HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Harjanti Sasmita
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Lewikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lahan penelitian terletak pada ketinggian 190 m di atas permukaan laut. Suhu selama penelitian berkisar antara o C. Curah hujan rata-rata adalah mm per bulan, dan kelembaban udara rata-rata adalah 83.37%. Gambar 7 menunjukan keadaan iklim selama penelitian. Curah Hujan (mm) Maret April Mei Juni Juli Suhu ( O C) dan Kelembaban Udara (%) Curah Hujan (mm) Suhu (ºc) Kelembaban Udara (%) Gambar 7. Keadaan Iklim selama Penelitian Tanah pada lahan penelitian termasuk ke dalam tanah latosol dengan ciriciri memiliki kadar liat lebih dari 60%, remah sampai gumpal, gembur, warna tanah seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum dalam, kejenuhan basa kurang dari 50% (Hardjowigeno, 2003). Hasil analisis awal tanah pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa tekstur tanah terdiri dari pasir 10.03%, debu 51.04%, dan liat sebesar 38.93%. Tanah memiliki ph 5.00 dan tergolong kedalam tanah masam. Tanah tersebut memiliki kandungan C-organik yang rendah yaitu 1.91%, N-total yang rendah yaitu 0.17%, fosfat yang rendah yaitu 3.20 ppm, dan kandungan kalium yang rendah, yaitu 0.19 me/100 gram. Kapasitas tukar kation dari tanah tersebut sedang dan kejenuhan basa dari tanah tersebut rendah.
2 19 Hasil analisis akhir tanah setelah dilakukan penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan komposisi pada tekstur tanah, yaitu 9.17% pasir, 18.55% debu dan 72.28% liat. Selain itu, terjadi peningkatan nilai ph tanah menjadi 5.17, kandungan N-total meningkat menjadi 0.19%, kandungan fosfat meningkat menjadi ppm dan kalium meningkat menjadi 0.22 me/100gram. Keadaan lahan sebelum, saat, dan setelah penelitian dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Lahan Penelitian: (a) Sebelum ditanami, (b) Awal penanaman LCC, (c) Memasuki 10 MST Pertumbuhan Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, dan Pueraria javanica berjalan lambat pada awal pertumbuhan hingga 4 MST, lalu tanaman mulai tumbuh dengan cepat ketika memasuki usia 5MST. Pada C. juncea pertumbuhan yang cepat justru terjadi pada awal pertumbuhan, namun pertumbuhan terhenti ketika memasuki masa generatif pada 9 MST. Setelah memasuki 9 MST, pertumbuhan tanaman menurun, daun-daun tanaman pun berguguran. Untuk Crotalaria usaramoensis, pertumbuhan relatif stabil dari awal hingga akhir pengamatan. Spesies Crotalaria juncea merupakan spesies LCC yang paling cepat berkecambah. Pada 1 MST Crotalaria juncea sudah mulai berkecambah, sedangkan Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica dan Crotalaria usaramoensis belum menunjukkan tanda-tanda perkecambahan (Gambar 9). Gambar 9. Keadaan Lahan pada 1 MST : (a) Lahan Penelitian, (b) Petak Crotalaria juncea, (c) Kecambah Crotalaria juncea
3 20 Spesies Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica dan Crotalaria usaramoensis mulai berkecambah pada 2 MST. Keadaan lahan pada 2 MST dapat dilihat pada Gambar 10. Pada 2 MST, terjadi kerusakan pada tanaman akibat adanya hama yang menyerang tanaman. Salah satu bentuk kerusakan yang ditimbulkan adalah kerusakan pada daun, karena daun dimakan oleh hama (Gambar 11). Gambar 10. Keadaan Lahan pada 2 MST : (a) Lahan Penelitian, (b) Petak Centrosema pubescens Gambar 11. Kerusakan pada Tanaman yang ditimbulkan oleh hama Memasuki 3 MST, pertumbuhan Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica dan Crotalaria usaramoensis mulai terlihat. Pada minggu ini, rata-rata tanaman dari keempat spesies tersebut memiliki tinggi 2-4 cm, sedangkan Crotalaria juncea memiliki rata-rata tinggi 15 cm (Gambar 12). Gambar 12. Keadaan Lahan pada 3 MST : (a) Petak Centrosema pubescens, (b) Petak Pueraria javanica, (c) Petak Crotalaria juncea
4 21 Pertumbuhan kelima spesies LCC meningkat cepat memasuki 4 MST. Pada minggu tersebut, penutupan tanah spesies Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, dan Crotalaria usaramoensis telah mencapai 20%, dan penutupan tanah pada spesies Crotalaria juncea mencapai 50% (Gambar 13). Gambar 13. Keadaan Lahan pada 4 MST : (a) Lahan Penelitian, (b) Petak Crotalaria juncea (c) Petak Centrosema pubescens, Memasuki 7 MST, rata-rata kelima spesies LCC telah menutupi 70% lahan. Spesies Crotalaria juncea dan Crotalaria usaramoensis mulai membentuk bunga. Pertumbuhan sulur Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, dan Pueraria javanica meningkat dan saling melilit satu sama lainnya. Keadaan lahan pada 7 MST dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Keadaan Lahan pada 7 MST : (a) Petak Centrosema pubescens, (b) Petak Calopogonium mucunoides, (c) Petak Pueraria javanica, (d) Petak Crotalaria juncea, (e) Petak Crotalaria usaramoensis
5 22 Hasil Pengamatan Karakterisasi Soil-Sement Soil-Sement merupakan larutan berwana putih susu. Soil-sement mempunyai ph rata-rata 3,8 dan titik didih berkisar antara 100 o C. Hasil pengamatan terhadap laju penguapan air tanah menunjukkan bahwa penguapan air tertinggi terdapat pada tanah yang tidak diberi aplikasi soil-sement. Hal tersebut tampak dari laju penurunan bobot tanah yang lebih cepat dibandingkan tanah yang diberi aplikasi soil-sement. Penguapan air terendah terdapat pada tanah yang diberi aplikasi soil-sement dengan konsentrasi 100% (Gambar 17) Bobot Tanah (gram) Kontrol Soil-sement 33% Soil-sement 67% Soil-sement 100% Hari Setelah Perlakuan Gambar 15. Laju Penguapan Air pada Tanah Tabel 1 menunjukkan data rata-rata bobot tanah pada 0 hingga 14 hari setelah perlakuan (HSP). Pada 1 HSP, pemberian soil-sement pada empat taraf konsentrasi tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap penguapan air tanah. Pada 2-8 HSP, tanah yang diberi perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 100% memiliki laju penguapan air tanah yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan tiga perlakuan lainnya. Data rata-rata bobot tanah pada empat taraf konsentrasi soil-sement dapat dilihat pada Tabel 1. Pada 14 HSP, terlihat bahwa penguapan air pada tanah yang tidak diberi soil-sement memiliki nilai 26.49% lebih tinggi dibandingkan pada
