Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit
|
|
- Yanti Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Rumput Jumlah Daun Hasil penghitungan jumlah daun menunjukan terjadinya penurunan rataan jumlah daun pada 9 MST dan 10 MST untuk rumput raja perlakuan D0, sedangkan untuk perlakuan D2 terjadi penurunan dari 9-11 MST (panen). Penurunan rataan jumlah daun untuk perlakuan D1 terjadi lebih cepat daripada perlakuan D0 dan D2 yaitu pada 8 MST. Hal ini disebabkan karena jumlah daun yang tumbuh lebih sedikit daripada daun yang menguning sehingga menurunkan rataan jumlah daun. Daun tanaman yang menguning dapat disebabkan karena tanaman kekurangan nitrogen, dimana nitrogen merupakan bagian dari klorofil (zat hijau daun) yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis (Soepardi, 1983). Pada rumput taiwan tidak terjadi penurunan rataan jumlah daun dari pengamatan setiap minggunya. 100 A. 100 B Jumlah Daun (lembar) ton/ha (D0) ,5 ton/ha (D1) Waktu ton/ha (D2) Pengamatan (MST) Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun (A) dan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit Hasil penghitungan rataan jumlah daun pada 3 MST, 8 MST, dan 9 MST (Lampiran 2, 7, dan 8) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) pada jenis rumput. jumlah daun lebih banyak pada rumput taiwan untuk 3 MST, sedangkan pada 8 dan 9 17
2 MST adalah pada rumput raja. jumlah daun ini menunjukan bahwa pertumbuhan awal rumput raja lebih lambat daripada rumput gajah (cv taiwan), namun pertumbuhannya yang cepat dapat mengalahkan rumput taiwan (BPTHMT Baturaden, 1989). Perlakuan dolomit berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rataan jumlah daun tanaman rumput raja dan rumput taiwan untuk pemberian dolomit D1 dari 3 MST hingga 11 MST (panen) (Lampiran 2-10). Namun untuk pemberian dolomit D2 memberikan penghitungan jumlah daun rumput yang paling rendah dibandingkan dengan dolomit D1 dan D0. Pemberian dolomit D2 diduga tidak memberikan peningkatan jumlah daun karena dosisnya yang terlalu tinggi sehingga berlebihan bagi rumput. Pengaruh interaksi antara jenis rumput dengan dolomit sangat nyata (P<0,01) terlihat pada 5 MST, 6 MST, dan 7 MST (Lampiran 4-6) untuk rumput raja dengan pemberian D0 dan D1. Pemberian dolomit D0 dan D1 tidak terlihat perbedaan pengaruhnya, karena rumput raja masih bisa mentolerir kemasaman tanah sehingga dengan pemberian dolomit D0 tidak menurunkan rataan jumlah daun rumput raja. Pengaruh interaksi tidak nyata terhadap rumput taiwan dengan semua dosis dolomit dapat disebabkan oleh sifat rumput taiwan yang tidak responsif terhadap perlakuan dolomit. Tinggi Vertikal Hasil pengamatan setiap minggu menunjukan penurunan pertambahan tinggi vertikal rumput raja pada 9-11 MST (panen), sedangkan rumput taiwan pada 7-11 MST (panen). Penurunan pertambahan tinggi vertikal tanaman disebabkan karena rumput mulai memasuki fase pertumbuhan generatif. Fase pertumbuhan generatif merupakan tahap dimana tanaman akan beregenerasi yang ditandai dengan pembentukan bunga, buah, dan biji (Hindratiningrum, 2010). Hasil pengamatan menunjukan rumput mulai berbunga pada 10 MST, yang berarti rumput mulai memasuki fase generatifnya. Fase generatif muncul lebih cepat atau lebih lambat dipengaruhi oleh stres tanaman itu sendiri. Stres ini dapat berupa stres cahaya dan stres air. Pertambahan tinggi rumput masih terus terjadi hingga minggu terakhir panen karena fase vegetatif masih berlangsung diikuti dengan fase generatif, namun pertambahan tinggi vertikal 18
3 setiap minggunya terus mengalami penurunan. Perbedaan pertumbuhan tiap jenis tanaman disamping disebabkan oleh potensi genetiknya juga disebabkan oleh respon masing-masing tanaman terhadap iklim seperti jenis tanah dan kandungan air tanah, intensitas radiasi matahari, dan curah hujan (Tilman et al., 1983). Gambar 5. Bunga Rumput Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012) Jenis rumput memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi vertikal rumput. Hasil pengamatan mingguan menunjukan rumput taiwan memiliki tinggi vertikal yang melebihi tinggi rumput raja. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Tudsri et al. (2002) bahwa rumput taiwan memiliki batang yang relatif tinggi. Ini yang menjadi salah satu keunggulan dari rumput taiwan. Pengaruh terhadap perbedaan jenis rumput ini dapat dilihat pada 3-11 MST (Lampiran 11-19). Pada minggu terakhir pengamatan, rataan tinggi vertikal rumput taiwan 329 cm sedangkan rumput raja 287 cm. Pemberian dolomit juga sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi tinggi vertikal rumput. Pada 3 dan 4 MST (Lampiran 11-12) pemberian dolomit D0 dan D1 memberikan pengaruh yang sama terhadap tinggi vertikal rumput, akan tetapi pada 5, 6, 9, 10, dan 11 MST (Lampiran 13, 14, 17-19) terlihat pengaruh pemberian dolomit untuk D1. Namun hasil pengamatan hingga minggu terakhir (panen) tidak menunjukan adanya pengaruh interaksi jenis rumput dengan pemberian dolomit terhadap tinggi vertikal rumput. 19
4 A. B Tinggi Vertikal (cm) ton/ha (D0) ,5 ton/ha (D1) 25 ton/ha (D2) Waktu Pengamatan (MST) Gambar 6. Perubahan Tinggi Vertikal (A) dan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit Penelitian sebelumnya oleh Zain (1998) yang menggunakan tanah latosol sebagai media penanaman rumput gajah mini menunjukan tidak ada pengaruh yang nyata terhadap perlakuan dolomit 25 ton/ha (D2). Pemberian dolomit hingga taraf D2 diduga melebihi kebutuhan tanaman sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah daun maupun tinggi vertikal rumput. Produktivitas Rumput Produktivitas adalah kemampuan tanaman untuk menghasilkan produk yang dapat berupa bunga, buah, daun, ataupun batang sesuai perlakuan yang diberikan. Produktivitas rumput dapat diukur dari berat segar daun dan batang rumput. Pengukuran juga dilakukan terhadap berat kering rumput, karena produksi dan produktivitas hijauan pakan ternak dicirikan oleh produksi bahan kering (Lukiwati et al., 2005). 20
5 Produksi Daun Perlakuan dolomit D0 memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap produksi berat segar daun rumput raja dan rumput taiwan. Pengaruh reaksi dolomit pada taraf D0 mengindikasikan bahwa reaksi dolomit (D1 dan D2) berjalan lebih lambat terhadap tanah, sehingga tidak mendukung produksi daun hingga akhir masa panen (Soepardi, 1983). Selain itu, rumput raja dan rumput taiwan masih mentolerir kemasaman tanah hingga 5,6 sehingga tanpa pemberian dolomit atau D0 rumput masih dapat berproduksi. Produksi berat segar daun rumput raja dan rumput taiwan ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4. Produksi Berat Segar Daun Rumput (g/tanaman) D0 (0 ton/ha) 1120± ± ±761 a D1 (12,5 ton/ha) 1043± ± ±228 b D2 (25 ton/ha) 515± ± ±120 b 893± ± ±370 pada taraf uji 5%. Tabel 5. Produksi Berat Kering Daun Rumput (g/tanaman) D0 (0 ton/ha) 218,1±81,8 a 329,3±249,1 b 273,7±165,4 D1 (12,5 ton/ha) 235,5±61,0 a 123,7±36,2 b 179,6±48,6 D2 (25 ton/ha) 112,7±21,0 b 115,1±47,8 b 113,9±34,4 188,8±54,6 189,4±111,0 189,1±82,8 pada taraf uji 5%. Produksi berat kering daun rumput menunjukan adanya pengaruh yang nyata (P<0,05) dari interaksi jenis rumput dengan dosis dolomit yang diberikan. Hasil yang ditampilkan pada Tabel 5 menunjukan bahwa rumput raja dengan pemberian dolomit 21
6 D0 dan D1 berbeda nyata (P<0,05) terhadap rumput raja D2 dan rumput Taiwan D0, D1, dan D2. Walaupun rumput raja D0 dan D1 berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya, namun rumput raja D0 dan D1 tidak berbeda nyata. Pengaruh yang diberikan oleh dolomit belum terlihat, sehingga pengaruh tanpa dan dengan dolomit terhadap berat kering rumput raja tidak tampak. Jika dilihat dari pengamatan mingguan untuk rataan jumlah daun pada minggu terakhir pengamatan (11 MST), maka jumlah daun rumput taiwan lebih banyak. Hasil pengukuran terhadap produksi daun menunjukan rumput taiwan memiliki produksi daun yang lebih kecil. Hasil ini dapat menjadi indikator untuk mencirikan daun rumput Taiwan yang memiliki berat yang lebih kecil dibandingkan daun rumput raja untuk setiap helainya. Namun jenis rumput tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi daun. Salah satu ciri tanaman yang dapat digunakan sebagai hijauan pakan adalah tanaman yang mampu menghasilkan daun yang banyak (Mansyur et al., 2005). Produksi Batang Interaksi jenis rumput dengan dolomit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi berat segar batang rumput. Rumput raja dengan pemberian dolomit D0 dan D1 memiliki produksi batang yang tertinggi. Produksi batang yang tinggi mendukung ciri rumput raja yang memiliki bentuk batang yang lebih besar daripada rumput taiwan dan dengan pemberian dolomit meningkatkan produksi batang rumput. Pada rumput raja dengan pemberian dolomit D2 memiliki produksi batang terendah, sama halnya untuk rumput taiwan dengan pemberian dolomit D2. Berdasarkan hasil ini dapat dinyatakan bahwa pemberian dosis dolomit hingga taraf D2 tidak memberikan hasil yang maksimal. Pemberian dolomit hingga taraf D2 diduga melebihi kebutuhan atau ketoleranan rumput terhadap kemasaman tanah yang berubah oleh pemberian dolomit. Pengaruh interaksi dari yang tertinggi hingga yang terendah untuk produksi batang adalah rumput raja D0 dan D1, rumput taiwan D0 dan D1, dan rumput raja D2 dan rumput Taiwan D2. Produksi berat segar batang rumput raja dan rumput taiwan disajikan pada Tabel 6. 22
7 Tabel 6. Produksi Berat Segar Batang Rumput (g/tanaman) D0 (0 ton/ha) 2543±1096 a 1580±347 b 2062±721 D1 (12,5 ton/ha) 3450±993 a 1617±510 b 2533±751 D2 (25 ton/ha) 1217±292 c 1057±356 c 1137± ± ± ±599 pada taraf uji 5%. Pengaruh interaksi tidak terlihat untuk hasil produksi berat kering batang rumput. Dalam hal ini pengaruh dolomit yang terlihat sangat nyata (P<0,01) terhadap berat kering batang rumput. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa pemberian dolomit D0 dan D1 berbeda nyata (P<0,05) terhadap dolomit D2. Namun pengaruh dolomit D1 tidak berbeda nyata terhadap D0 sehingga tidak terlihat pengaruh terbaik untuk mendapatkan produksi berat kering batang rumput. Tabel 7. Produksi Berat Kering Batang Rumput (g/tanaman) D0 (0 ton/ha) 202,5±81,0 154,3±74,9 178,4±78,0 a D1 (12,5 ton/ha) 284,5±78,6 240,7±69,9 262,6±74,3 a D2 (25 ton/ha) 118,9±34,7 155,4±58,2 137,2±46,5 b 202,0±64,8 183,5±67,7 114,9±66,3 pada taraf uji 5%. Hasil pengamatan pertumbuhan rumput, rumput taiwan memiliki tinggi vertikal yang melebihi tinggi rumput raja. Tingginya batang rumput taiwan tidak didukung dengan berat yang tinggi, sehingga produksi batang pun rendah. Berat yang rendah mencirikan rumput taiwan memiliki ukuran batang yang lebih kecil daripada rumput raja (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bidang Produksi Peternakan, 2010). 23
8 Perbandingan Produksi Berat Kering Daun dan Batang Perbandingan produksi daun dan batang dibutuhkan karena sebagian besar konsumsi ternak adalah daun. Salah satu ciri tanaman yang dapat digunakan sebagai hijauan pakan adalah tanaman yang mampu menghasilkan daun yang banyak (Mansyur et al., 2005). Perbandingan daun dan batang rumput berdasarkan berat keringnya disajikan pada Tabel 8 dan Tabel 9. Perbandingan ini diambil berdasarkan data produksi berat kering daun dan batang pada Tabel 5 dan Tabel 7. Tabel 8. Perbandingan Produksi Berat Kering Daun dan Batang Produksi Perbandingan Daun Batang Daun Batang (g/tanaman) (%) D0 (0 ton/ha) 218,1 202,5 51,85 48,15 D1 (12,5 ton/ha) 235,5 284,5 45,29 54,71 D2 (25 ton/ha) 112,7 118,9 48,66 51,34 188,8 202,0 48,60 51,40 Tabel 9. Perbandingan Produksi Berat Kering Daun dan Batang Produksi Perbandingan Daun Batang Daun Batang (g/tanaman) (%) D0 (0 ton/ha) 329,3 154,3 68,09 31,91 D1 (12,5 ton/ha) 123,7 240,7 33,95 66,05 D2 (25 ton/ha) 115,1 155,4 42,55 57,45 189,4 183,5 48,20 51,80 Perbandingan daun dan batang untuk rumput raja maupun rumput taiwan tidak berbeda jauh. Perbandingan berat kering daun dan batang adalah sekitar 48 : 51. Kandungan air yang tinggi pada batang menyebabkan turunnya berat kering batang hingga perbandingan antara daun dan batang relatif sama. 24
9 Produksi Berat Segar Produksi berat segar didapatkan dari hasil akumulasi produksi berat segar daun (Tabel 4) dan batang (Tabel 6) rumput. Produksi berat segar rumput raja dan rumput taiwan ditampilkan pada Tabel 10. Tabel 10. Produksi Berat Segar Rumput (g/tanaman) D0 (0 ton/ha) 3663±1548 a 2963±770 a 3313±1159 D1 (12,5 ton/ha) 4493±1237 a 2150±679 b 3322±958 D2 (25 ton/ha) 1732±394 b 1503±490 b 1618± ± ± ±853 pada taraf uji 5%. Interaksi antara jenis rumput dengan pemberian dolomit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap berat segar rumput. Rumput raja D0 dan D1 serta rumput Taiwan D0 berbeda nyata (P<0,05) terhadap rumput raja D2 dan rumput taiwan D1 dan D2. Sama halnya untuk produksi berat segar daun dan berat segar batang rumput raja perlakuan dolomit D0 dan D1 juga lebih tinggi. Namun, antara pemberian dolomit D0 dengan D1 tidak berbeda nyata sehingga pemberian dolomit tidak telihat. Pengaruh pemberian dolomit belum terlihat karena masa penanaman hanya untuk satu kali panen sehingga dolomit belum memberikan reaksi yang maksimal terhadap rumput. Pada rumput taiwan, berat segar semakin menurun dengan bertambahnya dosis dolomit. Pemberian dolomit D0 berbeda nyata (P<0,05) terhadap dolomit D1 dan D2. Pemberian dolomit D1 dan D2 tidak berbeda nyata terhadap hasil produksi berat segar rumput taiwan. Penurunan jumlah produksi berat segar dapat disebabkan karena tanaman kurang responsif terhadap perlakuan dolomit yang diberikan dan karena masa penanaman yang terlalu pendek. Menurut Hindratiningrum (2010) pengaruh lamanya umur potong cenderung meningkatkan produksi berat segar rumput. Polakitan dan Kairupan (2009) juga menyatakan hal yang sama bahwa pengaruh umur potong yang berbeda-beda 25
10 memberi pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap produksi berat segar rumput. Peningkatan interval pemotongan juga akan meningkatkan hasil panen untuk semua jenis rumput, namun tidak sama halnya untuk protein kasar. Peningkatan interval pemotongan dapat berakibat pada penurunan konsentrasi protein kasar di daun dan batang (Tudsri et al., 2002). Pemberian dolomit pada tanah yang bersifat masam dalam kasus ini adalah tanah latosol, memberikan nilai ekonomis yang baik. Pemberian dolomit pada awal penanaman selama tahun pertama dan kedua setelah pemberian, mampu mempertahankan keseimbangan ph tanah sehingga tidak bersifat masam. Selain daripada itu, dua tahun awal pemberian dolomit dapat meningkatkan produksi panen rumput. Setelah itu produksi akan menurun, sehingga dibutuhkan pemberian dolomit dan pupuk lainnya untuk menyediakan kebutuhan mineral rumput (Couto et al., 1991; Wheeler, 1998; Brown et al., 2008). Produksi Berat Kering Produksi berat kering didapatkan dari hasil akumulasi produksi berat kering daun (Tabel 5) dan batang (Tabel 7) rumput. Persentase produksi berat kering rumput raja dari D0, D1, dan D2 berturut-turut adalah 11,48%, 11,57%, dan 13,37%. Persentase produksi berat kering rumput taiwan D0, D1, dan D2 berturut-turut adalah 16,32%, 16,96%, dan 18,00%. Hasil persentase dari berat segar ke berat kering pada rumput raja dan rumput taiwan mengalami peningkatan dengan adanya perlakuan dolomit. Pemberian dolomit D0 dan D1 berbeda nyata (P<0,05) terhadap dolomit D2. Pengaruh pemberian dolomit D0 dengan D1 tidak nyata, seperti yang dikemukakan oleh Carvalho et al. (2000) bahwa pemberian kapur tidak mempengaruhi produksi berat kering rumput, walaupun terjadi perubahan dari sifat kimia tanah. Rumput yang digunakan adalah Imperata brasiliensis Trin. dan Brachiaria decumbens. Namun, perbedaan jenis rumput yang ditanam dapat menyebabkan penyerapan dolomit oleh tanaman berbeda-beda. Produksi berat kering rumput raja dan rumput taiwan disajikan pada Tabel
11 Tabel 11. Produksi Berat Kering Rumput (g/tanaman) D0 (0 ton/ha) 420,6±160,3 483,7±263,0 452,1±211,6 a D1 (12,5 ton/ha) 520,0±138,9 364,4±105,9 442,2±122,4 a D2 (25 ton/ha) 231,5±55,3 270,5±105,5 251,0±80,4 b 390,7±118,2 372,9±158,1 381,8±138,1 pada taraf uji 5%. Pengaruh perlakuan dolomit yaitu D2 memberikan pengaruh yang terendah terhadap berat kering rumput. Penyebabnya diduga karena perlakuan dolomit D1 sudah mencukupi kebutuhan rumput, sehingga perlakuan dolomit D2 yang mana dosisnya dua kali lipat dari D1 diduga berlebihan. Pemberian dolomit yang berlebihan dapat mengganggu ketersediaan dan serapan unsur lainnya seperti fosfor dan boron yang berdampak pada terganggunya metabolisme tanaman serta kekurangan besi, mangan, tembaga, dan seng (Soepardi, 1983). Alasan lainnya adalah respon dari tanaman terhadap dolomit dan juga kebutuhan mineral lain yang dibutuhkan bagi rumput tidak dapat disediakan oleh dolomit (Carvalho et al., 2000). Kebutuhan rumput akan unsur lainnya dapat mempengaruhi produksi rumput. Diperlukan penambahan pupuk lainnya (TSP, KCl) yang dapat membantu dolomit untuk menyediakan unsur-unsur penting lainnya yang dibutuhkan oleh rumput. Penelitian sebelumnya oleh Zein et al. (1993) terhadap rumput raja yang ditanam pada tanah latosol dengan menggunakan dolomit dan urea, sangat nyata (P<0,01) meningkatkan rata-rata produksi bahan kering rumput raja. Penggunaan pupuk TSP dan KCl sebagai pupuk dasar juga dapat berperan terhadap peningkatan produksi berat kering, seperti yang ditunjukan pada penelitian Zain (1998) pengaruh perlakuan tanpa dan dengan menggunakan dolomit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi berat kering rumput gajah mini. Penyebab lainnnya adalah umur potong yang berbeda. Semakin lama umur potong, maka dapat meningkatkan produksi berat kering rumput. Hal ini didasarkan pada umur tanaman yang masih muda memiliki kandungan air yang tinggi 27
12 dibandingkan dengan umur tua. Semakin tua umur rumput, kandungan serat kasarnya akan semakin tinggi yang menyebabkan kandungan air semakin rendah. Menurut Prawirawinata et al. (1981) umur tanaman dapat mempengaruhi kandungan air tanaman, kandungan bahan kering semakin meningkat seiring dengan semakin tua umur tanaman. Kualitas Rumput Kualitas rumput dapat diukur dari kandungan zat nutrisinya. Menurut Hindratiningrum (2010) kualitas hijauan yang terbaik adalah pada akhir fase vegetatif atau menjelang fase generatif (reproduktif). Pengukuran kualitas rumput dapat dilakukan menggunakan bagian daun rumput. Penggunaan daun sebagai penentu kualitas didasarkan pada reaksi fotosintesis yang berlangsung di daun, sehingga kandungan nutrisinya lebih banyak terdapat di daun (Polakitan dan Kairupan, 2009). Protein Kasar Interaksi jenis rumput dengan dolomit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap protein kasar rumput. Hasil analisis menyatakan bahwa rumput Taiwan untuk semua perlakuan dolomit berbeda nyata (P<0,05) terhadap rumput raja untuk semua perlakuan dolomit. Protein kasar rumput raja (13,5%) (Hendrawan, 2002) lebih tinggi daripada rumput taiwan (10,85%) (Manurung et al., 2001). Pemberian dolomit berhasil meningkatkan protein kasar rumput taiwan. Selain itu, rumput taiwan juga memberikan respon terhadap pemberian dolomit untuk meningkatkan protein kasarnya. Rendahnya protein kasar rumput raja bila dibandingkan dengan hasil analisis protein kasar oleh Hendrawan (2002) yaitu 13,5% berhubungan dengan waktu pemotongan rumput. Rumput yang sudah memasuki fase generatifnya akan menurun protein kasarnya. Pemotongan hijauan rumput yang terbaik adalah pada saat fase vegetatif (Siregar, 1989) atau menjelang fase generatif (reproduktif) (Hindratiningrum, 2010). Hasil pengamatan pertumbuhan rumput menunjukan rumput mulai berbunga pada 10 MST yang berarti rumput sudah memasuki fase generatifnya, sehingga menyebabkan penurunan protein kasar rumput. Hasil analisis protein kasar daun rumput raja dan rumput taiwan disajikan pada Tabel
13 Tabel 12. Protein Kasar Daun (%) D0 (0 ton/ha) 10,55±0,12 b 12,44±0,06 a 11,50±0,09 D1 (12,5 ton/ha) 9,89±0,68 b 11,97±0,52 a 10,93±0,60 D2 (25 ton/ha) 10,41±0,93 b 11,06±1,00 a 10,74±0,96 10,29±0,58 11,82±0,53 11,05±0,55 pada taraf uji 5%. Hasil Analisis Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (2012) Serat Kasar Interaksi antara jenis rumput dengan pemberian dolomit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap serat kasar daun rumput. Serat kasar daun seperti yang ditampilkan pada Tabel 13 menunjukan rumput raja D0 dan D1 berbeda nyata (P<0,05) terhadap rumput raja D2 dan rumput taiwan D0, D1, dan D2. Rumput raja memberikan respon terhadap pemberian dolomit, namun untuk pemberian dolomit D0 dan D1 tidak berbeda nyata sehingga tidak terlihat pengaruh dolomit jika dibandingkan D0 dengan D1. Tabel 13. Serat Kasar Daun (%) D0 (0 ton/ha) 27,70±0,69 a 25,45±0,60 b 26,58±0,64 D1 (12,5 ton/ha) 27,78±0,58 a 24,62±0,79 b 26,20±0,68 D2 (25 ton/ha) 25,06±1,72 b 25,90±0,76 b 25,48±1,24 26,85±1,00 25,33±0,72 26,09±0,86 pada taraf uji 5%. Hasil Analisis Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (2012) Adanya peningkatan serat kasar rumput raja selain karena respon terhadap pemberian dolomit, juga dimungkingkan karena pemanenan rumput (11 MST) sudah 29
