putra ketiga dari enam bersaudara. Tahun 1997 penulis lulus dari SMU Negeri Playen Gunungkidul dan pada tahun 1998 masuk Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Penulis memilih Jurusan Pendidikan Matematika pada akultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Sarjana dan selesai pada tahun 004. Tahun 1997 s.d. 003 penulis menjadi staf pengajar di MTs Muhammadiyah Wonosari, tahun 1999 s.d. 004 menjadi staf pengajar di MTs Al-I tisham Wonosari dan MA Al-I tisham Wonosari, dan tahun 00 s.d. 006 menjadi staf pengajar di SMK Muhammadiyah 1 Wonosari. Pada tahun 004 masuk PNS dan mulai mengajar pada tahun 005 di MTs Negeri Rongkop. Pada tahun 006 penulis lulus seleksi masuk Program Magister Program Studi Matematika Terapan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Departemen Agama Republik Indonesia.

12 x DATAR ISI DATAR TABEL... xii DATAR GAMBAR... xiii DATAR LAMPIRAN... xiv I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Perumusan Masalah Tujuan Penelitian... II LANDASAN TEORI Persamaan Keseimbangan Konveksi Matematika Difusi Hukum icks Persamaan Difusi Kelompok Belalang Pola Penyebaran Belalang Tarikan (Attraction) dan Tolakan (Repulsion) Gelombang Berjalan Persamaan isher Penondimensionalan Proses Pelinearan Orbit Momen Sebaran Belalang Konvolusi ungsi ungsi Kernel III MODEL MATEMATIKA KEPADUAN KELOMPOK BELALANG Model I: Kepaduan Belalang Bergantung pada Konveksi Difusi dan Kecepatan Belalang Terbang Gelombang Berjalan (Travelling ront dan Travelling Band) Analisis Persamaan Gelombang Berjalan Model II: Kecepatan Terbang Bergantung pada Kepadatan Lokal (Local Density) Model III: Kecepatan Terbang dan Gerakan Belalang di Tanah Bergantung kepadatan lokal Model IV: Perubahan Arah Terbang Bergantung Kepadatan (Density Dependent) Model V: Gerakan Aktif Belalang Terbang Bergantung Kepadatan Individu... 5 x

13 xi IV METODE DAN PEMBAHASAN Analisis Model V Nilai-Nilai Parameter untuk Model V Simulasi Model V Hasil Simulasi Model V V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DATAR PUSTAKA LAMPIRAN... 4 xi

14 DATAR TABEL xii Halaman 4.1 Nilai-nilai parameter model V Klasifikasi model belalang berkelompok xii

15 DATAR GAMBAR xiii Halaman 1 Struktur perputaran tipe kelompok belalang Schistocerca Populasi kelompok belalang terbang dengan kepadatan lebih kecil bergabung ke kelompok belalang yang mempunyai kepadatan lebih besar Populasi kelompok belalang terbang dengan kepadatan lebih kecil terpisah dari kelompok belalang yang mempunyai kepadatan lebih besar Populasi kelompok belalang di tanah pada saat t = Populasi kelompok belalang di tanah pada saat t = xiii

16 DATAR LAMPIRAN xiv Halaman 1 Hubungan antara momen kedua dan ragam (persamaan (4.5)) Pusat massa (persamaan (4.7)) Ragam sebaran (persamaan (4.8)) Nilai konvolusi (persamaan (4.8)) Nilai ragam dari persamaan (4.19) Prosedur simulasi model V Prosedur penelitian Program untuk simulasi model V xiv

17 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Penelusuran tentang fenomena belalang merupakan bahasan yang baik untuk dipelajari karena belalang dikenal suka berkelompok dan berpindah. Dalam kelompok, gerakan internal individu-individu tidak sepenuhnya dipahami. Ketika berpindah terjadi pertukaran tempat yang kontinu di antara belalang yang berada di tanah dan belalang yang terbang. Beberapa model perilaku kelompok belalang disusun oleh Edelstein-Keshet et al. (1998) dengan tujuan memahami bagaimana kepaduan kelompok dapat dipertahankan dalam populasi yang besar (diatas 10 9 individu) pada jarak yang jauh (di atas ribuan mil) dan dalam periode waktu yang lama (di atas satu minggu). Untuk merefleksikan hal tersebut, Edelstein-Keshet L (1988) menggunakan variasi spasial (ruang) dasar. Variasi spasial dasar tersebut membahas tentang pengaruh gerakan, sebaran, dan kekompakan kelompok. Pada umumnya, beberapa populasi tersebar dengan tidak memperhatikan variasi lingkungan, kepadatan populasi dan gerakan dari belalang. Pada tingkat populasi yang besar (kelompok), hal tersebut mempengaruhi kekompakan kelompok dalam melakukan perpindahan. Beberapa populasi yang bergabung dalam kelompok mempunyai ukuran awal yang tidak sama. Dalam beberapa kasus tundaan atau periodik, dapat mempunyai ukuran awal yang sama. Ketika ukuran awalnya sama, setiap populasi bergerak menyerupai gerakan populasi yang besar seiring berjalannya waktu. Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa ukuran sebaran masing-masing populasi sama, populasi bergerak dengan laju jarak yang konstan, dan tidak ada ukuran panjang populasi yang lebih kecil dari jarak tempuh yang ditentukan. Hal ini menyebabkan laju perubahan ukuran populasi belalang analog dengan kecepatan atau laju perubahan lokasi belalang. Setelah dilakukan pentranslasian dari peubah spasial populasi ke ukuran peubah kelompok, dilakukan penghitungan akumulasi kelompok untuk menunjukkan besar rataan dan ragamnya (Edelstein- Keshet L 1988). Gerakan populasi belalang dapat digunakan untuk merepresentasikan keseimbangan individu yang dinyatakan dengan turunan parsial. Ini dilakukan

18 dengan dua tahap. Pertama, pembuatan argumen sederhana dalam satu dimensi. Kedua, menunjukkan beberapa fenomena dengan memasukkan konveksi, difusi, dan tarikan karena adanya gerakan dari individu. Agar lebih sederhana, turunan persamaan difusi menggunakan hukum icks dengan pendekatan yang didasarkan pada model gerakan acak sehingga model direpresentasikan ke dalam Persamaan Diferensial Parsial (PDP). Kemudian dilakukan peralihan koordinat pada model ini, yaitu koordinat PDP ke dalam koordinat Persamaan Diferensial Biasa (PDB) untuk mengurangi kesulitan pencarian solusi yang kompleks. Sehingga diperoleh dua tipe solusi, yaitu solusi di sekitar titik tetap dan solusi gelombang berjalan (travelling wave). Pada dasarnya kelompok mengarah ke solusi travelling band (pulse). Beberapa model biologi banyak yang gagal untuk menghasilkan perilaku ideal kecuali dibuat asumsi-asumsi yang tidak biasa dan tidak realistis. Kegagalan ini disebabkan karena kesulitan menemukan model yang serupa dengan fenomena perpindahan dan kesulitan melakukan pendekatan kelompok untuk mengurangi masalah ini. Oleh karena itu, perlu pengkajian ulang penerapan difusi pada model dan penentuan solusi numerik agar diperoleh pendeskripsian yang lebih baik. 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1 Mengkaji penerapan model difusi pada perpindahan belalang. Menentukan solusi numerik.

