Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema dari nilai eigen, vektor eigen, dan diagonalisasi, sistem persamaan differensial, model predator prey lotka-voltera, model logistic, fungsi respon, titik ekuilibrium, linearisasi sistem persamaan nonlinear, analisis kestabilan, bifurkasi, dan manifold center yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada bab III. A. Nilai Eigen, Vektor Eigen, dan Diagonalisasi Aplikasi dari aljabar linear terhadap matriks dengan n persamaan dan n variabel didefinisikan sebagai berikut: Definisi 2.: (J.Hale, H.Kocak : 267) Nilai λ disebut nilai eigen dari matriks A yang berukuran n n jika ada vektor bukan nol v sedemikian sehingga, Av = λv...(2.) Vektor v disebut vektor eigen dari A ketika berkorespondensi dengan nilai eigen λ. Untuk mencari nilai eigen dari matriks A Persamaan (2.) dapat ditulis kembali menjadi, Av = Iλv Av Iλv = A Iλ v =. (2.2) Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ =. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika, det A Iλ = Berikut adalah definisi dari determinan matriks A dengan ukuran n n. Definisi 2.2 : (Anton, 988: 63) Misalkan A adalah sebuah matriks berukuran n n. Fungsi determinan dinyatakan dengan det dan didefinisikan sebagai jumlah semua hasil perkalian elementer yang bertanda dari A. Jumlah det(a) dinamakan determinan A.

2 Contoh 2. : (nilai eigen real berbeda) Akan dicari nilai eigen dan vektor eigen dari matriks A berikut : A = Penyelesaian : A Iλ = λ λ A Iλ = 5 λ λ Persamaan karakteristiknya adalah det (A Iλ) = 5 λ 5 λ 4 4 = λ = λ 2 = 9 λ = 3, λ 2 = 3 Sehingga diperoleh nilai eigen dari matriks A adalah 3 dan -3 Selanjutnya akan dicari vektor eigen dari matriks A Misalkan vektor eigen dari A adalah untuk λ = 3 A Iλ = 5 ( 3) ( 3) diperoleh, 8x 4x 2 = 4x 2x 2 = x = x x 2 x x 2 = x x 2 = x 2 = 2x sehingga diperoleh vektor eigen untuk λ = 3 A Iλ = 5 (3) (3) 2 x x x 2 = x x 2 =

3 diperoleh, 2x 4x 2 = 4x 8x 2 = x = 2x 2 sehingga diperoleh vektor eigen 2 x 2 Contoh 2.2 : (nilai eigen kompleks dan berbeda) Akan dicari nilai eigen dan vektor eigen dari matriks A berikut : A = 4 Penyelesaian : A Iλ = 4 λ λ A Iλ = λ 4 λ Persamaan karakteristiknya adalah det (A Iλ) = λ λ 4 = λ = λ 2 = 4 λ = 2i atau λ 2 = 2i Sehingga diperoleh nilai eigen dari matriks A adalah 2i dan 2i. Selanjutnya akan dicari vektor eigen dari matriks A. Misalkan vektor eigen dari A adalah untuk λ = 2i A Iλ = ( 2i) 4 ( 2i) diperoleh, 2ix 4x 2 = x 2ix 2 = x x 2 = x = x x 2

4 x 2 = 2 ix sehingga diperoleh vektor eigen 2 i x untuk λ = 2i A Iλ = 2i 4 2i diperoleh, 2ix 4x 2 = x + 2ix 2 = x x 2 = x = 2ix 2 sehingga diperoleh vektor eigen Contoh 2.3 : (nilai eigen kembar) 2i x 2 Akan dicari nilai eigen dan vektor eigen dari matriks A berikut : Penyelesaian : A Iλ = 3 3 λ λ = A Iλ = 3 λ 3 λ = Persamaan karakteristiknya adalah det (A Iλ) = 3 λ 3 λ = (3 λ) 2 = λ,2 = 3 A = 3 3 Sehingga diperoleh nilai eigen dari matriks A adalah 3. Selanjutnya akan dicari vektor eigen dari matriks A. Misalkan vektor eigen dari A adalah untuk λ = 3 x = x x 2

5 A Iλ = diperoleh, x 2 = x x 2 = sehingga diperoleh vektor eigen x dan x 2 Definisi 2.3: (Anton,99:28) Matriks A berukuran n n dapat didiagonalisasi jika terdapat matriks P yang dapat di-invers sedemikian sehingga P AP adalah matriks diagonal. Sehingga dapat dikatakan bahwa matriks P mendiagonalisasi mariks A. Teorema 2. : (Anton, 99:285) Jika A adalah matriks n n, maka kedua pernyataan berikut ini ekuivalen, (i) (ii) Bukti: (i) (ii) A dapat didiagonalisasi. A mempunyai n vektor eigen bebas linear. Karena A dapat didiagonalisasi maka terdapat matriks P yang memiliki invers, misal, P = p p n p n p nn sehingga P AP = D adalah matriks diagonal, dimana maka, PP AP = PD AP = PD D = λ λ n

6 AP = p p n p n p nn λ = λ n λ p λ n p n.(2.3) λ p n λ n p nn Jika dimisalkan v, v 2,, v n menyatakan vektor-vektor kolom P, maka bentuk (2.3) kolom-kolom AP yang berurutan merupakan λ p, λ 2 p 2,, λ n p n. Kolom AP yang berurutan adalah Av, Av 2,, Av n. Sehingga diperoleh Av = λ p, Av 2 = λ 2 p 2,, Av n = λ n p n...(2.4) Karena matriks P memiliki invers, maka vektor-vektor kolomnya tidak bernilai nol semuanya, jadi berdasarkan Definisi 2., λ, λ 2,, λ n adalah nilai-nilai eigen A, dan v, v 2,, v n adalah vektor-vektor eigen yang bersesuaian. Karena P memiliki invers maka diperoleh bahwa v, v 2,, v n bebas linear. Jadi A memiliki n vektor eigen bebas linear. (ii) (i) Karena A mempunyai n vektor eigen bebas linear, misalkan v, v 2,, v n maka terdapar nilai-nilai eigen yang bersesuaian yaitu λ, λ 2,, λ n, dan misalkan P = p p n p n p nn adalah matriks yang vektor-vektor kolomnya adalah v, v 2,, v n. Karena v, v 2,, v n merupakan vektor eigen dari matriks A dan kolom-kolom dari hasil kali AP adalah Av, Av 2,, Av n, maka Av = λ p, Av 2 = λ 2 p 2,, Av n = λ n p n sehingga diperoleh, AP = λ p λ n p n = λ p n λ n p nn p p n p n p nn λ = PD λ n matriks D adalah matriks diagonal yang memiliki nilai-nilai eigen λ, λ 2,, λ n pada diagonal utamanya. Karena vektor-vektor kolom P bebas linear, maka matriks P memiliki invers. Jadi A dapat didiagonalisasi. Contoh 2.4: Tunjukkan bahwa matriks A pada Contoh 2. dapat didiagonalisasi. Penyelesaian:

7 Berdasarkan Contoh 2. matriks A mempunyai 2 vektor eigen yaitu p = 2 dan p2 = 2. Matriks P dapat dibentuk dari vektor-vektor eigen A yaitu P = 2 2, dengan P = /3 2/3 Matriks D didefinisikan sebagai berikut. D = P AP P AP = /3 2/3 = 2 2 = /3 / /3 /3 2 2 D = 3 3 adalah matriks diagonal dengan nilai eigen matriks A pada diagonal utamanya. Sehingga dapat ditunjukkan bahwa matriks A dapat didiagonalisasi oleh matriks P. Contoh 2.5: Tunjukkan bahwa matriks A pada Contoh 2.2 dapat didiagonalisasi. Penyelesaian: Berdasarkan Contoh 2.2 matriks A mempunyai 2 vektor eigen yaitu p =,5i eigen A yaitu P =,5i dan p2 = 2i 2i, dengan P = /2 i/4 Matriks D didefinisikan sebagai berikut. D = P AP P AP = /2 i/4 = i 2 /2 i i /2,5i 4 2i. Matriks P dapat dibentuk dari vektor-vektor,5i i /2 2i

8 = 2i 2i D = 2i 2i adalah matriks diagonal dengan nilai eigen matriks A pada diagonal utamanya. Sehingga dapat ditunjukkan bahwa matriks A dapat didiagonalisasi oleh matriks P. Contoh 2.6: Tunjukkan bahwa matriks A pada Contoh 2.3 dapat didiagonalisasi. Penyelesaian: Berdasarkan Contoh 2.3 matriks A mempunyai 2 vektor eigen yaitu p = yaitu dan p2 =. Matriks P dapat dibentuk dari vektor-vektor eigen A P =, dengan P = matriks D didefinisikan sebagai berikut, D = P AP P AP = = 3 3 D = adalah matriks diagonal dengan nilai eigen matriks A pada diagonal utamanya. Sehingga dapat ditunjukkan bahwa matriks A dapat didiagonalisasi oleh matriks P. B. Sistem Persamaan Differensial Menurut Erwin Kreyszig (993:) persamaan differensial adalah persamaan yang mengandung turunan turunan dari suatu fungsi yang tidak diketahui, semisal y x. Sedangkan sistem persamaan differensial adalah kumpulan dari beberapa persamaan differensial.