14 memasuki fase generatif yaitu pada 10 MST, sehingga terjadi peningkatan serat kasar daun. Serat kasar erat hubungannya dengan umur tanaman. Semakin tua umur tanaman, maka serat kasar akan meningkat. Nilai serat kasar ini akan berbanding terbalik dengan protein kasar. Jika serat kasar meningkat, maka protein kasar tanaman akan menurun dan begitu pula sebaliknya (Hindratiningrum, 2010). Kandungan Kalsium (Ca) Dolomit merupakan kapur yang mengandung kalsium dan magnesium dengan rumus kimia CaMg(CO 3 ) 2. Dolomit dapat memperbaiki kemasaman tanah serta menekan jumlah aluminium (Al) dalam tanah sehingga dalam jumlah yang tidak meracuni tanaman. Hasil analisis tanah yang telah dilakukan ph tanah latosol sebesar 5,59 dengan kandungan aluminium sebesar 0,03 me/100 g. Nilai ph tanah ini bersifat masam, namun untuk kandungan aluminium sangat rendah sehingga tidak bersifat racun bagi tanaman. Selain untuk meningkatkan ph tanah, dolomit juga digunakan untuk meningkatkan kandungan kalsium dan magnesium tanah. Pengecekan ph akhir juga dilakukan setelah panen. Untuk masing-masing perlakuan D0, D1, dan D2 nilai ph-nya adalah 6,09, 6,70, dan 7,28. Hasil analisis ph tanah menunjukan adanya peningkatan ph tanah dengan adanya pemberian dolomit. Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukan pemberian dolomit berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap ph H 2 0, P tersedia, Ca-dd, Mg-dd, dan Zn serta sangat nyata (P<0,01) menurunkan Al-dd, Mn, dan serapan K (Sarkad, 1986). Hasil yang didapat membuktikan dolomit berhasil mengurangi kemasaman tanah. Jika dilihat dari hasil analisis tanah, kandungan mineral kalsium tanah latosol setelah pemberian dolomit adalah 9,38 me/100 g. Kandungan kalsium tanah latosol ini bila dibandingkan dari hasil analisis tanah latosol tanpa pemberian dolomit oleh Feniara (1999) yaitu 2,10 me/100 g sangat meningkat. Interaksi jenis rumput dengan dolomit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan kalsium daun. Rumput raja D2 dan rumput taiwan untuk semua perlakuan dolomit berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap rumput raja D0 dan D1. Perbedaan ini disebabkan karena rumput taiwan sangat responsif terhadap pemberian dolomit khususnya kandungan kalsiumnya. Penambahan unsur yang mengandung kalsium ini cepat diserap oleh rumput sehingga terjadi peningkatan kandungan kalsium daun. Jika untuk produktivitas 30
15 pemberian dolomit pada taraf D2 dinilai berlebihan, akan tetapi untuk peningkatan kandungan kalsium memberikan pengaruh yang baik untuk kedua jenis rumput. Banyaknya jumlah kalsium yang tersedia dari dolomit untuk taraf dolomit D2 memudahkan akar untuk menyerap kalsium lebih banyak. Hasil analisis kandungan kalsium daun yang tersaji pada Tabel 14 memperlihatkan bahwa rumput taiwan sangat respon terhadap keberadaan kalsium sehingga kandungan kalsium rumput taiwan lebih tinggi daripada rumput raja. Berdasarkan hasil ini dapat dimungkinkan sebagai pertimbangan pengembangan rumput taiwan di Indonesia sebagai salah satu hijauan pakan secara komersil. Rumput dengan kandungan kalsium yang tinggi dapat digunakan sebagai hijauan pakan khususnya untuk ternak perah. Tabel 14. Kandungan Kalsium Daun (%) D0 (0 ton/ha) 0,103±0,012 b 0,120±0,006 a 0,111±0,009 D1 (12,5 ton/ha) 0,097±0,007 b 0,137±0,003 a 0,117±0,005 D2 (25 ton/ha) 0,123±0,009 a 0,133±0,013 a 0,128±0,011 0,108±0,009 0,130±0,007 0,119±0,008 pada taraf uji 1% Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan (2012) Kandungan Magnesium (Mg) Soepardi (1983) menyatakan bahwa pemberian dolomit selain dapat meningkatkan kandungan kalsium, juga dapat meningkatkan kandungan magnesium. Hasil analisis kandungan magnesium tanah yang mendapat perlakuan dolomit adalah 3,73 me/100 g. Kandungan magnesium ini meningkat bila dibandingkan dari hasil analisis tanah latosol yang dilakukan pada tanah latosol tanpa pengapuran yaitu 0,76 me/100 g (Feniara, 1999). Kandungan mineral tanah latosol meningkat karena adanya penambahan dolomit. Hal ini sesuai dengan pendapat Soepardi (1983) bahwa dolomit berfungsi untuk meningkatkan kandungan magnesium tanah. 31
16 Interaksi antara jenis rumput dengan pemberian dolomit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan magnesium daun rumput. Rumput raja untuk semua perlakuan dolomit berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap rumput taiwan untuk semua perlakuan dolomit. Rumput raja mampu menyerap ketersediaan magnesium oleh dolomit lebih cepat, sehingga kandungan magnesium daunnya lebih tinggi. Hasil yang didapat untuk perlakuan dolomit D0, D1, dan D2 tidak berbeda nyata. Tidak adanya perbedaan perlakuan tanpa (D0) dan dengan pemberian dolomit (D1 dan D2) untuk kedua jenis rumput dikarenakan akar belum menyerap magnesium sepenuhnya, sehingga kandungan magnesiumnya tidak berbeda nyata. Kandungan magnesium daun ditampilkan pada Tabel 15. Tabel 15. Kandungan Magnesium Daun (%) D0 (0 ton/ha) 0,100±0,045 a 0,057±0,047 b 0,078±0,046 D1 (12,5 ton/ha) 0,143±0,007 a 0,020±0,000 b 0,081±0,003 D2 (25 ton/ha) 0,093±0,037 a 0,020±0,000 b 0,056±0,018 0,112±0,030 0,032±0,016 0,072±0,022 pada taraf uji 1% Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan (2012) Reaksi dolomit yang lambat menyebabkan lamanya proses penyerapan akar terhadap magnesium. Alternatif untuk pemberian dolomit pada tanah adalah pemberian dolomit yang umumnya diaplikasikan pada daerah permukaan tanah saja, sebaiknya diberi lebih dalam mendekati zona akar agar lebih efektif dan mempercepat penyerapan mineral oleh akar (Yost dan Ares, 2007). Penelitian oleh Zein et al. (1993) terhadap rumput raja yang ditanam pada tanah latosol dengan pemberian dolomit dan urea menunjukan peningkatan kandungan kalsium dan magnesium rumput. Pemotongan yang mempertimbangkan pemanenan dengan beberapa tahap panen dan pengaturan interval panen memberikan pengaruh terhadap peningkatan produksi dan kualitas rumput (Hindratiningrum, 2010). 32
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengapuran pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dolomit yang memiliki 60 mesh. Hasil analisa tanah latosol sebelum diberi dolomit dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Rumput Raja Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)
TINJAUAN PUSTAKA Rumput Raja (Pennisetum purpureum Schumach x Pennisetum typhoides Burm.) Rumput raja merupakan hasil persilangan antara rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumach) dengan Pennisetum typhoides
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai
TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai nama antara lain: Elephant grass, Napier grass, Uganda
Lebih terperinciAD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HMT FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KUALITAS HMT ADALAH : 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3.
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut
20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh
Lebih terperinciPUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA
PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur UNSUR
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan terhadap jumlah anakan rumput Gajah mini Pennisetum
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Anakan Hasil pengamatan terhadap jumlah anakan rumput Gajah mini Pennisetum purpureum schumach (R 1 ), rumput Setaria spachelata (R 2 ), rumput Brachiaria brizantha (R 3 ),
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien
Lebih terperinciMETODE. Lokasi dan Waktu. Materi
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Interval Pemanenan (cm) H 30 H 50 H 60
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Tinggi Tiap Minggu Pertambahan tinggi tanaman mempengaruhi peningkatan jumlah produksi. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa perlakuan pemupukan dan perlakuan interval
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manis dapat mencapai ton/ha (BPS, 2014). Hal ini menandakan bahwa
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) atau sweet corn ialah salah satu tanaman pangan yang mempunyai prospek penting di Indonesia. Hal ini disebabkan jagung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hasilkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan pakan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penting dalam peningkatan usaha peternakan adalah pakan. Kekurangan pakan, dapat menyebabkan rendahnya produksi ternak yang di hasilkan. Oleh karena
Lebih terperinciPUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA
PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN DOLOMIT TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS RUMPUT RAJA DAN RUMPUT TAIWAN PADA TANAH LATOSOL CIAMPEA BOGOR
PENGARUH PEMBERIAN DOLOMIT TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS RUMPUT RAJA DAN RUMPUT TAIWAN PADA TANAH LATOSOL CIAMPEA BOGOR SKRIPSI SELVINA MUTIARA MANALU DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk
Lebih terperinciBAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang
Lebih terperinciLAJU PERTUMBUHAN DAN LAJU ASIMILASI BERSIH RUMPUT GAJAH DARI LETAK TUNAS STEK YANG BERBEDA DENGAN BEBERAPA DOSIS PUPUK NITROGEN SKRIPSI.