19 II LANDASAN TEORI.1 Persamaan Keseimbangan Edelstein-Keshet L (1988) menyatakan bahwa persamaan keseimbangan adalah dasar dalam sebaran spasial. Dideskripsikan bahwa ( x, t ) kepadatan belalang pada posisi x yang masuk ke dalam kelompok, adalah dan waktu t, J adalah banyaknya belalang x adalah panjang perubahan kepadatan, dan adalah banyaknya belalang masuk dan keluar dari kelompok (source-sink). Berdasarkan pendeskripsian ini, persamaan keseimbangan dapat dinyatakan sebagai ( x, t ) J ( x, t ) J ( x x, t ) t x ( x, t ). (.1) Bila pada persamaan (.1) diambil limit x 0, maka diperoleh persamaan keseimbangan satu dimensi berikut ( x, t ) J ( x, t ) = t x ( x, t ). (.) Tanda min pada J ( x, t ) x menyatakan bahwa rumus beda hingga dalam persamaan (.1) mempunyai tanda yang berlawanan dengan tanda pada definisi turunannya.. Konveksi Menurut Edelstein-Keshet L (1988), gerakan belalang dalam kelompok dipengaruhi oleh kecepatan angin dan kepadatan kelompok. Jika w adalah kecepatan angin, maka banyaknya belalang yang masuk ke dalam kelompok adalah J w, (.3) Jika persamaan (.3) disubstitusikan ke persamaan (.), maka diperoleh persamaan perpindahan (transport) satu dimensi sebagai berikut: ( x, t ) t x ( x, t ) w ( x, t ). (.4)

20 4 Kokasih PB (006) menuliskan persamaan konveksi difusi penyebaran yang disebabkan oleh koefisien difusi (D) bergantung pada konveksi karena bergeraknya populasi dengan kecepatan (U), sebagai berikut: D U. t x x (.5).3 Matematika Difusi Difusi adalah fenomena dari populasi yang menyebar secara keseluruhan menurut gerakan acak tiap individu. (Okubo A 1980).4 Hukum icks Menurut hukum icks, jumlah perpindahan populasi di posisi x dalam satu unit area terhadap satu unit waktu, yakni fluks J ( x, t ) x kepadatan populasi. Selanjutnya, didefinisikan bahwa adalah proporsi gradien J ( x, t ) x D x, dengan adalah kepadatan populasi dan D adalah laju penyebaran atau koefisien difusi. Tanda negatif menunjukkan bahwa difusi terjadi dari kepadatan tinggi menuju kepadatan rendah. Penggunaan hukum icks ada dalam persamaan difusi berikut: ( J ( x, t ) / x ) D t x x x (Okubo A 1980). (.6).5 Persamaan Difusi Kelompok Belalang Model matematika untuk sebaran spasial populasi dari belalang seperti pola kepadatan kelompok tidak dapat didasarkan pada gerakan acak sederhana. Dalam hal ini harus dimasukkan mekanisme pergerakan populasi belalang yang melawan aksi difusi. Jadi fluks populasi melalui bidang yang tegak lurus dengan sumbu x yang berisi dua komponen, yakni acak dan tak acak. Jika proses difusi diasumsikan sebagai komponen acak dan proses adveksi sebagai komponen tak acak, maka fluks dapat di formulasikan D x sebagai

21 5 proses difusi dan u sebagai proses adveksi. Dalam hal ini, D menyatakan koefisien difusi dan u menyatakan kecepatan rata-rata individu yang melewati bidang. Pergerakan acak populasi terjadi dari kepadatan tinggi ke kepadatan rendah, sedangkan pergerakan tak acak terjadi dalam arah kecepatan rata-rata. Secara umum D dan u mempengaruhi kekompakan kelompok. Hal ini tergantung pada kepadatan populasi. Total fluks dapat dituliskan J us D. x (.7) (Okubo A 1980).6 Pola Penyebaran Belalang Individu dalam populasi ada yang keluar masuk dalam kelompok ketika kelompok tersebut bergerak. Adanya individu yang keluar masuk dalam kelompok membentuk suatu pola sebaran tertentu. Dengan mengacu pada hukum icks tentang perbedaan kedifusian dan ragam dari dua populasi, Okubo A (1980) menyatakan bentuk pola penyebaran tiap populasi sebagai berikut: A l x a a 1 exp[ ( / ) ], exp[ ( / ) ], b (.8) B l x b (.9) dalam hal ini, b a..7 Tarikan (Attraction) dan Tolakan (Repulsion) Dalam persamaan (.8) dan (.9), simbol l menyatakan tarikan dan l 1 menyatakan tolakan. Bentuk keseimbangan akibat adanya dua sumber (tarikan dan tolakan) yang berlawanan arah diberikan Okubo A (1980) sebagai berikut: L l l, (.10) 1.8 Gelombang Berjalan (GB) GB merupakan solusi Persamaan Diferensial Parsial (PDP) dengan pola gelombang tetap dan kecepatan konstan. Mengenai GB, Edelstein-Keshet L

22 (1988) menyatakan bahwa f ( x, t ) disebut GB jika fungsi tersebut 6 mempertahankan bentuk gelombang pada laju konstan c ketika gelombang bergerak ke kanan. Pengamat bergerak dengan kecepatan sama dan searah dengan gerakan gelombang sehingga terlihat bentuk gelombang yang tidak berubah. Hubungan antara fungsi gelombang yang bergerak ke kanan f ( x, t ) dengan fungsi pengamat yang bergerak ( z ) adalah: ( z ) f ( x, t ), dengan syarat z x ct, (.11) ( z ) adalah fungsi dari peubah tunggal, yaitu jarak sepanjang gelombang dari beberapa titik tetap yang dipilih menuju z 0. Dengan aturan rantai diferensiasi, persamaan (.11) dapat diubah ke dalam bentuk berikut: z x z x z z c t z t z,. (.1) Sehingga diperoleh bentuk Persamaan Diferensial Biasa (PDB) dari suatu sistem PDP, yang dapat diketahui eksistensi dan sifat yang dimiliki solusi GB..8.1 Persamaan isher Mengenai eksistensi dan sifat yang dimiliki solusi GB, Edelstein-Keshet L (1988) mengutip isher (1937) mengamati gerakan acak dari populasi individu pada suatu daerah tertentu. Ia memisalkan sebagai proporsi populasi individu yang bergerak acak, S 1 sebagai proporsi populasi individu pada saat awal, sebagai koefisien konstan proporsi populasi, dan D sebagai koefisien difusi. Laju perubahan pada suatu lokasi tertentu dapat dinyatakan ke dalam bentuk persamaan berikut: t D 1. x (.13) Persamaan (.13) untuk mendeskripsikan populasi yang berhubungan dengan masalah logistik dan penyebaran acak. Persamaan (.13) mempunyai solusi yang variatif bergantung pada syarat batas yang diberikan. Dengan

23 7 peralihan koordinat z x ct dan perubahan bentuk persamaan menjadi PDB, maka solusi GB dapat dicari dengan lebih mudah. Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa domain gelombang berada pada daerah yang tak terbatas. Gelombang penyebaran individu dalam kelompok yang dideskripsikan pada persamaan (.13) diharapkan sesuai realitas biologis. Untuk menemukan solusi sistem PDP berdimensi kecil dapat digunakan analisis bidang fase..8. Penondimensionalan Dalam suatu sistem PDP, bentuk peubah-peubah ada yang berdimensi tak sama. Oleh karena itu, peubah-peubah tersebut perlu diekspresikan sama agar solusi mudah diperoleh. Menurut Edelstein-Keshet L (1988), pengekspresian peubah dapat dilakukan dengan cara berikut: Kuantitas ukuran = Skalar pengali Unit yang berdimensi.8.3 Proses Pelinearan Untuk menentukan solusi tertutup steady state (solusi yang didekati oleh pelinearan) dari sistem PDP, Edelstein-Keshet L. (1988) memisalkan PDB sebagai berikut: dx dt dy dt ( X, Y ), G ( X, Y ), (.14) (.15) di mana dan G adalah fungsi tak linear. Diasumsikan bahwa X dan Y adalah solusi steady state, yang memenuhi memenuhi ( X, Y ) G ( X, Y ) 0. (.16) Solusi tertutup steady state yang sering disebut gangguan (pertubation) X ( t ) X x ( t ), (.17) Y ( t ) Y y ( t ). (.18)