9 Persamaan differensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya untuk pemodelan yang membutuhkan solusi dari sebuah permasalahan. Misalnya seperti pemodelan matematika dalam bidang biologi khususnya untuk pertumbuhan suatu populasi. Pada dasarnya sistem persamaan differensial terdiri dari sistem persamaan differensial yang linear maupun nonlinear. Diberikan sebuah sistem persamaan differensial sebagai berikut : x = f x, x 2,, x n x 2 = f 2 x, x 2,, x n.... (2.5) dengan kondisi awal x i t = x i dimana, x n = f n x, x 2,, x n f i : F R n R n, x i = dx i dt, i =,2,, n dan x, x 2,, x n F R n. Sistem Persamaan (2.5) dapat ditulis sebagai berikut : x = f(x)...(2.6) dengan x = x, x 2,, x n F R n dan f x = f (x), f 2 (x),, f n (x), dan syarat awal x t = x, x 2,, x n = x. Sistem persamaan differensial (2.6) disebut sistem autonomous karena pada sistem ini bergantung pada waktu secara implisit, sedangkan sistem yang bergantung pada waktu secara explisit disebut sistem non-autonomous. Sistem (2.6) disebut sistem persamaan differensial linear jika f (x), f 2 (x),, f n (x) masing-masing linear dalam x = x, x 2,, x n. Sistem dapat ditulis sebagai dengan x R n, A matriks berukuran n n dan x = Ax. (2.7) x = dx i dt = dx dt dx n dt. (2.8)

10 Dengan kondisi awal x = x, solusi dari Persamaan (2.8) adalah Bukti : x(t) = e At x x = d dt d dt dx (t) dt + A t! = de At x dt A n t n n= x n! A + A n t n n= x n! A n.n.tn n= x n! A n tn n= x (n )! + A2 t! + A3 t 2 2! + x A + A 2 t + A3 t 2 + x 2! A( + At + A2 t 2 )x A( dx (t) dt 2! A n t n n= )x n! = Ae At x x (t) = Ax(t) x = Ax x(t) = e At x.... (2.9) Ada tiga kemungkinan bentuk e At yang berkaitan dengan nilai, yaitu. Jika matriks A berukuran n n, memiliki nilai eigen real dan berbeda maka bentuk e At menjadi (Perko L,2:7) e At = Pdiag[e λ j t ]P, Dengan P = [v, v 2, v n ] adalah matriks yang memiliki invers, dan λ adalah nilai eigen dari matriksks A, dengan j n, j N dan diag e λ j t = e λ t e λ n t, sehingga Persamaan (2.9) menjadi x(t) = Pdiag[e λ j t ]P x..(2.)

11 2. Jika matriks A berukuran n n, memiliki n nilai eigen kompleks yang berbeda maka bentuk e At menjadi (Perko L,2:29) e At = Pdiag e a j t cos(b j t) sin(b j t) P sin(b j t) cos(b j t), Dengan P = [v u, v 2 u 2, v n u n ] adalah matriks yang memiliki invers, dan λ j = a j ± ib j adalah nilai eigen dari matriks A, dengan j n, 2 j N, sehingga Persamaan (2.9) menjadi x(t) = Pdiag e a j t cos(b j t) sin(b j t) sin(b j t) cos(b j t) P x...(2.) 3. Jika matriks A berukuran n n, memiliki nilai eigen real yang berulang maka bentuk e At menjadi (Perko L,2:33) e At = Pdiag e λ j t + Nt + + Nk t k k! P, Dengan P = [v u, v 2 u 2, v n u n ] adalah matriks yang memiliki invers, dan λ adalah nilai eigen dari matriks A,dan N adalah matriks nilpotent berorde k dimana N = A S, S = Pdiag[λ j ]P, dengan syarat N k dan N k =, untuk k n. Sehingga Persamaan (2.9) menjadi x(t) = Pdiag e λ j t + Nt + + Nk t k k! P x..(2.2) Selanjutnya jika Sistem (2.6) tidak dapat dinyatakan dalam bentuk Sistem (2.7) maka Sistem (2.6) tersebut disebut sistem persamaan differensial nonlinear. Berikut adalah contoh sistem persamaan differensial linear, yaitu x = y y = x sedangkan contoh persamaan differensial nonlinear adalah Contoh 2.7a: Tunjukkan bahwa matiks N = 3 Penyelesaian : x = x 2 y = xy 2 adalah matriks nilpotent!

12 Matrik N dikatakan matriks nilpotent jika matriks N memiliki sifat N k dan N k =, untuk k n. N = 3 N 2 = N N = 3 3 = Jadi telah tertunjukkan bahwa matriks N adalah matriks nilpotent dengan orde 2. Contoh 2.7: Akan dicari solusi dari x = Ax, dimana A = Berdasarkan Contoh 2. matriks A memiliki 2 nilai eigen real yang berbeda yaitu λ = 3 dan λ 2 = 3 dengan 2 vektor eigen yang bersesuaian yaitu p = 2 dan p2 = 2. Sehingga diperoleh matriks P yang dibentuk dari vektorvektor eigen A yaitu P = 2 2, dengan P = /3 2/3 Solusi dari sistem tersebut adalah x t = e At 2/3 /3 = Pdiag[e λ j t ]P x = 2 = = 2 e 3t 2e 3t e 3t 3 2e 3t 3 e 3t /3 3t e 2/3 2e 3t /3 3t e 2/3 + 4e 3t 3 + 2e 3t 3 2e 3t 2e 3t 3 3 4e 3t e 3t 3 3 2/3 /3 x 2/3 /3 x x Contoh 2.8: Akan dicari solusi dari x = Ax, dimana A = 4 Berdasarkan Contoh 2.2 matriks A memiliki 2 nilai eigen kompleks yang berbeda yaitu λ = 2i dan λ 2 = 2i dengan 2 vektor eigen yang bersesuaian yaitu

13 p =,5i dan p2 = 2i vektor-vektor eigen A yaitu P =,5i P AP = 2i 2i, dengan P = /2 i/4 2i Solusi dari sistem tersebut adalah x t = e At = Pdiag e 2t cos(b j t) sin(b j t) sin(b j t) cos(b j t) = = = =,5i,5i 2i 2i e 2t cos(t) e.t sin(t) e 2t 2ie 2t,5ie 2t e e 2t /2 2t e i/4 i/4 2t /2. Sehingga diperoleh matriks P yang dibentuk dari i /2 P x e.t sin(t) e 2t cos(t) i /2 x i /2 x,5e 2t,5e 2t,25ie 2t +,25ie 2t,5e 2t x Contoh 2.9: /2 i/4 Akan dicari solusi dari x = Ax, dimana A = 3 3 i /2 x Berdasarkan Contoh 2.3 matriks A memiliki nilai eigen kembar yaitu λ = λ 2 = 3 dengan 2 vektor eigen yang bersesuaian yaitu p = dan p2 =. Sehingga diperoleh matriks P yang dibentuk dari vektor-vektor eigen A yaitu P = dengan P = Solusi dari sistem tersebut adalah x t = e At = Pdiag e λ j t + Nt + + Nk t k = = e3t e 3t x e 3t e 3t x k! P x 3

14 Perilaku pada sistem persamaan differensial dapat dilihat dari medan arah, orbit, dan potret fase dari sistem tersebut, berikut penjelasan tentang medan arah orbit, dan potret fase.. Medan Arah Setiap titik pada ruang (t, x) dimana f(x) terdefinisi, ruas kanan Persamaan (2.7) memberikan nilai-nilai dari turunan dx dt yang dianggap sebagai gradien dari ruas garis pada titik tertentu. Kumpulan dari ruas garis tersebut disebut medan arah dari Persamaan (2.7). Grafik solusi Persamaan (2.7) yang melalui x merupakan kurva pada ruang dimensi n (t, x) yang didefinisikan oleh t, φ t, x : t I x. Contoh 2.9 : Diberikan sistem persamaan differensial sebagai berikut : x = y y = x......(2.2a) Grafik solusi dari Sistem (2.2a) dengan nilai awal pada titik (,2) berbentuk spiral yang ditunjukkan pada Gambar 2.. Pada Gambar 2. terlihat bahwa untuk kenaikan waktu(t), kurva akan berputar mengelilingi sumbu t menjauhi bidang-xy. Gambar 2. dibuat menggunakan aplikasi Maple 5 dengan perintah pada lampiran. Titik awal Gambar 2.. Grafik solusi sistem (2.2a) pada ruang (t, x, y) 4

15 Gambar 2. menunjukkan bahwa ketika t terus bertambah kurva membentuk spiral, dimana nilai x dan y berulang pada periode 2П. 2. Orbit Orbit menurut Hale dan Kocak merupakan proyeksi dari grafik solusi pada bidang-xy. Pada orbit diberi panah untuk mengindikasikan arah dimana φ t, x mengalami perubahan untuk t yang semakin meningkat. Gambar 2.2 merupakan orbit dari Sistem (2.2a) yang dibuat menggunakan aplikasi Maple 5 dengan perintah pada lampiran. y Tititk Awal (,) x Gambar 2. 2 Orbit sistem (2.2a) Gambar 2.2 menunjukkan bahwa pada kuadran I dan IV ketika nilai x membesar maka nilai y mengecil, sedangkan pada kuadran II dan III ketika nilai x membesar maka nilai y juga membesar, dan nilai solusi (x,y) dari Sistem (2.2a) dengan nilai awal (,2) memiliki jarak yang sama terhadap titik pusat (,), sehingga membentuk suatu lingkaran. 3. Potret Fase Potret fase dari persamaan differensial menurut Hale dan Kocak merupakan kumpulan dari semua orbit, dengan kata lain potret fase juga merupakan proyeksi dari grafik solusi pada bidang-xy. Pada potret fase juga diberi panah berarah. Gambar 2. merupakan potret fase dari sistem (2.2a) yang dibuat menggunakan aplikasi Maple 5 dengan perintah pada lampiran. 5

16 Gambar 2. 3 Potret fase sistem 2.2a Gambar 2.3 merupakan kumpulan dari grafik solusi pada bidang-xy dengan nilai awal (;2), (;,5), (;), dan (;,5). C. Model Predator Prey Lotka-Voltera, Model Logistik, dan Fungsi Respon Persamaan Lotka-Volterra, juga dikenal sebagai sistem persamaan predator prey, yang merupakan sepasang persamaan differensial orde pertama dan non-linear. Persamaan ini adalah persamaan yang masih sederhana. Asumsi dasar dari persamaan Lotka-Voltera bahwa populasi mengalami pertumbuhan dan peluruhan secara exponensial, dimana faktor lain ditiadakan. Berikut sistem persamaan Lotka-Voltera: (Verhulst,99:8 ) dx dt dy dt = x(r αy) (2.3) = y( d + βx).(2.4) Pada kenyataannya populasi tidak selalu mengalami pertumbuhan secara exponensial dan tidak terbatas, pertumbuhan secara exponensial hanya akan dialami dalam waktu singkat, maka pada abad 9 P.F.Verhulst memperkenalkan model logistik untuk pertama kali. Model pertumbuhan logistik megasumsikan bahwa populasi mangsa tidak selamanya meningkat secara exponensial, ada saat ketika pertumbuhan mangsa melambat karena terbatasnya sumber daya alam (SDA) atau adanya kapasitas maksimal yang disediakan lingkungan. Dengan asumsi tersebut, jumlah populasi dengan model ini akan selalu terbatas pada 6

17 suatu nilai tertentu. Pada masa tertentu jumlah populasi akan mendekati titik kesetimbangan (ekuilibrium), pada titik ini jumlah kelahiran dan kematian dianggap sama. Ketika diasumsikan laju populasi akan tumbuh cepat mendekati eksponensial dan tak terbatas maka dapat ditulis model laju pertumbuhan populasi sebagai berikut: dx dt = ax.. (2.5) Namun karena keterbatasan sumber daya alam, Persamaan (2.5) dapat ditulis sebagai persamaan berikut, dx dt = ax x K ax dx dt = ax x K Persamaan (2.6) disebut model logistik (2.6) Pada tahun 953 Holling memperkenalkan fungsi respon. Fungsi respon predator adalah tingkat predasi (daya makan) predator terhadap jumlah makanan/mangsa. Sehingga fungsi respon berkaitan erat dengan peningkatan populasi predator atau pengurangan populasi prey saat saling berinteraksi. Misal fungsi respon dinotasikan dengan p x maka p x haruslah fungsi nonlinear dan terbatas. Holling memperkenalkan 3 fungsi respon, yaitu fugsi respon tipe I, fungsi respon tipe II dan fungsi respon tipe III. Persamaan dari fungsi respon tipe I ini adalah p x = mx. Pada fungsi respon tipe I, ketika populasi mangsa meningkat daya konsumsi predator pun meningkat, sehingga jumlah populasi predator semakin meningkat pula. Persamaan dari fungsi respon tipe II ini adalah p x = mx2 a+x ax 2 +bx +c. Pada fungsi respon tipe II lebih kompleks dari fungsi respon tipe I karena pada fungsi respon ini memperhatikan waktu predator dalam mencerna mangsa. Sedangkan Persamaan dari fungsi respon tipe III ini adalah p x = mx 2 2. Fungsi respon tipe III adalah fungsi sigmoidal dimana predator yang cenderung akan mencari a+x 7

18 populasi prey yang lain ketika populasi prey yang dimakan mulai berkurang. (Ruan,S dan Xiao,D, 2) Ketiga fungsi respon tersebut merupakan fungsi monoton naik. Namun ada interaksi predator prey yang memiliki sifat yang tidak monoton, yaitu ketika pada jumlah populasi mangsa tertentu, tingkat konsumsi pemangsa menurun karena ada sifat bertahan dari mangsa, yaitu ketika mangsa meningkat tingkat pertahanan kelompoknya pun meningkat. Persamaan dari fungsi respon tipe IV Monod Haldane yang merupakan pengembangan dari fungsi respon tipe II adalah p x = mx ax 2 +bx +c. Sedangkan fungsi respon tipe IV Sokol and Howell yang merupakan pengembangan dari fungsi respon tipe III adalah p x = mx a+x 2. (Ruan,S dan Xiao,D, 2) D. Titik Ekuilibrium Solusi dari suatu sistem yang tidak mengalami perubahan terhadap waktu disebut titik ekuilibrium atau titik tetap. Berikut adalah definisi dari titik ekuilibrium pada suatu sistem persamaan differensial, Definisi 2.4 : (Perko, 2: 2) Diberikan suatu sistem persamaan differensial x = dx = f(x), x, f(x) R. Titik x R disebut titik ekuilibrium jika dan hanya jika f x =. dt Contoh 2. Akan dicari titik ekuilibrium dari Sistem (2.3) dan (2.4) Penyelesaian : Misal : f x = dx dt f(x) = dan g x = = x(r αy) dan g x = dy Sehingga didapat persamaan-persamaan berikut : Dari Persamaan (2.7), diperoleh dt = y( d + βx) = x(r αy)..... (2.7) = y( d + βx)......(2.8) 8

19 atau f(x) = jika dan hanya jika x =.....(2.9) r αy = y = r a.... (2.2) Selanjutnya jika kita subtitusikan (2.9) ke (2.8) maka diperoleh y( d + β. ) = y =...(2.2) Kemudian subtitusikan Persamaan (2.2) ke Persamaan (2.8) r ( d + β. x) = a Sehingga diperoleh dua titik ekuilibrium yaitu T = (,) dan T 2 = ( β (a r + d), r a ) x = β (a r + d)......(2.22) E. Linearisasi Sistem Persamaan Nonlinear Linearisasi adalah proses melinearkan fungsi nonlinear. Linearisasi dilakukan untuk melihat perilaku sistem di sekitar titik ekuilibrium. Dengan linearisasi pada sistem nonlinear akan diperoleh pendekatan yang baik. Definisi 2.5 : (J.Hale, H.Kocak : 267) Jika x adalah titik ekuilibrium dari x = f(x), maka persamaan differensian linear x = Df(x )x Disebut persamaan linearisasi dari vektor field f pada titik ekuilibrium x. Dimana, f = (f, f 2 ) dan Df x = f (x) x f 2 (x) x Matriks Df x disebut sebagai matriks Jacobian. Contoh 2. : f (x) x 2 f 2 (x) (2.23) x 2 Akan dicari bentuk linear dari Sistem (2.3) dan (2.4) dengan pusat x, y =, menggunakan matriks Jacobian. 9

20 Misalkan : X = x x Y = y y f = dx dt f 2 = dy dt Maka, = x(r αy) = y( d + βx) f 2 y f x f y Berdasarkan (2.24), (2.25), (2.26), (2.27), diperoleh = r αy (2.24) = αx. (2.25) f 2 = βy (2.26) x = d + βx.. (2.27) Df x = X Y = r d Sehingga, X = rx Y = dy f x (,) f y (,) f 2 x (,) f 2 y (,) X Y x x y y Selain linearisasi menggunaka matriks Jacobian, deret Taylor dan deret Maclaurin juga merupakan salah satu cara untuk melinearisasi. Definisi 2.6: (Thomas dan Ross, 996: 672) Misalkan f(x) dapat diturunkan hingga n kali pada x = a, maka f(x) dapat dinyatakan sebagai deret kuasa, f x = f a + f a x + f (a)x fn (a)x n (2.28) 2! n! 2

21 Definisi 2.7: (Yuri A. Kuznetsov, 998: 93) Misalkan f(x, y) dapat diturunkan hingga n kali pada x, y = (a, b), maka f(x, y) dapat dinyatakan sebagai deret kuasa, f x, y = f a, b + f a,b x x + f a y y + f a,b xy x y + + f i+j a,b x i y j (2.29) i!j! i x j y Persamaan (2.28) merupakan deret Taylor dengan satu variabel menggunakan pusat x = a, sedangkan Persamaan (2.29) merupakan deret Taylor dengan dua variabel menggunakan pusat x, y = (a, b), jika pusat x = atau x, y =, disebut dengan deret Maclaurin. Contoh 2.2: Akan dicari deret Taylor dari f x, y = x(r αy) dengan pusat x, y =,. Penyelesaian : Dicari : f, =, f, x = r, f, y =, f, x y = α (2.3) Sehingga diperoleh deret Taylor dari f x, y dengan mensubtitusikan (2.3) ke (2.28) yaitu F. Analisis Kestabilan Definisi 2.8: Olsder:23:53 f x, y = rx αxy + Diberikan sebuah sistem persamaan differensial x = f (x), dengan kondisi awal x = x, dan penyelesaian pada waktu t dinotasikan dengan x(t, x ), maka (i) Sebuah vektor x yang memenuhi f x = disebut titik ekuilibrium. (ii) (iii) Sebuah titik ekuilibrium x disebut stabil jika untuk setiap ε > ada δ > sedemikian sehingga, jika x x < δ, maka x t, x x < ε untuk setiap t. Sebuah titik ekuilibrium x disebut stabil asimtotik jika x stabil dan ada sebuah δ > sedemikian sehingga lim t x t, x x x x < δ. = bila 2

22 (iv) Sebuah titik ekuilibrium x tidak stabil jika untuk setiap ε > ada δ > sedemikian sehingga, jika x x < δ, maka x t, x x < ε untuk setiap t. Berikut gambar ilustrasi kestabilan titik ekuilibrium yang stabil, stabil asimtotik, dan tidak stabil. Stabil Stabil Asimtotik Tidak Stabil Gambar 2. 4 Kestabilan Titik Ekuilibrium Pada Gambar 2. terlihat bahwa titik ekuilibrium x stabil jika tiap solusi pada waktu t memiliki jarak yang dekat dengan titik ekuilibrium. Titik ekuilibrium x stabil asimtotik jika tiap solusi pada waktu t dan pada setiap diambil titik awal, solusi mendekati titik ekuilibrium. Sedangkan titik ekuilibrium x dikatakan tidak stabil apabila tiap solusi pada waktu t dan pada setiap diambil titik awal, solusi menjauhi titik ekuilibrium. Titik ekuilibrium dapat dicari kestabilannya menggunakan nilai eigen pada matriks Jacobiannya (Df(x)), jika titik ekuilibrium tersebut hiperbolik. Berikut definisi dari titik ekuilibrium hiperbolik, Definisi 2.9 (Perko, 2: 2) Titik ekuilibrium x dikatakan hiperbolik jika semua nilai eigen dari matriks Jacobian Df(x )x mempunyai bagian real tak nol. nilai eigennya, Berikut adalah teorema mengenai kestabilan titik ekuilibrium berdasarkan 22

23 Teorema 2.2 : (Olsder dan Woude, 23:57) Diberikan sistem linear x = Ax, dengan matriks A berukuran n n dan memiliki k nilai eigen yang berbeda λ i untuk i =,2, k dan k n, maka (i) Titik ekuilibrium x = dikatakan stabil asimtotik jika dan hanya jika untuk setiap Re λ i <. (ii) Titik ekuilibrium x = dikatakan tidak stabil jika dan hanya jika ada paling sedikit satu Re λ i >. Bukti : (i) Akan dibuktikan titik ekuilibrium x = stabil asimtotik jika dan hanya jika untuk setiap Re λ i < Penyelesaian : Pembuktian (ke kanan) Berdasarkan Definisi (2.8 (ii)), sebuah titik ekuilibrium x disebut stabil asimtotik jika lim t x t, x x =. Artinya untuk t mendekati, maka x t, x akan medekati ke x =. Karena x t, x merupakan solusi dari sistem persamaan differensial, maka berdasarkan Persamaan (2.), x t, x selalu memuat e Re λ i t. Sehingga jika e Re λ i t menuju ke x =, maka Re λ i haruslah bernilai kurang dari nol/ negatif. Pembuktian (ke kiri) Karena x t, x merupakan solusi dari sistem persamaan differensial, maka x t, x berdasarkan Persamaan (2.) selalu memuat e Re λ i t. Jika Re λ i < maka untuk t, x t, x akan mendekati x =, atau dapat ditulis lim t x t, x x =. Berdasarkan Definisi (2.28 (ii)), titik ekuilibrium x = stabil asimtotik. (ii) Akan dibuktikan titik ekuilibrium x tidak stabil jika dan hanya jika untuk Penyelesaian : setiap Re λ i >. 23

24 Pembuktian (ke kanan) Titik ekuilibrium x = tidak stabil jika untuk t mendekati maka x t, x mendekati. Karena x t, x solusi dari sistem persamaan differensial maka berdasarkan Persamaan (2.) x t, x selalu memuat e Re λ i t. Sehingga x t, x mendekati akan terpenuhi jika Re λ i >. Pembuktian (ke kiri) Karena x t, x merupakan solusi dari sistem persamaan differensial, maka x t, x berdasarkan Persamaan (2.) selalu memuat e Re λ i t. Jika Re λ i > mengakibatkan untuk t maka x t, x mendekati atau dengan kata lain x t, x menjauhi titik ekuilibrium x =. Sehingga x = dikatakan tidak stabil. G. Bifurkasi Definisi 2. : (Guckenhimer dan Holmes :985:7) Bifurkasi adalah perubahan kualitatif (dalam hal ini kestabilan) suatu sistem yang terjadi akibat perubahan nilai parameter. Biasanya bifurkasi terjadi pada penyelesaian titik setimbang yang mempunyai paling sedikit satu nilai eigen sama dengan nol pada bagian realnya. Bifurkasi yang paling sederhana untuk dipelajari adalah bifurkasi dimensi- dari ekuilibrium dengan satu parameter. Pada kasus ini, diasumsikan persamaan normal dipelajari disekitar solusi-solusi ekuibrium dari sistem. Bifurkasi ini dikenal dengan bifurkasi satu parameter dari sistem. Beberapa jenis bifurkasi satu parameter adalah bifurkasi saddle node, bifurkasi traskritical, dan bifurkasi hopf. a. Bifurkasi Saddle Node Bifurkasi saddle node ditandai oleh bertambahnya titik ekuilibrium dalam suatu diagram bifurkasi semisal pada saat c = c. Ketika c > c bertambah dua titik ekuilibrium dimana salah satu titik stabil dan satunya tidak stabil. Salah satu 24

