IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang merupakan hasil kegiatan tambang terdahulu terhampar luas di sepanjang pantai tersebut. Usaha reklamasi lahan ini telah dilakukan dengan penanaman ketapang laut dengan jarak tanam 10 x 10 meter, namun dalam perkembangannya rata-rata tanaman ini tumbuh kurang normal. Kondisi ekstrim pada lahan (Gambar 2) seperti tekstur tanah pasir, air tanah yang sulit dijangkau oleh akar, suhu udara dan tanah yang tinggi, kecepatan angin laut yang tinggi serta hama tanaman membutuhkan upaya yang lebih keras dalam proses pemulihan kondisi lahan ini. (a) (b) (c) (d) Gambar 2. Kondisi lahan akibat kegiatan penambangan tambang pasir besi, (a) belum dimanfaatkan, (b) dimanfaatkan penduduk untuk beternak ikan, (c) dan (d) bagian lahan yang sudah diratakan dan ditanami ketapang. Kredit foto (a) dan (b) oleh Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc.

2 15 Salah satu upaya yang dilakukan dalam mengatasi ketersediaan air yang terbatas di lahan pasir adalah dengan penyiraman air secara manual. Penyiraman air dilakukan dengan menggunakan pompa air, dan menarik air tanah dari dalam sumur-sumur buatan, kemudian menyambungkan pipa-pipa air panjang dan berpindah-pindah sesuai lokasi sumur. Karakteristik tanah di lahan bekas penambangan pasir besi disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis tanah awal menunjukkan nilai ph yang tinggi mendekati netral. Kadar C-organik, N-total dan KTK tergolong sangat rendah. Kation-kation basa seperti K +, Na +, Ca 2+ dan Mg 2+ tergolong rendah. Hasil analisis tanah awal ini menunjukkan kondisi tanah di lahan bekas penambangan pasir memiliki karakteristik sifat kimia tanah yang buruk dan tidak mendukung untuk pertumbuhan tanaman yang baik. Tabel 1. Analisis karakteristik tanah awal Parameter Satuan Nilai ph 6,78 C-organik % 0,01 N-total % 0,001 C/N 10 KTK me/100gr 0,96 K me/100gr 0,05 Na me/100gr 0,66 Ca me/100gr 0,06 Mg me/100gr 0,03 Fe ppm 30,9 Mn ppm 11,3 Cu ppm 0,70 Zn ppm 0,50 EC (µs/cm) 7,73 Tekstur tanah Pasir % 95,45 Debu % 2,79 Liat % 1,76 Hasil analisis tekstur tanah awal (Tabel 1) menunjukkan tekstur tanah didominasi oleh partikel pasir sebesar %. Kondisi ini menyebabkan tanah menjadi sangat porous dan kemampuan untuk menahan air sangat rendah. Selain

3 16 itu, kadar liat yang sangat rendah menyebabkan tanah sangat sulit untuk menjerap unsur-unsur hara yang diberikan sehingga ketersediaannya sangat rendah Produksi Biomassa Pemanenan biomassa terbagi menjadi dua tahap, panen pertama dilakukan pada minggu ke-12 (4 Juni 2010) dan panen kedua dilakukan pada minggu ke-18 (14 Juli 2010). Setelah pemanenan tahap pertama, tanaman dirawat dan dipelihara kembali untuk panen tahap selanjutnya. Pada penelitian ini, pemanenan biomassa hanya dapat dilakukan pada tanaman utama koro benguk dan rumput gajah. Jenis tanaman flemingia dan kaliandra nampaknya kurang cocok dengan kondisi lahan yang ada. Hal ini terlihat dari pertumbuhan tanaman kaliandra dan flemingia yang terhambat, sehingga pada saat panen pertama maupun panen kedua (minggu ke-12 dan ke-18) tanaman tersebut masih belum bisa menghasilkan biomassa untuk dipanen. Oleh sebab itu produksi biomassa dan serapan hara tanaman kaliandra dan flemingia untuk selanjutnya tidak dibahas lebih dalam. Hasil pemanenan biomassa tanaman tahap pertama (Tabel 2) menunjukkan produksi biomassa tertinggi dihasilkan oleh perlakuan keempat yaitu antara tanaman rumput gajah dan kaliandra. Perlakuan keempat (Gambar 3) memiliki jumlah rata-rata berat basah ton/ha dan berat kering 7.22 ton/ha tertinggi dibandingkan dengan perlakuan kedua dan ketiga, yang memiliki tanaman utama rumput gajah. Kandungan kadar air tanaman untuk keseluruhan perlakuan tanaman utama rumput gajah tidak berbeda nyata. Kadar air tanaman tertinggi dimiliki oleh rumput gajah di perlakuan kedua sebesar %. Pada perlakuan dengan tanaman utama koro benguk, maka perlakuan kelima yaitu tanaman koro benguk dan flemingia (Gambar 3) menghasilkan produksi biomassa tertinggi dibandingkan perlakuan pertama dan keenam. Perlakuan ini menghasilkan berat basah 7.64 ton/ha dengan berat kering 1.61 ton/ha. Kandungan kadar air untuk keseluruhan perlakuan tanaman utama koro benguk tidak berbeda nyata. Kadar air tanaman tertinggi dimiliki oleh koro benguk di perlakuan tanaman kelima sebesar %.

4 17 Tabel 2. Hasil produksi biomassa pada pemanenan tanaman tahap pertama Perlakuan Jenis Tanaman Berat Basah (ton/ha) Berat Kering (ton/ha) Kadar Air (%) 1 Koro Benguk Rumput Gajah Rumput Gajah dan Flemingia* Rumput Gajah dan Kaliandra* Koro Benguk dan Flemingia* Koro Benguk dan Kaliandra* Keterangan : *analisis hanya pada tanaman utama (a) (b) (c) (d) Gambar 3. Kondisi tanaman di petak perlakuan keempat (a) sebelum dan (b) sesudah dipanen, kondisi tanaman di petak perlakuan kelima (c) sebelum dan (d) sesudah dipanen. Hasil pemanenan tanaman tahap pertama ditimbun di dalam saluransaluran di samping tanaman tersebut dengan kedalaman + 20 cm. Kondisi ini mendukung ketersediaan air yang lebih lama di sekitar perakaran tanaman. Pemanenan tanaman dilakukan dengan memperhatikan batas titik tumbuh

5 18 tanaman koro benguk maupun rumput gajah agar tanaman dapat tumbuh kembali untuk tahap pemanenan selanjutnya. Setelah panen pertama dilakukan, tanaman dapat tumbuh kembali bahkan pada rumput gajah pertumbuhan tanaman berlangsung lebih cepat dibandingkan saat penanaman awal (Gambar 4). Perawatan dilakukan dengan penyiraman serta pemupukan 1/3 dosis awal untuk membantu pertumbuhan kembali tanaman yang lebih cepat. (a) (b) (c) Gambar 4. Berbagai kondisi tanaman rumput gajah umur satu minggu setelah panen pertama. Hasil pemanenan biomassa tanaman tahap kedua (Tabel 3) menunjukkan produksi biomassa tertinggi dihasilkan oleh perlakuan ketiga yaitu tanaman rumput gajah dan flemingia. Perlakuan ketiga memiliki jumlah rata-rata berat basah 8.10 ton/ha dan berat kering 1.21 ton/ha tertinggi dibandingkan dengan perlakuan kedua dan keempat, yaitu perlakuan dengan tanaman utama rumput gajah. Kandungan kadar air tanaman untuk seluruh perlakuan tanaman utama rumput gajah tidak berbeda nyata. Kadar air tanaman tertinggi dimiliki oleh rumput gajah di perlakuan kedua sebesar %. Pada perlakuan tanaman utama koro benguk hasil produksi tertinggi terlihat di perlakuan pertama dengan berat basah 2.76 ton/ha dan berat kering 0.59 ton/ha. Kadar air tanaman tertinggi juga dihasilkan oleh koro benguk di perlakuan pertama sebesar %.

6 19 Tabel 3. Hasil produksi biomassa pada pemanenan tanaman tahap kedua Perlakuan Jenis Tanaman Berat Basah (ton/ha) Berat Kering (ton/ha) Kadar Air (%) 1 Koro Benguk Rumput Gajah Rumput Gajah dan Flemingia* Rumput Gajah dan Kaliandra* Koro Benguk dan Flemingia* Koro Benguk dan Kaliandra* Keterangan : *analisis hanya pada tanaman utama Perbedaan yang nyata terlihat dari jumlah biomassa yang dihasilkan pada panen pertama dan kedua. Pemanenan pertama menghasilkan jumlah biomassa yang jauh lebih tinggi daripada pemanenan kedua. Hal ini dikarenakan waktu tumbuh sebelum pemanenan pertama lebih lama daripada waktu untuk pemanenan kedua. Panen pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 12 minggu sedangkan panen kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 18 minggu, sehingga terdapat perbedaan waktu selama enam minggu untuk waktu pertumbuhannya. Dalam selang waktu yang lebih lama ini, tanaman memiliki kesempatan untuk menyerap air dan unsur hara, menangkap cahaya untuk fotosintesis dan bertumbuh lebih banyak. Pada rumput gajah walaupun biomassa yang dihasilkan lebih sedikit pada pemanenan kedua namun anakan atau tunastunas baru telah bertambah jauh lebih banyak daripada saat penanaman awal yang hanya berasal dari satu stek batang. Laju pertumbuhan tanamanpun berlangsung lebih cepat karena hanya dalam waktu satu minggu tanaman sudah mampu tumbuh kembali rata-rata setinggi + 20 cm. Hal ini memperlihatkan potensi rumput gajah sebagai tanaman yang cepat menghasilkan biomassa. Hasil biomassa pada tanaman koro benguk juga lebih sedikit daripada pemanenan pertama. Hal ini karena setelah pemanenan pertama banyak tanaman yang sulit untuk dapat tumbuh kembali, daun-daun menjadi lebih sedikit, cadangan air berkurang, tanaman kemudian menjadi kekeringan, layu dan mati. Berbeda dengan rumput gajah yang berkembang dengan menghasilkan anakan-anakan, tanaman koro benguk tumbuh merambat, dan menghasilkan bunga dan buah untuk perkembangannya. Rumput gajah yang dipotong menghasilkan tunas-tunas

7 20 baru yang segera tumbuh kembali. Sedangkan koro benguk yang jika tidak hatihati dalam pemotongannya, maka daun-daun muda akan sulit untuk tumbuh kembali. Kadar air rumput gajah pada pemanenan kedua lebih tinggi daripada pemanenan tahap pertama, sedangkan pada koro benguk relatif hanya mengalami perubahan yang tidak nyata. Rumput gajah menghasilkan anakan-anakan yang tumbuh dengan cepat setelah pemanenan pertama. Penyerapan dan penyimpanan air di tubuh tanaman menjadi lebih tinggi. Namun karena waktu yang lebih singkat dibandingkan panen pertama, anakan-anakan rumput gajah ini belum mampu membentuk tubuh tanaman yang lebih berbobot. Pada koro benguk kadar air relatif tidak berubah. Tanaman ini memiliki kadar air yang tinggi di mana air tersimpan di batangnya yang merambat serta daun-daun yang lebar. Tanamantanaman yang memiliki kadar air yang tinggi cocok sebagai sumber pakan namun kurang baik sebagai sumber bahan organik tanah. Karena jika dihitung sebagai sumber bahan organik maka penghitungan bobotnya adalah berdasarkan bobot kering tanaman. Tanaman dengan bobot kering yang tinggi mampu menyumbangkan lebih banyak bahan organik di suatu lahan sehingga akan lebih berperan dalam peningkatan kadar bahan organik di lahan tersebut. Jika dilihat dari hasil biomassa total (Tabel 4), maka perlakuan tanaman yang menunjukkan produksi biomassa total tertinggi adalah perlakuan keempat (rumput gajah dan kaliandra) dengan berat basah sebesar ton/ha dan berat keringnya 8.32 ton/ha dalam waktu 18 minggu. Untuk tanaman utama koro benguk, produksi tertinggi dihasilkan perlakuan kelima (koro benguk dan flemingia) dengan berat basah sebesar 9.60 ton/ha dan berat keringnya 2.13 ton/ha dalam waktu 18 minggu. Produksi biomassa tanaman secara keseluruhan dihasilkan dalam kurun waktu 18 minggu. Jika kemampuan pertumbuhan tanaman dianggap sama dan dapat dilakukan empat kali pemanenan selama satu tahun maka jumlah biomassa yang dapat dihasilkan untuk tanaman rumput gajah adalah 28,88 ton/ha bahan kering dan pada koro benguk 6,44 ton/ha bahan kering.

8 21 Tabel 4. Hasil produksi biomassa total Perlakuan Jenis Tanaman Berat Basah Berat Kering (ton/ha) (ton/ha) 1 Koro Benguk Rumput Gajah Rumput Gajah dan Flemingia* Rumput Gajah dan Kaliandra* Koro Benguk dan Flemingia* Koro Benguk dan Kaliandra* Keterangan : *analisis hanya pada tanaman utama Biomassa koro benguk tergolong rendah jika dibandingkan dengan literatur yang ada sedangkan pada rumput gajah tergolong sesuai. Menurut Ardiyanto (2009) jenis kacangan seperti koro benguk dapat menghasilkan biomassa sekitar 15 ton berat kering/ha/tahun. Tanaman ini juga mempunyai kadar selulosa paling rendah (31.14%), namun kadar ligninnya cukup besar yaitu 12.08% (Nurida et al., 2007). Sementara menurut Anonim (2009) rumput gajah mampu menghasilkan ton/ha bahan kering tiap tahun. Lingkungan tumbuh tanaman menjadi faktor yang menentukan dalam penelitian ini. Di dalam penelitian-penelitian lain dimungkinkan tanaman mendapatkan cukup suplai bahan organik serta kondisi fisik dan kimia tanah yang umum ditemui. Berbeda dengan lingkungan tumbuh dalam penelitian ini yang dapat digolongkan ke dalam kondisi ekstrim, dimana lahan sangat miskin akan bahan organik serta kondisi fisiknya yang bertekstur dominan pasir dan kesuburan awalnya yang rendah. Hal inilah yang membatasi pertumbuhan tanaman sehingga sangat berpengaruh terhadap jumlah biomassa total yang dihasilkan. Hasil biomassa yang rendah ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor di lapang, seperti defisiensi hara, kerusakan karena angin laut dan serangan hama. Indikasi defisiensi hara terlihat dari adanya gejala perubahan pada daun tanaman yang terlihat menguning (Gambar 5). Daun-daun yang terlihat menguning menunjukkan gejala kekurangan nitrogen dalam pertumbuhan tanaman. Hal ini terjadi karena tingkat pencucian hara yang tinggi pada jenis tanah pasir. Selain itu juga dari kondisi awal lahan yang memang memiliki ketersediaan hara yang rendah. Pupuk yang diberikan mudah tercuci dan hilang dari zona perakaran pada saat penyiraman atau hujan, bahkan untuk urea dapat

9 22 lebih mudah hilang karena suhu yang tinggi. Kurangnya bahan organik menjadi salah satu penyebab ketidakmampuan tanah untuk menjerap dan mempertahankan unsur hara. Ketersediaan unsur hara sangat menentukan baik buruknya pertumbuhan tanaman, sehingga kekurangan hara akan berpengaruh pada penurunan jumlah biomassa yang dihasilkan. (a) (b) (c) Gambar 5. Berbagai kondisi tanaman koro benguk menunjukkan gejala defisiensi hara. Kondisi ekstrim yang ada di lahan percobaan ternyata tetap memungkinkan hama lokal untuk bertahan hidup. Serangan yang terjadi terutama hama ulat daun, ulat tanah dan belalang. Serangan hama mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada tubuh tanaman seperti daun, batang serta akar (Gambar 6). Kondisi tersebut menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi tidak maksimal, sehingga kemudian akan berpengaruh terhadap penurunan jumlah biomassa. (a) (b) Gambar 6. Gejala-gejala kerusakan tanaman koro benguk karena hama ulat. Pada peralihan antara bulan Mei dan Juni 2010, angin laut bertiup lebih kencang dari biasanya. Hal ini dirasakan sangat berpengaruh terhadap

10 23 pertumbuhan tanaman. Saat itu daun-daun berubah warna menjadi kuning, kering dan layu (Gambar 7). Angin dari laut memiliki kelembaban yang tinggi dan dimungkinkan memiliki salinitas yang tinggi pula. Hal inilah yang diperkirakan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman. Kerusakan karena angin inipun berpengaruh terhadap jumlah biomassa yang dihasilkan tanaman. (a) (b) (c) Gambar 7. Berbagai kerusakan pada tanaman karena pengaruh angin laut, (a) dan (b) pada koro benguk; (c) pada rumput gajah Selain pengaruh-pengaruh di atas, kondisi lahan yang merupakan hasil timbunan-timbunan pasir menyebabkan ketidakseragaman sifat dari lahan ini. Sifat heterogen ini kemudian mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam pertumbuhan tanaman. Misalnya satu tanaman dapat tumbuh dengan baik dan memiliki ukuran yang normal, namun di lokasi yang berbeda tanaman yang sama mengalami gangguan pertumbuhan sehingga ukuran tanaman lebih kecil atau tidak normal dan bahkan dapat mengakibatkan kematian tanaman (Gambar 8). (a) (b) (c) Gambar 8. Berbagai kondisi gangguan pertumbuhan pada tanaman koro benguk.

11 Kandungan dan Serapan N pada Setiap Kombinasi Tanaman Hasil analisis N-total pada tanaman (Tabel 5) menunjukkan tanaman yang memiliki kandungan N tertinggi pada pemanenan pertama dan kedua adalah koro benguk. Pada panen pertama serapan N tertinggi dihasilkan pada koro benguk di perlakuan kelima kg/ha dan pada panen kedua serapan tertinggi dihasilkan koro benguk di perlakuan pertama kg/ha. Hal ini sejalan dengan Buckles et al. (1998) yang menyatakan bahwa jenis legum pada umumnya memiliki potensi untuk memperbaiki siklus N melalui hubungan simbiosis dengan mikroorganisme tanah. Nitrogen diubah oleh bakteri bintil akar tanaman menjadi bentuk yang lebih tersedia yang tersimpan dalam daun, rambatan dan benih, menjadikan tanaman ini sumber N yang efisien. Kadar N pada keseluruhan tanaman tergolong rendah, dimana rata-rata nilainya di bawah 2 %. Pada panen pertama rumput gajah, kadar N tertinggi dihasilkan pada rumput gajah di perlakuan kedua 0.80 % dan pada panen kedua dihasilkan rumput gajah di perlakuan ketiga sebesar 1.17 %. Peningkatan kadar ini dapat disebabkan perkembangan akar tanaman yang lebih baik sampai pada panen kedua, sehingga serapan nitrogen pada tanamanpun dapat meningkat. Untuk serapan N tertinggi pada pemanenan pertama tanaman rumput gajah dihasilkan di perlakuan keempat sebesar kg/ha dan pada panen kedua dihasilkan oleh tanaman rumput gajah di perlakuan ketiga sebesar kg/ha. Tabel 5. Kadar dan serapan N rata-rata pada setiap perlakuan tanaman Panen Pertama Panen Kedua Perlakuan Jenis Tanaman Serapan N Serapan N % N % N (kg/ha) (kg/ha) 1 Koro Benguk Rumput Gajah Rumput Gajah dan Flemingia* Rumput Gajah dan Kaliandra* Koro Benguk dan Flemingia* Koro Benguk dan Kaliandra* Keterangan : *analisis hanya pada tanaman utama

12 25 Tanaman koro benguk yang tergolong jenis legum seharusnya mampu menghasilkan kadar N yang lebih tinggi lagi. Nilai N yang rendah ini dapat disebabkan karena kekurangan hara pada saat pertumbuhan tanaman, sehingga perkembangan bintil akar terhambat dan sulit untuk tumbuh, atau dapat tumbuh namun tidak aktif menangkap N di udara seperti tanaman legum pada umumnya Kandungan dan Serapan P pada Setiap Kombinasi Tanaman Kandungan P pada tanaman rumput gajah maupun koro benguk tergolong rendah (Tabel 6). Pada panen pertama kandungan dan serapan P tertinggi dihasilkan oleh tanaman rumput gajah di perlakuan kedua sebesar 0.27 % dengan serapan kg/ha. Pada tanaman utama koro benguk, kandungan dan serapan P tertinggi dihasilkan di perlakuan pertama sebesar 0.14 % dengan serapan sebesar 1.65 kg/ha. Kandungan dan serapan P tertinggi pada panen kedua untuk tanaman rumput gajah juga dihasilkan di perlakuan kedua sebesar 0.11 % dengan serapan 1.23 kg/ha. Sedangkan pada tanaman koro benguk dihasilkan di perlakuan kelima yaitu sebesar 0.22 % namun serapan tertinggi dihasilkan oleh tanaman koro benguk di perlakuan pertama sebesar 1.14 kg/ha. Nilai kandungan dan serapan P yang rendah ini dapat disebabkan karena unsur P yang diberikan melalui pupuk belum terjerap di tanah dengan baik. Hal ini menyebabkan ketersediaan unsur P di dalam tanah sangat rendah dan tidak efektif diserap oleh tanaman. Tabel 6. Kadar dan serapan P rata-rata pada setiap perlakuan tanaman Panen Pertama Panen Kedua Perlakuan Jenis Tanaman Serapan Serapan % P % P P (kg/ha) P (kg/ha) 1 Koro Benguk Rumput Gajah Rumput Gajah dan Flemingia* Rumput Gajah dan Kaliandra* Koro Benguk dan Flemingia* Koro Benguk dan Kaliandra* Keterangan : * analisis hanya pada tanaman utama

13 Kandungan dan Serapan K pada Setiap Kombinasi Tanaman Hasil analisis K-total pada tanaman (Tabel 7) menunjukkan kandungan K tanaman tertinggi pada pemanenan pertama dihasilkan oleh tanaman rumput gajah di perlakuan kedua sebesar 1.25 %. Pada tanaman utama koro benguk kandungan K tertinggi dihasilkan oleh koro benguk di perlakuan keenam sebesar 0.62 %. Serapan hara tertinggi dihasilkan oleh tanaman rumput gajah di perlakuan ketiga sebesar kg/ha, sedangkan pada tanaman koro benguk dihasilkan di perlakuan kelima sebesar 9.53 kg/ha. Pada pemanenan kedua kandungan dan serapan K tertinggi dihasilkan oleh tanaman rumput gajah pada perlakuan ketiga sebesar 2.22 % dengan serapan sebesar kg/ha. Dan untuk tanaman utama koro benguk, kandungan dan serapan K tertinggi dihasilkan oleh koro benguk di perlakuan kelima sebesar 0.93 % dengan serapannya sebesar 4.83 kg/ha. Tabel 7. Kadar dan serapan K rata-rata pada setiap perlakuan tanaman Perlakuan 1 2 Jenis Tanaman Koro Benguk Rumput Gajah Panen pertama % K Serapan K (kg/ha) Panen kedua % K Serapan K (kg/ha) Rumput Gajah dan Flemingia* Rumput Gajah dan Kaliandra* Koro Benguk dan Flemingia* Koro Benguk dan Kaliandra* Keterangan : *analisis hanya pada tanaman utama Kemampuan tanaman rumput gajah dalam menyerap unsur K sangat tinggi bahkan pada perlakuan ketiga memiliki serapan K yang lebih tinggi daripada jumlah unsur K yang diberikan. Serapan K tertinggi pada rumput gajah di perlakuan ketiga dari panen pertama dan kedua menghasilkan kg/ha (Tabel 7). Nilai serapan ini lebih besar daripada jumlah pupuk KCl yang hanya diberikan dengan dosis 100 kg/ha. Hal ini dimungkinkan karena adanya kandungan unsur K dalam komposisi mineral-mineral yang lapuk pada lahan bekas penambangan