24 8 Setelah disubtitusi ke persamaan (.14) dan (.15), diperoleh d ( X x ) ( X x, Y y ), dt d ( Y y ) G ( X x, Y y ). dt (.19) (.0) Sisi kiri diperluas dan dibentuk turunannya oleh definisi dx dt 0 dan dy dt 0. Sisi kanan diperluas oleh dan G dalam deret Taylor pada titik ( X, Y ). Sehingga diperoleh dx dt dy dt ( X, Y ) ( X, Y ) x ( X, Y ) y x bentuk orde x, y, xy, dan yang lain, G ( X, Y ) G ( X, Y ) x G ( X, Y ) y x bentuk orde x, y, xy, dan yang lain, y y (.1) (.) di mana ( X, Y ) adalah x yang dievaluasi pada ( X, Y ). x Untuk, G, G, dievaluasi dengan cara yang sama. y x y Oleh definisi ( X, Y ) G ( X, Y ) 0 diperoleh dx dt dy dt a x a y, 11 1 a x a y, 1 (.3) (.4) dalam bentuk matriks A a a 11 1 x a a G G 1 x y y ( X, Y ). (.5) Bentuk ini adalah bentuk matriks Jacobian dari sistem persamaan (.14) dan (.15). Untuk menentukan kestabilannya dengan cara melihat solusi persamaan (.3) dan (.4).

25 .8.4 Orbit Ketika suatu sistem PDP berdimensi kecil, maka solusi sistem tersebut dapat dicari dengan menggunakan pendekatan analisis bidang fase. Pendekatan analisis bidang fase merupakan teknik untuk mencari solusi dari sistem PDB yang luas cakupan solusinya. Oleh karena itu, untuk mempermudah mencari solusi dari sistem tersebut perlu dilakukan pembatasan pada GB yang diberikan. Batas gelombang ini merupakan batas trayektori untuk sistem persamaan pada ruang fase yang berdimensi tinggi. Edelstein-Keshet L (1988) menyatakan bahwa orbit trayektori heteroklinik merupakan cerminan batas gelombang yang menghubungkan dua titik tetap. B atas trayektori yang lain adalah: i Orbit homoklinik (trayektori yang meninggalkan sebuah titik sadel ketika tak stabil dan kembali ke titik sadel ketika stabil) akan menghasilkan gelombang asimtotik yang mendekati nilai z. ii Suatu cycle atau orbit periodik yang mencerminkan osilasi penyebaran melimpah pada ruang..9 Momen Sebaran Belalang berikut: Dougherty RD (1990) mendefinisikan nilai awal momen sebaran sebagai i Untuk beberapa bilangan bulat tak negatif k, peubah acak X adalah: 9 maka nilai awal momen dari ' k k E X. (.6) ii Jika X kontinu, maka ' k k k E X x f / x x dx. (.7) iii Jika ' 0 1, dengan jumlah keseluruhan peluang adalah satu dan ' 1 E X x, maka nilai awal momen kedua adalah: ' E X x f / x x dx. (.8)

26 10 Edelstein-Keshet et al. (1998), menuliskan hal tersebut ke dalam bentuk berikut ini: i i ( t ) x ( x, t ) dx, (.9) i 1 ii V ( t ) x X ( x, t ) dx, N dalam hal ini, merupakan ukuran sebaran. V (.30) adalah ragam, N adalah jumlah total individu dan X adalah pusat massa (kepadatan tertinggi) kelompok..10 Konvolusi ungsi Menurut Riley et al. (006), selain dipengaruhi penyebaran populasi, laju kepadatan populasi juga dipengaruhi kecepatan kelompok. Kecepatan kelompok ini merupakan sebaran yang diamati, yakni dengan memisalkan ( x ') sebagai fungsi yang akan diukur, K ( y ) sebagai fungsi resolusi yang digunakan sebagai alat ukur, dan v ( x ) hasil penghitungan sebaran yang diamati. ungsi resolusi tidak memberikan nilai keluaran yang benar, maka dimungkinkan bahwa nilai keluaran y 0 akan diganti oleh nilai di antara y dan y dy dan dinyatakan dengan K ( y ) dy. Simbol x ', x, dan y adalah peubah berukuran sama (panjang atau sudut), tetapi mempunyai perbedaan peran. Diasumsikan bahwa ( x ') dx ' bergerak menuju ke interval dz, yaitu ke K ( x x ') dx, karena adanya resolusi x x '. Kombinasi yang mungkin ada adalah bahwa interval dx ' akan meningkat dalam interval dx, yaitu menuju K ( x x ') ( x ') dx '. Penambahan kontribusi dari semua nilai x ' mengarah ke dalam range x menuju x dx, sehingga diperoleh bentuk bentuk v ( x ) K ( x x ') ( x ') dx '. (.31) Bentuk ini disebut konvolusi dari fungsi dan K, yang sering ditulis dalam v K *. (.3) Menurut Borrelli RL & Coleman CS (1998), bentuk perkalian konvolusi dapat digunakan untuk menemukan respon pada sistem dinamik untuk kecepatan yang terjadi secara mendadak pada amplitudo yang luas dan durasi yang pendek.

27 11.11 ungsi Kernel Dalam penelitian ini, untuk fungsi resolusi menggunakan bentuk kernel ganjil karena adanya trayektori homoklinik. Edelstein-Keshet et al. (1998) memberikan definisi fungsi resolusi dalam konvolusi dengan bentuk kernel ganjil sebagai berikut: A B K x x a x b a b exp[ ( / ) ] exp[ ( / ) ], (.33) dalam hal ini, A adalah repulsion (tolakan), B adalah attraction (tarikan), a adalah jarak tolakan dan b adalah jarak tarikan. Dalam pembahasan selanjutnya kernel ganjil dalam penelitian ini disebut kernel saja.

28 III MODEL MATEMATIKA KEPADUAN KELOMPOK BELALANG Berdasarkan orbit trayektori yang dimiliki, Gelombang Berjalan (GB) di bagi menjadi, yaitu Travelling ront (T) yang dideskripsikan sebagai trayektori heteroklinik dan Travelling Pulse (TP) digunakan sebagai pengganti dari Travelling Band (TB) yang dideskripsikan oleh trayektori homoklinik pada saat awal. Dalam penelitian digunakan trayektori homoklinik sebagai batasnya. Untuk menghubungkan model penyebaran populasi secara geografis digunakan gelombang invasi. Edelstein-Keshet et al. (1998) mengutip Skellam JG (1951) mendeskripsikan model ini berdasarkan hasil pengamatan isher (1937), yakni mendeskripsikan kejadian beberapa generasi dengan laju kecepatan sebaran spasial yang merupakan laju pertumbuhan yang tak nol. Ketika berpindah secara acak, terjadi peningkatan secara lokal yang menyebabkan kepadatan populasi yang besar pada daerah tengahnya sehingga model mengarah ke solusi T, yakni bagian belakang gelombang mewakili ruang yang pernah dilewati, sedangkan bagian depan gelombang adalah daerah yang belum pernah dilewati. Jumlah organisme dalam populasi bertambah seperti bagian depan yang menyebar dalam daerah baru. Bagaimana menghubungkan gerakan individu dengan gerakan kelompok sebagai satu keutuhan adalah masalah mendasar yang perlu diamati. Menurut Edelstein-Keshet et al. (1998), model pada skala kecil dapat menghubungkan gerakan organisme ke beberapa pengaruh eksternal seperti nutrisi atau makanan. Adanya gradien eksternal (seperti nutrisi, tarikan, atau pengaruh lain) membuat ketaksimetrian yang dapat memberi pengaruh penting. Hal ini tidak kelihatan karena belalang dapat berpindah secara berkelompok tanpa makanan atau gradien eksternal. Sedangkan dalam skala yang besar, skala waktu lebih pendek daripada waktu reproduksi organisme. Oleh sebab itu, tipe solusi diperoleh dengan membuat perkiraan, yaitu dengan membuat jumlah organisme konstan. Artinya, agar TB terlihat, maka perlu menentukan batasan perilaku yang mungkin. Edelstein-Keshet et al. (1998) mengutip Kennedy JS (1951); Uvarov BP (198) menyatakan bahwa perpindahan belalang Afrika mempunyai dua fase terpisah, yaitu fase tunggal dan fase suka berkawan. Dalam fase tunggal, individu

29 13 tidak sosial dan menjauh dari yang lain. Tetapi, ketika perubahan untuk suka berkawan muncul, individu menjadi lebih kuat sosialnya dan bergabung dengan kelompok yang besar. Edelstein-Keshet et al. (1998), gerakan kelompok terarah dengan kecepatan konstan dengan skala waktu yang lebih lama dari skala waktu gerakan individu. Pengamatan ini direfleksikan dalam asumsi pendekatan model, yakni pendekatan dinamis kelompok sebagai proses satu dimensi. Individu berada dalam salah satu dari dua kategori, yaitu bergerak dan tidak bergerak. Edelstein-Keshet et al. (1998) mengutip Albrecht O (1967) menyatakan bahwa belalang secara berkelompok mengalami perpindahan terus menerus dengan struktur perputaran yang dilukiskan dalam skema gambar 1. Arah Angin Terbang Persinggahan Zona Interior Zona Keberangkatan (Settlement) (Take-off Zone) Gambar 1 Struktur perputaran tipe kelompok belalang Schistocerca. (Edelstein-Keshet et al. 1998) Sedangkan struktur kelompok mempertahankan bentuk yang tetap dengan kecepatan konstan. Individu dalam kelompok sebenarnya berputar melalui urutan perilaku sebagai berikut: (i) (ii) terbang menuju ke bawah secara berkelompok (biasanya turun bersamaan), mendarat di tanah, kebanyakan ketika mereka mencapai bagian depan kelompok,

30 14 (iii) makan dan beristirahat sampai menyusul bagian tepi kelompok, dan (iv) berangkat terbang dan naik menuju ketinggian, sesudah itu berputar kembali ke awal lagi. Belalang-belalang yang terbang di atas memicu pasangan mereka yang berada di tanah sehingga menyebabkan belalang di tanah terbang secara besar-besaran. Kelompok belalang ini diperkirakan menghabiskan waktu untuk terbang pada pendekatan 0 s.d 40 %. 3.1 Model I: Kepaduan Belalang Bergantung pada Konveksi Difusi dan Kecepatan Belalang Terbang Pendekatan pertama adalah menunjukkan belalang di tanah bergerak tak leluasa dibandingkan pasangan terbang mereka. Sehingga dapat dibangun sebuah model sebagai berikut: S t R ( S, ) S G ( S, ), (3.1) D U R ( S, ) S G ( S, ). t x x (3.) Dalam hal ini, ( x, t ) = populasi belalang yang terbang pada x, t, S ( x, t ) = populasi belalang yang tidak terbang (standing) pada x, t, R ( S, ) = proporsi belalang berangkat (take-off), G ( S, ) = proporsi belalang mendarat (landing), D = laju gerakan acak belalang saat di udara, U = kecepatan terbang (kecepatan angin + kecepatan terbang aktif) belalang. Laju gerakan acak dan kecepatan terbang belalang yang dipengaruhi kecepatan angin, dan kecepatan terbang aktif diasumsikan konstan. Sesuai pembahasan sebelumnya, digunakan solusi TP dengan jumlah total individu yang terbatas dengan syarat fungsi kepadatan dan S terbatas dan positif di manamana. Untuk TP, nilai fungsi kepadatan dan S menuju nol ketika peubah x menjauh ke depan dari kelompok dan menjauh ke belakang dari kelompok (, S 0 untuk x ).

31 Gelombang Berjalan (Travelling ront dan Travelling Band) Sistem persamaan model I ditransformasikan ke dalam koordinat GB z x ct, dengan c adalah kecepatan gelombang yang konstan, sehingga diperoleh S c R ( S, ) S G ( S, ), z c D U R ( S, ) S G ( S, ). z z z (3.3) (3.4). Kedimensionalan sistem persamaan ini dapat dikurangi dengan cara menambahkan kedua persamaan, mengintegralkan dari ke z, mensubstitusikan ke dalam sistem persamaan sehingga diperoleh dan S c R ( S, ) S G ( S, ), z D cs ( U c) konstanta. z (3.5) (3.6) Hasil ini dapat dipelajari dengan metode bidang fase. Tetapi solusi secara rinci (nilai pada konstanta acak) akan bergantung pada syarat bantu. Syarat bantu dalam kasus T dan TB saling berlawanan. Kemungkinan himpunan yang relevan dengan syarat bantu untuk T dan TB adalah: (i) lim, S 0, z (ii) lim, S 0, z (iii), S 0 untuk semua z. Arti syarat-syarat di atas adalah: (i) tidak ada individu yang jauh di depan gelombang, (ii) tidak ada individu yang jauh di belakang gelombang, dan (iii) kepadatannya tak negatif. Solusi T memenuhi syarat (i) dan (iii), direpresentasikan oleh trayektori heteroklinik yang menggambarkan keberadaan titik tetap pada saat awal di bidang fase S. Sesuai asumsi (iii), trayektori berada pada kuadran positif. Oleh karena itu, solusinya memenuhi beberapa kriteria berikut:

32 Pada saat awal ( S 0) mempunyai satu titik sadel atau satu titik stabil, 16 yaitu satu nilai eigen real negatif ( ) untuk menerangkan sifat pertama di atas. Pada ruang state, vektor eigen yang berkorespondensi dengan berada di kuadran pertama. Pada kuadran positif, paling sedikit mempunyai satu keseimbangan, yaitu satu sadel, titik tak stabil, atau spiral tak stabil. Keseimbangan ini merepresentasikan kepadatan dan S yang jauh di belakang gelombang. Untuk solusi TB memenuhi syarat (i), (ii), dan (iii), direpresentasikan oleh trayektori homoklinik yang berada pada kuadran positif di bidang S. Oleh karena itu, solusinya memenuhi beberapa kriteria berikut: Pada saat awal trayektorinya dapat keluar dan masuk ke titik tetap, artinya harus ada satu titik sadel, yaitu satu nilai eigen positif dan satu nilai eigen negatif. Pada ruang state, vektor eigen tidak dapat diarahkan ke kuadran II dan IV karena solusi dibatasi pada daerah tak negatif. Nullcline dan S melewati kuadran I karena mempunyai maksima di kuadran ini. Selanjutnya adalah memeriksa syarat bantu yang dipenuhi. Jika memenuhi solusi T, maka solusi TB ditiadakan. Artinya jika solusi pulse ada pada solusi T, maka dimana-mana tidak tak negatif dan tidak akan ada representasi kelompok secara biologi Analisis Persamaan Gelombang Berjalan Diasumsikan bahwa lim 0, lim 0. z z z (3.7) Asumsi ini mengikuti fakta bahwa dan S menurun menuju nol pada gelombang baliknya. Konstanta pengintegralan bernilai nol dan sistem persamaan hasil peralihan koordinat z x ct menjadi:

33 17 S c R ( S, ) S G ( S, ), z D cs ( U c). z (3.8) (3.9) Selanjutnya adalah menguji perilaku dari sistem persamaan ini dengan tujuan menunjukkan trayektori homoklinik pada saat awal dapat terjadi di bawah beberapa asumsi yang sesuai. Sistem persamaan memenuhi nullcline sebagai berikut: 0 R ( S, ) S G ( S, ), (3.10) 0 cs ( U c). (3.11) Sehingga nullcline memenuhi ( U c) cs ( U c) S c ( U c) S c 0. (3.1) Karena nullcline ini melewati kuadran I, maka hal ini mengimplikasikan bahwa gradien bernilai positif ( U c) c 0. Dari gradien positif ini diperoleh U 0. Dengan asumsi bahwa arah angin menuju ke ke sumbu x positif dan U 0, diperoleh batasan berikut: 0 c U. (3.13) Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika GB dari beberapa tipe ada, maka kecepatan kelompok lebih pelan dari pada kecepatan angin. Pernyataan ini mengikuti fakta bahwa belalang menghabiskan waktu di antara tanah dan langit secara berkelompok dengan gerakan ke depan lebih pelan dari pada ketika di bawa ke depan oleh angin. Persamaan diferensial yang ada dapat diubah ke dalam formulasi tanpa dimensi berikut: s R ( s, f ) s G ( s, f ) f, (3.14)

34 dengan, f s f. (3.15) s S, (3.16) 18 f U c c, (3.17) D ( U c) z D R ( s, f ) R S ( s ), ( f ), c( U c) D G ( s, f ) G S ( s ), ( f ). c( U c), (3.18) (3.19) (3.0) Pelinearan sistem dengan titik tetap f s 0 adalah: s f R G s f. (3.1) Parameter R 0 R (0, 0) 0 dan G 0 G (0, 0) 0 merepresentasikan bentuk interaksi pada titik tetap (0,0) yang ekuivalen dengan laju pendaratan dan laju berangkat untuk terbang ketika kepadatan belalang rendah. Nilai eigen dari sistem linear ini adalah: 1 1 / 1 R 0 (1 R 0 ) 4 R 0 G 0 (3.) Karena R 0 positif, maka 1 R 0 juga positif. Untuk R 0 G 0 0 tidak konsisten dengan GB pada beberapa bentuk karena nilai eigennya positif dan pada saat awal tak stabil. Keadaan ini tidak diakui pendekatannya pada trayektori dari beberapa titik tetap lain sehingga tidak sesuai untuk T dan TB. Oleh karena itu, diasumsikan syarat perlu untuk solusi GB sebagai berikut: R G. (3.3) 0 0 Jika syarat (3.3) ini diterapkan dalam fungsi awal (bawaan dimensi), maka ketaksamaan ekuivalen dengan

35 19 R0U G R 0 0 c. (3.4) Artinya bahwa kuantitas pada sisi kiri menyatakan kecepatan rata-rata belalang pada daerah berkepadatan rendah. Rasio R 0 / G 0 R 0 adalah jumlah relatif belalang yang terbang dengan kecepatan U. Jika ketaksamaan ini tidak dipenuhi, maka belalang yang berada jauh di depan kelompok akan terbang lebih cepat dari pada yang berada dalam kelompok. Ini mengimplikasikan bahwa gelombang pada beberapa tipe (front atau band) akan mempunyai kecepatan gelombang minimum. Sedangkan kecepatan gelombang maksimum di c U. Ketika syarat (3.4) dipenuhi, diperoleh R 0 G 0 0 dan satu titik sadel pada saat awal (kemungkinan ketika dibangkitkan). Keberadaan satu titik sadel pada saat awal adalah salah satu syarat untuk terjadinya solusi TB dan konsisten dengan solusi T. Tetapi, terlihat bahwa kriteria lain untuk solusi band tidak dapat dipenuhi. Untuk melihat ada tidaknya solusi TB, maka vektor eigen pada saat awal harus diarahkan ke dalam kuadran I dan III. Vektor eigen yang diperoleh 1 1, (3.5) Sehingga untuk titik sadelnya memenuhi nilai eigen 1 R 0 > 1 dan < 0. Dalam kasus tak dibangkitkan, yaitu jika R, 0 G 0 maka vektor eigen yang stabil berkorespondensi dengan titik di kuadran I dan III sedangkan vektor eigen tak stabil berkorespondensi dengan titik di kuadran II dan IV. Pada keadaan ini, beberapa trayektori homoklinik pada saat awal merupakan titik tetap pada bidang fase atau S yang bernilai negatif. Artinya beberapa solusi bukan biologi harus dibuang ketika menunjukkan kepadatan populasi. Beberapa kasus khusus lain, yaitu jika R 0 G 0 0, maka vektor eigen berkorespondensi dengan titik dalam kuadran II dengan hasil yang sama

36 seperti pembahasan sebelumnya. Jika R 0 G 0 0, maka analisis tidak berperan memunculkan trayektori homoklinik dan pengamatan dapat diteruskan. Hasil di atas menunjukkan keberadaan solusi TB tetapi kemungkinan dalam kasus pembangkitan, sehingga dapat disimpulkan bahwa Interaksi lokal belalang yang terbang dan tidak terbang, konveksi difusi sederhana pada belalang yang terbang tidak dapat menjelaskan kepaduan kelompok yang berpindah pada TB-nya. Model I berhenti, karena analisis tidak mendukung. Kegagalan model I, kemungkinan karena difusi dan kecepatan yang konstan terlalu umum sehingga mengarahkan untuk memunculkan model II. 3. Model II: Kecepatan Terbang Bergantung pada Kepadatan Lokal (Local Density) Belalang merespon variasi kepadatan kelompok lokal dengan cara mengubah laju acak atau arah gerakan. Perubahan kecepatan terbang menentukan kepaduan kelompok. Pada model ini digunakan bentuk kumpulan persamaan pada saat awal. Bentuk ini melukiskan tendensi belalang untuk berkelompok dan tendensi untuk menyesuaikan gerakan dalam respon untuk bergabung dan berpencar pada kelompok. Bentuk gerakan penerbang menjadi fungsi kepadatan. Sistem secara umum mempunyai bentuk sebagai berikut: 0 S t R ( S, ) S G ( S, ), (3.6) S D ( S, ) E ( S, ) U ( S, ) t x x x R ( S, ) S G ( S, ). (3.7) D ( S, ) menyatakan gerakan acak belalang yang terbang dalam merespon gradien penerbang lain, E ( S, ) menyatakan respon belalang yang terbang terhadap gradien belalang yang tidak terbang. Bentuk U ( S, ) adalah kecepatan terbang belalang sebagai fungsi kepadatan lokal belalang. Dengan pengasumsian nilai S dan positif, bentuk ini cukup untuk memasukkan pengaruh variasi yang mungkin ada.

37 Dalam sistem koordinat GB, setelah penambahan dua persamaan dan pengintegralan seperti langkah sebelumnya, diperoleh sistem sebagai berikut: 1 S c R ( S, ) S G ( S, ), z S c( S ) D ( S, ) E ( S, ) U ( S, ). z z (3.8) (3.9) Pendekatan vektor eigen dilakukan untuk menemukan pusat pulse pada perilaku awal dan titik sadel pada (0,0), sehingga trayektori homoklinik dapat dibangun. Ketika pulse ditemukan, pelinearan sistem persamaan mengarah ke himpunan eksak yang sama pada PDB dengan laju difusi D (0, 0) dan kecepatan u U (0,0). akta ini menunjukkan bahwa U dan D adalah fungsi yang apabila dibandingkan dengan konstanta tidak akan relevan. Perilaku fungsi ini (pada kepadatan rendah) merupakan batas (contohnya pada gelombang balik atau gelombang ke depan) masuk ke dalam analisis. Bentuk model yang baru ini tidak menolong untuk menghilangkan masalah pada saat awal karena hasilnya identik dengan pendefinisian ulang konstanta. Kesimpulan yang dapat di buat: ModeI perubahan belalang yang terbang maupun yang tidak terbang secara sederhana, taxis (gaya pergerakan belalang dalam merespon rangsangan), kecepatan tak linear, dan difusi tak linear pada belalang yang terbang tidak mampu menjelaskan kepaduan kelompok. Analisis tidak mendukung model II. 3.3 Model III: Kecepatan Terbang dan Gerakan Belalang di Tanah Bergantung kepadatan lokal Gerakan belalang di tanah lebih pelan dibandingkan gerakan belalang yang terbang. Edelstein- Keshet et al. (1998) mengutip Odell GM (1980) menyatakan ketika persamaan diferensial berbentuk turunan tingkat tinggi dikurangi solusinya seperti penghilangan perilaku, akan menyebabkan hasil terganggu. Agar hasil tidak terganggu, maka dikaji versi model belalang di tanah juga bergerak tetapi

38 pada laju yang lebih pelan. Gerakan mengarah ke koordinat GB dan menuju sistem dimensi tingkat tinggi sehingga solusi TP dapat dielakkan. Persamaan-persamaan yang dikaji adalah: S S A ( S, ) B ( S, ) S R ( S, ) S G ( S, ), t x x x S D ( S, ) E ( S, ) U ( S, ) t x x x R ( S, ) S G ( S, ). (3.30) (3.31) Dalam hal ini, A ( S, ) adalah motility (koefisien difusi) dengan adveksi (kecepatan rata-rata dalam berpindah) belalang yang ada di zona interior kecil atau nol. Analisis bergantung fakta bahwa nilai eigen tanpa dimensi pada sistem ini adalah persamaan akar kubik 3 R G R G 0, (3.3) dalam hal ini, parameter (tanpa dimensi) adalah c /( U c), A / D, R RD /( U c), G GD / U c dan semua fungsi dievaluasi pada T,, S 0, 0, 0. Dari pengamatan bentuk vektor eigen dan nilai eigen pada saat awal diperoleh sekumpulan syarat yang mendeskripsikan bahwa 1 sebagai nilai eigen yang tak stabil, dan sebagai nilai eigen yang stabil, dengan batas 0 1, 1 / 0. Nilai eigen harus tak stabil dan kurang dari 1 atau stabil dan lebih dari. Dengan penyusunan ulang secara sederhana, dapat diperoleh syarat sebagai berikut: / (3.33)

39 Secara ringkas, syarat perlu untuk TP adalah persamaan (3.3) mempunyai tiga solusi real dan solusi ini memenuhi (3.33). 3 yang Untuk 0, sistem terkurangi menjadi sistem dua dimensi. Untuk kecil, sistem merupakan gangguan tunggal dari sistem dua dimensi yang di analisis sebelumnya (untuk belalang yang tidak terbang di tanah). Dua nilai eigen tertutup menuju nilai eigen sistem dua dimensi dan nilai eigen ketiga adalah: / R / ( ). (3.34) Karena /, maka dua nilai eigen harus memenuhi syarat persamaan (3.33). Tetapi, analisis gangguan sederhana dari persamaan (3.3) menunjukkan bahwa syarat ini tidak dijumpai jika 1. Ketika nilai eigen positif ( 1) dan lebih besar dari 1 untuk memenuhi kecilnya, maka TB tidak akan terjadi sehingga dibangunlah model IV. 3.4 Model IV: Perubahan Arah Terbang Bergantung Kepadatan (Density Dependent) Edelstein-Keshet et al. (1998) mengutip Waloff Z (196) menyatakan bahwa kelompok belalang memelihara kepaduan karena individu atau kelompok kecil yang keluar mendadak dari kelompok mengubah orientasi mereka dan kembali menuju kelompok. Pernyataan ini didasarkan pendekatan pada ide bahwa belalang secara kontinu bergabung kembali dan terbang menuju kelompok, atau berputar pada respon kepadatan lokal. Untuk menjelajahi ide ini, diasumsikan bahwa interaksi di tanah diabaikan. Sehingga yang diamati kepada hal yang lebih perlu, yaitu difokuskan pada belalang yang terbang itu sendiri. Belalang yang terbang di bagi dua, yaitu belalang dengan gerakan ke depan A ( x, t ) dan belalang dengan gerakan balik B ( x, t ). Diasumsikan bahwa kecepatan terbang ( v ) sama. Laju perputaran r dan r juga diasumsikan bergantung pada kepadatan lokal. Persamaan yang dikaji adalah: ab ba A t A ( v w ) rab A rba B, x (3.35)

40 B t B ( v w ) rba B rab A. x 4 (3.36) Dalam hal ini, rab rab ( A, B ), rba rba ( A, B ) adalah fungsi kepadatan dan kecepatan angin ( w ) diasumsikan konstan. Dengan penerapan sistem peralihan koordinat z x ct pada persamaan (3.35) dan (3.36) diperoleh ( v w da c) r A r B, dz ab ba ( v w db c) r A r B. dz ab ba (3.37) (3.38) Kurangkan kedua persamaan di atas untuk mengeliminasi bentuk kinetik, sehingga diperoleh ( ) da db v w c ( v w c) 0. dz dz (3.39) Integralkan dan gunakan syarat batas (yaitu tidak ada individu jauh ke depan atau jauh di belakang gelombang) sehingga menghasilkan ( v w c) A ( v w c) B 0, (3.40) yang mengimplikasikan bahwa kepadatan gerakan individu ke depan dan gerakan balik adalah proposional dimana-mana. Kemudian dieliminasi satu peubah (semisal B ), oleh substitusi berikut: B ( v w c) A, ( v w c) (3.41) dalam bentuk pendekatan persamaan untuk A. Ini berarti bahwa sistem persamaan terkurangi menjadi persamaan tunggal, yang mempunyai bentuk dasar da Af ( A ), dz (3.4) dalam hal ini, f ( A ) adalah ungkapan dengan laju perputaran awal r dan ab r ba yang bergantung pada A. Persamaan (3.4) adalah persamaan satu dimensi yang tidak mendukung solusi pulse karena berdimensi rendah. Dua titik keseimbangan

41 (yakni titik tetap dari Af ( A ) ) adalah dapat ada, tetapi tidak bermula dan berakhir pada A 0. disimpulkan bahwa: Artinya T dapat terjadi, tetapi bukan pulse. Sehingga dapat bergabung kembali dan terbang bersama kelompok memungkinkan untuk mempertahankan kelompok maju ke depan, tetapi bukan TB karena berlawanan dengan pernyataan Waloff. Hal ini tidak akan mengarah ke kepaduan kelompok, karena mekanisme untuk kembali ke kelompok belalang yang tidak terbang tidak dijaga. analisis tidak mendukung model IV. Karena TB tidak terjadi, maka dibangunlah model V. 3.5 Model V: Gerakan Aktif Belalang Terbang Bergantung Kepadatan Individu Interaksi untuk memelihara kepaduan kelompok tidak hanya lokal, termasuk belalang yang menggunakan rangsangan yang nampak 5 untuk bergabung dan merespon kepadatan kelompok pada jarak yang jauh. Dalam hal ini, belalang dapat menyesuaikan kecepatan untuk tetap bergabung dengan kelompok sehingga terjaga kepaduan kelompok. Model ini didasarkan pada asumsi realistis biologi dengan kajian matematis yang mengarah ke tipe perbedaan dasar model yang lebih menantang analisisnya. Dalam model ini, kecepatan individu diasumsikan untuk mengatur besarnya kepadatan rata-rata kelompok. Persamaan untuk gerakan kelompok dalam model ini adalah: D ( w v ), t x x (3.43) dalam hal ini, ada dua kecepatan yang dilapiskan, yaitu kecepatan angin dan gerakan aktif kelompok yang bergantung kepadatan individu. Gerakan aktif ini mengarah ke bentuk konvolusi berikut: v K * K ( x x ') ( x ') dx '. (3.44)

