Tinjauan Kebijakan Moneter September 2009

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tinjauan Kebijakan Moneter September 2009"

Transkripsi

1

2

3 Tinjauan Kebijakan Moneter September 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September, November, dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia serta respon kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara triwulanan pada setiap bulan Januari, April, Juli dan Oktober. Secara rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter selama bulan laporan, serta keputusan respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia. Dewan Gubernur Darmin Nasution Deputi Gubernur Senior Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur Siti Ch. Fadjrijah Deputi Gubernur S. Budi Rochadi Deputi Gubernur Muliaman D. Hadad Deputi Gubernur Ardhayadi Mitroatmodjo Deputi Gubernur Budi Mulya Deputi Gubernur 1

4 Daftar Isi I. Statement Kebijakan Moneter...3 II. Perkembangan dan Kebijakan Moneter...6 Perkembangan Ekonomi Dunia...7 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia...9 Inflasi...12 Nilai Tukar Rupiah...15 Kebijakan Moneter...16 Suku Bunga...16 Dana, Kredit, dan Uang Beredar...18 Pasar Modal...18 Kondisi Perbankan...20 III. Respons Kebijakan Moneter

5 I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Perekonomian Indonesia sampai dengan September 2009 menunjukkan perbaikan seiring dengan terus berlangsungnya pemulihan perekonomian global. Perbaikan ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat dan Jepang, terus berlanjut. Sementara perekonomian Eropa, yang pada bulan lalu masih menunjukkan penurunan, mulai beranjak tumbuh positif. Perbaikan ekonomi yang paling signifikan terjadi di Cina, yang pertumbuhannya didorong oleh stimulus fiskal yang besar dan peningkatan kredit perbankan. Pertumbuhan ekonomi Cina telah membawa dampak yang positif dengan membaiknya ekspor dari negaranegara kawasan, termasuk Indonesia. Dengan perkembangan tersebut, proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2009 diperkirakan akan lebih baik dari perkiraan sebelumnya. Meski membaik, masih tingginya tingkat pengangguran dan risiko kesinambungan fiskal di Amerika Serikat dan Eropa menjadi catatan dalam menyikapi perkembangan tersebut. Pemulihan ekonomi global yang berlanjut mendorong perbaikan risiko dan likuiditas pasar keuangan global yang berimbas pada masuknya arus modal asing. Optimisme di pasar keuangan global tercermin pada membaiknya persepsi risiko mendorong turunnya intensitas keketatan likuiditas di pasar uang. Di sektor perbankan global, persepsi risiko juga masih berada dalam tren menurun. Perkembangan positif di pasar keuangan negara maju tersebut berimbas pada pasar keuangan di Asia. Hal itu memicu aliran masuk modal asing ke pasar keuangan regional, termasuk Indonesia. Indeks harga di berbagai bursa saham regional meningkat. Selain itu, nilai tukar negara-negara di kawasan mencatat penguatan sebagai imbas dari arus masuk modal asing. Di dalam negeri, kinerja perekonomian Indonesia terus menunjukkan tanda-tanda perbaikan sehingga pertumbuhan ekonomi Triwulan III-2009 berpotensi lebih baik dari yang diperkirakan semula sebesar 3,9%. Dari sisi konsumsi, berbagai indikator terkini menunjukkan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat masih kuat. Sementara tingkat penjualan barang eceran dan barang tahan lama (durables) meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Tingkat keyakinan konsumen akan membaiknya perekonomian juga menjadi faktor yang menjadikan pertumbuhan konsumsi masih menguat. Hal ini didukung pula oleh ketersediaan pembiayaan dari perbankan. 3

6 Sementara itu, kegiatan investasi di Indonesia belum menunjukkan perbaikan signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi permintaan domestik maupun eksternal yang masih relatif lemah. Di sisi eksternal, membaiknya perekonomian di Cina dan India, telah mendorong perbaikan kegiatan ekspor. Dengan demikian, ekspor berpotensi tumbuh lebih baik dari perkiraan. Mencermati perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi selama triwulan III-2009 berpotensi sedikit lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Di sisi harga, inflasi selama Agustus 2009 mencatat peningkatan sesuai pola musiman terkait dengan aktivitas Ramadhan, namun inflasi inti masih dalam tren menurun. Seiring dengan kegiatan di bulan Ramadhan, terjadi peningkatan harga bahan makanan. Hal ini menyebabkan inflasi kelompok makanan bergejolak (volatile food) mencatat peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara itu, inflasi inti masih dalam tren menurun, didukung oleh penguatan nilai tukar, rendahnya tekanan imported inflation, serta menurunnya ekspektasi inflasi masyarakat. Lebih lanjut, inflasi kelompok harga barang yang ditentukan Pemerintah (administered prices) juga minimal. Dengan perkembangan tersebut, laju inflasi selama Agustus 2009 sebesar 0,56% (mtm) atau 2,75% (yoy). Secara tahunan laju inflasi diperkirakan masih berada pada tren menurun. Membaiknya perekonomian global dan kawasan telah memberikan dampak positif pada membaiknya kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Perkembangan ekonomi global yang kondusif, terutama kondisi perekonomian negara mitra dagang, mendukung perbaikan kinerja ekspor. Membaiknya ekspor tersebut diperkirakan mampu mengimbangi peningkatan impor yang terjadi sejalan dengan mulai bergeraknya ekonomi domestik. Selain itu, membaiknya kinerja ekspor pada Triwulan III-2009, diperkirakan akan terus didukung oleh perkembangan harga di pasar internasional. Di sisi neraca modal dan finansial (TMF), aliran masuk modal asing dalam bentuk portofolio masih terus berlanjut seiring dengan kondusifnya kondisi pasar keuangan global, serta persepsi positif terhadap ekonomi domestik. Dengan berbagai perkembangan tersebut, cadangan devisa sampai akhir Agustus 2009 mencapai 57,9 miliar dollar AS sebelum memasukkan alokasi Special Drawing Right (SDR) IMF, atau setara dengan 5,67 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Aliran masuk modal asing mendorong penguatan nilai tukar Rupiah. Aliran modal asing terus berlangsung ke pasar domestik dan 4