14 27 pasir besi. Kondisi ini menunjukkan lahan tersebut masih memiliki potensi sebagai sumber K bagi tanaman. Biomassa tanaman dengan jumlah terbesar dihasilkan oleh tanaman utama rumput gajah di perlakuan keempat dan tanaman utama koro benguk di perlakuan kelima. Tanaman utama rumput gajah di perlakuan keempat mampu menghasilkan bahan kering sebesar 8.32 ton/ha dalam waktu 18 minggu. Jumlah ini tidak berbeda jauh dengan biomassa rumput gajah di perlakuan ketiga yaitu sebesar 8.11 ton/ha. Namun tanaman rumput gajah di perlakuan keempat memiliki perbandingan kandungan dan serapan N, P, dan K tanaman yang relatif lebih seimbang. Tanaman rumput gajah di perlakuan keempat memiliki perbandingan kandungan NPK (0.79:0.13:1.47). Sedangkan biomassa terbesar untuk tanaman utama koro benguk dihasilkan di perlakuan kelima dengan jumlah bahan kering sebesar 2.13 ton/ha dalam waktu 18 minggu, serta memiliki perbandingan nilai serapan N, P, dan K tanaman yang lebih seimbang yaitu (1.74:0.15:0.76). Tanaman yang mampu memberikan sejumlah besar biomassa dengan kandungan dan nilai serapan hara yang seimbang dapat menjadi pilihan paling efektif dalam memperbaiki kondisi lahan-lahan bekas tambang. Jumlah biomassa yang tinggi mampu menyumbangkan sejumlah besar bahan organik pada lahan bekas tambang yang miskin akan bahan organik. Selain itu, kandungan dan serapan hara yang seimbang dalam biomassa tanaman akan berperan dalam meningkatkan ketersediaan unsur hara pada lahan tersebut.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 2 lokasi penelitian yang digunakan yaitu Harapan dan Inalahi yang terbagi menjadi 4 plot pengamatan terdapat 4 jenis tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada lahan bekas tambang PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM), Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Jawa tengah pada bulan Maret

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Analisis Tanah yang digunakan dalam Penelitian Hasil analisis karakteristik tanah yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 5. Dari hasil analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Penelitian P1(a) P4 (2) P3 (a) P1 (b) P5 (a) P4 (b) P3 (1) P3 (a) P5 (a) P4 (1) P2 (2) P3 (2) P1 (a) P4 (a) P2 (1) P4 (a) P1 (2) P3 (1) P4 (1) P3 (2) P4 (b) P2 (b) P4 (2) P2

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Paremeter pertumbuhan tanaman yang diukur dalam penelitian ini adalah pertambahan tinggi dinyatakan dalam satuan cm dan pertambahan diameter tanaman dinyatakan dalam satuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai arti penting bagi masyarakat. Meskipun disadari bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai April sampai Juni 2010 di Vegetable Garden, Unit Lapangan Darmaga, University Farm, IPB Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian berada pada ketinggian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 Juli 2011. Pengambilan sampel urin kambing Kacang dilakukan selama bulan Oktober Desember 2010 dengan

Lebih terperinci

HASIL PERCOBAAN. C N C/N P K Ca Mg ph Cu Zn Mn (%) (%) ppm Kompos 9,5 0,5 18,3 0,5 0,8 0,6 0,2 7,2 41,9 92,4 921,8 Kompos diperkaya

HASIL PERCOBAAN. C N C/N P K Ca Mg ph Cu Zn Mn (%) (%) ppm Kompos 9,5 0,5 18,3 0,5 0,8 0,6 0,2 7,2 41,9 92,4 921,8 Kompos diperkaya 17 Hasil Analisis Tanah HASIL PERCOBAAN Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tekstur tanah di Kubu Raya didominasi oleh debu dan liat dengan sedikit kandungan pasir. Tanah di Sui Kakap, Kabupaten Kubu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat, tepatnya di Desa Karanglayung dan Desa Narimbang. Secara

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC.

TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC. 3 TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC. Tanaman M. bracteata merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang pertama kali ditemukan di areal hutan Negara bagian Tripura, India Utara, dan telah ditanam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Percobaan dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan, dari bulan April sampai Agustus 2010. Bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai

TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai TINJAUAN PUSTAKA Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai nama antara lain: Elephant grass, Napier grass, Uganda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Selada Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk), khususnya dalam bentuk daunnya. Daun selada bentuknya bulat panjang, daun sering berjumlah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi Sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131- 3-1///IR64

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Radish (Raphanus sativus L) merupakan salah satu tanaman perdu semusim yang

I. PENDAHULUAN. Radish (Raphanus sativus L) merupakan salah satu tanaman perdu semusim yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Radish (Raphanus sativus L) merupakan salah satu tanaman perdu semusim yang berumbi. Dibandingkan dengan sayuran berumbi yang lain, misalnya wortel (Daucus

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan data berbagai variabel yang