42 Pengaruh untuk keluar dari kelompok dan bergabung ke kelompok dapat digantikan dalam bentuk kernel berikut: 6 A B K x exp[ ( x / a) ] exp[ ( x / b) ], a b (3.45) dalam hal ini, besarnya A adalah kepadatan belalang yang keluar kelompok dan B adalah kepadatan belalang yang kembali ke kelompok sedangkan a adalah jarak yang ditempuh ketika belalang keluar dari kelompok dan b adalah jarak yang ditempuh ketika belalang kembali ke kelompok. Kesimetrian antara gelombang yang bergerak ke depan dan gelombang balik tidak mempunyai makna K * 0 untuk konstanta. Artinya bahwa belalang yang keluar dari kelompok sama jumlahnya dengan yang bergabung ke kelompok, sehingga interaksi tidak mempunyai pengaruh. Menurut Edelstein-Keshet et al. (1998), model serupa tetapi dengan w 0 dan dengan interpretasi berbeda telah dianalisis oleh Mogilner et al. (1996), yakni dengan memperhatikan perilaku puncak sebagai solusi ketika difusi konstan atau bernilai kecil. Ketika difusi kecil ( D ), hasil mengarah ke peralihan koordinat z x ct dengan menggunakan ekspansi gangguan dalam bentuk berikut: K '(0) N ( z ) exp z, (3.46) dalam hal ini, N s ds. (3.47) Penggunaan bentuk kernel yang diberikan persamaan (3.46) menghasilkan bentuk berikut: A B K '(0). a b (3.48) Ini berarti bahwa lebar puncak yang diprediksi menjadi L N 1 1 B b 1 A. a (3.49)

43 Hasil ini harus diinterpretasikan dengan hati-hati, karena hanya mengarah ke orde hasil saja. Hasil solusi perilaku puncak ini berada pada batasan berikut: 7 A B. a b (3.50)

44 8 IV METODE DAN PEMBAHASAN Karena model I, II, III dan IV yang dibangun secara lokal tidak dapat menjaga kepaduan kelompok dengan memuaskan, maka dalam penelitian ini diamati model V dengan pengamatan kepaduan kelompok secara non lokal. Langkah pertama adalah mencari solusi model V dengan beberapa sifat seperti pusat massa atau luasan kelompok menggunakan bentuk kernel secara rinci untuk mengimbangi pengaruh bentuk difusi sehingga dapat menyelesaikan beberapa perluasan dari persamaan (3.49). Langkah selanjutnya adalah melakukan simulasi model V dengan pendekatan syarat awal menggunakan fungsi sebaran normal. Untuk keperluan ini, maka terlebih dahulu dikaji analisis model non lokal dan menetapkan parameter-parameter realistis yang berkaitan dengan model. Selanjutnya dilakukan simulasi dengan bantuan software Matlab R008a untuk melihat hasilnya. 4.1 Analisis Model V Menurut Edelstein-Keshet et al. (1998), pusat massa atau luasan kelompok dinyatakan sebagai berikut: ( ) (, ), 0 t x t dx (4.1) ( ) (, ), 1 t x x t dx (4.) t x x t dx (4.3) ( ) (, ), dengan jumlah total individu N ( ) 0 t dan pusat massa (kelompok) adalah: X ( t ) N. Ragamnya adalah: 1 1 V ( t ) x X ( x, t ) dx. N (4.4) Hubungan antara momen kedua dan ragam (lihat lampiran 1) adalah: N V X, (4.5)

MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD

MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Penelusuran tentang fenomena belalang merupakan bahasan yang baik untuk dipelajari karena belalang dikenal suka berkelompok dan berpindah. Dalam kelompok,

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR

METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Borrelli RL, Coleman CS Differential Equations: A Modelling Respective. New York: John Wiley & Sons, Inc.

DAFTAR PUSTAKA. Borrelli RL, Coleman CS Differential Equations: A Modelling Respective. New York: John Wiley & Sons, Inc. DATAR PUSTAKA Borrelli RL, Coleman CS. 1998. Differential Equations: A Modelling Respective. ew York: John Wiley & Sons, Inc. Dougherty RD. 1990. Probability and Statistics for Engeneering, Computing,

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI

SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI SOLUSI PERSAMAAN BOLTZMANN DENGAN NILAI AWAL BOBYLEV MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK YOANITA HISTORIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Banyak sekali masalah terapan dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, dan lain-lain yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk pesamaan

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH

PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA 2 CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH PENDUGAAN PARAMETER WAKTU PERUBAHAN PROSES PADA CONTROL CHART MENGGUNAKAN PENDUGA KEMUNGKINAN MAKSIMUM SITI MASLIHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS

KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO 4.1 Model Dinamika Neuron Fitzhugh-Nagumo Dalam papernya pada tahun 1961, Fitzhugh mengusulkan untuk menerangkan model Hodgkin-Huxley menjadi lebih umum, yang

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A

EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A EKSPLORASI MASALAH LOGARITMA DISKRET PADA FINITE FIELD ( ) Y A N A SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE PERBANDINGANN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE DAN APLIKASINYA PADA DATAA KEMATIAN INDONESIA VANI RIALITA SUPONO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 PENDEKATAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI IPK AKHIR MAHASISWA MATEMATIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANA MARNIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENENTUAN WAKTU PANEN OPTIMAL PADA POPULASI IKAN DENGAN UKURAN AWAL HOMOGEN DAN HETEROGEN M U S T O P A

MODEL MATEMATIKA PENENTUAN WAKTU PANEN OPTIMAL PADA POPULASI IKAN DENGAN UKURAN AWAL HOMOGEN DAN HETEROGEN M U S T O P A MODEL MATEMATIKA PENENTUAN WAKTU PANEN OPTIMAL PADA POPULASI IKAN DENGAN UKURAN AWAL HOMOGEN DAN HETEROGEN M U S T O P A SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN

MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI ANALISIS REGRESI TERPOTONG DENGAN BEBERAPA NILAI AMATAN NOL NURHAFNI SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA SIFAT MENGGUNAKAN METODE KNOWLEDGE GRAPH USEP RAHMAT

ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA SIFAT MENGGUNAKAN METODE KNOWLEDGE GRAPH USEP RAHMAT ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA SIFAT MENGGUNAKAN METODE KNOWLEDGE GRAPH USEP RAHMAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

MODEL CPA (COHORT PARITY ANALYSIS) DAN APLIKASINYA PADA DATA PENDUDUK INDONESIA INTAN BAIDURI

MODEL CPA (COHORT PARITY ANALYSIS) DAN APLIKASINYA PADA DATA PENDUDUK INDONESIA INTAN BAIDURI MODEL CPA (COHORT PARITY ANALYSIS) DAN APLIKASINYA PADA DATA PENDUDUK INDONESIA INTAN BAIDURI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