7 mendukung pasokan valuta asing di pasar uang. Aliran modal asing ke Indonesia didukung oleh optimisme akan pemulihan ekonomi global dan domestik, imbal hasil rupiah yang tetap menarik, dan persepsi risiko yang membaik. Hal ini telah meningkatkan minat dari para pemilik modal terhadap aset di pasar keuangan domestik. Selama Agustus 2009 nilai tukar rupiah secara rata-rata terapresiasi sebesar 1,32% menjadi Rp per dolar AS. Rupiah bergerak cukup stabil sebagaimana tercermin pada penurunan volatilitas dari 0,6% pada Juli 2009 menjadi 0,46%. Bank Indonesia memandang bahwa apresiasi rupiah tersebut masih mendukung daya saing produk ekspor Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya. Di sektor keuangan domestik, perbaikan kinerja terus ditunjukkan oleh pasar keuangan domestik. Di pasar saham, minat beli investor di bursa meningkat tinggi didukung oleh kondisi fundamental ekonomi domestik yang baik, terutama realisasi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dari perkiraan, serta kinerja perusahaan publik pada semester I-2009 yang menunjukkan perkembangan positif. Di pasar uang, kondisi likuiditas di pasar uang antar bank masih cenderung longgar. Hal ini tercermin pada volume transaksi di pasar uang yang mencatat peningkatan. Suku bunga PUAB overnight menurun dari bulan sebelumnya, sejalan dengan arah pergerakan BI Rate. Di pasar obligasi, yield SUN meningkat, yang antara lain disebabkan oleh pelepasan aset oleh beberapa investor asing sebagai akibat aksi profit taking seiring dengan peningkatan yield di periode sebelumnya dan kecenderungan nilai tukar yang menguat. Di sektor perbankan, transmisi kebijakan moneter di pasar keuangan cenderung semakin baik. Penurunan BI Rate sebesar 300 bps sejak Desember 2008 terus diikuti oleh penurunan suku bunga. Hingga Juli 2009, suku bunga dasar pinjaman perbankan mencatat penurunan sebesar 108 bps, suku bunga kredit modal kerja (KMK) turun sebesar 85 bps, kredit investasi (KI) turun sebesar 83 bps, sementara kredit konsumsi masih mencatat kenaikan 53 bps. Penyaluran kredit perbankan juga mulai menunjukkan perbaikan. Hingga Juli 2009 kredit perbankan telah tercatat tumbuh positif, yaitu sebesar 1,2% (ytd) mencapai jumlah Rp 15,9 triliun. Dengan optimisme akan perbaikan ekonomi yang semakin tinggi, penyaluran kredit diperkirakan terus meningkat seiring dengan semakin berkurangnya ketidakpastian perekonomian di sektor riil. Komitmen sejumlah bank untuk menurunkan suku bunga deposito diperkirakan akan semakin mendorong penurunan suku bunga kredit 5

8 dan penyaluran kredit perbankan. Bank Indonesia akan terus memantau pelaksanaan dari komitmen tersebut dan juga akan menempuh langkahlangkah lanjutan untuk meningkatkan efisiensi perbankan sehingga dapat mendorong penurunan suku bunga kredit lebih lanjut. Di bidang operasi moneter, untuk memastikan ketersediaan likuiditas perbankan dan mengantisipasi meningkatnya kebutuhan likuiditas perbankan seiring dengan membaiknya prospek penyaluran kredit, maka terhitung mulai Senin 7 September 2009, Bank Indonesia menyediakan transaksi REPO dengan tenor 3 bulan disamping yang sudah tersedia saat ini. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional tetap stabil. Hal itu diindikasikan oleh masih terjaganya rasio kecukupan modal (CAR) per Juli 2009 sebesar 17,0%. Sementara itu rasio gross Non Performing Loan (NPL) tetap terkendali di bawah 5% dengan rasio net di bawah 2%. Likuiditas Perbankan, termasuk likuiditas dalam pasar uang antar bank makin membaik dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat. Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 3 September 2009 memutuskan untuk mempertahankan BI rate tetap sebesar 6,5%. Dewan Gubernur memandang bahwa pelonggaran moneter sejak Desember 2008 melalui penurunan suku bunga BI Rate sebesar 300 bps menjadi 6,5% cukup kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan intermediasi perbankan. Tingkat BI Rate 6,50% tersebut juga dipandang konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2010 sebesar 5% ± 1%. II. PERKEMBANGAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER Perkembangan ekonomi global menunjukkan perbaikan yang semakin nyata. Tanda-tanda pemulihan ekonomi terlihat di berbagai kawasan. Hal tersebut memberikan optimisme yang meningkat terhadap perkembangan kinerja perekonomian domestik. Sementara itu, tekanan inflasi Agustus 2009 lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Juli 2009, namun masih lebih rendah dari pola historisnya. Faktor musiaman (seasonal) Ramadhan diperkirakan sudah memberikan dampak terhadap inflasi Agustus Hal itu tercermin dari kenaikan harga bahan makanan dan makanan jadi. 6

9 Respons penurunan suku bunga kredit terhadap penurunan BI Rate Juli 2009 membaik. Penurunan suku BI Rate terutama terjadi pada suku bunga kredit investasi dan kredit modal kerja. Namun, ekspansi kredit masih dilakukan dengan sangat hati-hati. Penyaluran kredit secara nominal mulai mengalami peningkatan. Perkembangan Ekonomi Dunia Tanda-tanda pemulihan ekonomi global semakin terlihat merata di berbagai kawasan serta diperkirakan sudah melewati titik terendahnya (trough). Laju kontraksi ekonomi di sejumlah negara maju semakin melambat, sementara pemulihan ekonomi negara berkembang Asia lebih cepat dari perkiraan semula. Dukungan stimulus fiskal, suku bunga yang rendah serta rebound-nya pasar saham global mampu mendukung permintaan domestik dan meningkatkan keyakinan konsumen serta sektor bisnis terhadap prakiraan ekonomi ke depan. Hampir sebagian besar negara mengalami perbaikan yang cukup signifikan pada triwulan II dan diperkirakan akan mencatat pertumbuhan ekonomi positif (qtq) memasuki semester II Grafik 2.1 Real Income Spending Rumah Tangga AS Laju kontraksi ekonomi Amerika Serikat (AS) pada triwulan II-2009 melambat. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan AS triwulan II-2009 sebesar -1,0% (qtq) setelah anjlok cukup tajam pada triwulan sebelumnya yaitu sebesar -6,4% (qtq). Pelemahan lebih lanjut didorong oleh masih tertekannya pengeluaran rumah tangga yang menjadi motor utama perekonomian akibat tingginya tabungan rumah tangga dan ketatnya kondisi pasar tenaga kerja (Grafik 2.1). Sisi konsumsi AS masih tumbuh melemah didorong memudarnya efek stimulus fiskal ke sektor rumah tangga AS yang bersifat one-shot. Tingginya ketidakpastian ke depan mendorong tingkat tabungan rumah tangga AS masih berada pada level tinggi meski sudah menurun dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Di pasar tenaga kerja, gelombang PHK masih terus berlangsung namun mulai melambat sebagaimana tercermin dari menurunnya angka pengangguran bulan Juli menjadi 9,4% dari 9,5% dan turunnya nonfarm payrolls bulan Juli sebesar 247 ribu orang dari 443 ribu orang. Namun demikian, indikator penjualan eceran AS mulai stabil seiring dengan membaiknya keyakinan konsumen. Selain itu, kinerja sektor bisnis terus mengindikasikan penguatan dan akan semakin membaik merespons semakin menipisnya persediaan barang dan optimisme sektor bisnis terhadap prakiraan ekonomi ke depan. 7

10 Sektor perumahan diperkirakan telah mulai bergerak naik. Gejolak sektor perumahan yang merupakan episentrum dari krisis ekonomi global semakin mereda dan mengindikasikan perbaikan lebih lanjut. Rendahnya suku bunga dan harga rumah yang semakin terjangkau memicu peningkatan penjualan rumah baru maupun lama dibandingkan dengan kondisi terendahnya pada Januari 2009 lalu. Indikator penjualan rumah ke depan yang tergambar dari indikator housing starts dan building permits juga masih dalam tren yang meningkat. Sisi produksi di AS membaik dalam merespons menipisnya stok (inventory) dan meningkatnya penjualan eceran. Laju kontraksi di sektor manufaktur mulai melambat. Hal tersebut terlihat dari Survei Manajer Pembelian (PMI) khususnya sektor manufaktur yang meningkat di bulan Juli dan industrial production yang penurunannya tidak setajam periode sebelumnya (Grafik 2.2). Meningkatnya penjualan eceran yang lebih cepat daripada tersedianya stok (inventory) mendorong rasio inventory to sales ratio kembali turun menjadi 1,38 sehingga ke depan diperkirakan indeks produksi akan meningkat untuk menahan tergerusnya inventory lebih lanjut. Grafik 2.2 Penjualan Eceran dan PMI Ekonomi China masih tumbuh tinggi dan menjadi motor utama perekonomian Asia. Ekonomi China yang tumbuh solid pada triwulan II-2009 menjadi sumber permintaan utama ekspor negara-negara di kawasan Asia. Namun demikian, di bulan Agustus ekonomi China mulai menunjukkan tanda tanda cooling-down meski masih berada di level yang tinggi. Berbagai indikator terkini mengkonfirmasi perkembangan tersebut sebagaimana tercermin dari menurunnya laju kredit baru perbankan, melemahnya Foreign Direct Investment (FDI), serta laju money supply yang menurun. Melemahnya indikator-indikator tersebut di satu pihak mampu meredakan kekhawatiran asset bubble pada perekonomian China, namun di sisi lain menimbulkan kekhawatiran baru atas terhambatnya laju pemulihan ekonomi Asia karena melambatnya ekonomi China. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga China terindikasi masih tumbuh solid tercermin dari indikator penjualan eceran yang masih menguat dan membaiknya optimisme keyakinan konsumen. Sementara itu, ekonomi Jepang tumbuh positif di triwulan II-2009 sebesar 0,9% (qtq) dari -3,1% (qtq). Ekspansi perekonomian Jepang dikontribusi oleh meningkatnya pengeluaran Pemerintah dan melonjaknya kinerja ekspor. Sementara konsumsi domestik Jepang masih melemah didorong merosotnya capital spending korporasi dan anjloknya kinerja sektor perumahan. 8

11 Ekonomi di kawasan Euro terkontrasi semakin lambat didorong oleh pertumbuhan positif Jerman dan Perancis pada triwulan II Ekonomi kawasan Eropa terkontraksi sebesar -0,1% (qtq) setelah anjok cukup dalam sebesar -2,5% (qtq) pada triwulan sebelumnya. Membaiknya pertumbuhan ekonomi Euro dikontribusi oleh positifnya pertumbuhan ekonomi Jerman dan Perancis yang masing-masing tumbuh 0,3% (qtq). Tekanan inflasi global secara umum masih berada pada level yang rendah sejalan dengan masih melambatnya aktivitas ekonomi. Hal yang sama juga terjadi di negara maju dimana negara-negara tersebut masih mengalami deflasi. IHK AS bulan Juli mengalami deflasi yang semakin dalam dari -1,4% (yoy) menjadi -2,1% (yoy), sedangkan inflasi inti turun ke level 1,5% (yoy). Di kawasan Euro, harga di tingkat konsumen mengalami penurunan sebagaimana tercermin dari deflasi bulan Juli sebesar -0,7% (yoy). Sementara di Jepang, tekanan deflasi semakin dalam tercermin dari inflasi IHK sebesar -2,2% (yoy). Sementara laju harga konsumen di Inggris cenderung sticky dan masih berada pada 1,8% (yoy), walaupun level ini sudah berada dibawah target inflasi BOE sebesar 2,0%. Penurunan suku bunga kebijakan di sebagian besar negara maju mulai terbatas. Bank sentral negara maju yang menurunkan suku bunganya di bulan Agustus hanya Denmark (-10bps). Sementara itu, bank sentral di Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Eropa menahan penurunan suku bunga lebih lanjut dan akan menetapkan suku bunga tetap di level yang rendah untuk sementara waktu seiring tanda-tanda green shoots yang semakin terlihat jelas. Grafik 2.3 Penjualan Produk Elektronik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Laju pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2009 diperkirakan sedikit mengalami peningkatan seiring dengan membaiknya beberapa indikator dini perekonomian domestik maupun eksternal. Dari sisi permintaan, faktor utama yang menopang pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan konsumsi rumah tangga sejalan dengan membaiknya pertumbuhan ekspor serta faktor musiman menjelang hari besar keagamaan (Idul Fitri). Pertumbuhan investasi juga diprakirakan akan membaik didukung oleh peningkatan optimisme pelaku usaha terutama setelah Pemilu Presiden berjalan lancar. Dari sisi eksternal, 9

12 perbaikan kondisi ekonomi global yang terus berlanjut terutama pada negara emerging markets dan kenaikan harga komoditas diprakirakan akan menopang pertumbuhan ekspor. Sejalan dengan hal tersebut, kinerja impor juga diprakirakan tumbuh membaik jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, dari sisi penawaran, beberapa sektor diprakirakan tumbuh membaik pada triwulan III-2009 seiring dengan mulai membaiknya permintaan eksternal. Faktor perayaan hari besar keagamaan pada akhir triwulan III-2009 juga diperkirakan akan menjadi pendorong pertumbuhan sektor-sektor yang terkait seperti sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2009 diperkirakan mulai meningkat. Penguatan keyakinan konsumen pasca pelaksanaan Pemilu Pilpres serta dukungan daya beli yang bersumber dari perbaikan ekspor dan rencana pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) diperkirakan mampu menahan perlambatan konsumsi yang lebih dalam. Sementara itu, dorongan konsumsi terkait faktor musiman berupa perayaan hari besar keagamaan (Lebaran) juga mendukung perbaikan pertumbuhan konsumsi pada triwulan laporan. Peningkatan konsumsi tersebut terindikasi dari pertumbuhan konsumsi barang tahan lama (durable goods) dan indeks penjualan eceran. Pertumbuhan konsumsi durable goods seperti produk elektronik, penjualan mobil dan sepeda motor hingga akhir triwulan II-2009 mengalami peningkatan seiring dengan membaiknya daya beli masyarakat dan turunnya suku bunga lembaga pembiayaan (Grafik ). Peningkatan konsumsi tersebut juga mendapat dukungan dari sisi pembiayaan yang tercermin dari peningkatan transaksi kartu kredit, tingginya nilai transaksi kartu debit, peningkatan daya beli akibat kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) serta peningkatan ekspor terutama di wilayah Sumatera (Grafik ). Pertumbuhan investasi (PMTB) pada triwulan III-2009 diprakirakan semakin membaik seiring dengan membaiknya permintaan eksternal dan domestik. Indikasi membaiknya permintaan eksternal yang dibarengi dengan meredanya faktor ketidakpastian ekonomi global berdampak positif pada pertumbuhan investasi pada triwulan III-2009 (Grafik 2.7). Hal tersebut tercermin dari indeks tendensi bisnis yang meningkat didorong oleh perkiraan kenaikan order luar dan dalam negeri serta stabilnya kondisi dalam negeri pasca pelaksanaan Pemilu Pilpres. Beberapa indikator dini investasi nonbangunan seperti pertumbuhan mesin dan perlengkapan luar negeri serta impor barang Grafik 2.4 Pertumbuhan Penjualan Mobil-Motor dan PDB Konsumsi RT Grafik 2.5 Pert. Transaksi Belanja Kartu Kredit Grafik 2.6 Penjualan Pembiayaan Konsumsi 10

13 Grafik 2.7 Pertumbuhan Investasi Bangunan & Non-Bangunan Grafik 2.8 Pertumbuhan Investasi Mesin Luar Negeri Grafik 2.9 Pertumbuhan Impor Barang Modal dan PMTB modal menunjukkan perbaikan yang positif meski terbatas (Grafik ). Sementara itu, hingga awal kuartal III-2009 pertumbuhan konsumsi semen mengindikasikan perbaikan sejalan dengan mulai meningkatnya realisasi sektor bangunan dan stimulus infrastruktur (Grafik 2.10). Namun demikian, di sisi pembiayaan, kredit investasi masih mengindikasikan tren yang melambat. Indikasi perbaikan kondisi ekonomi global dan permintaan negara emerging markets berpotensi mendorong pertumbuhan ekspor lebih baik. Berangsur membaiknya tingkat keyakinan konsumen serta pertumbuhan indeks produksi di negara maju terutama Jepang pada awal triwulan III-2009 turut mendukung arah perbaikan pertumbuhan ekspor. Perkembangan positif ekspor juga ditunjukkan oleh perkembangan aktivitas arus bongkar muat di pelabuhan Tanjung Priok yang mengalami perbaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Potensi perdagangan dengan negara India juga diperkirakan membaik sejalan dengan disepakatinya Free Trade Agreement (AI-FTA) negara-negara ASEAN dengan India. Dilihat dari sektor dan golongan komoditas (HS 2 dijit), penyumbang utama ekspor pada bulan Juni 2009 masih bersumber dari komoditas pertanian dan hasil industri seperti komoditas lemak dan minyak hewani/nabati, serta karet dan barang dari karet. Di sisi lain, laju perlambatan impor pada triwulan III-2009 juga diprakirakan mereda merespons indikasi perbaikan permintaan domestik dan eksternal. Meskipun masih tumbuh melambat, indikasi tertahannya perlambatan impor didukung oleh pertumbuhan komoditas impor bahan baku utama seperti besi-baja dan bea masuk impor yang bergerak membaik. Di samping itu, impor juga terdorong oleh permintaan bahan baku dan barang modal sehubungan dengan peningkatan kegiatan produksi memasuki paruh kedua tahun 2009 terutama pada sektor industri. Sumbangan utama pertumbuhan impor masih bersumber dari pertumbuhan impor bahan baku/penolong yang tumbuh membaik. Di sisi penawaran, beberapa sektor diperkirakan mulai menunjukkan perbaikan di triwulan III-2009 seiring dengan membaiknya permintaan. Sektor-sektor utama seperti sektor industri pengolahan dan perdagangan diperkirakan mulai tumbuh membaik. Kinerja kedua sektor ini membaik terkait dengan mulai membaiknya permintaan dan adanya faktor hari besar keagamaan pada akhir triwulan III Sektor utama lainnya, seperti pertanian, diperkirakan tumbuh melambat seiring dengan berlalunya musim panen. Sementara itu, 11