25 bentuk sistem berdimensi- yang mengalami bifurkasi saddle node adalah (Wiggins,23:366) x = c + x 2 x, c R.. (2.3a) x = c x 2 x, c R.. (2.3b) Titik ekuilibrium dari Sistem (2.3a) dan (2.3b) berturut-turut adalah x = ± c dan x = ± c. Terdapat tiga kondisi yang memenuhi Persamaan (2.3a) dan (2.3b), yaitu saat c =, c <, dan c >. Berikut gambar potret fasenya, (a) Potret fase Persamaan (2.3a) (b) Potret fase Persamaan (2.3b) Gambar 2. 5 Potret Fase Bifurkasi Saddle Node Berikut ini diagram bifurkasi saddle node persamaan (2.3a) dan (2.3b) (a) Diagram Bifurkasi Persamaan (2.3a) (b) Diagram Bifurkasi Persamaan (2.3b) Gambar 2. 6 Diagram Bifurkasi Saddle Node b. Bifurkasi Transcritical Bifurkasi transcritical ditandai oleh persilangan dari dua cabang ekuilibrium dalam suatu diagram bifurkasi yang mana tipe ekuilibrium setiap 25

26 cabang mengalami perubahan kestabilan ketika c = c. Salah satu bentuk sistem berdimensi- yang mengalami bifurkasi transcritical adalah (Wiggins,23: 37) x = cx + x 2 x = cx x 2 x, c R.. (2.32a) x, c R.. (2.32b) Titik ekuilibrium dari Sistem (2.32a) adalah x = dan x = c. Terdapat tiga kondisi yang memenuhi Persamaan (2.32a), yaitu saat c =, c <, dan c >. (a) Potret fase Persamaan (2.32a) (b) Potret fase Persamaan (2.32b) Gambar 2. 7 Potret Fase Bifurkasi Transcritical Berikut ini diagram bifurkasi transcritical Persamaan (2.32a) dan (2.32b) (a) Diagram bifurkasi 2.32a (b) Diagram bifurkasi 2.32b Gambar 2. 8 Diagram Bifurkasi Transcritical c. Bifurkasi Hopf Menurut Guckenheimer dalam bukunya (Guckenheimer,985:5-52), terjadinya bifurkasi hopf di titik ekuilibrium (x, c ) ditandai dengan 26

27 D x (f(x, c )) mempunyai sepasang nilai eigen imajiner murni dan tidak ada nilai eigen lain dengan bagian real nol, serta memenuhi kondisi transversal yaitu d dc (Re(λ(c))). Bentuk normal bifurkasi Hopf adalah sebagai berikut: (Kuznetsov, 998:) x = αx y ± x x 2 + y 2, x = x + αy ± y x 2 + y 2, Atau bila diubah dalam koordinat polar adalah sebagai berikut : r 2 = x 2 + y 2 2rr = 2xx + 2yy, r = xx +yy r, r = x αx y±x x 2 +y 2 +y(x+αy ±y x 2 +y 2 ) r r = α x 2 +y 2 ± x 2 +y 2 2, r = αr ± r 3. r Sehingga diperoleh bentuk standar bifurkasi Hopf pada koordinat polar yaitu r = αr + r 3..(2.33a) dan r = αr r 3..(2.33b) Solusi dari Persamaan (2.33a) ditunjukkan pada Gambar 2.6 (Wiggins, 23:38) Gambar Solusi r = αr + r 3 Ketika α < maka sistem stabil asimtotik dan membentuk orbit periodik yang tidak stabil, ditunjukkan dengan ketika mengambil titik awal jauh dari titik ekuilibrium solusi menjauhi titik sedangkan ketika diambil titik awal dekat dengan titik ekuilibrium solusi mendekati titik. Untuk α = dan α > maka 27

28 sistem tidak stabil, ditunjukkan dengan ketika diambil titik awal, solusi menjauhi titik ekuilibrium. Sedangkan solusi dari Persamaan (2.33b) ditunjukkan pada Gambar 2.7. (Wiggins, 23: 38) Gambar 2.. Solusi r = αr r 3 Ketika α < dan α = maka sistem stabil asimtotik, ditunjukkan dengan ketika diambil titik awal, solusi mendekati titik ekuilibrium. Ketika α > sistem tidak stabil dan membentuk orbit periodik yang stabil, ditunjukkan dengan ketika mengambil titik awal jauh dari titik ekuilibrium solusi mendekati titik sedangkan ketika diambil titik awal dekat dengan titik ekuilibrium solusi menjauhi titik. H. Manifold Center Ketika suatu sistem memiliki nilai eigen yang pada bagian realnya adalah nol, maka kestabilan sistem tidak dapat dilakukan dengan melihat kestabilan linearisasi sistemnya. Sehingga, analisis kestabilan sistem dilakukan dengan normalisasi sistem menggunakan teorema manifold center. Sebuah sistem persamaan differensial didefinisikan sebagai berikut: (Wiggins, 23: 246) x = Ax + f(x, y) y = Ay + g x, y, (x, y) R s R c (2.34) dimana, f, =, Df, = g, =, Dg, = dengan A adalah matriks n n dengan nilai eigen tidak hiperbolik, B matriks s s dengan nilai eigen hiperbolik negatif, dimana f dan g adalah fungsi 28

29 C r (r 2). Misalkan Persamaan (2.34) bergantung pada parameter, ε R p, maka sistem persamaan differensial dapat ditulis sebagai berikut : dimana, x = Ax + f(x, y, ε) y = Ay + g x, y, ε, f,, =, Df,, = g,, =, Dg,, =.. (2.35) Dengan A matriks n n dengan nilai eigen tidak hiperbolik, B matriks s s dengan nilai eigen hiperbolik negatif, dimana f dan g adalah fungsi C r (r 2). Untuk menyelesaikan Sistem (2.35) kita menyertakan parameter ε sebagai variabel bebas baru sebagai berikut : ε =, y = By + g(x, y, ε) (x, y, ε) R n R p R s.(2.36) Dinamik dari (2.35) dibatasi oleh manifold center untuk u yang cukup kecil : (u, ε) R n R s u = Ax + f(u, u, ε, ε) ε = Selanjutnya, akan diturunkan persamaan (x) yang harus dipenuhi sehingga dapat kita menggambarkan manifold center dari (2.35). Misalnya kita memiliki persamaan manifold center : n W loc = (x, y, ε) Rn R p R s y = x, ε, x < δ, ε < δ,, =, D, = n Untuk δ dan δ cukup kecil. Dengan menggunakan invariant dari W loc,. 2.37) terhadap Persamaan (2.35), kita dapat menurunkan persamaan differensial parsial yang harus dipenuhi oleh (x, ε): y = D x x, ε x + D ε x, ε ε = B x, ε + g(x, x, ε, ε).(2.38) Kemudian dengan mensubtitusi ke persamaan (2.38) diperoleh, x = Ax + f(x, x, ε, ε) (2.39) ε = (2.4) 29

30 N( x, ε = D x x, ε [Ax + f x, x, ε, ε) B( x, ε g x, x, ε, ε =.... (2.4) Persamaan (2.4) merupakan persamaan manifold center. 3

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan setiap makhluk hidup tidak dapat terlepas dengan yang namanya interaksi. Interaksi merupakan suatu jenis tindakan yang terjadi ketika dua atau lebih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai nilai eigen dan vektor eigen, sistem dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan sistem dinamik, kriteria Routh-Hurwitz,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya untuk pemodelan yang membutuhkan solusi dari sebuah permasalahan. Pemodelan matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II KAJIAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan matematika, teorema Taylor, nilai eigen,

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK

MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK SEMIRATA MIPAnet 2017 24-26 Agustus 2017 UNSRAT, Manado MODIFIKASI SISTEM PREDATOR-PREY: DINAMIKA MODEL LESLIE-GOWER DENGAN DAYA DUKUNG YANG TUMBUH LOGISTIK HASAN S. PANIGORO 1, EMLI RAHMI 2 1 Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Titik Tetap dan Sistem Linear Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Oktober 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB Oktober 2012 1 / 31 Titik Tetap SPD Mandiri dan Titik Tetap Tinjau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang begitu pesat mengakibatkan perkembangan pengetahuan tentang sistem dinamik juga pesat. Salah satu pengembangan sistem dinamik dalam kehidupan

Lebih terperinci

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Pada Bab ini akan dipelajari model matematis dari masalah dua spesies hidup dalam habitat yang sama, yang dalam hal ini keduanya berinteraksi dalam hubungan pemangsa dan mangsa.

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5.

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. Lisa Risfana Sari Sistem Dinamik D Sistem dinamik adalah sistem yang dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang di dalamnya terdapat turunan-turunan. Jika terdapat variabel bebas tunggal, turunannya merupakan

Lebih terperinci

T 23 Center Manifold Dari Sistem Persamaan Diferensial Biasa Nonlinear Yang Titik Ekuilibriumnya Mengalami Bifurkasi Contoh Kasus Untuk Bifurkasi Hopf

T 23 Center Manifold Dari Sistem Persamaan Diferensial Biasa Nonlinear Yang Titik Ekuilibriumnya Mengalami Bifurkasi Contoh Kasus Untuk Bifurkasi Hopf T 23 Center Manifold Dari Sistem Persamaan Diferensial Biasa Nonlinear Yang Titik Ekuilibriumnya Mengalami Bifurkasi Contoh Kasus Untuk Bifurkasi Hopf Rubono Setiawan Prodi Pendidikan Matematika, F.KIP

Lebih terperinci

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK DISKRET. Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan

SISTEM DINAMIK DISKRET. Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan SISTEM DINAMIK DISKRET Anggota Kelompok: 1. Inggrid Riana C. 2. Kharisma Madu B. 3. Solehan SISTEM DINAMIK Kontinu Sistem Dinamik Diskret POKOK BAHASAN SDD OTONOMUS NON-OTONOMUS 1-D MULTI-D LINEAR NON-LINEAR

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI

BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI Yolpin Durahim 1 Novianita Achmad Hasan S. Panigoro Diterima: xx xxxx 20xx, Disetujui: xx xxxx 20xx o Abstrak Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem dinamik merupakan formalisasi Matematika untuk menggambarkan konsep-konsep ilmiah dari proses deterministik yang bergantung terhadap waktu (Kuznetsov,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup lainnya. Interaksi yang terjadi antara individu dalam satu spesies atau

BAB I PENDAHULUAN. hidup lainnya. Interaksi yang terjadi antara individu dalam satu spesies atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap mahluk hidup dituntut untuk senantiasa berinteraksi dengan mahluk hidup lainnya. Interaksi yang terjadi antara individu dalam satu spesies atau interaksi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens), biasa disebut hama WBC. Hama ini merupakan hama umum tanaman padi di Indonesia, yaitu sudah lebih dari 80 tahun menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini, akan dibahas system predator-prey dengan respon fungsi tak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini, akan dibahas system predator-prey dengan respon fungsi tak BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini, akan dibahas system predator-prey dengan respon fungsi tak monoton, titik ekuilibrium, pelinieran, analisa kestabilan titik ekuilibriumnya dengan

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL MATEMATIKA TENTANG PENGARUH TERAPI GEN TERHADAP DINAMIKA PERTUMBUHAN SEL EFEKTOR DAN SEL TUMOR DALAM PENGOBATAN KANKER SKRIPSI

ANALISIS MODEL MATEMATIKA TENTANG PENGARUH TERAPI GEN TERHADAP DINAMIKA PERTUMBUHAN SEL EFEKTOR DAN SEL TUMOR DALAM PENGOBATAN KANKER SKRIPSI ANALISIS MODEL MATEMATIKA TENTANG PENGARUH TERAPI GEN TERHADAP DINAMIKA PERTUMBUHAN SEL EFEKTOR DAN SEL TUMOR DALAM PENGOBATAN KANKER SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I Pendahuluan ini dijelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA MODIFIKASI MODEL PREDATOR-PREY LESLIE GOWER DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA MODIFIKASI MODEL PREDATOR-PREY LESLIE GOWER DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II BIFURKASI HOPF PADA MODIFIKASI MODEL PREDATOR-PREY LESLIE GOWER DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE II skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada bab III nanti, di antaranya model matematika penyebaran penyakit,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan di perlukan pada Bab 3. Tinjauan pustaka yang dibahas adalah mengenai yang mendukung

Lebih terperinci

Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan

Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan Prosiding Matematika ISSN: 2460-6464 Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan 1 Ai Yeni, 2 Gani Gunawan, 3 Icih Sukarsih 1,2,3 Prodi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan digunakan sebagi landasan pembahasan untuk bab III. Materi yang akan diuraikan antara lain persamaan diferensial,

Lebih terperinci

Penentuan Bifurkasi Hopf Pada Predator Prey

Penentuan Bifurkasi Hopf Pada Predator Prey J. Math. and Its Appl. ISSN: 9-65X Vol., No., Nov 5, 5 Penentuan Bifurkasi Hopf Pada Predator Prey Dian Savitri Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya d savitri@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan turunanturunan dari fungsi yang tidak diketahui (Waluya, 2006). Contoh 2.1 : Diberikan persamaan

Lebih terperinci

Teori Bifurkasi (3 SKS)

Teori Bifurkasi (3 SKS) Teori Bifurkasi (3 SKS) Department of Mathematics Faculty of Mathematics and Natural Sciences Gadjah Mada University E-mail : f_adikusumo@gadjahmada.edu Sistem Dinamik PENGERTIAN UMUM : - Formalisasi matematika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB Konsep Dasar BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 2.1.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat variabel bebas, variabel tak bebas dan derivative-derivatif

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO 4.1 Model Dinamika Neuron Fitzhugh-Nagumo Dalam papernya pada tahun 1961, Fitzhugh mengusulkan untuk menerangkan model Hodgkin-Huxley menjadi lebih umum, yang

Lebih terperinci

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk asus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Ipah Junaedi 1, a), Diny Zulkarnaen 2, b) 3, c), dan Siti Julaeha 1, 2, 3 Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIK SISTEM PREDATOR-PREY MODEL LESLIE-GOWER DENGAN PEMANENAN SECARA KONSTAN TERHADAP PREDATOR

ANALISIS DINAMIK SISTEM PREDATOR-PREY MODEL LESLIE-GOWER DENGAN PEMANENAN SECARA KONSTAN TERHADAP PREDATOR Jurnal Euler, ISSN: 2087-9393 Januari 2014, Vol.2, No.1, Hal.1-12 ANALISIS DINAMIK SISTEM PREDATOR-PREY MODEL LESLIE-GOWER DENGAN PEMANENAN SECARA KONSTAN TERHADAP PREDATOR Hasan S. Panigoro 1 Diterima:

Lebih terperinci

BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI

BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL MANGSA PEMANGSA PADA PENANGKAPAN IKAN YANG DIPENGARUHI OLEH KONSERVASI

ANALISIS MODEL MANGSA PEMANGSA PADA PENANGKAPAN IKAN YANG DIPENGARUHI OLEH KONSERVASI ANALISIS MODEL MANGSA PEMANGSA PADA PENANGKAPAN IKAN YANG DIPENGARUHI OLEH KONSERVASI Eka Yuniarti 1, Abadi 1 Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Surabaya Jurusan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis bifurkasi pada model predator-prey dengan dua

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis bifurkasi pada model predator-prey dengan dua BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis bifurkasi pada model predator-prey dengan dua predator diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Diperoleh model predator-prey dengan dua predator

Lebih terperinci

ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR Lia Listyana 1, Dr. Hartono 2, dan Kus Prihantoso Krisnawan,M.

ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR Lia Listyana 1, Dr. Hartono 2, dan Kus Prihantoso Krisnawan,M. 1 Abstrak ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR Lia Listyana 1, Dr. Hartono 2, Kus Prihantoso Krisnawan,M.Si 3 1 Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas

Lebih terperinci

BIFURKASI DARI HASIL MODIFIKASI SISTEM PERSAMAAN LORENZ

BIFURKASI DARI HASIL MODIFIKASI SISTEM PERSAMAAN LORENZ Jurnal Matematika Murni dan Terapan Vol. 6 No. Juni : - 8 BIFURKASI DARI HASIL MODIFIKASI SISTEM PERSAMAAN LOREN Faisal PS Matematika FMIPA Universitas Lambung Mangkurat Jl. Jend. A. ani km. 6 Kampus Unlam

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik

LANDASAN TEORI. Model ini memiliki nilai kesetimbangan positif pada saat koordinat berada di titik LANDASAN TEORI Model Mangsa Pemangsa Lotka Volterra Bagian ini membahas model mangsa pemangsa klasik Lotka Volterra. Model Lotka Volterra menggambarkan laju perubahan populasi dua spesies yang saling berinteraksi.

Lebih terperinci

Kuliah 3: TURUNAN. Indah Yanti

Kuliah 3: TURUNAN. Indah Yanti Kuliah 3: TURUNAN Indah Yanti Turunan Parsial DEFINISI Misalkan fungsi f: A R, dengan A R n adalah himpunan buka. Untuk setiap x = (x 1,..., x n ) A dan setiap j = 1,..., n limit f x j x 1,, x n f x 1,,

Lebih terperinci

Lecture Notes: Discrete Dynamical System and Chaos. Johan Matheus Tuwankotta

Lecture Notes: Discrete Dynamical System and Chaos. Johan Matheus Tuwankotta Lecture Notes: Discrete Dynamical System and Chaos Johan Matheus Tuwankotta Departemen Matematika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha no., Bandung, Indonesia. mailto:theo@dns.math.itb.ac.id.

Lebih terperinci

Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik. Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti. Nida Sri Utami

Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik. Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti. Nida Sri Utami Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti Nida Sri Utami Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UMS Lina Aryati Jurusan Matematika FMIPA UGM ABSTRAK

Lebih terperinci

Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama)

Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama) Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama) Dalam hal ini diberikan dua spesies yang hidup bersama dalam suatu habitat tertutup. Kita ketahui bahwa terdapat beberapa jenis hubungan interaksi

Lebih terperinci

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review)

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review) I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 () I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 / 6 Teori Umum Bentuk umum sistem persamaan diferensial linier orde satu

Lebih terperinci

ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR SKRIPSI

ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR SKRIPSI ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF DALAM MODEL EPIDEMI DENGAN WAKTU TUNDAAN DISKRET

BIFURKASI HOPF DALAM MODEL EPIDEMI DENGAN WAKTU TUNDAAN DISKRET Vol. 5, No., Juni 009: 54-60 BIFUKASI HOPF DALAM MODEL EPIDEMI DENGAN WAKTU TUNDAAN DISKET ubono Setiawan Mahasiswa S Jurusan Matematika Universitas Gadah Mada Email : rubono_4869@yahoo.co.id Abstrak Di

Lebih terperinci

UNNES Journal of Mathematics

UNNES Journal of Mathematics UJM 4 (1) (2015) UNNES Journal of Mathematics http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujm ANALISIS MODEL PREDATOR-PREY DUA SPESIES DENGAN FUNGSI RESPON HOLLING TIPE III Putri Wijayanti, M. Kharis Jurusan

Lebih terperinci

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A =

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A = NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN >> DEFINISI NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN Jika A adalah sebuah matriks n n, maka sebuah vektor taknol x pada R n disebut vektor eigen (vektor karakteristik) dari A jika Ax adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR Oleh: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. I Gusti Ngurah Rai Usadha, M.Si Subchan, Ph.D Drs. Kamiran, M.Si Noveria

Lebih terperinci

STABILITAS GLOBAL MODEL HOLLING-TANNER TIPE II LAZUARDI RAMADHAN

STABILITAS GLOBAL MODEL HOLLING-TANNER TIPE II LAZUARDI RAMADHAN STABILITAS GLOBAL MODEL HOLLING-TANNER TIPE II LAZUARDI RAMADHAN DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 013 ABSTRAK LAZUARDI RAMADHAN. Stabilitas

Lebih terperinci

BIFURKASI PITCHFORK SUPERKRITIKAL PADA SISTEM FLUTTER

BIFURKASI PITCHFORK SUPERKRITIKAL PADA SISTEM FLUTTER BIFURKASI PITCHFORK SUPERKRITIKAL PADA SISTEM FLUTTER T - 2 Andini Putri Ariyani 1, Kus Prihantoso Krisnawan 2 Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY 1 e-mail:andiniputri_ariyani@yahoo.com, 2 e-mail:

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL DENYUT JANTUNG DENGAN MENGGUNAKAN TEORI BIFURKASI

ANALISIS MODEL DENYUT JANTUNG DENGAN MENGGUNAKAN TEORI BIFURKASI ANALISIS MODEL DENYUT JANTUNG DENGAN MENGGUNAKAN TEORI BIFURKASI Herlina D. Tendean ), Hanna A. Parhusip ), Bambang Susanto ) ) Mahasiswa Program Studi Matematika FSM UKSW ) Dosen Program Studi Matematika

Lebih terperinci

Penentuan Kestabilan Sistem Hibrid melalui Trayektorinya pada Bidang. Oleh:

Penentuan Kestabilan Sistem Hibrid melalui Trayektorinya pada Bidang. Oleh: Penentuan Kestabilan Sistem Hibrid melalui Trayektorinya pada Bidang Sistem hibrid mempunyai bentuk: x& Oleh: Kus Prihantoso Krisnawan Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIK MODEL PREDATOR-PREY PADA POPULASI ECENG GONDOK DENGAN ADANYA IKAN GRASS CARP DAN PEMANENAN

ANALISIS DINAMIK MODEL PREDATOR-PREY PADA POPULASI ECENG GONDOK DENGAN ADANYA IKAN GRASS CARP DAN PEMANENAN ANALISIS DINAMIK MODEL PREDATOR-PREY PADA POPULASI ECENG GONDOK DENGAN ADANYA IKAN GRASS CARP DAN PEMANENAN Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi

Lebih terperinci

SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Jurusan Matematika FMIPA ITS

SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Jurusan Matematika FMIPA ITS SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Jurusan Matematika FMIPA ITS Pengendalian Populasi Hama pada Model Mangsa-Pemangsa dengan Musuh Alaminya Nabila Asyiqotur Rohmah 1209 100 703 Dosen Pembimbing: Dr Erna Apriliani,

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR TUGAS AKHIR ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR ( S TA B I L I T Y A N A LY S I S O F A P R E D AT O R - P R E Y M O D E L W I T H I N F E C T

Lebih terperinci

BARISAN HINGGA BIFURKASI PERIOD-DOUBLING PADA INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TESIS. Karya Tulis sebagai Salah Satu Syarat

BARISAN HINGGA BIFURKASI PERIOD-DOUBLING PADA INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TESIS. Karya Tulis sebagai Salah Satu Syarat BARISAN HINGGA BIFURKASI PERIOD-DOUBLING PADA INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TESIS Karya Tulis sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Matematika Institut Teknologi Bandung Oleh

Lebih terperinci

MODEL NON LINEAR PENYAKIT DIABETES. Aminah Ekawati 1 dan Lina Aryati 2 ABSTRAK ABSTRACT

MODEL NON LINEAR PENYAKIT DIABETES. Aminah Ekawati 1 dan Lina Aryati 2 ABSTRAK ABSTRACT MODEL NON LINEAR PENYAKIT DIABETES Aminah Ekawati 1 dan Lina Aryati 2 1 Kopertis Wilayah XI 2 Program Studi Matematika FMIPA UGM ABSTRAK Model matematika penyakit diabetes yang dibentuk berupa persamaan