6 23 tanah yang diberi soil-sement dengan konsentrasi 100%. Tanah yang diberi perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 33% dan 67% mempunyai nilai penguapan air lebih tinggi 19.29% dan 13.16% dibandingkan dengan nilai penguapan air pada tanah yang diberi soil-sement dengan konsentrasi 100%. Tabel 1. Rata-rata Bobot Tanah pada 0 hingga 14 HSP Perlakuan Bobot Tanah (gram) H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 Kontrol b b b b b b Soil-sement 33% b b b b b b Soil-sement 67% b b b b b b Soil-sement 100% a a a a a a Perlakuan H8 H9 H10 H11 H12 H13 H14 Kontrol b b b b c c c Soil-sement 33% b b ab b bc bc 74.52b c Soil-sement 67% b ab ab b b b b Soil-sement 100% a a a a a a a Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Variabel Pertumbuhan Vegetatif LCC Tinggi Tanaman Spesies Crotalaria juncea memiliki pertumbuhan tinggi paling cepat dibandingkan dengan spesies LCC lainnya. Pada 7 MST, spesies Crotalaria juncea mencapai tinggi cm. Aplikasi soil-sement mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman pada 6 dan 7 MST. Pada 6 MST, rata-rata tanaman tertinggi diperoleh dari perlakuan soilsement dengan konsentrasi 33%, yaitu 45.7 cm, sedangkan pada 7 MST rata-rata tanaman tertinggi diperoleh dari perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 67 %, yaitu 75.0 cm. Data rata rata tinggi lima spesies LCC dan empat taraf konsentrasi soil-sement disajikan pada Tabel 2. Pengaruh aplikasi soil-sement terlihat pada pertumbuhan tinggi kelima spesies LCC saat memasuki 6 MST. Pada spesies Centrosema pubescens, Pueraria javanica, dan Crotalaria usaramoensis, tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan soil-sement 0% dengan tinggi tanaman 40.5 cm, 22.3 cm dan 33.1 cm. Pada spesies Calopogonium mucunoides, hasil tertinggi diperoleh pada tanaman yang diberi perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 67%, dengan ratarata tinggi 27.1 cm, sedangkan pada spesies Crotalaria juncea tanaman tertinggi
7 24 diperoleh dari perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 33% dengan rata-rata tinggi tanaman cm (Tabel 3). Tabel 2. Rata rata Tinggi Lima dan Empat Taraf Konsentrasi Soil-Sement (cm) Perlakuan Umur Tanaman 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST Centrosema pubescens 1.9 b 3.4 b 4.4 b 18.0 b 36.6 b 92.9 b Calopogonium mucunoides 1.7 b 3.4 b 4.4 b 9.3 c 22.2 c 49.6 c Pueraria javanica 1.2 b 2.3 b 3.5 b 8.9 c 31.2 b 40.5 d Crotalaria juncea 5.3 a 15.9 a 28.1 a 65.2 a a a Crotalaria usaramaensis 1.2 b 3.7 b 5.6 b 15.6 bc 31.2 b 38.2 d 0% ab 66.2 c 33% a 64.2 c 67% ab 75.0 a 100% b 71.6 b Interaksi tn tn tn tn ** ** Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Tabel 3. Tinggi Tanaman Lima pada Empat Taraf Konsentrasi Soil-Sement (cm) Soil Sement 0% 33% 67% 100% 6 MST Centrosema pubescens 40.5 c 36.1 cd 35.4 cd 34.3 cde Calopogonium mucunoides 16.8 gh 20.1 fgh 27.1 defg 24.7 defg Pueraria javanica 22.3 efgh 20.5 fgh 20.7 fgh 10.8 h Crotalaria juncea b a 99.7 b b Crotalaria usaramaensis 33.1 cde 30.5 cdef 31.0 cdef 30.4 cdef 7 MST Centrosema pubescens 93.0 d 76.3 e c 94.9 d Calopogonium mucunoides 48.7 fgh 44.2 ghi 49.8 fg 51.5 f Pueraria javanica 30.3 l 38.3 ijk 51.5 f 41.9 hijk Crotalaria juncea b a a ab Crotalaria usaramaensis 38.7 ijk 34.8 kl 36.5 jkl 41.9 hijk Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Pada 7 MST aplikasi soil-sement juga berpengarub terhadap pertumbuhan tinggi kelima spesies LCC. Pada spesies Centrosema pubescens, Pueraria javanica, dan Crotalaria juncea, rata-rata tanaman tertinggi diperoleh dari perlakuan soil-sement 67%, yaitu cm, 51.5 cm, dan cm, sedangkan
8 25 pada spesies C.mucumoides dan Crotalaria usaramoensis, rata-rata tanaman tertinggi diperoleh dari perlakuan soil-sement 100%, yaitu 51.5 cm dan 41.9 cm. Jumlah Daun Pada 6 MST, Crotalaria juncea merupakan spesies LCC yang memiliki jumlah daun tertinggi, dengan jumlah daun mencapai 50 helai. Spesies dengan jumlah daun terendah adalah Pueraria javanica dengan jumlah daun 7 helai.pada 7 MST, jumlah daun tertinggi dicapai oleh spesies Crotalaria juncea, yaitu mencapai 47 helai. Jumlah daun pada spesies Calopogonium mucunoides dan Crotalaria usaramoensis mencapai 30 helai, spesies Centrosema pubescens mencapai 29 helai, sedangkan spesies Pueraria javanica hanya mencapai 13 helai (Tabel 4). Pada 6 MST, perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 33% dan 67% menghasilkan rata-rata jumlah daun yang lebih tinggi dibandingkan dua perlakuan lainnya, yaitu mencapai 23 helai daun, sedangkan perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 0% dan 100% hanya mencapai rata-rata 21 helai. Pada 7 MST jumlah daun tertinggi diperoleh dari perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 67 %, yaitu 33 helai daun. Tabel 4. Rata rata Jumlah Daun Lima dan Empat Taraf Perlakuan Umur Tanaman 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST Centrosema pubescens 1.1 b 2.7 b 3.4 b 7.4 bc 12.7 d 28.9 b Calopogonium mucunoides 1.1 b 2.7 b 3.7 b 10.0 b 18.0 c 29.6 b Pueraria javanica 0.9 b 2.2 b 3.4 b 5.8 c 6.6 e 12.6 c Crotalaria juncea 6.7 a 15.5 a 23.5 a 36.9 a 50.3 a 47.4 a Crotalaria usaramaensis 1.3 b 3.3 b 4.5 b 10.2 b 23.1 b 29.6 b 0% b 26.5 c 33% a 29.2 b 67% a 33.2 a 100% b 29.5 b Interaksi tn tn tn tn tn tn Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Tabel 5 menunjukan bahwa pada 6 MST, jumlah daun Centrosema pubescens tertinggi terdapat pada tanaman Centrosema pubescens yang tidak
9 26 diberi soil-sement, dengan jumlah daun sebanyak 16 helai. Pada Calopogonium mucunoides dan Crotalaria usaramoensis jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 67%, yaitu dengan jumlah daun sebanyak 23 dan 24 helai. Pada Pueraria javanica dan Crotalaria juncea rata-rata jumlah daun tertinggi sebanyak 9 dan 52 helai diperoleh dari perlakuan soilsement 33%. Pada 7 MST, perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 67% memberikan rata-rata jumlah daun tertinggi pada 4 spesies LCC, yaitu Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, dan Crotalaria juncea dengan rata-rata jumlah daun masing-masing sekitar 31, 33, 14, dan 61 helai, sedangkan pada spesies Crotalaria usaramoensis rata-rata jumlah daun tertinggi diperoleh dari perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 0%, yaitu berjumlah 33 helai daun. Tabel 5. Jumlah Daun Lima pada Empat Taraf Konsentrasi Soil- Sement Soil Sement 0% 33% 67% 100% 6 MST Centrosema pubescens 16.1 ef 12.3 g 12.2 g 10.1 h Calopogonium mucunoides 14.5 f 16.3 ef 23.1 c 18.2 ed Pueraria javanica 5.2 i 8.9 h 8.0 h 4.3 I Crotalaria juncea 51.9 a 51.8 a 48.9 b 48.4 b Crotalaria usaramaensis 19.4 d 24.3 c 24.5 c 24.1 c 7 MST Centrosema pubescens 30.0 dce 27.4 de 31.0 dc 27.1 de Calopogonium mucunoides 22.5 ef 29.6 dce 33.2 dc 33.1 dc Pueraria javanica 11.2 f 12.3 f 13.8 f 13.1 f Crotalaria juncea 35.6 c 46.9 b 60.9 a 46.0 b Crotalaria usaramaensis 33.1 dc 29.9 dce 27.0 de 28.3 dce Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Kecepatan Penutupan Tanah Data rata-rata kecepatan penutupan tanah pada lima spesies LCC dan empat taraf konsentrasi soil-sement dapat dilihat pada Tabel 6. Pada tabel tersebut, terlihat bahwa Crotalaria juncea merupakan spesies LCC yang paling cepat menutupi tanah. Pada 8 MST, Crotalaria juncea mencapai penutupan tanah 100%. Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, dan Crotalaria usaramoensis memiliki kecepatan penutupan tanah yang relatif
10 27 sama, keempat spesies tersebut memiliki kecepatan penutupan tanah yang lambat pada awal pertumbuhan, dan meningkat cepat ketika memasuki 4 MST. Tabel 6. Rata-rata Kecepatan Penutupan Tanah pada Lima dan Empat Taraf (%) Perlakuan Umur Tanaman 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST Centrosema pubescens 11.2 c 16.3 bc 21.8 b 33.2 bc Calopogonium mucunoides 6.7 c 11.8 c 14.0 c 27.2 c Pueraria javanica 8.0 c 17.7 cb 20.8 bc 30.5 bc Crotalaria juncea 24.8 a 40.3 a 51.1 a 59.3 a Crotalaria usaramaensis 17.6 b 23.6 b 26.8 b 34.4 b 0% b 33% a 67% b 100% b Interaksi tn tn tn tn Perlakuan 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST Centrosema pubescens 51.8 b 70.6 b 84.9 b 94.3 Calopogonium mucunoides 52.4 b 76.8 ab 95.6 ab 99.8 Pueraria javanica 56.2 b 68.7 b 86.1 b 96.9 Crotalaria juncea 70.7 a 85.6 a a Crotalaria usaramaensis 54.5 b 69.6 b 85.5 b % % % % Interaksi tn tn tn tn Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Tabel 7 menunjukkan kecepatan penutupan tanah lima spesies LCC pada empat taraf konsentrasi soil-sement. Pada 7 MST kecepatan penutupan tanah paling tinggi pada spesies Centrosema pubescens dan Crotalaria juncea diperoleh dari perlakuan soil-sement 33% dengan persentase penutupan tanah sebesar 73% dan 92%. Pada spesies Calopogonium mucunoides penutupan tanah tercepat terdapat pada perlakuan soil-sement 100% dengan persentase penutupan tanah sebesar 80%. Pada spesies Pueraria javanica penutupan tanah tercepat terdapat pada perlakuan soil-sement 67% dengan persentase penutupan tanah sebesar 73%.
11 28 Pada Crotalaria usaramoensis penutupan tanah tercepat terdapat pada perlakuan soil-sement 0% dan 33% dengan persentase penutupan tanah sebesar 72%. Tabel 7. Kecepatan Penutupan Tanah Lima pada Empat Taraf (%) Soil Sement 0% 33% 67% 100% 7 MST Centrosema pubescens Calopogonium mucunoides Pueraria javanica Crotalaria juncea Crotalaria usaramaensis MST Centrosema pubescens Calopogonium mucunoides Pueraria javanica Crotalaria juncea Crotalaria usaramaensis MST Centrosema pubescens Calopogonium mucunoides Pueraria javanica Crotalaria juncea Crotalaria usaramaensis Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Bobot Kering Spesies Crotalaria juncea merupakan spesies LCC yang memiliki nilai bobot kering tertinggi dibandingkan dengan empat spesies LCC lainnya. Bobot kering Crotalaria juncea mencapai ton per hektar. yang mempunyai bobot kering terendah adalah spesies Centrosema pubescens, dengan bobot kering 3.74 ton per hektar. Data rata-rata bobot kering lima spesies LCC dan empat taraf konsentrasi soil-sement disajikan pada Tabel 8. Perbedaan taraf konsentrasi soil-sement mempengaruhi bobot kering lima spesies LCC. Nilai bobot kering tertinggi terdapat pada spesies Crotalaria juncea yang diberi soil-sement 0% dengan nilai bobot kering sebesar ton per hektar (Tabel 9).
12 29 Tabel 8. Rata-rata Bobot Kering Lima dan Empat Taraf Perlakuan Rata-rata Bobot Kering pada 12 MST (ton/ha) Centrosema pubescens 3.74 b Calopogonium mucunoides 5.93 ab Pueraria javanica 5.01 ab Crotalaria juncea a Crotalaria usaramaensis 5.01 ab 0% % % % 6.47 Interaksi tn Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Tabel 9. Bobot Kering Tanaman Lima pada Empat Taraf Soil Sement 0% 33% 67% 100% Centrosema pubescens Calopogonium mucunoides Pueraria javanica Crotalaria juncea Crotalaria usaramaensis Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Kadar Air Tanaman Tabel 10 menunjukkan data rata-rata kadar air lima spesies LCC dan empat taraf konsentrasi soil-sement. Pada tabel tersebut terlihat bahwa Centrosema pubescens merupakan spesies LCC yang memiliki kadar air tertinggi dengan kadar air sebesar 84.25%, sedangkan Crotalaria juncea memiliki kadar air terendah dengan kadar air sebesar 65.67%. Perlakuan soil-sement pada beberapa taraf konsentrasi tidak mempengaruhi kadar air lima spesies LCC. Perlakuan soilsement dengan konsentrasi 100%, menghasilkan rata-rata kadar air tanaman tertinggi, yaitu %. Kadar air lima spesies LCC pada empat taraf konsentrasi soil-sement ditunjukkan pada Tabel 11. Kadar air tertinggi dari masing-masing spesies LCC diperoleh dari perlakuan soil-sement yang berbeda-beda. Pada spesies Centrosema pubescens dan Crotalaria usaramoensis. kadar air tertinggi berasal dari tanaman
13 30 yang diberi perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 33%, dengan kadar air sebesar 85.69% dan 82.12%. Tabel 10. Rata-rata Kadar Air Lima dan Empat Taraf Konsentrasi Soil-Sement Perlakuan Kadar Air Tanaman pada 12 MST (%) Centrosema pubescens a Calopogonium mucunoides b Pueraria javanica a Crotalaria juncea c Crotalaria usaramaensis ab 0% % % % Interaksi tn Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Pada spesies Calopogonium mucunoides. kadar air tertinggi terdapat pada tanaman yang diberi perlakuan soil-sement 0%, dengan nilai kadar air 78.20%. Kadar air tertinggi pada spesies Pueraria javanica diperoleh dari perlakuan soilsement dengan konsentrasi 67%, dengan nilai 85.59%. Pada spesies Crotalaria juncea, kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 100%, dengan nilai kadar air 71.06%. Tabel 11. Kadar Air Lima pada Empat Taraf Konsentrasi Soil- Sement Soil Sement 0% 33% 67% 100% Centrosema pubescens Calopogonium mucunoides Pueraria javanica Crotalaria juncea Crotalaria usaramaensis Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%
14 31 Indeks Luas Daun (ILD) Pueraria javanica merupakan spesies LCC yang mempunyai indeks luas daun tertinggi dengan nilai 4.9, sedangkan Crotalaria juncea merupakan spesies LCC yang nilai indeks luas daun terendah dengan nilai 2.3. Pemberian soil-sement pada berbagai taraf konsentrasi tidak memberikan mempengaruhi indeks luas daun lima spesies LCC (Tabel 12). Tabel 12. Rata-rata Indeks Luas Daun Lima dan Empat Taraf Perlakuan Indeks Luas Daun pada 12 MST Centrosema pubescens 3.6 ab Calopogonium mucunoides 4.3 a Pueraria javanica 4.9 a Crotalaria juncea 2.3 b Crotalaria usaramaensis 3.7 ab 0% % % % 3.9 Interaksi tn Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Tabel 13. Indeks Luas Daun Lima pada Empat Taraf Konsentrasi Soil-Sement Soil Sement 0% 33% 67% 100% Centrosema pubescens Calopogonium mucunoides Pueraria javanica Crotalaria juncea Crotalaria usaramaensis Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Tabel 13 menunjukkan data indeks luas daun lima spesies LCC pada empat taraf konsentrasi soil-sement. Pada spesies Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, dan Pueraria javanica, indeks luas daun tertinggi diperoleh pada perlakuan soil-sement 0%, dengan masing-masing nilai 5.0, 4.7, dan 5.8. Pada spesies Crotalaria juncea dan Crotalaria usaramoensis, indeks luas
15 32 daun tertinggi terdapat pada perlakuan soil-sement 100%, dengan nilai indeks luas daun sebesar 2.6 dan 4.3. Variabel Sifat Kimia Tanah ph Tanah Penanaman spesies LCC yang berbeda tidak mempengaruhi nilai ph tanah. Nilai ph pada tanah yang tidak diberi perlakuan adalah Data rata-rata ph tanah ditunjukkan pada Tabel 14. Pada tabel tersebut terlihat bahwa nilai ph tanah tertinggi terdapat pada tanah yang ditanami spesies Crotalaria juncea, dengan nilai ph 5.31, sedangkan ph terendah terdapat pada tanah yang ditanami spesies Calopogonium mucunoides, dengan nilai ph Perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 100% menghasilkan nilai ph tanah tertinggi, yaitu Tabel 14. Rata-rata ph Tanah Perlakuan ph Tanah pada 13 MST Centrosema pubescens 5.11 Calopogonium mucunoides 5.06 Pueraria javanica 5.22 Crotalaria juncea 5.31 Crotalaria usaramaensis % % % % 5.24 Interaksi tn Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Kadar Air Tanah Penanaman kelima spesies LCC tidak mempengaruhi kadar air tanah. Kadar air pada tanah yang tidak diberi perlakuan soil-sement maupun LCC adalah %. Kadar air tanah tertinggi terdapat pada tanah yang ditanami spesies C,juncea, yaitu %. Nilai kadar air tanah dari setiap perlakuan soilsement berkisar antara 27%, namun kadar air tanah tertinggi terdapat pada perlakuan soil-sement 100%, dengan nilai kadar air mencapai 27.90% (Tabel 15).
16 33 Tabel 15. Rata-rata Kadar Air Tanah Perlakuan Kadar Air Tanah pada 13 MST (%) Centrosema pubescens Calopogonium mucunoides Pueraria javanica Crotalaria juncea Crotalaria usaramaensis % % % % Interaksi tn Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Kadar Nitrat Tanah Data rata-rata kadar nitrat tanah ditunjukkan pada Tabel 16. Penanaman lima spesies LCC yang berbeda tidak mempengaruhi kadar nitrat tanah pada kedalaman 0-10 cm, kedalaman cm, kedalaman cm dan kedalaman cm, namun mempengaruhi kadar nitrat tanah pada kedalaman cm. Perlakuan soil-sement pada berbagai taraf konsentrasi tidak mempengaruhi kadar nitrat tanah baik pada kedalaman 0-10 cm, kedalaman cm, kedalaman cm, kedalaman cm, dan kedalaman cm. Tabel 16. Rata-rata Kadar Nitrat pada Lima Kedalaman Tanah Perlakuan Kadar Nitrat (kg/ha) 0-10 cm* cm* cm* cm** cm** Kontrol Centrosema pubescens ab b Calopogonium mucunoides ab b Pueraria javanica a c Crotalaria juncea ab a Crotalaria usaramaensis b a 0% % % % Interaksi tn tn tn tn ** Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% * : pengamatan dilakukan pada 32 MST ** : pengamatan dilakukan pada 36 MST
17 34 Pada kedalaman cm, terjadi interaksi antara kelima spesies LCC dengan konsentrasi soil-sement terhadap kadar nitrat tanah. Pada kedalaman tersebut, kadar nitrat tertinggi terdapat pada tanah yang ditanami LCC spesies Crotalaria usaramuensis yang diberi aplikasi soil-sement dengan konsentrasi 0%, dengan kadar nitrat sebesar kg/ha (Tabel 17). Tabel 17. Kadar Nitrat Tanah pada Kedalaman cm (kg/ha) Soil Sement 0% 33% 67% 100% Centrosema pubescens 88.5 bcde 86.6 bcde 85.3 cdef 80.9 defg Calopogonium mucunoides 81.2 defg 76.0 efg 86.7 cdef 76.1 efg Pueraria javanica 72.4 g 75.4 fg 75.0 fg 74.2 fg Crotalaria juncea 82.1 defg 91.3 bcd 96.8 abc 99.5 ab Crotalaria usaramaensis a 93.3 abcd 84.0 defg 90.4 bcd Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% Pembahasan Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain genetik, iklim, kesesuaian lahan, dan ketersediaan hara. Menurut Fajri (2009), pertumbuhan tanaman merupakan hasil metabolisme sel hidup yang dapat diukur sebagai pertambahan berat basah, berat kering, tinggi tanaman, serta panjang akar. Pertumbuhan lima spesies LCC pada penelitian ini diamati melalui pengukuran tinggi tanaman, jumlah daun, kecepatan penutupan tanah, bobot kering, kadar air, dan indeks luas daun. Hasil pengukuran terhadap tinggi lima spesies LCC menunjukkan bahwa Crotalaria juncea merupakan spesies LCC yang memiliki pertumbuhan tinggi paling cepat pada setiap minggunya. Tinggi rata-rata Crotalaria juncea saat memasuki masa generatif berkisar antara m. Cook and White (1996), menyatakan bahwa tinggi Crotalaria juncea berkisar antara 1-4 m. Perbedaan pencapaian tinggi maksimum tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti iklim dan kesuburan tanah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sitompul dan Guritno (1995), bahwa unsur-unsur penyusun lingkungan sering
18 35 terdapat dalam kuantitas yang bervariasi dari suatu tempat ke tempat lain dan dari waktu ke waktu lain, sehingga lingkungan merupakan faktor potensial sebagai penyebab keragaman di lapangan. Pada 2 hingga 4 MST, pertumbuhan tinggi Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, dan Crotalaria usaramoensis memilki tinggi yang relatif seragam. Pada 4 MST tinggi rata-rata keempat spesies tersebut adalah 4.4 cm, 4.4 cm, 3.5 cm, dan 5.6 cm. Tinggi keempat spesies LCC tersebut lebih bervariasi ketika memasuki 5 MST. Pertumbuhan Centrosema pubescens dan Crotalaria usaramoensis menjadi lebih cepat. Centrosema pubescens dan Crotalaria usaramoensis mencapai tinggi 17.9 cm dan 15.6 cm, jauh berbeda dibanding Calopogonium mucunoides dan Pueraria javanica yang tingginya hanya mencapai 9.3 cm dan 8.9 cm. Memasuki 6 MST, keempat spesies LCC mengalami pertambahan tinggi yang cukup signifikan, sekitar 2 hingga 3 kali tinggi pada 5 MST. Pada 6 MST, rata-rata tinggi Centrosema pubescens mencapai 36.6 cm, rata-rata tinggi Calapogonium mucunoides mencapai 22.2 cm, rata-rata tinggi Pueraria javanica mencapai 31.2 cm, dan rata-rata tinggi Crotalaria usaramoensis mencapai 31.2 cm. Pertambahan tinggi pada Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, dan Crotalaria usaramoensis terus bertambah walaupun telah memasuki fase generatif. Berbeda dengan Crotalaria juncea yang pertambahan tingginya berhenti setelah memasuki fase generatif. Sutedi et al. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan batang Centrosema pubescens dapat mencapai 5 m. Daun merupakan organ penting dalam pertumbuhan tanaman karena di dalam daun terjadi proses fotosintesis, tepatnya di dalam kloroplas yang berisi klorofil. Klorofil berfungsi sebagai penangkap energi matahari yang selanjutnya digunakan untuk proses sintesis makromolekuler didalam sel (Jumin, 2005). Crotalaria juncea merupakan spesies LCC yang memiliki jumlah daun tertinggi pada setiap minggunya. Jumlah daun Crotalaria juncea`pada 7 MST mencapai 47 helai. Pada 2 hingga 4 MST, pertambahan jumlah daun dari Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica dan Crotalaria usaramoensis berjalan lambat. Pertambahan jumlah daunnya hanya
19 36 berkisar antara 1-2 helai daun per minggu. Pertambahan jumlah daun dari masingmasing LCC meningkat cepat mencapai 3-6 helai daun saat memasuki 5 MST. Peningkatan pertambahan jumlah daun tersebut memacu peningkatan jumlah energi untuk pertumbuhan, sehingga petumbuhan tanaman pun meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dari data pertumbuhan tinggi tanaman yang meningkat cepat memasuki 5 dan 6 MST. Spesies Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, dan Crotalaria usaramoensis memiliki kecepatan penutupan tanah yang lambat pada awal pertumbuhan. Peningkatan penutupan tanah hanya berkisar antara % per minggu pada 1 MST-4 MST. Kecepatan penutupan tanah meningkat hingga mencapai % saat memasuki 5 MST. Spesies Crotalaria juncea memiliki peningkatan penutupan tanah yang cepat pada awal masa pertumbuhan, namun setelah memasuki fase generatif pada 10 MST, penutupan tanah dari spesies tersebut menurun akibat banyaknya daun yang gugur. Pengukuran terhadap bobot kering dilakukan berdasarkan biomass dari tanaman yang telah dikeringkan di oven. Menurut Harjadi (1979), walaupun pengukuran bobot kering merupakan pengukuran kasar, tapi sangat berguna untuk membandingkan tanaman-tanaman yang berbeda. Pengukuran bobot kering pada LCC erat kaitannya dengan bahan organik yang dapat disediakan oleh LCC tersebut. Menurut Sudiarto dan Gusmaini (2004), fungsi biologis bahan organik tanah bagi mikroba tanah adalah sebagai sumber utama energi untuk aktivitas kehidupan dan berkembang biak. Pemberian bahan organik dengan rasio C/N tinggi akan memacu perkembangbiakan mikroba, memfiksasi beberapa unsur hara, atau immobilisasi N yang bersifat sementara. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bobot kering tertinggi dicapai oleh spesies Crotalaria juncea dengan rata-rata bobot kering sebesar 11.1 ton/ha, sedangkan bobot kering terendah dicapai oleh spesies Centrosema pubescens, yaitu 3.7 ton/ha. Hal tersebut menunjukkan bahwa Crotalaria juncea efektif untuk diterapkan sebagai pupuk hijau untuk meningkatkan kesuburan lahan karena produksi biomassnya yang tinggi.