14 sektor-sektor lainnya yaitu sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor pengangkutan dan komunikasi masih tumbuh dalam tingkat pertumbuhan yang tinggi terkait dengan aktivitas hari raya Lebaran. Jika dilihat dari strukturnya, pangsa sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pertanian masih merupakan sektor yang dominan. Kontribusi pertumbuhan terutama berasal dari sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor jasa-jasa, dan sektor keuangan persewaan dan jasa. Membaiknya optimisme dunia usaha, sebagaimana tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), mendorong geliat aktivitas sektor-sektor ekonomi. Grafik 2.10 Pertumbuhan Konsumsi Semen I n f l a s i Tekanan inflasi mulai menunjukkan peningkatan sejalan dengan pola musiman bulan Ramadhan. Inflasi IHK bulan Agustus mencapai 2,75% (yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 2,71% (yoy, Grafik 2.11). Secara bulanan, inflasi mencapai 0,56% (mtm), meningkat dibandingkan dengan bulan Juli lalu (0,45%, mtm) terkait dengan pola musiman Lebaran. Namun demikian, inflasi tersebut masih sedikit lebih rendah dibandingkan pola historisnya (0,74%, mtm) 1. Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK tahun kalender mencapai 1,22% (ytd). Meningkatnya inflasi bulan laporan didorong oleh faktor nonfundamental, sementara tekanan dari faktor fundamental masih cenderung menurun. Faktor non-fundamental terutama volatile food diperkirakan meningkat terkait pola musiman Ramadhan. Sementara itu, kelangkaan minyak tanah terkait program konversi membawa inflasi administered price sedikit meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Di sisi lain, tekanan dari sisi fundamental yang terlihat dari pergerakan inflasi inti masih dalam tren menurun. Penurunan tekanan inflasi inti terutama terkait dengan penurunan ekspektasi inflasi, di samping menurunnya tekanan dari sisi eksternal sejalan dengan menurunnya tekanan inflasi impor dan stabilnya nilai rupiah. Sementara itu, tekanan kesenjangan output dari sisi permintaan mulai terindikasi meningkat meski belum memberikan tekanan terhadap harga. 1 Pola historis tersebut merupakan rata-rata inflasi bulanan pada bulan Agustus selama kurun waktu Grafik 2.11 Perkembangan Inflasi 12

15 Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Grafik 2.13 Perkembangan Nilai Tukar & Inflasi Mitra Dagang Berdasarkan kelompok pengeluarannya, peningkatan tekanan inflasi tahunan terutama bersumber dari kelompok bahan makanan dan sandang sesuai dengan pola musimannya (Grafik 2.12). Tekanan inflasi kelompok bahan makanan relatif tinggi, mengingat 82% diantaranya termasuk dalam kelompok volatile food yang saat ini harganya sedang bergejolak. Sementara itu, meningkatnya tekanan inflasi kelompok sandang terkait dengan peningkatan harga emas perhiasan dalam satu tahun terakhir. Di sisi lain, sebagian besar inflasi kelompok pengeluaran lainnya masih menunjukkan tren yang menurun. Tekanan inflasi dari kelompok pendidikan juga masih menunjukkan kecenderungan menurun walaupun secara bulanan masih relatif tinggi dibandingkan dengan kelompok pengeluaran lainnya. Relatif tingginya inflasi kelompok ini terutama disumbang oleh sub kelompok pendidikan. Dari kelompok administered price masih mencatat deflasi. Namun, deflasi kelompok ini menurun dibandingkan dengan bulan sebelumnya dari -5,08% (yoy) menjadi -5,05% (yoy). Penurunan harga BBM yang terjadi pada akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009 serta relatif tidak adanya kebijakan harga dari Pemerintah telah membawa inflasi administered price mengalami deflasi yang cukup dalam. Secara bulanan, inflasi administered price bulan laporan relatif rendah yaitu sebesar 0,2%(mtm). Peningkatan inflasi tersebut terutama bersumber dari kelangkaan pasokan minyak tanah terkait konversi energi yang menyebabkan kenaikan harga minyak tanah di beberapa daerah 2. Selain itu, kenaikan harga rokok kretek filter kembali memberikan sumbangan terhadap inflasi administered price 3. Di sisi lain, penurunan secara ratarata harga BBM non-subsidi (Pertamax,Pertamax Plus dll) sekitar 7% 4 dibandingkan dengan bulan sebelumnya memberikan sumbangan yang minimal terhadap inflasi terkait dengan bobotnya yang relatif kecil. Setelah mengalami deflasi sepanjang triwulan II-2009, secara tahunan inflasi volatile food meningkat cukup tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya menjadi 4,09% (yoy) dari 3,53% (yoy). Namun, inflasi volatile food tersebut masih relatif rendah dibandingkan dengan pola normalnya. Relatif rendahnya inflasi tersebut didukung 2 Bandar Lampung, Serang, dan Mataram. 3 Terkait masih lebih tingginya harga jual eceran terhadap harga bandrol beberapa merek rokok. 4 Pada 1 Agustus 2009, harga Pertamax dan Pertamax Plus turun menjadi Rp. 6600,- dan Rp. 6400,- dari Rp. 7000,- dan 6750,-. Namun seiring dengan peningkatan harga minyak internasional, per 15 Agustus 2009, harga Pertamax dan Pertamax Plus kembali meningkat menjadi Rp. 7200,- dan Rp. 7000,-., 13

16 oleh perkembangan harga komoditas pangan global yang menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Komoditas pangan global seperti CPO, gandum, kedelai dan jagung berada dalam level yang jauh lebih rendah dari harga puncaknya di tahun Secara bulanan, inflasi volatile food mencapai 1,41% (mtm), meningkat dibandingkan bulan sebelumya (1,22%, mtm). Kenaikan beberapa komoditas bahan pangan seperti telur ayam ras, beras, daging ayam ras, dan bumbubumbuan ditengarai karena meningkatnya permintaan menjelang bulan Ramadhan. Untuk komoditas beras, peningkatan harga masih relatif rendah dibandingkan dengan pola normalnya (0,5%) terkait dengan relatif lancarnya pasokan dari daerah sentra produksi. Tekanan inflasi inti secara tahunan masih dalam tren menurun. Inflasi inti Agustus mencapai 4,84% (yoy), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 4,91% (yoy). Faktor ekspektasi inflasi mendukung penurunan inflasi tersebut, di samping tekanan faktor eksternal yang masih minimal (Grafik 2.13). Sementara itu, tekanan output gap di sisi permintaan terindikasi mulai meningkat meski belum memberikan tekanan yang berarti pada harga. Secara bulanan, inflasi inti Agustus sedikit meningkat dibandingkan bulan-bulan sebelumnya mencapai 0,43% (mtm). Relatif meningkatnya inflasi inti terutama bersumber dari sumbangan inflasi pada sub kelompok pendidikan selain peningkatan harga beberapa komoditas makanan (antara lain gula) 5. Di sisi lain, penurunan harga emas sedikit dapat menahan tekanan inflasi inti. Sesuai dengan pola musimannya, sektor pendidikan secara keseluruhan mengalami inflasi sekitar 2,06% (mtm). Inflasi di sektor pendidikan tersebut sedikit dibawah pola historisnya sekitar 4% (mtm) 6. Secara umum, ekspektasi inflasi masih berada dalam tren yang menurun. Hasil survei Consensus Forecast (CF) bulan Agustus menunjukan penurunan ekspektasi inflasi di tahun 2009 yang mencapai 4,9%, lebih rendah dari bulan lalu sebesar 5,2% (Grafik 2.14). Survei lain yang mewakili pedagang juga mengkonfirmasi masih cukup rendahnya ekspektasi inflasi (Grafik 2.15). Penurunan ekspektasi tersebut diperkirakan terkait dengan realisasi inflasi terkini yang masih relatif rendah. Selain itu, kestabilan nilai tukar rupiah dan relatif tidak adanya kejutan-kejutan 5 Terkait dengan menipisnya pasokan gula pasir di tengah meningkatnya permintaan. Faktor lain adalah meningkatnya harga gula internasional. 6 Diperkirakan terkait dengan kondisi perekonomian. Grafik 2.14 Ekspektasi Inflasi dari Consensus Forecast (CF) Grafik 2.15 Ekspektasi Inflasi Pedagang - SPE BI Grafik 2.16 Ekspektasi Inflasi Konsumen - SK BI 14

17 Grafik 2.17 Rata-rata Nilai Tukar Rupiah Grafik 2.18 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah Grafik 2.19 Pergerakan Bursa Saham Asia yang bersifat unfavorable turut menjaga tren penurunan ekspektasi inflasi. Di sisi lain, ekspektasi inflasi yang terlihat dari survei konsumen sudah menunjukkan peningkatan yang diperkirakan terkait dengan pola musiman menjelang bulan Ramadhan (Grafik 2.16). Nilai Tukar Rupiah Selama Agustus 2009, nilai tukar rupiah secara rata-rata bergerak menguat dengan tingkat volatilitas yang menurun. Rupiah menguat secara rata-rata 1,32% ke level Rp9.966/USD dari Rp / USD pada bulan sebelumnya (Grafik 2.17). Namun di akhir periode, rupiah mengalami sedikit koreksi dan ditutup melemah 1,54% (p-t-p) dari level Rp9.925/USD pada bulan sebelumnya ke level Rp10.080/USD akibat imbas dari koreksi yang terjadi di bursa saham global. Meskipun demikian, pergerakan rupiah relatif stabil tercermin dari menurunnya tingkat volatilitas menjadi 0,46% dari 0,60% pada bulan sebelumnya (Grafik 2.18). Berlanjutnya proses pemulihan ekonomi global dan kinerja perekonomian domestik yang terus terjaga menjadi penopang pergerakan rupiah selama Agustus Perbaikan indikator ekonomi di berbagai kawasan mendorong optimisme terhadap proses recovery perekonomian dunia dan rally yang terjadi di bursa saham global (Grafik 2.19). Namun demikian, kekhawatiran terhadap tingginya nilai aset keuangan yang tidak mencerminkan kondisi fundamental perekonomian (overvalued) memicu terjadinya koreksi di pasar saham pada pertengahan bulan laporan. Di tengah kondisi pasar keuangan global yang masih rentan, rupiah mampu bergerak stabil ditopang oleh kinerja fundamental perekonomian yang kuat yaitu pertumbuhan ekonomi domestik yang terjada dan kinerja pembayaran yang cukup solid. Penguatan rupiah juga diikuti oleh pergerakan mata uang kawasan yang menguat didukung oleh aliran dana asing yang masuk melalui bursa (Grafik 2.20). Sejalan dengan koreksi yang terjadi di bursa saham global, persepsi risiko terhadap perekonomian Indonesia mengalami sedikit peningkatan. Secara umum, ketahanan ekonomi domestik yang cukup baik, kondisi politik yang relatif stabil serta pemulihan ekonomi global yang relatif lebih cepat dari perkiraan memicu ekspektasi positif yang berimbas pada persepsi risiko terhadap perekonomian Indonesia. Namun, sejalan dengan pergerakan CDS di kawasan Asia, CDS Indonesia sedikit 15

18 meningkat dari 199 bps menjadi 214 bps, lebih rendah dibandingkan dengan CDS Vietnam (246 bps) namun masih di atas CDS Philipina (189 bps). Sementara itu, faktor risiko domestik juga mengalami peningkatan yang tercermin dari kenaikan yield spread Global Bond RI dengan US T-Note dari 305 bps menjadi 319 bps. Di sisi lain, spread EMBIG bergerak turun 398 bps menjadi 389 bps (Grafik 2.21). Pergerakan premi swap relatif stabil yang mengindikasikan minimalnya tekanan terhadap rupiah untuk beberapa waktu yang akan datang (Grafik 2.22). Meskipun mengalami penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya, imbal hasil investasi rupiah masih relatif lebih tinggi dibandingkan negara lain di kawasan Asia. Penurunan indikator Uncovered Interest Rate Parity (UIP) dan Covered Interest Rate Parity (CIP) sejalan dengan penurunan suku bunga kebijakan dan indikator risiko yang relatif stabil. UCIP Indonesia turun dari 6,64% menjadi 6,42% dan CIP Indonesia turun dari 3,43% menjadi 3,23%. Yield spread obligasi rupiah yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara kawasan Asia lainnya menjadi daya tarik bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia Kebijakan Moneter Suku Bunga Penurunan BI Rate pada Agustus 2009 masih diikuti oleh penurunan suku bunga PUAB berbagai tenor. Rata-rata harian tertimbang suku bunga PUAB O/N turun sebesar 29 bps atau lebih besar dari penurunan BI Rate yang sebesar 25 bps. Sementara itu, suku bunga PUAB untuk jangka waktu yang lebih panjang rata-rata penurunannya mencapai 37 bps. Kondisi tersebut seiring dengan kondisi likuiditas di pasar uang yang masih cukup melimpah sebagaimana tercermin pada rata-rata volatilitas suku bunga PUAB O/N yang rendah dan volume transaksi yang besar. Dengan perkembangan tersebut maka struktur suku bunga PUAB berbagai tenor (jangka waktu) menjadi semakin menurun dan relatif landai, mengindikasikan persepsi terhadap likuiditas antar waktu yang masih cukup baik. Kondisi demikian juga direfleksikan pada rata-rata kuotasi JIBOR yang terus menurun. Grafik 2.20 Apresiasi/Depresiasi Rata-Rata Nilai Tukar Agustus 2009 dibandingkan dengan Juli 2009 Grafik 2.21 Indikator Persepsi Risiko Indonesia Grafik 2.22 Premi Swap Berbagai Tenor 16