LAJU PERTUMBUHAN DAN LAJU ASIMILASI BERSIH RUMPUT GAJAH DARI LETAK TUNAS STEK YANG BERBEDA DENGAN BEBERAPA DOSIS PUPUK NITROGEN SKRIPSI Oleh SAVITRI SARI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS DIPONEGORO S E
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah
TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea, L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang tanah
Lebih terperinci4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman
PUPUK Out line 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman 4. Jenis pupuk 5. Proses pembuatan pupuk 6. Efek penggunaan pupuk dan lingkungan Definisi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah
20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur terhadap Sifat Kimia Tanah Pengaplikasian Electric furnace slag (EF) slag pada tanah gambut yang berasal dari Jambi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan
Lebih terperinciJURNAL SAINS AGRO
JURNAL SAINS AGRO http://ojs.umb-bungo.ac.id/index.php/saingro/index e-issn 2580-0744 KOMPONEN HASIL DAN HASIL KACANG TANAH TERHADAP PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI DAN DOLOMIT DI TANAH MASAM JENIS ULTISOL
Lebih terperinciBAHAN METODE PENELITIAN
BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian
Lebih terperincirv. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi
Lebih terperinciPengaruh Pemberian Pupuk Cair Terhadap Produksi Rumput Gajah Taiwan (Pennisetum Purpureum Schumach)
Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Terhadap Produksi Rumput Gajah Taiwan (Pennisetum Purpureum Schumach) Muhakka 1), A. Napoleon 2) dan P. Rosa 1) 1) Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM. Sedangkan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan kedelai 25 sampai 30 c
PEMBAHASAN UMUM Aqroklimat Tatas Hasil identifikasi dan interpretasi agroklimat ber- dasarkan pengamatan unsur-unsur iklim mulai tahun 1981 sampai dengan tahun 1990 menunjukkan bahwa Kebun Percobaan Unit
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk),
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Selada Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk), khususnya dalam hal bentuk daunnya. Tanaman selada cepat menghasilkan akar tunggang diikuti
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Padi Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung atau ruang kosong. Panjang tiap ruas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pemupukan
TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang
Lebih terperinciBAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Peubah yang diamati dalam penelitian ini ialah: tinggi bibit, diameter batang, berat basah pucuk, berat basah akar, berat kering pucuk, berak kering akar, nisbah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung merupakan tanaman serealia yang menjadi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Blast Furnace Slag dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 4.1.1. ph Tanah dan Basa-Basa dapat Dipertukarkan Berdasarkan Tabel 3 dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berasal dari hijauan dengan konsumsi segar per hari 10%-15% dari berat badan,
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan produktivitas ternak ruminansia, diperlukan ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan, baik secara kualitas maupun kuantitas secara berkesinambungan.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, diantaranya tanaman buah, tanaman hias dan tanaman sayur-sayuran. Keadaan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. untuk dikembangkan di Indonesia, baik sebagai bunga potong maupun tanaman
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek merupakan salah satu komoditas tanaman hias yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia, baik sebagai bunga potong maupun tanaman dalam pot. Dari ribuan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian
Lebih terperinciKetersediaan pakan khususnya pakan hijauan masih merupakan kendala. yang dihadapi oleh para peternak khususnya pada musim kemarau.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan masih merupakan kendala yang dihadapi oleh para peternak khususnya pada musim kemarau. Pemanfaatan lahan-lahan yang kurang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi
Lebih terperinciPENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan
Lokakarya Fungsional Non Peneliri 1997 PENGEMBANGAN TANAMAN ARACHIS SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK Hadi Budiman', Syamsimar D. 1, dan Suryana 2 ' Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jalan Raya Pajajaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. faktor penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dilihat dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman merupakan faktor penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dilihat dari manfaat unsur hara bagi tanaman,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam peningkatan gizi masyarakat Indonesia. Hal tersebut didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diolah menjadi makanan seperti kue, camilan, dan minyak goreng. kacang tanah dari Negara lain (BPS, 2012).
16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu sumber protein nabati yang penting karena mempunyai kandungan protein yang relatif tinggi. Manfaat yang dapat
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas
24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan September 2012 sampai bulan Januari 2013. 3.2 Bahan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat alternatif karena memiliki kandungan karbohidrat dan kalori yang cukup tinggi.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis sidaik ragam yang ditunjukkan pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa jarak tanam dan interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki areal lahan perkebunan kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal perkebunan kelapa sawit yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi 4.1.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST masingmasing perlakuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman. Bahan tersebut dapat berasal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman. Bahan tersebut dapat berasal dari organik maupun anorganik yang diperoleh secara
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 Juli 2011. Pengambilan sampel urin kambing Kacang dilakukan selama bulan Oktober Desember 2010 dengan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Sub-divisi: Angiospermae,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk
Lebih terperinciIV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan hasil sidik ragam
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).
4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Akar kedelai terdiri atas akar tunggang, lateral, dan serabut. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m pada kondisi yang optimal, namun umumnya hanya
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret 2010 sampai dengan bulan Maret 2011. Pengambilan sampel urin kambing Etawah dilakukan pada bulan Maret sampai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. D. cinereum (nama lainnya Desmodium rensonii) merupakan tanaman
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desmodium cinereum D. cinereum (nama lainnya Desmodium rensonii) merupakan tanaman semak tegak berumur pendek, tinggi tanaman sekitar 1-3 m. Daun biasanya agak tebal, bulat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan
Lebih terperinci(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan substansi / bahan yang mengandung satu atau lebih zat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk mengandung zat zat yang dibutuhkan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Bibit (cm) Dari hasil sidik ragam (lampiran 4a) dapat dilihat bahwa pemberian berbagai perbandingan media tanam yang berbeda menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sayur yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Harga tanaman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi (Brassica juncea, L.) merupakan kelompok tanaman sayur yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Harga tanaman sawi yang murah dan kandungan nutrisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Variabel Pengamatan Pertumbuhan Kubis
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Variabel Pengamatan Pertumbuhan Kubis Parameter yang diamati pada hasil pertumbuhan tanaman kubis terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, diameter
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertambangan Pasir Besi Pasir besi merupakan bahan hasil pelapukan yang umum dijumpai pada sedimen disekitar pantai dan tergantung proses sedimentasi dan lingkungan pengendapan
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum
Lebih terperinci