20 37 Air merupakan faktor penting bagi tanaman. Menurut Jumin (2005), fungsi air bagi tanaman adalah : (a) sebagai bagian dari protoplasma, (b) reagen penting dalam proses fotosintesis dan proses hidrolitik seperti perubahan pati menjadi gula, (c) pelarut garam, gas dan berbagai material yang bergerak ke dalam tanaman. Biasanya air mencapai 85-90% dari berat keseluruhan bagian hijau tanaman saat masa pertumbuhan. Kadar air kelima spesies LCC berkisar antara %. Kadar air kelima spesies LCC tersebut lebih rendah dari rata-rata kadar air tanaman yang disebutkan oleh Jumin (2005). Hal tersebut terjadi karena pada saat pengukuran kadar air, tanaman sudah memasuki fase generatif. Indeks luas daun (ILD) merupakan suatu peubah yang menunjukkan hubungan antara luas daun dan luas bidang yang tertutupi. Secara konvensional penentuan nilai ILD dilakukan dengan mengukur dan mengakumulasikan jumlah luas daun dalam satu bidang tertentu dan dibagi dengan luas bidang tersebut (Risdianto dan Setiawan, 2007). ILD umumnya digunakan untuk melihat efektivitas penyerapan cahaya matahari yang akan digunakan untuk fotosintesis oleh suatu tanaman. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ILD tertinggi dimiliki oleh Pueraria javanica dengan nilai ILD sebesar 5.0. Crotalaria juncea merupakan spesies yang memiliki nilai ILD terendah yaitu sebesar 2.3. Meski demikian, Crotalaria juncea merupakan spesies yang memiliki pertumbuhan tercepat. Secara teori, menurut Taiz dan Zeiger (2002), sampai batas tertentu, semakin tinggi nilai ILD suatu tanaman, semakin tinggi pula pertumbuhannya. Setelah mencapai titik maksimum, peningkatan nilai ILD akan menurunkan efisiensi penyerapan sinar matahari. Hal tersebut dikarenakan adanya daun-daun yang tidak terkena sinar matahari. Daun-daun tersebut menjadi tidak produktif, sehingga membutuhkan asupan energi dari daun-daun lain yang produktif. Pengaruh Aplikasi Soil-sement terhadap Pertumbuhan Tanaman Pada 6 MST, tinggi tanaman yang diberi aplikasi soil sement dengan konsentrasi 33% lebih tinggi 4.57% dibandingkan kontrol, sedangkan tinggi tanaman yang diberi aplikasi soil-sement dengan konsentrasi 67% dan 100% lebih
21 38 rendah dibandingkan kontrol. Pada 7 MST, tanaman yang diberi aplikasi soil sement dengan konsentrasi 33% justru memiliki tinggi 3.02% lebih rendah dibandingkan kontrol, sedangkan tanaman yang diberi aplikasi soil sement dengan konsentrasi 67% dan 100%, lebih tinggi 13.30% dan 8.16% dibanding kontrol. Spesies Crotalaria juncea yang diberi aplikasi soil-sement dengan konsentrasi 67%, memiliki tinggi tanaman tertinggi, yaitu cm. Pada 6 MST dan 7 MST, terlihat bahwa jumlah daun meningkat seiring peningkatan konsentrasi soil-sement hingga konsentrasi 67%, namun menurun saat diberi perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 100%. Pada 6 MST, perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 33% dan soil-sement dengan konsentrasi 67% meningkatkan jumlah daun hingga 9.52%. Pada 7 MST, perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 33% meningkatkan jumlah daun sebesar 11.53%, perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 67% meningkatkan jumlah daun sebesar 26,92%, dan perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 100% meningkatkan jumlah daun sebesar 15.38%. Kombinasi perlakuan Crotalaria juncea yang diberi aplikasi soil-sement dengan konsentrasi 67% memiliki jumlah daun tertinggi pada 7 MST, dengan jumlah daun sebanyak 61 helai. Secara keseluruhan pemberian berbagai konsentrasi soil-sement tidak mempengaruhi kecepatan penutupan tanah. Pada 2 MST hingga 7 MST, laju penutupan tanah tercepat terjadi pada tanaman yang diberi soil-sement dengan konsentrasi 33%. Memasuki 8 MST dan 9 MST, laju penutupan tanah tercepat terjadi pada tanaman yang diberi soil-sement dengan konsentrasi 67%. Meski demikian pemberian soil-sement dengan konsentrasi 33% maupun 67% memiliki laju penutupan yang tidak berbeda satu sama lainnya. Pada 8 MST, spesies Crotalaria juncea pada berbagai taraf konsentrasi soil-sement mencapai penutupan tanah 100%. Pada 9 MST kelima spesies LCC mencapai penutupan tanah diatas 90%. Pemberian soil-sement pada tanah menurunkan bobot kering tanaman. Perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 33% menurunkan bobot kering tanaman sebesar 10.56%, perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 67% menurunkan bobot sebesar 26.09%, dan perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 100%
22 39 menurunkan bobot sebesar 6.23%. Spesies Crotalaria juncea yang tidak diberi soil-sement mempunyai bobot kering tertinggi dengan nilai rata-rata 13.4 ton/ha. Nilai bobot kering tersebut jauh melebihi bobot kering Crotalaria juncea pada umumnya. Menurut Rotar and Joy (1983) dalam Wang et al. (2002), rata-rata bobot kering dari Crotalaria juncea adalah 7 ton/ha. Tingginya nilai bobot kering tersebut dapat disebabkan oleh cara penanaman Crotalaria juncea yang terlalu rapat, atau dapat pula disebabkan oleh perbedaan kondisi tanah dan iklim. Peningkatan konsentrasi soil-sement meningkatkan kadar air tanaman. Peningkatan kadar air tanaman yang diberi perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 33%, soil-sement dengan konsentrasi 67%, dan soil-sement dengan konsentrasi 100%, berturut-turut adalah 1.91%, 2.88%, dan 3.27% terhadap kontrol. Pemberian soil-sement pada tanah tidak mempengaruhi nilai ILD kelima spesies LCC. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman yang diberi aplikasi soil-sement justru mempunyai nilai ILD yang lebih rendah dibandingkan tanaman yang tidak diberi aplikasi soil-sement. Penurunan ILD dari perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 33%, 67%, dan 100%, berturut-turut adalah 14.41%, 19.53%, dan 7.61%. Spesies Pueraria javanica tanpa pemberian soil-sement memiliki nilai ILD tertinggi, yaitu sebesar 5.8. Sedangkan nilai indeks luas daun terendah terdapat pada spesies Crotalaria juncea yang diberi aplikasi soil-sement dengan konsentrasi 67%, yaitu sebesar 2.0. Bila dilihat dari jumlah daun Crotalaria juncea merupakan spesies LCC dengan jumlah daun tertinggi, namun ukuran daun Crotalaria juncea yang kecil menyebabkan indeks luas daun Crotalaria juncea menjadi rendah. Pengaruh Penanaman Lima dan Aplikasi Soil-sement terhadap Tanah Tanah merupakan hal penting dalam pertumbuhan tanaman. Menurut Islami dan Utomo (1995), tanah mempunyai beberapa fungsi bagi tanaman, diantaranya sebagai : Tunjangan mekanis sebagai tempat tanaman tegak dan tumbuh; Penyedia unsur hara dan air