RISIKO GEMUK (FAT-TAILED ADRINA LONY SEKOLAH

RISIKO GEMUK (FAT-TAILED ADRINA LONY SEKOLAH PENENTUAN BESARNYA PREMI UNTUK SEBARAN RISIKO YANG BEREKOR GEMUK (FAT-TAILED RISK DISTRIBUTION) ADRINA LONY SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN

METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN METODE BINOMIAL UNTUK MENENTUKAN HARGA OPSI CALL INDONESIA DAN STRATEGI LINDUNG NILAINYA JAENUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENDUGAAN TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA DARI FUNGSI INTENSITAS SUATU PROSES POISSON PERIODIK SYAMSURI

PENDUGAAN TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA DARI FUNGSI INTENSITAS SUATU PROSES POISSON PERIODIK SYAMSURI PENDUGAAN TURUNAN PERTAMA DAN TURUNAN KEDUA DARI FUNGSI INTENSITAS SUATU PROSES POISSON PERIODIK SYAMSURI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF

NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF NILAI WAJAR ASURANSI ENDOWMEN MURNI DENGAN PARTISIPASI UNTUK TIGA SKEMA PEMBERIAN BONUS YUSUF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM

MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK RIDWAN IDHAM. Model

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU

PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU v PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Matematika SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Perancangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF

ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA

PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI

PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

MODEL LOGISTIK DENGAN DIFUSI PADA PERTUMBUHAN SEL TUMOR EHRLICH ASCITIES. Hendi Nirwansah 1 dan Widowati 2

MODEL LOGISTIK DENGAN DIFUSI PADA PERTUMBUHAN SEL TUMOR EHRLICH ASCITIES. Hendi Nirwansah 1 dan Widowati 2 MODEL LOGISTIK DEGA DIFUSI PADA PERTUMBUHA SEL TUMOR EHRLICH ASCITIES Hendi irwansah 1 dan Widowati 1, Jurusan Matematika FMIPA Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, SH Tembalang Semarang 5075

Lebih terperinci

PEMODELAN PENENTUAN KOMPOSISI PRODUK UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN PERUSAHAAN JENANG KUDUS ROSMA MULYANI

PEMODELAN PENENTUAN KOMPOSISI PRODUK UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN PERUSAHAAN JENANG KUDUS ROSMA MULYANI PEMODELAN PENENTUAN KOMPOSISI PRODUK UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN PERUSAHAAN JENANG KUDUS ROSMA MULYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENGARUH SCAVENGER (Pemakan Bangkai) TERHADAP KESTABILAN POPULASI MANGSA PEMANGSA PADA MODEL LOTKA VOLTERRA ELI WAHYUNI

PENGARUH SCAVENGER (Pemakan Bangkai) TERHADAP KESTABILAN POPULASI MANGSA PEMANGSA PADA MODEL LOTKA VOLTERRA ELI WAHYUNI PENGARUH SCAVENGER (Pemakan Bangkai) TERHADAP KESTABILAN POPULASI MANGSA PEMANGSA PADA MODEL LOTKA VOLTERRA ELI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR SKRIPSI

ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR SKRIPSI ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI

BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI

PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Perancangan

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBARAN PENYAKIT DIARE SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB KEMATIAN PADA BALITA MENGGUNAKAN MODEL MATEMATIKA SIS

ANALISIS PENYEBARAN PENYAKIT DIARE SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB KEMATIAN PADA BALITA MENGGUNAKAN MODEL MATEMATIKA SIS ANALISIS PENYEBARAN PENYAKIT DIARE SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB KEMATIAN PADA BALITA MENGGUNAKAN MODEL MATEMATIKA SIS (SUSCEPTIBLE-INFECTED-SUSCEPTIBLE) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Pada Bidang Bentuk Vektor dari KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-9) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Pada Bidang Bentuk Vektor dari 1 Definisi Daerah Sederhana x 2 Pada Bidang

Lebih terperinci

MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI DUA DAERAH BERDASARKAN MODAL DAN KNOWLEDGE MUHAMMAD TAUFIK NUSA TAJAU

MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI DUA DAERAH BERDASARKAN MODAL DAN KNOWLEDGE MUHAMMAD TAUFIK NUSA TAJAU MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI DUA DAERAH BERDASARKAN MODAL DAN KNOWLEDGE MUHAMMAD TAUFIK NUSA TAJAU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN

MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN MODEL OPTIMASI JADWAL UJIAN DAN IMPLEMENTASINYA PADA UNIVERSITAS TERBUKA ASMARA IRIANI TARIGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PENYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA BENDA MENGGUNAKAN TEORI KNOWLEDGE GRAPH HAIRUL SALEH

ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA BENDA MENGGUNAKAN TEORI KNOWLEDGE GRAPH HAIRUL SALEH ANALISIS PEMBENTUKAN WORD GRAPH KATA BENDA MENGGUNAKAN TEORI KNOWLEDGE GRAPH HAIRUL SALEH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI. Sistem Pendulum Terbalik Dalam penelitian ini diperhatikan sistem pendulum terbalik seperti pada Gambar di mana sebuah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang bisa digerakkan.

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Pendahuluan, Persamaan Diferensial Orde-1 Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB September 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB September 2012 1 / 37 Pendahuluan Konsep Dasar Beberapa

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS EKUITAS MEREK MINUMAN ISOTONIK MIZONE PADA MAHASISWA DI KOTA SOLO. Oleh : Andrew Kresnoputro

ANALISIS EKUITAS MEREK MINUMAN ISOTONIK MIZONE PADA MAHASISWA DI KOTA SOLO. Oleh : Andrew Kresnoputro ANALISIS EKUITAS MEREK MINUMAN ISOTONIK MIZONE PADA MAHASISWA DI KOTA SOLO Oleh : Andrew Kresnoputro PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO (Studi Kasus di Desa Sidondo I Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah)

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENYELESAIAN SISTEM OREGONATOR DENGAN METODE ITERASI VARIASIONAL DAN METODE ITERASI VARIASIONAL TERMODIFIKASI

PERBANDINGAN PENYELESAIAN SISTEM OREGONATOR DENGAN METODE ITERASI VARIASIONAL DAN METODE ITERASI VARIASIONAL TERMODIFIKASI PERBANDINGAN PENYELESAIAN SISTEM OREGONATOR DENGAN METODE ITERASI VARIASIONAL DAN METODE ITERASI VARIASIONAL TERMODIFIKASI oleh AMELIA FEBRIYANTI RESKA M0109008 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan 4 3.2 Peralatan..(9) dimana,, dan.(10) substitusi persamaan (10) ke persamaan (9) maka diperoleh persamaan gelombang soliton DNA model PBD...(11) agar persamaan (11) dapat dipecahkan sehingga harus diterapkan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SCALABLE VECTOR GRAPHICS (SVG) TERHADAP APLIKASI e-learning STUDI KASUS UNIVERSITAS TERBUKA (UT) RUSTAM EFFENDY

IMPLEMENTASI SCALABLE VECTOR GRAPHICS (SVG) TERHADAP APLIKASI e-learning STUDI KASUS UNIVERSITAS TERBUKA (UT) RUSTAM EFFENDY IMPLEMENTASI SCALABLE VECTOR GRAPHICS (SVG) TERHADAP APLIKASI e-learning STUDI KASUS UNIVERSITAS TERBUKA (UT) RUSTAM EFFENDY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya. 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teoriteori yang mendukung karya tulis ini. Teoriteori tersebut meliputi persamaan diferensial penurunan persamaan KdV yang disarikan dari (Ihsanudin, 2008;

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci