PENGARUH BENZYLAMINOPURINE (BAP) DAN AIR KELAPA TERHADAP LAJU MULTIPLIKASI STEK BATANG NENAS (Ananas comosus L. Merr) KLON PASIR KUDA-1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH BENZYLAMINOPURINE (BAP) DAN AIR KELAPA TERHADAP LAJU MULTIPLIKASI STEK BATANG NENAS (Ananas comosus L. Merr) KLON PASIR KUDA-1"

Transkripsi

1 PENGARUH BENZYLAMINOPURINE (BAP) DAN AIR KELAPA TERHADAP LAJU MULTIPLIKASI STEK BATANG NENAS (Ananas comosus L. Merr) KLON PASIR KUDA-1 Siti Artianingsih A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 RINGKASAN SITI ARTIANINGSIH. Pengaruh Benzylaminopurine (BAP) dan Air Kelapa terhadap Laju Multiplikasi Stek Batang Nenas (Ananas comosus L. Merr) Klon Pasir Kuda-1. (Dibimbing oleh SOBIR). Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh benzylaminopurine (BAP) dan air kelapa terhadap laju multiplikasi stek batang nenas (Ananas comosus L. Merr) klon Pasir Kuda-1 (PK-1) yang dilaksanakan di Kebun Percobaan Pasir Kuda pada bulan Januari-Juni Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan satu faktor dan tiga ulangan. Faktor yang digunakan yaitu empat taraf BAP diantaranya 0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, dan 100 ppm, serta air kelapa. Sumber bahan perbanyakan stek yang digunakan yaitu batang nenas PK-1 yang telah dipanen buahnya. Batang nenas dibersihkan dari daun dan akar kemudian dipisahkan menjadi bagian ujung dan pangkal batang dan dibelah menjadi dua bagian. Satu batang nenas menghasilkan empat potong bahan perbanyakan. Stek direndam selama 15 menit dalam larutan BAP dan air kelapa kemudian ditanam secara horizontal di bedeng semai dalam rumah plastik dengan media arang sekam. Tunas yang telah dipanen kemudian dipindahkan pada media pembibitan berupa campuran tanah, arang sekam, dan pupuk kandang Percobaan dianalisis dengan uji F dan hasil yang berbeda nyata diuji lanjut menggunakan Duncan s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %. Peubah yang diamati pada tahap penyemaian berupa persentase stek hidup, persentase stek bertunas, dan tunas per stek, sedangkan pada tahap pembibitan berupa tinggi tunas, bobot tunas, panjang daun, lebar daun, dan jumlah daun. Pemanenan dilakukan bertahap sebanyak 4 kali dan dilakukan pengamatan kualitas tunas yang dihasilkan pada masing-masing pemanenan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi BAP dan air kelapa selama penyemaian tidak berpengaruh nyata terhadap persentase stek hidup, persentase stek bertunas dan tunas per stek. Perlakuan juga tidak mempengaruhi pertumbuhan tunas di pembibitan kecuali pada jumlah daun pada tunas hasil pemanenan pertama pada 6 MST.

3 Abstract SITI ARTIANINGSIH. The Effects of Benzylaminopurine and Coconut Water on Stem Cuttings Multiplication of Pineapple (Ananas comosus L. Merr) Pasir Kuda-1 Clone (Adviced by SOBIR) The research aimed to study the effects of Benzyladeninepurine (BAP) and coconut water by induces producing shoots from mother stems of pineapple (Ananas comosus L. Merr). The research was used Pasir Kuda-1 clone as planting materials. It was conducted at Pasir Kuda Research Farm at Bogor Agricultural University from January to June Method of this research was based on a completely block randomized design, consisted of one factor and three repetitions. The factor was the BAP concentration (0, 25, 50, 100 ppm) and coconut water. The stems of mother plant were sliced and soaked in solution of BAP and coconut water, and then they were raised in a husk charcoal media for several weeks until the shoots force out from lateral buds. These shoots were maintained in a secondary nursery until they reach the transplanting maturity. The shoots begin force out from lateral bud after two weeks and allowed to grow on stem cuttings until it has enough size for transplanting in secondary nursery. The data were analyzed by F test and significantly different results were tested further using Duncan's Multiple Range Test (DMRT) at 5% level. Variables observed at seeding stage are percentage of life cuttings, percentage of cuttings sprouted up, and shoots per cutting, while in the seedling stage are shoot high, shoot weight, leaf length, leaf width, and number of leaves. Harvesting was done gradually by four times and made observations of the quality of shoots produced at each harvest. The result showed that the treatment of BAP concentration and coconut water did not significantly affect to all of variables in primary nursery, such as percentage of live cuttings, percentage of cuttings sprouted up, and shoots per cuttings. Treatment also did not significantly affect in secondary nursery, except the number of leaves on shoots that are harvested first at 6 weeks after transplantation. The repetition based on planting material had significant effect on shoot height, leaf length, number of leaf, and weight of shoots.

4 Time of harvesting also affected the quality of shoots produced. Harvesting with good quality of shoots was able until 16 week after plant period. The number of shoots height, shoots weight, leaf width, leaf length and leaf number decreased while the shoots harvested after those period.

5 Percobaan dikelompokan berdasarkan bahan tanam yang digunakan berupa ujung batang, pangkal batang, dan campuran keduanya. Berdasarkan hasil uji F kelompok percobaan berpengaruh nyata terhadap persentase stek bertunas dan tunas per stek saat penyemaian dengan persentase stek bertunas dan jumlah stek tertinggi terjadi pada kelompok dengan bahan perbanyakan berupa ujung batang. Pada pembibitan, kelompok berpengaruh terhadap tinggi tunas, panjang daun, jumlah daun, dan bobot tunas. Tunas yang berasal dari bahan perbanyakan berupa ujung batang memiliki tinggi tunas dan panjang daun yang lebih tinggi, namun bobot tunas dan jumlah daun yang lebih rendah dibandingkan dengan tunas yang berasal dari stek batang bagian pangkal. Waktu pemanenan juga berpengaruh terhadap kualitas tunas yang dihasilkan. Pemanenan dengan kualitas tunas yang baik dilakukan sampai dengan 16 MST. Pemanenan yang dilakukan setelahnya akan menghasilkan tunas yang memiliki tinggi, bobot, lebar daun, panjang daun, dan jumlah daun yang lebih rendah.

6 PENGARUH BENZYLAMINOPURINE (BAP) DAN AIR KELAPA TERHADAP LAJU MULTIPLIKASI STEK BATANG NENAS (Ananas comosus L. Merr) KLON PASIR KUDA-1 Skripsi sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor SITI ARTIANINGSIH A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

7 LEMBAR PENGESAHAN Judul : Nama : PENGARUH BENZYLAMINOPURINE (BAP) DAN AIR KELAPA TERHADAP LAJU MULTIPLIKASI STEK BATANG NENAS (Ananas comosus L. Merr) KLON PASIR KUDA-1 SITI ARTIANINGSIH NRP : A Menyetujui : Pembimbing (Dr. Ir. Sobir, M.Si.) NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB (Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr) NIP Tanggal Pengesahan :

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat, pada tanggal 31 Januari Penulis merupakan anak ke empat dari Bapak Nuryono dan Ibu Lilis Hasanah. Tahun 2000 penulis lulus dari SD Negeri Cigombong 1, kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 2 Sampit dan lulus pada tahun Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sampit, kemudian diterima menjadi salah satu mahasiswa IPB pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis selanjutnya diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Selama masa pendidikan di IPB penulis aktif dalam organisasi mahasiswa. Tahun 2007 hingga 2008 penulis menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Agronomi (Himagron) sebagai staff Club Tanaman Hias dan Buah, kemudian dilanjutkan pada tahun sebagai staff Internal. Tahun 2008 penulis menjadi staff divisi produksi Agrifarma, salah satu organisasi pada bidang tanaman obat. Selain aktif berorganisasi, penulis juga berprofesi sebagai reporter dan copy editor pada salah satu penerbit buku pertanian.

9 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Pengaruh Benzylaminopurine (BAP) dan Air Kelapa Terhadap Laju Multiplikasi Stek Batang Nenas (Ananas comosus L. Merr) Klon Pasir Kuda-1. Skripsi mengenai penelitian ini merupakan tugas akhir yang diselesaikan untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan karena terdorong oleh keinginan untuk mengetahui perbanyakan nenas dengan menggunakan stek batang dan pengaruh benzylaminopurine (BAP) terhadap tunas yang dihasilkan. Penelitian ini dalam pelaksanaannya memperoleh bantuan dana dari Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB pada tahun Pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tak lepas dari bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Sobir, MSi. selaku dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan dan motivasinya. 2. Dr. Ir. M. Rahmat Suhartanto, MS. Selaku dosen penguji, atas kritik dan sarannya. 3. Dr. Ir. Eko Sulistyono, MSi. Selaku dosen penguji, atas kritik dan sarannya. 4. Dr. Ir. Sugiyanta, Msi. selaku dosen pembimbing akademik, atas bimbingan dan motivasinya. 5. Papap dan Mama, serta keluarga besar atas limpahan kasih sayang dan dukungannya. 6. Staf PKBT dan staf Kebun Percobaan Pasir Kuda atas bantuannya. 7. Sahabat dan teman-teman AGH 43 atas kebersamaan yang tak terlupakan. Bogor, Oktober 2010 Penulis

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Botani Nenas... 4 Ekologi Nenas... 5 Perbanyakan Nenas... 6 Sitokinin... 7 Potensi Air Kelapa Sebagai Fitohormon... 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan Pelaksanaan Penelitian Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Tahap Persemaian Tahap Pembibitan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi vii ix

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Pengaruh Bahan Perbanyakan Terhadap Jumlah Tunas per Stek Pengaruh BAP dan Air Kelapa Terhadap Jumlah Daun Tunas di Pembibitan Pengaruh Bahan Perbanyakan Terhadap Tinggi Tunas di Pembibitan Pengaruh Bahan Perbanyakan Terhadap Panjang Daun Tunas di Pembibitan Pengaruh Bahan Perbanyakan Terhadap Jumlah Daun Tunas di Pembibitan Pengaruh Bahan Perbanyakan Terhadap Bobot Tunas Saat Pemanenan Persentase Ukuran Bibit di Lapang Berdasarkan Tolok Ukur Tinggi. 37

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Bahan Tanam berupa Batang Nenas (a) yang Dipisahkan Menjadi Bagian Pangkal (b) dan Bagian Ujung Batang (c) Tunas yang mengalami busuk hati (a) Stek batang yang membusuk (b) Daun tunas yang mengalami gejala nekrosis (c) Rata-rata Persentase Stek Hidup Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Umur Stek yang Berbeda Rata-rata Persentase Stek Bertunas Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa Pada Umur Stek yang Berbeda Rata-rata Jumlah Tunas per Stek Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Umur Stek yang Berbeda Rata-rata Jumlah Tunas yang Dipindah per Stek Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Umur Panen yang Berbeda Rata-rata Persentase Stek Hidup Berbagai Bahan Perbanyakan pada Umur Stek yang Berbeda Rata-rata Persentase Stek Bertunas Berbagai Bahan Perbanyakan pada Beberapa Umur Stek Rata-rata Tinggi Tunas Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Waktu Panen dan Umur Tunas yang Berbeda Rata-rata Panjang Daun Tunas Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Waktu Panen dan Umur Tunas yang Berbeda Rata-rata Lebar Daun Tunas Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Waktu Panen dan Umur Tunas yang Berbeda Rata-rata Bobot Tunas Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Umur Panen yang Berbeda Rata-rata Lebar Daun Tunas Berbagai Bahan Perbanyakan pada Umur Tunas yang Berbeda Pengaruh Umur Panen Terhadap Tinggi Tunas di Pembibitan Pengaruh Umur Panen Terhadap Lebar Daun Tunas di Pembibitan Pengaruh Umur Panen Terhadap Panjang Daun Tunas di Pembibitan Pengaruh Umur Panen Terhadap Jumlah Daun Tunas di Pembibitan Pengaruh Umur panen terhadap Bobot Tunas Saat Pemanenan... 34

13 viii 19. Mata tunas pada stek bagian ujung umumnya lebih banyak dan kecil (a) sedangkan mata tunas pada stek bagian pangkal lebih besar namun sedikit (b) tunas yang dihasilkan dari bagian ujung (kiri) dan tunas dari pangkal batang (kanan) (c) Pertumbuhan Tinggi Tunas Hingga 35 MST... 37

14 DAFTAR LAMPIRAN ix Nomor Halaman 1. Data iklim Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh BAP dan Air Kelapa Terhadap Tolok Ukur Persentase Stek Hidup Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh BAP dan Air Kelapa Terhadap Tolok Ukur Persentase Stek Bertunas Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh BAP dan Air Kelapa Terhadap Tolok Ukur Jumlah Tunas per Stek Rekapitulasi sidik ragam pengaruh BAP dan Air Kelapa Terhadap Tolok Ukur Tinggi Rekapitulasi sidik ragam pengaruh BAP dan Air Kelapa Terhadap Tolok Ukur Panjang Daun Rekapitulasi sidik ragam pengaruh BAP dan Air Kelapa Terhadap Tolok Ukur Lebar Daun Rekapitulasi sidik ragam pengaruh BAP dan Air Kelapa Terhadap Tolok Ukur Jumlah Daun Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh BAP dan Air Kelapa Terhadap Tolok Ukur Bobot Tunas Rekapitulasi Analisis Regresi Pengaruh Umur panen Terhadap Beberapa Tolok Ukur Pertumbuhan Vegetatif Pengkelasan Ukuran Bibit Nenas Berdasarkan Sumber Perbanyakan Kandungan Fitohormon yang Terdapat pada Air Kelapa... 49

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Nenas (Ananas comosus L. Merr.) merupakan salah satu buah tropika penting yang dikembangkan di Indonesia. Buah yang termasuk dalam famili Bromeliaceae ini memiliki daya adaptasi yang tinggi berupa tahan kekeringan, tahan terhadap tanah masam, dan dapat dibudidayakan pada tempat terbuka atau ternaungi. Hal ini sangat menguntungkan karena sebagian besar wilayah pengembangan nenas di Indonesia seperti Sumatera dan Kalimantan memiliki jenis lahan marjinal seperti lahan gambut dengan kadar ph yang rendah. Arah pengembangan nenas dimulai dengan pembentukan varietas atau klon unggul baru dengan karakter (idiotype) yang ditetapkan berdasarkan informasi pasar dan proyeksi kebutuhan konsumen. Menurut Coppens et al. (1997) karakter pilihan konsumen untuk buah segar dilihat dari mata buah dan rasanya. Mata buah nenas diharapkan besar dan datar, ukuran buah kecil sampai sedang, bentuk buah tidak memanjang dan silindris. Karakter lain yang mendukung yaitu warna kulit seragam dan cerah, warna daging buah kuning sampai kuning emas, dan mahkota buah kecil dan tidak berduri. Selain itu, buah diharapkan memiliki tekstur, aroma, kadar gula dan asam, dan kandungan asam askorbat yang sesuai. Salah satu jenis klon baru nenas yang dikembangkan oleh Pusat Kajian Buah Tropika berdasarkan karakter yang diinginkan tersebut yaitu klon Pasir Kuda-1 (PK-1) (PKBT, 2008). Klon baru ini diharapkan mampu memenuhi standar mutu dan kualitas buah komersial dilihat dari sifat fisik tanaman maupun buahnya. Klon nenas PK-1 ini memiliki tepi daun yang tidak berduri, warna kulit buah kuning bercorak hijau, daging buah kuning cerah dengan rasa manis asam, dan bobot buah sekitar kg. Produktivitasnya mencapai ton per hektar. Salah satu teknologi yang dapat mendukung pengembangan nenas PK-1 ini yaitu teknologi perbanyakan cepat bibit nenas yang mudah diaplikasikan dan mampu menghasilkan bibit yang dapat memenuhi kebutuhan bibit nasional. Menurut Naibaho et al. (2008) kebutuhan bibit nenas minimal sebanyak bibit untuk setiap hektarnya, sedangkan ketersediaan anakan yang tumbuh secara

16 2 alami sangat terbatas, yaitu dua anakan per tanaman per tahun. Hal ini menyebabkan kurang tersedianya bibit nenas yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan bibit sesuai dengan luas panen nenas nasional. Berdasarkan data FAO (2010) luas panen nenas Indonesia mengalami peningkatan menjadi ha pada tahun 2008, yang sebelumnya seluas ha pada tahun Salah satu teknologi perbanyakan yang banyak dilakukan yaitu dengan teknik kultur jaringan. Teknik ini mampu menghasilkan bibit yang seragam dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat. Roostika dan Mariska (2003) mengemukakan regenerasi nenas secara kultur in vitro dapat digunakan untuk perbanyakan, konservasi dan pengembangan nenas. Naibaho et al (2008) menyatakan bahwa teknik kultur jaringan mampu menghasilkan bibit seragam secara cepat dan masal. Namun produksinya memerlukan insentif yang besar dengan keahlian khusus sehingga belum dapat diaplikasikan oleh petani biasa. Alternatif lain yang dapat dilakukan untuk perbanyakan cepat bibit nenas yaitu perbanyakan dengan stek batang. Menurut Hepton (2003) nenas memiliki banyak tunas vegetatif yang dapat dibagi untuk bahan perbanyakan stek batang dengan dua atau lebih mata tunas pada setiap bagiannya. Weerasinghe dan Siriwardana (2006) mengemukakan metode stek batang ini merupakan teknik yang efektif dan mudah dilakukan oleh petani. Jumlah tunas (sucker) yang dihasilkan sebanyak 3-5 yang berasal dari tunas lateral dengan persentase stek hidup sebesar 76 %. Perbanyakan ini menghasilkan tunas (sucker) dari satu batang dalam waktu 16 bulan atau dua siklus multiplikasi. Pembentukan tunas pada tanaman dapat ditingkatkan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh. Menurut Harjadi (2009) Sitokinin berperan dalam meningkatkan pembelahan sel dan fungsi pengaturan pertumbuhan, serta perkembangan mata tunas dan pucuk. Terdapat dua jenis sitokinin yaitu sitokinin alami dan sitokinin sintetik. Salah satu jenis sitokinin sintetik yang banyak digunakan yaitu Benzylaminopurine (BAP). Menurut Yong et al (2009) air kelapa mengandung berbagai jenis sitokinin alami yang dapat meningkatkan pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan. Kedua jenis sitokinin ini telah banyak digunakan sebagai bahan tambahan untuk multiplikasi nenas secara in vitro dan diharapkan mampu meningkatkan jumlah tunas yang terbentuk di lapang.

17 Tujuan 3 Penelitian ini bertujuan mempelajari teknik perbanyakan nenas dengan stek batang nenas serta pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh benzylaminopurine (BAP) dan air kelapa terhadap tingkat laju multiplikasi tunas yang dihasilkan.

18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Nenas Nenas merupakan tanaman herba tahunan atau dua tahunan dengan tinggi tanaman berkisar antara cm. Daun berbentuk pedang, pada batang utama daun ini panjangnya dapat mencapai 100 cm atau lebih, lebar 5-8 cm, bagian tepi daun berduri atau pada beberapa varietas tidak memiliki duri, berujung lancip dan berserat. Susunan daun berbentuk spiral tertutup dan bagian pangkalnya memeluk poros utama. Tunas batang (slips) dapat tumbuh pada batang di bawah buah, dan tunas ketiak daun (suckers) dapat tumbuh di ketiak daun dan di bawah batang. (PROSEA, 1997). Nenas akan menghasilkan 70 sampai 80 daun sampai tanaman tersebut siap untuk berbunga (Crane, 2006). Tanaman nenas digolongkan ke dalam kelas monokotil bersifat tahunan yang mempunyai rangkaian bunga dan buah di ujung batang. Batang nenas berbentuk gada, beruas-ruas pendek dan tertutup oleh daun-daun dan akarnya. (Rakhmat dan Handayani, 2007). Coppens dan Leal (2003) mengemukakan batang nenas pada umumnya memiliki panjang cm dan lebar 2-5 cm pada bagian bawah dekat akar dan 5-8 cm pada bagian atas. Batang dapat digunakan sebagai bahan tanam karena memiliki banyak mata tunas terutama pada bagian ujung dan tengah batang. Menurut Malézieux et al. (2003) perkembangan aktif tunas aksilar pada batang terjadi setelah induksi pembungaan dan selama perkembangan buah. Menurut Chan et al. (2002) terdapat lima kultivar utama nenas yaitu Cayenne, Queen, Spanish, Pernambuco, dan Perolera yang memiliki keunggulan masing-masing. Pemuliaan tanaman dan teknik seleksi telah banyak dilakukan untuk mengembangkan kultivar nenas komersial tersebut. Salah satu teknik seleksi yang digunakan yaitu seleksi klonal. Menurut PKBT (2008) pengembangan varietas atau klon unggul baru nenas dilakukan sesuai dengan karakter yang ditetapkan berdasarkan informasi pasar dan kebutuhan konsumen yang akan datang. Beberapa klon baru yang saat ini dikembangkan yaitu Pasir Kuda-1 (PK-1), Pasir Kuda-2 (PK-2), dan 48 asesi hasil persilangan.

19 5 Klon nenas Pasir Kuda-1 (PK-1) merupakan salah satu sumber daya genetik untuk pengembangan varietas baru (PKBT, 2008). Beberapa karakteristik nenas PK-1 yaitu tinggi tanaman 84 cm dengan diameter tajuk cm. Daun berbentuk pedang dengan tepian yang tidak berduri dengan jumlah 32 daun, lebar daun cm, dan panjang daun cm. Panjang tangkai buah 16 cm dengan bobot buah yang terbentuk gram dan bobot mahkota 280 gram. Tanaman ini berbunga pada umur 13 BST (Bulan Sesudah Tanam) dan dapat dipanen pada umur 16 BST. Karakteristik buah yang dihasilkan klon PK-1 ini yaitu diameter buah cm, panjang buah cm, tebal daging buah 4 cm, dan diameter empulur 2.10 cm. Kandungan gula pada buah cukup tinggi yaitu sebesar Brix dan total asam daging buah sebesar Warna buah matang kuning merata dengan warna daging buah kuning cerah. Ekologi Nenas Pertumbuhan dan perkembangan nenas akan terganggu pada daerah dengan curah hujan tinggi. Hal ini disebabkan adanya ketersediaan air yang berlebih akan mengakibatkan meningkatnya penyebaran penyakit. (Malézieux et al., 2003). Sunarjono (2008) mengemukakan bahwa curah hujan untuk produksi nenas secara komersial yaitu hingga mm per tahun dengan ketinggian tempat meter di atas permukaan laut (mdpl). Menurut Samson (1980) suhu sangat berpengaruh terhadap produksi nenas. Suhu tanah optimum untuk perpanjangan akar sekitar 29 o C, 32 o C optimum untuk perpanjangan daun, dan o C untuk pembentukan buah. Malézieux et al. (2003) menambahkan laju pertumbuhan tanaman nenas akan menurun pada suhu di bawah 15 o C atau di atas 32 o C. Selain itu, faktor lingkungan yang juga berpengaruh terhadap produksi nenas adalah intensitas cahaya matahari. Pertumbuhan tanaman dan pembentukan buah berkorelasi positif dengan intensitas cahaya matahari. Hari berawan akan mengurangi pertumbuhan nenas dan menyebabkan pertumbuhan tanaman menurun dan akan berpengaruh terhadap pembentukan buah (Samson, 1980).

20 Perbanyakan Nenas 6 Menurut Hartmann et al. (1990) perbanyakan nenas secara komersial dilakukan dengan metode aseksual. Bahan perbanyakan utama yang sering digunakan yaitu tunas pada batang (sucker), tunas pada tangkai buah (slip), dan mahkota (crown). Diantara ketiga jenis bahan perbanyakan tersebut, tunas pada tangkai buah merupakan bahan yang sering digunakan untuk produksi bibit komersial. Namun, Hepton (2003) mengemukakan tunas pada tangkai buah (slip) yang dihasilkan dapat mengurangi rata-rata bobot buah. Hal ini disebabkan karena tunas berkembang dari diferensiasi tunas lateral selama inisiasi buah. Naibaho et al. (2008) menambahkan bibit yang berasal dari tunas atau anakan tidak diketahui kesehatannya dan tidak seragam. Sehingga perlu dilakukan teknik perbanyakan lain seperti kultur jaringan, stek basal daun, dan stek batang. Roostika dan Mariska (2003) menjelaskan bahwa kultur in vitro nenas secara organogenesis dan embriogenesis telah banyak diteliti dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan seperti perbanyakan bibit, konservasi plasma nutfah, perbaikan tanaman melalui variasi somaklonal maupun manipulasi genetik. Selain itu, melalui jalur embriogenesis karakter tanaman induk dapat dipertahankan. Teknik kultur jaringan memiliki beberapa keunggulan seperti dapat menghasilkan bibit secara massal dalam waktu yang relatif singkat dan bibit yang dihasilkan sehat dan seragam. Namun teknik ini memerlukan biaya yang relatif tinggi dan keahlian khusus sehingga belum dapat diaplikasikan oleh petani pada umumnya. Perbanyakan nenas juga dapat dilakukan dengan stek basal daun dengan bahan perbanyakan dapat bersumber dari daun batang nenas indukan, daun nenas anakan, dan daun dari mahkota nenas (Naibaho et al.,2008). Hasil penelitian Oktaviani (2009) menunjukkan bahwa stek basal daun mahkota nenas dengan pembentukan dan pertumbuhan tunas tertinggi terjadi pada media tanam arang sekam. Sementara itu, penelitian Husniati (2010) menunjukkan bahwa penyemaian stek basal daun mahkota nenas baik dilakukan pada media tanam cocopeat dan kompos dengan tambahan 0.34 ppm auksin.

21 7 Alternatif perbanyakan lain yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan stek batang indukan nenas. Menurut Morton (1987) teknik stek batang mulai berkembang ketika kebutuhan bibit nenas semakin meningkat pada tahun Weerasinghe dan Siriwardana (2006) mengemukakan batang yang diperoleh dari tanaman nenas yang telah dipanen buahnya dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan dengan teknik yang mudah dilakukan. Batang dengan panjang cm dapat menghasilkan tunas batang (sucker) sebanyak 1050 bibit dalam waktu 16 bulan. Sitokinin Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh tanaman yang merangsang inisiasi mata tunas dan perkembangannya. (Hartmann et al., 1990). Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa fungsi utama sitokinin adalah memacu pembelahan sel (sitokinesis) dan pembentukan organ. Pemacuan sitokinesis merupakan salah satu respon sitokinin yang terpenting, oleh karena itu sitokinin sering dimanfaatkan secara komersial dalam perbanyakan kultur jaringan. Hopkins (1995) menambahkan aplikasi sitokinin akan merangsang perkembangan mata tunas aksilar dari dominansi apikal. Benzylaminopurine (BAP) merupakan sitokinin sintetik pertama yang dibentuk, dengan rumus kimia 6-benzylaminopurine (6-BA). Bentuk fisik BAP berupa kristal putih dengan kemurnian 99 % dan titik lebur o C. Fungsi BAP adalah menghambat degradasi klorofil, asam nukleat dan protein, merangsang pengiriman asam amino, garam anorganik dan zat pengatur tumbuh. Selain itu menyebabkan tanaman agar tetap hijau dan memperlambat proses penuaan. BAP ini dapat digunakan pada berbagai fase tumbuh mulai dari perkecambahan hingga panen. (GPC, 2009). Adjei (2001) mengemukakan konsentrasi BAP pada media kultur jarigan berpengaruh nyata terhadap morfogenesis planlet nenas. Suhartini (2007) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa penggunaan BA berpengaruh terhadap multiplikasi tunas nenas klon arnis dengan jumlah tunas tertinggi pada taraf BA 1.0 ppm. Hamad dan Taha (2008) menambahkan pada perbanyakan tunas secara in vitro, BAP memberikan pengaruh yang signifikan pada rata-rata jumlah tunas,

22 8 tinggi dan bobot tunas tetapi tidak berpengaruh terhadap total tinggi dan total bobot per eksplan. Konsentrasi sitokonin yang dibutuhkan untuk merangsang tunas tanaman di lapang umumnya lebih tinggi daripada konsentrasi sitokinin untuk perbanyakan in vitro. Menurut Iwagaki (1994) konsentrasi BAP yang digunakan untuk merangsang tunas Satsuma, jeruk asal Jepang, yaitu ppm. Ngamau (2001) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa aplikasi BAP 150 mg/l dan GA mg/l, tunggal maupun dikombinasikan dapat merangsang munculnya tunas samping, mempercepat munculnya tunas, dan meningkatkan jumlah serta perkembangan tunas Zantedeschia aethiopica. Penggunaan sitokinin berupa benzyladenine (BA) juga diaplikasikan pada tanaman hias daun. Menurut Henny (2010) konsentrasi BA untuk merangsang tunas pada berbagai jenis Anthurium yaitu ppm, Dieffenbachia 750 ppm dan 1000 ppm BA, Dracaena 250 ppm BA satu kali sebulan selama 4 bulan, Peperomia 500 ppm BA, dan Syngonium 1000 ppm BA. Aplikasi penggunaan BA ini dilakukan dengan penyemprotan pada daun tanaman dengan interval waktu penyiraman yang berbeda pada masing-masing tanaman. Potensi Air Kelapa Sebagai Fitohormon Hasil analisis menunjukkan,air kelapa tua terdiri atas air %, protein 0.29 %, lemak 0.15 %, karbohidrat 7.27 %, dan abu 1.06 %. Air kelapa juga mengandung vitamin C mg/100 ml dan vitamin B kompleks (Child, 1964). Yong et al. (2009) menambahkan selain air, protein, lemak, dan karbohidrat, air kelapa mengandung juga serat, gula, alkohol, ion anorganik, vitamin, asam amino, asam organik, enzim, dan fitohormon. Fitohormon yang dapat ditemukan pada air kelapa yaitu sitokinin, auksin, giberelin, dan asam absisat (Lampiran 12). Auksin dan sitokinin alami berperan dalam morfogenesis tanaman dengan mengontrol formasi akar dan tunas yang terbentuk. Selain itu, sitokinin berperan dalam pembelahan sel, merangsang bentuk dan aktivitas meristem pucuk, induksi ekspresi gen fotosintesis, mobilisasi hara, senesen, perkecambahan biji, dan respon terhadap stress (Yong et al., 2009).

23 9 Air kelapa banyak digunakan sebagai sumber fitohormon pada perbanyakan tanaman secara in vitro. Penelitian Priatna (2004) mengenai multiplikasi tunas bawang merah secara in vitro menunjukkan bahwa kombinasi 8.0 mg/i 2iP dan 20 % air kelapa menghasilkan rata-rata jumlah tunas dan jumlah daun bawang merah terbanyak. Intania (2005) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa air kelapa berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas total perbanyakan Alocasia suhirmaniana secara in vitro. Bey et al. (2006) menambahkan bahwa perlakuan tunggal air kelapa 250 ml/l menghasilkan munculnya Protocorm like bodies (plb), daun dan akar paling cepat pada perbanyakan anggrek bulan secara in vitro. Protocorm adalah bentukan bulat yang siap membentuk pucuk dan akar sebagai awal perkecambahan pada biji yang tidak mempunyai endosperm.

24 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian akan dilaksanakan di dalam rumah plastik Kebun Percobaan Pasir Kuda, Pasir Kuda, Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai Juni Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tanaman nenas klon Pasir Kuda-1 dengan sumber bahan perbanyakan stek berasal dari batang nenas indukan dan batang nenas anakan yang telah dipanen buahnya. Bahan lain yang digunakan yaitu benzylaminopurine, air kelapa, desinfektan, dan media tanam berupa arang sekam, tanah, dan pupuk kandang. Alat yang digunakan adalah alat-alat perkebunan, tempat persemaian, polibag ukuran 10 cm x 10 cm, alat tulis, kamera, meteran, label, dan gunting. Metode Percobaan Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor. Faktor konsentrasi zat pengatur tumbuh yang terdiri dari 5 taraf, yaitu 0 ppm BAP, 25 ppm BAP, 50 ppm BAP, 100 ppm BAP, dan air kelapa. Setiap perlakuan diulang dalam tiga kelompok yang dibedakan berdasarkan bagian batang, yaitu bagian pangkal batang, bagian ujung, dan kombinasi keduanya sehingga didapatkan 15 unit percobaan. Masing-masing perlakuan terdiri dari 8 potong batang. Model yang digunakan yaitu : Y ij = µ + α i + β j + ε ij Keterangan : Y ij = Pengamatan pada perlakuan bahan tanaman ke-i dan kelompok ke-j (i = 1,2,3,4,5; j = 1,2,3) µ = Nilai rataan umum α i = Pengaruh taraf BAP dan air kelapa ke-i

25 β j ε ij 11 = Pengaruh kelompok ke-j = Pengaruh Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji F untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan. Apabila uji F memberikan pengaruh nyata pada α = 5 % maupun α = 1 %, analisis dilanjutkan dengan uji lanjut dengan menggunakan Duncan s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %. Selain analisis dengan uji F juga dilakukan analisis regresi untuk mengetahui pengaruh perbedaan umur panen terhadap kualitas bibit yang dihasilkan. Pemanenan tunas dilakukan setiap minggu selama 14 minggu mulai dari 7 MST sampai dengan 20 MST. Pengkategorian dibagi menjadi empat umur panen yaitu pemanenan pertama (7-9 MST), pemanenan kedua (10-12 MST), pemanenan ketiga (13-16 MST), dan pemanenan keempat (17-20 MST). Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai dari persiapan rumah penyemaian, persiapan media tanam, persiapan bahan perbanyakan, pemotongan batang, perendaman bahan perbanyakan dengan larutan BAP, penanaman di bedeng semai, pemindahan bibit ke polibag, dan pembesaran. Tempat atau rumah penyemaian disiapkan dalam bentuk bedeng semai yang terdapat dalam rumah plastik. Bedeng semai dapat dibuat langsung di atas permukaan tanah. Media tanam yang digunakan merupakan arang sekam Media sebaiknya dalam kondisi steril dan kelembabannya terjaga. Octaviani (2009) mengemukakan media tanam untuk stek basal daun nenas yang sesuai yiatu arang sekam dengan tinggi tunas, persentase stek berakar, dan jumlah akar yang lebih baik. Bahan perbanyakan yang berupa batang nenas (Gambar 1), dibersihkan terlebih dahulu dari daun yang terdapat pada batang, dilakukan pencucian dengan air yang mengalir, kemudian dipotong dengan menggunakan pisau bersih. Pemotongan batang dilakukan sesuai dengan pembelahan menjadi dua bagian dan menjadi empat bagian. Setelah dipotong, bahan tanam direndam dalam larutan BAP selama 15 menit. Bahan perbanyakan yang telah siap, disemaikan pada bedeng semai dengan jarak tanam minimal 5 cm.

26 12 b a c Gambar 1. Bahan Tanam berupa Batang Nenas (a) yang Dipisahkan Menjadi Bagian Pangkal (b) dan Bagian Ujung Batang (c) Pemeliharaan yang dilakukan selama persemaian yaitu penyiraman, pengendalian hama, penyakit, dan gulma, penyulaman, pemupukan, dan pembuangan potongan batang yang busuk atau kering. Bibit hasil persemaian ini harus diaklimatisasi terlebih dahulu dan dipindahkan ke dalam polibag. Pemindahan bibit dari bedeng semai ke polibag dilakukan setelah bibit berumur 3 bulan. Pembuangan potongan batang (sumber tunas) dilakukan pada saat pemindahan bibit ke polibag. Panen bibit dilakukan setelah bibit berumur 5 bulan. Pengamatan Pengamatan dilakukan setiap minggunya mulai dari 2 minggu setelah tanam (MST) dengan peubah yang diamati pada saat penyemaian yaitu: 1. Persentase stek hidup, dilihat apabila stek masih segar pada setiap satuan percobaannya. Pengamatan dilakukan pada 2 MST hingga 8 MST. Persentase stek hidup = x 100 % 2. Persentase stek bertunas dihitung apabila stek yang masih hidup dan telah tumbuh tunas. Persentase stek bertunas = x 100 % 3. Tunas per stek, dihitung berdasarkan jumlah tunas yang muncul dari setiap bahan stek yang ditanam. 4. Tunas yang dapat dipindah per stek, dihitung berdasarkan jumlah tunas yang dipindah ke polibag dari setiap bahan stek yang ditanam.

27 13 Peubah yang diamati pada saat panen dan tahap pembibitan yaitu: 1. Tinggi tunas (cm) dihitung dari pangkal tunas hingga daun terakhir yang muncul pada tunas yang dihasilkan. 2. Panjang daun (cm) dihitung dari pangkal daun hingga ujung daun terpanjang. 3. Lebar daun (cm) dihitung pada bagian daun yang terlebar. 4. Jumlah daun, dihitung mulai daun terbawah hingga daun terakhir yang tumbuh. 5. Bobot tunas (gram) yang diukur pada saat tunas dipindahkan ke polibag. 6. Ekstrapolasi tinggi pada 42 MST

28 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2010 berlokasi di Kebun Percobaan Pasir Kuda, Bogor pada ketinggian 201 meter di atas permukaan laut. Kondisi curah hujan di kebun ini selama periode Januari sampai Juni 2010 berkisar antara mm dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari (689 mm) dan terendah terjadi pada bulan April (149 mm). Bulan basah dengan curah hujan lebih dari 200 mm pada periode Januari hingga Juni berlangsung selama 4 bulan, sedangkan bulan kering dengan curah hujan kurang dari 200 mm terjadi hanya pada bulan April. Suhu udara pada selama penelitian berlangsung berkisar antara o C dengan suhu tertinggi 27.1 o C pada bulan April dan terendah 25.3 o C pada bulan Januari. Kelembaban udara berkisar antara % dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Maret dan Juni, kelembaban terendah terjadi pada bulan April. Menurut Malézieux et al. (2003) kisaran suhu yang cocok bagi pertumbuhan vegetatif nenas yaitu o C dengan suhu optimum rata-rata berkisar antara o C. Laju pertumbuhan menurun pada suhu di bawah 18 o C dan di atas 32 o C. Kondisi lingkungan ini dapat berpengaruh terhadap daya tumbuh tunas dan penyebaran hama dan penyakit selama proses penyemaian dan penanaman bibit di polibag. Penyemaian dilakukan pada akhir bulan Januari 2010, dengan tahapan penyemaian yang dilakukan yaitu persiapan bahan tanam, pemberian perlakuan, dan penanaman di bedengan. Batang yang telah diberi perlakuan ditanam pada bedengan dengan media tanam berupa arang sekam. Tunas nenas mulai muncul pada 2 minggu setelah tanam (MST) dan dipindahkan setelah memiliki ukuran yang cukup besar. Umumnya tinggi tunas ketika dipindahkan yaitu lebih besar dari 7 cm. Berdasarkan pengamatan pada penelitian pendahuluan, nenas yang dipindahkan dengan ukuran yang terlalu kecil memiliki pertumbuhan dan pembentukan akar relatif lebih lambat. Pemindahan dilakukan dengan memisahkan tunas dari batang kemudian ditanam pada polibag dengan media tanam berupa arang sekam, tanah, dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1.

29 15 Tunas mulai dipindahkan pada saat 7 MST dengan total jumlah tunas yang dipindahkan sampai dengan 20 MST sebanyak 189 tunas. Persentase tunas yang dapat dipindahkan ke lapang sebesar %. Tanaman mulai terserang penyakit pada saat 8 MST. Penyakit ini menyebabkan jumlah tunas yang dapat dipindah maupun tunas yang baru muncul mengalami pembusukan. Pembusukan disebabkan karena aktivitas bakteri Phytopthora sp. yang penyebarannya meningkat pada saat curah hujan tinggi. Gejala yang diperlihatkan (Gambar 2) berupa daun klorosis, pangkal tunas membusuk, berwarna kecoklatan, dan berbau. a b c Gambar 2. Tunas yang mengalami busuk hati (a) Stek batang yang membusuk (b) Daun tunas yang mengalami gejala nekrosis (c) Tahap Persemaian Pengaruh Benzylaminopurine dan Air Kelapa terhadap Pertumbuhan Stek Batang Nenas PK-1 Persentase Stek Hidup Persentase stek hidup merupakan perbandingan jumlah stek segar dengan jumlah total stek yang ditanam pada setiap satuan percobaan dikali dengan 100 %. Hasil analisis ragam pada Lampiran 2 menunjukkan perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peubah persentase stek hidup. Persentase stek hidup pada masing-masing satuan percobaan hampir seragam. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan persentase stek hidup mencapai 100 % pada beberapa minggu diawal penanaman.

30 Persentase Stek Hidup (%) y = -3,313x + 103,8 R² = 0, Umur Stek (MST) Gambar 3. Rata-rata Persentase Stek Hidup Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Umur Stek yang Berbeda Persentase stek hidup terlihat menurun setiap penambahan konsentrasi BAP hingga 100 ppm. Hal ini diduga disebabkan bahan tanam yang diberi penambahan konsentrasi mengalami tingkat kebusukan yang lebih tinggi. Berdasarkan Gambar 3, terlihat adanya penurunan persentase stek hidup yang terjadi pada setiap satuan percobaan untuk setiap minggunya. Penurunan ini diduga karena kondisi lingkungan yang kurang sesuai. Curah hujan yang tinggi selama bulan Februari- Maret menyebabkan adanya serangan bakteri Phytopthora sp. penyebab penyakit busuk pada stek maupun tunas. Selain serangan hama dan penyakit, penurunan juga dapat terjadi karena stek akan mengering setelah tidak terdapat mata tunas atau tunas yang tumbuh. Persentase Stek Bertunas Persentase stek bertunas merupakan perbandingan jumlah stek hidup yang bertunas dengan jumlah total stek yang ditanam pada setiap satuan percobaan dikali dengan 100 %. Tunas pada stek batang yang ditanam muncul pada 2 MST dan mengalami 100 % bertunas pada setiap satuan percobaan pada 5 MST. Berdasarkan analisis ragam pada Lampiran 3, pemberian BAP dan air kelapa memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap tolok ukur persentase stek bertunas pada setiap minggunya.

31 17 Berdasarkan Gambar 4, persentase stek bertunas pada setiap perlakuan mencapai 100 % pada saat 5 MST. Nilai ini cukup tinggi karena pada penelitian lain waktu yang diperlukan untuk mencapai 100 % bertunas dapat lebih lama. Penelitian Octaviani (2009) mengenai stek basal daun mencapai persentase stek bertunas tertinggi pada umur 8 MST, sedangkan penelitian Husniati (2010) dengan menggunakan bahan tanam yang sama dengan perlakuan auksin memiliki persentase stek bertunas yang rendah. Nilai persentase stek bertunas hingga 8 MST hanya berkisar antara %. 120 Persentase Stek Bertunas y = 12,63x + 53,18 R² = 0, Umur Stek (MST) Gambar 4. Rata-rata Persentase Stek Bertunas Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa Pada Umur Stek yang Berbeda Tunas per Stek Jumlah Tunas per Stek 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 y = 0,464x + 2,074 R² = 0, MST 6-10 MST MST MST Umur Stek Gambar 5. Rata-rata Jumlah Tunas per Stek Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Umur Stek yang Berbeda

32 18 Hasil analisis ragam pada Lampiran 4 menunjukkan perlakuan BAP dan air kelapa tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tolok ukur jumlah tunas per stek pada setiap umur panen. Berdasarkan Gambar 5, Nilai rataan jumlah tunas per stek cenderung lebih tinggi pada konsentrasi BAP sebesar 100 ppm. Rata-rata jumlah tunas per stek pada awal penanaman sebesar 2.76 tunas dan meningkat hingga pada akhir penyemaian menjadi 4.33 tunas. Jumlah Tunas Dipindah per Stek 2,5 2 1,5 1 0,5 0 y = 0,578x - 0,345 R² = 0, MST MST MST MST Waktu Panen Gambar 6. Rata-rata Jumlah Tunas yang Dipindah per Stek Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Umur Panen yang Berbeda Selain tidak berpengaruh terhadap jumlah tunas per stek saat penyemaian, perlakuan BAP dan air kelapa juga tidak memberikan pengaruh nyata pada jumlah tunas per stek yang dipindah ke pembibitan. Rata-rata jumlah tunas per stek yang dipindah (Gambar 6) pada pemanenan pertama berkisar antara 0.27 tunas, sedangkan rata-rata jumlah tunas per stek pada akhir pengamatan bertambah menjadi 2 tunas. Menurut Henny (2010), pemberian konsentrasi BAP untuk memacu pertumbuhan tunas berbeda-beda pada setiap tanaman. Penelitian mengenai konsentrasi BAP untuk tanaman hias daun telah banyak dilakukan, diantaranya pemberian konsentrasi BAP sebesar 100 ppm pada kaktus, 250 ppm pada anthurium, 500 ppm pada Spathiphyllum, dan 1000 ppm pada Dieffenbachia dan Syngonium.

33 Pengaruh Bahan Perbanyakan terhadap Pertumbuhan Stek Batang 19 Persentase Stek Hidup Berdasarkan Lampiran 2, diketahui bahwa bahan perbanyakan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap persentase stek bertunas pada 2 hingga 20 MST. Persentase stek hidup pada tiga jenis bahan perbanyakan berupa ujung, pangkal batang, dan campuran keduanya dapat dilihat pada Gambar ,00 Persentase Stek Hidup 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 y = -3,310x + 103,8 R² = 0, Umur Stek (MST) Gambar 7. Rata-rata Persentase Stek Hidup Berbagai Bahan Perbanyakan pada Umur Stek yang Berbeda Berdasarkan Gambar 7, terlihat adanya penurunan persentase stek hidup pada masing-masing kelompok setiap minggunya. Penurunan ini disebabkan adanya serangan bakteri Phytopthora sp yang mengakibatkan busuknya tunas. Selain penyakit busuk, stek yang mengering juga menjadi salah satu penyebab turunnya persentase stek hidup. Stek yang mengering umumnya terjadi setelah tunas dipanen dan tidak terdapat lagi mata tunas yang tumbuh pada stek tersebut. Persentase Stek Bertunas Hasil analisis ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa pengelompokan berdasarkan bahan perbanyakan tidak berpengaruh nyata pada persentase stek bertunas pada 2-5 MST. Persentase stek bertunas pada tiga kelompok yang berbeda (Gambar 8) meningkat setiap minggunya dan mencapai 100 % bertunas pada saat 5 MST.

34 Persentase Stek Bertunas y = 12,63x + 53,18 R² = 0, Umur Stek (MST) 20 Gambar 8. Rata-rata Persentase Stek Bertunas Berbagai Bahan Perbanyakan pada Beberapa Umur Stek Tunas per Stek Berdasarkan hasil uji F pada Lampiran 4, diperoleh bahwa bahan perbanyakan memberikan pengaruh yang berbeda pada jumlah tunas per stek yang dihasilkan sampai stek berumur 15 MST. Pengaruh pengelompokan menunjukkan nilai yang tidak berbeda hanya pada rentang waktu MST (Tabel 1). Tabel 1. Pengaruh Bahan Perbanyakan Terhadap Jumlah Tunas per Stek Bagian Batang Umur Stek (MST) Rata-Rata Ujung 2.796a 4.436a 3.954a a Pangkal 2.098b 2.418b 2.544b b Campuran 2.338b 2.974b 3.410a ab Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam. Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %. Bagian bahan stek mampu meningkatkan jumlah tunas per stek yang dihasilkan hingga akhir pengamatan. Bahan stek yang berasal dari ujung batang mampu menghasilkan jumlah tunas per stek yang nyata lebih banyak dibandingkan dengan bahan stek yang berasal dari bagian pangkal batang maupun campuran antara bagian ujung dan pangkal batang sampai pada 15 MST. Setelah 15 MST jumlah tunas per stek yang dihasilkan tidak berbeda signifikan. Hal yang

35 21 sama juga terjadi pada rata-rata jumlah tunas per stek yang dihasilkan, bagian ujung batang memiliki jumlah tunas per stek tertinggi sebanyak tunas dan terendah pada stek yang berasal dari bagian pangkal sebanyak tunas. Tahap Pembibitan Pengaruh Benzylaminopurine dan Air Kelapa terhadap Pertumbuhan Bibit Pengamatan tunas di pembibitan dilakukan setiap 3 minggu. Tunas hasil pemanenan pertama (7-9 MST) mengalami empat kali pengamatan yaitu pada saat pemindahan, 3, 6, dan 9 MST. Jumlah pengamatan berkurang pada pemanenan berikutnya hingga pemanenan keempat (17-20 MST) pengamatan hanya dilakukan saat pemindahan. Pemanenan bibit dilakukan secara bertahap agar bibit yang dihasilkan memiliki ukuran yang cukup besar saat dipindah. Berdasarkan penelitian pendahuluan, bibit yang dipanen dengan ukuran yang kurang dari 7 cm mengalami pertumbuhan yang terhambat. Menurut Pranata (2006) ukuran bibit berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif tunas. Semakin besar ukuran bibit maka jumlah, panjang, dan lebar daun akan semakin tinggi juga. Tinggi Tunas Tinggi tunas (cm) MST 3 MST 6 MST 9 MST Umur Tunas Panen ke-1 Panen ke-2 Panen ke-3 Panen ke-4 Gambar 9. Rata-rata Tinggi Tunas Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Waktu Panen dan Umur Tunas yang Berbeda

36 22 Pengamatan tinggi tunas dilakukan dengan mengukur tinggi nenas dari permukaan media tanam hingga ujung daun tertinggi. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 5) pemberian BAP dan air kelapa saat penyemaian tidak berpengaruh terhadap tolok ukur tinggi tunas setelah dipindahkan ke pembibitan. Berdasarkan Gambar 9, perlakuan BAP dan air kelapa mampu meningkatkan tinggi tunas pada setiap minggunya hingga akhir pengamatan. Namun berdasarkan hasil analisis tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar perlakuan. Hal yang berbeda ditunjukkan pada pertumbuhan nenas di lapang dengan bibit berasal dari perbanyakan in vitro dengan perlakuan BAP. Penelitian Sari (2008) menunjukkan bahwa pemberian sitokinin berupa BAP dan TDZ pada saat kultur jaringan memberikan pengaruh yang nyata terhadap tolok ukur tinggi, panjang daun, lebar daun, dan jumlah daun pada saat pembibitan di lapang. Panjang Daun 12 Panjang daun (cm) MST 3 MST 6 MST 9 MST Panen ke- 1 Panen ke- 2 Panen ke- 3 Panen ke- 4 Umur Tunas Gambar 10. Rata-rata Panjang Daun Tunas Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Waktu Panen dan Umur Tunas yang Berbeda Pengamatan panjang daun dilakukan dengan cara mengukur panjang dari ujung hingga pangkal. Hasil uji F pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa perlakuan saat penyemaian tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap panjang daun tunas setelah pemindahan. Berdasarkan Gambar 10, perlakuan BAP dan air kelapa mampu meningkatkan panjang daun setiap minggunya, namun tidak berbeda nyata secara analisis ragam.

37 23 Berbeda dengan aplikasi BAP di lapang yang tidak memberikan pengaruh pada pertumbuhan tunas di pembibitan, perlakuan pada tahap multiplikasi secara kultur jaringan dengan penambahan BAP masih memberikan pengaruh yang nyata pada bibit setelah aklimatisasi di lapang. Penelitian Sari (2008) menunjukkan bahwa perlakuan BAP pada tahap kultur jaringan masih berpengaruh terhadap panjang daun tunas di lapang. Astarini (2006) mengemukakan bahwa pemberian BAP pada perbanyakan in vitro berpengaruh terhadap panjang daun, bobot total buah dan kedalaman mata. Lebar daun (cm) Lebar Daun 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Panen ke-1 Panen ke-2 Panen ke-3 Panen ke-4 0 MST 3 MST 6 MST 9 MST Umur Tunas Gambar 11. Rata-rata Lebar Daun Tunas Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Waktu Panen dan Umur Tunas yang Berbeda Pengamatan lebar daun dilakukan dengan mengukur bagian daun yang terlebar. Pertambahan lebar daun setiap minggunya terlihat kurang signifikan. Berdasarkan hasil uji F pada Lampiran 7 juga menunjukkan bahwa pemberian BAP dan air kelapa tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan lebar daun pada tunas setelah dipindahkan. Berdasarkan Gambar 11, lebar daun tidak mengalami pertambahan yang berarti setiap minggunya. Sama halnya dengan penelitian Husniati (2010) yang menunjukkan bahwa pemberian zat pengatur tumbuh berupa auksin juga tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tolok ukur lebar daun pada tunas yang berasal dari stek basal daun pada MST.

38 Jumlah Daun 24 Pengamatan jumlah daun pada saat pembibitan dilakukan dengan menghitung daun yang telah membuka sempurna. Pertambahan jumlah daun nenas termasuk lambat, selama tiga minggu jumlah daun umumnya hanya bertambah 1-3 helai saja. Berdasarkan Lampiran 8, tolok ukur jumlah daun dipengaruhi secara nyata oleh pemberian BAP dan air kelapa hanya pada tunas yang dipanen pertama pada saat berumur 6 MST di pembibitan, sedangkan pada pemanenan kedua (10-12 MST), ketiga (13-16 MST), dan keempat (17-20 MST) tidak terdapat perbedaan nyata. Tabel 2. Pengaruh BAP dan Air Kelapa Terhadap Jumlah Daun Tunas di Pembibitan Pemanenan Panen ke-1 (7-9 MST) Panen ke-2 (10-12 MST) Panen ke-3 (13-16 MST) Panen ke-4 (17-20 MST) Perlakuan Jumlah Daun 0 MST 3 MST 6 MST 9 MST 0 ppm BAP ab ppm BAP a ppm BAP a ppm BAP b Air kelapa ab ppm BAP ppm BAP ppm BAP ppm BAP Air kelapa ppm BAP ppm BAP ppm BAP ppm BAP Air kelapa ppm BAP ppm BAP ppm BAP ppm BAP 9.50 Air kelapa Keterangan : MST = minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pata taraf 5 %

39 25 Berdasarkan Tabel 2, tunas yang dipanen pertama (7-9 MST) pada 6 MST memiliki rata-rata jumlah daun tertinggi pada perlakuan 25 ppm BAP yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan 50 ppm BAP masing-masing sebanyak helai dan helai. Jumlah daun terendah pada 100 ppm BAP sebanyak helai. Hasil yang diperoleh pada pemanenan kedua (10-12 MST), ketiga (13-16 MST), dan keempat (17-20 MST) menunjukkan bahwa pemberian BAP dan air kelapa mampu meningkatkan jumlah daun hingga akhir pengamatan. Namun, perbedaan yang ditunjukkan tidak berbeda nyata antara masing-masing taraf BAP dan air kelapa yang diberikan. Penelitian Tristiawati (2006) mengenai perlakuan BAP pada perbanyakan in vitro juga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman nenas di lapang. Bobot Tunas Bobot Tunas (gram) y = -1,292x + 13,10 R² = 0, MST MST MST MST Umur Panen Gambar 12. Rata-rata Bobot Tunas Berbagai Taraf Perlakuan BAP dan Air Kelapa pada Umur Panen yang Berbeda Bobot tunas diukur pada saat pemindahan tunas ke media pembibitan. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 9), pemberian BAP dan Air Kelapa pada saat penyemaian tidak berpengaruh nyata terhadap bobot tunas saat pemanenan. Berdasarkan Gambar 12, bobot tunas cenderung menurun setiap penambahan umur panen. Penurunan ini diduga karena terhambatnya pertumbuhan tunas. Tunas yang tumbuh lebih awal dapat tumbuh lebih baik karena cukupnya pasokan energi. Sementara itu, tunas yang tumbuh berikutnya cenderung kekurangan pasokan energi yang berdampak pada pertumbuhannya.

