STASE ILMU THT LAPORAN KASUS ABSES LEHER DALAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STASE ILMU THT LAPORAN KASUS ABSES LEHER DALAM"

Transkripsi

1 STASE ILMU THT LAPORAN KASUS ABSES LEHER DALAM Nama : Shabrina Sasianti NIM : Pembimbing Rumah Sakit : Dr. Dian Nurul, Sp. THT : RSIJ Pondok Kopi PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA TAHUN 2016 KATA PENGANTAR

2 Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Abses Leher Dalam. Laporan kasus ini penulis ajukan sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan kepanitraan klinik Stase Pediatri di Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta. Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan selanjutnya. Atas selesainya laporan kasus ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Dian Nurul, Sp. THT yang telah memberikan persetujuan dan pembimbingan. Semoga laporan kasus ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi penulis dan para pembaca. Jakarta, Januari 2016 Penulis BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. A

3 Jenis Kelamin Usia : Laki-laki : 50 tahun Tanggal Masuk RS : 11 Januari 2016 II. ANAMNESIS a. Keluhan Utama Leher terasa bengkak b. Keluhan Tambahan Gigi terasa sakit, sulit membuka mulut, sulit makan dan minum c. Riwayat Penyakit Sekarang Leher terasa bengkak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan terjadi pada leher kanan, secara perlahan, semakin memberat, dan menetap. Keluhan disertai sulit gigi terasa sakit, sulit membuka mulut, serta sulit makan dan minum. Keluhan lain seperti mual, muntah, banyak ludah, demam disangkal. Keluhan pada tenggorok seperti terasa nyeri pada tenggorok, nyeri menelan, suara gumam atau suara serak, batuk, terasa dahak yang tertelan, napas berbau, mendengkur saat tidur disangkal. Keluhan pada telinga seperti pendengaran terasa terganggu, tertutup, berdenging, berdenyut, gatal, atau nyeri disangkal. Keluhan pada hidung seperti hidung terasa tersumbat, nyeri, gatal, bersin, keluar ingus, atau tidak bisa mencium disangkal. d. Riwayat Penyakit Dahulu Ada riwayat penyakit kencing manis. Tidak ada riwayat penyakit asma, tekanan darah tinggi. Tidak ada riwayat penyakit dengan keluhan serupa e. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada riwayat penyakit kencing manis, asma, tekanan darah tinggi.

4 Di keluarga tidak ada riwayat penyakit dengan keluhan serupa f. Riwayat Pengobatan Belum diobati. Tidak sedang menjalani pengobatan suatu penyakit. g. Riwayat Alergi Tidak ada alergi obat, debu, cuaca atau makanan. h. Riwayat Psikososial Tampak tenang. Nafsu makan turun, karena keluhan disertai dengan sulit membuka mulut, serta sulit makan dan minum. III. PEMERIKSAAN FISIK a. Keadaan Umum : Sakit ringan b. Kesadaran : Compos mentis c. Tanda Vital Suhu : 36,8 C Nadi Nafas Tekanan darah : 88x/menit : 20x/menit : 110/70 mmhg d. Antropometri

5 BB PB/TB : 68 kg : 168 cm e. Status Generalis Kepala : Normochepal, rambut hitam lurus, tidak mudah rontok Wajah : Simetris, edema (-), luka (-) Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-) Hidung Telinga Mulut Leher Tenggorok : (Lihat status lokalis) : (Lihat status lokalis) : (Lihat status lokalis) : (Lihat status lokalis) : (Lihat status lokalis) Paru Inspeksi : Simetris (+/+), retraksi (-/-) Palpasi : Vocal fremitus (+/+) Perkusi : Sonor (+/+) Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-) Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba : Batas jantung normal Auskultasi : BJ 1 & 2 reg murni, murmur (-), gallop (-) Abdomen

6 Inspeksi Auskultasi : Permukaan rata : BU (+) Normal, 7x/menit Palpasi : Supel (+), nyeri tekan epigastrium (-), turgor baik, hepatosplenomegaly (-), Perkusi : Timpani Ekstremitas Akral : Hangat Edema : -/- Sianosis : -/- RCT Anus dan Rektum Genitalia : <2 detik : Tidak ada kelainan : Laki-laki IV. STATUS LOKALIS THT DEXTRA TELINGA SINISTRA Normotia, helix sign (-), tragus sign (-) Aurikula Normotia, helix sign (-), tragus sign (-) Tenang, Hiperemis(-), udem(-), nyeri tekan(-), fistula(-), Preaurikula appendege (-) Preaurikula Tenang, Hiperemis(-), udem(-), nyeri tekan(-), fistula(-), Preaurikula appendege (-) Tenang, Hiperemis(-), udem(-), nyeri tekan(-), fistula(-) Tenang, Hiperemis(-), udem(-), Retroaurikula Kanalis Tenang, Hiperemis(-), udem(-), nyeri tekan(-), fistula(-) Tenang, Hiperemis(-), udem(-),

7 sekret(-), darah(-), serumen (+) sedikit konsistensi lunak, jar. Granulasi(-), massa(-), korpus alineum(-) Tenang, reflek cahaya(+), retraksi(-), bulging(-), perforasi(-), sekret(-), pulsasi(-), sikatrik(-) akustikus eksterna Membran timpani sekret(-), darah(-), serumen (+) sedikit konsistensi lunak, jar. Granulasi(-), massa(-), korpus alineum(-) Tenang, reflek cahaya(+), retraksi(-), bulging(-), perforasi(-), sekret(-), pulsasi(-), sikatrik(-) Uji Rinne Lateralisasi(-) Uji Weber Lateralisasi(-) Normal Uji Schwabach Normal Kesan pendengaran: normal (tidak ada tuli konduktif atau sensorineural). DEXTRA HIDUNG SINISTRA Rhinoskopi anterior Tenang Mukosa Tenang Negatif Sekret Negatif Negatif Darah Negatif Eutrofi Konka inferior Eutrofi Deviasi (-) Septum Deviasi (-)

8 Negatif Massa Negatif Passase udara Rhinoskopi posterior Tidak dilakukan Konka superior Tidak dilakukan Tidak dilakukan Torus tubarius Tidak dilakukan Tidak dilakukan Fossa Rossenmuller Tidak dilakukan Tidak dilakukan Plika salfingofaringeal Sinus paranasal Tidak dilakukan Pembengkakan pada wajah (-), bagian bawah mata (-), daerah diatas mata (-) Inspeksi Pembengkakan pada wajah (-), bagian bawah mata (-), daerah diatas mata (-) Nyeri tekan kedua pipi (-), atas orbita, (-), medius kontur (-) Palpasi Nyeri tekan kedua pipi (-), atas orbita, (-), medius kontur (-) Tidak dilakukan Tes penciuman Tidak dilakukan DEXTRA TENGGOROK SINISTRA Pemeriksaan orofaring Tenang Mukosa mulut Tenang Bersih, basah Lidah Bersih, basah Tenang Palatum molle Tenang

9 Karies (-) Gigi geligi Karies (-) Simetris Uvula Simetris Tonsil Tenang Mukosa Tenang T I Besar T I Melebar(-) Kripta Melebar(-) Detritus Negatif Perlengketan Negatif Faring Tenang Mukosa Tenang Negatif Granula Negatif Negatif Post nasal drip Negatif Laringoskopi indirect Tidak dilakukan Epiglotis Tidak dilakukan Tidak dilakukan Plika ariepiglotika Tidak dilakukan Tidak dilakukan Plika ventrikularis Tidak dilakukan Tidak dilakukan Plika vokalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan Rima glotis Tidak dilakukan

10 Dextra Leher Sinistra Bengkak (+), fluktuasi (+), nyeri tekan (+), Angulus mandibular tidak teraba Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Lokalis Thyroid Kelenjar submental Kelenjar submandibula Kelenjar jugularis superior Kelenjar jugularis media Kelenjar jugularis inferior Kelenjar suprasternal Kelenjar supraklavikularis Bengkak (-), fluktuasi (-), nyeri tekan (-), Angulus mandibular teraba Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Pembesaran (-), nyeri tekan (-) Pembesaran (-), nyeri tekan (-) DEXTRA MAKSILOFASIAL SINISTRA I. Olfaktorius

11 Sulit dinilai Penciuman Sulit dinilai II. Optikus Sulit dinilai Daya penglihatan Sulit dinilai Refleks pupil III. Okulomotorius Membuka kelopak mata Gerakan bola mata ke superior Gerakan bola mata ke inferior Gerakan bola mata ke medial Gerakan bola mata ke laterosuperior Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai IV. Troklearis Gerakan bola mata ke lateroinferior V. Trigeminal Tes sensoris Cabang oftalmikus (V 1 ) Cabang maksila (V 2 ) Cabang mandibula (V 3 ) VI. Abdusen Gerakan bola mata ke lateral VII. Fasial Mengangkat alis Kerutan dahi Menunjukkan gigi Daya kecap lidah 2/3 anterior Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Batas atas normal, VIII. Akustikus Batas atas normal, batas bawah naik Sulit dinilai IX. Tes garpu tala Glossofaringeal batas bawah naik Sulit dinilai Sulit dinilai

12 Sulit dinilai Refleks muntah Daya kecap lidah 2/3 anterior X. Vagus Sulit dinilai Refleks muntah dan menelan Negatif Deviasi uvula Pergerakan palatum XI. Assesorius Memalingkan kepala Kekuatan bahu XII. Hipoglossus Negatif Tremor lidah Negatif Deviasi lidah Sulit dinilai Negatif Negatif Negatif V. RESUME Laki, laki, 50 tahun, datang dengan keluhan leher kanan terasa bengkak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai gigi terasa sakit, sulit membuka mulut, serta sulit makan dan minum. Memiliki riwayat penyakit kencing manis. Pada pemeriksaan fisik, leher kanan teraba bengkak, fluktuasi (+), nyeri tekan (+), angulus mandibular tidak teraba. VI. DIAGNOSIS Suspek abses submandibular e.r colli dextra VII. DIAGNOSIS BANDING Abses parafaring e.r colli dextra Angina ludovici e.r colli dextra VIII. PENATALAKSANAAN Klindamisin mg, 4 kali/hari

13 Ceftriaxon 0,5-1 g, 2 kali/hari Evakuasi abses BAB II TINJAUAN PUSTAKA

14 2.1. ANATOMI FARING Gambar 1. Potongan sagital rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring. 3 Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpamnjang. Dinding

15 faring dibentuk oleh (dari dalam ke luar) selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot, dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot. 4,5 1. Mukosa Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofraing karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedamng epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya berlapis gepeng dan tidak bersilia. Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan. 2. Palut lendir (mucous blanket) Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Di bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak di atas silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini mengandung enzim lysozyme yang penting untuk proteksi. 3. Otot Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang (longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari m.konstriktor faring superior, media, dan inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring (raphe pharyngis). Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafai oleh n.vagus (n.x). Otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. Letak otot-otot ini di sebelah dalam. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot itu penting

16 sewaktu menelan. M.stilofaring dipersarafi oleh n.ix sedangkan m.palatofaring dipersarafi oleh n.x. Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung fasia dari mukosa yaitu m.levator veli palatini, m.tensor veli palatini, m.palatoglosus, m.palatofaring, dan m.azigos uvula. 1 M.levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n.x. 2 M.tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba Eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n.x. 3 M.palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan ismus faring. Otot ini dipersarafi oleh n.x. 4 M.palatofaring membentuk arkus posterior faring. Otot ini dipersarafi oleh n.x. 5 M.azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan menaikkan uvula ke belakang atas. Otot ini dipersarafi oleh n.x. Gambar 2. Rongga mulut. 6 Pendarahan Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang fausial) serta dari cabang a.maksila interna yakni cabang palatina superior.

17 Persarafan Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus daring yang ekstensif. Plesksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus, cabang dari n.glososfaring dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang n.glosofaring (n.ix). Kelenjar getah bening Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media, dan inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening dalam bawah. Pembagian faring Gambar 3. Pembagian nasofaring 7 Berdasarkan letaknya faring dibagi atas: 4,5 1 Nasofaring

18 Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah adalah palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah verrtebra servikal. Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faring yang disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh n.glosofaring, n.vagus, dan n.asesorius spinal saraf kranial dan v.jugularis interna, bagian petrosus os.temporalis dan foramen laserum, dan muara tuba Eustachius. 2 Orofaring Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atanya adalah palatum mole, batas bawah adalah tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterio faring, tonsil palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual, dan foramen sekum. Dinding posterior faring Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat dalam radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan gangguan n.vagus. Fosa tonsil Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamanakan fosa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring, dan disebut kapsul yang sebenarnya bukan merupakan kapsul yang sebenarnya. Tonsil

19 Gambar 4. Cincin Waldeyer. 8 Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual yang ketiga0tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Di dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri, dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot farings sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi. Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina asendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring asendens, dan a.lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus. 3 Laringofaring (hipofaring) Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior adalah vertebra servikal. Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring

20 tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah adalah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil (pill s pocket), sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu. Di bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan pada perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus. Nervus laring superior berjalan di bawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian analgesia lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung. Lapisan fasia leher dalam Fasia servikalis : A. Fasia servikalis superfisialis B. Fasia servikalis profunda : 1. Lapisan superfisial 2. Lapisan media : - divisi muskular - divisi viscera 3. Lapisan profunda : - divisi alar - divisi prevertebra Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa ruang potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi 2 bagian yaitu fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda.

21 Fasia servikalis superfisialis terletak tepat dibawah kulit leher berjalan dari perlekatannya di prosesus zigomatikus pada bagian superior dan berjalan ke bawah ke arah toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang antara fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna. Fasia servikalis profunda terdiri dari 3 lapisan yaitu : 9,10,11 1. Lapisan superfisial Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar tengkorak sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior menyebar ke daerah wajah dan melekat pada klavikula serta membungkus m. sternokleidomastoideus, m.trapezius, m. masseter, kelenjar parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal, investing layer, lapisan pembungkus dan lapisan anterior. 2. Lapisan media Lapisan ini dibagi atas 2 divisi yaitu divisi muskular dan viscera. Divisi muskular terletak dibawah lapisan superfisial fasia servikalis profunda dan membungkus m. sternohioid, m. sternotiroid, m. tirohioid dan m. omohioid. Dibagian superior melekat pada os hioid dan kartilago tiroid serta dibagian inferior melekat pada sternum, klavikula dan skapula. Divisi viscera membungkus organ organ anterior leher yaitu kelenjar tiroid, trakea dan esofagus. Disebelah posterosuperior berawal dari dasar tengkorak bagian posterior sampai ke esofagus sedangkan bagian anterosuperior melekat pada kartilago tiroid dan os hioid. Lapisan ini berjalan ke bawah sampai ke toraks, menutupi trakea dan esofagus serta bersatu dengan perikardium. Fasia bukkofaringeal adalah bagian dari divisi viscera yang berada pada bagian posterior faring dan menutupi m. konstriktor dan m. buccinator. 3. Lapisan profunda Lapisan ini dibagi menjadi 2 divisi yaitu divisi alar dan prevertebra. Divisi alar terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan divisi prevertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra torakal II dan bersatu dengan divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda. Divisi alar melengkapi bagian posterolateral ruang retrofaring dan merupakan dinding anterior dari danger space. Divisi prevertebra berada pada bagian anterior korpus vertebra dan ke lateral meluas ke prosesus tranversus serta menutupi otot-otot didaerah tersebut. Berjalan dari dasar tengkorak sampai ke os koksigeus serta merupakan dinding posterior dari danger space dan dinding anterior dari korpus vertebra. Ketiga lapisan fasia servikalis profunda ini membentuk

