BAB 9 PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIIL

dokumen-dokumen yang mirip
APLIKASI METODE BEDA HINGGA SKEMA EKSPLISIT PADA PERSAMAAN KONDUKSI PANAS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

APROKSIMASI DISTRIBUSI PANAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE FORWARD-BACKWARD DIFFERENCE

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR PERMODELAN RESERVOIR PANAS BUMI. Sistem hidrotermal magma terdiri dari dua bagian utama yaitu ruang magma dan

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

Contoh klasik dari persamaan hiperbolik adalah persamaan gelombang yang dinyatakan oleh

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas

Menentukan Distribusi Temperatur dengan Menggunakan Metode Crank Nicholson

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

FT UNIVERSITAS SURABAYA VARIABEL KOMPLEKS SUGATA PIKATAN. Bab V Aplikasi

Karakteristik Limit dari Proses Kelahiran dan Kematian

EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP LONGITUDINAL DENGAN PROFIL SIKU EMPAT KEADAAN TAK TUNAK KASUS 2D

BAB IV SIMULASI MODEL

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bakteri, sedangkan dalam bidang teknik yaitu pemodelan

Reflektor Gelombang 1 balok

Simulasi Konduktivitas Panas pada Balok dengan Metode Beda Hingga The Simulation of Thermal Conductivity on Shaped Beam with Finite Difference Method

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

BAB I PENDAHULUAN. tesis ini. Selain itu, literatur-literatur yang mendasari tesis ini akan diuraikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK

5 F U N G S I. 1 Matematika Ekonomi

BAB VIII PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL

PEMODELAN DAN PENYELESAIAN NUMERIK DARI PERMASALAHAN PENYEBARAN ASAP MENGGUNAKAN METODE VOLUME HINGGA Arif Fatahillah 1

Solusi Penyelesaian Persamaan Laplace dengan Menggunakan Metode Random Walk Gapar 1), Yudha Arman 1), Apriansyah 2)

Identifikasi Unsur-unsur Radioaktif dengan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan

BAB IV HITUNG DIFERENSIAL

PERAMALAN JUMLAH KENDARAAN DI DKI JAKARTA DENGAN JARINGAN BACKPROPAGATION

SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persoalan yang melibatkan model matematika sering kali muncul dalam

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Tata cara perhitungan tinggi muka air sungai dengan cara pias berdasarkan rumus Manning

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

1 Pendahuluan pdp 2. 4 Persamaan Difusi Prinsip Maksimum Fungsi Green Metoda separasi variable, recall...

Department of Mathematics FMIPAUNS

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi

BAB III : SISTEM PERSAMAAN LINIER

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

RINGKASAN IRISAN KERUCUT (PARABOLA, ELIPS, DAN HIPERBOLA)

Persamaan Diferensial Parsial CNH3C3

SKRIPSI. Oleh: M. Julkarnain NIM

KALKULUS TINGKAT LANJUT, oleh A.B. Panggabean Hak Cipta 2014 pada penulis

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004

V ILUSTRASI ( ) ( ), 0 (37) (Bukti : lihat Lampiran 7) Untuk strategi perdagangan tersebut diperoleh: (Bukti : lihat Lampiran 8)

MODUL 8 FUNGSI LINGKARAN & ELLIPS

Metode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang

Persamaan Diferensial

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGENDALIAN VALVE UNTUK MENGATUR KETINGGIAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN B-SPLINE

BAB 4 PERHITUNGAN NUMERIK

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi.