40 Pengaruh Bahan Tanam Terhadap Pertumbuhan Bibit Nenas 26 Pertumbuhan dan kualitas bibit yang dihasilkan dipengaruhi oleh bagian batang yang digunakan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengelompokan yang dilakukan berdasarkan bagian batang yang digunakan berpengaruh terhadap penampilan fisik dan pertumbuhan tunas di pembibitan. Hal ini terlihat dari beberapa tolok ukur yang diamati berupa tinggi tunas, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, dan bobot tunas. Secara fisik dapat dilihat bahwa potongan batang bagian ujung memiliki mata tunas yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian pangkal. Hal ini disebabkan pada bagian pangkal tertutup oleh akar adventif sehingga mata tunas yang terdapat pada bagian ini hanya sedikit. Menurut Coppens dan Leal (2003) mata tunas nenas dengan tinggi 3-5 mm dan lebar 5 mm umumnya terdapat dekat dengan pangkal daun, sedangkan pada pangkal batang (sekitar 10 cm dari dasar) terdapat akar udara yang tumbuh menyebar. Tinggi Tunas Tabel 3. Pengaruh Bahan Perbanyakan Terhadap Tinggi Tunas di Pembibitan Pemanenan 7-9 MST MST MST MST Bagian Batang Tinggi Tunas (cm) 0 MST 3 MST 6 MST 9 MST Ujung a a a Pangkal b b b Campuran ab ab ab Ujung 7.912a 8.652ab Pangkal 7.388b 8.094b Campuran 8.230ab 9.228a Ujung Pangkal Campuran Ujung Pangkal Campuran Keterangan : MST = minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pata taraf 5 %.

41 27 Hasil analisis ragam pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa bahan perbanyakan berpengaruh terhadap tinggi tunas di pembibitan pada pemanenan pertama (7-9 MST) dan kedua (10-12 MST), sedangkan pada pemanenan berikutnya tidak ditemukan perbedaan yang signifikan. Berdasarkan Tabel 3, bahan perbanyakan berpengaruh nyata terhadap tolok ukur tinggi tunas pada pemanenan pertama dari 3, 6, dan 9 MST. Tunas tertinggi terdapat pada kelompok dengan bahan perbanyakan ujung batang sedangkan tinggi tunas terendah pada kelompok pangkal batang. Bahan tanam memberikan pengaruh yang berbeda pada tunas hasil pemanenan kedua (10-12 MST) pada 0 dan 3 MST. Tunas tertinggi pada saat pemanenan terjadi pada kelompok gabungan bagian ujung dan pangkal batang, sedangkan pada 3 MST tunas tertinggi pada kelompok dengan bahan perbanyakan ujung batang. Sama dengan pemanenan pertama, tinggi tunas terendah pada 3 MST terjadi pada kelompok dengan bahan perbanyakan pangkal batang. Panjang Daun Tabel 4. Pengaruh Bahan Perbanyakan Terhadap Panjang Daun Tunas di Pembibitan Pemanenan 7-9 MST MST MST MST Bagian Batang Panjang Daun (cm) 0 MST 3 MST 6 MST 9 MST Ujung 5.612a 7.784a 10.19a a Pangkal 4.654b 5.724b 7.798b 9.696b Campuran 5.11ab 6.376b 8.764ab 11.51a Ujung 5.526a 6.986a 9.434a Pangkal 4.364b 5.724b 7.594b Campuran 5.858a 7.286a 9.062a Ujung Pangkal Campuran Ujung Pangkal Campuran Keterangan : MST = minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pata taraf 5 %.

42 28 Bahan tanam juga berpengaruh terhadap panjang daun pada tunas di pembibitan (Lampiran 6). Pengaruh bahan tanam ini terlihat pada pemanenan pertama (7-9 MST) dan pemanenan kedua (10-12 MST), sedangkan pada pemanenan berikutnya tidak terdapat perbedaan yang nyata. Berdasarkan Tabel 4, pada pemanenan pertama panjang daun tertinggi terdapat pada tunas yang berasal dari batang bagian ujung, sedangkan panjang daun terendah pada tunas yang berasal dari bahan tanam bagian pangkal batang. Pemanenan kedua hampir sama dengan pemanenan pertama, panjang daun terendah terdapat pada tunas yang berasal dari batang bagian pangkal dengan ratarata panjang daun pada saat panen, 3, dan 6 MST sebesar cm, cm, dan cm. Panjang daun pada pemanenan kedua tidak terdapat perbedaan yang nyata untuk antara kelompok ujung batang dan campuran. Lebar Daun Hasil analisis ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa bahan tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tolok ukur lebar daun pada tunas yang telah dipindahkan ke media pembibitan. Berdasarkan Gambar 13, lebar daun tunas pada masing-masing umur panen berkisar antara cm. Pertumbuhan lebar daun pada setiap minggunya sangat lambat. Bahkan, tidak terlihat perbedaan Lebar Daun (cm) nyata antara lebar daun saat pemindahan dan saat berumur 9 MST. 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Panen ke-1 Panen ke-2 Panen ke-3 Panen ke-4 0 MST 3 MST 6 MST 9 MST Umur Tunas Gambar 13. Rata-rata Lebar Daun Tunas Berbagai Bahan Perbanyakan pada Umur Tunas yang Berbeda

43 29 Jumlah Daun Tabel 5. Pengaruh Bahan Perbanyakan Terhadap Jumlah Daun Tunas di Pembibitan Pemanenan 7-9 MST MST MST MST Bagian Batang Jumlah Daun (Helai) 0 MST 3 MST 6 MST 9 MST Ujung b Pangkal a Campuran a Ujung 8.716b 9.466b c Pangkal a a a Campuran a a b Ujung b Pangkal ab Campuran a Ujung Pangkal Campuran Keterangan : MST = minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pata taraf 5 % Penggunaan bahan tanam yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap tolok ukur jumlah daun pada tunas yang telah dipindahkan (Lampiran 8). Berdasarkan Tabel 5, pemanenan pertama (7-9 MST) berbeda nyata pada 6 MST dengan jumlah daun tertinggi pada kelompok dengan bahan tanam pangkal batang. Nilai ini tidak berbeda nyata dengan jumlah daun pada tunas yang berasal dari gabungan ujung dan pangkal batang dengan rata-rata jumlah daun masingmasing helai dan helai. Rata-rata jumlah daun terendah pada setiap pemanenan terjadi pada kelompok dengan bahan tanam ujung batang. Bahan tanam pada pemanenan kedua (10-12 MST) memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada saat pemindahan, 3, dan 6 MST dengan jumlah daun tertinggi pada kelompok dengan bahan tanam pangkal batang. Pengaruh nyata juga terjadi pada pemanenan ketiga (13-16 MST) saat pemindahan dengan jumlah

44 30 daun tertinggi pada kelompok gabungan ujung dan pangkal batang, sedangkan pada pemanenan keempat (17-20 MST) tidak terdapat perbedaan yang nyata. Bobot Tunas Berdasarkan hasil analisis ragam pada lampiran 9, bahan tanam berpengaruh nyata terhadap bobot tunas pada pemanenan kedua (10-12 MST), sedangkan pada pemanenan lainnya tidak terlihat pengaruh yang signifikan. Bobot tunas tertinggi pada pemanenan kedua (Tabel 6) terdapat pada kelompok dengan bahan tanam pangkal batang dengan rata-rata bobot tunas sebesar gram. Sementara itu, bobot terendah terdapat pada kelompok dengan bahan tanam ujung batang dengan rata-rata bobot sebesar 7.36 gram. Tabel 6. Pengaruh Bahan Perbanyakan Terhadap Bobot Tunas Saat Pemanenan Bagian Batang Bobot Tunas (gram) 7-9 MST MST MST MST Ujung b Pangkal a Campuran a Keterangan : MST = minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pata taraf 5 % Hubungan Umur Panen Terhadap Kualitas Bibit Nenas PK-1 Waktu pemanenan berpengaruh terhadap kualitas bibit yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis regresi pada lampiran 10, umur panen berpengaruh nyata terhadap bobot tunas yang dihasilkan. Umumnya, tunas yang dipanen pada minggu-minggu awal akan memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih baik, sedangkan tunas yang dipanen lebih dari 16 MST mengalami penurunan kualitas dilihat dari beberapa tolok ukur yang diamati. Hal ini diduga karena kadar cadangan energi yang terkandung dalam stek yang mendukung pertumbuhan tunas telah berkurang. Hartmann et al. (1990) mengemukakan bahwa nutrisi yang terdapat dari bahan perbanyakan tanaman berpengaruh kuat terhadap perkembangan tunas dan akar.

45 31 Hasil analisis regresi untuk beberapa tolok ukur yang diamati berupa tinggi tunas, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, dan bobot tunas menunjukkan bahwa tunas yang dipanen pertama (7-9 MST) cenderung lebih tinggi, memiliki lebar daun dan bobot tunas yang lebih besar, namun panjang dan jumlah daun yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan pemanenan berikutnya. Tunas yang dipanen keempat (17-20 MST) memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan tunas yang dipanen sebelumnya. Nilai rata-rata dari semua tolok ukur yang diamati pada pemanenan keempat terlihat lebih rendah. Tidak semua tolok ukur mengalami penurunan, seperti panjang dan jumlah daun mencapai nilai maksimum pada pemanenan ketiga (13-16 MST). Tinggi Tunas Berdasarkan analisis regresi (Lampiran 10) umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas yang dihasilkan. Gambar 14 menunjukkan adanya satu pola penurunan tinggi tunas pada umur panen yang berbeda. Analisis regresi yang dilakukan menghasilkan persamaan y = 0,067x 2-0,516x + 8,764 dengan nilai R 2 sebesar Tunas pada pemanenan pertama (7-9 MST) memiliki tinggi sebesar 8.37 cm dan mengalami penurunan hingga mencapai rata-rata tinggi 7.73 cm pada pemanenan keempat. Tinggi Tunas (cm) 8,50 8,40 8,30 8,20 8,10 8,00 7,90 7,80 7,70 7,60 y = 0,067x 2-0,516x + 8,764 R² = 0, panen ke- Gambar 14. Pengaruh Umur Panen Terhadap Tinggi Tunas di Pembibitan

46 Lebar Daun 32 Seperti halnya tinggi tunas, lebar daun juga mengalami penurunan pada setiap pemanenan. Namun, hasil analisis regresi (Lampiran 10) menunjukkan umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap lebar daun. Gambar 15 menunjukkan penurunan lebar daun dengan persamaan y = 0,041x 2-0,31x + 2,030 dan nilai R 2 sebesar Lebar daun yang cenderung lebih tinggi terjadi pada pemanenan pertama (7-9 MST) dengan nilai rata-rata sebesar 1.78 dan terendah sebesar 1.43 pada pemanenan keempat (17-20 MST). Pertumbuhan yang relatif lambat pada tunas yang tumbuh terakhir diduga mempengaruhi pertumbuhan daun dilihat dari lebarnya. Lebar daun (cm) 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 y = 0,041x 2-0,31x + 2,030 R² = 0, Panen ke- Gambar 15. Pengaruh Umur Panen Terhadap Lebar Daun Tunas di Pembibitan Panjang Daun Analisis regresi pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap panjang daun tunas pada saat panen. Gambar 16 menunjukkan rata-rata panjang daun meningkat sampai dengan titik maksimum pada pemanenan ketiga (13-16 MST) kemudian menurun pada pemanenan berikutnya. Persamaan yang diperoleh yaitu y = -0,085x 2 + 0,478x + 4,707 dengan nilai R 2 sebesar Rata-rata panjang daun tunas yang dipanen pertama sebesar 5.13 cm meningkat pada pemanenan ketiga menjadi 5.45 cm kemudian menurun menjadi 5.23 cm pada pemanenan ke empat.

47 Panjang Daun (cm) 5,5 5,45 5,4 5,35 5,3 5,25 5,2 5,15 5,1 5,05 y = -0,085x 2 + 0,478x + 4,707 R² = 0, Gambar 16. Pengaruh Umur Panen Terhadap Panjang Daun Tunas di Pembibitan Jumlah Daun Berdasarkan hasil analisis regresi (Lampiran 10) dapat dilihat bahwa umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap tolok ukur jumlah daun yang dihasilkan. Persamaan yang dihasilkan yaitu y = -0,558x 2 + 3,611x + 6,038 dengan nilai R 2 sebesar berdasarkan Gambar 17, jumlah daun meningkat hingga pemanenan ketiga (13-16 MST) kemudian mengalami penurunan pada pemanenan keempat (17-20 MST). Rata-rata jumlah daun pada tunas yang dipanen pertama (7-9 MST) sebesar 9.2 helai dan meningkat hingga titik maksimum pada pemanenan ketiga sebanyak 12.2 helai. Jumlah daun mengalami penurunan pada pemanenan keempat menjadi helai. Jumlah Daun (helai) Panen key = -0,558x 2 + 3,611x + 6,038 R² = 0, Panen ke- Gambar 17. Pengaruh Umur Panen Terhadap Jumlah Daun Tunas di Pembibitan

48 Bobot Tunas 34 Berdasarkan hasil analisis regresi (Lampiran 10) Bobot tunas yang dihasilkan dipengaruhi secara nyata oleh waktu pemanenan. Tunas yang dipanen pertama terlihat lebih besar dengan rata-rata bobot sebesar gram per tunas, namun pada pemanenan berikutnya tunas yang dihasilkan cenderung lebih kecil sehingga berpengaruh terhadap bobotnya. Rata-rata bobot tunas pada pemanenan terakhir (17-20 MST) mengalami penurunan sebesar 4.14 gram dari rata-rata tunas yang dipanen pertama. Hasil analisis regresi pada Gambar 18 menunjukkan persamaan y = -0,19x 2-0,342x + 12,15 dengan R 2 sebesar Bobot Tunas (gram) y = -0,19x 2-0,342x + 12,15 R² = 0, Panen ke- Gambar 18. Pengaruh Umur panen terhadap Bobot Tunas Saat Pemanenan Pembahasan Umum Perlakuan BAP dan air kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap semua tolok ukur di penyemaian. Persentase stek hidup mengalami penurunan setiap minggunya karena serangan penyakit busuk hati yang disebabkan oleh Phytophthora nicotianae B. De Haan var parasitica (Dast.) Waterh. Menurut Semangun (1994) gejala penyakit busuk hati ini berupa daun muda klorosis dengan ujung nekrosis, busuk, berbau, dan berwarna kecoklatan. Pembusukan tunas ini dapat meluas ke batang nenas. Lingkungan berupa curah hujan dan kelembaban tinggi (30 o C) yang tinggi, serta media tanam mengandung bahan organik berpengaruh terhadap penyebaran penyakit ini.

49 35 Tolok ukur stek bertunas pada tahap penyemaian juga tidak dipengaruhi secara nyata oleh pemberian BAP dan air kelapa. Persentase stek bertunas tertinggi terjadi pada 5 MST sebesar 100 % bertunas untuk setiap stek pada setiap perlakuan. Tingginya persentase stek bertunas ini diduga karena pemberian sitokinin eksogen. Werner et al. dalam Nieminen (2009) mengemukakan sitokinin merupakan fitohormon yang mengontrol proses pertumbuhan dan perkembangan, termasuk mengontrol aktivitas meristem tunas dan akar. Perlakuan BAP dan air kelapa juga tidak berpengaruh terhadap jumlah tunas hidup per stek dan jumlah tunas yang dipindah per stek. Jumlah tunas hidup per stek pada awal penyemaian berkisar antara tunas, sedangkan pada akhir penyemaian meningkat menjadi tunas dengan perlakuan yang cenderung memiliki rata-rata jumlah tunas per stek lebih tinggi terjadi pada perlakuan 100 ppm BAP. Rata-rata jumlah tunas di pembibitan lebih rendah dari pada pada saat penyemaian. Hal ini terjadi karena pemanenan dilakukan bertahap agar tunas yang dipanen memiliki ukuran yang cukup besar untuk dipindahkan. Rata-rata jumlah tunas per stek pada pemanenan pertama berkisar antara tunas dan pada akhir pegamatan jumlah tunas per stek di pembibitan meningkat menjadi tunas. Perlakuan cenderung tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan bibit nenas di pembibitan. Tolok ukur yang diamati pada tahap pembibitan berupa bobot tunas saat pemindahan, tinggi tunas, panjang daun, lebar daun, dan jumlah daun. Pemberian BAP dan air kelapa hanya berpengaruh terhadap tolok ukur jumlah daun pada tunas hasil pemanenan pertama saat berumur 6 MST dengan jumlah daun tertinggi pada perlakuan 50 ppm BAP sebesar helai. Pengelompokan berupa bagian batang yang digunakan sebagai bahan tanam berpengaruh terhadap beberapa tolok ukur di penyemaian dan pembibitan. Pengaruh pengelompokan pada tahap penyemaian terlihat nyata terhadap jumlah tunas per stek hingga 15 MST. Bagian batang yang memiliki rata-rata jumlah tunas tertinggi yaitu bagian ujung (Gambar 19a). Protacio et al. dalam Qodriyah dan Sutisna (2007) mengemukakan batang bagian pucuk dengan jaringan yang lebih muda memiliki kandungan hormon lebih tinggi, namun kandungan

50 36 karbohidratnya lebih rendah daripada bagian pangkal. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan tunas berlangsung lebih cepat dibanding dengan bagian pangkal. a b c Gambar 19. Mata tunas pada stek bagian ujung umumnya lebih banyak dan kecil (a) sedangkan mata tunas pada stek bagian pangkal lebih besar namun sedikit (b) tunas yang dihasilkan dari bagian ujung (kiri) dan tunas dari pangkal batang (kanan) (c) Pengelompokan juga berpengaruh terhadap tolok ukur di pembibitan seperti tinggi tunas, panjang daun, jumlah daun, dan bobot tunas. Tinggi tunas yang dihasilkan dari bahan tanam berupa ujung batang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan tunas yang berasal dari pangkal batang. Hal yang serupa juga terjadi pada tolok ukur panjang daun. Tunas yang berasal dari ujung batang memiliki daun yang lebih panjang daripada tunas yang berasal dari pangkal. Tunas yang berasal dari pangkal batang (Gambar 19c) memiliki jumlah daun dan bobot yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan tunas yang yang berasal dari ujung batang. Menurut Coppens dan Leal (2003) pada batang bagian tengah dan pangkal umumnya mata tunas akan lebih besar karena adanya peningkatan ukuran daun pertama tunas yang masih tertutup. Selain itu, Ramadiana (2008) mengemukakan stek bagian atas atau pucuk bersifat lebih meristematik, yang artinya sel-sel dalam jaringan sangat aktif membelah sehingga tunas lebih cepat muncul dan tunas yang dihasilkan lebih banyak. Waktu pemanenan berpengaruh terhadap kualitas bibit yang dihasilkan. Perbedaan kualitas bibit dapat dilihat dari hasil analisis regresi beberapa tolok ukur terpilih seperti tinggi tunas, bobot tunas, panjang, lebar, dan jumlah daun. Beberapa tolok ukur seperti lebar daun, tinggi, dan bobot tunas mengalami

TINJAUAN PUSTAKA Botani Nenas

TINJAUAN PUSTAKA Botani Nenas TINJAUAN PUSTAKA Botani Nenas Tanaman nenas (Ananas comosus L. Merr) merupakan tanaman buah yang berasal dari Amerika tropis yaitu Brazil, Argentina dan Peru. Tanaman nenas telah tersebar ke seluruh penjuru

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau-Pekanbaru

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau-Pekanbaru MIKROPROPAGASI NANAS BOGOR (Ananas comosus (L.) Merr.) cv. QUEEN DENGAN PEMBERIAN NAFTALEN ACETYL ACYD (NAA) DAN KINETIN PADA MEDIA MURASHIGE SKOOG (MS) Desi Ekavitri 1, Sri Wulandari, Imam Mahadi Fakultas

Lebih terperinci

Pertumbuhan Planlet Nenas (Ananas comosus L. Merr.) Varietas Smooth Cayenne Hasil Kultur In Vitro pada Beberapa Konsentrasi BAP dan Umur Plantlet

Pertumbuhan Planlet Nenas (Ananas comosus L. Merr.) Varietas Smooth Cayenne Hasil Kultur In Vitro pada Beberapa Konsentrasi BAP dan Umur Plantlet Pertumbuhan Planlet Nenas (Ananas comosus L. Merr.) Varietas Smooth Cayenne Hasil Kultur In Vitro pada Beberapa BAP dan Umur Plantlet Growth of Smooth Cayenne Pineapple (Ananas comosus L. Merr.) Plantlets

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas atau Pineapple bukan tanaman asli Indonesia Penyebaran nanas di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pengisi di lahan pekarangan, lambat laun meluas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Tanaman Dracaena Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan beruas-ruas. Daun dracaena berbentuk tunggal, tidak bertangkai,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung pada bulan Juni November 2014. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

RESPOMS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAAWI (Brassica Juncea. L) TERHADAP INTERVAL PENYIRAMAN DAN KONSENTRASILARUTAN PUPUK NPK SECARA HIDROPONIK

RESPOMS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAAWI (Brassica Juncea. L) TERHADAP INTERVAL PENYIRAMAN DAN KONSENTRASILARUTAN PUPUK NPK SECARA HIDROPONIK 864. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 RESPOMS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAAWI (Brassica Juncea. L) TERHADAP INTERVAL PENYIRAMAN DAN KONSENTRASILARUTAN PUPUK NPK SECARA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Gedung Hortikultura, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai keanekaragaman tanaman hortikultura meliputi tanaman buah, tanaman sayuran dan tanaman hias. Menurut Wijaya (2006), Indonesia

