TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

LANDASAN TEORI. bilangan coprima, bilangan kuadrat sempurna (perfect square), kuadrat bebas

II. TINJAUAN PUSTAKA. bilangan yang mendukung proses penelitian. Dalam penyelesaian bilangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. terkait dengan pokok bahasan. Berikut ini diberikan pengertian-pengertian dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi

KONSEP KETERBAGIAN PADA IDEAL DALAM RING Z[ ] DAN APLIKASINYA UNTUK PENYELESAIAN PERSAMAAN DIOPHANTINE NON LINEAR. (Skripsi) Oleh KARINA SYLFIA DEWI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

Materi Pembinaan Olimpiade SMA I MAGELANG TEORI BILANGAN

MODUL PERSIAPAN OLIMPIADE. Oleh: MUSTHOFA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Lembar Kerja Mahasiswa 1: Teori Bilangan

BAB II KETERBAGIAN. 1. Mahasiswa bisa memahami pengertian keterbagian. 2. Mahasiswa bisa mengidentifikasi bilangan prima

1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan

BAB 6 RING (GELANGGANG) BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGUJIAN BILANGAN CARMICHAEL. (Skripsi) Oleh SELMA CHYNTIA SULAIMAN

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field.

Manusia itu seperti pensil Pensil setiap hari diraut sehingga yang tersisa tinggal catatan yang dituliskannya. Manusia setiap hari diraut oleh rautan

BAB II LANDASAN TEORI. yang mendasari pembahasan pada bab-bab berikutnya. Beberapa definisi yang

BIDANG MATEMATIKA SMA

REPRESENTASI BILANGAN BULAT SEBAGAI JUMLAH DARI DUA BILANGAN KUADRAT DALAM RING BILANGAN BULAT MODULO. (Skripsi) Oleh NEVI SETYANINGSIH

DAFTAR ISI 3 TEORI KONGRUENSI 39 4 TEOREMA FERMAT DAN WILSON 40

R. Rosnawati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika

Pembagi Persekutuan Terbesar dan Teorema Bezout

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatifnya. Yang termasuk dalam bilangan cacah yaitu 0,1,2,3,4, sehingga

Teori Bilangan (Number Theory)

II. LANDASAN TEORI. Secara umum, apabila α bilangan bulat dan b bilangan bulat positif, maka ada

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang?

STRUKTUR ALJABAR. Sistem aljabar (S, ) merupakan semigrup, jika 1. Himpunan S tertutup terhadap operasi. 2. Operasi bersifat asosiatif.

DIKTAT KULIAH (2 sks) MX 127 Teori Bilangan

BAB II KERANGKA TEORITIS. komposisi biner atau lebih dan bersifat tertutup. A = {x / x bilangan asli} dengan operasi +

STRUKTUR ALJABAR II. Materi : 1. Ring 2. Sub Ring, Ideal, Ring Faktor 3. Daerah Integral, dan Field.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I INDUKSI MATEMATIKA

Nama Mata Kuliah : Teori Bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 SKS

2 G R U P. 1 Struktur Aljabar Grup Aswad 2013 Blog: aswhat.wordpress.com

TEORI BILANGAN Setelah mempelajari modul ini diharapakan kamu bisa :

Disajikan pada Pelatihan TOT untuk guru-guru SMA di Kabupaten Bantul

BILANGAN CACAH. b. Langkah 1: Jumlahkan angka satuan (4 + 1 = 5). tulis 5. Langkah 2: Jumlahkan angka puluhan (3 + 5 = 8), tulis 8.

STRUKTUR ALJABAR: RING

Perhatikan skema sistem bilangan berikut. Bilangan. Bilangan Rasional. Bilangan pecahan adalah bilangan yang berbentuk a b

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN...

II. TINJAUAN PUSTAKA. Diberikan himpunan dan operasi biner disebut grup yang dinotasikan. (i), untuk setiap ( bersifat assosiatif);

PENGANTAR PADA TEORI GRUP DAN RING

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini diberikan beberapa definisi mengenai teori grup yang mendukung. ke. Untuk setiap, dinotasikan sebagai di

Pengantar Teori Bilangan

B I L A N G A N 1.1 SKEMA DARI HIMPUNAN BILANGAN. Bilangan Kompleks. Bilangan Nyata (Riil) Bilangan Khayal (Imajiner)

Diktat Kuliah. Oleh:

Teori bilangan. Nama Mata Kuliah : Teori bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 sks. Deskripsi Mata Kuliah. Tujuan Perkuliahan.

Pemfaktoran prima (2)

Matematika Diskrit. Reza Pulungan. March 31, Jurusan Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Pengantar Teori Bilangan

II. LANDASAN TEORI. Pada bagian ini akan dikaji konsep operasi biner dan ring yang akan digunakan

MAKALAH KRIPTOGRAFI CHINESE REMAINDER

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

MODUL 1. Teori Bilangan MATERI PENYEGARAN KALKULUS

1. GRUP. Definisi 1.1 (Operasi Biner) Diketahui G himpunan dan ab, G. Operasi biner pada G merupakan pengaitan

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, November Penulis

KONGRUENSI PADA SUBHIMPUNAN BILANGAN BULAT

BAB III PENGEMBANGAN TEOREMA DAN PERANCANGAN PROGRAM

SISTEM BILANGAN BULAT

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

ALTERNATIF MENENTUKAN FPB DAN KPK

BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON

TEORI BILANGAN. Bilangan Bulat Bilangan bulat adalah bilangan yang tidak mempunyai pecahan desimal, misalnya 8, 21, 8765, -34, 0.

ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone,

BAB V BILANGAN BULAT

1 SISTEM BILANGAN REAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan teori grup dan teori ring yang akan digunakan dalam

Setelah mengikuti materi Bab ini mahasiswa diharapkan mampu: 2. Mendefinisikan factor persekutuan, kelipatan persekutuan, FPB, dan KPK.

Antonius C. Prihandoko

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat

Sistem Bilangan Kompleks (Bagian Pertama)

1 SISTEM BILANGAN REAL

STRUKTUR ALJABAR 1. Winita Sulandari FMIPA UNS

DASAR-DASAR ALJABAR MODERN: TEORI GRUP & TEORI RING

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup

1 SISTEM BILANGAN REAL

PENGENALAN KONSEP-KONSEP DALAM RING MELALUI PENGAMATAN Disampaikan dalam Lecture Series on Algebra Universitas Andalas Padang, 29 September 2017

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM BILANGAN REAL

SOAL DAN PENYELESAIAN RING

BAB II LANDASAN TEORI. bilangan bulat dan mengandung berbagai masalah terbuka yang dapat dimengerti

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses penelitian untuk penyelesaian persamaan Diophantine dengan relasi kongruensi modulo m mengenai aljabar dan teori bilangan, yaitu tentang konsep keterbagian yang erat kaitannya dengan konsep modulo berikut merupakan penjelasan tentang konsep keterbagian. 2.1 Keterbagian Definisi 2.1.1 Bilangan bulat a membagi habis bilangan bulat b (ditulis ) jika dan hanya jika ada bilangan bulat k sehingga. Jika a tidak membagi habis b maka ditulis (Dudley, 1969). Istilah lain untuk adalah a faktor dari pembagi b atau b kelipatan dari a. Bila a pembagi b maka juga pembagi b, sehingga pembagi suatu bilangan selalu terjadi berpasangan. Jadi dalam menentukan semua faktor dari suatu bilangan bulat cukup ditentukan faktor-faktor positifnya saja, kemudian tinggal menggabungkan faktor negatifnya. Fakta sederhana yang diturunkan langsung dari definisi adalah sebagai berikut: d untuk

5 Fakta dapat dijelaskan bahwa bilangan 0 selalu habis dibagi oleh bilangan apapun yang tidak nol. Fakta mengatakan bahwa 1 merupakan faktor atau pembagi dari bilangan apapun termasuk bilangan 0. Fakta menyatakan bahwa bilangan tidak nol selalu habis membagi dirinya sendiri dengan hasil baginya adalah 1. Berdasarkan pengertian keterbagian bilangan terdapat pada definisi 2.1.1, maka berikut ini akan diberikan teorema tentang keterbagian. Teorema 2.1.1 Untuk setiap berlaku pernyataan berikut : 1. jika dan hanya jika t u. 2. Jika dan maka. 3. Jika dan maka. 4. dan jika dan hanya jika t u. 5. Jika dan maka. 6. Jika dan, maka untuk sebarang bilangan bulat x dan y. (Sukirman, 1997) Bukti. 1. Jika, maka jelas bahwa, sesuai penjelasan sebelumnya. Sebaliknya, diketahui berarti ada sehinga 1 = ka. Persamaan ini hanya dipenuhi oleh dua kemungkinan berikut: k = 1, a = 1 atau. Jadi berlaku jika t u. Jadi terbukti t u,

6 2. Diketahui dan yaitu ada sehingga dan Dengan mengalikan kedua persamaan tersebut diperoleh : yaitu. 3. Diketahui dan, maka terdapat sehingga (2.1) dan (2.2) Substitusi persamaan (2.1) ke persamaan (2.2), diperoleh 4. Diketahui. (2.3) dan (2.4) Persamaan (2.3) dikalikan dengan persamaan (2.4), diperoleh. Diperoleh, yakni atau, jadi terbukti t u. 5. Diberikan b = ac untuk suatu Diambil nilai mutlaknya. Karena maka. Sehingga diperoleh. 6. Diketahui dan, maka terdapat sedemikian sehingga dan. Untuk sebarang berlaku yang berarti

7 Pernyataan terakhir teorema ini berlaku juga untuk berhingga banyak bilangan yang dibagi oleh a, yaitu yaitu: untuk setiap bilangan bulat 2.2 Faktor Persekutuan Terbesar ( FPB ) Definisi 2.2.1 Misalkan a atau b dua bilangan bulat dengan minimal salah satunya tidak nol. Faktor persekutuan terbesar ( FPB ) atau greatest common divisor (GCD) dari a dan b adalah bilangan bulat d yang memenuhi (i) (ii) dan, dan jika dan maka c Dari definisi 2.2.1, kondisi ( i ) menyatakan bahwa d adalah faktor persekutuan dari a dan b. Sedangkan kondisi ( ii ) menyatakan bahwa d adalah faktor persekutuan terbesar. Selanjutnya, jika d faktor persekutuan terbesar dari a dan b akan ditulis (Sukirman,1997). Berdasarkan definisi 2.2.1 maka berikut ini akan diberikan teorema sebagai berikut. Teorema 2.2.1 Jika a dan b dua bilangan bulat yang keduanya tak nol maka terdapat bilangan bulat x dan y sehingga (2.5) Persamaan (2.5) disebut dengan identitas Benzout (Sukirman, 1997).

8 Sebelum dibuktikan, perhatikan ilustrasi berikut, identitas Benzout menyatakan bahwa dapat disajikan dalam bentuk kombinasi linear atas a dan b. Ekspresi ruas kanan pada (2.5) disebut kombinasi linear dari a dan b. Pada teorema ini keberadaan x dan y tidak harus tunggal. Bukti. Bentuk S himpunan semua kombinasi linear positif dari a dan b sebagai berikut { } Perhatikan bahwa, jika maka, yaitu dengan mengambil u = 1 bila a positif atau u = -1 bila a negatif. Jadi, himpunan S tak kosong. Menurut sifat urutan, S terjamin memiliki anggota terkecil, katakan saja d. Selanjutnya, dibuktikan. Karena maka terdapat sehingga. Dengan menerapkan algoritma pembagian pada a dan d maka terdapat q dan r sehingga, dengan. Selanjutnya ditunjukkan r = 0, sehingga diperoleh. Jika maka dapat ditulis Faktanya sedangkan syaratnya ini bertentangan dengan pernyataan bahwa d elemen terkecil S sehingga disimpulkan r = 0 atau. Argumen yang sama dapat dipakai dengan menerapkan algoritma pembagian pada b dan d untuk menunjukkan. Jadi, terbukti bahwa d adalah faktor persekutuan dari a dan b. Selanjutnya ditunjukkan faktor persekutuan ini adalah yang terbesar. Misalkan c adalah bilangan bulat positif dengan dan maka yaitu. Jadi

9, karena tidak mungkin pembagi lebih besar dari bilangan yang dibagi. Terbukti bahwa Teorema 2.2.2 Algoritma Pembagian Diberikan dua bilangan bulat a dan b dengan a,b > 0, a 0 maka ada tepat satu pasang bilangan-bilangan q dan r sehingga: b = qa + r dengan 0 r a Algoritma pembagian adalah suatu cara atau prosedur yang dapat dipakai untuk mendapatkan faktor persekutuan terbesar. Ilustrasinya adalah : Diberikan dua bilangan bulat a dan b dengan a > 0, b > 0, maka gcd (a,b) dapat dicari dengan mengulang algoritma pembagian. a = q 1 b + r 1 0 < r 1 < b b = q 2 r 1 + r 2 0 < r 2 < r 1 r 1 = q 3 r 2 + r 3 0 < r 3 < r 2 r n-1 = q n r n-1 + r n 0 < r n < r n-1 r n-1 = q n+1 r n + 0 0 < r 1 < b maka r n, sisa terakhir dari pembagian diatas yang bukan nol merupakan gcd (a,b) ( Graham, 1957 ).

10 2.3 Bilangan Prima Definisi 2.3.1 Sebuah bilangan bulat disebut bilangan prima, jika dan hanya jika habis dibagi dengan 1 dan bilangan itu sendiri atau (Burton,1976). Definisi 2.3.2 ( Relatif Prima) Bilangan bulat a dan b dikatakan coprima atau relatif prima jika gcd (Dudley, 1969). Berdasarkan definisi 2.3.2, maka akan diberikan teorema sebagai berikut Teorema 2.3.2 Bilangan a dan b relatif prima hanya bila terdapat bilangan bulat x, y sehingga (Sukirman, 1997). Bukti. Karena a dan b relatif prima maka gcd adanya bilangan bulat x, y sehingga. Identitas Bezout menjamin. Sebaliknya, misalkan ada bilangan bulat. Dibuktikan gcd. Karena dan maka jadi. Karena itu disimpulkan d =1 Berdasarkan pengertian relatif prima yang terdapat pada definisi 2.3.2, maka berikut ini akan diberikan teorema tentang relatif prima.

11 Teorema 2.3.3 Jika gcd, maka berlaku pernyataan berikut 1. Jika dan maka 2. Jika maka (Sukirman, 1997). Bukti. 1. Diketahui dan. Artinya terdapat. Berdasarka hipotesis, gcd. Oleh karena itu dapat dituliskan untuk suatu bilangan bulat x, y. Akibatnya Karena terdapat bilangan bulat sedemikian sehingga. Terbukti bahwa, jika dan maka. 2. Diketahui, gcd. Oleh karena itu dapat dituliskan untuk suatu bilangan bulat x, y. Akibatnya Karena diketahui dan faktanya maka karena jadi terbukti

12 Karena penyelesaian persamaan Diophantine yang digunakan adalah dengan relasi rekuensi modulo m, maka diberikan definisi modulo sebagai berikut. 2.4 Modulo Definisi 2.4.1 Misalkan a, m > 0 bilangan bulat. Operasi a mod m (d b c a modulo m ) memberikan sisa jika a dibagi dengan m. Notasi: a mod m = r sedemikian sehingga a = mq + r, dengan 0 r < m. Bilangan m disebut modulo, dan hasil aritmetika modulo m terlet d d l pu {0, 1, 2,, m 1} (Grillet, 2007). Definisi 2.4.2 (Relasi Kongruensi) Misalkan a dan b adalah bilangan bulat dan m > 0, a dikatakan kongruen dengan b modulo m atau ditulis a b (mod m) jika m habis membagi a b. Jika a tidak kongruen dengan b dalam modulo m, maka ditulis a b (mod m) (Grillet, 2007). Kekongruenan a b (mod m) dapat pula dituliskan dalam hubungan a = b + km yang dalam hal ini k adalah bilangan bulat. Contoh. 16 4 (mod 3) dapat ditulis sebagai 16 = 4 + 4 3 Sehingga, dapat dituliskan a mod m = r sebagai : a r (mod m)

13 Teorema 2.4.2 Misalkan m adalah bilangan bulat positif 1. Jika a b (mod m) dan c adalah sebarang bilangan bulat maka (i) (a + c) (b + c) (mod m) (ii) ac bc (mod m) (iii) a p b p (mod m) untuk suatu bilangan bulat tak negatif p. 2. Jika a b (mod m) dan c d (mod m), maka (i) (a + c) (b + d) (mod m) (ii) ac bd (mod m) (Grillet, 2007). Bukti. 1. (i) a b (mod m) berarti untuk suatu untuk sebarang, diperoleh (ii) a b (mod m) berarti:, dengan (iii) a b (mod m) berarti dengan { }

14 ( ) ( ) ( ) {( ) ( ) ( ) } 2 (i) a b (mod m) c d (mod m) Jadi, (ii) a b (mod m) c d (mod m), untuk suatu, untuk suatu (Grillet, 2007). Teorema 2.4.3 (Teorema Fermat) Jika p adalah bilangan prima dan adalah bilangan bulat positif dimana, maka.

15 Bukti. Asumsikan bilangan positif pertama kelipatan dari, yaitu bilangan bulat. Sehingga terdapat barisan sebagai berikut: Tidak ada satu pun suatu bilangan dari barisan diatas yang habis dibagi p, karena barisan tersebut terbentuk dengan pola ka dimana. Oleh karena dan, maka. Kemudian, dari barisan tersebut tidak ada dua bilangan yang kongruen. Atau dengan kata lain, jika bilangan-bilangan tersebut dibagi dengan p, maka sisa pembagiannya akan selalu berbeda satu sama lain. Asumsikan bahwa ada dua bilangan kongruen, yaitu ra dan sa dimana Karena gcd (a,p) = 1, maka Karena r dan s harus lebih besar 1 dan harus lebih kecil dari p, maka ini menyatakan r = s. Pernyataan ini kontradiksi dengan asumsi awal bahwa r dan s harus berbeda. Oleh karena itu, sebelumnya, bilangan bulat harus kongruen ke. Ambil semuanya, kemudian kalikan semua kongruen, maka diperoleh sebagai berikut

16 Sehingga, Karena gcd ( ), maka (Burton, 1980). Contoh 2.4.1 Tunjukkan bahwa sisa pembagian oleh 11 adalah 4. Untuk menunjukkan hal di atas, dengan menggunakan relasi kongruensi cukup ditunjukkan bahwa. Bukti. 2.5 Persamaan Diophantine Definisi 2.5.1 Persamaan Diophantine adalah persamaan polinomial atas dalam n variabel dengan solusi bilangan bulat. Adapun persamaannya sebagai berikut: (Sembiring, 2010).

17 Berdasarkan definisi persamaan Diophantine linear di atas dapat dibentuk teorema berikut ini. Teorema 2.5.1 Persamaan linear Diophantine ax + by = c mempunyai penyelesaian jika dan hanya jika faktor persekutuan terbesar dari a dan b habis membagi c. Bukti. Misalkan d = gcd(a,b) dan d c d c ada k bulat sehingga c = kd. d gcd(a,b) ada bilangan bulat m dan n sehingga : am +bn = d a (km) + b (kn) = kd a (km) + b (kn) = c berarti x = mk dan y = nk (Sembiring, 2010). Berikut ini merupakan teorema tentang solusi umum persamaan Diophantine. Teorema 2.5.2 Jika d = gcd (a,b) dan x 0, y 0 penyelesaian persamaan Diophantine ax + by = c, maka penyelesaian umum persamaan tersebut adalah x = x 0 + dan y = y 0 - dengan k parameter bilangan bulat (Sembiring, 2010).

18 Karena ring yang akan dibahas adalah [ ] dimana ruang lingkupnya sangat erat dengan sistem bilangan kompleks sehingga akan dijelaskan sistem bilangan kompleks sebagai berikut. 2.6 Sistem Bilangan Kompleks Definisi 2.6.1 Sistem bilangan kompleks C adalah bilangan kompleks C yang dilengkapi oleh oper s pe u l ( + ) d per l ( ) g e e u s o t s lapangan C (Spiegel, M.R, 1981). Berikut ini adalah sifat sifat operasi penjumlahan dalam sistem bilangan kompleks. Teorema 2.6.1 Untuk semua bilangan kompleks berlaku sifat additif dan assosiatif terhadap penjumlahan. ( 2.6 ) z 1 + (z 2 + z 3 ) = (z 1 + z 2 ) + z 3 ( 2.7 ) (Spiegel, M.R, 1981). Bukti. Misal dan 3 3 3 maka : 1 2 1 1 2 2 1 2 1 2 2 2 1 1 2 1

19 1 2 3 1 1 [ 2 2 3 3 ] 1 1 [ 2 3 2 3 ] [ 1 2 3 ] [ 1 2 3 ] [ 1 2 3] [ 1 2 3] [ 1 2 1 2 ] 3 3 1 2 3 Berikut ini adalah sifat sifat operasi perkalian dalam sistem bilangan kompleks. Teorema 2.6.2 1. Perkalian bilangan-bilangan kompleks bersifat komutatif. 1 2 = 2 1 ( 2.8 ) 2. Perkalian bilangan-bilangan kompleks bersifat assosiatif. 1 ( 2 3 ) = ( 1 2) 3 ( 2.9 ) 3. Perkalian bilangan-bilangan kompleks bersifat distributif terhadap penjumlahan. 1 2 3 1 2 1 3 ( 2.10 ) (Spiegel, M.R, 1981). Bukti. Misal dan 3 3 3 maka : 1. z 1 z 2 1 1 2 2 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1

20 2 2 1 1 2 1 2. 1 2 3 1 1 [ 2 2 3 3 ] 1 1 [ 2 3 2 3 2 3 2 3 ] = 1 2 3 2 3 1 2 3 2 3 [ 1 2 3 2 3 1 2 3 2 3 = 1 2 1 2 3 1 2 2 1 3 [ 1 2 1 3 1 2 1 2 3 ] [ 1 1 2 2 ] 3 3 1 2 3 3. 1 2 3 1 1 [ 2 2 3 3 ] 1 1 [ 2 3 2 3 ] 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 1 2 1 2 1 2 1 3 1 3 ) 1 3 1 3 1 2 1 3 Metode ring yang digunakan pada penelitian ini adalah Ring [ ], sehingga didefinisikan bilangan Gaussian sebagai berikut. 2.7 Bilangan Gaussian Definisi 2.7.1 Bilangan bulat Gaussian adalah bilangan kompleks yang bagian reall dan bagian imajinernya adalah bilangan bulat. Dengan penjumlahan biasa dan perkalian

21 bilangan kompleks, membentuk daerah integral dinotasikan dengan [ ]. Domain ini tidak bisa dinyatakan dalam ring berurut, selama memuat suatu akar kuadrat dari -1 Secara umum himpunan bilangan bulat Gaussian adalah : [ ] = { } (Andreescu dkk, 2010). Dalam penyelesaian persamaan Diophantine akan menggunakan metode ring [ ], sehingga, dibutuhkan definisi tentang ring sebagai berikut. 2.8 Ring [ ] Sebelum membahas tentang ring [ ], akan diberikan terlebih dahulu definisi tentang ring berikut. Definisi 2.8.1 Himpunan R dengan dua operasi biner + (penjumlahan) dan (perkalian) merupakan ring jika memenuhi aksioma berikut: 1. merupakan grup Abel; 2. Opersi perkaliannya bersifat asosoatif, yaitu untuk setiap ; 3. Hukum distributif terpenuhi di R, yaitu untuk setiap dan (Dummit and Foote, 2004). Berikut ini akan dibuktikan bahwa himpunan semua bilangan bulat Gaussian [ ] dengan operasi penjumlahan dan perkalian membentuk ring.

22 Teorema 2.8.1 Jika diberikan himpunan semua bilangan bulat Gaussian : [ ] { } Pada [ ] didefinisikan dua operasi : ( i ) Operasi penjumlahan ( + ), yaitu : ( ) Oper s per l ( ), yaitu : maka, [ ] membentuk ring. Bukti. a. Harus dibuktikan [ ] grup abel / grup komutatif. ( i ) Diberikan sebarang [ ], maka dipeeroleh: Karena dan [ ], maka [ ]. Jadi operasi tertutup pada [ ] ( ii ) Diberikan sebarang [ ] maka diperoleh: [ ] [ ] Jadi operasi bersifat assosiatif pada [ ]. [ ] [ ]

23 (iii) Diberikan sebarang [ ], maka terdapat [ ] sehingga, Dari persamaan dan dan Jadi merupakan elemen netral pada [ ] ( iv ) Untuk setiap [ ], terdapat [ ] sehingga, Dari persamaan dan dan Jadi merupakan invers pada [ ] [ ] ( v ) Diberikan sebarang [ ], maka diperoleh : Jadi operasi komutatif. Dari (i), (ii), (iii), (iv), dan (v) disimpulkan < [ ] grup komutatif.

24 b. Terd p t oper s per l ( ) rus d bu t : ( i ) Diberikan sebarang [ ] maka karena dan, maka [ ] J d oper s tertutup p d [ ]. ( ii ) Assosiatif Diberikan sebarang [ ], maka diperoleh: [ ] [ ] [ ] [ ] ( ) c. Terhadap operasi d rus d pe u ( i ) Distributif kiri Diberikan sebarang [ ] maka diperoleh: [ ] [ ]

25 [ ] [ ] ( ii ) Distributif kanan Diberikan sebarang [ ] maka diperoleh: [ ] [ ] [ ] [ ] Selanjutnya ring [ ] merupakan daerah integral, yang dituliskan dalam teorema berikut : Teorema 2.8.2 Ring [ ] merupakan daerah integral. Bukti. Untuk membuktikan ring [ ] daerah integral cukup dibuktikan. ( i ) Ring [ ] komutatif Diberikan sebarang [ ], maka diperoleh:

26 ( ii ) Ring [ ] tidak memuat pembagi nol Ring [ ] tidak memuat pembagi nol, sebab jika diambil sebarang maka Selanjutnya akan didefinisikan pengertian norm atau jarak pada vektor pada [ ]. Definisi 2.8.3 Norm pada [ ] merupakan fungsi : [ ] dengan rumus N (a + bi) [ ]. Norm di atas menyatakan ukuran besaran dari elemen [ ]. Norm juga digunakan untuk pembuktian eksistansi (keberadaan) unit dalan ring [ ]. Selain itu, norm juga digunakan untuk mengukur sisa keterbagian pada ring [ ] Berikut ini diberikan sifat multiplikatif dari norm pada [ ] Teorema 2.8.3 Fungsi norm [ ] bersifat multiplikatif, yaitu : )) = N(α) N( ), [ ] Bukti. Diberikan sebarang [ ] dengan dan, maka diperoleh : Sehingga diperoleh, N

27 N(α) N( ) Sifat multiplikatif norm N pada [ ] ini juga dapat digunakan untuk menghubungkan struktur multiplikatif pada dengan struktur multiplikatif pada [ ], dan juga dapat untuk menghubungkan keterbagian, keprimaan pada dengan keterbagian serta keprimaan dalam ring [ ] Dengan definisi norm pada [ ] pada definisi 2.8.2 dapat digunakan untuk mengembangkan pengertian unit pada ring [ ] berikut ini : Definisi 2.8.3 Misalkan [ ]. Bilangan bulat Gaussian dikatakan unit dari [ ] jika N Sehingga unit dari [ ] adalah 1, -1, i, -i. Unit-unit tersebut dapat dicari dengan cara berikut: Diberikan sebarang [ ], sebagai unit. Maka terdapat elemen lain [ ] sedemikian sehingga, ( ) Karena bilangan bulat, maka

28 Maka diperoleh solusi dan Dalam ring [ ], maka solusi tersebut menjadi dan Selanjutnya akan didefinisikan konsep keterbagian pada [ ] dengan mengacu keterbagian pada. Definisi 2.8.4 Misalkan [ ]. Bilangan dikatakan membagi atau ditulis jika dan hanya jika terdapat bilangan [ ] sedemikian sehingga Teorema 2.8.4 Jika norm dari bilangan bulat Gaussian prima dalam, maka bilangan bulat Gaussian tersebut prima dalam [ ]. Bukti. Misalkan [ ] mempunyai norm prima, katakan, akan ditunjukkan hanya mempunyai faktor trivial (faktornya mempunyai norm 1 atau hanya ). Perhatikan faktorisasi dari [ ], katakan. Dari, diperoleh: Maka, Sehingga, atau sama dengan 1. Jadi atau adalah unit, sehingga prima dalam [ ].

29 Contoh 2.8.1, maka prima dalam [ ]., maka prima dalam [ ]., maka prima dalam [ ]. 2.9 Unit Definisi 2.9.1 Misalkan D daerah integral dan 1 adalah elemen satuan di D. Unsur u D merupakan unit jika dan hanya jika u membagi 1 sedemikian sehingga 1 = u. untuk suatu D, dengan kata lain u mempunyai invers terhadap perkalian di dalam D. Misalkan a,b D. Elemen dan associate di D jika a = bu, untuk u unit di D ( Dummit and Foote, 2004 ). Contoh 2.9.1 ( i ) Elemen unit di adalah 1 dari -1. karena 1 1 ( 1 = 1. 1 ) dan karena -1 1 ( 1 = ( -1 ) ( -1 ) ) 1 = u. ( ii ) Elemen assosiasi dari 25 di adalah 25 dan -25. karena 25 = 25. 1 25 = -25 ( -1 ) ( Dummit and Foote, 2004 ).