HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juni 21 berlokasi di Kebun Percobaan Pasir Kuda, Bogor pada ketinggian 21 meter di atas permukaan laut. Kondisi curah hujan di kebun ini selama periode Januari sampai Juni 21 berkisar antara mm dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari (689 mm) dan terendah terjadi pada bulan April (149 mm). Bulan basah dengan curah hujan lebih dari 2 mm pada periode Januari hingga Juni berlangsung selama 4 bulan, sedangkan bulan kering dengan curah hujan kurang dari 2 mm terjadi hanya pada bulan April. Suhu udara pada selama penelitian berlangsung berkisar antara o C dengan suhu tertinggi 27.1 o C pada bulan April dan terendah 25.3 o C pada bulan Januari. Kelembaban udara berkisar antara % dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Maret dan Juni, kelembaban terendah terjadi pada bulan April. Menurut Malézieux et al. (23) kisaran suhu yang cocok bagi pertumbuhan vegetatif nenas yaitu o C dengan suhu optimum rata-rata berkisar antara o C. Laju pertumbuhan menurun pada suhu di bawah 18 o C dan di atas 32 o C. Kondisi lingkungan ini dapat berpengaruh terhadap daya tumbuh tunas dan penyebaran hama dan penyakit selama proses penyemaian dan penanaman bibit di polibag. Penyemaian dilakukan pada akhir bulan Januari 21, dengan tahapan penyemaian yang dilakukan yaitu persiapan bahan tanam, pemberian perlakuan, dan penanaman di bedengan. Batang yang telah diberi perlakuan ditanam pada bedengan dengan media tanam berupa arang sekam. Tunas nenas mulai muncul pada 2 minggu setelah tanam (MST) dan dipindahkan setelah memiliki ukuran yang cukup besar. Umumnya tinggi tunas ketika dipindahkan yaitu lebih besar dari 7 cm. Berdasarkan pengamatan pada penelitian pendahuluan, nenas yang dipindahkan dengan ukuran yang terlalu kecil memiliki pertumbuhan dan pembentukan akar relatif lebih lambat. Pemindahan dilakukan dengan memisahkan tunas dari batang kemudian ditanam pada polibag dengan media tanam berupa arang sekam, tanah, dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1.

2 15 Tunas mulai dipindahkan pada saat 7 MST dengan total jumlah tunas yang dipindahkan sampai dengan 2 MST sebanyak 189 tunas. Persentase tunas yang dapat dipindahkan ke lapang sebesar %. Tanaman mulai terserang penyakit pada saat 8 MST. Penyakit ini menyebabkan jumlah tunas yang dapat dipindah maupun tunas yang baru muncul mengalami pembusukan. Pembusukan disebabkan karena aktivitas bakteri Phytopthora sp. yang penyebarannya meningkat pada saat curah hujan tinggi. Gejala yang diperlihatkan (Gambar 2) berupa daun klorosis, pangkal tunas membusuk, berwarna kecoklatan, dan berbau. a b c Gambar 2. Tunas yang mengalami busuk hati (a) Stek batang yang membusuk (b) Daun tunas yang mengalami gejala nekrosis (c) Tahap Persemaian Pengaruh Benzylaminopurine dan Air Kelapa terhadap Pertumbuhan Stek Batang Nenas PK-1 Persentase Stek Hidup Persentase stek hidup merupakan perbandingan jumlah stek segar dengan jumlah total stek yang ditanam pada setiap satuan percobaan dikali dengan 1 %. Hasil analisis ragam pada Lampiran 2 menunjukkan perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peubah persentase stek hidup. Persentase stek hidup pada masing-masing satuan percobaan hampir seragam. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan persentase stek hidup mencapai 1 % pada beberapa minggu diawal penanaman.

3 12 16 Persentase Stek Hidup (%) y = -3,313x + 13,8 R² =, Umur Stek (MST) Gambar 3. Rata-rata Persentase Stek Hidup Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Umur Stek yang Berbeda Persentase stek hidup terlihat menurun setiap penambahan konsentrasi BAP hingga 1 ppm. Hal ini diduga disebabkan bahan tanam yang diberi penambahan konsentrasi mengalami tingkat kebusukan yang lebih tinggi. Berdasarkan Gambar 3, terlihat adanya penurunan persentase stek hidup yang terjadi pada setiap satuan percobaan untuk setiap minggunya. Penurunan ini diduga karena kondisi lingkungan yang kurang sesuai. Curah hujan yang tinggi selama bulan Februari- Maret menyebabkan adanya serangan bakteri Phytopthora sp. penyebab penyakit busuk pada stek maupun tunas. Selain serangan hama dan penyakit, penurunan juga dapat terjadi karena stek akan mengering setelah tidak terdapat mata tunas atau tunas yang tumbuh. Persentase Stek Bertunas Persentase stek bertunas merupakan perbandingan jumlah stek hidup yang bertunas dengan jumlah total stek yang ditanam pada setiap satuan percobaan dikali dengan 1 %. Tunas pada stek batang yang ditanam muncul pada 2 MST dan mengalami 1 % bertunas pada setiap satuan percobaan pada 5 MST. Berdasarkan analisis ragam pada Lampiran 3, pemberian BAP dan air kelapa memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap tolok ukur persentase stek bertunas pada setiap minggunya.

4 17 Berdasarkan Gambar 4, persentase stek bertunas pada setiap perlakuan mencapai 1 % pada saat 5 MST. Nilai ini cukup tinggi karena pada penelitian lain waktu yang diperlukan untuk mencapai 1 % bertunas dapat lebih lama. Penelitian Octaviani (29) mengenai stek basal daun mencapai persentase stek bertunas tertinggi pada umur 8 MST, sedangkan penelitian Husniati (21) dengan menggunakan bahan tanam yang sama dengan perlakuan auksin memiliki persentase stek bertunas yang rendah. Nilai persentase stek bertunas hingga 8 MST hanya berkisar antara %. 12 Persentase Stek Bertunas y = 12,63x + 53,18 R² =, Umur Stek (MST) Gambar 4. Rata-rata Persentase Stek Bertunas Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa Pada Umur Stek yang Berbeda Tunas per Stek Jumlah Tunas per Stek 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1,5 y =,464x + 2,74 R² =, MST 6-1 MST MST 16-2 MST Umur Stek Gambar 5. Rata-rata Jumlah Tunas per Stek Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Umur Stek yang Berbeda

5 18 Hasil analisis ragam pada Lampiran 4 menunjukkan perlakuan BAP dan air kelapa tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tolok ukur jumlah tunas per stek pada setiap umur panen. Berdasarkan Gambar 5, Nilai rataan jumlah tunas per stek cenderung lebih tinggi pada konsentrasi BAP sebesar 1 ppm. Rata-rata jumlah tunas per stek pada awal penanaman sebesar 2.76 tunas dan meningkat hingga pada akhir penyemaian menjadi 4.33 tunas. Jumlah Tunas Dipindah per Stek 2,5 2 1,5 1,5 y =,578x -,345 R² =, MST 1-12 MST MST 17-2 MST Waktu Panen Gambar 6. Rata-rata Jumlah Tunas yang Dipindah per Stek Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Umur Panen yang Berbeda Selain tidak berpengaruh terhadap jumlah tunas per stek saat penyemaian, perlakuan BAP dan air kelapa juga tidak memberikan pengaruh nyata pada jumlah tunas per stek yang dipindah ke pembibitan. Rata-rata jumlah tunas per stek yang dipindah (Gambar 6) pada pemanenan pertama berkisar antara.27 tunas, sedangkan rata-rata jumlah tunas per stek pada akhir pengamatan bertambah menjadi 2 tunas. Menurut Henny (21), pemberian konsentrasi BAP untuk memacu pertumbuhan tunas berbeda-beda pada setiap tanaman. Penelitian mengenai konsentrasi BAP untuk tanaman hias daun telah banyak dilakukan, diantaranya pemberian konsentrasi BAP sebesar 1 ppm pada kaktus, 25 ppm pada anthurium, 5 ppm pada Spathiphyllum, dan 1 ppm pada Dieffenbachia dan Syngonium.

6 Pengaruh Bahan Perbanyakan terhadap Pertumbuhan Stek Batang 19 Persentase Stek Hidup Berdasarkan Lampiran 2, diketahui bahwa bahan perbanyakan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap persentase stek bertunas pada 2 hingga 2 MST. Persentase stek hidup pada tiga jenis bahan perbanyakan berupa ujung, pangkal batang, dan campuran keduanya dapat dilihat pada Gambar 7. 12, Persentase Stek Hidup 1, 8, 6, 4, 2,, y = -3,31x + 13,8 R² =, Umur Stek (MST) Gambar 7. Rata-rata Persentase Stek Hidup Berbagai Bahan Perbanyakan pada Umur Stek yang Berbeda Berdasarkan Gambar 7, terlihat adanya penurunan persentase stek hidup pada masing-masing kelompok setiap minggunya. Penurunan ini disebabkan adanya serangan bakteri Phytopthora sp yang mengakibatkan busuknya tunas. Selain penyakit busuk, stek yang mengering juga menjadi salah satu penyebab turunnya persentase stek hidup. Stek yang mengering umumnya terjadi setelah tunas dipanen dan tidak terdapat lagi mata tunas yang tumbuh pada stek tersebut. Persentase Stek Bertunas Hasil analisis ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa pengelompokan berdasarkan bahan perbanyakan tidak berpengaruh nyata pada persentase stek bertunas pada 2-5 MST. Persentase stek bertunas pada tiga kelompok yang berbeda (Gambar 8) meningkat setiap minggunya dan mencapai 1 % bertunas pada saat 5 MST.

7 Persentase Stek Bertunas y = 12,63x + 53,18 R² =, Umur Stek (MST) 2 Gambar 8. Rata-rata Persentase Stek Bertunas Berbagai Bahan Perbanyakan pada Beberapa Umur Stek Tunas per Stek Berdasarkan hasil uji F pada Lampiran 4, diperoleh bahwa bahan perbanyakan memberikan pengaruh yang berbeda pada jumlah tunas per stek yang dihasilkan sampai stek berumur 15 MST. Pengaruh pengelompokan menunjukkan nilai yang tidak berbeda hanya pada rentang waktu 16-2 MST (Tabel 1). Tabel 1. Pengaruh Bahan Perbanyakan Terhadap Jumlah Tunas per Stek Bagian Batang Umur Stek (MST) Rata-Rata Ujung 2.796a 4.436a 3.954a a Pangkal 2.98b 2.418b 2.544b b Campuran 2.338b 2.974b 3.41a ab Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam. Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %. Bagian bahan stek mampu meningkatkan jumlah tunas per stek yang dihasilkan hingga akhir pengamatan. Bahan stek yang berasal dari ujung batang mampu menghasilkan jumlah tunas per stek yang nyata lebih banyak dibandingkan dengan bahan stek yang berasal dari bagian pangkal batang maupun campuran antara bagian ujung dan pangkal batang sampai pada 15 MST. Setelah 15 MST jumlah tunas per stek yang dihasilkan tidak berbeda signifikan. Hal yang

8 21 sama juga terjadi pada rata-rata jumlah tunas per stek yang dihasilkan, bagian ujung batang memiliki jumlah tunas per stek tertinggi sebanyak tunas dan terendah pada stek yang berasal dari bagian pangkal sebanyak tunas. Tahap Pembibitan Pengaruh Benzylaminopurine dan Air Kelapa terhadap Pertumbuhan Bibit Pengamatan tunas di pembibitan dilakukan setiap 3 minggu. Tunas hasil pemanenan pertama (7-9 MST) mengalami empat kali pengamatan yaitu pada saat pemindahan, 3, 6, dan 9 MST. Jumlah pengamatan berkurang pada pemanenan berikutnya hingga pemanenan keempat (17-2 MST) pengamatan hanya dilakukan saat pemindahan. Pemanenan bibit dilakukan secara bertahap agar bibit yang dihasilkan memiliki ukuran yang cukup besar saat dipindah. Berdasarkan penelitian pendahuluan, bibit yang dipanen dengan ukuran yang kurang dari 7 cm mengalami pertumbuhan yang terhambat. Menurut Pranata (26) ukuran bibit berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif tunas. Semakin besar ukuran bibit maka jumlah, panjang, dan lebar daun akan semakin tinggi juga. Tinggi Tunas Tinggi tunas (cm) MST 3 MST 6 MST 9 MST Umur Tunas Panen ke-1 Panen ke-2 Panen ke-3 Panen ke-4 Gambar 9. Rata-rata Tinggi Tunas Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Waktu Panen dan Umur Tunas yang Berbeda

9 22 Pengamatan tinggi tunas dilakukan dengan mengukur tinggi nenas dari permukaan media tanam hingga ujung daun tertinggi. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 5) pemberian BAP dan air kelapa saat penyemaian tidak berpengaruh terhadap tolok ukur tinggi tunas setelah dipindahkan ke pembibitan. Berdasarkan Gambar 9, perlakuan BAP dan air kelapa mampu meningkatkan tinggi tunas pada setiap minggunya hingga akhir pengamatan. Namun berdasarkan hasil analisis tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar perlakuan. Hal yang berbeda ditunjukkan pada pertumbuhan nenas di lapang dengan bibit berasal dari perbanyakan in vitro dengan perlakuan BAP. Penelitian Sari (28) menunjukkan bahwa pemberian sitokinin berupa BAP dan TDZ pada saat kultur jaringan memberikan pengaruh yang nyata terhadap tolok ukur tinggi, panjang daun, lebar daun, dan jumlah daun pada saat pembibitan di lapang. Panjang Daun 12 Panjang daun (cm) MST 3 MST 6 MST 9 MST Panen ke- 1 Panen ke- 2 Panen ke- 3 Panen ke- 4 Umur Tunas Gambar 1. Rata-rata Panjang Daun Tunas Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Waktu Panen dan Umur Tunas yang Berbeda Pengamatan panjang daun dilakukan dengan cara mengukur panjang dari ujung hingga pangkal. Hasil uji F pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa perlakuan saat penyemaian tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap panjang daun tunas setelah pemindahan. Berdasarkan Gambar 1, perlakuan BAP dan air kelapa mampu meningkatkan panjang daun setiap minggunya, namun tidak berbeda nyata secara analisis ragam.

10 23 Berbeda dengan aplikasi BAP di lapang yang tidak memberikan pengaruh pada pertumbuhan tunas di pembibitan, perlakuan pada tahap multiplikasi secara kultur jaringan dengan penambahan BAP masih memberikan pengaruh yang nyata pada bibit setelah aklimatisasi di lapang. Penelitian Sari (28) menunjukkan bahwa perlakuan BAP pada tahap kultur jaringan masih berpengaruh terhadap panjang daun tunas di lapang. Astarini (26) mengemukakan bahwa pemberian BAP pada perbanyakan in vitro berpengaruh terhadap panjang daun, bobot total buah dan kedalaman mata. Lebar daun (cm) Lebar Daun 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1,8,6,4,2 Panen ke-1 Panen ke-2 Panen ke-3 Panen ke-4 MST 3 MST 6 MST 9 MST Umur Tunas Gambar 11. Rata-rata Lebar Daun Tunas Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Waktu Panen dan Umur Tunas yang Berbeda Pengamatan lebar daun dilakukan dengan mengukur bagian daun yang terlebar. Pertambahan lebar daun setiap minggunya terlihat kurang signifikan. Berdasarkan hasil uji F pada Lampiran 7 juga menunjukkan bahwa pemberian BAP dan air kelapa tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan lebar daun pada tunas setelah dipindahkan. Berdasarkan Gambar 11, lebar daun tidak mengalami pertambahan yang berarti setiap minggunya. Sama halnya dengan penelitian Husniati (21) yang menunjukkan bahwa pemberian zat pengatur tumbuh berupa auksin juga tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tolok ukur lebar daun pada tunas yang berasal dari stek basal daun pada 1-12 MST.

11 Jumlah Daun 24 Pengamatan jumlah daun pada saat pembibitan dilakukan dengan menghitung daun yang telah membuka sempurna. Pertambahan jumlah daun nenas termasuk lambat, selama tiga minggu jumlah daun umumnya hanya bertambah 1-3 helai saja. Berdasarkan Lampiran 8, tolok ukur jumlah daun dipengaruhi secara nyata oleh pemberian BAP dan air kelapa hanya pada tunas yang dipanen pertama pada saat berumur 6 MST di pembibitan, sedangkan pada pemanenan kedua (1-12 MST), ketiga (13-16 MST), dan keempat (17-2 MST) tidak terdapat perbedaan nyata. Tabel 2. Pengaruh BAP dan Air Kelapa Terhadap Jumlah Daun Tunas di Pembibitan Pemanenan Panen ke-1 (7-9 MST) Panen ke-2 (1-12 MST) Panen ke-3 (13-16 MST) Panen ke-4 (17-2 MST) Perlakuan Jumlah Daun MST 3 MST 6 MST 9 MST ppm BAP ab ppm BAP a ppm BAP a ppm BAP b Air kelapa ab ppm BAP ppm BAP ppm BAP ppm BAP Air kelapa ppm BAP ppm BAP ppm BAP ppm BAP Air kelapa ppm BAP ppm BAP ppm BAP ppm BAP 9.5 Air kelapa 11.5 Keterangan : MST = minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pata taraf 5 %

12 25 Berdasarkan Tabel 2, tunas yang dipanen pertama (7-9 MST) pada 6 MST memiliki rata-rata jumlah daun tertinggi pada perlakuan 25 ppm BAP yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5 ppm BAP masing-masing sebanyak helai dan helai. Jumlah daun terendah pada 1 ppm BAP sebanyak 1.7 helai. Hasil yang diperoleh pada pemanenan kedua (1-12 MST), ketiga (13-16 MST), dan keempat (17-2 MST) menunjukkan bahwa pemberian BAP dan air kelapa mampu meningkatkan jumlah daun hingga akhir pengamatan. Namun, perbedaan yang ditunjukkan tidak berbeda nyata antara masing-masing taraf BAP dan air kelapa yang diberikan. Penelitian Tristiawati (26) mengenai perlakuan BAP pada perbanyakan in vitro juga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman nenas di lapang. Bobot Tunas Bobot Tunas (gram) y = -1,292x + 13,1 R² =, MST 1-12 MST MST 17-2 MST Umur Panen Gambar 12. Rata-rata Bobot Tunas Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Umur Panen yang Berbeda Bobot tunas diukur pada saat pemindahan tunas ke media pembibitan. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 9), pemberian BAP dan Air Kelapa pada saat penyemaian tidak berpengaruh nyata terhadap bobot tunas saat pemanenan. Berdasarkan Gambar 12, bobot tunas cenderung menurun setiap penambahan umur panen. Penurunan ini diduga karena terhambatnya pertumbuhan tunas. Tunas yang tumbuh lebih awal dapat tumbuh lebih baik karena cukupnya pasokan energi. Sementara itu, tunas yang tumbuh berikutnya cenderung kekurangan pasokan energi yang berdampak pada pertumbuhannya.

13 Pengaruh Bahan Tanam Terhadap Pertumbuhan Bibit Nenas 26 Pertumbuhan dan kualitas bibit yang dihasilkan dipengaruhi oleh bagian batang yang digunakan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengelompokan yang dilakukan berdasarkan bagian batang yang digunakan berpengaruh terhadap penampilan fisik dan pertumbuhan tunas di pembibitan. Hal ini terlihat dari beberapa tolok ukur yang diamati berupa tinggi tunas, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, dan bobot tunas. Secara fisik dapat dilihat bahwa potongan batang bagian ujung memiliki mata tunas yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian pangkal. Hal ini disebabkan pada bagian pangkal tertutup oleh akar adventif sehingga mata tunas yang terdapat pada bagian ini hanya sedikit. Menurut Coppens dan Leal (23) mata tunas nenas dengan tinggi 3-5 mm dan lebar 5 mm umumnya terdapat dekat dengan pangkal daun, sedangkan pada pangkal batang (sekitar 1 cm dari dasar) terdapat akar udara yang tumbuh menyebar. Tinggi Tunas Tabel 3. Pengaruh Bahan Perbanyakan Terhadap Tinggi Tunas di Pembibitan Pemanenan 7-9 MST 1-12 MST MST 17-2 MST Bagian Batang Tinggi Tunas (cm) MST 3 MST 6 MST 9 MST Ujung a 12.26a a Pangkal b 1.6b b Campuran ab 11.17ab 13.92ab Ujung 7.912a 8.652ab Pangkal 7.388b 8.94b Campuran 8.23ab 9.228a Ujung Pangkal Campuran Ujung Pangkal 7.63 Campuran 7.76 Keterangan : MST = minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pata taraf 5 %.

14 27 Hasil analisis ragam pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa bahan perbanyakan berpengaruh terhadap tinggi tunas di pembibitan pada pemanenan pertama (7-9 MST) dan kedua (1-12 MST), sedangkan pada pemanenan berikutnya tidak ditemukan perbedaan yang signifikan. Berdasarkan Tabel 3, bahan perbanyakan berpengaruh nyata terhadap tolok ukur tinggi tunas pada pemanenan pertama dari 3, 6, dan 9 MST. Tunas tertinggi terdapat pada kelompok dengan bahan perbanyakan ujung batang sedangkan tinggi tunas terendah pada kelompok pangkal batang. Bahan tanam memberikan pengaruh yang berbeda pada tunas hasil pemanenan kedua (1-12 MST) pada dan 3 MST. Tunas tertinggi pada saat pemanenan terjadi pada kelompok gabungan bagian ujung dan pangkal batang, sedangkan pada 3 MST tunas tertinggi pada kelompok dengan bahan perbanyakan ujung batang. Sama dengan pemanenan pertama, tinggi tunas terendah pada 3 MST terjadi pada kelompok dengan bahan perbanyakan pangkal batang. Panjang Daun Tabel 4. Pengaruh Bahan Perbanyakan Terhadap Panjang Daun Tunas di Pembibitan Pemanenan 7-9 MST 1-12 MST MST 17-2 MST Bagian Batang Panjang Daun (cm) MST 3 MST 6 MST 9 MST Ujung 5.612a 7.784a 1.19a a Pangkal 4.654b 5.724b 7.798b 9.696b Campuran 5.11ab 6.376b 8.764ab 11.51a Ujung 5.526a 6.986a 9.434a Pangkal 4.364b 5.724b 7.594b Campuran 5.858a 7.286a 9.62a Ujung Pangkal Campuran Ujung Pangkal Campuran Keterangan : MST = minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pata taraf 5 %.

15 28 Bahan tanam juga berpengaruh terhadap panjang daun pada tunas di pembibitan (Lampiran 6). Pengaruh bahan tanam ini terlihat pada pemanenan pertama (7-9 MST) dan pemanenan kedua (1-12 MST), sedangkan pada pemanenan berikutnya tidak terdapat perbedaan yang nyata. Berdasarkan Tabel 4, pada pemanenan pertama panjang daun tertinggi terdapat pada tunas yang berasal dari batang bagian ujung, sedangkan panjang daun terendah pada tunas yang berasal dari bahan tanam bagian pangkal batang. Pemanenan kedua hampir sama dengan pemanenan pertama, panjang daun terendah terdapat pada tunas yang berasal dari batang bagian pangkal dengan ratarata panjang daun pada saat panen, 3, dan 6 MST sebesar cm, cm, dan cm. Panjang daun pada pemanenan kedua tidak terdapat perbedaan yang nyata untuk antara kelompok ujung batang dan campuran. Lebar Daun Hasil analisis ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa bahan tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tolok ukur lebar daun pada tunas yang telah dipindahkan ke media pembibitan. Berdasarkan Gambar 13, lebar daun tunas pada masing-masing umur panen berkisar antara cm. Pertumbuhan lebar daun pada setiap minggunya sangat lambat. Bahkan, tidak terlihat perbedaan Lebar Daun (cm) nyata antara lebar daun saat pemindahan dan saat berumur 9 MST. 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1,8,6,4,2 Panen ke-1 Panen ke-2 Panen ke-3 Panen ke-4 MST 3 MST 6 MST 9 MST Umur Tunas Gambar 13. Rata-rata Lebar Daun Tunas Berbagai Bahan Perbanyakan pada Umur Tunas yang Berbeda

16 29 Jumlah Daun Tabel 5. Pengaruh Bahan Perbanyakan Terhadap Jumlah Daun Tunas di Pembibitan Pemanenan 7-9 MST 1-12 MST MST 17-2 MST Bagian Batang Jumlah Daun (Helai) MST 3 MST 6 MST 9 MST Ujung b Pangkal a Campuran a Ujung 8.716b 9.466b c Pangkal 12.2a 14.a 15.47a Campuran 11.26a a b Ujung 1.954b Pangkal ab Campuran 13.54a Ujung Pangkal Campuran Keterangan : MST = minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pata taraf 5 % Penggunaan bahan tanam yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap tolok ukur jumlah daun pada tunas yang telah dipindahkan (Lampiran 8). Berdasarkan Tabel 5, pemanenan pertama (7-9 MST) berbeda nyata pada 6 MST dengan jumlah daun tertinggi pada kelompok dengan bahan tanam pangkal batang. Nilai ini tidak berbeda nyata dengan jumlah daun pada tunas yang berasal dari gabungan ujung dan pangkal batang dengan rata-rata jumlah daun masingmasing helai dan helai. Rata-rata jumlah daun terendah pada setiap pemanenan terjadi pada kelompok dengan bahan tanam ujung batang. Bahan tanam pada pemanenan kedua (1-12 MST) memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada saat pemindahan, 3, dan 6 MST dengan jumlah daun tertinggi pada kelompok dengan bahan tanam pangkal batang. Pengaruh nyata juga terjadi pada pemanenan ketiga (13-16 MST) saat pemindahan dengan jumlah

17 3 daun tertinggi pada kelompok gabungan ujung dan pangkal batang, sedangkan pada pemanenan keempat (17-2 MST) tidak terdapat perbedaan yang nyata. Bobot Tunas Berdasarkan hasil analisis ragam pada lampiran 9, bahan tanam berpengaruh nyata terhadap bobot tunas pada pemanenan kedua (1-12 MST), sedangkan pada pemanenan lainnya tidak terlihat pengaruh yang signifikan. Bobot tunas tertinggi pada pemanenan kedua (Tabel 6) terdapat pada kelompok dengan bahan tanam pangkal batang dengan rata-rata bobot tunas sebesar gram. Sementara itu, bobot terendah terdapat pada kelompok dengan bahan tanam ujung batang dengan rata-rata bobot sebesar 7.36 gram. Tabel 6. Pengaruh Bahan Perbanyakan Terhadap Bobot Tunas Saat Pemanenan Bagian Batang Bobot Tunas (gram) 7-9 MST 1-12 MST MST 17-2 MST Ujung b Pangkal a Campuran a Keterangan : MST = minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pata taraf 5 % Hubungan Umur Panen Terhadap Kualitas Bibit Nenas PK-1 Waktu pemanenan berpengaruh terhadap kualitas bibit yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis regresi pada lampiran 1, umur panen berpengaruh nyata terhadap bobot tunas yang dihasilkan. Umumnya, tunas yang dipanen pada minggu-minggu awal akan memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih baik, sedangkan tunas yang dipanen lebih dari 16 MST mengalami penurunan kualitas dilihat dari beberapa tolok ukur yang diamati. Hal ini diduga karena kadar cadangan energi yang terkandung dalam stek yang mendukung pertumbuhan tunas telah berkurang. Hartmann et al. (199) mengemukakan bahwa nutrisi yang terdapat dari bahan perbanyakan tanaman berpengaruh kuat terhadap perkembangan tunas dan akar.

18 31 Hasil analisis regresi untuk beberapa tolok ukur yang diamati berupa tinggi tunas, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, dan bobot tunas menunjukkan bahwa tunas yang dipanen pertama (7-9 MST) cenderung lebih tinggi, memiliki lebar daun dan bobot tunas yang lebih besar, namun panjang dan jumlah daun yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan pemanenan berikutnya. Tunas yang dipanen keempat (17-2 MST) memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan tunas yang dipanen sebelumnya. Nilai rata-rata dari semua tolok ukur yang diamati pada pemanenan keempat terlihat lebih rendah. Tidak semua tolok ukur mengalami penurunan, seperti panjang dan jumlah daun mencapai nilai maksimum pada pemanenan ketiga (13-16 MST). Tinggi Tunas Berdasarkan analisis regresi (Lampiran 1) umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas yang dihasilkan. Gambar 14 menunjukkan adanya satu pola penurunan tinggi tunas pada umur panen yang berbeda. Analisis regresi yang dilakukan menghasilkan persamaan y =,67x 2 -,516x + 8,764 dengan nilai R 2 sebesar.764. Tunas pada pemanenan pertama (7-9 MST) memiliki tinggi sebesar 8.37 cm dan mengalami penurunan hingga mencapai rata-rata tinggi 7.73 cm pada pemanenan keempat. Tinggi Tunas (cm) 8,5 8,4 8,3 8,2 8,1 8, 7,9 7,8 7,7 7,6 y =,67x 2 -,516x + 8,764 R² =, panen ke- Gambar 14. Pengaruh Umur Panen Terhadap Tinggi Tunas di Pembibitan

19 Lebar Daun 32 Seperti halnya tinggi tunas, lebar daun juga mengalami penurunan pada setiap pemanenan. Namun, hasil analisis regresi (Lampiran 1) menunjukkan umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap lebar daun. Gambar 15 menunjukkan penurunan lebar daun dengan persamaan y =,41x 2 -,31x + 2,3 dan nilai R 2 sebesar.9. Lebar daun yang cenderung lebih tinggi terjadi pada pemanenan pertama (7-9 MST) dengan nilai rata-rata sebesar 1.78 dan terendah sebesar 1.43 pada pemanenan keempat (17-2 MST). Pertumbuhan yang relatif lambat pada tunas yang tumbuh terakhir diduga mempengaruhi pertumbuhan daun dilihat dari lebarnya. Lebar daun (cm) 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1,8,6,4,2 y =,41x 2 -,31x + 2,3 R² =, Panen ke- Gambar 15. Pengaruh Umur Panen Terhadap Lebar Daun Tunas di Pembibitan Panjang Daun Analisis regresi pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap panjang daun tunas pada saat panen. Gambar 16 menunjukkan rata-rata panjang daun meningkat sampai dengan titik maksimum pada pemanenan ketiga (13-16 MST) kemudian menurun pada pemanenan berikutnya. Persamaan yang diperoleh yaitu y = -,85x 2 +,478x + 4,77 dengan nilai R 2 sebesar.771. Rata-rata panjang daun tunas yang dipanen pertama sebesar 5.13 cm meningkat pada pemanenan ketiga menjadi 5.45 cm kemudian menurun menjadi 5.23 cm pada pemanenan ke empat.

20 Panjang Daun (cm) 5,5 5,45 5,4 5,35 5,3 5,25 5,2 5,15 5,1 5,5 y = -,85x 2 +,478x + 4,77 R² =, Gambar 16. Pengaruh Umur Panen Terhadap Panjang Daun Tunas di Pembibitan Jumlah Daun Berdasarkan hasil analisis regresi (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap tolok ukur jumlah daun yang dihasilkan. Persamaan yang dihasilkan yaitu y = -,558x 2 + 3,611x + 6,38 dengan nilai R 2 sebesar.934. berdasarkan Gambar 17, jumlah daun meningkat hingga pemanenan ketiga (13-16 MST) kemudian mengalami penurunan pada pemanenan keempat (17-2 MST). Rata-rata jumlah daun pada tunas yang dipanen pertama (7-9 MST) sebesar 9.2 helai dan meningkat hingga titik maksimum pada pemanenan ketiga sebanyak 12.2 helai. Jumlah daun mengalami penurunan pada pemanenan keempat menjadi helai. Jumlah Daun (helai) Panen key = -,558x 2 + 3,611x + 6,38 R² =, Panen ke- Gambar 17. Pengaruh Umur Panen Terhadap Jumlah Daun Tunas di Pembibitan

21 Bobot Tunas 34 Berdasarkan hasil analisis regresi (Lampiran 1) Bobot tunas yang dihasilkan dipengaruhi secara nyata oleh waktu pemanenan. Tunas yang dipanen pertama terlihat lebih besar dengan rata-rata bobot sebesar gram per tunas, namun pada pemanenan berikutnya tunas yang dihasilkan cenderung lebih kecil sehingga berpengaruh terhadap bobotnya. Rata-rata bobot tunas pada pemanenan terakhir (17-2 MST) mengalami penurunan sebesar 4.14 gram dari rata-rata tunas yang dipanen pertama. Hasil analisis regresi pada Gambar 18 menunjukkan persamaan y = -,19x 2 -,342x + 12,15 dengan R 2 sebesar.959. Bobot Tunas (gram) y = -,19x 2 -,342x + 12,15 R² =, Panen ke- Gambar 18. Pengaruh Umur panen terhadap Bobot Tunas Saat Pemanenan Pembahasan Umum Perlakuan BAP dan air kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap semua tolok ukur di penyemaian. Persentase stek hidup mengalami penurunan setiap minggunya karena serangan penyakit busuk hati yang disebabkan oleh Phytophthora nicotianae B. De Haan var parasitica (Dast.) Waterh. Menurut Semangun (1994) gejala penyakit busuk hati ini berupa daun muda klorosis dengan ujung nekrosis, busuk, berbau, dan berwarna kecoklatan. Pembusukan tunas ini dapat meluas ke batang nenas. Lingkungan berupa curah hujan dan kelembaban tinggi (3 o C) yang tinggi, serta media tanam mengandung bahan organik berpengaruh terhadap penyebaran penyakit ini.

22 35 Tolok ukur stek bertunas pada tahap penyemaian juga tidak dipengaruhi secara nyata oleh pemberian BAP dan air kelapa. Persentase stek bertunas tertinggi terjadi pada 5 MST sebesar 1 % bertunas untuk setiap stek pada setiap perlakuan. Tingginya persentase stek bertunas ini diduga karena pemberian sitokinin eksogen. Werner et al. dalam Nieminen (29) mengemukakan sitokinin merupakan fitohormon yang mengontrol proses pertumbuhan dan perkembangan, termasuk mengontrol aktivitas meristem tunas dan akar. Perlakuan BAP dan air kelapa juga tidak berpengaruh terhadap jumlah tunas hidup per stek dan jumlah tunas yang dipindah per stek. Jumlah tunas hidup per stek pada awal penyemaian berkisar antara tunas, sedangkan pada akhir penyemaian meningkat menjadi tunas dengan perlakuan yang cenderung memiliki rata-rata jumlah tunas per stek lebih tinggi terjadi pada perlakuan 1 ppm BAP. Rata-rata jumlah tunas di pembibitan lebih rendah dari pada pada saat penyemaian. Hal ini terjadi karena pemanenan dilakukan bertahap agar tunas yang dipanen memiliki ukuran yang cukup besar untuk dipindahkan. Rata-rata jumlah tunas per stek pada pemanenan pertama berkisar antara tunas dan pada akhir pegamatan jumlah tunas per stek di pembibitan meningkat menjadi tunas. Perlakuan cenderung tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan bibit nenas di pembibitan. Tolok ukur yang diamati pada tahap pembibitan berupa bobot tunas saat pemindahan, tinggi tunas, panjang daun, lebar daun, dan jumlah daun. Pemberian BAP dan air kelapa hanya berpengaruh terhadap tolok ukur jumlah daun pada tunas hasil pemanenan pertama saat berumur 6 MST dengan jumlah daun tertinggi pada perlakuan 5 ppm BAP sebesar helai. Pengelompokan berupa bagian batang yang digunakan sebagai bahan tanam berpengaruh terhadap beberapa tolok ukur di penyemaian dan pembibitan. Pengaruh pengelompokan pada tahap penyemaian terlihat nyata terhadap jumlah tunas per stek hingga 15 MST. Bagian batang yang memiliki rata-rata jumlah tunas tertinggi yaitu bagian ujung (Gambar 19a). Protacio et al. dalam Qodriyah dan Sutisna (27) mengemukakan batang bagian pucuk dengan jaringan yang lebih muda memiliki kandungan hormon lebih tinggi, namun kandungan

23 36 karbohidratnya lebih rendah daripada bagian pangkal. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan tunas berlangsung lebih cepat dibanding dengan bagian pangkal. a b c Gambar 19. Mata tunas pada stek bagian ujung umumnya lebih banyak dan kecil (a) sedangkan mata tunas pada stek bagian pangkal lebih besar namun sedikit (b) tunas yang dihasilkan dari bagian ujung (kiri) dan tunas dari pangkal batang (kanan) (c) Pengelompokan juga berpengaruh terhadap tolok ukur di pembibitan seperti tinggi tunas, panjang daun, jumlah daun, dan bobot tunas. Tinggi tunas yang dihasilkan dari bahan tanam berupa ujung batang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan tunas yang berasal dari pangkal batang. Hal yang serupa juga terjadi pada tolok ukur panjang daun. Tunas yang berasal dari ujung batang memiliki daun yang lebih panjang daripada tunas yang berasal dari pangkal. Tunas yang berasal dari pangkal batang (Gambar 19c) memiliki jumlah daun dan bobot yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan tunas yang yang berasal dari ujung batang. Menurut Coppens dan Leal (23) pada batang bagian tengah dan pangkal umumnya mata tunas akan lebih besar karena adanya peningkatan ukuran daun pertama tunas yang masih tertutup. Selain itu, Ramadiana (28) mengemukakan stek bagian atas atau pucuk bersifat lebih meristematik, yang artinya sel-sel dalam jaringan sangat aktif membelah sehingga tunas lebih cepat muncul dan tunas yang dihasilkan lebih banyak. Waktu pemanenan berpengaruh terhadap kualitas bibit yang dihasilkan. Perbedaan kualitas bibit dapat dilihat dari hasil analisis regresi beberapa tolok ukur terpilih seperti tinggi tunas, bobot tunas, panjang, lebar, dan jumlah daun. Beberapa tolok ukur seperti lebar daun, tinggi, dan bobot tunas mengalami

24 37 penurunan dengan bertambahnya waktu. Tunas yang dipanen pertama umumnya lebih tinggi dengan daun yang lebih lebar dan bobot yang lebih berat dibandingkan dengan hasil pemanenan akhir. Hal ini diduga karena energi untuk pertumbuhan tunas pada stek mulai berkurang dan tunas yang tumbuh masih memerlukan karbohidrat yang berasal dari stek untuk pertumbuhannya. Salisbury dan Ross (1995) mengemukakan kemampuan stek membentuk tunas dan akar dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat dan keseimbangan hormon yang tercermin pada rasio C/N. Caldwell et al. dalam Qodriyah dan Sutisna (27) menambahkan bahwa umur tunas pada batang berhubungan dengan akumulasi karbohidrat sebagai cadangan energi dan hormon-hormon pertumbuhan. Tabel 7. Persentase Ukuran Bibit di Lapang Berdasarkan Tolok Ukur Tinggi Tinggi Bibit Persentase di Lapang (%) > 3 cm cm cm cm 31.8 < 15 cm 7.9 Tinggi Bibit (cm) 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5,, y =,765x + 7,78 R² =, Umur Tunas (MST) Gambar 2. Pertumbuhan Tinggi Tunas Hingga 35 MST Pengaruh umur panen juga terlihat pada pertumbuhan bibit di lapang. Berdasarkan data ekstrapolasi pada umur bibit 35 MST (Tabel 7), ukuran bibit nenas di lapang terlihat beragam karena perbedaan umur panen dan laju

25 38 pertumbuhannya. Dari total 32 bibit yang dipindah ke lapang, sebagian besar berukuran cm. Perbanyakan dengan teknik stek batang ini menghasilkan bibit yang kurang seragam ukurannya. Hal ini karena tidak semua bibit yang berasal dari persemaian dapat dipanen pada waktu yang bersamaan. Perbedaan waktu tumbuh tunas menyebabkan pemanenan dan pembesaran dilakukan secara bertahap. Standar ukuran bibit nenas berbeda-beda sesuai dengan asal dan bahan perbanyakan bibit (Lampiran 11). Bibit siap salur yang berasal dari sucker atau tunas batang sebaiknya memiliki ukuran yang lebih besar dari 3 cm (Direktorat Tanaman Buah, 24). Namun, berdasarkan Gambar 2, Pertumbuhan tinggi bibit nenas hingga mencapai kriteria tinggi bibit siap salur tersebut cenderung lambat. Pertumbuhan setiap 3 minggu sebesar 1-3 cm atau hanya.3-1 cm setiap minggunya. Rata-rata tinggi pada saat panen sebesar 8.37 cm, kemudian meningkat hingga cm pada 9 MST. Setelah berumur 12 MST, bibit di polibag ini dipindahkan ke lapang untuk pembesaran. Pembesaran di lapang dilakukan hingga tinggi bibit lebih besar dari 3 cm untuk memenuhi standar bibit nenas siap salur. Kondisi ini tercapai ketika bibit berumur 35 MST. Apabila dihitung dari lamanya persemaian, dibutuhkan waktu 42 minggu untuk memperoleh bibit nenas siap salur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian berlangsung dari bulan Mei 2011 sampai bulan Juli 2011 di lahan Pembibitan Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian diawali dengan pemilihan pohon

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

PENGARUH BENZYLAMINOPURINE (BAP) DAN AIR KELAPA TERHADAP LAJU MULTIPLIKASI STEK BATANG NENAS (Ananas comosus L. Merr) KLON PASIR KUDA-1

PENGARUH BENZYLAMINOPURINE (BAP) DAN AIR KELAPA TERHADAP LAJU MULTIPLIKASI STEK BATANG NENAS (Ananas comosus L. Merr) KLON PASIR KUDA-1 PENGARUH BENZYLAMINOPURINE (BAP) DAN AIR KELAPA TERHADAP LAJU MULTIPLIKASI STEK BATANG NENAS (Ananas comosus L. Merr) KLON PASIR KUDA-1 Siti Artianingsih A24062309 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk Bahan tanam awal (eksplan) merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan yang baik untuk digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh BAP dan Air Kelapa Terhadap Tolok Ukur Persentase Stek Hidup. Umur (MST) Pr>F Uji F Pr>F Uji F

LAMPIRAN. Lampiran 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh BAP dan Air Kelapa Terhadap Tolok Ukur Persentase Stek Hidup. Umur (MST) Pr>F Uji F Pr>F Uji F LAMPIRAN Lampiran 1. Data iklim Bulan Curah Hujan (mm) Suhu ( o C) Kelembaban Udara (%) Januari 323 25.3 88 Februari 689 25.9 85 Maret 658 26.0 86 April 149 27.1 77 Mei 371 26.7 84 Juni 305 25.9 86 Lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan yang teramati selama aklimatisasi menunjukkan suhu rata-rata 30 o C dengan suhu minimum hingga 20 o C dan suhu maksimum mencapai 37 o C. Aklimatisasi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN. Disiapkan batang atas ubi karet dan batang bawah ubi kayu gajah yang. berumur 8 bulan dan dipotong sepanjang 25 cm.

PELAKSANAAN PENELITIAN. Disiapkan batang atas ubi karet dan batang bawah ubi kayu gajah yang. berumur 8 bulan dan dipotong sepanjang 25 cm. PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Lahan yang akan digunakan dibersihkan dari gulma dengan cara manual. Setelah dibersihkan, lahan diukur dengan ukuran panjang x lebar : 12 m x 4 m. Persiapan Bibit

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) berpengaruh nyata pada jumlah akar primer bibit tanaman nanas, tetapi tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan laboratoriun lapangan terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan laboratoriun lapangan terpadu 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan laboratoriun lapangan terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung, yaitu penyemaian benih dan penanaman

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung pada bulan Desember 2013

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik dan Mekanik Media Tanam Hasil pengujian sifat fisik dan mekanik media tanam pada penelitian ini berupa densitas partikel, kerapatan lindak dan porositas, tahanan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN : 2089-8592 PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK Arta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan selama bulan November 2016-Februari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman Nilam 1 sampai 11 MST Hasil pengamatan tentang tinggi tanaman nilam pada umur 1 sampai dengan 11 MST dan sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 2. Sidik ragam

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kembaran Kabupaten Banyumas mulai Februari sampai Maret 2017.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kembaran Kabupaten Banyumas mulai Februari sampai Maret 2017. 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Dukuhwaluh Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas mulai Februari sampai Maret 2017. 3.2 Bahan dan Peralatan

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni 2016-15 Juli 2016 di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. B. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Cendawan pada Stek (a), Batang Kecoklatan pada Stek (b) pada Perlakuan Silica gel

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Cendawan pada Stek (a), Batang Kecoklatan pada Stek (b) pada Perlakuan Silica gel HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Stek Pengamatan keadaan umum stek bertujuan untuk mengetahui sifat fisik, kualitas dan daya tumbuh stek selama penyimpanan. Keadaan umum stek yang diamati meliputi warna,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun tanaman hias bunga. Tanaman hias yaitu suatu tanaman yang bagian akar, batang,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai April sampai Juni 2010 di Vegetable Garden, Unit Lapangan Darmaga, University Farm, IPB Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian berada pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Tinggi Tanaman Tinggi tanaman caisin dilakukan dalam 5 kali pengamatan, yaitu (2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, dan 6 MST). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Indikator pertumbuhan dan produksi bayam, antara lain: tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman dapat dijelaskan sebagai berikut:

Lebih terperinci

Gambar 5. Pertumbuhan Paspalum notatum Fluegge Setelah Ditanam

Gambar 5. Pertumbuhan Paspalum notatum Fluegge Setelah Ditanam HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Suhu rumah kaca berkisar antara C hingga 37 C, kondisi yang cukup baik bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Sarief (1985) kisaran maksimum pertumbuhan tanaman antara 15 C

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.L Saat Muncul Tunas (hari) Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis secara statistik menunjukkan pengaruh nyata (Lampiran 5). Data hasil uji

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dari bulan Juni sampai dengan September 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung dan

Lebih terperinci

~. ~ ~ ~, ~~~~ ~~ ~~ ~ ~,~-.

~. ~ ~ ~, ~~~~ ~~ ~~ ~ ~,~-. ~~ ~ ~,~-. ~.~~.~~~~. ~.~.~ ~.. ARIF BUDIMAN (E.01496103). Pengaruh Hormon IBA Terhadap Pertumbuhan Stek Slrorea baiangeran Korth. Pada Medium Air (Water Rooting System). Dibawah bimbingan Dr. Ir. Supriyanto.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, ketinggian tempat 1700 m dpl, Suhu rerata

III. METODE PENELITIAN. Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, ketinggian tempat 1700 m dpl, Suhu rerata III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Dusun Jurangkuali, Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, ketinggian tempat 1700 m dpl, Suhu rerata berkisar 24-27 o C dan

Lebih terperinci

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk Standar Nasional Indonesia Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Gedung Hortikultura, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar Lampung dengan kondisi iklim tropis, memiliki curah hujan 2000 mm/th dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di dalam setiap media tanam. Pertumbuhan tinggi caisim dengan sistem

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di dalam setiap media tanam. Pertumbuhan tinggi caisim dengan sistem 14 4.1 Tinggi Tanaman Caisim BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada lampiran 1a sampai dengan lampiran 1d perlakuan media tanam hidroponik berbeda nyata pada semua waktu

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai keanekaragaman tanaman hortikultura meliputi tanaman buah, tanaman sayuran dan tanaman hias. Menurut Wijaya (2006), Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN)

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN) Volume 16, Nomor 2, Hal. 63-68 Juli - Desember 211 ISSN:852-8349 PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN) Muswita Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Penelitian P1(a) P4 (2) P3 (a) P1 (b) P5 (a) P4 (b) P3 (1) P3 (a) P5 (a) P4 (1) P2 (2) P3 (2) P1 (a) P4 (a) P2 (1) P4 (a) P1 (2) P3 (1) P4 (1) P3 (2) P4 (b) P2 (b) P4 (2) P2

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Hasil analisis kondisi iklim lahan penelitian menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika setempat menunjukkan bahwa kondisi curah hujan, tingkat kelembaban,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 2. Bibit Caladium asal Kultur Jaringan

BAHAN DAN METODE. Gambar 2. Bibit Caladium asal Kultur Jaringan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di MJ Flora, desa JambuLuwuk, Bogor dengan curah hujan 3000 mm/tahun. Lokasi penelitian berada pada ketinggian tempat kurang lebih 700 meter di atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah tropika yang menempati urutan ke dua terbesar setelah pisang. Indonesia merupakan produsen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian 4. HASIL PENELITIAN Hasil pengamatan yang disajikan dalam bab ini diperoleh dari dua sumber data pengamatan, yaitu pengamatan selintas dan pengamatan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor berupa rerata pertambahan tinggi tunas, pertambahan jumlah daun, pertambahan jumlah tunas, pertambahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu semai bibit tomat sampai tanaman dipindahkan di polybag adalah 3 minggu. Pengukuran tinggi tanaman tomat dimulai sejak 1 minggu setelah tanaman dipindahkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tuan dengan ketinggian 25 mdpl, topografi datar dan jenis tanah alluvial.

III. BAHAN DAN METODE. Tuan dengan ketinggian 25 mdpl, topografi datar dan jenis tanah alluvial. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut Sei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Metode Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2005 sampai Pebruari 2006. Tempat penelitian di Kebun Tajur I UPT Kebun Percobaan IPB Unit Kegiatan Pusat Kajian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada periode Juli 2015 sampai dengan Februari 2016. Bertempat di screen house B, rumah kaca B dan laboratorium ekologi dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS LAMA PENIRISAN STEK DI MEDIA TANAH BERPASIR TERHADAP PERTUMBUHANKAMBOJA (Adenium obesum)

EFEKTIFITAS LAMA PENIRISAN STEK DI MEDIA TANAH BERPASIR TERHADAP PERTUMBUHANKAMBOJA (Adenium obesum) Agrium, Oktober 2012 Volume 17 No 3 EFEKTIFITAS LAMA PENIRISAN STEK DI MEDIA TANAH BERPASIR TERHADAP PERTUMBUHANKAMBOJA (Adenium obesum) Saijo Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Kehutanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Secara umumm planlet anggrek Dendrobium lasianthera tumbuh dengan baik dalam green house, walaupun terdapat planlet yang terserang hama kutu putih Pseudococcus spp pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret B. Penyiapan Bahan Bio-slurry

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret B. Penyiapan Bahan Bio-slurry III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Green house Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret 2016. B. Penyiapan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. tanaman yang bersifat tak terbalikkan (irreversible) Bertambah besar ataupun

HASIL DAN PEMBAHASAN. tanaman yang bersifat tak terbalikkan (irreversible) Bertambah besar ataupun IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan adalah perubahan secara kuantitatif selama siklus hidup tanaman yang bersifat tak terbalikkan (irreversible) Bertambah besar ataupun bertambah berat tanaman atau bagian

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN)

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN) Volume 13, Nomor 1, Hal. 15-20 ISSN 0852-8349 Januari Juni 2011 PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN) Muswita Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di UPT-Kebun Bibit Dinas di Desa Krasak Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat berada 96

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Sederhana Dusun IX, Desa Sambirejo Timur, Kecamatan Percut Sei Tuan,

III. BAHAN DAN METODE. Sederhana Dusun IX, Desa Sambirejo Timur, Kecamatan Percut Sei Tuan, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan yang berlokasi di Jalan Sederhana Dusun IX, Desa Sambirejo Timur, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Tanaman Dracaena Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan beruas-ruas. Daun dracaena berbentuk tunggal, tidak bertangkai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas atau Pineapple bukan tanaman asli Indonesia Penyebaran nanas di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pengisi di lahan pekarangan, lambat laun meluas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... viii xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah... 1 1.2 Tujuan... 3 1.3 Landasan Teori... 3 1.4 Kerangka Pemikiran... 5 1.5 Hipotesis... 8

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung pada bulan Juni November 2014. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian. C. Rancangan Penelitian dan Analisis Data

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian. C. Rancangan Penelitian dan Analisis Data III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan ketinggian tempat 95 m dpl bulan

Lebih terperinci