BAB IV PENALARAN MATEMATIKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II HAKIKAT DAN PERANAN MATEMATIKA

BAGAIMANA MENENTUKAN BENAR TIDAKNYA SUATU PERNYATAAN?

PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

Drs. Slamin, M.Comp.Sc., Ph.D. Program Studi Sistem Informasi Universitas Jember

MATEMATIKA 1. Pengantar Teori Himpunan

Pelabelan matriks menggunakan huruf kapital. kolom ke-n. kolom ke-3

DEDUKSI ATAU PENALARAN DEDUKTIF: KELEBIHAN DAN KEKURANGANNYA. Fadjar Shadiq

Himpunan dan Sistem Bilangan Real

PENDAHULUAN INDUKSI MATEMATIKA Di dalam Matematika, sebuah pernyataan atau argumen dan bahkan sebuah rumus sekalipun tidak hanya sekedar dibaca.

Matriks. Modul 1 PENDAHULUAN

SOLUSI OSN MATEMATIKA SMP TINGKAT PROPINSI TAHUN 2004

matematika Wajib Kelas X PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL K-13 A. DEFINISI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL

LEMBAR AKTIVITAS SISWA MATRIKS

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan

1 SISTEM BILANGAN REAL

LEMBAR AKTIVITAS SISWA MATRIKS

Penulis : Tyas Rangga Kristianto, M.Si. Copyright 2013 pelatihan-osn.com. Cetakan I : Oktober Diterbitkan oleh : Pelatihan-osn.

BENTUK-BENTUK ALJABAR

SELEKSI OLIMPIADE TINGKAT PROVINSI 2013 TIM OLIMPIADE MATEMATIKA INDONESIA 2014

Kebenaran suatu teori yang dikemukakan setiap ilmuwan, matematikawan, maupun

Unit 5 PENALARAN/LOGIKA MATEMATIKA. Wahyudi. Pendahuluan

Contoh Penalaran Induktif dan Deduktif Menggunakan Kegiatan Bermain-main dengan Bilangan

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 )

EKSPLORASI BILANGAN. 1.1 Barisan Bilangan

Bab. Faktorisasi Aljabar. A. Operasi Hitung Bentuk Aljabar B. Pemfaktoran Bentuk Aljabar C. Pecahan dalam Bentuk Aljabar

Geometri di Bidang Euclid

LEMBAR AKTIVITAS SISWA MATRIKS

Kegiatan Belajar 1 HAKIKAT MATEMATIKA

Unit 6 PENALARAN MATEMATIKA. Clara Ika Sari Budhayanti. Pendahuluan. Selamat belajar, semoga Anda sukses.

Relasi, Fungsi, dan Transformasi

1.3 Pembuktian Tautologi dan Kontradiksi. Pernyataan majemuk yang selalu bernilai benar bagaimanapun nilai proposisi

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

PENALARAN DALAM MATEMATIKA

Tabel 1. Rata-rata Nilai Ujian Nasional Secara Nasional

BAB II TAUTOLOGI DAN PRINSIP-PRINSIP PEMBUKTIAN

1 SISTEM BILANGAN REAL

PAKET 2 CONTOH SOAL DAN PEMBAHASAN MATEMATIKA SMP/MTs

Matriks - 1: Beberapa Definisi Dasar Latihan Aljabar Matriks

Unit 7 PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF. Clara Ika Sari Budhayanti. Pendahuluan. Selamat belajar dan tetap bersemangat, semoga Anda sukses.

BAB V BILANGAN BULAT

44. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatifnya. Yang termasuk dalam bilangan cacah yaitu 0,1,2,3,4, sehingga

BAB II KERANGKA TEORITIS. komposisi biner atau lebih dan bersifat tertutup. A = {x / x bilangan asli} dengan operasi +

SISTEM BILANGAN BULAT

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2

Bab 1. Bilangan Bulat. Standar Kompetensi. 1. Memahami sifat-sifat operasi hitung bilangan dan pengunaannya dalam pemecahan masalah.

PAKET 2 CONTOH SOAL DAN PEMBAHASAN MATEMATIKA SMP/MTs

SISTEM BILANGAN REAL

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)

LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA

MAKALAH. GEOMETRI BIDANG Oleh Asmadi STKIP Muhammadiyah Pagaralam

MA2111 PENGANTAR MATEMATIKA Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

PENDEKATAN IDENTIFIKASI LOGIK UNTUK MENGATASI KESULITAN MAHASISWA DALAM MEMAHAMI DEFINISI DAN TEOREMA PADA STRUKTUR ALJABAR LANJUT 1

PENERAPAN FAKTOR PRIMA DALAM MENYELESAIKAN BENTUK ALJABAR (Andi Syamsuddin*)

09. Mata Pelajaran Matematika

1 SISTEM BILANGAN REAL

Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami pengertian relasi, relasi ekuivalen, hasil ganda suatu

Himpunan. Definisi. Himpunan (set) adalah kumpulan objek-objek yang berbeda. Objek di dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota.

1 SISTEM BILANGAN REAL

FAKTORISASI SUKU ALJABAR

EKSPLORASI BILANGAN. 1.1 BARISAN BILANGAN

Himpunan dan Sistem Bilangan

LINGKARAN. Lingkaran. pusat lingkaran diskriminan posisi titik posisi garis garis kutub gradien. sejajar tegak lurus persamaan lingkaran

Matematika Teknik INVERS MATRIKS

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PENALARAN DEDUKTIF MAHASISWA PGMI STAIN PURWOKERTO DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMBUKTIAN MATEMATIKA. Mutijah

Himpunan Matematika Diskret (TKE132107) Program Studi Teknik Elektro, Unsoed

BILANGAN. Kita bisa menggunakan garis bilangan di bawah ini untuk memaknai penjumlahan 3 ditambah 4.

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A)

Logika. Modul 1 PENDAHULUAN

2. Suku-suku sejenis Suku-suku sejenis adalah suku-suku yang mempunyai variabel dan bilangan pangkat dari variabel tersebut sama.

Definisi Jumlah Vektor Jumlah dua buah vektor u dan v diperoleh dari aturan jajaran genjang atau aturan segitiga;

Matematika dan Pendidikan Matematika

TEKNIK BUKTI: I Drs. C. Jacob, M.Pd

TEKNIK MEMBILANG. b T U V W

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa komponen yang. serta sifat penalaran matematika yang sistematis.

MATRIKS. 3. Matriks Persegi Matriks persegi adalah matriks yang mempunyai baris dan kolom yang sama.

INDUKSI MATEMATIKA A. Penalaran Induktif dan Deduktif Penalaran dalam matematika ada dua jenis, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. 1.

Sumber: Kamus Visual, 2004

BAB I MATEMATIKA: HAKEKAT, NILAI DAN PERANANNYA

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

UKURAN RUAS-RUAS GARIS PADA SEGITIGA SKRIPSI

BAB 6 RING (GELANGGANG) BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI

Pembahasan OSN Matematika SMA Tahun 2013 Seleksi Tingkat Provinsi. Tutur Widodo. Bagian Pertama : Soal Isian Singkat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Matematika Industri I

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat

51. Mata Pelajaran Matematika Kelompok Teknologi, Kesehatan dan Pertanian untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A.

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun

LOGIKA MATEMATIKA LOGIKA. Altien Jonathan Rindengan, S.Si, M.Kom

Modul 2.2 Matriks dan Sistem Persamaan Linear (Topik 2) A. Pendahuluan Matriks dan Sistem Persamaan Linear

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

II. M A T R I K S ... A... Contoh II.1 : Macam-macam ukuran matriks 2 A. 1 3 Matrik A berukuran 3 x 1. Matriks B berukuran 1 x 3

Representasi Boolean

09. Mata Pelajaran Matematika

Transkripsi:

BAB IV PENALARAN MATEMATIKA A. Pendahuluan Materi penalaran matematika merupakan dasar untuk mempelajari materimateri logika matematika lebih lanjut. Logika tidak dapat dilepaskan dengan penalaran, karena logika adalah suatu prinsip yang membedakan antara penalaran benar dan penalaran tidak benar. Sementara itu, penalaran dapat diartikan sebagai cara berpikir, merupakan penjelasan dalam upaya menunjukkan hubungan antara beberapa hal yang berdasarkan pada sifat-sifat atau hukum-hukum tertentu yang telah diakui kebenarannya. Langkah-langkah tertentu itu akan berakhir pada suatu penarikan kesimpulan. Secara singkat, penalaran dapat diartikan sebagai proses penarikan kesimpulan dalam sebuah argumen. Kemampuan memahami materi matematika seseorang tidak dapat dilepaskan dari kemempuan penalaran. Artinya materi matematika akan mudah dipahami dengan adanya kemampuan nalar yang baik. Adapun penalaran dapat berkembang jika penguasaan materi matematikanya pun baik. Untuk itu marilah kita pelajari bagai mana kita menggunakan penalaran tersebut. Dengan menguasai materi ini akan memudahkan mempelajari dan memahami materi-materi matematika lain, baik yang berhubungan dengan logika matematika, matematika secara umum, maupun yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Bahkan dalam kegiatan sehari-hari sangat erat kaitannya dengan proses penalaran. Misalnya ketika seseorang merasakan bahwa kopi yang akan diminum masih panas, mungkin orang akan berpikir untuk membuka tutup gelasnya, atau merendam gelasnya di air dingin, atau meniupnya supaya segera hangat dan dapat diminum, atau bisa juga berpikir untuk menunggunya sampai cukup hangat atau cukup dingin untuk diminum. Singkatnya, setiap kesan yang ditangkap oleh indera manusia akan menjadikannya melakukan kegiatan berpikir. Dari berbagai kegiatan berpikir dalam kehidupan manusia, suatu saat diperlukan proses berpikir secara sistematis dan logis untuk mendapatkan sebuah Konsep Dasar Matematika 1

kesimpulan atau keputusan. Kegiatan berpikir yang semacam ini disebut dengan kegiatan bernalar. Untuk dapat melakukan suatu kegiatan penalaran yang benar sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan atau keputusan yang tepat, dibutuhkan data-data dan fakta serta kaidah-kaidah yang benar yang dirangkai dalam suatu alur yang sistematis dan logis. Konsep-konsep yang muncul dalam setiap bidang ilmu pasti merupakan hasil dari suatu proses penalaran, terlebih dalam bidang matematika. Matematika pada hakekatnya berkenaan dengan struktur dan ide-ide abstrak yang disusun secara sistematis dan logis melalui proses penalaran. Oleh karenanya untuk dapat memahami konsep-konsep matematika secara benar maka terlebih dahulu harus memahami bagaimanakah pola penalaran dan kaidah-kaidah logika yang digunakan sebagai alat berpikir kritis dalam matematika. Penalaran matematika dibedakan menjadi dua, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Materi yang dibahas dalam bab ini merupakan dasar untuk mempelajari materi-materi logika lebih lanjut. Dengan mengusai materi ini kita akan terbantu dalam mempelajari dan mencerna materi-materi lain, baik yang berhubungan dengan logika matematika, matematika secara umum, maupun materi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Secara umum, setelah menyelesaikan materi bab ini diharapkan mahasiswa mampu memahami kalimat matematika, mampu memahami penalaran induktif, dan mampu memahami penalaran deduktif. Sedangkan secara khusus diharapkan mahasiswa dapat: 1. Menjelaskan pengertian penalaran 2. Menjelaskan jenis-jenis kalimat matematika 3. Memberikan contoh kalimat matmatika berdasarkan jenisnya 4. Menjelaskan penalaran induktif 5. Memberikan contoh penalaran induktif 6. Menyelesaikan masalah dengan menggunakan penalaran induktif 7. Menjelaskan penalaran deduktif 8. Memberikan contoh penalaran deduktif 9. Menyelesaikan masalah dengan menggunakan penalaran deduktif 2 Konsep Dasar Matematika

B. Penalaran Induktif Penalaran induktif adalah kemampuan berpikir seseorang dari hal-hal yang bersifat khusus untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran yang menggunakan pendekatan induktif pada prinsipnya menyelesaikan persoalan (masalah) matematika tanpa memakai rumus (dalil), melainkan dimulai dengan memperhatikan data/ soal. Dari data/ soal tersebut diproses sehingga berbentuk kerangka/ pola dasar tertentu yang kita cari sendiri, sedemikian rupa sehingga kita dapat menarik kesimpulan. Oleh karena itu proses berpikir induktif meliputi pengenalan pola, dugaan dan pembentukan generalisasi. Ketepatan sebuah dugaan atau pembentukan generalisasi dalam pola penalaran ini sangatlah tergantung dari data dan pola yang tersedia. Semakin banyak data yang diberikan atau semakin spesifik pola yang diberikan, maka akan menghasilkan sebuah dugaan atau generalisasi yang semakin mendekati kebenaran. Sebaliknya, semakin sedikit data yang diberikan atau semakin kurang spesifiknya pola yang disediakan, maka dugaan atau generalisasi bisa semakin jauh dari sasaran, dan bahkan bisa memunculkan dugaan atau generalisasi ganda. Contoh: 1. Barisan bilangan: 1, 5, 9, 13, 17,...,.... Untuk melengkapi dua suku terakhir diperlukan pengenalan pola dimaksudkan sebagai suatu identifikasi tentang tata aturan penulisan barisan tersebut. Dari contoh ini dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan bilangan berikutnya, maka sebuah bilangan dalam barisan tersebut harus ditambah dengan 4. 1, 5, 9, 13, 17,...,... + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 Maka dapat disimpulkan dua suku terakhir adalah 21 dan 25. Setelah mengetahui polanya, selanjutnya dapat dilakukan dugaan-dugaan tentang bilangan-bilangan yang akan muncul pada urutan yang lebih tinggi. Konsep Dasar Matematika 3

Selanjutnya hasil dari proses pengenalan pola dan pendugaan tersebut dapat digunakan untuk membentuk sebuah generalisasi, yakni dengan menyusun formula untuk menentukan bilangan yang akan muncul pada urutan ke n. 2. Barisan huruf: C, A, G, E, K, L, O, M,...,.... Dengan mengetahui urutan huruf abjad, maka terlihat bahwa masing-masing suku ganjil dan suku genap memiliki pola. C, A, G, D, K, G, O, J,...,... D,E,F B,C Maka dapat disimpulkan bahwa dua suku terakhir adalah huruf S dan M. Latihan 3.1 Isilah titik-titik pada soal berikut dengan membubuhkan bilangan yang tepat? a. 2, 4, 6, 8,...,...,.... b. 0, -3, -6, -9,...,...,.... c. 2, 5, 4, 5, 8, 5,...,...,.... 3. Pola gambar Pada deretan gambar tersebut dapat diketahui adanya kombinasi bentuk dan warna. Kombinasi bentuk berubah untuk bidang kiri atas dan kanan bawah. Sedangkan bentuk bidang kanan atas dan kiri bawah tidak berubah. Untuk warna, semua posisi mengalami perubahan yakni antara hitam dan putih. Bidang lingkaran putih kiri atas menjadi lingkaran hitam kanan bawah, segitiga hitam kiri atas menjadi segitiga putih kanan bawah, maka untuk gambar terakhir disimpulkan lingkaran putih di kanan bawah. Dari pilihan yang ada maka hanya C yang sesuai. Maka dapat dipastikan jawaban untuk gambar selanjutnya adalah C. 4 Konsep Dasar Matematika

4. Menyelesaikan permasalahan a. Berapakah hasil dari: 1 + 3 + 5 + 7 + 9 + 11 +..+ 19 Penyelesaian : Mencari pola hasil penjumlahan bilangan ganjil. 1 = 1 = 1 x 1 1 + 3 = 4 = 2 x 2 1 + 3 + 5 = 9 = 3 x 3 1 + 3 + 5 + 7 = 16= 4 x 4, dst Karena bilangan ganjil dari 1 sampai 19 ada 10 bilangan maka dengan menggunakan pola di atas maka tanpa menghitung penjumlahan semua angka, dapat diperoleh hasilnya denga lebih cepat, yaitu 10 x 10 = 100. Misalnya ditanyakan jumlah 50 suku ganjil yang pertama, maka dengan pola tersebut dapat diketahui jawabannya adalah 50 x 50 = 2500. b. Soal cerita Dalam suatu pesta terdapat 100 orang yang hadir. Semua orang yang hadir pada acara tersebut saling bersalaman satu dengan yang lainnya tepat satu kali. Berapa banyak kejadian bersalaman yang terjadi pada acara tersebut? Penyelesaian: Kemungkinan terjadinya bersalaman : A 1 orang : 0 (tidak terjadi salaman) A 2 orang : 1 kali B A B A B C 3 orang : 3 kali C D 4 orang : 6 kali Konsep Dasar Matematika 5

Jumlah Orang (n) Salaman yang Terjadi 1 0 2 1 3 3 4 6...... 100? Dari tabel tersebut kita dapat mencoba untuk mengambil kesimpulan sementara tentang pola yang terjadi antara kolom kedua (banyaknya salaman) dengan kolom pertama (jumlah orang). 0 = 1 x 0 x ½ 1 = 2 x 1 x ½ 3 = 3 x 2 x ½ 6 = 4 x 3 x ½ Jika operasi hitung tersebut dituliskan dalam tabel maka: Jumlah Orang (n) Salaman yang Terjadi Pola operasi Hitung 1 0 1 x 0 x ½ 2 1 2 x 0 x ½ 3 3 3 x 0 x ½ 4 6 4 x 0 x ½......... 100? 100 x 99 x ½ n n x (n-1) x ½ Kesimpulan: Jika ada 100 orang yang hadir dalam pesta tersebut maka banyaknya salaman yang terjadi adalah 100 x 99 x ½ = 4.950 kali. Jika ada n orang yang hadir dalam pesta tersebut maka banyaknya salaman yang terjadi adalah n x (n-1) x ½. 6 Konsep Dasar Matematika

Latihan 3.2 Pilihlah gambar yang sesuai! Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa keakuratan hasil kesimpulan penalaran induktif akan sangat tergantung pada lengkap tidaknya data yang ada. Misalnya, barisan bilangan 3, 6, 10, 15,...,.... Kemudian untuk menentukan dua bilangan selanjutnya ternyata menghasilkan pola penyimpulan yang tidak tunggal. Jika menggunakan kunci selisih 3,4,5,6,7 maka diperoleh jawaban 21 dan 28. Namun bila menggunakan kunci selisih 3,4,5,7,9 maka diperoleh jawaban 22 dan 31. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa hasil kesimpulan yang diperoleh akan menjadi kurang valid atau bisa mengakibatkan kesalahan penafsiran apabila data yang dipergunakan kurang lengkap atau pola yang diamati kurang spesifik karena hasil observasi yang terbatas. Oleh karena itu, penalaran induktif lebih cocok untuk bidang non-matematika yang hasil perumusan konsepnya sering harus diperbaiki agar teori-teori yang muncul sesuai dengan hasil penelitian yang terbaru. Sementara itu konsep-konsep dalam matematika hampir tidak pernah mengalami perubahan dan kalaupun ada, sifatnya hanyalah penambahan karena adanya temuan baru dan tidak sampai merubah konsep yang sudah ada sebelumnya. Hal ini karena sistem yang ada dalam matematika merupakan sistemsistem deduktif, dimana kebenaran suatu konsep didasarkan pada konsep-konsep sebelumnya. Oleh karenanya sistem penalaran yang paling banyak berperan dalam matematika adalah penalaran deduktif. Konsep Dasar Matematika 7

C. Penalaran Deduktif Proses penarikan kesimpulan pada penalaran deduktif merupakan kebalikan dari penalaran induktif. Jika pada penalaran induktif terjadi proses penarikan kesimpulan dari hal-hal khusus menuju hal-hal-hal umum, maka pada penalaran deduktif terjadi proses penarikan kesimpulan dari hal-hal umum menuju ke halhal khusus. Di dalam membuktikan dengan penalaran deduktif, kesimpulan didasarkan atas pernyataan generalisasi yang berlaku umum dan pernyataan khusus serta tidak menerima generalisasi dari hasil observasi seperti yang diperoleh dari penalaran induktif. Dasar penalaran deduktif yang berperan dalam matematika adalah kebenaran suatu pernyataan haruslah didasarkan pada kebenaran pernyataan-pernyataan lain. Penarikan kesimpulan yang demikian ini sangat berbeda dengan penarikan kesimpulan pada penalaran induktif yang didasarkan pada hasil pengamatan atau eksperimen yang terbatas. Kebenaran yang diperoleh dari hasil pengamatan atau eksperimen tidak bisa dijamin bebas dari kesalahan atau salah menafsirkan. Apabila dalam penalaran deduktif, kebenaran setiap pernyataan harus berdasarkan pada pernyataan sebelumnya yang benar, maka muncul pertanyaan Bagaimana menyatakan kebenaran dari pernyataan pertama? Untuk mendapatkan pernyataan yang berlaku secara umum tersebut dengan adanya proses untuk membangun sebuah sistem deduktif dalam matematika yang diawali dengan membuat suatu konsep pangkal. Konsep pangkal ini diperlukan sebagai sarana komunikasi untuk menyusun pernyataan-pernyataan selanjutnya, baik berupa kesepakatan, definisi, aksioma maupun teorema. Selanjutnya kebenaran suatu konsep didasarkan pada kebenaran konsep-konsep sebelumnya dan mendasari proses penyusunan konsep-konsep selanjutnya. Misalkan T n benar berdasarkan T n-1 yang sudah dibuktikan kebenarannya dan kebenaran T n-1 telah dibuktikan atas kebenaran T n-2, demikian juga kebenaran T n-2 sudah dibuktikan berdasarkan atas kebenaran T n-3 dan seterusnya sampai dengan T 0 yang kebenarannya tidak perlu dibuktikan lagi karena adanya kesepakatan konsep pangkal bahwa T 0 benar. Dapat digambarkan seperti ilustrasi berikut. T 0 T 1 T 2... T n-1 T n 8 Konsep Dasar Matematika

Dalam hal ini T 0 merupakan pernyataan pangkal yang kebenarannya tidak perlu dibuktikan. Sedangkan untuk menyatakan T 0 diperlukan adanya suatu konsep pangkal. Contoh: Buktikan bahwa jumlah dua buah bilangan ganjil adalah bilangan genap! Penyelesaian: Dapat dibuat permisalan secara umum bahwa m dan n adalah sembarang dua bilangan bulat, maka 2m+1 dan 2n+1 tentunya masing-masing merupakan bilangan ganjil. Jika dijumlahkan: (2m+1)+(2n+1) = 2(m+n+1) Karena m dan n bilangan bulat, maka ( m+n+1) bilangan bulat, sehingga 2(m+n+1) adalah bilangan genap. Jadi jumlah dua bilangan ganjil selalu genap. Buktikan persamaan berikut: b + (a + b) = a! Penyelesaian: Dalam pembuktian persamaan tersebut digunakan pengetahuan aljabar yang berkait dengan bilangan real a, b, dan c terhadap operasi penjumlahan (+) dan perkalian (.) yang didasarkan pada enam aksioma atau postulat berikut: 1. tertutup, a+b R dan a.b R 2. asosiatif, a+(b+c) = (a+b)+c dan a.(b.c) = (a.b).c 3. komutatif, a+b = b+a dan a.b = b.a 4. distributif, a.(b+c) = a.b + a.c dan (b+c).a = b.a + c.a 5. identitas, a+0 = 0+a = a dan a.1 = 1. a = a 6. invers, a+( a) = ( a)+a = 0 dan a.1/a = a/1.a = 1 untuk a 0 Berdasar enam aksioma itu, teorema seperti b + (a + b) = a dapat dibuktikan sebagai berikut: b + (a+b) = b + (b+a) Aksioma 3 Komutatif = ( b+b) + a Aksioma 2 Asosiatif = 0 + a Aksioma 6 Invers = a Aksioma 5 Identitas Jadi terbukti bahwa b + (a + b) = a adalah benar. Konsep Dasar Matematika 9

Buktikan besar sudut setiap segitiga adalah 180 o! Penyelesaian: Untuk membuktikannya, pada segitiga sembarang ABC dibuat garis perpanjangan AC dan BC serta garis yang sejajar AB. 2 3 4 1 C A B Kemudian dengan teorema sudut yang ada dapat dibuktikan: A = C 4 B = C 2 C 1 = C 3 (sudut sehadap) (sudut sehadap) (sudut bertolak belakang) A + B + C 1 = C 4 + C 2 + C 3 = 180 o (sudut garis lurus) Jadi dapat disimpulkan besar sudut setiap segitiga 180 o adalah benar. Suatu bak mandi mempunyai panjang 3 m lebihnya dari lebar bak tersebut, sedangkan lebar 2 m kurangnya dari tinggi bak. Bila luas alas bak tersebut sama dengan 4 m 2 berapakah isi bak mandi tersebut? Penyelesaian: Diketahui : Luas = 4 m 2 Misal tinggi bak mandi adalah t m Lebar = t 2 Panjang = (t 2) + 3 L = p x l 4 = {(t 2)+3} x (t 2) 4 = (t + 1) (t 2) t 2 t 2 = 4 t 2 t 6 = 0 10 Konsep Dasar Matematika

(t 3) (t + 2) = 0 t 1 = 3 atau t 2 = -2 Bila diambil t = 3 m maka didapat p = 4 m dan l = 1 m Volume balok = p x l x t = 4 x 1 x 3 = 12 m 3 Jadi isi bak mandi adalah 12 m 3. Latihan 3.3 Perhatikan pernyataan-pernyataan aksioma berikut, kesimpulan apa yang dapat dibentuk dari aksioma-aksioma berikut. A 1 : a + b = c A 2 : d + e = f A 3 : (a + b). (d + e) = g Sistem penalaran yang banyak berperan dalam matematika adalah penalaran secara deduktif. Namun sering terdengar sebuah metode pembuktian yang bernama induksi matematika. Meskipun namanya induksi matematika, proses penalarannya tetap menggunakan penalaran deduktif. Untuk membedakan pembuktian secara induktif dengan pembuktian secara induksi matematika, perhatikan contoh berikut. Buktikan bahwa 1+2+3+... +n = ( ), untuk n bilangan asli! Pembuktian secara induktif: 1 = 1 = ( ) 1+2 = 3 = ( ) 1+2+3 = 6 = ( ) 1+2+3+4 = 10 = ( ) 1+2+3+4+5 = 15 = ( ) Jadi 1+2+3+...+ n = ( ) Konsep Dasar Matematika 11

Pembuktian secara induksi matematika: Untuk n=1, ( ) = ( ) = 1 Benar Untuk n=k, dianggap benar sehingga: 1+2+3+...+k = ( ) Untuk n = k+1 1+2+3+...+k + (k+1) = ( ) + (k+1) = + = = ( )[( ) ] Pola yang dihasilkan sama untuk n = k+1, maka terbukti bahwa 1+2+3+...+ n = ( ), untuk n bilangan asli adalah benar. Dari contoh tersebut terlihat perbedaan antara pembuktian secara penalaran induktif dan induksi matematika. Pada penalaran induktif dilakukan dengan menyelidiki kebenaran rumus untuk n = 1,2,3,4 dan 5. Setelah terbukti kebenarannya untuk kelima contoh empiris, kemudian digeneralisasikan untuk semua bilangan asli. Penarikan kesimpulan secara demikian memiliki kelemahan, sebab penyelidikan baru dilakukan pada 5 bilangan asli pertama dan belum terbukti untuk 6, 7, 8, 9, 10, dan seterusnya. Sedangkan dalam pembuktian secara induksi matematika, pada awalnya didapatkan kebenaran rumus untuk n=1. Dan dengan asumsi bahwa rumus benar untuk n = k, maka selanjutnya terbukti bahwa rumus juga benar untuk n = k+1. Hal ini memberikan suatu implikasi: Jika untuk n = 1 dan n = k benar maka untuk n = k + 1 juga benar. Dengan implikasi ini maka sudah dapat disimpulkan bahwa rumus akan berlaku untuk semua bilangan asli, sebab diawali bahwa rumus benar untuk n = 1 maka juga benar untuk n = 1+1 = 2; karena benar untuk n = 2 maka juga benar untuk n = 2+1 = 3; karena benar untuk n = 3 maka juga benar untuk n = 3+1 = 4; karena benar untuk n = 4 maka juga benar untuk n = 4+1 = 5; karena benar 12 Konsep Dasar Matematika

untuk n = 5 maka juga benar untuk n = 5 + 1 = 6; demikian seterusnya. Dengan demikian jelaslah bahwa dengan pembuktian kebenaran satu implikasi di atas maka hal tersebut sudah dapat diterapkan pada seluruh bilangan asli dan pengambilan kesimpulan semacam ini adalah valid. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa pola penalaran yang digunakan dalam induksi matematika adalah pola penalaran deduktif. Rangkuman 1. Penalaran matematika menjadi dasar untuk mempelajari materi-materi logika matematika lebih lanjut. Penalaran dapat diartikan sebagai cara berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan dalam sebuah argumen. 2. Penalaran dibedakan menjadi penalaran induktif dan penalaran deduktif. 3. Penalaran induktif adalah kemampuan berpikir seseorang dari hal-hal yang bersifat khusus untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum. Proses berpikir induktif meliputi pengenalan pola, dugaan dan pembentukan generalisasi. 4. Ketepatan sebuah generalisasi pada penalaran induktif tergantung dari data dan pola yang tersedia. Semakin banyak data atau semakin spesifik pola yang ada, maka akan menghasilkan generalisasi yang semakin mendekati kebenaran. Begitupun sebaliknya. 5. Penalaran deduktif terjadi proses penarikan kesimpulan dari hal-hal umum menuju hal-hal khusus. Kesimpulan didasarkan atas pernyataan generalisasi yang berlaku umum diterapkan pada hal-hal khusus. 6. Dasar penalaran deduktif yang berperan dalam matematika adalah kebenaran suatu pernyataan haruslah didasarkan pada kebenaran pernyataan-pernyataan lain. 7. Sistem penalaran yang banyak berperan dalam matematika adalah penalaran secara deduktif. 8. Metode pembuktian yang sering disebut induksi matematika menggunakan proses penalaran deduktif bukan penalaran induktif. Konsep Dasar Matematika 13

Soal Untuk meningkatkan pemahaman pada bab ini, kerjakan soal-soal berikut ini. 1. Tentukan pola suku ke n dari barisan berikut: a. 1, 4, 9, 16,... b. 2, 5, 8, 11, 14,... 2. Apabila ada 100 garis bertemu di satu titik. Berapa pasang sudut yang terbentuk oleh garis-garis tersebut? 3. Dengan pendekatan deduktif, buktikan bahwa: a. Kuadrat bilangan genap adalah genap b. Kuadrat bilangan ganjil adalah ganjil 14 Konsep Dasar Matematika

DAFTAR PUSTAKA Antonius Cahya P. 2005. Memahami Konsep Matematika Secara Benar dan Menyajikannya dengan Menarik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Booker, G., Bond, D., Sparrow, L., & Swan P. 2004. Teaching Primary Mathemathics(3th Ed), Pearson Education Australia Frans Susilo. 2012. Landasan Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu Gatot Muhsetyo, dkk. 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka John Bird. 2002. Matematika Dasar: Teori dan Aplikasi Praktis. Jakarta: Erlangga Kasir Iskandar. 1999. Matematika Dasar. Jakarta: Erlangga Sufyani P. 2012. Konsep Dasar Matematika. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama Republik Indonesia Konsep Dasar Matematika 15