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA NI NYOMAN SURYANI

BIFURKASI HOPF MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA NI NYOMAN SURYANI BIFURKASI HOPF MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA NI NYOMAN SURYANI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II.A.1 Matriks didefinisikan sebagai susunan persegi panjang dari bilangan-bilangan yang diatur dalam baris dan kolom. Contoh II.A.1: 9 5

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al., II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Dinamik Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al., 2002). Salah satu tujuan utama dari sistem dinamik adalah mempelajari perilaku dari

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 135-142 PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN LOKAL PADA PERUBAHAN POPULASI PENDERITA DIABETES MELITUS Marisa Effendi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini, khususnya yang diperlukan dalam Bab 3. Teori yang dibahas adalah teori yang mendukung pembentukan

Lebih terperinci

ANALISIS TITIK EKUILIBRIUM DAN SOLUSI MODEL INTERAKSI MUTUALISME DUA SPESIES MENGGUNAKAN METODE ITERASI VARIASIONAL

ANALISIS TITIK EKUILIBRIUM DAN SOLUSI MODEL INTERAKSI MUTUALISME DUA SPESIES MENGGUNAKAN METODE ITERASI VARIASIONAL ANALISIS TITIK EKUILIBRIUM DAN SOLUSI MODEL INTERAKSI MUTUALISME DUA SPESIES MENGGUNAKAN METODE ITERASI VARIASIONAL TESIS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibentuk model matematika dari penyebaran penyakit virus Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada parameter laju transmisi. A.

Lebih terperinci

MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM

MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 011 ABSTRAK RIDWAN IDHAM. Model

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Pada Bidang Bentuk Vektor dari KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-9) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Pada Bidang Bentuk Vektor dari 1 Definisi Daerah Sederhana x 2 Pada Bidang

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN FUNGSI RESPON TIPE HOLLING II DAN WAKTU TUNDA

KESTABILAN MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN FUNGSI RESPON TIPE HOLLING II DAN WAKTU TUNDA KESTABILAN MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN FUNGSI RESPON TIPE HOLLING II DAN WAKTU TUNDA STABILITY OF PREDATOR PREY MODEL WITH HOLLING TYPE II FUNCTIONAL RESPONSE AND TIME DELAY Budyanita Asrun, Syamsuddin

Lebih terperinci

Interaksi Antara Predator-Prey dengan Faktor Pemanen Prey

Interaksi Antara Predator-Prey dengan Faktor Pemanen Prey NATURALA Journal of Scientific Modeling & Computation Volume No. 03 58 ISSN 303035 Interaksi Antara PredatorPrey dengan Faktor Pemanen Prey Suzyanna Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Abstrak

Lebih terperinci

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 1 Konsep Dasar 1 BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan 7

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

KESTABILAN SISTEM PREDATOR-PREY LESLIE

KESTABILAN SISTEM PREDATOR-PREY LESLIE Jurnal Matematika Murni dan Terapan Vol. 3 No. Desember 009: 51-59 KESTABILAN SISTEM PREDATOR-PREY LESLIE Dewi Purnamasari, Faisal, Aisjah Juliani Noor Program Studi Matematika Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

APLIKASI MATRIKS LESLIE UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH DAN LAJU PERTUMBUHAN SUATU POPULASI

APLIKASI MATRIKS LESLIE UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH DAN LAJU PERTUMBUHAN SUATU POPULASI Buletin Ilmiah Math Stat Dan Terapannya (Bimaster) Volume 02, No 3 (2013), hal 163-172 APLIKASI MATRIKS LESLIE UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH DAN LAJU PERTUMBUHAN SUATU POPULASI Yudha Pratama, Bayu Prihandono,

Lebih terperinci

TRY OUT MATEMATIKA PAKET 3B TAHUN 2010

TRY OUT MATEMATIKA PAKET 3B TAHUN 2010 . Perhatikan argumen berikut ini. p q. q r. r ~ s TRY OUT MATEMATIKA PAKET B TAHUN 00 Negasi kesimpulan yang sah dari argumen di atas adalah... A. p ~s B. p s C. p ~s D. p ~s E. p s. Diketahui npersamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan sistem dinamik kontinu dan sistem dinamik yang. menggunakan waktu diskrit disebut dengan sistem dinamik diskrit.

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan sistem dinamik kontinu dan sistem dinamik yang. menggunakan waktu diskrit disebut dengan sistem dinamik diskrit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem dinamik dapat dipandang sebagai suatu sistem yang bergantung terhadap waktu. Sistem dinamik yang menggunakan waktu kontinu disebut dengan sistem dinamik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

Mursyidah Pratiwi, Yuni Yulida*, Faisal Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat *

Mursyidah Pratiwi, Yuni Yulida*, Faisal Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat * Jurnal Matematika Murni an Terapan εpsilon ANALISIS MODEL PREDATOR-PREY TERHADAP EFEK PERPINDAHAN PREDASI PADA SPESIES PREY YANG BERJUMLAH BESAR DENGAN ADANYA PERTAHANAN KELOMPOK Mursyiah Pratiwi, Yuni

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA MANGSA-PEMANGSA DENGAN SEBAGIAN MANGSA SAKIT

MODEL MATEMATIKA MANGSA-PEMANGSA DENGAN SEBAGIAN MANGSA SAKIT Vol 10 No 2, 2013 Jurnal Sains, Teknologi dan Industri MODEL MATEMATIKA MANGSA-PEMANGSA DENGAN SEBAGIAN MANGSA SAKIT Mohammad Soleh 1, Siti Kholipah 2 1,2 Jurusan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi

Lebih terperinci

BENTUK NORMAL BIFURKASI HOPF PADA SISTEM UMUM DUA DIMENSI

BENTUK NORMAL BIFURKASI HOPF PADA SISTEM UMUM DUA DIMENSI Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 3 Hal. 15 23 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BENTUK NORMAL BIFURKASI HOPF PADA SISTEM UMUM DUA DIMENSI MELA PUSPITA Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT VIRUS EBOLA DAN ANALISIS PENGARUH PARAMETER LAJU TRANSMISI TERHADAP PERILAKU DINAMISNYA TUGAS AKHIR SKRIPSI

PEMODELAN MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT VIRUS EBOLA DAN ANALISIS PENGARUH PARAMETER LAJU TRANSMISI TERHADAP PERILAKU DINAMISNYA TUGAS AKHIR SKRIPSI PEMODELAN MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT VIRUS EBOLA DAN ANALISIS PENGARUH PARAMETER LAJU TRANSMISI TERHADAP PERILAKU DINAMISNYA TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK LINEAR KOEFISIEN KONSTAN. Caturiyati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)

SISTEM DINAMIK LINEAR KOEFISIEN KONSTAN. Caturiyati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) 1 SISTEM DINAMIK LINEAR KOEFISIEN KONSTAN Caturiyati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Abstrak Dalam artikel ini, konsep sistem dinamik linear disajikan dengan sistem

Lebih terperinci

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi)

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) Oleh: MADA SANJAYA WS G740308 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Oleh Hendra Gunawan, Ph.D. Departemen Matematika ITB Sasaran Belajar Setelah mempelajari materi Kalkulus Elementer I, mahasiswa diharapkan memiliki (terutama):

Lebih terperinci

BIFURKASI PADA MODEL INTERAKASI TUMBUHAN DAN HERBIVORA IRMA SAHARA

BIFURKASI PADA MODEL INTERAKASI TUMBUHAN DAN HERBIVORA IRMA SAHARA i BIFURKASI PADA MODEL INTERAKASI TUMBUHAN DAN HERBIVORA IRMA SAHARA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 ii iii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

SUMMARY ALJABAR LINEAR

SUMMARY ALJABAR LINEAR SUMMARY ALJABAR LINEAR SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DINAMIK MODEL SUBTHALAMIK NUKLEUS. Pada model matematika yang dibangun di Bab III, diperoleh 5 persamaan diferensial,

BAB IV ANALISIS DINAMIK MODEL SUBTHALAMIK NUKLEUS. Pada model matematika yang dibangun di Bab III, diperoleh 5 persamaan diferensial, BAB IV ANALISIS DINAMIK MODEL SUBTHALAMIK NUKLEUS Pada model matematika yang dibangun di Bab III, diperoleh 5 persamaan diferensial, yang dapat disederhanakan sebagai berikut : d ( v ) = f 1( vnhrcai,,,,

Lebih terperinci