BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Deskripsi Produk Tuna Loin Beku di PT. Awindo Internasional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Deskripsi Produk Tuna Loin Beku di PT. Awindo Internasional"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Tuna loin beku merupakan salah satu hasil penanganan ikan tuna yang diproduksi oleh PT. Awindo Internasional. Jenis bahan baku yang digunakan yaitu yellowfin tuna, albacore tuna, big eye tuna tergantung permintaan konsumen. Sasaran ekspor tuna loin beku yang diproduksi yaitu ke negara Asia, Amerika, dan Uni Eropa. Tuna loin beku merupakan daging ikan tuna yang paling tebal dan mengalami pembekuan mencapai suhu pusat -18 o C. PT. Awindo Internasional mempunyai rata-rata kapasitas produksi tuna loin beku 10 ton perhari dengan deskripsi produk sebagai berikut: Tabel 5. Deskripsi Produk Tuna Loin Beku di PT. Awindo Internasional 1. Nama Produk Tuna Loin Beku 2. Nama spesies Yellowfin tuna ( Thunnus albacares ) Albacore Tuna ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus abesus ) 3. Produk akhir Tuna Loin Beku 4. Tahapan pengemasan Kemasan dalam: dimasukkan dalam kantong plastik Kemasan luar : Karton 5. Persyaratan penyimpanan Disimpan dalam cold storage dengan suhu maksimum -20 o C 6. Umur simpan Dua tahun disimpan dalam cold storage dengan suhu maksimum -20 o C 7. Label/spesifikasi Nama perusahaan, Negara asal, ukuran, nama produk, berat bersih, kode produksi dan kandungan nutrisi 8. Penggunaan Produk Dimasak terlebih dahulu sebelum dimakan 9. Pelanggaan Masyarakat umum ASIA : Jepang, Malaysia, Cina Amerika Eropa Sumber: PT. Awindo Internasional (2013) Bahan Baku Tuna Loin Beku Bahan baku yang digunakan adalah ikan tuna yellowfin yang diterima dalam bentuk segar utuh dan telah mengalami penyiangan, pembuangan sirip, dan pembuangan insang. Asal bahan baku ditangkap dengan menggunakan rawai di 34

2 35 Samudera Hindia dan lautan Indonesia. Bahan baku yang diperoleh berasal dari transit atau pemasok (supplier) di Ujung Penjaringan, komplek pelabuhan Nizam Zachman. Menurut Fadly (2009), proses penerimaan bahan baku yang dilakukan di transit Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman adalah sebagai berikut: 1) Pembongkaran Ikan Tuna Ikan tuna yang didaratkan pada lokasi transit adalah ikan tuna jenis yellowfin tuna (Thunnus albacares) dan big eye tuna (Thunnus obessus). Ikan tuna didaratkan dalam bentuk ikan utuh yang sudah disiangi isi perut dan insangnya dengan menggunakan kapal berkapasitas sampai dengan 120 GT (Gross Ton). Daerah penangkapan ikan tuna meliputi perairan Samudra Indonesia, pantai utara Jawa, dan perairan selatan Jawa hingga mencapai wilayah Sulawesi. Kapal penangkap tuna yang digunakan sudah dilengkapi dengan sistem pendingin refrigerated sea water (RSW). Waktu yang digunakan untuk melaut adalah 25 hari sampai dengan 6 bulan. Jumlah ikan yang berhasil didaratkan setiap kali operasi mencapai ekor ikan tuna. Kualitas ikan tuna dapat dipertahankan apabila penanganan yang diterapkan di atas kapal dilakukan dengan hati-hati, bersih, cepat dan dingin. Ikan tuna yang didaratkan dalam keadaan dingin, dengan maksimal suhu ikan adalah 3 o C. Pengukuran suhu ikan tuna menggunakan thermometercouple (Lampiran 5). 2) Pembongkaran Pembongkaran ikan dari palka kapal dilakukan setelah kapal merapat ke tempat pembongkaran. Proses pembongkaran fresh tuna dilakukan pada pagi hari sekitar jam WIB sampai dengan WIB. Pembongkaran ikan tuna dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan alat katrol dan tali tambang. Proses pengangkatan ikan satu persatu dari palka kapal dan dipindahkan ke bagian geladak, kemudian ikan disemprot dengan air bersih. 3) Pemindahan Ikan Tuna ke Transit Ikan tuna yang sudah dibongkar dipindahkan ke tempat transit yang telah tersedia. Lokasi pendaratan ikan tuna di Muara Baru berjumlah 28 transit. Proses pemindahan ikan diperlukan fasilitas khusus, yaitu atap plastik dan papan

3 36 peluncur. Fasilitas ini untuk melindungi ikan agar tidak terkena sinar matahari langsung, karena jarak kapal yang bersandar di dermaga dengan tempat transit cukup jauh, yaitu ±100 meter. Ikan yang sudah dikeluarkan dari palka diangkat ke geladak, diangkut satu persatu ke papan peluncur. Penarikan dilakukan oleh dua orang, satu orang bertugas menarik ikan ke papan peluncur dan satu orang lagi mendorong ikan masuk ke dalam ruangan transit. 4) Sortasi (Seleksi) Sortasi ikan ditujukan untuk mengklasifikasi ikan tuna segar yang memenuhi persyaratan kualitas ekspor. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan perbedaan tersebut adalah adanya perbedaan waktu kematian, cara kematian, cara penanganan, sanitasi, lama melaut serta penerapan rantai dingin. Proses sortasi dilakukan secara organoleptik (penampakan, kulit, mata, tekstur dan kekenyalan daging, serta warna daging). Penilaian organoleptik tekstur, kekenyalan, serta warna, dilakukan terhadap sampel daging ikan yang diambil dari bagian ekor dan belakang sirip ventral. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kerusakan fisik terhadap ikan tuna yang akan di ekspor. Kualitas mutu ikan tuna pada tempat transit dibedakan menjadi empat kategori, yaitu grade/kualitas A, B, C, dan D. Kegiatan sortasi dilakukan oleh seorang pemeriksa (checker) dari perusahaan yang akan membeli ikan tuna dengan menggunakan alat coring tube (Lampiran 5) yaitu semacam alat yang berbentuk batang, tajam dan terbuat dari besi. Pengambilan sampel dilakukan pada kedua sisi ikan (bagian belakang sirip ventral atau ekor pada sisi kanan dan kiri) dengan cara menusukan coring tube ke tubuh ikan, sehingga didapatkan potongan daging ikan tuna. Sampel daging ikan tuna selanjutnya dilakukan pengujian organoleptik. 5) Transportasi Ikan ke Perusahaan Ikan yang telah disortasi kemudian diangkut menuju perusahaan untuk diproses lebih lanjut (pembentukan loin, saku, dan lain-lain). Hanya ikan-ikan yang memenuhi kriteria yang dibutuhkan oleh perusahaan yang akan dibeli yaitu ikan dengan grade B dan C. Ikan kemudian dimasukkan dalam truk berisolasi dengan suhu -20 o C dan langsung dibawa menuju perusahaan dengan jarak ±2 km.

4 Bahan Penolong Penanganan Tuna Loin Beku Bahan penolong penanganan tuna loin beku merupakan bahan yang digunakan untuk membantu kelancaran proses produksi yang meliputi air, es, dan klorin (Rachmawati 2009). Air merupakan bahan pembantu yang sangat penting dalam pencucian, pembersihan tempat produksi serta pembersihan alat kerja yang dibutuhkan dalam jumlah besar. Menurut Thaheer (2005), air dalam penanganan pangan terdiri dari air pengolahan, air minum, dan air bersih. Air yang digunakan di PT. Awindo internasional adalah air PDAM dan air sumur yang telah diuji terlebih dahulu melalui laboratorium Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan (BPMPHP) Jakarta. Kualitas air di PT. Awindo Internasional telah sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah yaitu Permenkes RI No.907/MENKES/SK/VII/2002 mengenai syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum. Standar baku mutu air dan es yang digunakan oleh PT. Awindo Internasional tertera pada Tabel 6. Tabel 6. Standar Mutu Air dan Es dalam Pabrik No. Parameter Hasil Uji Air Es Persyaratan 1 ALT (koloni/ml) Escherichia coli (MPN/ml) <2 <2 <2 3 ph Bau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau 5 Turbiditas (NTU) 0,4 0,3 5 6 Total Dissolved Solid (mg/l) Klorida (mg/l) 70,01 29, Klorin (mg/l) <0,1 <0,1 5 9 Hg (mg/l) Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi 0, Pb (mg/l) Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi 0, Cd (mg/l) Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi 0, Cu (mg/l) Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi 2,00 13 Total Hardness (mg/l) 55,68 24, Sumber: BPMPHP (2013) Es merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam mempertahankan mutu produk perikanan. Es yang digunakan dalam proses produksi berupa es curai yang diproduksi sendiri oleh perusahaan melalui mesin pembuat es dengan kapasitas 25 ton/hari. Es yang digunakan oleh PT. Awindo Internasional

5 38 menggunakan bahan dasar air PDAM yang telah sesuai standar yang ditetapkan Permenkes RI No.907/MENKES/SK/VII/2002. Klorin digunakan sebagai desinfektan yang mempunyai kemampuan untuk membunuh mikroba (Rachmawati 2009). Desinfektan ini bekerja secara cepat terhadap sejumlah mikroorganisme dan harganya yang relatif murah (Thaheer 2005). Klorin yang ditambahkan ke dalam air digunakan untuk berbagai macam keperluan. Konsentrasi klorin yang digunakan berbeda-beda sesuai dengan keperluan (Tabel 7). Tabel 7. Konsentrasi Penggunaan Klorin dalam Pabrik Pemakaian Konsentrasi (ppm) Toilet Pria 200 Toilet Wanita 200 Bak cuci kaki proses 200 Bak pencucian ikan 200 Bak cuci tangan stainless 100 Bak penampungan air 200 Sumber: PT. Awindo Internasional (2013) 4.2 Alur Proses Penanganan Tuna Loin Beku Alur proses penanganan di PT. Awindo Internasional telah menerapkan GMP (Good Manufacturing Practice) dan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) (Lampiran 6 dan 7). Diagram alur proses penanganan tuna loin beku di PT. Awindo Internasional dapat dilihat pada Lampiran 8. Setiap tahapan proses penanganan tuna loin beku di PT. Awindo Internasional dilakukan monitoring menggunakan lembar pencatatan (Lampiran 9 sampai 19) Penerimaan Bahan Baku dan Penimbangan 1 Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan baku adalah mutu bahan baku atau kesegarannya, mutu bahan baku akan mempengaruhi mutu produk akhir yang dihasilkan (Hadiwiyoto 1993). Proses pengolahan tidak dapat meningkatkan mutu tetapi hanya dapat mempertahankan mutu dan menghambat pertumbuhan bakteri. Tahap penerimaan bahan baku dan penimbangan I dilakukan beberapa proses:

6 39 a) Pembongkaran Proses pembongkaran dilakukan di ruang penerimaan. Kendaraan yang digunakan untuk mengangkut tuna segar utuh ke unit pengolahan adalah truk berisolasi dengan suhu -20 o C yang dapat mempertahankankan suhu dibawah 3 o C dengan kapasitas ikan tuna kg. Wadah yang digunakan untuk menyimpan ikan tuna adalah bak penyimpanan ikan tuna di dalam ruangan penyimpanan sementara. Pembongkaran ikan tuna dilakukan secara cepat dan hati-hati. Suhu ikan tuna dipertahankan di bawah 3 o C dalam rantai dingin untuk menjaga ikan tuna tetap segar dan mencegah kemunduran mutu (Purwaningsih 1995). b) Pengujian mutu bahan baku Mutu bahan baku sangat menentukan kualitas dari tuna loin beku. Ikan tuna yang diterima di PT. Awindo International telah disortir berdasarkan grade daging ikan tuna dari transit. Hasil sortir bahan baku berdasarkan grade yang telah dilakukan di transit, selanjutnya dilakukan pengujian mutu bahan baku tuna loin beku. Pengujian mutu bahan baku yang dilakukan yaitu dengan melakukan monitoring penerimaan bahan baku menggunakan laporan monitoring penerimaan bahan baku sesuai nomor dokumen QA/AII/HACCP/01A (Lampiran 9). Monitoring ini dilakukan untuk menguji sifat organoleptik daging ikan tuna, dan mengukur suhu pusat daging ikan tuna. Indikator terjadinya pembusukan yang ditetapkan PT. Awindo International yaitu batas suhu pusat ikan maksimal 3 o C serta tidak memiliki bau busuk. Ikan tuna yang memiliki bau busuk serta suhu pusat di atas 3 o C tidak akan dijadikan bahan baku tuna loin beku dan langsung ditolak karena telah terjadi penguraian dalam daging ikan tuna (BSN 2006). Pengukuran suhu pusat selain merupakan indikator terjadinya penguraian, merupakan indikator tingginya kadar histamin (Price et al 2001). Pengukuran suhu dan pengujian organoleptik dilakukan oleh QC perusahaan bagian penerimaan bahan baku menggunakan thermometercouple serta scoresheet organoleptik milik PT. Awindo International (Lampiran 10). Monitoring penerimaan bahan baku ini selain dilakukan pengujian

7 40 organoleptik dan pengukuran suhu, dilakukan juga pencatatan nama pemasok, kode pemasok, tanggal penerimaan, berat total dan grade ikan. Ikan tuna yang diterima di PT. Awindo International selain dilakukan monitoring penerimaan bahan baku, juga dilakukan pengujian kadar histamin dan kadar Hg, Pb, dan Cd di laboratorium Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan (BPMPHP) Jakarta Utara. Pengujian ini dilakukan setiap 3 bulan sekali pada sampel ikan tuna dari masing-masing transit yang mensuplai bahan baku Pencucian Menurut Hadiwiyanto (1994), perlakuan pencucian ditujukan untuk menghilangkan kotoran, disamping itu pencucian menggunakan air bersih dapat mengurangi jumlah bakteri yang ada. Teknik pencucian ikan tuna yang dilakukan di PT. Awindo Internasional adalah dengan cara menyiram ikan tuna dengan air dingin dengan suhu 10 o C yang mengandung klorin 50 ppm dan membersihkan seluruh bagian tubuh ikan tuna. Air pencucian yang digunakan sudah memenuhi persyaratan umum sesuai dengan persyaratan air minum. Air pencucian ini selalu dilakukan monitoring oleh QC perusahaan untuk mengawasi kadar klorin yang terkandung dalam air agar memenuhi standar. Monitoring residu klorin dilakukan dengan mengukur persentase jumlah klorin yang digunakan dengan jumlah air. Laporan monitoring residu klorin dapat dilihat di Lampiran Pemotongan Kepala, Pembuatan Loin dan Pembuangan Tulang Pemotongan kepala yang dilakukan di PT. Awindo Internasional dilakukan secara manual oleh tangan pekerja menggunakan pisau besar yang telah dicuci menggunakan air klorin dengan konsentrasi 200 ppm. Teknik pemotongan yang dilakukan yaitu dengan memotong bagian antara perut bawah dan kepala dan ditarik ke bagian atas kepala mengikuti bentuk lingkar insang. Tahap selanjutnya memotong tulang belakang ikan yang menghubungkan bagian kepala dan tubuh ikan. Pemotongan kepala dilakukan secara hati-hati dan cepat agar tidak terjadi pengurangan rendemen dan menjaga suhu pusat ikan tetap di bawah 3 o C. Tahap selanjutnya dilakukan pembuatan loin dengan cara memotong bagian tubuh ikan tuna secara melintang menjadi 2 bagian filet, selanjutnya setiap

8 41 filet dibagi menjadi dua bagian lagi sehingga didapat 4 bagian loin tuna. Pemotongan ikan tuna dilakukan menggunakan pisau filet dengan panjang mata pisau 30 cm dan telah dicuci menggunakan air dingin dengan konsentrasi klorin 200 ppm. Pembuangan tulang dilakukan secara manual setelah ikan dilakukan pemfiletan. Pembuangan tulang bertujuan untuk memisahkan bagian daging ikan tuna dengan tulang yang masih menempel. Tahap selanjutnya tulang yang telah dibuang, diambil bagian daging ikan tuna yang masih menempel pada sela sela tulang ikan tuna untuk dijadikan bahan dasar daging tuna giling. Pemisahan daging yang menempel dilakukan dengan cara manual menggunakan sendok yang telah dicuci bersih menggunakan air yang mengandung klorin 100ppm. Tahap pemotongan kepala dan loin dilakukan monitoring menggunakan laporan monitoring pembuatan loin dengan nomor dokumen QA/AII/HACCP/03 (Lampiran 12). Monitoring ini pada dasarnya dilakukan dengan pengecekan pengerjaan pemotongan kepala dan pembuatan loin apakah sesuai standar GMP atau tidak. Laporan pembuatan loin dilakukan juga pengecekan suhu ikan untuk memantau suhu ikan agar tidak melebihi 3 o C. Proses deheading dan loining dilakukan dengan cepat dan mempertahankan rantai dingin untuk mempertahankan suhu pusat ikan. Monitoring ini tidak hanya dilakukan pada pengerjaan pemotongan kepala dan pembuatan loin, namun meliputi proses pengerjaan pembuatan loin dari tahap pembuangan kepala hingga suntik CO Pembuangan Kulit Pembuangan kulit pada dasarnya dilakukan tergantung permintaan konsumen. Filet ikan yang tidak dibuang kulitnya memiliki masa simpan lebih panjang dibanding filet ikan tanpa kulit, namun pembuangan kulit dilakukan untuk mempermudah proses pengolahan tuna loin beku selanjutnya. Pembuangan kulit dilakukan dengan cara memotong kulit ikan tuna yang masih menempel pada loin dari bagian ekor dan dipotong hingga bagian punggung ikan tuna. Pembuangan kulit dilakukan secara manual oleh tangan pekerja menggunakan pisau filet dengan panjang mata pisau 30 cm dan telah dicuci menggunakan air

9 42 dingin yang mengandung klorin 200 ppm. Pembuangan kulit harus dilakukan dengan cepat agar suhu ikan tidak meningkat Perapihan Tahap perapihan dilakukan untuk membuang bagian daging hitam yang terdapat pada daging ikan tuna, merapihkan bentuk loin, membuang kulit ikan tuna yang masih menempel pada daging ikan tuna. Tahap ini merupakan tahap akhir dari pembuatan loin sehingga tahap ini merupakan tahap yang memperbaiki apabila terdapat kesalahan pemotongan pada tahap sebelumnya. Monitoring pada tahap perapihan dilakukan dengan menggunakan laporan monitoring pembuatan loin dengan nomor dokumen QA/AII/HACCP/03 (Lampiran 12). Monitoring ini dilakukan untuk mengontrol cara kerja perapihan dan mengontrol suhu loin pada tahap ini Penyuntikan CO PT. Awindo Internasional melakukan CO treatment atau suntik CO (karbonmonoksida) pada loin ikan tuna untuk mempertahankan warna merah daging ikan tuna selama penyimpanan dan transportasi. Menurut Livingston dan Brown (1981), suntik CO pada daging ikan dapat mempertahankan warna asli ikan dengan cara pengikatan senyawa karbonmonoksida pada mioglobin menjadi senyawa karboksimioglobin. Senyawa karboksimioglobin dapat mencegah terjadinya proses oksidasi pada daging ikan yang dapat merubah warna daging ikan dari merah menjadi coklat. Daging ikan tuna yang mengalami perlakuan suntik CO pada dasarnya untuk memenuhi permintaan konsumen dari Amerika serikat karena warna merah daging ikan tuna sangat mempengaruhi daya beli konsumen (Pivarni et al. 2011). Suntik CO dilakukan menggunakan injektor CO dengan konsentrasi CO 99,8% dan ukuran jarum suntik 0,3 mm. Alat yang akan digunakan terlebih dahulu dicuci menggunakan air dingin yang mengandung klorin 200 ppm untuk mencegah kontaminasi silang. Loin tuna yang akan disuntik sebelumnya dimasukkan terlebih dahulu ke dalam plastik yang telah diberi gas CO dan didiamkan selama 5 menit. Tahap selanjutnya loin dikeluarkan dari plastik, dan dilakukan penyuntikan CO di seluruh permukaan

10 43 loin tuna. Loin tuna hasil penyuntikan dimasukkan kembali ke dalam plastik besar berisi gas CO yang telah diberi busa untuk menyerap darah yang masih keluar dari daging lalu di susun dalam rak Pendinginan Loin Loin tuna yang telah mengalami perlakuan suntik CO selanjutnya didinginkan pada suhu 0 o -2 o C selama 1-2 hari. Pendinginan selama 2 hari bertujuan untuk pembentukan senyawa karboksimioglobin dari reaksi CO dan myoglobin. Pembentukan senyawa karboksimioglobin pada dasarnya tidak memerlukan proses pendinginan, namun dikarenakan proses pembentukannya memerlukan waktu 1-2 hari maka perlu suhu dingin untuk mencegah terjadinya peningkatan suhu loin yang dapat mengakibatkan pertumbuhan mikroba dalam dalam loin tuna. Selama proses pendinginan suhu dalam ruang pendingin dipantau setiap satu jam sekali untuk menghindari peningkatan suhu ruang pendingin. Pemantauan dilakukan menggunakann alat data logger (Lampiran 5) yang dapat merekam suhu ruang pendingin setiap satu jam sekali secara otomatis. Hasil pemantauan data logger ini selanjutnya dimasukkan dalam laporan pemantauan suhu pendingin (Lampiran 13) Pemeriksaan Akhir dan Penentuan Ukuran Loin yang disimpan dalam ruangan chilling selama 1-2 hari dikeluarkan dari ruang pendingin dan dilakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa mutu loin sesuai standar baik secara organoleptik maupun secara fisik. Pemeriksaan secara fisik dilakukan dengan cara mengukur suhu pusat loin, selain itu dilakukan pemeriksaan jika masih terdapat tulang, daging hitam, daging perut, kulit, dan sisik yang masih menempel. Selama tahap ini berlangsung monitoring pemeriksaan akhir dilakukan untuk mencatat kondisi suhu loin dan karakteristik organoleptik (Lampiran 14). Penentuan ukuran dilakukan untuk menseragamkan ukuran dan bobot loin sesuai dengan permintaan konsumen. Tahap ini dilakukan dengan cara memotong loin apabila ukuran loin melebihi ukuran yang diminta. Alat yang digunakan yaitu

11 44 pisau filet yang telah dicuci menggunakan air dingin dengan konsentrasi klorin 200 ppm. Tahap pemeriksaan akhir dan penentuan ukuran dilakukan dengan cepat untuk mempertahankan rantai dingin dan mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba dalam loin Vacuuming Vacuming merupakan salah satu cara pengawetan ikan dengan cara memasukan loin ke dalam plastik hampa udara, selanjutnya direkat agar tidak terdapat kontaminasi langsung dari lingkungan. Vacuuming dilakukan menggunakan mesin vacuum sealer. Proses vakum dilakukan dengan cepat, cermat, dan saniter untuk mempertahankan rantai dingin agar suhu ikan tidak melebihi 3 o C. Setiap loin yang telah divakum dilakukan pengecekan untuk memastikan tidak terdapat kerusakan dalam plastik yang menyebabkan kontaminasi langsung dari lingkungan Pembekuan (Freezing) Tuna loin yang telah di vakum selanjutnya disusun dalam keranjang plastik dan dimasukkan ke dalam ruang ABF (Air Blast Freezer) untuk dibekukan dengan suhu ABF mencapai -35 o C. Pembekuan dilakukan untuk membuat suhu pusat loin tuna mencapai maksimal -18 o C sehingga tidak terdapat organisme mikrobiologi yang dapat hidup dalam daging tuna. Proses pembekuan dilakukan selama 4 jam untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada loin tuna. PT. Awindo Internasional membuat tuna loin beku dengan dua perbedaan suhu, yaitu -18 o C dan -20 o C tergantung permintaan konsumen. Ruang ABF dilakukan monitoring suhu setiap satu jam sekali untuk mencegah terjadinya peningkatan suhu. Monitoring suhu menggunakan data logger yang selanjutnya dicatat dalam dokumen monitoring suhu ruang pembekuan (Lampiran 13) Penimbangan II Tahap penimbangan 2 dilakukan dengan cara mengukur bobot tuna loin beku menggunakan neraca digital dengan satuan lbs (libras). Penimbangan 2 bertujuan untuk mengetahui rendemen tuna loin yang telah dibekukan, selanjutnya

12 45 hasil penimbangan akan dituliskan dalam label. Penimbangan dilakukan dengan cepat dan hati-hati untuk mempertahankan rantai dingin dan menghindari terjadinya peningkatan suhu Pengemasan dan Pemberian Label Tuna loin beku selanjutnya dilakukan pengemasan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang dengan lingkungan. Tahap pengemasan dilakukan secara cepat, cermat, dan saniter untuk mencegah terjadinya peningkatan suhu dan kerusakan pada produk. Pengemasan tuna loin beku menggunakan karton yang telah diberi label yang bertuliskan nama perusahaan, spesifikasi produk, Negara asal, ukuran, berat bersih, dan kode produksi. Tahap pengemasan dan pemberian label dilakukan monitoring pengemasan untuk memantau kondisi suhu tuna loin beku. Monitoring pengemasan dan pemberian label menggunakan laporan monitoring pengemasan dan pemberian label dengan nomor dokumen QA/AII/HACCP/06 (Lampiran 15) Pemeriksaan Logam Tahap pemeriksaan logam dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari serpihan logam. Tuna loin beku yang telah dikemas dan diberi label selanjutnya dilakukan pemeriksaan logam dengan cara melewatkan karton tuna loin beku pada mesin pendeteksi logam (metal detector). Sensitifitas mesin pendeteksi logam diperiksa setiap jam untuk mencegah lolosnya tuna loin beku yang mengandung logam. Standar sensitifitas logam untuk ferrous (Fe) yaitu 2,5 mm, sedangkan untuk stainless steel sebesar 3,0 mm. Sensitifitas mesin pendeteksi logam diperiksa dan dicatat dalam laporan monitoring metal detector dengan nomor dokumen QA/AII/HACCP/11 (Lampiran 16) Penyimpanan dalam Cold Storage Tuna loin beku yang telah lolos dari pendeteksian logam selanjutnya disimpan pada ruang beku dan disusun dengan baik agar sirkulasi udara dingin merata. Suhu maksimum dari cold storage yaitu -20 o C untuk mencegah terjadinya

13 46 dehidrasi pada tuna loin beku. Suhu ruang cold storage dilakukan pemeriksaan dan pencatatan setiap satu jam sekali menggunakan data logger Pengangkutan Tuna loin beku yang siap ekspor selanjutnya diangkut ke dalam kontainer dengan sesegera mungkin dan hati-hati untuk mencegah produk dari kerusakan fisik dan peningkatan suhu. Pengangkutan ini perlu penerapan GMP agar tidak membahayakan konsumen yang mengkonsumsinya. Suhu kontainer merupakan faktor penting dalam menjaga suhu pusat ikan selama transportasi, maka dari itu pada pengangkutan dilakukan monitoring suhu kontainer pada saat awal pengangkutan hingga kontainer berangkat. Selain itu pada pengangkutan dilakukan monitoring kondisi kemasan (karton dan perekat) dan sanitasi dari kontainer. Monitoring ini dilakukan dan dicatat pada laporan pengecekan kontainer dengan nomor dokumen QA/AII/HACCP/8 (Lampiran 17). 4.3 Analisis Bahaya Setelah dilakukan pengamatan alur proses penanganan tuna loin beku di PT. Awindo Internasional maka dapat dianalisis bahaya yang mungkin terjadi pada tahapan proses penanganan tuna loin beku. Tabel analisis bahaya dapat dilihat pada Lampiran Penerimaan Bahan Baku dan Penimbangan I Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap penerimaan bahan baku adalah penguraian yang telah terjadi oleh mikroorganisme pembusuk dalam tubuh ikan. Bahaya ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan suhu ikan saat ikan sampai di transit (Seargant 2007). Kategori bahaya penguraian ini termasuk ke dalam bahaya keamanan pangan (food safety) dengan tingkat keparahan yang ditimbulkan sedang, namun bahaya ini dapat dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu cek suhu pusat ikan setiap ikan yang dipilih menggunakan thermometercouple. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), kebanyakan bakteri akan mati atau sekurang-kurangnya akan berhenti kegiatannya apabila suhu diturunkan sampai 0 o C atau dinaikkan di atas 100 o C.

14 47 Batas suhu pusat ikan yang ditetapkan oleh PT. Awindo Internasional untuk dijadikan bahan baku tuna loin beku maksimal 3 o C. Menurut BSN (2006) batas suhu pusat bahan baku tuna loin beku yang dapat diolah maksimal 4,4 o C, apabila melebihi batas maksimal kemungkinan bahan baku yang digunakan telah terjadi penguraian. Bahaya lainnya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu kadar histamin yang terkandung dalam ikan tuna. Histamin dapat terbentuk karena proses enzimatis histidin pada ikan scombrotoxin sejenis tuna. Kandungan histidin pada jaringan ikan tuna lebih tinggi dibandingkan dengan spesies ikan yang lainnya sehingga meningkatkan potensi bahaya peningkatan kadar histamin, khususnya untuk penyimpanan dan penanganan yang salah (Wahyuni 2011). Menurut hasil penelitian Price et al. (1991), pembentukan histamin akan terhambat pada suhu 0 o C atau lebih rendah. Pada suhu 4,4 o C terbentuk histamin sebanyak 0,5-1,5 mg/100 gram ikan. Konsentrasi tersebut memenuhi aturan SNI yaitu tidak melampaui 5 mg/100gram, oleh karena itu SNI menetapkan batas kritis suhu untuk pertumbuhan histamin pada ikan sebesar 4,4 o C. Berdasarkan penelitian tersebut maka tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan pemantauan suhu bahan baku setiap penerimaan bahan baku dan uji laboratorium internal setiap 3 bulan sekali. Bahaya ini dapat dikategorikan bahaya yang sering terjadi pada saat penerimaan bahan baku dan merupakan bahaya yang signifikan apabila tidak ditangani secara baik dengan menerapkan SSOP dan GMP. Bahaya lain yang mungkin timbul pada tahap penerimaan bahan baku yaitu kontaminasi logam berat Cd, Pb, Hg yang diakibatkan oleh kontaminasi dari lingkungan perairan. Bahaya ini dikategorikan ke dalam bahaya yang sering terjadi, dan dapat menyebabkan dampak yang serius apabila masuk ke dalam tubuh konsumen. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu melakukan pengujian kadar Hg, Cd, dan Pb di laboratorium eksternal setiap 3 bulan sekali untuk memastikan ikan yang diterima memenuhi standar. Semua bahaya di atas dapat dikendalikan dan dicegah dengan penerapan GMP dan SSOP, hal ini menunjukan bahwa bahan baku layak untuk diolah lebih lanjut.

15 Pencucian Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini adalah pertumbuhan mikroba (TPC, Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella) dan peningkatan histamin. Bahaya ini disebabkan oleh air pencucian yang digunakan tidak sesuai standar atau suhunya meningkat. Bahaya ini berhubungan dengan keamanan makanan, namun peluang terjadinya bahaya ini rendah karena bahaya dapat dikontrol dengan GMP dan SSOP selama pengolahan dengan semestinya. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu mempertahankan suhu di bawah 3 o C serta menggunakan peralatan yang bersih dan saniter Pemotongan Kepala dan Pembuatan Loin Bahaya yang dapat terjadi pada tahap ini yaitu pertumbuhan dan kontaminasi mikroba Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella. Penyebab timbulnya bahaya ini disebabkan oleh terjadinya kontaminasi silang dari peralatan yang digunakan dan peningkatan suhu pada ikan tuna. Bahaya ini termasuk ke dalam kategori bahaya yang tidak sering terjadi dan memiliki dampak yang tidak serius karena dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu peralatan yang digunakan selalu bersih dan saniter, serta mempertahankan suhu pusat tuna loin di bawah 3 o C. Suhu ikan tuna dipertahankan dengan cara mempertahankan suhu ruang produksi maksimal 18 o C serta proses pemotongan kepala dan pembuatan loin dilakukan dengan cepat dan hati-hati Pembuangan Tulang Bahaya yang dapat terjadi pada tahap pembuangan tulang yaitu pertumbuhan mikroba (TPC, Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella) dan peningkatan histamin yang terjadi dalam tuna loin. Bahaya ini disebabkan oleh peningkatan suhu tuna loin pada saat dilakukan proses pembuangan tulang. Bahaya ini termasuk kategori bahaya yang tidak sering terjadi dan tidak memiliki dampak yang serius, karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu dengan cara mempertahankan suhu pusat tuna loin di bawah 3 o C.

16 Pembuangan Kulit Bahaya yang mungkin timbul pada tahap ini yaitu terjadinya peningkatan suhu pada tuna loin yang menimbulkan pertumbuhan mikroba (TPC, Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella) dan peningkatan histamin. Bahaya ini berhubungan dengan keamanan pangan, namun peluang terjadinya rendah karena pada tahap ini dilakukan dengan cepat dan selalu menerapkan rantai dingin dengan mempertahankan suhu ruang produksi maksimal 18 o C. Bahaya lain yang mungkin terjadi pada tahapan ini yaitu kontaminasi mikroba Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella yang disebabkan oleh kontaminasi silang dari peralatan. Bahaya ini berhubungan dengan keamanan makanan namun dapat dikendalikan oleh SSOP dan GMP sehingga tidak termasuk bahaya potensial yang nyata. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu proses pengulitan menggunakan peralatan yang bersih dan saniter Perapihan Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu tumbuhnya mikroba (TPC, Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella) dan peningkatan histamin yang diakibatkan oleh peningkatan suhu tuna loin. Bahaya ini berhubungan dengan keamanan makanan, namun peluang terjadinya rendah dan tidak memiliki dampak serius karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu dengan mempertahankan suhu ikan, dan diawasi prosesnya apabila terdapat tuna loin yang suhunya meningkat. Bahaya lain yang mungkin terjadi yaitu adanya kontaminasi mikroba Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella, yang diakibatkan oleh kontaminasi silang dari peralatan. Bahaya ini berhubungan dengan keamanan pangan, peluang terjadinya rendah dan tidak memiliki dampak serius karena dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan alat yang bersih dan saniter pada tahapan proses perapihan Penyuntikan CO Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu pertumbuhan mikroba (TPC, Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella) dan peningkatan histamin

17 50 akibat peningkatan suhu tuna loin. Bahaya ini termasuk dalam kategori bahaya keamanan makanan, namun peluang terjadinya rendah dan tidak memiliki dampak yang serius karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu dengan mempertahankan suhu ruangan pada 18 o C agar suhu tuna loin tidak meningkat melebihi 3 o C. Bahaya lain yang dapat terjadi pada tahap ini yaitu terjadinya kontaminasi mikroba Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella akibat kontaminasi dari peralatan. Bahaya ini termasuk dalam kategori bahaya keamanan makanan, namun peluang terjadinya rendah dan tidak memiliki dampak yang serius karena dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP. Tindakan pengendalian yang dilakukan yaitu dengan menggunakan peralatan bersih dan saniter, serta semua alat suntik diperiksa harus dalam kondisi baik dan bersih sebelum dan sesudah digunakan Pendinginan Loin Penyebab bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu peningkatan suhu ruang pendingin loin. Bahaya ini akan mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu ikan di atas 3 o C dan akan berdampak pada pertumbuhan mikroba (TPC, Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella) dan peningkatan histamin. Bahaya ini termasuk dalam bahaya keamanan pangan, namun peluang terjadinya rendah karena dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP. Bahaya ini memiliki dampak yang serius apabila tidak dilakukan sesuai GMP dan SSOP. Tahapan pencegahan yang dilakukan yaitu mempertahankan suhu ruang pendingin pada kisaran 0 o (-2) o C dengan pengawasan suhu ruang pendinginan setiap jam Pemeriksaan Akhir dan Penentuan Ukuran Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu pertumbuhan mikroba (TPC, Coliform, Salmonella, dan Esherichia coli) dan peningkatan histamin yang diakibatkan peningkatan suhu tuna loin. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan makanan dan berdampak serius, namun peluang terjadinya rendah karena dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP. Tindakan pengendalian yang

18 51 dilakukan yaitu dengan mempertahankan suhu ruangan pada tingkat 18 o C, dan proses dilakukan dengan cepat. Bahaya lain yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu kontaminasi mikroba (TPC, Coliform, Salmonella, dan Esherichia coli) yang diakibatkan oleh kontaminasi plastik. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan, namun peluang terjadinya rendah dan tidak berdampak serius karena dapat dicegah dengan SSOP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu pengawasan SSOP pengemasan yang harus dijaga kebersihannya Vacuuming Bahaya yang dapat terjadi pada tahap ini yaitu dehidrasi fisik tuna loin yang diakibatkan oleh kerusakan mesin. Bahaya ini tidak termasuk ke dalam bahaya keamanan pangan, namun memiliki dampak yang serius apabila tidak dilakukan tindakan pencegahan. Peluang terjadinya bahaya ini termasuk rendah karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu pemeriksaan mesin vakum secara periodik, dan supervisor menginspeksi dan mengontrol selama proses vakum berlangsung Pembekuan (Freezing) Penyebab bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu peningkatan suhu ruang ABF. Bahaya ini akan mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu ikan di atas 3 o C dan akan berdampak pada pertumbuhan mikroba (TPC, Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella) dan peningkatan histamin. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan makanan dan berdampak serius, namun peluang terjadinya rendah karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tahapan pencegahan yang dilakukan yaitu mempertahankan suhu ruang pendingin pada suhu -35 o C dengan pengawasan suhu ruang pendinginan setiap jam. Bahaya lain yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu bahaya yang dapat terjadi pada tahap ini yaitu dehidrasi fisik tuna loin yang diakibatkan oleh waktu pembekuan yang terlalu lama. Bahaya ini tidak termasuk ke dalam bahaya keamanan pangan, namun memiliki dampak yang serius apabila tidak dilakukan tindakan pencegahan. Peluang terjadinya bahaya ini termasuk rendah karena dapat

19 52 dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu pemeriksaan suhu tuna loin setiap jam Penimbangan II Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu pertumbuhan mikroba (TPC, Coliform, Salmonella, dan Esherichia coli) dan peningkatan histamin yang diakibatkan peningkatan suhu tuna loin. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan makanan dan berdampak serius, namun peluang terjadinya rendah karena dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP. Tindakan pengendalian yang dilakukan yaitu dengan mempertahankan suhu ruang produksi maksimal 18 o C dan proses dilakukan dengan cepat Pengemasan dan Pemberian Label Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu kesalahan pemberian label yang diakibatkan oleh kesalahan pekerja. Bahaya ini tidak termasuk dalam kategori keamanan makanan dan berdampak serius, namun peluang terjadinya bahaya rendah karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu proses pada tahap ini harus dilakukan oleh karyawan yang teliti, terampil, dan berpengalaman. Serta dilakukan monitoring pengemasan oleh QC dan supervisor produksi Pemeriksaan Logam Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu serpihan logam yang terdapat dalam tuna loin. Penyebab bahaya ini yaitu peralatan produksi yang tertinggal dalam daging loin. Bahaya ini termasuk dalam kategori bahaya keamanan pangan dan memiliki dampak bahaya yang sangat serius, namun peluang terjadinya bahaya ini termasuk kecil karena dapat dikendalikan oleh GMP. Bahaya ini termasuk bahaya signifikan sehingga diperlukan pengontrolan dengan baik. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu dengan cara deteksi logam pada setiap kemasan yang akan diekspor dan cek sensitivitas mesin setiap jam.

20 Penyimpanan dalam Cold Storage Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu peningkatan suhu ruang penyimpanan beku. Bahaya ini akan mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu ikan di atas 3 o C dan akan berdampak pada pertumbuhan mikroba (TPC, Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella) dan peningkatan histamin. Bahaya ini termasuk dalam bahaya keamanan pangan, namun peluang terjadinya rendah karena dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP. Bahaya ini memiliki dampak yang serius apabila tidak dilakukan sesuai GMP dan SSOP. Tahapan pencegahan yang dilakukan yaitu mempertahankan suhu ruang pendingin pada level -20 o C dengan pengawasan suhu ruang pembekuan setiap jam. Bahaya lain yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu dehidrasi fisik tuna loin yang diakibatkan oleh waktu pembekuan yang terlalu lama. Bahaya ini tidak termasuk ke dalam bahaya keamanan pangan, namun memiliki dampak yang serius apabila tidak dilakukan tindakan pencegahan. Peluang terjadinya bahaya ini termasuk rendah karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu pemeriksaan suhu setiap jam Pengangkutan Bahaya yang dapat terjadi pada tahap pengangkutan adalah bahaya pertumbuhan mikroba (TPC, Coliform, Salmonella, dan Esherichia coli) dan peningkatan histamin yang diakibatkan peningkatan suhu tuna loin. Bahaya termasuk dalam kategori bahaya keamanan makanan dan memiliki dampak yang serius, namun peluang terjadinya bahaya ini termasuk rendah karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu monitoring suhu kontainer dan ante room selama proses pengangkutan. Selama ekspor suhu kontainer dipertahankan pada suhu -20 o C. Bahaya lain yang mungkin terjadi yaitu kesalahan pengangkutan yang diakibatkan oleh kesalahan manusia. Bahaya ini dapat mengakibatkan kemasan produk rusak dan akan membahayakan tuna loin pada saat ekspor. Bahaya ini tidak termasuk dalam kategori bahaya keamanan makanan, namun memiliki dampak yang serius apabila tidak dilakukan dengan benar. Peluang terjadinya

21 54 bahaya ini termasuk rendah karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu monitoring selama pengangkutan oleh QC perusahaan. 4.4 Identifikasi Titik Kendali Kritis (CCP) Identifikasi titik kendali kritis (CCP) pada alur proses dilakukan untuk memudahkan pengendalian titik kritis terhadap bahaya yang telah teridentifikasi (Lampiran 21). Penentuan CCP dilakukan menggunakan diagram pengambilan keputusan (Decision tree). Berdasarkan diagram pengambilan keputusan terdapat dua titik kendali kritis (CCP) pada alur proses penanganan tuna loin beku yaitu pada tahap penerimaan bahan baku dan tahap pendeteksian logam. Identifikasi titik kendali kritis penanganan tuna loin beku dapat dilihat pada Tabel 8. Tahapan Proses Penerimaan Bahan Baku dan Penimbangan I Tabel 8. Identifikasi CCP Tuna Loin Beku Bahaya Signifikan Identifikasi CCP Q1 Q2 Q3 Q4 CCP Penguraian pada ikan tuna Y Y CCP Histamin Y Y CCP Logam berat Y N N Not CCP Deteksi Logam Serpihan logam Y Y CCP Keterangan: Q1 : Adakah tindakan pengendalian? Jika tidak bukan CCP, jika ya lanjut ke Q2 Q2 : Apakah tahapan dirancang secara spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai tingkat yang dapat diterima? Jika ya CCP, jika tidak lanjutkan ke Q3 Q3 : Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi melebihi tingkatan yang dapat diterima atau dapatkah ini meningkat sampai tingkatan yang tidak dapat diterima? Jika tidak bukan CCP, jika ya lanjutkan ke Q4 Q4 : Akankah tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi tingkatan kemungkinan terjadinya sampai tingkatan yang dapat diterima? Jika ya bukan CCP, jika tidak CCP. 4.5 Pengawasan Terhadap Titik Kendali Kritis (CCP) Titik kendali kritis yang teridentifikasi selanjutnya dikendalikan dengan menentukan tindakan pemantauan/pengawasan yang sistematis dan menyeluruh pada setiap CCP. Tabel pengawasan terhadap setiap titik kendali kritis dapat

22 55 dilihat pada Lampiran 22. Bahaya potensial nyata yang dapat terjadi pada tahap penerimaan bahan baku dan penimbangan I yaitu penguraian yang telah terjadi dalam tubuh ikan tuna. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu dengan cara pengukuran suhu ikan menggunakan termometer serta dilakukan pengecekan secara organoleptik. Pengukuran suhu dan pengecekan secara organoleptik dilakukan pada setiap ikan yang diterima dari pemasok oleh QC bagian penerimaan. Batas kritis yang ditetapkan pada setiap upaya pencegahan yaitu batas maksimal suhu pusat ikan pada 3 o C serta ikan telah mengalami kehilangan bau alami. Tindakan koreksi yang dilakukan yaitu penolakan ikan apabila terdapat ikan yang memiliki suhu pusat di atas 3 o C serta telah mengalami kehilangan bau alami. Pengawasan ini dilakukan pencatatan pada laporan penerimaan bahan baku dengan nomor dokumen QA/AII/HACCP/01A (Lampiran 9) dan diperiksa oleh QA (Quality Assurance). Bahaya potensial nyata lainnya yang dapat terjadi pada tahap penerimaan bahan baku dan penimbangan I yaitu tingginya kadar histamin dalam tubuh ikan tuna. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu dengan cara pengukuran suhu ikan menggunakan termometer serta dilakukan uji kadar histamin. Pengukuran suhu dilakukan pada setiap ikan yang diterima dari pemasok oleh QC bagian penerimaan. Pengujian kadar histamin dilakukan dengan cara tes laboratorium di laboratorium perusahaan. Batas kritis yang ditetapkan yaitu batas maksimal suhu pusat ikan pada 3 o C serta kadar histamin tidak melebihi 50 ppm. Tindakan koreksi yang dilakukan yaitu penolakan ikan apabila terdapat ikan yang memiliki suhu pusat di atas 3 o C serta kadar histamin ikan di atas 50 ppm. Pengawasan ini dilakukan dengan cara pencatatan pada laporan penerimaan bahan baku (Lampiran 9) serta laporan analisis laboratorium (Lampiran 25). Pengawasan ini diperiksa oleh QA (Quality Assurance) yang menyatakan bahwa pengawasan ini telah dilakukan dengan baik dan benar. Bahaya potensial nyata pada tahap deteksi logam yaitu bahaya teknis dari alat metal detektor. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu uji sensitivitas alat pendeteksi logam setiap jam oleh staf QC. Batas kritis yang ditetapkan yaitu tingkat sensitivitas alat pendeteksi logam dalam mendeteksi logam dengan ukuran

23 56 minimal Ferrous (Fe) sebesar 2,5 mm dan stainless steel sebesar 3 mm. Alat pendeteksi logam yang sensitivitasnya menurun dilakukan tindakan koreksi dengan cara perbaikan dan pengesetan ulang alat. Pengawasan ini dilakukan dengan cara pencatatan pada laporan pendeteksi logam (Lampiran 16) dan diperiksa oleh QA perusahaan. 4.6 Hasil Uji pada Titik Kendali Kritis (CCP) Uji titik kendali kritis dilakukan untuk memantau tahapan penanganan ikan tuna yang diidentifikasi sebagai titik kendali kritis agar tidak melebihi atau melewati batas kritis yang ditetapkan. Titik kendali kritis yang teridentifikasi pada tahap penanganan tuna loin beku di PT. Awindo Internasional yaitu tahap penerimaan bahan baku dan deteksi logam. Hasil uji titik kendali kritis terdapat dalam Tabel 9 dan 10. Tabel 9. Hasil Uji Titik Kendali Kritis Tahap Penerimaan Bahan Baku (Suhu, Organoleptik, dan Histamin) Uji Organoleptik No Lot KG C Batas Kritis Bau Batas Warna texture Suhu kritis bau K674A 40 0,7 Segar Pink Daging Kenyal H308M 72 1,2 3 o Segar Bau Pink Daging C busuk Kenyal K310M 36 2,2 Segar Pink Daging Kenyal Histamin Batas Kritis Kadar Histamin 0,7 ppm 100ppm Pengujian titik kendali kritis pada tahap penerimaan bahan baku yang dilakukan pada lembar laporan penerimaan bahan baku (Lampiran 5) serta lembar laporan analisis laboratorium (Lampiran 13). Pengujian pada tahap deteksi logam dilakukan pada lembar laporan pendeteksi logam (Lampiran 11). Parameter yang diuji pada tahap penerimaan bahan baku yaitu suhu pusat ikan, sifat organoleptik, serta kadar histamin. Parameter yang diuji pada tahap deteksi logam yaitu alat pendeteksi logam. Suhu pusat sampel ikan tuna yang diukur yaitu 0,7 o C, 1,2 o C, dan 2,2 o C, sehingga setiap ikan tuna yang diterima di PT. Awindo Internasional telah dilakukan pengawasan suhu secara ketat agar tidak didapatkan ikan tuna dengan

24 57 suhu pusat di atas 3 o C. Hasil uji organoleptik pada sampel ikan tuna di PT. Awindo Internasional tidak melebihi batas kritis yang ditetapkan yaitu ikan tuna yang diterima memiliki bau yang segar. Satu dari tiga sampel ikan tuna dilakukan pengujian histamin dengan hasil uji 0,7 ppm yang tidak melebihi batas kritis. Berdasarkan hasil uji CCP pada tahap penerimaan bahan baku dapat diambil kesimpulan bahwa setiap ikan tuna yang diterima memiliki suhu pusat, kadar histamin, serta sifat organoleptik yang tidak melebihi batas kritis serta PT. Awindo Internasional telah melakukan pengawasan menyeluruh pada tahap penerimaan bahan baku. No. Tabel 10. Hasil Uji Titik Kendali Kritis pada Tahap Deteksi Logam Waktu inspeksi Sensitifitas pendeteksi logam Tidak Baik Baik Menemukan Serpihan Logam Hasil Sesuai/Tidak Sesuai Batas Kritis Sensitivitas alat pendeteksi logam pada: Fe: 2,5mm Stainless: 3,0mm Berdasarkan hasil uji di atas bahwa pada jam 9.00 sampai tidak ditemukan adanya serpihan logam pada kemasan tuna loin beku. Setiap satu jam sekali dilakukan uji sensitivitas alat pendeteksi logam apakah dapat mendeteksi logam dengan ukuran 2,5 mm atau tidak. Apabila tidak dilakukan uji sensitivitas alat pendeteksi logam, kemungkinan besar lolosnya serpihan logam dengan ukuran 2,5 mm ke atas. 4.7 Hasil Uji Tuna Loin Beku Pengujian terhadap hasil produk dilakukan di laboratorium BPMPHP (Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan) setiap 3 bulan sekali. Pengujian ini harus dilakukan karena sebagai persyaratan ekspor ke negara luar untuk menjamin bahwa produk tuna loin beku tidak membahayakan kesehatan

25 58 konsumen dan menjaga keamanan pangan. Parameter uji pada pengujian tuna loin beku meliputi suhu pusat, jumlah bakteri (TPC, Esherichia coli, Salmonella, Cholera), organoleptik, histamin, serta logam berat (Tabel 11) Uji Kimia: - Histamin (mg/kg) - Merkuri/Hg(mg/kg) - Timbal/Pb (mg/kg) - Kadmium/Cd (mg/kg) Uji Fisik: - Suhu pusat ( o C) - Serpihan logam Sumber: BPMPHP (2013) Tabel 11. Hasil Uji Tuna Loin Beku di PT. Awindo International Jenis uji Persyaratan SNI Hasil uji Metode Pengujian Uji Organoleptik minimal 7 7 SNI 2346:2011 Uji Mikrobiologi: - ALT (koloni/g) 500,000 50,000 SNI Escherichia coli (MPN/g) <2 <2 SNI Vibrio cholera(per25g) negatif negatif SNI Salmonella (per25g) negatif negatif SNI Coliform (MPN/g) <2 <2 SNI ,00 0,4 0, Berdasarkan Tabel 11 bahwa hasil uji organoleptik pada tuna loin beku masih memenuhi persyaratan standar yang ditetapkan oleh SNI yaitu dengan nilai organoleptik 7. Hal ini dikarenakan pada tahap penerimaan bahan baku telah dilakukan sortir untuk penentuan grade ikan tuna dan pemilihan karakteristik bahan baku yang baik agar tidak didapatkan produk tuna loin beku yang memiliki skor organoleptik di bawah 7. Hasil ini dikarenakan pada tahap penanganan tuna loin beku dilakukan suntik CO untuk menghambat terjadinya oksidasi pada tuna loin beku yang akan mempertahankan warna merah dari tuna loin beku, sehingga kenampakan tuna loin beku tetap baik. 1,91 0,025 0,010 0,031 SNI DMA SNI SNI Hasil uji mikrobiologi didapatkan hasil uji produk dengan jumlah ALT, E.Coli, Vibrio cholera, Salmonella, serta Colliform yang jauh di bawah standar SNI yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan pada tahap penerimaan pahan baku yang teridentifikasi sebagai CCP telah dilakukan pengawasan suhu pusat ikan SNI Metal Detector

26 59 pada setiap bahan baku yang diterima, apabila didapatkan ikan tuna yang memiliki suhu pusat di atas batas yang ditentukan maka PT. Awindo Internasional langsung melaksanakan tindakan koreksi dengan cara menolak bahan bahan baku yang diteruma. Selain itu semua tahapan proses penanganan tuna loin beku dilakukan dengan menerapkan rantai dingin untuk menghambat laju proses pertumbuhan mikroba. Pengujian kimia didapatkan hasil uji histamin, kadmium, timbal, dan merkuri yang memenuhi standar SNI. Hal ini dikarenakan penanganan tuna loin beku di PT. Awindo International mempertahankan rantai dingin, serta menolak ikan tuna yang memiliki suhu pusat di atas 3 o C. Hasil uji produk tuna loin beku tidak ditemukan adanya serpihan logam karena telah dilakukan tahapan deteksi logam pada seluruh tuna loin beku. Tuna loin beku yang terkontaminasi oleh serpihan logam tidak dipasarkan untuk menghindari terjadinya penolakan dari negara importir. Setiap alat pendeteksi logam dilakukan uji sensitivitas setiap jam untuk memantau apakah alat tersebut masih dapat mendeteksi logam dengan ukuran 2,5 mm atau tidak. Maka dari itu didapatkan tuna loin beku yang memenuhi standar SNI tentang spesifikasi tuna loin beku.

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Deskripsi Produk cakalang precooked loin beku di PT.GEM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Deskripsi Produk cakalang precooked loin beku di PT.GEM BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Cakalang precooked loin beku adalah produk yang dihasilkan oleh PT..Gabungan Era Mandiri (GEM). Produk diekspor sebagai bahan baku pengalengan karena perusahaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Ikan Layur Beku Menurut SNI 6940.1:2011 (BSN 2011), ikan layur beku merupakan produk hasil perikanan dengan bahan baku layur segar utuh yang mengalami perlakuan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di PT. Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di salah satu Perusahaan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jalan Muara

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 di PT. AGB Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Deskripsi Produk Tuna Steak Beku di PT. Garaha Insan Sejahtera

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Deskripsi Produk Tuna Steak Beku di PT. Garaha Insan Sejahtera BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Tuna Steak Beku PT. Graha Insan Sejahtera ialah salah satu perusahaan perikanan di Muara Baru-Jakarta Utara yang menangani tuna menjadi produk akhir tuna

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Nama Produk Nama Spesies. Asal Ikan. Alur Proses. Kemasan Produk. Daya Tahan Produk. Penggunaan Produk Negara Tujuan Ekspor

BAB IV PEMBAHASAN. Nama Produk Nama Spesies. Asal Ikan. Alur Proses. Kemasan Produk. Daya Tahan Produk. Penggunaan Produk Negara Tujuan Ekspor BAB IV PEMBAHASAN 4. Deskripsi Produk Tuna saku beku adalah loin tuna yang telah dipotong menyerupai bentuk saku yang hasil akhirnya dalam kondisi beku. Di PT. X tuna saku beku merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Log book penangkapan ikan dengan alat tangkap rawai tuna dan pancing ulur.

Lampiran 1 Log book penangkapan ikan dengan alat tangkap rawai tuna dan pancing ulur. LAMPIRAN 74 59 Lampiran 1 Log book penangkapan ikan dengan alat tangkap rawai tuna dan pancing ulur. 74 75 Lampiran 2 Tabel observasi kegiatan proses pembuatan tuna loin beku (data verivikasi) Nama tahapan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Analisis Bahaya dan Titik Kendali Kritis pada Penanganan Tuna Loin Beku di PT. Awindo International

KATA PENGANTAR Analisis Bahaya dan Titik Kendali Kritis pada Penanganan Tuna Loin Beku di PT. Awindo International KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Analisis Bahaya dan Titik

Lebih terperinci

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sertifikat HACCP Frozen Cooked Tuna

Lampiran 1. Sertifikat HACCP Frozen Cooked Tuna LAMPIRAN Lampiran 1. Sertifikat HA Frozen Cooked Tuna 52 Lampiran 2. Sertifikat Keterangan Pengolahan Frozen Cooked Tuna 53 Lampiran 3. Tata Letak Bangunan PT. Gabungan Era Mandiri 54 55 Lampiran 4.Pohon

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN : 2088-3137 ANALISIS BAHAYA DAN PENENTUAN TITIK PENGENDALIAN KRITIS PADA PENANGANAN TUNA SEGAR UTUH DI PT. BALI OCEAN ANUGRAH LINGER

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sertifikat Penerapan HACCP PT. Awindo Internasional

Lampiran 1. Sertifikat Penerapan HACCP PT. Awindo Internasional LAMPIRAN 65 Lampiran 1. Sertifikat Penerapan HACCP PT. Awindo Internasional 66 Lampiran 2. Layout PT. Awindo Internasional 67 68 Lampiran 3. Foto-foto Alat Penanganan Tuna Loin Beku Meja Kerja Stainless

Lebih terperinci

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010. Nama : RaisAbdullah NPM : 230110097026 Kelas : Perikanan B Tugas Manajemen Mutu Terpadu Spesifikasi CUMI-CUMI BEKU SNI 2731.1:2010 1. Istilah dan definisi cumi-cumi beku merupakan produk olahan hasil perikanan

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang proses dan pembekuan untuk hasil perikanan laut, yang merupakan milik Bapak H.Yusdin

Lebih terperinci

Siomay ikan SNI 7756:2013

Siomay ikan SNI 7756:2013 Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

Bakso ikan SNI 7266:2014

Bakso ikan SNI 7266:2014 Standar Nasional Indonesia Bakso ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT Tridaya Eramina Bahari berdiri pada tahun 1994 di Cirebon. Perusahaan ini didirikan oleh Bapak H. Danuri sebagai komisaris dan Bapak

Lebih terperinci

Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi

Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan, di unit pembekuan ikan Tuna di PT. Hatindo

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan, di unit pembekuan ikan Tuna di PT. Hatindo BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan, di unit pembekuan ikan Tuna di PT. Hatindo Makmur yang berlokasi di jalan Tuna III Pelabuhan Benoa, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam penanganan pasca panen (pembekuan) untuk hasil perikanan, yang merupakan milik Bapak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penilaian Program Kelayakan Dasar (PreRequisite Program) PT Makmur Jaya Sejahtera merupakan perusahaan yang bergerak dibidang perikanan. Produk unggulannya adalah tuna loin

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) ABSTRAK

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) ABSTRAK 1 PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) Replin Amrin Saidi 1, Abdul Hafidz Olii 2, Yuniarti Koniyo 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan maupun pengolahan merupakan suatu cara ataupun tindakan untuk mempertahankan mutu dan kualitas bahan pangan, termasuk di sektor perikanan. Menurut data Dirjen

Lebih terperinci

Es untuk penanganan ikan - Bagian 1: Spesifikasi

Es untuk penanganan ikan - Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Es untuk penanganan ikan - Bagian 1: Spesifikasi ICS 13.060.25 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 28 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Perusahaan Perusahaan X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perikanan. Perusahaan ini berdiri sekitar 10 tahun yang lalu. Perusahaan X ini

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 )

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 ) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Ikan tongkol (Euthynnus affinis) termasuk dalam famili scombridae terdapat di seluruh perairan hangat Indo-Pasifik Barat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah suatu kegiatan perekonomian yang memanfaatkan sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan menggunakan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

Tuna dalam kemasan kaleng

Tuna dalam kemasan kaleng Standar Nasional Indonesia Tuna dalam kemasan kaleng ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Good Manufacturing Practice penanganan bahan baku PT Z

Lampiran 1 Good Manufacturing Practice penanganan bahan baku PT Z 49 Lampiran 1 Good Manufacturing Practice penanganan bahan baku PT Z 1. Proses penanganan sampel tuna di PT Z Penerimaan ikan tuna dilakukan di dalam ruang penerimaan bahan baku. Ikan satu per satu diturunkan

Lebih terperinci

Udang beku Bagian 1: Spesifikasi

Udang beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tuna (Thunnus sp.) Menurut Saanin (1984), ikan tuna berdasarkan taksonominya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN

PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN Oleh: Amanda Gabriella Chandra (6103008080) Ivana Halingkar (6103008103) Lita Kuncoro (6103008104) Catherine Tanaya (6103008105) PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

LAMPIRAN NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA KATEGORI INDUSTRI PENGOLAHAN GOLONGAN POKOK INDUSTRI MAKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1: 29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak.

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak. MODUL 4 PRESTO IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu presto ikan yang dihasilkan utuh, bersih,

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan manusia yang mutlak harus dipenuhi dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa yang lain. Kandungan air dalam tubuh manusia rata-rata 65 %

Lebih terperinci

Sarden dan makerel dalam kemasan kaleng

Sarden dan makerel dalam kemasan kaleng Standar Nasional Indonesia Sarden dan makerel dalam kemasan kaleng ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN 62 5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN Ikan yang telah mati akan mengalami perubahan fisik, kimiawi, enzimatis dan mikrobiologi yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 60 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Mutu hasil tangkapan ikan tuna merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, hal ini terkait dengan tujuan pemuasan pelanggan atau pembeli. Sesuai dengan pustaka Assauri

Lebih terperinci

PRAKTIKUM LAPANGAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN DAN KELAUTAN

PRAKTIKUM LAPANGAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN DAN KELAUTAN PRAKTIKUM LAPANGAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN DAN KELAUTAN Nama NIM Kelompok Asisten Oleh : : Lathifah : B0A013042 : 1 (Satu) : Rifqi Aulia Akbar LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai pada hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan yang didistribusikan sangat bergantung kualitas

Lebih terperinci

Bgn-2. Penanganan Mutu Produk

Bgn-2. Penanganan Mutu Produk Bgn-2. Penanganan Mutu Produk 1. Proses produksi 2. Pengolahan 3. Teknologi 4. Pemasaran A. Sasaran B. Hazard Analysis Critical Control Point, meliputi 2 aspek : 1. SSOP (Sanitation Standar Operating Procedure)

Lebih terperinci

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan. MODUL 2 NUGGET IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah nugget ikan yang bertekstur kenyal, lembut dan bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget

Lebih terperinci

Air demineral SNI 6241:2015

Air demineral SNI 6241:2015 Standar Nasional Indonesia Air demineral ICS 67.160.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik Prerequisite Program #7 Pencegahan Kontaminasi Silang Pencegahan, pengendalian, deteksi kontaminasi; kontaminasi mikrobiologik, fisik, dan kimiawi Bahaya biologis: cacing, protozos, bakteri, cendawan/fungi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB X PENGAWASAN MUTU

BAB X PENGAWASAN MUTU BAB X PENGAWASAN MUTU Pengawasan mutu merupakan aktivitas (manajemen perusahaan) untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk dan jasa perusahaan dapat mempertahanan sebagaimana yang telah direncanakan

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

Tuna loin segar Bagian 2: Persyaratan bahan baku

Tuna loin segar Bagian 2: Persyaratan bahan baku Standar Nasional Indonesia Tuna loin segar Bagian 2: Persyaratan bahan baku ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai potensi dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan sektor perikanan dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian Jenis dan sumber data Metode pengumpulan data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian Jenis dan sumber data Metode pengumpulan data 17 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman, Jakarta Utara pada bulan Agustus hingga Oktober 2010. 3.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi penanganan pasca panen Penanganan pasca panen dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 50 5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Pelabuhan Perikanan, termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dibangun untuk mengakomodir berbagai kegiatan para

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP 90 4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP Checklist Standard Sanitation Operational Procedur (SSOP) (Lampiran 4) menunjukkan nilai akhir 83. Sesuai dengan Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011

Lebih terperinci

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A 4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa sebuah proses produksi dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

Air mineral SNI 3553:2015

Air mineral SNI 3553:2015 Standar Nasional Indonesia ICS 67.160.20 Air mineral Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...

Lebih terperinci

MODUL 1 BAKSO IKAN. A. Deskripsi Bakso Ikan

MODUL 1 BAKSO IKAN. A. Deskripsi Bakso Ikan MODUL 1 BAKSO IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah bakso ikan yang bertekstur kenyal dan lembut serta bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu bakso

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP 4.2. Titik Kendali Kritis HACCP Plan

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP 4.2. Titik Kendali Kritis HACCP Plan 67 4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP Penelitian ini dimulai dengan observasi pada suatu proses produksi di katering A di Semarang, Jawa Tengah dengan acuan checklist SSOP dan GMP.

Lebih terperinci

Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo

Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo 1,2 Saprin Hayade, 2 Rieny Sulistijowati, 2 Faiza A. Dali 1 saprin_hayade@yahoo.com 2 Jurusan Teknologi Perikanan Fakultas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI Oleh : Rendra Eka A 1. Kemunduran mutu ikan segar secara sensori umumnya diukur dengan metode sensori

Lebih terperinci

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura Cold Storage Hortikultura Panen C 6 H 12 O 6 + O 2 Respirasi 6 CO 2 + 6 H 2 O + 673 Kal Umur simpan produk Tergantung dari laju evolusi panas Kondisi lingkungan daun buah Sayuran : kailan, brokoli, horenzo,

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SNI 4482:2013 Standar Nasional Indonesia Durian ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI 4482:2013  Standar Nasional Indonesia Durian  ICS Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Durian ICS 67.080.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini dengan

Lebih terperinci