19 Grafik 2.23 Perbandingan Yield Spread Government Bond Beberapa Negara Regional Penurunan suku bunga deposito terus berlangsung. Suku bunga deposito 1 bulan menurun sebesar 21 bps pada Juli 2009 (Tabel 2.1 & Grafik 2.23). Sementara itu, suku bunga deposito berbagai tenor juga tercatat menurun dengan besaran yang bervariasi. Jika dilihat berdasarkan kelompok banknya, penurunan suku bunga deposito terbesar pada Juli 2009 masih terjadi pada kelompok bank asing dan campuran yang mencapai 23 bps. Respons penurunan suku bunga kredit terhadap penurunan BI Rate pada Juli 2009 membaik. Hingga Juli 2009, suku bunga dasar pinjaman perbankan mencatat penurunan sebesar 108 bps, suku bunga kredit modal kerja (KMK) turun sebesar 85 bps, kredit investasi (KI) turun sebesar 83 bps, sementara kredit konsumsi masih mencatat kenaikan 53 bps. Suku bunga konsumsi cenderung meningkat sejalan dengan karakteristik kredit jenis tersebut yang permintaannya relatif tidak terlalu erat berkaitan dengan perubahan suku bunga. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit modal kerja dan kredit investasi pada Juli 2009 masing-masing sebesar 14,45% dan 13,58% atau menurun dari bulan sebelumnya sebesar 14,52%, 13,78%, sedangkan suku bunga kredit konsumsi masih mencatat kenaikan menjadi 16% (Tabel 2.1 & Grafik 2.24). Grafik 2.24 Perkembangan Berbagai Suku Bunga Suku Bunga (%) Tabel 2.1 Perkembangan Berbagai Suku Bunga Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags BI Rate 9,00 9,25 9,50 9,50 9,25 8,75 8,25 7,75 7,50 7,25 7,00 6,75 6,50 Penjaminan Deposito 8,75 8,75 10,00 10,00 10,00 9,50 9,00 8,25 7,75 7,75 7,50 7,25 7,00 Dep 1 bulan (Weighted Average) 8,04 9,26 10,14 10,40 10,75 10,52 9,88 9,42 9,04 8,77 8,52 8,31 n.a Dep 1 bulan (Counter Rate) 7,42 7,77 8,32 8,67 8,69 8,75 8,52 8,23 7,68 7,39 6,81 6,57 6,44 Base Lending Rate 13,21 13,29 13,65 14,07 14,16 14,18 13,98 13,94 13,78 13,64 13,40 13,20 13,01 Kredit Modal Kerja (KMK) 13,42 13,93 14,67 15,13 15,22 15,23 15,08 14,99 14,82 14,68 14,52 14,45 n.a Kredit Investasi (KI) 12,86 13,32 13,88 14,28 14,40 14,37 14,23 14,05 14,05 13,94 13,78 13,58 n.a Kredit Konsumsi (KK) 15,78 15,87 16,05 16,24 16,40 16,46 16,53 16,46 16,48 16,57 16,63 16,66 n.a 17

20 Dana, Kredit, dan Uang Beredar Posisi Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami koreksi. Berbeda dengan bulan sebelumnya, posisi DPK pada Juli 2009 mengalami penurunan sebesar Rp17,6 triliun. Meskipun posisi DPK mengalami penurunan, namun secara tahunan pertumbuhan DPK sedikit meningkat menjadi 17,9% (yoy) dari bulan sebelumnya sebesar 17,4% (yoy) (Grafik 2.25). Hal tersebut menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan yang masih cukup tinggi. Penurunan posisi DPK pada periode laporan terutama disumbang oleh kelompok Pemerintah baik di pusat maupun di daerah terkait dengan mulai dilakukannya realisasi atas berbagai proyek Pemerintah. Selain itu, kelompok Badan Usaha Milik Swasta non keuangan juga mencatatkan kondisi yang sama. Koreksi DPK terjadi baik pada rekening giro maupun deposito, sedangkan tabungan masih relatif stabil. Penyaluran kredit secara nominal mengalami peningkatan meski pertumbuhannya masih terbatas. Hingga Juli 2009 kredit perbankan telah tercatat tumbuh positif, yaitu sebesar 1,2% (ytd) mencapai jumlah Rp 15,9 triliun (Grafik 2.25). Likuiditas perekonomian mengalami koreksi. Pada Juli 2009, posisi M1, M2, dan M2 Rupiah turun masing-masing sebesar Rp13,9 triliun, Rp16,6 triliun, dan Rp15,1 triliun sehingga masing-masing menjadi Rp479,5 triliun, Rp1.951,2 triliun, dan Rp1.671,6 triliun. Secara tahunan, pertumbuhan M1, M2 dan M2 Rupiah tercatat masing-masing sebesar 4,6%, 16,2% dan 17,4% (Grafik 2.26). Pertumbuhan M1 dan M2 tersebut masih berada pada level yang lebih rendah dari historisnya selama 2 tahun terakhir. Di sisi lain, jika dilihat secara riil, pertumbuhan likuiditas perekonomian tampak cenderung naik sejak awal tahun (Grafik 2.27). Hal tersebut terutama bersumber dari berlanjutnya penurunan inflasi, sehingga kondusif bagi perbaikan daya beli masyarakat. Namun demikian, pertumbuhan secara riil tersebut masih tergolong rendah sehingga belum cukup mengkonfirmasi adanya perbaikan kondisi ekonomi, khususnya konsumsi masyarakat pada triwulan III Pasar Modal Kinerja IHSG terus membaik. Tren penguatan IHSG masih berlanjut meskipun sempat mengalami koreksi di beberapa periode. IHSG sempat menembus level tertinggi selama tahun 2009, yaitu sebesar 2.399,27 sebelum akhirnya terkoreksi dan ditutup pada level 2.341,5 pada akhir Grafik 2.25 Perkembangan Dana vs Kredit Grafik 2.26 Pertumbuhan Uang Beredar (Nominal) Grafik 2.27 Pertumbuhan Uang Beredar (Riil) 18