BAB III BAHAN DAN METODE. Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan data berbagai variabel yang BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan data berbagai variabel yang dikumpulkan melalui dua percobaan yang telah dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama

Lebih terperinci

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Dalam budi daya jagung perlu memperhatikan cara aplikasi pupuk urea yang efisien sehingga pupuk yang diberikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai September 2012 oleh Septima (2012). Sedangkan pada musim tanam kedua penelitian dilakukan

Lebih terperinci

Agro inovasi. Inovasi Praktis Atasi Masalah Perkebunan Rakyat

Agro inovasi. Inovasi Praktis Atasi Masalah Perkebunan Rakyat Agro inovasi Inovasi Praktis Atasi Masalah Perkebunan Rakyat 2 AgroinovasI PENANAMAN LADA DI LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH Lahan bekas tambang timah berupa hamparan pasir kwarsa, yang luasnya terus bertambah,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari bulan Juni sampai

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari bulan Juni sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jl. H. R. Soebrantas KM.

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur UNSUR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Tanaman tomat diduga berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan terutama Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke Italia, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya. Berdasarkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Rumput Raja Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Rumput Raja Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012) TINJAUAN PUSTAKA Rumput Raja (Pennisetum purpureum Schumach x Pennisetum typhoides Burm.) Rumput raja merupakan hasil persilangan antara rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumach) dengan Pennisetum typhoides

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU Oleh : Sri Utami Lestari dan Azwin ABSTRAK Pemilihan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret 2010 sampai dengan bulan Maret 2011. Pengambilan sampel urin kambing Etawah dilakukan pada bulan Maret sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertambangan Pasir Besi Pasir besi merupakan bahan hasil pelapukan yang umum dijumpai pada sedimen disekitar pantai dan tergantung proses sedimentasi dan lingkungan pengendapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2010. Penanaman kedelai dilakukan pada bulan Mei 2010. Pada bulan tersebut salinitas belum mempengaruhi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 kilogram sayuran per kapita per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dari angka konsumsi

Lebih terperinci

Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit

Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Rumput Jumlah Daun Hasil penghitungan jumlah daun menunjukan terjadinya penurunan rataan jumlah daun pada 9 MST dan 10 MST untuk rumput raja perlakuan D0, sedangkan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian tanaman pangan merupakan sektor pertanian yang memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisik dan Kimia Tanah Berdasarkan hasil analisis fisika dan kimia tempat pelaksanaan penelitian di Desa Dutohe Kecamatan Kabila. pada lapisan olah dengan kedalaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk

I. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman terpenting di Indonesia. Hal ini karena padi merupakan tanaman penghasil beras. Beras adalah makanan pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah gandum dan padi. Di Indonesia sendiri, jagung dijadikan sebagai sumber karbohidrat kedua

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 21 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian experimental ex-situ dilaksanakan pada bulan Januari-Juni 2013 di Laboratorium Alam Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Agustus 2009 di kebun Parungaleng, Cijayanti, Bogor dan Laboratorium Fisika, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani

1.PENDAHULUAN. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani 1.PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu dari program intensifikasi pertanian adalah pemupukan. Pupuk yang banyak digunakan oleh petani adalah pupuk kimia. Dalam memproduksi pupuk kimia dibutuhkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung, yaitu penyemaian benih dan penanaman bawang merah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Jalan Bina Widya KM 12,5 Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru yang berada

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah hutan di Indonesia pada umumnya berjenis ultisol. Menurut Buckman dan Brady (1982), di ultisol kesuburan tanah rendah, pertumbuhan tanaman dibatasi oleh faktor-faktor yang

Lebih terperinci

V1 (II) V3 (II) V5(III) V0(IV) V4(III) V2 (I)

V1 (II) V3 (II) V5(III) V0(IV) V4(III) V2 (I) Lampiran 1. Bagan Percobaan U V4(IV) V5 (II) V1 (II) V3(III) V2 (II) V3 (I) V3 (II) V4 (I) V1(IV) V2(III) V5(III) V0 (II) V0 (I) V4 (II) V0(IV) V2(IV) V5 (I) V1(III) V4(III) V5(IV) V3(IV) V0(III) V2 (I)

Lebih terperinci