BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) atau skipjack tuna menurut taksonominya diklasifikasikan sebagai berikut (Saanin 1984) : Phylum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Perciformes Sub Ordo : Scombroidea Famili : Scombroidae Sub Famili : Thunninae Genus : Katsuwonus Species : Katsuwonus pelamis Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Ikan cakalang memiliki tubuh yang membulat atau memanjang dan garis lateral. Ciri khas dari ikan cakalang memiliki 4-6 garis berwarna hitam yang memanjang di samping bagian tubuh. Ikan cakalang pada umumnya mempunyai berat sekitar 0,5 11,5 kg serta panjang sekitar cm. Ikan cakalang mempunyai ciri-ciri khusus yaitu tubuhnya mempunyai bentuk menyerupai torpedo ( fusiform), bulat dan memanjang, serta mempunyai gill rakers (tapis insang) sekitar buah. Ikan cakalang memiliki dua sirip 5

2 6 punggung yang letaknya terpisah. Sirip punggung pertama terdapat jari-jari keras, pada sirip punggung perut diikuti oleh 7-9 finlet. Terdapat sebuah rigi-rigi (keel) yang sangat kuat diantara dua rigi-rigi yang lebih kecil pada masing-masing sisi dan sirip ekor (Matsumoto et al 1984). Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan Cakalang (100 g) Komponen Komposisi Kimia (%) Air 69,9 ± 0,71 Protein 26,0 ± 0,28 Lemak 22,0 ± 0,07 Karbohidrat 40,7 ± 0,42 Abu 91,4 ± 0,07 Sumber : Departement of Health, Education and Walfare (1972) 2.2 Tingkat Kesegaran Ikan Cakalang Ikan mempunyai kesegaran maksimal apabila sifat-sifatnya mendekati dengan ikan hidup baik rupa, bau, cita rasa, maupun teksturnya. Apabila penanganan ikan kurang baik maka mutu atau kualitasnya akan turun (Junianto 2003). Menurut Suseno (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kesegaran ikan antara lain : a. Pengaruh faktor alami dan biologis - Jenis ikan, beberapa ikan ada yang mudah dan cepat busuk, umumnya ikan yang berukuran kecil lebih cepat membusuk. - Biologis, ikan yang ditangkap dalam keadaan kenyang ( feedy fish) saat ditangkap akan lebih cepat busuk. Feedy fish dapat terlihat dari cepatnya isi perut dan dinding perut mengalami penguraian. Jenis makan dalam perut berpengaruh terhadap pembusukan (Wibowo 2003) b. Pengaruh cara penanganan (handling) - Cara penangkapan - Cara kematian ikan - Cara penanganan di kapal - Cara bongkar dan pendaratan

3 7 - Cara penanganan di darat - Cara transportasi - Cara distribusi Ikan segar adalah ikan yang kondisinya dipertahankan segar dengan cara pendinginan yang tidak membeku, sehingga kualitas masih sama atau mendekati keadaan ikan yang baru ditangkap. Ciri-ciri ikan segar dan ikan yang mulai membusuk dapat dilihat pada Tabel 2. Sumber : Afrianto dan Liviawaty (1989) Tabel 2. Ciri-ciri Ikan Segar dan Ikan Busuk Parameter Ikan segar Ikan busuk Kulit - Warna kulit terang dan jernih - Kulit masih kuat membungkus tubuh, tidak mudah sobek, terutama pada bagian perut - Warna-warna khusus yang ada masih terlihat jelas. Sisik - Sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas. Mata - Mata tampak terang, menonjol, dan cembung. Insang - Insang berwarna merah sampai merah tua, terang dan lamella insang terpisah. - Insang tertutup oleh lendir berwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan. Daging - Daging kenyal, menandakan rigor mortis masih berlangsung. - Daging dan bagian tubuh lain Disimpan dalam air berbau segar. - Bila daging ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan. - Daging melekat kuat pada tulang. - Daging perut utuh dan kenyal. - Warna daging putih. - Ikan segar akan tenggelam - Kulit berwarna suram, pucat dan berlendir banyak - Kulit mulai terlihat mengendur dibeberapa tempat tertentu - Kulit mudah sobek dan warna khusus sudah hilang - Sisik mudah terlepas dari tubuh. - Mata tampak suram, tenggelam dan berkerut. - Insang berwarna cokelat suram atau abu-abu dan lamella insang berdempetan. - Lendir insang keruh dan berbau asam, menusuk hidung. - Daging lunak, menandakan rigor mortis telah selesai. - Daging dan bagian tubuh lain mulai berbau busuk. - Bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan. - Daging mudah lepas dari tulang. - Daging lembek dan isi perut sering keluar. - Daging berwarna kuning kemerah-merahan di sekitar tulang punggung. - Ikan yang sudah sangat membusuk akan mengapung di permukaan air.

4 8 Menurut soekarto (1985) Bahan baku yang memiliki persyaratan mutu harus bersih, bebas dari semua bau yang menandakan pembusukan dan bebas dari dekomposisi yang dapat menurunkan mutu serta membahayakan kesehatan. Secara organoleptik bahan baku harus memenuhi karakteristik kesegaran berikut: - Kenampakan : Bersih, warna daging spesifik jenis ikan segar - Bau : Spesifik segar menurut jenis ikannya - Daging : Elastis, padat dan kompak - Rasa : Netral agak manis Penurunan Mutu secara Fisik Penurunan mutu secara fisik adalah kerusakan pada bagian luar tubuh ikan yang terjadi akibat penanganan dan perlakuan yang tidak cepat dan tepat dapat mempengaruhi mutu. Penanganan awal ikan saat ditangkap diberikan perlakuan suhu dingin dengan ditambahkan es sehingga memperpanjang masa simpan dan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas mutu yang dihasilkan. Menurut Kushardiyanto (2010), p erubahan fisik ikan yang terjadi pada proses kematian ikan karena diangkat dari air adalah : 1) Lendir yang berada dipermukaan ikan akan keluar secara berlebih pada saat ketika ikan mati dan ikan akan menggelepar mengenai benda disekelilingnya. Ikan yang terkena benturan benda yang keras, kemungkinan besar tubuh ikan akan menjadi memar dan luka-luka. 2) Ikan mati akan mengalami kekakuan tubuh (rigormortis) yang diawali dari ujung ekor menjalar ke arah bagian kepalanya. Lama kekakuan tergantung dari tingkat kelelahan ikan pada saat kematiannya. Kerusakan ikan akan mulai terlihat yaitu berupa perubahan-perubahan seperti berkurangnya kekenyalan perut dan daging ikan, berubahnya warna insang, berubahnya kecembungan dan warna mata ikan, sisik lebih mudah lepas dan kehilangan kecemerlangan warna ikan, berubahnya bau dari segar menjadi asam. 3) Perubahan tersebut akan meningkat intensitasnya sesuai dengan bertambahnya tingkat penurunan mutu ikan, sehingga ikan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi atau busuk.

5 9 Kesegaran ikan dapat dinilai dengan mudah menggunakan metode inderawi atau organoleptik dengan mengamati bagian tubuh ikan yang sensitif terhadap perubahan mutu dagingnya. Perubahan mutu tersebut seperti warna, rasa, kekenyalan dan kekompakan daging, kondisi mata, kondisi insang, dinding perut, dan bau Penurunan Mutu secara Kimia Menurut Hadiwiyoto (1993) penurunan mutu secara kimia adalah penurunan mutu yang berhubungan dengan komposisi kimia dan susunan tubuhnya. Penurunan mutu secara kimia terdiri dari penurunan mutu secara autolisis dan oksidasi. 1) Penurunan Mutu secara Autolisis Autolisis adalah proses perombakan sendiri yaitu proses perombakan jaringan oleh enzim yang berasal dari produk perikanan. Menurut Ilyas (1983) enzim yang berperan dalam autolisis yaitu enzim proteolisis (pengurai protein) dan enzim liposis (pengurai lemak). Penurunan mutu ditandai dengan rasa, warna, tekstur, dan kenampakan yang berubah. Penurunan mutu secara autolisis berlangsung sebagai aksi kegiatan enzim yang merupakan proses penguraian pertama setelah ikan mati. Penurunan secara autolisis bisa terlihat ikan yang memiliki tekstur daging yang tidak elastis, sehingga apabila daging ikan ditekan dengan jari akan membutuhkan waktu relatif lama untuk kembali keadaan semula. Kecepatan autolisis tergantung pada suhu dan tidak dapat dihentikan pada suhu 0 0 C, tetapi berlangsung lebih lambat. Kegiatan enzim dapat direduksi dan dikontrol dengan cara pendinginan, penggaraman, pengeringan, dan pengasaman atau dapat dihentikan dengan cara pemasakan ikan tersebut (Ilyas 1983). 2) Penurunan Mutu secara Oksidasi Oksidasi adalah reaksi antara suatu zat dengan oksigen atau bisa diartikan juga suatu pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom/ion. Ikan termasuk salah satu produk perikanan yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Selama penyimpanan ikan, asam lemak tidak jenuh akan mengalami proses oksidasi

6 10 reduksi asam lemak yang menyebabkan bau tengik ( rancid) pada tubuh ikan. (Junizal 1976) Penurunan Mutu secara Bakteriologis Penurunan mutu secara bakteriologis yaitu suatu proses penurunan mutu yang terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari selaput lendir dari permukaan tubuh, insang, dan saluran pencernaan (Junianto 2003). Bakteri yang terdapat pada bagian kulit (lendir), insang dan pada makanan di dalam perutnya ini tidak berpengaruh buruk terhadap ikan. Tetapi setelah ikan mati, ditunjang oleh kenaikan suhu, bakteri mulai berkembang biak dengan sangat pesat dan menyerang tubuh ikan. Hal ini disebabkan oleh karena ikan tidak lagi mempunyai daya tahan terhadap bakteri (Murniyati dan Sunarman 2000). Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), bakteri menjadikan daging ikan sebagai makanan dan tempat hidupnya. Sasaran utamanya adalah protein ataupun hasil-hasil penguraiannya dalam proses autolisis, dan substansi-substansi nonnitrogen. Penguraian yang dilakukan oleh bakteri ini (disebut bacterial decomposition) menghasilkan pecahan-pecahan protein yang sederhana dan berbau busuk, seperti CO 2, H 2 S, amoniak, indol, skatol, dan lain-lain Histamin Histidin merupakan salah satu asam amino bebas yang terdapat pada daging ikan merah segar, seperti tuna, cakalang, dan sardin. Secara umum, kandungan histidin pada protein daging antara 3% dan 5%, tetapi ikan jenis horse mackerel, Japanese pilchard, mackerel, dan Pacific saury mengandung antara 4% dan 6% histidin. Ikan cakalang, yellowtail, madidihang, bluefin tuna mengandung histidin antara 8% dan 9% (Alasalvar et al. 2011). Kandungan histidin bebas pada jaringan ikan tuna lebih tinggi dibandingkan dengan spesies ikan lainnya, sehingga meningkatkan potensi peningkatan kadar histamin, khususnya jika penyimpanan dan penanganan salah (Wahyuni 2011). Menurut Hadiwiyoto (1993), degradasi histidin menjadi histamin dikatalis oleh enzim histidine dekarboksilase. Senyawa histamin mungkin tidak berbau

7 11 busuk, tetapi keberadaannya dalam daging ikan menjadi berbahaya, karena senyawa histamin bersifat racun. 2.3 Keadaan Umum Perusahaan PT. Gabungan Era Mandiri (GEM) berdiri dengan nomer notaris 65 pada tanggal 12 Maret 1999 notaris Drajat Darmaji, S.H. Areal luas yang dimiliki 2150 m 2 bangunan total dan 1440 m 2 coldstorage. Awal mulai usaha PT. GEM yaitu bidang pengelolaan kapal dan penangkapan ikan. Seiring kemajuan usaha produksi ikan PT. GEM mulai membuat coldstorage untuk menyimpan hasil tangkap sehingga dapat mempertahankan mutu ikan. Usaha produksi dilakukan di areal Pelabuhan Nizam Zachman muara baru, Jakarta Utara. Awal tahun 2009, Perusahaan ini memulai produksi precooked loin di sekitar areal Pelabuhan Nizam Zachman. PT. GEM telah mendapatkan sertifikat HACCP dan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) Frozen Cooked Tuna yang telah dikeluarkan oleh Kementrian Perikanan dan Kelautan Indonesia tahun 2012 dengan masa berlaku 2 tahun (Lampiran 1 dan 2). Perusahaan ini menghasilkan produk berupa precooked loin beku dan shredded skipjack tuna sebagai bahan baku pengalengan. Side product berupa red meat dan waste (kepala, kulit, duri) dimanfaatkan untuk tepung ikan. Negara yang dituju antara lain Iran, Oman, Vietnam, Jepang, Thailand dan Australia. Selain kontinuitas produksi PT. GEM memproduksi sesuai permintaan buyer berkualitas ekspor. PT. GEM memiliki sekitar 200 orang karyawan terdiri atas karyawan administrasi, pekerja harian, pekerja borongan dan petugas keamanan. Fasilitas bangunan terdiri atas 3 bagian yaitu area produksi, area penyimpanan dan area luar penunjang pabrik. Tata letak bangunan ( layout) perusahaan dapat dilihat di Lampiran Cakalang Precooked Loin Beku Pengertian Cakalang Precooked Loin Beku Cakalang precooked loin beku adalah potongan daging pada ikan cakalang yang telah dimasak lalu dibekukan. Ikan cakalang dimasak terlebih dahulu secara utuh tanpa dipotong kepala dan dibuang isi perut kemudian dibentuk menjadi loin

8 12 kemudian dibekukan. Cakalang precooked loin beku memiliki suhu pusat maksimal -18 O C dan siap untuk diekspor sebagai bahan baku pengalengan. Gambar 2. Cakalang Precooked Loin Beku. Bahan baku dalam pembuatan cakalang precooked loin beku berasal dari ikan cakalang beku. Bahan baku ikan cakalang beku harus memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel.3 Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Ikan Cakalang Beku Jenis Uji Satuan Persyaratan a. Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7 b. Cemaran Mikroba - ALT Koloni/g Maksimal 5,0 x Escherichia coli APM/g Maksimal < 2 - Salmonella Per 25 g negatif - Vibrio cholera Per 25 g negative c. Cemaran kimia * - Raksa (Hg) - Timbal (Pb) - Histamin - Cadmium (Cd) d. Fisik - Suhu pusat mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg maksimal 1 maksimal 0,4 maksimal 100 maksimal 0,1 0 C maksimal -18 e. Parasit Ekor maksimal 0 Sumber : BSN (2006) Jenis Ikan untuk Loin Ikan yang sering dibuat menjadi produk loin adalah ikan-ikan yang berjenis scrombroidae, istiophoridae, salmonidae dan xiphiidae. Bentuk loin ini

9 13 lebih praktis daripada bentuk utuh sehingga bisa langsung diolah dan sajikan secara cepat. Biasanya produk loin ini diperuntukkan untuk ekspor karena permintaan konsumen yang cukup tinggi di luar negeri. 2.5 Penerapan Sistem Rantai Dingin Penerapan sistem rantai dingin untuk produk perikanan sangat diperlukan untuk mempertahankan mutu karena ikan mudah rusak dan cepat terjadi pembusukan pada suhu ruangan dan dibiarkan begitu saja tanpa penanganan ikan yang cepat dan tepat. Proses-proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan pada suhu rendah (dingin dan beku) akan memperlambat kemunduran mutu ikan. Selain itu, pada kondisi suhu rendah pertumbuhan bakteri pembusuk dalam tubuh ikan juga dapat diperlambat. Dengan demikian. kesegaran ikan akan semakin lama dipertahankan (Junianto 2003) Pendinginan Prinsip pendinginan adalah mendinginkan ikan secepat mungkin ke suhu serendah mungkin, tetapi tidak sampai menjadi beku. Suhu dalam pendinginan antara 0-15 O C. Proses pendinginan tidak dapat mencegah pembusukan, tetapi dapat menurunkan aktivitas bakteri dan enzim. Proses pendinginan hanya menunda proses mikrobiologis dan biokimia pada ikan, bukan menghentikan. Penggunaan es berperan bahan pengawet sehingga dapat mempertahankan kesegaran ikan. Es dapat menurunkan suhu tubuh ikan dengan cepat tanpa mengubah kualitas ikan dan biaya yang diperlukan juga relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan penggunaan medium pendingin lain (Afrianto & Liviawaty 1989). Es yang sering dikenal dengan nama es balok atau es batu merupakan media pendingin yang banyak digunakan dalam penanganan ikan, baik di atas kapal maupun di darat selama distribusi dan pemasaran (Junianto 2003) Pembekuan Pembekuan berarti mengubah kandungan cairan yang terdapat pada sebagian besar tubuh ikan itu menjadi es. Pembekuan cepat dan pembekuan

10 14 lambat mempengaruhi besar dan kecilnya kristal es yang terbentuk. Pembekuan cepat mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara lambat karena kristal es yang terbentuk lebih kecil sehingga kerusakan mekanis yang terjadi lebih sedikit. Pembekuan cepat mencegah pertumbuhan mikroba juga berlangsung cepat dan kegiatan enzim juga cepat berhenti. Bahan pangan yang dibekukan dengan cara cepat mempunyai mutu lebih baik daripada pembekuan lambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan selama beberapa hari atau beberapa minggu tergantung dari jenisnya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan (Adawyah 2006). Produk yang dibekukan dalam pembekuan cepat mempunyai kristal es yang halus dan saat dicairkan, air yang terbentuk akan diserap kembali oleh jaringan makanan dan hanya sedikit yang lolos menjadi tetesan air. Proses pembekuan lambat akan menghasilkan kristal es besar dan tajam yang lolos sebagai tetesan air pada waktu pencairan. Tetesan air ini menyebabkan sari makanan lebih banyak terbuang dan mengurangi kandungan gizi makanan. Umumnya dalam proses pembekuan menggunakan suhu -20 O C sampai -30 O C sehingga ikan membeku. Ikan keadaan beku dengan suhu pusat maksimal -18 O C menjadi awet karena tidak ada aktifitas mikroba dan enzim tidak aktif (Afrianto & Liviawaty 1989). 2.6 Konsepsi HACCP Pengertian HACCP Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan bahaya yang nyata bagi keamanan pangan. Sistem HACCP berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika, mengidentifikasi bahaya dan tindakan pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan. HACCP adalah suatu sistem untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian serta memfokuskan pada pencegahan bahaya selama proses produksi daripada mengandalkan sebagian besar pengujian produk akhir (BSN 1998).

11 Prinsip HACCP Menurut BSN (1998) tentang prinsip sistem HACCP terdiri dari tujuh prinsip, yaitu : 1. Prinsip 1. Melakukan Analisis Bahaya Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap tahapan, pengadaan suatu analisis bahaya dan menyarankan berbagai tindakan untuk mengendalikan bahaya-bahaya yang teridentifikasi. 2. Prinsip 2. Menentukan titik kendali kritis (CCP) Pengendalian bahaya yang sama mungkin terdapat lebih dari satu CCP pada saat pengendalian dilakukan. Penentuan dari CCP pada sistem HACCP dapat dibantu dengan menggunakan pohon keputusan ( decission tree) dapat dilihat pada lampiran 4. Cara penggunaan pohon keputusan menggunakan pendekatan pemikiran yang logis. 3. Prinsip 3. Menentukan batas kritis (Critical Limit) Batas kritis adalah nilai yang memisahkan antara nilai yang dapat diterima dengan nilai yang tidak dapat diterima pada setiap CCP. Titik kendali kritis dapat merupakan bahan mentah/baku, sebuah lokasi, suatu tahap pengolahan, praktek atau prosedur kerja (Sudarmaji 2005). Batas kritis harus ditetapkan secara spesifik untuk setiap CCP. Kriteria yang sering digunakan mencakup pengukuran-pengukuran terhadap suhu, waktu, tingkat kelembaban, ph, a w, keberadaan chlorine, dan parameter-parameter sensori seperti kenampakan visual dan tekstur. 4. Prinsip 4. Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (Monitoring) Prosedur pemantauan atau monitoring didefinisikan sebagai pengecekan bahwa suatu prosedur pengolahan dan penanganan pada CCP dapat dikendalikan atau pengujian dan pengamatan yang terjadwal terhadap efektivitas proses untuk mengendalikan CCP dan limit kritisnya dalam menjamin keamanan produk. Pemantauan harus dapat menemukan tindakan pengendalian pada CCP. Pemantauan yang ideal adalah memberi informasi yang tepat waktu dalam memastikan pengendalian proses untuk mencegah bahaya dari batas kritis.

12 16 5. Prinsip 5. Menetapkan tindakan perbaikan (corrective action) Tindakan perbaikan adalah kegiatan yang dilakukan berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan telah terjadi penyimpangan dalam CCP pada batas kritis tertentu, ketika hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan kurangnya pengendalian. Tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap CCP dalam sistem HACCP agar dapat menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan perbaikan harus memastikan bahwa CCP telah berada dibawah kendali. Segala penyimpangan dalam proses produksi harus didokumentasikan dalam catatan HACCP. 6. Prinsip 6. Menetapkan prosedur verifikasi Verifikasi adalah unsur yang sangat penting dari HACCP dan harus selalu disertakan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan informasi tambahan untuk meyakinkan produsen (dan inspektur) bahwa aplikasi hasil HACCP dalam memproduksi makanan yang aman. Pengamatan prosedur dan pengujian, termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisa, dapat digunakan untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasi bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif. 7. Prinsip 7. Menetapkan dokumentasi dan pencatatan Catatan tetap merupakan elemen penting dari HACCP. Catatan tetap memastikan bahwa informasi yang dikumpulkan selama instalasi, modifikasi dan pengoperasian alur proses produksi mudah diakses oleh semua orang yang terlibat dalam proses sebagai auditor luar. Dokumentasi dan pencatatan harus cukup memadai sesuai sifat dan besarnya operasi. Rekaman harus termasuk penjelasan CCP telah didefinisikan, deskripsi prosedur pengendalian dan modifikasi alur, monitoring dan verifikasi data. Data penyimpangan dari praktek normal serta tindakan koreksi (Schothorst 2004) Penerapan Prinsip-Prinsip HACCP Menurut SNI (BSN 1998), tentang penerapan prinsip-prinsip HACCP terdiri dari tugas berikut sebagaimana terlihat pada Gambar 3.

13 17 Tahapan penerapan HACCP sebagai berikut : 1) Pembentukan tim HACCP Pengembangan rencana HACCP yang efektif dapat dicapai dengan pembentukan sebuah tim HACCP dari berbagai disiplin ilmu. Jika ada beberapa keahlian tidak tersedia, maka diperlukan konsultan dari pihak luar. Semua lingkup yang ada harus diidentifikasi program HACCP. Lingkup tersebut harus menggambarkan segmen-segmen mana saja dari rantai pangan tersebut yang terlibat secara umum potensi bahaya yang dimaksudkan (yaitu meliputi semua bahaya atau hanya bahaya tertentu). 2) Deskripsi produk Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk informasi mengenai komposisi, struktur fisika/kimia (termasuk a w, ph), perlakuanperlakuan seperti perlakuan pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengasapan, keadaan pengemasan, kondisi penyimpanan dan daya tahan serta metode pendistribusiannya. 3) Identifikasi rencana penggunaan produk Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan yang diharapkan dari produk oleh pengguna produk atau konsumen. Pengelompokan penggunaan produk perlu diperhatikan, produk diperuntukan oleh dewasa, anak-anak atau balita. Cara penggunaan produk perlu diinformasikan agar produk tepat dan baik dalam penggunaannya. 4) Penyusunan bagan alur proses Tim HACCP menyusun bagan alur proses produksi. Diagram alur harus memuat segala tahapan dalam operasional produksi. Jika HACCP diterapkan pada suatu operasi tertentu, maka harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah operasi tersebut.

14 18 Pembentukan Tim HACCP Deskripsi Produk Identifikasi Rencana Penggunaan Penyusunan Bagan Alir Konfirmasi bagan alir di lapangan Pencatatan Semua Bahaya Potensial yang Berkaitan dengan Analisa Bahaya, Penentuan Tindakan Pengandalian Penentuan Titik Pengendalian Kritis Penentuan Batas Kritis untuk setiap CCP Penyusunan Sistem Pemantauan untuk setiap CCP Penetapan Tindakan Perbaikan untuk setiap Penyimpangan yang terjadi Penetapan Prosedur Verifikasi Penetapan Dokumen dan Pencatatan Gambar 3. Urutan Logis Penerapan HACCP Sumber : BSN (1998) 5) Konfirmasi bagan alur produksi Tim HACCP, sebagai penyusun bagan alur produksi harus mengkonfirmasikan operasional produksi dengan semua tahapan dan jam operasi saat produksi serta jika perlu mengadakan perubahan bagan alur produksi dilapangan bila alur produksi tidak sesuai dengan yang disusun.

15 19 6) Pencatatan semua bahaya yang berkaitan dengan tahapan, pengadaan suatu analisis bahaya dan menyarankan berbagai pengukuran untuk mengendalikan bahaya yang teridentifikasi Tim HACCP harus membuat daftar analisis bahaya yang mungkin terdapat pada tiap tahapan alur produksi dari awal bahan baku, pengolahan dan menghasilkan produk akhir sampai distribusi ke tangan konsumen. Tim HACCP harus mengadakan analisis bahaya untuk mengidentifikasi program HACCP dimana bahaya yang mungkin ditemukan, karena sifatnya mutlak semua bahaya harus ditiadakan atau dikurangi hingga batas-batas yang dapat diterima, sehingga produksi pangan tersebut dinyatakan aman. Tim HACCP harus mempertimbangkan tindakan pengendalian, jika ada yang dapat dilakukan untuk setiap bahaya. Lebih jauh tindakan pengendalian disyaratkan untuk mengendalikan bahaya-bahaya tertentu dan jika perlu ditemukan satu bahaya yang harus dikendalikan dengan tindakan pengawasan yang tertentu. 7) Penentuan titik kendali kritis/ Critical Control Point (CCP) Pengendalian bahaya yang sama mungkin ditemukan lebih dari satu CCP pada saat pengendalian dilakukan. Penentuan dari CCP pada sistem HACCP dapat dibantu menggunakan Pohon keputusan pada lampiran 4. 8) Penentuan batas-batas kritis (critical limits) pada tiap CCP Batas-batas kritis harus ditentukan untuk setiap CCP. Beberapa kasus lebih dari satu batas kritis mencakup pengukuran-pengukuran terhadap suhu, waktu, tingkat kelembaban, ph, a w, keberadaan klorin, dan parameter sensori seperti kenampakan visual dan tekstur. 9) Penyusunan sistem pemantauan untuk setiap CCP Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal dari CCP yang dibandingkan terhadap batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus dapat menemukan kehilangan kendali pada CCP. Selanjutnya pemantauan dapat memberikan informasi yang tepat waktu untuk mengadakan penyesuaian untuk memastikan pengendalian proses untuk mencegah pelanggaran dari batas kritis. Penyesuaian proses harus dilaksanakan pada

16 20 saat hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan terjadi penyimpangan pada suatu CCP. Penyesuaian perlu dilaksanakan sebelum terjadi penyimpangan. Data yang diperoleh dari pemantauan harus dinilai oleh orang yang diberi tugas, berpengetahuan dan berwewenang untuk melaksanakan tindakan perbaikan yang diperlukan. Jika pemantauan tidak berkesinambungan, maka frekuensi pemantauan harus cukup untuk menjamin agar CCP terkendali. Sebagian besar prosedur pemantauan untuk CCP perlu dilaksanakan secara cepat, karena berhubungan dengan proses yang berjalan dan tidak tersedia waktu lama untuk melaksanakan pengujian analitis. Pengujian yang dilakukan berupa uji fisik, kimia dan mikrobiologi. Semua catatan dan dokumen yang terkait dengan kegiatan pemantauan CCP harus ditanda tangani oleh orang yang melakukan pengamatan. 10) Penetapan tindakan perbaikan Tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap CCP dalam sistem HACCP agar dapat menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan-tindakan perbaikan harus memastikan bahwa CCP telah berada dibawah kendali dan tindakan harus yang tepat. Penyimpangan dan perubahan prosedur produk harus didokumentasikan catatan HACCP. 11) Penetapan prosedur verifikasi Penetapan prosedur verifikasi meliputi metode audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisa, dapat dipergunakan untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif. 12) Penetapan dokumentasi dan pencatatan Pencatatan yang efisien serta akurat merupakan hal penting dalam penerapan sistem HACCP. Dokumentasi dan pencatatan harus cukup memadai sesuai sifat dan besarnya operasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Layur (Trichiurus sp.) Ikan layur (Trichiurus sp.) menurut taksonominya diklasifikasikan sebagai berikut (Saanin 1984) Phyllum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Class

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN Riza Rahman Hakim, S.Pi Penggolongan hasil perikanan laut berdasarkan jenis dan tempat kehidupannya Golongan demersal: ikan yg dapat diperoleh dari lautan yang dalam. Mis.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di PT. Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di salah satu Perusahaan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jalan Muara

Lebih terperinci

Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya

Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya Standar Nasional Indonesia SNI 01-4852-1998 Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya Badan Standardisasi i Nasional - BSN Standar ini merupakan adopsi secara

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada analisis

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tuna (Thunnus sp.) Menurut Saanin (1984), ikan tuna berdasarkan taksonominya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN Oleh : Eddy Afrianto Evi Liviawaty i DAFTAR ISI PENDAHULUAN PROSES PENURUNAN KESEGARAN IKAN PENDINGINAN IKAN TEKNIK PENDINGINAN KEBUTUHAN ES PENGGUNAAN ES

Lebih terperinci

PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI

PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Pedoman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Ikan Layang Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi belimbing terhadap nilai organoleptik ikan layang dapat dilihat pada Lampiran 2. Histogram hasil

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT) TUGAS PENDAHULUAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL LAUT PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G 311 09 003 KELOMPOK : IV (EMPAT) LABORATORIUM PENGAWASAN

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi pada bulan Desember 2010. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan

Lebih terperinci

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010. Nama : RaisAbdullah NPM : 230110097026 Kelas : Perikanan B Tugas Manajemen Mutu Terpadu Spesifikasi CUMI-CUMI BEKU SNI 2731.1:2010 1. Istilah dan definisi cumi-cumi beku merupakan produk olahan hasil perikanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Deskripsi Produk cakalang precooked loin beku di PT.GEM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Deskripsi Produk cakalang precooked loin beku di PT.GEM BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Cakalang precooked loin beku adalah produk yang dihasilkan oleh PT..Gabungan Era Mandiri (GEM). Produk diekspor sebagai bahan baku pengalengan karena perusahaan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN.

PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN. PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN Nurmeilita Taher Staf Pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sertifikat HACCP Frozen Cooked Tuna

Lampiran 1. Sertifikat HACCP Frozen Cooked Tuna LAMPIRAN Lampiran 1. Sertifikat HA Frozen Cooked Tuna 52 Lampiran 2. Sertifikat Keterangan Pengolahan Frozen Cooked Tuna 53 Lampiran 3. Tata Letak Bangunan PT. Gabungan Era Mandiri 54 55 Lampiran 4.Pohon

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Klasifikasi Ikan Cakalang Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas memiliki ukuran tubuh yang relatif besar, panjang tubuh sekitar 25cm dan

Lebih terperinci

Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi

Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi penanganan pasca panen Penanganan pasca panen dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian Jenis dan sumber data Metode pengumpulan data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian Jenis dan sumber data Metode pengumpulan data 17 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman, Jakarta Utara pada bulan Agustus hingga Oktober 2010. 3.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar LAMPIRAN 61 62 Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar Nama Panelis : Tanggal pengujian : Instruksi : Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian. Berilah

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan Kebersihan terdiri dari dua aspek yang saling berkaitan yaitu sanitasi dan higienitas. Sanitasi adalah suatu usaha untuk mengawasi

Lebih terperinci

Siomay ikan SNI 7756:2013

Siomay ikan SNI 7756:2013 Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Makanan sebagai sumber zat gizi yaitu karbohidrat, lemak,

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

BAB 2. KUALITAS HASIL PERIKANAN. 2.1 Parameter Kualitas Hasil Perikanan

BAB 2. KUALITAS HASIL PERIKANAN. 2.1 Parameter Kualitas Hasil Perikanan BAB 2. KUALITAS HASIL PERIKANAN 2.1 Parameter Kualitas Hasil Perikanan Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN

PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN Oleh: Amanda Gabriella Chandra (6103008080) Ivana Halingkar (6103008103) Lita Kuncoro (6103008104) Catherine Tanaya (6103008105) PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

The Hazard Analysis and Critical Control Point System

The Hazard Analysis and Critical Control Point System The Hazard Analysis and Critical Control Point System HACCP merupakan metode yang rasional & alamiah untuk penjaminan mutu makanan. Sistem ini terdiri atas identifikasi serta pengkajian yang sistematis

Lebih terperinci

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc.

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc. dhinie_surilayani@yahoo.com Ikan = perishable food Mengandung komponen gizi: Lemak, Protein, Karbohidrat, dan Air Disukai Mikroba Mudah Rusak di Suhu Kamar Setelah ikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 )

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 ) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Ikan tongkol (Euthynnus affinis) termasuk dalam famili scombridae terdapat di seluruh perairan hangat Indo-Pasifik Barat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, dimana persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. Syarat-syarat makanan yang baik diantaranya

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN : TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR TINGKAT KETAHANAN KESEGARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) MENGGUNAKAN ASAP CAIR. Riyantono 1 Indah Wahyuni Abida 2 Akhmad Farid 2 1 Alumni Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo 2 Dosen Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

Bakso ikan SNI 7266:2014

Bakso ikan SNI 7266:2014 Standar Nasional Indonesia Bakso ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng

Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng LAMPIRAN 86 65 88 Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng Sumber: UPTD PPP Sadeng, 2007 89 66 Lampiran 3 Peta informasi lokasi penempatan rumpon laut dalam Sumber: UPTD PPP Sadeng, 2009

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu : Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan maupun pengolahan merupakan suatu cara ataupun tindakan untuk mempertahankan mutu dan kualitas bahan pangan, termasuk di sektor perikanan. Menurut data Dirjen

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI Oleh : Rendra Eka A 1. Kemunduran mutu ikan segar secara sensori umumnya diukur dengan metode sensori

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN

IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Layang (Decapterus sp.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Layang (Decapterus sp.) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Layang (Decapterus sp.) Ikan layang merupakan salah satu hasil perikanan lepas pantai yang terdapat di Indonesia. Ikan ini termasuk jenis pemakan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil perhitungasn jumlah bakteri pada ikan cakalang yang disimpan pada suhu freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan

I. PENDAHULUAN. keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan adalah salah satu hasil komoditi yang sangat potensial, karena keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, suku, dan agama

Lebih terperinci

ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR

ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR Ridawati Marpaung 1 Asmaida Abstract Penelitian ini bertujuan melakukan analisis organoleptik dari hasil olahan sosis ikan air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui waktu pelelehan es dan proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The objective of this research was to determine the differences

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR Sri Purwaningsih 1, Josephine W 2, Diana Sri Lestari 3 Abstrak Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil laut yang

Lebih terperinci

IKAN PINDANG AIR GARAM

IKAN PINDANG AIR GARAM IKAN PINDANG AIR GARAM 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 di PT. AGB Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah Indonesia atau sekitar 5.8 juta km² berupa laut.garis pantai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam penanganan pasca panen (pembekuan) untuk hasil perikanan, yang merupakan milik Bapak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

KERUPUK UDANG ATAU IKAN

KERUPUK UDANG ATAU IKAN KERUPUK UDANG ATAU IKAN 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Deskripsi Produk Tuna Loin Beku di PT. Awindo Internasional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Deskripsi Produk Tuna Loin Beku di PT. Awindo Internasional BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Tuna loin beku merupakan salah satu hasil penanganan ikan tuna yang diproduksi oleh PT. Awindo Internasional. Jenis bahan baku yang digunakan yaitu yellowfin

Lebih terperinci

UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI

UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI UJI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERASI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENCETAK TERASI (Shrimp Paste Composition Test Using Shrimp Paste Molder) Suwandi 1,2), Ainun Rohanah 1), Adian Rindang 1) 1) Program Studi Keteknikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Analisis Bahaya dan Titik Kendali Kritis pada Penanganan Tuna Loin Beku di PT. Awindo International

KATA PENGANTAR Analisis Bahaya dan Titik Kendali Kritis pada Penanganan Tuna Loin Beku di PT. Awindo International KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Analisis Bahaya dan Titik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang proses dan pembekuan untuk hasil perikanan laut, yang merupakan milik Bapak H.Yusdin

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesegaran Ikan Definisi ikan segar Parameter kesegaran ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesegaran Ikan Definisi ikan segar Parameter kesegaran ikan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesegaran Ikan 2.1.1 Definisi ikan segar Menurut Adawyah (2007), ikan segar adalah ikan yang mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya. Dengan

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protein hewani yang mengandung omega-3 dan protein yang cukup tinggi sebesar

BAB I PENDAHULUAN. protein hewani yang mengandung omega-3 dan protein yang cukup tinggi sebesar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan tuna (Thunnus sp) merupakan salah satu sumber makanan sehat bagi masyarakat. Sebagai sumber makanan sehat, ikan tuna merupakan salah satu sumber protein hewani

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Harryara Sitanggang

Harryara Sitanggang IV. Hasil Pengamatan & Pembahasan Penanganan pasca panen bukan hanya berlaku untuk produk pangan yang berasal dari tumbuhan atau biasa disebut produk nabati. Pemanenan dari komoditas hewani juga perlu

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

ABON IKAN 1. PENDAHULUAN

ABON IKAN 1. PENDAHULUAN ABON IKAN 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.2.1 Tinjauan Ikhtiologi Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. energi untuk kepentingan berbagai kegiatan dalam kehidupan. Bahan makanan terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. energi untuk kepentingan berbagai kegiatan dalam kehidupan. Bahan makanan terdiri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Pangan Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena di dalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan telah banyak dikenal, karena boleh dikatakan semua orang pernah menggunakan ikan sebagai bahan pangan dengan dimasak terlebih dahulu, misalnya sebagai lauk pauk,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan ikan segar. Menurut Handajani (1994) (dalam Sari, 2011), ikan asin lebih menguntungkan dalam hal kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan ikan segar. Menurut Handajani (1994) (dalam Sari, 2011), ikan asin lebih menguntungkan dalam hal kesehatan. 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ilmu dan teknologi maka berkembang pula peralatan-peralatan mekanis yang dapat mempercepat dan memperbaiki mutu produknya. Produkproduk perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci