Lobak (Raphanus sativus) merupakan sayuran berumbi,

dokumen-dokumen yang mirip
Bawang daun adalah salah satu sayuran yang diminati

BAB I PENDAHULUAN. salad ke piring setelah dituang. Minyak goreng dari kelapa sawit juga memiliki sifat

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

RINGKASAN MATERI KALOR, PERUBAHN WUJUD DAN PERPINDAHAN KALOR

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

KINETIKA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. Silvia Reni Yenti,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

BAB 2 LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN. Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SNI Standar Nasional Indonesia. Minyak kayu putih

Faradina GERAK LURUS BERATURAN

BAB X GERAK LURUS. Gerak dan Gaya. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas VII 131

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Februari-April 2015, bertempat di

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL

Peramalan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

III. METODE PENELITIAN

Analisis Model dan Contoh Numerik

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

III. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimental Design dengan

Suatu Catatan Matematika Model Ekonomi Diamond

Bab IV Pengembangan Model

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS

MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH)

IV. METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

STUDI PENELITIAN KOMPOSISI BETON BERPORI DENGAN VARIASI JENIS DAN PERSENTASE BAHAN ADMIXTURE TERKAIT NILAI KUAT TEKAN PADA APLIKASI SIDEWALK

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI

IV. METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

MODUL 1 RANGKAIAN THEVENIN, PEMBEBANAN DAN ARUS TRANSIEN

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN

KINEMATIKA. gerak lurus berubah beraturan(glbb) gerak lurus berubah tidak beraturan

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

III. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1. Form pengukuran indeks glikemik Tanggal pengukuran : Jenis sampel : Kadar Glukosa darah 0 Jam 30 Jam 60 Jam 90 Jam 120 Jam

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg

ARUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GERAK ELEKTRIK

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X

III. METODE PENELITIAN

SUPLEMEN 3 Resume Hasil Penelitian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Sumatera Selatan terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang memutuskan untuk menempuh kebijakan hutang

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS KEHANDDALAN DAN LAJU KERUSAKAN PADA MESIN CONTINUES FRYING (STUDI KASUS : PT XYZ)

Bab 5 Penaksiran Fungsi Permintaan. Ekonomi Manajerial Manajemen

Kadek Bayu Wibawa*, I Ketut Sumerta**, I Made Dharmawan***

Penduga Data Hilang Pada Rancangan Bujur Sangkar Latin Dasar

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hubungan antara koefesien konsolidasi arah horizontal dan vertikal

PENGGUNAAN DISTRIBUSI PELUANG JOHNSON SB UNTUK OPTIMASI PEMELIHARAAN MESIN

Gambar 2. Letak Geografis Kota Tangerang

BAB II LANDASAN TEORI

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-108

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit di Sumatera

III. METODE PENELITIAN. Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan

IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks)

ASSESSMENT TECHNOLOGY DI DEPARTEMEN WORKSHOP PADA PT.TRIPANDU JAYA DENGAN METODE TEKNOMETRIK

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu

Transkripsi:

TEKNIK MEMPERTAHANKAN MUTU LOBAK (Raphanus saivus) DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING VAKUM Sri Mulia Asui 1 Lobak (Raphanus saivus) merupakan sayuran berumbi, berasal dari Cina dan Jepang. Daunnya agak berbulu dengan, ujung lembaran daun lebih besar daripada pangkalnya. Umbi berbenuk bula panjang, berwarna puih dan merupakan bagian uama yang dapa dimakan, namun daun dan bunganya dapa pula dikonsumsi. Unuk meningkakan nilai ambah, pengawean sayuran dengan mengolahnya menjadi sayuran kering mulai banyak dilakukan di Indonesia. Sebelumnya, sayuran kering seperi bawang daun, seledri, worel, dan kubis diimpor dari Eropa. Pengeringan dilakukan dengan ala pengering vakum unuk memperoleh sayuran kering dengan warna, aroma, dan eksur yang baik (Sinaga dan Hisifarina 2000). Lobak kering banyak digunakan unuk campuran bumbu pada masakan mi dan sup. Pengeringan merupakan salah sau cara pengawean bahan agar dapa disimpan lebih lama, ringan, dan volumenya menjadi kecil sehingga biaya produksi akan lebih hema. Pengeringan berujuan unuk mengurangi sebagian air dari bahan sampai kadar air erenu agar bahan ersebu dapa disimpan lebih lama (Aman e al. 1992; Muchadi e al. 1995). Pengeringan elah banyak dilakukan dalam pengolahan hasil peranian dan bahan pangan dengan menggunakan energi maahari, pemanasan, pengangin-anginan, perbedaan ekanan uap, dan pengeringan beku (Aman e al. 1992). Pengeringan dengan ekanan vakum dan suhu rendah akan menghasilkan sayuran kering yang bermuu baik (Eshiaghi e al. 1994; Hisifarina e al. 2004). Pengeringan beku pada beberapa jenis sayuran selain dapa memperahankan kandungan okoferol (Manullang dan Mercylia 1995) juga dapa memperahankan warna hijau klorofil (Sinaga 2001b). Pengeringan dengan ala pengering sempro dan drum menghasilkan akivias aniromboik yang baik pada bawang merah dan bawang puih (Muchadi e al. 1995). Pengeringan vakum merupakan suau cara pengeringan bahan dalam ruang yang ekanannya lebih rendah daripada ekanan udara amosfer. Pengeringan dapa dilakukan dalam 1 Teknisi Likayasa Penyelia pada Balai Peneliian Tanaman Sayuran, Jalan Tangkuban Perahu No. 517, Lembang 40391, Telp. (022) 2786245, Faks. (022) 2786416 waku yang lebih singka walaupun pada suhu yang lebih rendah daripada pengeringan amosfer. Dengan ekanan uap air dalam udara yang lebih rendah, air pada bahan akan menguap pada suhu yang lebih rendah (Aman e al. 1992; Hisifarina dan Musaddad 2004; Sinaga 2001a). Percobaan ini berujuan unuk mengeahui suhu dan ekanan vakum yang opimum pada pengeringan lobak. BAHAN DAN METODE Peneliian dilaksanakan di laboraorium fisiologi hasil Balai Peneliian Tanaman Sayuran (Balisa) di Lembang anara Juli- Desember 2002. Bahan baku yang digunakan adalah lobak segar yang diperoleh dari peani di Lembang, Kabupaen Bandung (Gambar 1), bahan kimia unuk analisis sera bahan pembanu. Ala yang digunakan melipui pisau, ember, imbangan, pengering vakum (Gambar 2), kain wadah bahan yang dikeringkan, dan kanong plasik. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok pola fakorial dengan iga ulangan. Perlakuan yang dicoba erdiri aas dua fakor; fakor perama adalah suhu pengeringan yakni 50 C, 60 C, dan 70 C dan fakor kedua adalah ekanan vakum yakni 200, 300, dan 400 mbar. Kapasias pengering vakum adalah 1-2 kg sampel (skala laboraorium). Rancangan acak kelompok yang digunakan dieruskan pengujiannya dengan uji jarak berganda Duncan 5%. Hasil uji organolepik selanjunya dianalisis secara muliple comparison dengan uji panelis agak erlaih dengan jumlah panelis 15 orang. Umbi lobak sampel dibersihkan, kemudian dipoongpoong dengan keebalan 3 mm. Poongan-poongan lobak yang seragam dileakkan dalam wadah unuk dikeringkan dalam ala pengering vakum yang elah diaur suhu dan ekanannya sesuai perlakuan. Lobak dikeringkan sampai dapa dipaahkan aau rapuh aau sampai kadar air di bawah 14% (Gambar 3). Sampel yang dikeringkan adalah 200 g iap perlakuan dengan iga ulangan. Diagram alir proses pembuaan lobak kering disajikan pada Gambar 4. Parameer yang diamai dan diukur adalah nilai organolepik (warna, aroma, dan penampakan), kadar air, oal pada- 30 Bulein Teknik Peranian Vol. 12 No. 1, 2007

Gambar 1. Lobak segar Gambar 2. Pengering vakum Gambar 3. Lobak kering Gambar 4. Lobak Sorasi Pencucian/pengeringan Pengirisan/pemoongan Pengeringan Produk lobak kering Kemasan an erlaru (oal soluble solid = TSS), dan viamin C. Nilai organolepik didasarkan pada uruan peringka yakni 1 = sanga disukai, 2 = disukai, 3 = agak disukai, 4 = kurang disukai, dan 5 = idak disukai. Kadar air diukur dengan meode gravimeri, za pada erlaru dengan hand refracomeer, dan kadar viamin C menggunakan meode Iodomeri. Pengukuran Kadar Air dengan Meode Gravimeri Sampel diimbang 1-2 g pada sebuah cawan pengering yang sudah dikeahui bobo eapnya. Selanjunya sampel dikeringkan pada oven dengan suhu 100-105 o C selama 3-5 jam lalu didinginkan dalam eksikaor dan diimbang. Pekerjaan ersebu diulangi hingga diperoleh bobo eap. Kadar air dihiung dengan rumus sebagai beriku: Diambil yang lurus dan mulus Diagram alir proses pembuaan lobak kering 3 mm Vacuum drier Dianalisis muu Kadar air (%) = (Bobo cawan + sampel) - (Bobo cawan + sampel kering) x 100% Bobo sampel Sebagai conoh, jika dikeahui bobo cawan 29,400 g dan bobo cawan + sampel 32,447 g maka bobo sampel adalah 3,047 g dan bobo cawan + sampel kering 31,9735 g. 32,447-31,9735 Kadar air (%) = x 100% 3,047 = 15,54% Perhiungan Kadar Viamin C dengan Meode Iodomeri Bahan aau sampel yang akan dianalisis dihaluskan dengan menggunakan blender kemudiam diimbang 2-3 g. Selanjunya, sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dan diambahkan akuades sampai anda baas. Selanjunya dilakukan senrifugasi dengan menggunakan senrifuge unuk memisahkan konsenranya. Supernaan yang diperoleh diambil 20 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Ke dalam erlenmeyer ersebu diambahkan 2 ml laruan amilum 1% kemudian diirasi dengan laruan iodium 0,01 N sampai iik akhir irasi yang berwarna biru. Kadar viamin C dihiung dengan rumus sebagai beriku: Kadar viamin C = ( V x N) I 2 x BE viamin C x fp x 100 mg/100 g bahan Bobo sampel Di mana: V = volume fira sampel N = normalias ion iodium (iran) I 2 = laruan iodium unuk irimeri (iran) BE = bobo equivalen dari I 2 fp = fakor pengenceran ion sampel Bulein Teknik Peranian Vol. 12 No. 1, 2007 31

Conoh perhiungannya adalah jika dikeahui bobo sampel 2 g, volume I 2 0,775 ml, normalias I 2 0,0098 N, BE viamin C 88,068, dan fp 10 kali, maka kadar viamin C = = (0,775 x 0,0098) x 88 x 10 x 100 mg/100 g bahan 2 = 334,180 mg/100 g Perhiungan Kadar TSS dengan Meode Refrakomeri Sampel yang akan dianalisis dihaluskan kemudian diimbang 1-2 g. Selanjunya sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml dan diambahkan akuades sampai anda baas. Sampel lalu disaring dan filranya dieeskan ke aas kaca refrakromeer dan dibaca skala yang erera di dalam ala ersebu. Kadar TSS dapa dikeahui dengan mengalikan angka pada skala dengan fakor pengenceran. Jika dikeahui angka pada skala 0,8 dan fakor pengenceran 50 kali maka kadar TSS = 0,8 x 50 = 40% HASIL DAN PEMBAHASAN Warna Daa pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai warna erbaik (1,47) diperoleh pada perlakuan ekanan 200 mbar dan suhu 50 C, diikui perlakuan 300 mbar 50 C (1,87). Dari masingmasing perlakuan ekanan vakum, erdapa pengaruh suhu erhadap warna lobak hasil pengeringan. Makin inggi suhu, makin kurang baik warna lobak kering yang dihasilkan. Pada suhu 50 C unuk semua perlakuan ekanan vakum, nilai warna yang diperoleh lebih baik dibanding pada suhu 60 C dan 70 C. Suhu yang makin inggi akan mempercepa erjadinya reaksi oksidasi viamin C maupun enzim fenolase yang erdapa pada cairan di permukaan poongan lobak selama pengeringan. Reaksi oksidasi ersebu menghasilkan melanoidin dan furfural yang berwarna cokla. Secara keseluruhan, ekanan vakum yang makin inggi, yakni dari 400 mbar ke 200 mbar, menghasilkan nilai warna semakin baik. Pada ekanan 200 mbar, nilai warna yang diperoleh lebih baik dibanding perlakuan 300 mbar, juga perlakuan 300 mbar lebih baik dibanding perlakuan 400 mbar. Pengeringan yang lebih lamba pada perlakuan ekanan 400 mbar diduga memperlama proses reaksi oksidasi sehingga warna cokla pada produk erliha lebih jelas. Perlakuan ekanan vakum yang inggi (200 mbar) dikombinasikan dengan suhu rendah (50 C) merupakan perlakuan erbaik. Tabel 1. Pengaruh kombinasi perlakuan ekanan vakum dan suhu erhadap nilai organolepik lobak kering, laboraorium Balisa, Lembang, 2002 Tekanan/suhu Nilai organolepik 1 (mbar/ C) Warna Aroma Penampakan 200/50 1,47 2,40 1,47 200/60 2,13 2,67 2,20 200/70 2,53 2,80 2,53 300/50 1,87 2,47 1,80 300/60 2,53 2,73 2,33 300/70 2,63 2,87 2,67 400/50 2,07 2,53 2,13 400/60 2,73 2,73 2,40 400/70 3,87 2,87 4,07 1 Nilai organolepik: 1 = sanga disukai, 2 = disukai, 3 = agak disukai, 4 = kurang disukai, 5 = idak disukai Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan berubah warna menjadi kecoklaan. Proses pencoklaan bisa erjadi karena reaksi enzimais aau nonenzimais. Pencoklaan karena reaksi enzimais disebabkan enzim felonase konak dengan oksigen dan udara sehingga mengubah fenoik menjadi meanin yang berwarna cokla. Pencoklaan akiba fakor nonenzimais merupakan perubahan warna karena pengolahan akiba panas. Ada dua macam reaksi yang erjadi yaiu reaksi meillard dan reaksi karameisasi (Apandi 1984). Toib (1988) mengemukakan bahwa perpindahan panas pada proses pengeringan erjadi karena suhu bahan pangan lebih rendah daripada suhu udara sekelilingnya. Panas yang diberikan ke dalam bahan pangan akan menaikkan suhu bahan dan menyebabkan ekanan uap dalam bahan lebih inggi daripada ekanan uap di udara sehingga erjadi perpindahan massa. Pada pengeringan lobak idak erjadi reaksi oksidasi, eapi hanya proses perpindahan panas aau massa sehingga idak erjadi proses pencoklaan karena reaksi enzimais. Lobak kering yang dihasilkan berwarna puih bersih apalagi proses pengeringannya secara vakum aau kedap udara. Pada pengeringan di mana panas dipindahkan ke produk melalui pla logam, biasanya produk diempakan dalam suau ruangan hampa udara dan uap air dikeluarkan dengan pompa vakum (van Arsdal e al. 1993). Aroma Lobak kering yang dihasilkan memiliki nilai aroma 2,40-2,87 aau ergolong nilai disukai pada skala 1-5 (Tabel 1). Pada irisan lobak segar maupun kering idak ercium aroma yang 32 Bulein Teknik Peranian Vol. 12 No. 1, 2007

ajam aau menonjol. Sama halnya dengan worel yang idak didapai aroma yang ajam. Aroma aau flavour erdiri aas unsur-unsur kimia sulfur dan dirisulfa. Kandungan unsur ersebu hanya sediki sekali dalam lobak. Lobak mengandung proein 0,9% dan lemak 0,1% (Direkora Gizi 1972). Penampakan Nilai penampakan lobak kering berkisar 1,47-4,07 pada skala 1-5 (Tabel 1). Nilai penampakan erbaik diperoleh pada perlakuan ekanan 200 mbar dan suhu 50 C yakni 1,47 diikui perlakuan ekanan 300 mbar dan 50 C yakni 1,80. Pada suhu rendah (50 C), perubahan warna pada produk kurang inensif. Walaupun warna produk sediki berubah, warnanya seragam. Pada pengeringan suhu rendah (suhu 50 C), penguapan erjadi secara perlahan-lahan sehingga hampir idak erjadi pengeripuan dan produk seragam. Pada perlakuan suhu inggi unuk masing-masing perlakuan ekanan vakum, nilai penampakan makin menurun. Pengeringan dengan suhu inggi mengakibakan penguapan lebih cepa eruama pada bagian permukaan aas aau pengeringan idak meraa sehingga erjadi pengeripuan. Perlakuan suhu 50 C yang dikombinasikan dengan ekanan vakum inggi (200 mbar) menghasilkan nilai penampakan erbaik. Kadar Air Tabel 2 menunjukkan bahwa makin inggi suhu makin rendah kadar air. Kadar air pada perlakuan suhu 50 C (13,03%) lebih inggi dibanding kadar air pada suhu 60 C dan 70 C (11,76% dan 11,44%). Meskipun irisan lobak diperlakukan sama yakni dikeringkan sampai rapuh, diduga pori-pori irisan lobak pada perlakuan suhu 60 C dan 70 C lebih membuka dibanding pada suhu 50 C sehingga air erika lebih leluasa keluar dari jaringan sel. Unuk diuapkan, ada iga jenis air dalam jaringan yakni air bebas, air erika, dan air kimia. Kadar air eringgi erdapa pada perlakuan ekanan vakum 400 mbar yakni 12,85%. Kadar air bahan yang dikeringkan dengan ekanan vakum yang inggi akan lebih kecil karena air diarik lebih kua dari bahan. Kadar air lobak kering dengan berbagai perlakuan ekanan ersebu masih memenuhi persyaraan sandar yakni di bawah 14%. Kadar air lobak kering dari semua perlakuan ineraksi suhu dan ekanan vakum hampir sama, yakni berkisar 10,51-13,56% aau memenuhi persyaraan bahan kering. Namun perlakuan ekanan vakum 200 mbar dengan 70 C pengeringannya lebih cepa dan enaga yang digunakan unuk perlakuan 400 mbar/70 C lebih besar. Tabel 2. Tekanan/suhu Pengaruh perlakuan suhu, ekanan vakum, dan ineraksi suhu dan ekanan vakum erhadap kadar air, kadar padaan erlaru, dan kadar viamin C lobak kering, laboraorium Balisa, Lembang, 2002 Kadar air (%) Kadar Toal Padaan Terlaru Daa Tabel 2 memperlihakan bahwa TSS yang diperoleh dari perlakuan suhu berkisar 37,81-41,05 Brix. Makin inggi suhu, makin besar kadar TSS. Hal ini diduga pada perlakuan suhu yang lebih inggi yakni 70 C, laju respirasi berlangsung lebih cepa. Meskipun gula reduksi berubah menjadi gas karbondioksida, air dan energi, ernyaa pembenukan gula lebih besar yakni dari hasil perombakan pai. Pada perlakuan ekanan vakum, TSS berkisar 38,67-40,52 Brix dan perlakuan ineraksi suhu dan ekanan vakum berkisar anara 36,61-43,81 Brix. Berbeda dengan komodias lain seperi seledri aau bawang daun, pada lobak idak jelas erliha pengaruh perlakuan suhu dan ekanan vakum erhadap perubahan TSS. Hal ini mungkin disebabkan dinding sel pada jaringan sel lobak lebih ebal sehingga dapa melindungi nurisi dari penguapan. Kadar Viamin C Padaan erlaru oal (Brix) Viamin C (mg/100g) Suhu ( C) 50 13,03 37,81 284,58 60 11,76 40,00 315,56 70 11,44 41,05 314,04 Tekanan (mbar) 200 11,20 39,68 317,37 300 12,17 40,52 293,33 400 12,85 38,67 303,52 Ineraksi suhu/ekanan ( o C/mbar) 200/50 13,56 39,53 242,70 200/60 12,37 40,07 318,46 200/70 12,64 39,43 390,94 300/50 12,45 37,30 302,21 300/60 12,40 40,43 307,02 300/70 10,67 43,81 270,75 400/50 12,07 36,61 308,82 400/60 10,51 39,43 321,31 400/70 11,01 39,91 280,43 Diliha dari perlakuan suhu, kadar viamin C berkisar 284,58-315,56 mg/100 g. Ada kecenderungan bahwa makin rendah suhu pengeringan (50 C) maka pengeringan menjadi lebih lama sehingga proses oksidasi pun lebih lama. Akibanya Bulein Teknik Peranian Vol. 12 No. 1, 2007 33

kadar viamin C lebih rendah. Pengeringan pada suhu 60 C dan 70 C, lebih cepa dibanding pada suhu 50 o C. Viamin C mudah eroksidasi eruama suhu yang lebih inggi dibanding suhu kamar. Kadar viamin C pada perlakuan ekanan 200 mbar, 300 mbar, dan 400 mbar berkisar 293,33-317,37 mg/100 g. Kelihaannya ada sediki perbedaan, diduga dari pengaruh keidaksabilan udara (goncangan) sera idak seragamnya jaringan sel yang erpoong. Viamin C dari perlakuan ineraksi suhu dan ekanan vakum berkisar 242,70-390,94 mg/100 g. Kadar viamin C lobak segar adalah 32,00 mg/100 g (Direkora Gizi 1995). KESIMPULAN DAN SARAN Nilai warna lobak kering pada pengeringan dengan suhu 50 C lebih baik dibanding suhu 60 C dan 70 C, karena pada suhu 60 C dan 70 C erjadi reaksi pencoklaan. Perlakuan ekanan vakum yang inggi (200 mbar) yang dikombinasikan dengan suhu rendah (50 C) merupakan perlakuan erbaik. Lobak segar maupun kering idak menunjukkan adanya aroma yang menonjol. Pengeripuan pada poongan lobak kering idak nyaa eruama pada perlakuan 50 C. Makin inggi suhu pengeringan makin kecil kadar air lobak kering. Suhu udara dan suhu jaringan sel yang lebih inggi mengakibakan air yang erika pada jaringan sel lebih mudah menguap. Perlakuan erbaik adalah 200 mbar/50 C yang menghasilkan lobak kering dengan warna dan penampakan yang lebih baik, kadar air memenuhi sandar (13,56%), oal padaan erlaru lebih inggi (39,53 Brix), begiu pula kadar viamin C masih cukup inggi yakni 242,70 mg/100 g. Perlu adanya peneliian lanjuan enang pengaruh waku pengeringan erhadap karakerisik lobak kering sehingga diperoleh lobak kering yang lebih baik lagi. Unuk memperoleh lobak kering yang lebih berpori perlu diambahkan bahan kimia seperi narium iofosfa (HaHPO 4 ), dan agar lobak kering mengandung viamin C yang inggi perlu penambahan viamin C. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan erima kasih kepada Ir. R.M. Sinaga, MS APU aas bimbingannya dalam penulisan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Aman, W., Subarna, M. Arpah, D. Syah, dan S.I. Budiwai. 1992. Peralaan dan uni proses indusri pangan. PAU IPB Bogor. hlm. 172-194. Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Ceakan kesau, Penerbi Swadaya, Jakara. Direkora Gizi. 1972. Dafar Komposisi Makanan. Bhraara, Jakara. hlm. 58. Direkora Gizi. 1996. Dafar Komposisi Bahan Makanan. Bhraara, Jakara. hlm. 32. Eshiaghi, M.N., S. Sue, and D. Knoor. 1994. High pressure and freezing prereamen effec on drying, rehydraion exure and colour of green beans, carros and poaoes. J. Food. Sci. 59(6): 1168-1170. Hisifarina. D., D. Musaddad, dan E. Muriningsih. 2004. Teknik pengeringan dalam oven unuk irisan worel kering bermuu. Jurnal Horikulura 14(2): 107-112. Hisifarina, D. dan D. Musaddad. 2004. Penggunaan sulfi dan kemasan vakum unuk memperahankan muu epung bawang merah selama penyimpanan. Jurnal Horikulura 14(1): 67-73. Manullang, M. dan I.M. Mercylia. 1995. Pengaruh pengeringan beku beberapa jenis sayuran erhadap kandungan okoferol. Bulein Teknik dan Indusri Pangan 6(3): 33-37. Muchadi, D., C. Hanny W., K. Surisno, dan R. Afrina. 1995. Pengaruh pengeringan dengan ala pengering sempro dan drum erhadap akivias aniromboik bawang puih dan bawang merah. Bulein Teknik dan Indusri Pangan 6(3): 28-32. Sinaga, R.M. dan D. Hisifarina. 2000. Peningkaan muu bawang puih insan kering dengan prosedur perendaman dalam laruan narium bisulfi. Jurnal Horikulura 9(4): 307-313. Sinaga. R.M. 2001a. Pengaruh suhu dan ekanan vakum erhadap karakerisik seledri kering. Jurnal Horikulura 11(3): 215-222. Sinaga. R.M. 2001b. Pengaruh suhu dan waku pengeringan beku erhadap karakerisik bawang daun kering. Jurnal Horikulura 11(4): 260-268. Toib, G. 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Peranian. PT Mediaama Sarana Perkasa, Jakara. van Arsdal W.B., Compley, and Morgan. 1993. Food dehydraion. The AVI Publishing Company, Inc. We por, Conecicu. p. 193. 34 Bulein Teknik Peranian Vol. 12 No. 1, 2007