Analisa Matematik untuk Menentukan Kondisi Kestabilan Keseimbangan Pasar Berganda dengan Dua Produk Melalui Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PENENTUAN LAJU DISTRIBUSI SUHU DAN ENERGI PANAS PADA SEBUAH BALOK BESI MENGGUNAKAN PENDEKATAN DIFFUSION EQUATION DENGAN DEFINITE ELEMENT METHOD

7. RESIDU DAN PENGGUNAAN. Contoh 1 Carilah titik singular dan tentukan jenisnya dari fungsi berikut a. f(z) = 1/z

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Persamaan Diferensial Stokastik (PDS) telah memegang peranan yang

I. PENDAHULUAN. II. DASAR TEORI Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK PANGAN

SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik. Oleh : JOKO SUPRIYANTO NIM. I

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT

Bab II. Prinsip Fundamental Simulasi Monte Carlo

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

VIII. Termodinamika Statistik

INTERFERENSI GELOMBANG

ANALISIS KEKUATAN BETON PASCABAKAR DENGAN METODE NUMERIK

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

Analisis Perbandingan Transformasi Wavelet pada Pengenalan Citra Wajah

PREDIKSI HARGA SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

BAB III METODE KAJIAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB VI. PENGGUNAAN INTEGRAL. Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

METODE ELEMEN HINGGA DAN PENERAPANNYA DALAM TEKNIK KIMIA: ARTIKEL REVIEW. Ummi Habibah *) Abstrak

SIMULASI NUMERIK PERPINDAHAN PANAS PADA CEROBONG SEGIEMPAT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA DAN BEDA HINGGA

BAB III KONDUKSI ALIRAN STEDI - DIMENSI BANYAK

PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE I. Nurdinintya Athari

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

Metode elemen batas untuk menyelesaikan masalah perpindahan panas

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Berdasarkan konsep dan penelitian empiris yang telah diuraikan pada

SIMULASI MODEL PERPINDAHAN PANAS PADA PROSES PENETASAN TELUR MENGGUNAKAN SYARAT BATAS INTERFACE SKRIPSI

BAB III PERSAMAAN DIFUSI, PERSAMAAN KONVEKSI DIFUSI, DAN METODE PEMISAHAN VARIABEL

Transkripsi:

BAB 9 PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIIL Kebanyakan permasalahan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dipresentasikan dalam bentuk persamaan diferensial parsiil. Persamaan tersebut merupakan lau perubahan terhadap dua atau lebih variabel bebas yang biasanya adalah waktu dan arak (ruang). Bentuk umum persamaan diferensial parsiil order dan dua dimensi adalah: ϕ ϕ ϕ ϕ ϕ a + b + c + d + e + fϕ + g = 0 (9.) dengan a, b, c, d, e, f dan g merupakan fungsi dari variabel x dan y dan variabel tidak bebas ϕ. Persamaan diferensial parsiil dapat dibedakan menadi 3 tipe yaitu: ) Persamaan Ellips ika : b 4ac < 0 ) Persamaan Parabola ika : b 4ac = 0 3) Persamaan Hiperbola ika : b 4ac > 0 Persamaan parabola biasanya merupakan persamaan yang tergantung pada waktu (tidak permanen). Penyelesaian persamaan tersebut memerlukan kondisi awal dan batas. Persamaan ellips biasanya berhubungan dengan masalah keseimbangan atau kondisi permanen (tidak tergantung waktu), dan penyelesaiannya memerlukan kondisi batas di sekeliling daerah tinauan. Persamaan hiperbola biasanya berhubungan dengan getaran, atau permasalahan di mana teradi ketidak-kontinuean dalam kecepatan, tekanan dan rapat massa. Penyelesaian dari persamaan hiperbola mirip dengan penyelesaian persamaan parabola, yang menghitung nilai ϕ untuk nilai x dan t yang diberikan. Penyelesaian persamaan diferensial parsiil dengan kondisi awal dan batas dapat diselesaikan dengan metode beda hingga. Untuk itu dibuat aringan titik hitungan pada daerah tinauan. Sebagai contoh penyelesaian persamaan ellips pada daerah S yang dibatasi oleh kurve C seperti tampak pada Gambar 9.. Daerah tinauan S dibagi menadi seumlah pias (titik hitungan P) dengan arak antara pias adalah x dan y. Kondisi di mana variabel tidak bebas (ϕ) harus memenuhi di sekeliling kurve C disebut dengan kondisi batas. Penyelesaian persamaan diferensial merupakan perkiraan dari nilai ϕ pada titik-titik hitungan P, P,, P i, Perkiraan dilakukan dengan mengganti turunan dari persamaan diferensial parsiil dengan menggunakan perkiraan beda hingga. Gambar 9.. Penyelesaian persamaan diferensial parsiil Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta

9. Beberapa Bentuk Persamaan Diferensial Parsiil Berikut ini diberikan beberapa bentuk persamaan diferensial parsiil. a) Persamaan Ellips Persamaan yang termasuk dalam tipe ini adalah persamaan Poisson: ϕ ϕ + + g = 0 dan persamaan Laplace: ϕ ϕ + = 0 (9.) (9.3) b) Persamaan Parabola Permasalahan yang mengandung waktu sebagai variabel bebas biasanya termasuk dalam persamaan parabola. Persamaan parabola yang paling sederhana adalah perambatan panas dan difusi polutan, yang mempunyai bentuk: T T = K t Dalam persamaan perambatan panas, T (temperatur), K (koefisien konduktivitas), serta variabel t (waktu) dan x (arak). c) Persamaan Hiperbola Persamaan hiperbola yang paling sederhana adalah persamaan gelombang yang mempunyai bentuk berikut: y y = C (9.4) t dengan y adalah perpindahan fluktuasi pada arak x dari uung tali yang bergetar yang mempunyai panang L sesudah waktu t. 9. Perkiraan Diferensial Dengan Beda Hingga Gambar 9., adalah aringan titik hitungan pada bidang x-y yang dapat dibagi menadi seumlah pias segi empat dengan sisi x dan y. Panang pias dalam arah x adalah x dan dalam arah y adalah y. Dengan menggunakan aringan titik hitungan pada Gambar 9., semua diferensial ditulis pada titik hitungan (i,). bentuk turunan pertama dan kedua didekati oleh: ϕ ϕi, x + i, ϕ ϕi, i x, (9.5a) (9.6a) Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 3

ϕ ϕi+, i x, ϕ ϕi, i, + ϕi+, x (9.7a) (9.8a) Gambar 9.. Jaringan titik hitungan dalam bidang x-y Bentuk Persamaan (9.5a), (9.6a) dan (9.7a) disebut dengan diferensial mau, mundur dan terpusat. Diferensial terhadap y uga dapat ditulis dalam bentuk seperti di atas, yaitu : ϕ ϕi, y + i, ϕ ϕi, y i, ϕ ϕi, + y i, ϕ ϕi, i, + ϕi, + y (9.5b) (9.6b) (9.7b) (9.8b) Bentuk diferensial melintang dapat didekati dengan : ϕ ϕi+, + i, + i+, + ϕi, (9.9) 4 x y Untuk persamaan yang mengandung variabel x dan t, perkiraan beda hingga dilakukan dengan membuat aringan titik hitungan pada bidang x-t (Gambar 9.3), yang dibagi dalam seumlah pias dengan interval ruang dan waktu adalah x dan t. Bentuk turunan pertama dan kedua terhadap waktu dan ruang adalah : n+ n ϕ ϕi i (9.0) t t Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 4

n n n ϕ ϕi i + ϕi+ (9.) x Gambar 9.3. Jaringan titik hitungan dalam bidang x-t Dalam bentuk beda hingga di atas superskrip n dan n+ menunukkan nilai ϕ pada waktu n dan n+. Penulisan n sebagai superskrip, yang menunukkan waktu, untuk membedakan dengan subskrip untuk i, dan k yang menunukkan notasi ruang. 9.3 Penyelesaian Persamaan Parabola Penyelesaian persamaan tipe parabola dengan menggunakan metode beda hingga dapat dibedakan menadi dua metode (skema) dasar, yaitu skema eksplisit dan skema implisit. Pada skema eksplisit, variabel (temperature) pada suatu titik dihitung secara langsung dari variabel di beberapa titik disekitarnya pada waktu sebelumnya, yang sudah diketahui nilainya. Dengan metode ini, penurunan persamaan diferensial parsiil ke dalam bentuk beda hingga adalah mudah. Namun kendala utamanya adalah kemungkinan teradinya ketidakstabilan hitungan, apabila digunakan langkah waktu yang besar. Dalam skema implisit, untuk menghitung variabel di suatu titik perlu dibuat suatu sistem persamaan yang mengandung variabel di titik tersebut dan titik-titik di sekitarnya pada waktu yang sama. Salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah ini adalah metode sapuan ganda dari Choleski. Berdasarkan kedua skema dasar tersebut telah dikembangkan skema lainnya, seperti skema Crank-Nicholson, Preissman, Leap Frog, dan sebagainya. Skema Crank-Nicholson merupakan pengembangan dari skema eksplisit dan implisit. Skema Preissman merupakan pengembangan dari skema implisit, sedang skema Leap Frog adalah pengembangan dari skema eksplisit. Dalam bab ini, selain skema eksplisit dan implisit uga akan dipelaari skema Crank-Nicholson. Penelasan lebih rinci dari ketiga skema tersebut diberikan berikut ini. ) Skema Eksplisit Metode beda hingga skema ekplisit banyak digunakan dalam penyelesaian persamaan parsiil. Skema ini sangat sederhana dan mudah untuk memahaminya. Penggunaan skema tersebut untuk menurunkan persamaan diferensial parsiil menadi persamaan beda hingga uga mudah. Namun skema ini mempunyai kelemahan, yaitu langkah waktu t dibatasi berdasarkan bilangan Courant yaitu dimana nilai dari Cr = (U t) / x. Apabila nilai Cr> maka hitungan menadi Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 5

tidak stabil. Penggunaan langkah waktu t yang kecil tersebut menyebabkan prosedur dan waktu hitungan menadi sangat panang dan lama. a) Bentuk skema eksplisit Pada skema eksplisit, variabel pada waktu n + dihitung berdasarkan variabel pada waktu n yang sudah diketahui (Gambar 9.4). Dengan menggunakan skema seperti yang ditunukkan pada Gambar 9.4, fungsi variabel (temperature) T (x,t) dan turunannya dalam ruang dan waktu didekati oleh bentuk berikut: Gambar 9.4. Skema eksplisit Gambar 9.5. Langkah-langkah hitungan dengan skema eksplisit b) Stabilitas skema eksplisit Seperti yang ditunukkan pada Gambar (9.6), dalam skema eksplisit, n n n tergantung pada tiga titik sebelumnya yaitu: T T dant i, Ketiga titik ini uga hanya tergantung pada 5 titik pada waktu sebelumnya. Bidang ketergantungan dari penyelesaian numerik (bidang A) lebih kecil dari pada bidang ketergantungan penyelesaian analitik (A+B). Misalnya n n penyelesaian analisis dari Ti tergantung di antaranya pada titik Ti dan T i+ 3, sedang pada hitungan numerik tidak tergantung pada titik-titik tersebut. Keadaan ini dapat menyebabkan ketidak stabilan dari skema tersebut, yang berupa teradinya amplifikasi hasil hitungan dari kondisi awal. i i+ T n i Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 6

Gambar 9.6. Stabilitas numerik ) Skema Implisit Gambar 9.7, menunukkan aringan titik hitungan dari skema implisit. Gambar 9.7. Skema implisit 3) Skema Crank-Nicholson Dalam sub bab ini akan dielaskan salah satu pengembangan dari skema eksplisit dan implisit, yaitu skema Crank-Nicholson. Gambar 9.8. Skema Crank-Nicholson Jurusan Teknik Elektro ISTA Yogyakarta 7