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai April sampai Juni 2010 di Vegetable Garden, Unit Lapangan Darmaga, University Farm, IPB Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian berada pada ketinggian

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah didomestikasi sebelum masa

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah tropika yang menempati urutan ke dua terbesar setelah pisang. Indonesia merupakan produsen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk Bahan tanam awal (eksplan) merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan yang baik untuk digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO Oleh : SITI SYARA A34301027 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) LOKAL HUMBANG HASUNDUTAN PADA BERBAGAI DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) LOKAL HUMBANG HASUNDUTAN PADA BERBAGAI DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) LOKAL HUMBANG HASUNDUTAN PADA BERBAGAI DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH : SARWITA LESTARI PANJAITAN 110301064/BUDIDAYA

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) SKRIPSI OLEH : HENDRIKSON FERRIANTO SITOMPUL/ 090301128 BPP-AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm yang terletak di Jalan Raya Parung Nomor 546, Parung, Bogor, selama satu bulan mulai bulan April sampai dengan Mei 2011. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Secara umumm planlet anggrek Dendrobium lasianthera tumbuh dengan baik dalam green house, walaupun terdapat planlet yang terserang hama kutu putih Pseudococcus spp pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di kebun percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB, Tajur dengan elevasi 250-300 m dpl

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN HIDROGEL DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DENGAN SISTEM VERTIKULTUR SKRIPSI

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN HIDROGEL DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DENGAN SISTEM VERTIKULTUR SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN HIDROGEL DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DENGAN SISTEM VERTIKULTUR SKRIPSI OLEH : NORI ANDRIAN / 110301190 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nenas merupakan buah tropika ketiga setelah pisang dan mangga yang diperdagangkan secara global (Petty et al. 2002) dalam bentuk nenas segar dan produk olahan. Hampir

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nenas (Ananas comossus L. Merr)

TINJAUAN PUSTAKA. Nenas (Ananas comossus L. Merr) TINJAUAN PUSTAKA Nenas (Ananas comossus L. Merr) Nenas (Ananas comosus L. Merr) adalah tumbuhan yang berasal dari Amerika Selatan. Bangsa Indian diduga mengadakan seleksi dari tumbuhan nenas liar sehingga

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan selama bulan November 2016-Februari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN BIBIT BUD CHIPS TEBU (Saccharum officinarum L. ) PADA BERBAGAI UMUR BAHAN TANAMAN DENGAN PEMBERIAN BAP

PERTUMBUHAN BIBIT BUD CHIPS TEBU (Saccharum officinarum L. ) PADA BERBAGAI UMUR BAHAN TANAMAN DENGAN PEMBERIAN BAP PERTUMBUHAN BIBIT BUD CHIPS TEBU (Saccharum officinarum L. ) PADA BERBAGAI UMUR BAHAN TANAMAN DENGAN PEMBERIAN BAP SKRIPSI NITA JULIANA S. 100301195/ BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA DAN SUMBER BAHAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN STEK LIDAH MERTUA (Sansevieria trivaciata Lorentii ) Oleh:

PENGARUH MEDIA DAN SUMBER BAHAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN STEK LIDAH MERTUA (Sansevieria trivaciata Lorentii ) Oleh: PENGARUH MEDIA DAN SUMBER BAHAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN STEK LIDAH MERTUA (Sansevieria trivaciata Lorentii ) SKRIPSI Oleh: NURUL VIENDA ANGGRAINI 050307028 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) berpengaruh nyata pada jumlah akar primer bibit tanaman nanas, tetapi tidak

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN STUM MATA TIDUR KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) DENGAN PEMBERIAN AIR KELAPA DAN PUPUK ORGANIK CAIR

RESPONS PERTUMBUHAN STUM MATA TIDUR KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) DENGAN PEMBERIAN AIR KELAPA DAN PUPUK ORGANIK CAIR RESPONS PERTUMBUHAN STUM MATA TIDUR KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) DENGAN PEMBERIAN AIR KELAPA DAN PUPUK ORGANIK CAIR Prihyanti Lasma E. Sinaga 080301053 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA TANAM DAN KONSENTRASI AUKSIN TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BASAL DAUN MAHKOTA TANAMAN NENAS (Ananas comosus L. Merr) cv.

PENGARUH MEDIA TANAM DAN KONSENTRASI AUKSIN TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BASAL DAUN MAHKOTA TANAMAN NENAS (Ananas comosus L. Merr) cv. PENGARUH MEDIA TANAM DAN KONSENTRASI AUKSIN TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BASAL DAUN MAHKOTA TANAMAN NENAS (Ananas comosus L. Merr) cv. Queen Khotimah Husniati A34404044 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A24050822 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Pertumbuhan Tunas Sansevieria trifaciata Prain Laurentii pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan Konsentrasi GA3

Pertumbuhan Tunas Sansevieria trifaciata Prain Laurentii pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan Konsentrasi GA3 Pertumbuhan Tunas Sansevieria trifaciata Prain Laurentii pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan Konsentrasi GA3 Shoots Growth of Sansevieria trifaciata Prain Laurentii in some Growing Media Composition

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung pada bulan Desember 2013

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN BUD CHIP TEBU (Saccharum officinarum L.) SKRIPSI OLEH:

PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN BUD CHIP TEBU (Saccharum officinarum L.) SKRIPSI OLEH: PENGARUH JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN BUD CHIP TEBU (Saccharum officinarum L.) SKRIPSI OLEH: ARIF AL QUDRY / 100301251 Agroteknologi Minat- Budidaya Pertanian Perkebunan PROGRAM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Pisang Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Sudah lama buah pisang menjadi komoditas buah tropis yang sangat populer

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN STUMP KARET PADA BERBAGAI KEDALAMAN DAN KOMPOSISI MEDIA TANAM SKRIPSI OLEH : JENNI SAGITA SINAGA/ AGROEKOTEKNOLOGI-BPP

PERTUMBUHAN STUMP KARET PADA BERBAGAI KEDALAMAN DAN KOMPOSISI MEDIA TANAM SKRIPSI OLEH : JENNI SAGITA SINAGA/ AGROEKOTEKNOLOGI-BPP PERTUMBUHAN STUMP KARET PADA BERBAGAI KEDALAMAN DAN KOMPOSISI MEDIA TANAM SKRIPSI OLEH : JENNI SAGITA SINAGA/100301085 AGROEKOTEKNOLOGI-BPP PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman caisim dilaksanakan di lahan kebun percobaan IPB Pasir Sarongge, Cipanas dengan ketinggian tempat 1 124 m dpl, jenis tanah Andosol. Penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 yang bertempat di Greenhouse Fakultas Pertanian dan Laboratorium Penelitian,

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN STUMPKARET

RESPON PERTUMBUHAN STUMPKARET 1 RESPON PERTUMBUHAN STUMPKARET (Hevea brassiliensis Muell Arg.)TERHADAP PEMBERIAN ASAM ASETIK NAFTALEN 3,0 % DENGAN CARA PENGOLESAN DI LUKA PEMOTONGAN AKAR TUNGGANG PADA BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA TANAM

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PERLAKUAN ROOTONE F PADA PERTUMBUHAN STEK BATANG Aglaonema Donna Carmen

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PERLAKUAN ROOTONE F PADA PERTUMBUHAN STEK BATANG Aglaonema Donna Carmen PENGARUH MEDIA TANAM DAN PERLAKUAN ROOTONE F PADA PERTUMBUHAN STEK BATANG Aglaonema Donna Carmen SKRIPSI Oleh : DARSONO 2009-41-012 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MURIA KUDUS

Lebih terperinci

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI SKRIPSI Ajeng Widayanti PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada areal pertanaman jeruk pamelo di lahan petani Desa Bantarmara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dengan ketinggian tempat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

APLIKASI TEKNIK TOPING PADA PERBANYAKAN BENIH PISANG (Musa paradisiaca L.) DARI BENIH ANAKAN DAN KULTUR JARINGAN. Oleh BURHANUDIN RABANI A

APLIKASI TEKNIK TOPING PADA PERBANYAKAN BENIH PISANG (Musa paradisiaca L.) DARI BENIH ANAKAN DAN KULTUR JARINGAN. Oleh BURHANUDIN RABANI A APLIKASI TEKNIK TOPING PADA PERBANYAKAN BENIH PISANG (Musa paradisiaca L.) DARI BENIH ANAKAN DAN KULTUR JARINGAN Oleh BURHANUDIN RABANI A24052715 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan

Lebih terperinci

SIMULASI UJI BUSS (BARU, UNIK, SERAGAM, STABIL) TIGA VARIETAS NENAS (Ananas comosus L. Merr) Oleh Efi Mulyati A

SIMULASI UJI BUSS (BARU, UNIK, SERAGAM, STABIL) TIGA VARIETAS NENAS (Ananas comosus L. Merr) Oleh Efi Mulyati A SIMULASI UJI BUSS (BARU, UNIK, SERAGAM, STABIL) TIGA VARIETAS NENAS (Ananas comosus L. Merr) Oleh Efi Mulyati A34404022 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggrek merupakan jenis tanaman hias yang digemari konsumen. Jenis anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan Phalaenopsis dari Negara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian berlangsung dari bulan Mei 2011 sampai bulan Juli 2011 di lahan Pembibitan Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian diawali dengan pemilihan pohon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Saat ini, manggis merupakan salah

Lebih terperinci

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI. REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI Oleh: RAHADI PURBANTORO NPM : 0825010009 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT ` ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP Anna Rufaida 1, Waeniaty 2, Muslimin 2, I Nengah Suwastika 1* 1 Lab.Bioteknologi,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk BAHAN DAN METODE 9 Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2007 sampai Juni 2007 di rumah kaca Balai Penelitian Biologi dan Genetika Cimanggu, Bogor, Jawa Barat. Rumah kaca berukuran

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) Oleh: Mardhyillah Shofy A34103042 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 UJI BATANG BAWAH KARET (Hevea brassiliensis, Muell - Arg.) BERASAL DARI BENIH YANG TELAH MENDAPAT PERLAKUAN PEG DENGAN BEBERAPA KLON ENTRES TERHADAP KEBERHASILAN OKULASI MELINSANI MANALU 090301106 PROGRAM

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : ANI MEGAWATI SIMBOLON** BDP-AGRONOMI

SKRIPSI OLEH : ANI MEGAWATI SIMBOLON** BDP-AGRONOMI PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH AKAR DAN MEDIA TANAM TERHADAP KEBERHASILAN DAN PERTUMBUHAN SETEK KAMBOJA JEPANG (Adenium obesum) SKRIPSI OLEH : ANI MEGAWATI SIMBOLON** 040301035 BDP-AGRONOMI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO Oleh: ASEP RODIANSAH A34302032 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ton. Data produksi gula 2013 hanya mencapai ton dengan luas wilayah. penyiapan bibit dan kualitas bibit tebu (BPS, 2013).

PENDAHULUAN. ton. Data produksi gula 2013 hanya mencapai ton dengan luas wilayah. penyiapan bibit dan kualitas bibit tebu (BPS, 2013). PENDAHULUAN Latar Belakang Tebu adalah tanaman penghasil gula yang menjadi salah satu sumber karbohidrat. Tanaman ini sangat dibutuhkan sehingga terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.

Lebih terperinci