22 selubung karotis ( carotid sheath ) yang berjalan dari dasar tengkorak melalui ruang faringomaksilaris sampai ke toraks. Ruang faringeal Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai arti penting, yaitu ruang retrofaring, dan ruang parafaring. 4,5 1 Ruang retrofaring (retropharyngeal space) Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia faringobasilaris, dan otot-otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia prevertebralis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra. Ruang retrofaring terdapat pada bagian posterior dari faring, yang dibatasi oleh : - anterior : fasia bukkofaringeal ( divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda ) yang mengelilingi faring, trakea, esofagus dan tiroid - posterior : divisi alar lapisan profunda fasia servikalis profunda - lateral : selubung karotis ( carotid sheath ) dan daerah parafaring (fosa faringomaksila). Daerah ini meluas mulai dari dasar tengkorak sampai ke mediastinum setinggi bifurkasio trakea ( vertebra torakal I atau II ) dimana divisi viscera dan alar bersatu. Abses retrofaring sering ditemukan pada bayi atau anak. Kejadiannya ialah karena di ruang retrofaring terdapat kelenjar-kelenjar limfa. Daerah retrofaring terbagi menjadi 2 daerah yang terpisah di bagian lateral oleh midline raphe. Tiap tiap bagian mengandung 2 5 buah kelenjar limfe retrofaring yang biasanya menghilang setelah berumur 4 5 tahun. Kelenjar ini menampung aliran limfe dari rongga hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba Eustakius dan telinga tengah. Pada peradangan kelenjar limfa itu, dapat terjadi supurasi, yang bilamana pecah, nanahnya akan tertumpah di dalam ruang retrofaring. Daerah ini disebut juga dengan ruang retroviscera, retroesofagus dan ruang viscera posterior. 2 Ruang parafaring (fosa faringomaksila : pharyngomaxillary fossa) Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya pada kornu mayus os hioid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh m.konstriktor faring superior, batas luarnya adalah ramus asendens mandibula yang melekat dengan m.pterigoideus interna dan bagian posterior kelenjar parotis.

23 Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior (prestiloid) adalah bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif sebagai akibat tonsil yang meradang, beberapa bentuk mastoiditis atau petrositis, atau dari karies dentis. Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi a.karotis interna, v.jugularis interna, n.vagus, yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis (carotid sheath). Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis. Gambar 5. Potongan axial orofaring menunjukkan ruang retrofaring dan parafaring. 12

24 Gambar 7. Potongan oblik leher menunjukkan ruang faringomaksila (parafaring), ruang submaksila, dan ruang potensial lainnya. 13

25 Gambar 8. Potongan koronal ruang parafaring. 13 Selain itu juga dijumpai daerah potensial lainnya di leher yaitu : - danger space : dibatasi oleh divisi alar pada bagian anterior dan divisi prevertebra pada bagian posterior ( tepat di belakang ruang retrofaring ). - prevertebral space : dibatasi oleh divisi prevertebra pada bagian anterior dan korpus vertebra pada bagian posterior ( tepat di belakang danger space ). Ruang ini berjalan sepanjang kollumna vertebralis dan merupakan jalur penyebaran infeksi leher dalam ke daerah koksigeus.

26 Gambar 9. Potongan sagital faring menunjukkan ruang retrofaring, danger space, dan prevertebral space. 14 Ruang submandibula Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot milohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior. Ruang mandibular dibatasi pada bagian lateral oleh garis inferior dari badan mandibula, medial oleh perut anterior musculus digastricus, posterior oleh ligament stylohyoid dan perut posterior dari musculus digastricus, superior oleh musculus mylohyoid dan hyoglossus, dan inferior oleh lapisan superficial dari deep servikal fascia. Ruang ini mengandung glandula saliva sub mandibular dan sub mandibular lymphanodes. Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang sublingual ke dalam ruang submandibula, dan membagi ruang submandibula atas ruang submental dan ruang submaksila saja.

27 Gambar 10. Ruang sublingual dan ruang submandibula yang dibagi oleh m.mylohyoideus. 15 Gambar 11. Ruang sublingual di bagian superior dari m. mylohyoid. Ruang submandibular di inferior dari m. mylohyoid. 16

28 ABSES LEHER DALAM Nyeri tenggorok dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang terlibat. Kebanyakan kuman penyebab adalah golongan Streptococcus, Staphylococcus, kuman anaerob Bacteroides atau kuman campuran. Abses leher dalam dapat berupa: 1,2 1 abses peritonsil 2 abses retrofaring 3 abses parafaring 4 abses submandibula 5 angina Ludovici (Ludwig s Angina) MACAM-MACAM ABSES LEHER DALAM Nyeri tenggorok dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang terlibat. Kebanyakan kuman penyebab adalah golongan Streptococcus, Staphylococcus, kuman anaerob Bacterioides atau kuman campuran. Abses leher dalam dapat berupa: abses peritonsil, abses retrofiring, abses parafaring, abses submandibular, angina Ludovici (Ludwig s Angina). ABSES PERITONSIL (QUINSY) a. Definisi

29 Abses peritonsil merupakan terkumpulnya material purulen yang terbentuk di luar kapsul tonsil dekat kutub atas tonsil. Batas anatomi peritonsil: Medial (kapsul tonsil), Lateral (m.konstriktor faring), Anterior (pilar anterior; m.palatoglosus), Posterior (pilar posterior; m.palatofaringeal). b. Etiologi Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsilitis, dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob. c. Gejala dan tanda Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, juga terdapat odinofagia (nyeri menelan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga terjadi nyeri telinga (otalgia), mungkin terdapat muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara gumam (hot potato voice) dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan. d. Pemeriksaan Kadang-kadang sukar memeriksa seluruh faring, karena trismus. Palatum mole tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral. Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus dan terdorong ke arah tengah, depan dan bawah. e. Terapi Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotik golongan penisilin atau klindamisin 4x150mg/hr, dan obat simtomatik. Juga perlu kumur- kumur dengan cairan hangat dan kompres dingin pada leher. Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah didaerah yang paling menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit. Kemudian pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi. Bila dilakukan bersamasama tindakan drainase abses, disebut tonsilektomi a chaud. Bila tonsilektomi

30 dilakukan 3-4 hari sesudah drainase abses, disebut tonsilektomi a tiede, dan bila tonsilektomi 4-6 minggu sudah drainase abses, disebut tonsilektomi a froid. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses. f. Komplikasi Abses pecah spontan dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru atau piemia. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring sehingga terjadi abses parafaring. Pada penjalaran selanjutnya, masuk ke mediastinum sehingga terjadi mediastinitis. Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakrnial, dapat mengakibatkan trombus sinus kavernosus, meningitis dan abses otak. ABSES RETROFARING a. Definisi Abses retrofaring merupakan abses leher dalam yang paling sering terjadi pada anakanak berumur dibawah 5 tahun. Abses retrofaring merupakan abses yang terbentuk di rongga retrofaring yaitu rongga yang terletak persis di belakang faring, mulai dari basis cranii hingga sepanjang faring. Rongga ini sebenarnya terdiri dari dua sisi yaitu kanan dan kiri yang dipisahkan oleh raphe, tempat melekatnya otot konstriktor superior faring. Abses pada rongga retrofaringeal sering terjadi pada anak-anak karena adanya kelenjar limfe yang akan mengalami atrofi pada saat anak berumur 5 tahun, sehingga setelah kelenjar limfe tersebut mengalami atrofi, penyebaran infeksi ke ruang retrofaringeal ini akan berkurang insidensinya. Sebelah anterior dari rongga retrofaring dibatasi oleh fasia buccopharyngeal, yaitu fascia yang membungkus faring, trakea, esofagus, dan tiroid. Sebelah posterior rongga ini dibatasi oleh fascia alaris yang membatasi rongga ini dari danger space. Sebelah lateral dibatasi oleh rongga parafaring dan selubung arteri carotis. Superior dibatasi oleh basis cranii, dan inferior dibatasi oleh mediastinum pada tingkat bifurkasi trakea. b. Etiologi

31 Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya abses ruang retrofaring ialah (1) infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring, (2) trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau tindakan medis, seperti adenoidektomi, intubasi endotrakea, dan endoskopi, (3) tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas (abses dingin). c. Gejala dan tanda Gejala utama abses retrofaring ialah rasa nyeri dan sukar menelan. Pada anak kecil, rasa nyeri menyebabkan anak menangis terus (rewel) dan tidak mau makan atau minum. Juga terdapat demam, leher kaku dan nyeri. Dapat timbul sesak napas karena sumbatan, terutama di hipofaring. Bila proses peradangan berlanjut sampai mengenai laring dapat timbul stridor. Sumbatan oleh abses juga dapat mengganggu resonansi suara sehingga terjadi perubahan suara. Pada dinding belakang faring tampak benjolan, biasanya unilateral. Mukosa terlihat bengkak dan hiperemis. d. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi saluran napas bagian atas atau trauma, gejala dan tanda klinik serta pemeriksaan penunjang foto Rontgen jaringan lunak leher lateral. Pada foto Rontgen akan tampak pelebaran ruang retrofaring lebih dari 7 mm pada anak dan dewasa serta pelebaran retrotrakeal lebih dari 14 mm pada anak dan lebih dari 22 mm pada orang dewasa. Selain itu juga dapat terlihat berkurangnya lordosis vertebra servikal. e. Terapi Terapi abses retrofaring ialah dengan medikamentosa dan tindakan bedah. Sebagai terapi medikamentosa diberikan antibiotika dosis tinggi, untuk kuman aerob dan anaerob. Penisilin unit/hari, atau Ampisilin 3-4 x 1-2g/hari, atau Gentamisin 2 x mg/hari dapat diberikan sebagai alternatif. Bila tidak ada perbaikan dalam 2-3 hari, antibiotik diganti dengan sefalosforin 1-2 x1-2g/hari, Metronidazol 3 x mg/hari Selain itu dilakukan pungsi dan insisi abses melalui laringoskopi langsung dalam posisi pasien baring Trendelenburg. Pus yang keluar segera diisap, agar tidak terjadi

32 aspirasi. Tindakan dapat dilakukan dalam analgesia lokal atau anestesia umum. Pasien dirawat inap sampai gejala dan tanda infeksi reda. f. Komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi ialah penjalaran ke ruang parafaring, ruang vaskuler visera, mediastinitis, obstruksi jalan nafas sampai asfiksia, bila pecah spontan dapat menyebabkan penummonia aspirasi dan abses paru. ABSES PARAFARING a. Definisi Disebut juga dengan faringomaksilaris atau peripharyngeal space. Parafaring berbentuk pyramid terbalik, yang dapat terletak pada salah satu dari sisi faring (kiri maupun kanan). Dasar dari parafaring terletak pada basis kranii sedangkan puncak dari parafaring terletak pada kornu dari os hyoid. Batas medial dari parafaring terletak pada lapisan viscera dari lapisan dalam yang merupakan bagian dari fascia servikalis dalam, yang terletak pada lateral dari dinding faring, sedangkan batas lateralnya adalah lapisan superfisial dari fascia servikalis dalam. Bagian anterior dibatasi oleh pterygomandibular raphe dan bagian posterior dibatasi oleh fascia prevertebralis. Rongga ini berhubungan dengan rongga retrofaringeal. b. Etiologi Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara: 1. Langsung, yaitu akibat tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi dengan analgesia. Peradangan terjadi karena ujung jarum suntik yang telah terkontaminasi kuman menembus lapisan otot tipis (m.konstriktor faring superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fosa tonsilaris. 2. Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal, mastoid, dan vertebra servikal dapat merupakan sumber infeksi untuk terjadinya abses ruang parafaring. 3. Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring, atau submandibula. c. Gejala dan tanda

33 Gejala dan tanda yang utama ialah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus submandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring, sehingga menonjol ke arah medial. d. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala dan tanda klinik. Bila meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto Rontgen jaringan lunak AP atau CT scan. e. Terapi Untuk terapi diberikan antibiotika dosis tinggi klindamisin mg tiap 6 jam, dosis maksimal mg tiap 6 jam, kombinasi dengan ceftriaxon 1-2 g/hr, dosis maksimal 4 gr/hr dalam 2 dosis terbagi secara parenteral terhadap kuman aerob dan anaerob. Evakuasi abses harus segera dilakukan bila tidak ada perbaikan dengan antibiotika dalam jam dengan cara eksplorasi dalam narkosis. Caranya melalui insisi dari luar dan intra oral. Insisi dari luar dilakukan 2 setengah jari di bawah dan sejajar mandibula. Secara tumpu eksplorasi dilanjutkan dari batas anterior m.sternokleidomastoideus ke arah atas belakang menyusuri bagian medial mandibula dan m.pterigoid interna mencapai ruang parafaring dengan terabanya prosesus stiloid. Bila nanah terdapat di dalam selubung karotis, insisi dilanjutkan vertikal dari pertengahan insisi horizontal ke bawah di depan m.sternokleidomastoideus (cara Mosher). Insisi intraoral dilakukan pada dinding lateral faring. Dengan memakai klem arteri eksplorasi dilakukan dengan menembus m.konstriktor faring superior ke dalam ruang parafaring anterior. Insisi intraoral dilakukan bila perlu dan sebagai terapi tambahan terhadap insisi eksternal. Pasien dirawat inap sampai gejala dan tanda infeksi reda. f. Komplikasi Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung (per kontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum. Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehingga terjadi

34 perdarahan hebat. Bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemia. ABSES SUBMANDIBULA a. Definisi Abses yang terbentuk di regio submandibula namaun dapat terbentuk akibat kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher. Ruang submandibular: anterior dari ruang parafaryngeal; inferior berbatasan dengan lapisan superficial fascia profunda, meluas dari os hyoid hingga mandibula; lateral berbatasan dengan corpus mandibula; superior berbatasan dengan mukosa dasar mulut. b. Etiologi Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur, atau kelenjar limfa submandibula. Mungkin juga sebagian kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Kuman penyebab biasanya campuran kuman aerob dan anaerob. c. Gejala dan tanda Terdapat demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah lidah, mungkin berfluktuasi. Trismus sering ditemukan. d. Diagnosis Pasien biasanya akan mengeluh nyeri di rongga mulut dan leher, air liur banyak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan di daerah submandibula, fluktuatif, lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang, angulus mandibula tdaik dapat diraba. Pada aspirasi didapatkan pus e. Terapi Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara parenteral. klindamisin mg tiap 6 jam, dosis maksimal mg tiap 6 jam, kombinasi dengan ceftriaxon 1-2 g/hr, dosis maksimal 4 gr/hr dalam 2 dosis terbagi. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan

35 luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda. f. Komplikasi Komplikasi pada infeksi ruang submandibula yang tersering adalah sumbatan jalan nafas, yang dapat berujung pada asfiksia. Dapat juga terjadi sepsis, adanya perluasan infeksi ke mediastinum berupa mediastinitis, yang dapat berlanjut menjadi pneumothoraks. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah adanya pneumonia. ANGINA LUDOVICI (LUDWIG S ANGINA) a. Definisi Angina Ludwig merupakan peradangan selulitis atau flegmon dari bagian superior ruang suprahioid atau di daerah sub mandibula, dengan tidak ada fokal abses. Ruang potensial ini berada antara otot-otot yang melekatkan lidah pada tulang hioid dan ototmilohioideus. b. Etiologi Sumber infeksi seringkali berasal dari gigi atau dasar mulut, oleh kuman aerob dan anaerob. c. Gejala dan tanda Terdapat nyeri tenggorok dan leher, disertai pembengkakan didaerah submandibula, yang tampak hiperemia dan keras pada perabaan. Dasar mulut membengkak, dapat mendorong lidah ke atas belakang, sehingga menimbulkan sesak napas, karena sumbatan jalan napas. d. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat sakit gigi, mengorek atau cabut gigi, gejala dan tanda klinik. Pada Pseudo Angina Ludovici, dapat terjadi fluktuasi. e. Terapi

36 Sebagai terapi diberikan antibiotik dengan dosis tinggi, untuk kuman aerob dan anaerob, dan diberikan secara parenteral. Selain itu dilakukan eksplorasi yang dilakukan untuk tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) dan evakuasi pus (pada angin ludovici jarang terdapat pus) atau jaringan nekrosis. Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal setinggi os hioid (3-4 jari dibawah mandibula). Perlu dilakukan pengobatan terhadap sumber infeksi (gigi), untuk mencegah kekambuhan. Pasien dirawat inap sampai infeksi reda. f. Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi ialah sumbatan jalan nafas, penjalaran abses ke ruang leher dalam lain dan mediastinum, dan sepsis. DAFTAR PUSTAKA Fachruddin Darnila.2007.abses leher dalam dalam buku telinga hidung tenggorokan kepala dan leher jilid 6. jakarta : FKUI

37

Anatomi dan fisiologi tenggorokan Anatomi Tenggorokan 8

Anatomi dan fisiologi tenggorokan Anatomi Tenggorokan 8 Anatomi dan fisiologi tenggorokan 2.3.1 Anatomi Tenggorokan 8 Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri dari faring dan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

LAPORAN KASUS (CASE REPORT) LAPORAN KASUS (CASE REPORT) I. Identitas Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat : Amelia : 15 Tahun : Perempuan : Siswa : Bumi Jawa Baru II. Anamnesa (alloanamnesa) Keluhan Utama : - Nyeri ketika Menelan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Definisi Infeksi Leher Dalam Infeksi leher dalam merupakan infeksi leher pada ruang (potensial) diantara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai

Lebih terperinci

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE Laporan Kasus Besar Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE 406117055 IDENTITAS PASIEN PEMERIKSAAN SUBJEKTIF AUTOANAMNESIS Rabu, 25 April jam 09.00 1. Keluhan Utama Benjolan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Faring Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada bagian anterior

Lebih terperinci

ABSES RETROFARING. Dr. Andrina Yunita Murni Rambe. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatera Utara

ABSES RETROFARING. Dr. Andrina Yunita Murni Rambe. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN ABSES RETROFARING Dr. Andrina Yunita Murni Rambe Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatera Utara Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS. Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus Periode 17 Oktober November 2016

LAPORAN KASUS. Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus Periode 17 Oktober November 2016 LAPORAN KASUS Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus Periode 17 Oktober 2016 12 November 2016 MENIERE S DISEASE Pembimbing: dr. Agus Sudarwi, Sp. THT-KL

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Alhamdulillah, Puji Syukur penyusun panjatkan kehadiran ALLAH SWT atas terselesaikannya laporan kasus yang berjudul Abses Leher Dalam.

KATA PENGANTAR. Alhamdulillah, Puji Syukur penyusun panjatkan kehadiran ALLAH SWT atas terselesaikannya laporan kasus yang berjudul Abses Leher Dalam. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, Puji Syukur penyusun panjatkan kehadiran ALLAH SWT atas terselesaikannya laporan kasus yang berjudul Abses Leher Dalam. Laporan tutorial ini disusun

Lebih terperinci

Laporan Operasi Tonsilektomi

Laporan Operasi Tonsilektomi Laporan Operasi Tonsilektomi Oleh: Ahmad Riza Faisal Herze 1110103000034 Pembimbing: dr. Heditya Damayanti, Sp.THT-KL KEPANITERAAN KLINIK THT RSUP FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Simposium dan Workshop Emergensi di Bidang Telinga Hidung dan Tenggorok

Simposium dan Workshop Emergensi di Bidang Telinga Hidung dan Tenggorok Naskah Lengkap Simposium dan Workshop Emergensi di Bidang Telinga Hidung dan Tenggorok Pangeran Beach Hotel Padang 9 Februari 2013 Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi normal tonsil palatina dan jaringan disekitarnya.(8)

Gambar 1. Anatomi normal tonsil palatina dan jaringan disekitarnya.(8) Abses Peritonsiler Beberapa tahun terakhir ini penegakan diagnosis dan penanganan pada infeksi leher dalam telah memberi tantangan kepada para ahli untuk melakukan penelitian lebih dalam. Rumitnya dan

Lebih terperinci

LAPORAN JAGA 24 Maret 2013

LAPORAN JAGA 24 Maret 2013 LAPORAN JAGA 24 Maret 2013 Kepaniteraan Klinik Pediatri Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta 2013

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR Diajukan guna melengkapi tugas Komuda Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil TONSILEKTOMI 1. Definisi Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada

Lebih terperinci

BAB III ILUSTRASI KASUS

BAB III ILUSTRASI KASUS BAB III ILUSTRASI KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. G MR : 010486 Umur : 45 th Pekerjaan : Buruh angkat dan sopir Suku Bangsa : Minang Alamat : simp. Rumbio ANAMNESA KELUHAN UTAMA Nyeri pinggang sejak

Lebih terperinci

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,

Lebih terperinci

ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u

ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u m a h S a k i t I s l a m J a k a r t a, P o n d o k

Lebih terperinci

BAB 2 ABSES LEHER DALAM

BAB 2 ABSES LEHER DALAM BAB 1 PENDAHULUAN Nyeri tenggorok dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. 1 Abses leher dalam terbentuk

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan

Lebih terperinci

Tonsilitis. No. Documen : No. Revisi : Tgl. Terbit :

Tonsilitis. No. Documen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Pengertian Kode Penyakit SOP Peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama Umur Negeri asal Suku Agama Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat : A : 6 tahun : Jambi : Minang : Islam : Laki-laki : Pelajar : Sungai Penuh, Jambi Seorang pasien anak laki-laki,

Lebih terperinci

FISIK DIAGNOSTIK THT Dody Novrial

FISIK DIAGNOSTIK THT Dody Novrial FISIK DIAGNOSTIK THT Dody Novrial A. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah menjalani praktikum fisik diagnostik kepala leher, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Melakukan pemeriksaan fisik telinga dengan benar 2. Melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi pada tonsil atau yang biasanya dikenal masyarakat amandel merupakan masalah yang sering dijumpai pada anak- anak usia 5 sampai 11 tahun. Data rekam medis RSUD

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Pharynx Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Pharynx terletak di belakang

Lebih terperinci

BED SITE TEACHING. Dani Dania D Siti Fatimah Lisa Valentin S Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp.

BED SITE TEACHING. Dani Dania D Siti Fatimah Lisa Valentin S Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp. BED SITE TEACHING Dani Dania D - 12100113044 Siti Fatimah - 12100113045 Lisa Valentin S - 12100113001 Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp.PD SMF ILMU PENYAKIT DALAM P3D FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA RS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat sakit serupa sebelumnya, batuk lama, dan asma disangkal Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat TB paru dan Asma

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat sakit serupa sebelumnya, batuk lama, dan asma disangkal Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat TB paru dan Asma Identitas Pasien Nama: An. J Usia: 5 tahun Alamat: Cikulak, Kab Cirebon Jenis Kelamin: Perempuan Nama Ayah: Tn. T Nama Ibu: Ny. F No RM: 768718 Tanggal Masuk: 12-Mei-2015 Tanggal Periksa: 15-Mei-2015 Anamnesis

Lebih terperinci

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN PADA LEHER ( ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK)

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN PADA LEHER ( ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) Nama Mahasiswa : Tanggal Pemeriksaan : PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN PADA LEHER ( ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Aspek yang dinilai Membina sambung rasa, bersikap

Lebih terperinci

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ABSES LEHER DALAM

TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ABSES LEHER DALAM TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ABSES LEHER DALAM oleh : Tris Sudyartono BAGIAN I. K. THT- KL FK UNDIP / SMF IK THT- KL RS DR. KARIADI SEMARANG 1 PENDAHULUAN Abses leher dalam atau Deep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial yang terletak di antara fasia leher dalam, sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber

Lebih terperinci

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

Data Administrasi diisi oleh Nama: NPM/NIP:

Data Administrasi diisi oleh Nama: NPM/NIP: 1 Berkas Okupasi Nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan : No Berkas : No Rekam Medis : Pasien Ke : dalam keluarga Data Administrasi tanggal diisi oleh Nama: NPM/NIP: Nama Umur / tgl. Lahir Pasien Keterangan

Lebih terperinci

KARSINOMA NASOFARING

KARSINOMA NASOFARING KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI MUROTTAL

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI MUROTTAL STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI MUROTTAL A. Pengertian Terapi murottal adalah rekaman suara Al-Qur an yang dilagukan oleh seorang qori (pembaca Al-Qur an), lantunan Al-Qur an secara fisik mengandung

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 0 Desa Lenek Kec. Aikmel EVALUASI LAYANAN KLINIS PUSKESMAS LENEK 06 GASTROENTERITIS AKUT. Konsistensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sinusitis Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada membran mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme drainase normal. 9,15

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran I PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. BIODATA IDENTITAS PASIEN Nama :Tn. G Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 25 tahun Status Perkawinan : Belum menikah Agama : Islam Pendidikan : SMA Pekerjaan

Lebih terperinci

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM TRAUMA MUKA DAN HIDUNG DEPT. THT FK USU / RSHAM PENDAHULUAN Hidung sering fraktur Fraktur tulang rawan septum sering tidak diketahui / diagnosis hematom septum Pemeriksaan dapat dilakukan dengan palpasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan glandula saliva. Sebelum membahas mengenai kedua penyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan glandula saliva. Sebelum membahas mengenai kedua penyakit BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Mukokel dan ranula merupakan dua contoh dari beberapa penyakit mulut yang melibatkan glandula saliva. Sebelum membahas mengenai kedua penyakit mulut tersebut, akan dibahas mengenai

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK

LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK SEORANG LAKI-LAKI 17 TAHUN DENGAN FRAKTUR SEGMENTAL MANDIBULA DEXTRA TERTUTUP NON KOMPLIKATA Pembimbing dr. Benny Issakh, Sp.B, SpB.Onk Disusun Oleh Hj Mutiara DPR 22010111200152

Lebih terperinci

Diagnosis, Tata Laksana dan Komplikasi Abses Peritonsil. Diagnosis, Management and Complication of Peritonsil Abscess

Diagnosis, Tata Laksana dan Komplikasi Abses Peritonsil. Diagnosis, Management and Complication of Peritonsil Abscess Erna M. Marbun Tinjauan Pustaka Staf Pengajar Bagian THT Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi: Jl Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 Abstrak Abses peritonsil adalah

Lebih terperinci

IDENTITAS PASIEN. Tanggal Lahir : 17 September 1964 Status Perkawinan : Sudah menikah

IDENTITAS PASIEN. Tanggal Lahir : 17 September 1964 Status Perkawinan : Sudah menikah ACS STEMI IDENTITAS PASIEN Nama : Tn.T Jenis Kelamin : Laki-Laki Usia : 46 tahun Tanggal Lahir : 17 September 1964 Status Perkawinan : Sudah menikah Agama : Islam Pekerjaan : Pengendara sepeda Alamat :

Lebih terperinci

SEORANG LAKI-LAKI USIA 21 TAHUN DENGAN FRAKTUR TERTUTUP CLAVICULA DEXTRA 1/3 TENGAH

SEORANG LAKI-LAKI USIA 21 TAHUN DENGAN FRAKTUR TERTUTUP CLAVICULA DEXTRA 1/3 TENGAH PRESENTASI KASUS SEORANG LAKI-LAKI USIA 21 TAHUN DENGAN FRAKTUR TERTUTUP CLAVICULA DEXTRA 1/3 TENGAH Oleh : De yang WPP G99141092 Pembimbing: dr. Tito Sumarwoto, Sp. OT (K) KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EMBRIOLOGI TONSIL Tonsil terbentuk dari lapisan endodermal pada minggu ketiga sampai dengan minggu kedelapan pada masa embriologi. Embrio manusia memiliki lima pasang kantong

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH Sepertiga tengah wajah dibentuk oleh sepuluh tulang, dimana tulang ini saling berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 2.1 Tulang-tulang yang

Lebih terperinci

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU BEBERAPA KESAN TIMBUL DARI LUAR YANG MENCAKUP PENGLIHATAN, PENDENGARAN,

Lebih terperinci

Lampiran 1 FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI KOMUNITAS I. BIODATA IDENTITAS PASIEN

Lampiran 1 FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI KOMUNITAS I. BIODATA IDENTITAS PASIEN Lampiran 1 FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI KOMUNITAS I. BIODATA IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. D Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 83 tahun Agama : Islam Pendidikan : SD Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Jl.