23 40 Lingkungan tempat akar atau batang dalam tanah melakukan aktivitas fisiologisnya. Setiap lahan mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Penggunaan suatu lahan untuk kawasan pertanian seringkali tidak memperhatikan keberlanjutan ketersedaiaan hara dalam tanah, sehingga semakin lama ketersediaan hara semakin rendah. Penggunaan LCC dapat digunakan sebagai alternatif untuk memperbaiki kesuburan tanah karena kemampunnya dalam bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium sp. untuk mengikat nitrogen dalam tanah, serta meningkatkan kadar bahan organik tanah. Pengaruh penanaman LCC serta aplikasi soil-sement pada penelitian ini diamati melalui ph tanah, kadar air tanah, serta kadar nitrat tanah. Nilai ph tanah menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen di dalam tanah. Penentuan ph tanah dapat digunakan untuk menentukan mudah tidaknya unsur hara diserap tanaman, menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun pada tanah, serta menunjukkan pengaruh perkembangan mikroorganisme tanah (Hardjowigeno, 2003). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai ph tanah pada lahan penelitian berkisar antara Berdasarkan kriteria sifat tanah (Balai Penelitian Tanah, 1983), nilai ph pada areal penelitian termasuk kedalam kategori yang masam. Nilai ph yang rendah dapat disebabkan oleh curah hujan yang terlalu tinggi, sehingga menyebabkan pencucian unsur hara di dalam tanah. Keadaan tanah yang masam tidak baik bagi tanaman, sebab menurut Hanafiah (2010) pada ph di bawah 6.5 dapat terjadi defisiensi unsur fosfor, kalsium, dan magnesium, serta dapat terjadi toksisitas boron, mangan dan besi. Air merupakan faktor penting bagi tanaman. Di dalam tanah, air berada di dalam rongga tanah. Selain air, rongga tanah juga diisi oleh udara. Tanah yang terlalu banyak mengandung air, menyebabkan berkurangnya udara di dalam tanah (Singer and Munns, 2006). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata kadar air pada lahan penelitian berkisar antara 27-28%. Tanah yang ditanami spesies Crotalaria juncea memiliki kadar air tertinggi sebesar 28.35%. Pemberian soil-sement pada tanah meningkatkan kadar air tanah. Peningkatan nilai kadar air tanah dari perlakuan
24 41 soil-sement dengan konsentrasi 33%, soil-sement dengan konsentrasi 67%, dan soil-sement dengan konsentrasi 100% berturut-turut adalah 0.39%, 0.62%, dan 1.01%. Nitrat (N0-3 ) adalah ion-ion organik alami yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktivitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik menjadi amonia, kemudian dioksidasi menjadi nitrat atau nitrit (Utama, 2007). Penanaman lima spesies LCC meningkatkan kadar nitrat tanah pada kedalaman 0-10 cm, kedalaman cm, kedalaman cm, dan kedalaman cm dibandingkan dengan tanah yang tidak ditanami LCC. Pada kedalaman 0-10 cm, peningkatan kadar nitrat pada tanah yang ditanami lima spesies LCC terhadap tanah yang tidak ditanami LCC sebesar kg/ha, dengan peningkatan tertinggi terdapat pada tanah yang ditanami spesies Crotalaria juncea. Pada kedalaman cm, peningkatan kadar nitrat pada tanah yang ditanami lima spesies LCC berkisar antara kg/ha, dengan peningkatan kadar nitrat tertinggi terdapat pada tanah yang ditanami spesies Pueraria javanica. Peningkatan kadar nitrat pada tanah yang ditanami lima spesies LCC pada kedalaman cm, berkisar antara kg/ha. Peningkatan kadar nitrat tertinggi pada kedalaman cm terdapat pada tanah yang ditanami spesies Crotalaria usaramoensis. Peningkatan kadar nitrat tanah yang ditanami LCC pada kedalaman cm berkisar antara kg/ha, dengan peningkatan kadar nitrat tertinggi terdapat pada tanah yang ditanami spesies Pueraria javanica. Pada kedalaman cm, penanaman spesies Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, Crotalaria juncea, dan Crotalaria usaramoensis memberikan peningkatan terhadap kadar nitrat tanah, namun tanah yang ditanami spesies Pueraria javanica mengalami penurunan kadar nitrat tanah sebesar 0.6 kg/ha dibandingkan dengan tanah yang tidak ditanami LCC. Pada kedalaman 0-10 cm, kedalaman cm, dan kedalaman cm, tanah yang diberi aplikasi soil-sement memiliki kadar nitrat yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang tidak diberi perlakuan soil-sement. Peningkatan kadar nitrat pada tanah yang diberi aplikasi soil-sement terhadap tanah yang tidak
25 42 diberi aplikasi soil-sement pada kedalaman 0-10 cm berkisar antara kg/ha, dengan peningkatan tertinggi terdapat pada tanah yang diberi aplikasi soil-sement 100%. Peningkatan kadar nitrat pada tanah yang diberi aplikasi soil-sement pada kedalaman cm sebesar kg/ha. Pada kedalaman tersebut, peningkatan kadar nitrat tertinggi terdapat pada tanah yang diberi aplikasi soil-sement 33%. Pada kedalaman cm peningkatan kadar nitrat berkisar antara kg/ha, dengan peningkatan kadar nitrat tanah tertinggi terdapat pada tanah yang diberi aplikasi soil-sement 100%. Pada kedalaman cm, tanah yang diberi aplikasi soil-sement dengan konsentrasi 33% dan tanah yang diberi aplikasi soil-sement dengan konsentrasi 67% mengalami peningkatan kadar nitrat tanah, namun tanah yang diberi aplikasi soil-sement dengan konsentrasi 100% mengalami penurunan kadar nitrat sebesar 0.8 kg/ha. Pada kedalaman cm, tanah yang diberi perlakuan soil-sement dengan konsentrasi 33% dan 100% mengalami penurunan kadar nitrat tanah. Besar penurunan kadar nitrat tanah pada kedua perlakuan tersebut adalah 1.1 kg/ha dan 1.4 kg/ha. dengan penurunan kadar nitrat tertinggi terdapat pada tanah yang diberi aplikasi soil-sement dengan konsentrasi 100%.
BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Lewikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang terletak pada ketinggian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan
Lebih terperinciPENGARUH APLIKASI SOIL-SEMENT TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF LIMA SPESIES LEGUM PENUTUP TANAH (LCC) SKRIPSI UTAMI NURANI PUTRI A
PENGARUH APLIKASI SOIL-SEMENT TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF LIMA SPESIES LEGUM PENUTUP TANAH (LCC) SKRIPSI UTAMI NURANI PUTRI A24061121 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut
20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum
Lebih terperincirv. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang
10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertambahan Tinggi Bibit (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan bahwa interaksi pupuk kompos TKS dengan pupuk majemuk memberikan pengaruh yang tidak nyata
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah
Lebih terperinciSYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO
SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan kemajuan ini belum bias penulis selesaikan dengan sempurna. Adapun beberapa hasil dan pembahasan yang berhasil
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian sludge limbah tapioka dan pupuk
21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian sludge limbah tapioka dan pupuk majemuk NPK berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun, bobot segar
Lebih terperinciKERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P
Zubir et al.: Keragaan Pertumbuhan Jagung Dengan. KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P Zubir Marsuni 1), St. Subaedah 1), dan Fauziah Koes 2) 1) Universitas
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih
Lebih terperinciBAHAN METODE PENELITIAN
BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Tanaman Penutup Tanah
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Penutup Tanah Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi. Selain itu, tanaman penutup tanah juga digunakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai
Lebih terperinciGambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Rumput Jumlah Daun Hasil penghitungan jumlah daun menunjukan terjadinya penurunan rataan jumlah daun pada 9 MST dan 10 MST untuk rumput raja perlakuan D0, sedangkan untuk
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O
Lebih terperinciHASIL PERCOBAAN. C N C/N P K Ca Mg ph Cu Zn Mn (%) (%) ppm Kompos 9,5 0,5 18,3 0,5 0,8 0,6 0,2 7,2 41,9 92,4 921,8 Kompos diperkaya
17 Hasil Analisis Tanah HASIL PERCOBAAN Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tekstur tanah di Kubu Raya didominasi oleh debu dan liat dengan sedikit kandungan pasir. Tanah di Sui Kakap, Kabupaten Kubu
Lebih terperinciJumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya tidak diuji
Lebih terperinciBAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang
Lebih terperinciJurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN
PENGARUH DOSIS PUPUK AGROPHOS DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.) VARIETAS HORISON Pamuji Setyo Utomo Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (UNISKA)
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya
Lebih terperinciPENDAHULUAN BAHAN DAN METODE
PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols
Lebih terperinciEFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia
EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan pada lahan sawah di Bontonompo Gowa-Sulsel yang
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1 Tinggi Tanaman kacang hijau pada umur 3 MST Hasil pengamatan tinggi tanaman pada umur 3 MST dan sidik ragamnya disajikan pada tabel lampiran 2. Hasil analisis
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah tinggi, diameter, berat kering total (BKT) dan nisbah pucuk akar (NPA). Hasil penelitian menunjukkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penelitian ini menggunakan kompos yang terbuat dari limbah kulit buah jarak. Bahan baku ini didekomposisikan dengan menggunakan empat jenis biodekomposer yaitu
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Cendawan pada Stek (a), Batang Kecoklatan pada Stek (b) pada Perlakuan Silica gel
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Stek Pengamatan keadaan umum stek bertujuan untuk mengetahui sifat fisik, kualitas dan daya tumbuh stek selama penyimpanan. Keadaan umum stek yang diamati meliputi warna,
Lebih terperinciI. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun
16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Blast Furnace Slag dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 4.1.1. ph Tanah dan Basa-Basa dapat Dipertukarkan Berdasarkan Tabel 3 dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Tinggi tanaman Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman kedelai tahapan umur pengamatan
Lebih terperinciHUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN
HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2009, yang merupakan bulan basah. Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Dramaga,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi, diameter, berat kering dan NPA dari semai jabon pada media tailing dengan penambahan arang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan
Lebih terperinciPertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh
45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah
Lebih terperinciHasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan
IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)
PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di
TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai
Lebih terperinciIV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan hasil sidik ragam
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang
TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di UPT Balai Benih Induk (BBI) Palawija Dinas Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang Medan,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa
1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat
16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Peneiitian 4.1.1. C/N Tanah 4.1.1.1. C/N Tanah Masa Inkubasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN viride dan dregs juga faktor tunggal waktu aplikasi dregs berpengaruh tidak nyata sedangkan faktor tunggal
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC.
3 TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC. Tanaman M. bracteata merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang pertama kali ditemukan di areal hutan Negara bagian Tripura, India Utara, dan telah ditanam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di
10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Radish Radish (Raphanus sativus L.) merupakan tanaman semusim atau setahun (annual) yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di Indonesia,
Lebih terperinci