Lebih terperinci

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan

Lebih terperinci

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan EMBRIOLOGI ESOFAGUS Rongga mulut, faring, dan esophagus berasal dari foregut embrionik. Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, sebuah divertikulum respiratorium (tunas paru) Nampak di dinding ventral

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS 2007 Oleh Departemen Kesehatan RI

PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS 2007 Oleh Departemen Kesehatan RI PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS 2007 Oleh Departemen Kesehatan RI FARINGITIS AKUT Laporan Penyakit : 1302 ICD X : J.00-J.01 Faringitis adalah Inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring (dapat

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO 42 ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan ( Di Susun

Lebih terperinci

RINCIAN KEWENANGAN KLINIS DOKTER SPESIALIS THT-KL. Dokter spesialis yang mengajukan : Lulusan : Tahun lulus:

RINCIAN KEWENANGAN KLINIS DOKTER SPESIALIS THT-KL. Dokter spesialis yang mengajukan : Lulusan : Tahun lulus: RINCIAN KEWENANGAN KLINIS DOKTER SPESIALIS THT-KL Dokter spesialis yang mengajukan : Lulusan : Tahun lulus: No Rincian kewenangan klinis kemampuan klinis 1 2 3 1 Benda asing di telinga 2 Perikondritis

Lebih terperinci

Definisi Bell s palsy

Definisi Bell s palsy Definisi Bell s palsy Bell s palsy adalah penyakit yang menyerang syaraf otak yg ketujuh (nervus fasialis) sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yg terkena. Penderita yang terkena

Lebih terperinci

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Sendi ini dibentuk oleh kondilus mandibula

Lebih terperinci

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4. KONSEP MEDIK A. Pengertian Mastoiditis Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI

ANATOMI DAN FISIOLOGI ANATOMI DAN FISIOLOGI Yoedhi S Fakar ANATOMI Ilmu yang mempelajari Susunan dan Bentuk Tubuh FISIOLOGI Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari alat atau jaringan

Lebih terperinci

STATUS PASIEN. Alamat : Jl. Sungai ngirih, Selakau. Status Perkawinan : Menikah Masuk RS tanggal : Senin, 21 Desember 2015 pukul

STATUS PASIEN. Alamat : Jl. Sungai ngirih, Selakau. Status Perkawinan : Menikah Masuk RS tanggal : Senin, 21 Desember 2015 pukul STATUS PASIEN A. Identitas Nama : Tn. E Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 59 tahun Agama : Islam Alamat : Jl. Sungai ngirih, Selakau Pekerjaan : Buruh Status Perkawinan : Menikah Masuk RS tanggal : Senin,

Lebih terperinci

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN FORMAT PENGKAJIAN PASIEN 1. Pengkajian I. Biodata Nama : Tn. T Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 71 Tahun Status Perkawinan : Sudah Menikah Agama : Islam Pendidikan : SMP Pekerjaan : Petani Alamat : Jln.

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN TONSILITIS - RUANG BAITUNNISA 1 RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

LAPORAN PENDAHULUAN TONSILITIS - RUANG BAITUNNISA 1 RSI SULTAN AGUNG SEMARANG LAPORAN PENDAHULUAN TONSILITIS - RUANG BAITUNNISA 1 RSI SULTAN AGUNG SEMARANG Disusun Oleh : AHMAD IKHLASUL AMAL 092110004 STASE KEPERAWATAN ANAK PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI Data Diri DokterMuda NamaPasien Alamsyah JenisKelamin Laki-laki 59 tahun No. CM 1-07-96-69 Soal 1 ReferensiLiteratur Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kanan. Nyeri dada dirasakan sekitar

Lebih terperinci

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS Pembimbing: drg. Ernani Indrawati. Sp.Ort Disusun Oleh : Oktiyasari Puji Nurwati 206.12.10005 LABORATORIUM GIGI DAN MULUT RSUD KANJURUHAN KEPANJEN FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN S IDENTITAS PASIEN S NAMA: MUH FARRAZ BAHARY S TANGGAL LAHIR: 07-03-2010 S UMUR: 4 TAHUN 2 BULAN ANAMNESIS Keluhan utama :tidak

Lebih terperinci

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan Bronkitis pada Anak 1. Pengertian Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan

Lebih terperinci

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal. HIDUNG Hidung adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar atau sesuatu dari aroma yang dihasilkan. Kita mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan yang masih segar

Lebih terperinci

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2 Sistem Respirasi Manusia Sistem Respirasi Manusia Isilah bernapas, seringkali diarikan dengan respirasi, walaupun secara hariah sebenarnya kedua isilah tersebut berbeda. Pernapasan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Jenis kelamin : Laki-laki Suku bangsa : Jawa, Indonesia

BAB III TINJAUAN KASUS. Jenis kelamin : Laki-laki Suku bangsa : Jawa, Indonesia BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 20 Juni 2011 di Ruang Lukman Rumah Sakit Roemani Semarang. Jam 08.00 WIB 1. Biodata a. Identitas pasien Nama : An. S Umur : 9

Lebih terperinci

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN THORAX (ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK)

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN THORAX (ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN THORAX (ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) Nama Mahasiswa : Tanggal Pemeriksaan : No. 1. 2. 3. 4. Aspek yang dinilai Membina sambung rasa, bersikap baik dan sopan, serta menunjukkan

Lebih terperinci

(Assessment of The Ear)

(Assessment of The Ear) Pengkajian Pada Telinga (Assessment of The Ear) RIWAYAT KESEHATAN Keluhan Utama Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pola Hidup dan Psikososial Review System 1. Keluhan Utama Kehilangan Pendengaran Nyeri Drainase

Lebih terperinci

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan PANCA INDERA Pengelihatan 1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan (tembus cahaya) yang disebut

Lebih terperinci

Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF OBJEKTIF

Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF OBJEKTIF Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF Pasien Tn.D, 22 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang kiri sejak 3 hari yang lalu, mual dan muntah sebanyak 3 kali sejak 2 malam yang lalu. Selain itu os juga mengeluhkan

Lebih terperinci

ANATOMI LIDAH MANUSIA. Oleh : Kelas 1A

ANATOMI LIDAH MANUSIA. Oleh : Kelas 1A ANATOMI LIDAH MANUSIA Oleh : Kelas 1A Putu Diah Sandi Dewi I Made Dwi Tresna Saputra Annisa Pratiwi Ketut Yuni Handayani (P07120216029) (P07120216030) (P07120216031) (P07120216032) KEMENTERIAN KESEHATAN

Lebih terperinci

Sistem pernapasan adalah sistem tubuh manusia yang menghasilkan energi yang diperlukan untuk proses kehidupan.

Sistem pernapasan adalah sistem tubuh manusia yang menghasilkan energi yang diperlukan untuk proses kehidupan. Sistem pernapasan adalah sistem tubuh manusia yang menghasilkan energi yang diperlukan untuk proses kehidupan. Energi ini dihasilkan oleh dipatahkannya molekul glukosa dalam semua sel hidup tubuh manusia.

Lebih terperinci

SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I. Lukluk Purbaningrum FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga

SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I. Lukluk Purbaningrum FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I Lukluk Purbaningrum 20070310087 FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. R Umur : 53 tahun Alamat : Jl.

Lebih terperinci

KASUS GIZI BURUK. 1. Identitas. a. Identitas Balita. : Yuni Rastiani. Umur : 40 bln ( ) Tempat Tanggal Lahir : Tasikmalaya,

KASUS GIZI BURUK. 1. Identitas. a. Identitas Balita. : Yuni Rastiani. Umur : 40 bln ( ) Tempat Tanggal Lahir : Tasikmalaya, KASUS GIZI BURUK 1. Identitas a. Identitas Balita Nama : Yuni Rastiani Umur : 40 bln (29-06-2009) Jenis Kelamin : Perempuan Tempat Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 29-06-2009 Alamat Agama Suku : Bojong Kaum

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 28 April Tanggal lahir : 21 Agustus : 8 bulan 7 hari

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 28 April Tanggal lahir : 21 Agustus : 8 bulan 7 hari BAB III TINJAUAN KASUS Pengkajian dilakukan pada tanggal 28 April 2010 A. PENGKAJIAN 1. Identitas Pasien a. Biodata Pasien Nama : An. A Tanggal lahir : 21 Agustus 2009 Umur Jenis kelamin Suku Bangsa Agama

Lebih terperinci

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DR.PIRNGADI MEDAN

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DR.PIRNGADI MEDAN Lampiran 1 A. Asuhan Keperawatan Kasus Pengkajian dalam laporan Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan format yang telah ditentukan seperti berikut ini. FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DR.PIRNGADI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

Pemeriksaan Neurologis : Fungsi Nervus Cranialis

Pemeriksaan Neurologis : Fungsi Nervus Cranialis Pemeriksaan Neurologis : Fungsi Cranialis Cara pemeriksaan nervus cranialis : N.I : olfaktorius (daya penciuman) : pasien memejamkan mata, disuruh membedakan yang dirasakan (kopi, tembakau,alkohol, dll)

Lebih terperinci

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. LAPORAN KASUS RUMAH SAKIT UMUM YARSI II.1. Definisi Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). II.2. Etiologi Epistaksis dapat ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

III. RIWAYAT KESEHATANSEKARANG A.

III. RIWAYAT KESEHATANSEKARANG A. Asuhan Keperawatan kasus I. PENGKAJIAN Nama/Inisial : Tn. S Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 28 tahun Status perkawinan : Belum menikah Agama : Islam Pendidikan : SMA Pekerjaan : - Alamat :Jl. Dusun I

Lebih terperinci

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA STATUS ANESTESIOLOGI SPINAL SMF ILMU ANASTESI RS BAYUKARTA. NIM : Tanda tangan :

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA STATUS ANESTESIOLOGI SPINAL SMF ILMU ANASTESI RS BAYUKARTA. NIM : Tanda tangan : FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Jl. Terusan Arjuna No 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA STATUS ANESTESIOLOGI SPINAL SMF ILMU ANASTESI

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN KASUS REHABILITASI MEDIK DOKUMEN MEDIK

BAB III LAPORAN KASUS REHABILITASI MEDIK DOKUMEN MEDIK BAB III LAPORAN KASUS REHABILITASI MEDIK DOKUMEN MEDIK A. Identitas Pasien Nama : Ny. F Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 51 tahun Suku : Jawa Agama : Islam Pekerjaan : Pedagang Pakaian Alamat : Bojonegoro

Lebih terperinci

Wanita 29 tahun G2P1A0 dengan post-term, fetal distress, dan ruptura uteri iminens

Wanita 29 tahun G2P1A0 dengan post-term, fetal distress, dan ruptura uteri iminens Wanita 29 tahun G2P1A0 dengan post-term, fetal distress, dan ruptura uteri iminens IDENTITAS PASIEN Ny. S 29 tahun Islam Jawa Kaligangsa RT.06 RW.01, Margadana, Kota Tegal Pedagang ANAMNESIS Tanggal 07-10-14

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI GAG REFLEX. Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral

BAB 2 DEFINISI GAG REFLEX. Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral BAB 2 DEFINISI GAG REFLEX 2.1 Definisi Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral radiography, gagging merupakan salah satu masalah terbanyak. Gagging yang juga sering disebut gag

Lebih terperinci

PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen

PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen RSU. HAJI MAKASSAR RINITIS ALERGI PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen TUJUAN Menembalikan fungsi hidung dengan cara menghindari allergen penyebab,

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 2/17/2016 2 2/17/2016 3 2/17/2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi

Lebih terperinci

BAB II. Kepustakaan. 2.1 Anatomi telinga luar

BAB II. Kepustakaan. 2.1 Anatomi telinga luar BAB II Kepustakaan 2.1 Anatomi telinga luar Secara anatomi, telinga dibagi atas 3 yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi mengumpulkan dan menghantarkan gelombang bunyi

Lebih terperinci

PENGKAJIAN PNC. kelami

PENGKAJIAN PNC. kelami PENGKAJIAN PNC Tgl. Pengkajian : 15-02-2016 Puskesmas : Puskesmas Pattingalloang DATA UMUM Inisial klien : Ny. S (36 Tahun) Nama Suami : Tn. A (35 Tahun) Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh Harian Pendidikan

Lebih terperinci

KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK YANG DISEBABKAN KARENA INFEKSI TONSIL DAN FARING

KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK YANG DISEBABKAN KARENA INFEKSI TONSIL DAN FARING KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK YANG DISEBABKAN KARENA INFEKSI TONSIL DAN FARING Pasaribu AS 1) 1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ABSTRAK Latar Belakang. Kejang adalah peristiwa yang

Lebih terperinci

GAMBARAN KASUS ABSES LEHER DALAM DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh : VERA ANGRAINI

GAMBARAN KASUS ABSES LEHER DALAM DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh : VERA ANGRAINI GAMBARAN KASUS ABSES LEHER DALAM DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012-2014 Oleh : VERA ANGRAINI 120100290 FAKULTAS KEDOKTERAN UNUIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 GAMBARAN KASUS ABSES LEHER DALAM

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN FISIK (PHYSICAL ASSESMENT) Ulfatul Latifah, SKM

PEMERIKSAAN FISIK (PHYSICAL ASSESMENT) Ulfatul Latifah, SKM PEMERIKSAAN FISIK (PHYSICAL ASSESMENT) Ulfatul Latifah, SKM Pemeriksaan Fisik Merupakan pemeriksaan tubuh pasien secara keseluruhan/hanya bagian tertentu yang dianggap penting oleh tenaga kesehatan Tujuan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015 ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015 Identitas Pasien Nama : Tn.MS Umur : 80 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Tidak bekerja Agama : Hindu

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

FARINGITIS PRESENTASI KASUS

FARINGITIS PRESENTASI KASUS FARINGITIS PRESENTASI KASUS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Pembimbing dr.

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS. Epistaksis. Oleh : Nanny Herwanto, S.Ked ( ) Pembimbing : dr. Ahmad Dian Wahyudiono, Sp.THT-KL

LAPORAN KASUS. Epistaksis. Oleh : Nanny Herwanto, S.Ked ( ) Pembimbing : dr. Ahmad Dian Wahyudiono, Sp.THT-KL LAPORAN KASUS Epistaksis Oleh : Nanny Herwanto, S.Ked (0610710092) Pembimbing : dr. Ahmad Dian Wahyudiono, Sp.THTKL Laboratorium Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah telinga, hidung, dan tenggorokan merupakan masalah yang sering terjadi pada anak anak, misal otitis media akut (OMA) merupakan penyakit kedua tersering pada

Lebih terperinci