21 Grafik 2.28 IHSG dan Net Beli/Jual Asing Saham Agustus Penguatan IHSG tersebut juga didukung oleh peningkatan kapitalisasi pasar yang meningkat sebesar Rp15,5 triliun dibandingkan bulan Juli 2009 menjadi sebesar Rp1.798,7 triliun. Koreksi yang sempat terjadi pada pertengahan Agustus 2009 khususnya dipicu oleh jatuhnya pasar saham China yang mendorong pelemahan pasar keuangan global. Pasar keuangan global yang melemah tersebut kemudian mendorong terjadinya aksi profit taking dari penguatan IHSG yang terlalu cepat. Namun, kondisi tersebut segera pulih seiring dengan kembalinya kepercayaan investor terhadap kondisi perekonomian domestik serta kondisi keuangan emiten yang cukup baik. IHSG kembali menguat dan ditutup meningkat 0,8% dibandingkan dengan bulan lalu atau menguat sebesar 86,4% jika dibandingkan dengan titik terendahnya pada Maret Kondisi pada saat terjadinya koreksi IHSG tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh investor asing yang kembali masuk dan membeli saham-saham murah. Aksi tersebut mendorong transaksi investor asing selama bulan Agustus 2009 mencatat net beli sebesar Rp2,0 triliun (Grafik 2.28). Sejalan dengan masuknya kembali investor asing, rata-rata perdagangan harian pada Agustus 2009 pun meningkat menjadi sebesar Rp6,0 triliun per hari dibandingkan dengan posisi Juli 2009 yang memiliki rata-rata perdagangan harian sebesar Rp5,5 triliun per hari (Grafik 2.29). Grafik 2.29 IHSG dan Nilai Perdagangan Sementara itu, dilihat dari sisi sektoral, sebagian besar sektor mengalami penguatan. Peningkatan tertinggi dialami oleh harga saham di sektor agribisnis seiring dengan kenaikan harga komoditas di pasar internasional. Harga saham sektor agribisnis dan aneka industri meningkat masing-masing sebesar 8,3% dan 6,6% dibandingkan dengan bulan lalu. Sementara itu, porsi kapitalisasi sektor tradeable meningkat menjadi sebesar 55,5% dibandingkan dengan Juli Berbeda dengan kondisi di pasar saham, kinerja pasar Surat Berharga Negara (SBN) sedikit mengalami tekanan. Setelah mengalami penurunan yield selama 2 bulan terakhir, yield SUN seluruh tenor kembali meningkat. Hal tersebut terkait dengan pelepasan aset oleh beberapa investor asing sebagai akibat aksi profit taking yang dipicu oleh kenaikan harga SUN di periode sebelumnya serta nilai tukar yang mengalami apresiasi. Rata-rata yield SUN seluruh tenor bergerak naik menjadi 9,1% dari 8,8% pada bulan sebelumnya. Kenaikan tertinggi terjadi pada yield SUN tenor 5-10 tahun sebagai koreksi atas penurunan yang cukup tajam dalam 2 bulan terakhir. 19

22 Aksi jual investor asing tersebut tak lepas dari perkembangan di pasar keuangan global. Jatuhnya pasar saham di China sempat meningkatkan kekhawatiran pelaku pasar akan kepastian pemulihan ekonomi ke depan. Investor kembali memburu aset US dolar dan melepaskan portfolio di negara berkembang. Hal itu tercermin pada pergerakan CDS 5 tahun yang kembali meningkat diatas level 200. Namun demikian, terjaganya kepercayaan investor terhadap fundamental ekonomi domestik mampu menahan kenaikan yield SUN. Sejalan dengan aksi jual investor asing, likuiditas harian meningkat. Rata-rata harian volume perdagangan SBN pada Juli 2009 tercatat sebesar Rp4,4 triliun, meningkat jika dibandingkan dengan rata-rata perdagangan satu bulan sebelumnya sebesar Rp3,2 triliun (Grafik 2.30). Sejalan dengan kenaikan volume perdagangan, frekuensi rata-rata harian perdagangan SBN turut meningkat. Pada Agustus 2009, rata-rata harian frekuensi perdagangan SBN berkisar 638 kali, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya mencapai 214 kali per hari (Grafik 2.31). Meningkatnya frekuensi harian perdagangan SUN dipicu oleh aktifnya perdagangan ORI 006 di pasar sekunder sesaat setelah diterbitkan. Tingginya minat investor terhadap instrumen ORI menunjukkan lebih banyaknya pilihan instrumen investasi pada saat ini. Sejalan dengan bergairahnya pasar keuangan domestik, kinerja reksadana terus menunjukkan peningkatan. Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana meningkat hingga mencapai Rp 101,7 triliun di awal Agustus 2009, dibandingkan pada awal tahun yang hanya sebesar Rp 75,8 triliun (Grafik 2.32). Jenis reksadana yang berkontribusi terhadap peningkatan NAB ini diantaranya reksadana saham, pendapatan tetap dan campuran. NAB ketiga jenis reksadana tersebut pada awal Agustus masing-masing mencapai Rp 35,7 triliun, Rp. 14,2 triliun dan Rp 12,5 triliun. Kondisi Perbankan Kinerja sektor perbankan pada Juli 2009 secara umum tetap baik. Indikator-indikator utama seperti CAR, NPL, NIM dan ROA perbankan tetap menunjukkan performa yang baik di tengah kondisi global yang belum stabil. Indikator lainnya turut menggambarkan perkembangan yang stabil. Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan - NPL) pada Juli 2009 tetap terjaga di bawah 5% yaitu sebesar 4,6% (gross) dan 1,7% (net), Grafik 2.30 Volume & Yield SBN (rata-rata seluruh tenor) Grafik 2.31 Frekuensi Perdagangan SBN Grafik 2.32 Perkembangan Reksadana 20

23 sedangkan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio - CAR), Return On Asset (ROA) dan Net Interest Margin (NIM) tetap stabil sebesar 17,0%, 2,7% dan 0,5% (Tabel 2.2). Tabel 2.2 Kondisi Umum Perbankan Indikator Utama Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Total Aset (T Rp) 2.057, , , , , , , , , , , , ,4 DPK (T Rp) 1.532, , , , , , , , , , , , ,6 Kredit (T Rp) 1.210, , , , , , , , , , , , ,2 LDR (%) 79,0 81,6 80,4 80,2 80,3 77,2 75,9 75,5 75,1 74,8 75,1 75,0 75,8 NPLs Gross* (%) 4,0 3,9 3,9 3,9 4,0 3,8 4,2 4,3 4,5 4,6 4,7 4,5 4,6 NPLs Net * (%) 1,6 1,4 1,4 1,6 1,5 1,5 1,6 1,6 1,9 2,0 1,9 1,7 1,7 CAR (%) 16,2 16,0 16,5 16,0 16,3 16,2 17,6 17,7 17,4 17,6 17,3 17,0 17,0 NIM (%) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,3 0,6 0,5 0,5 0,5 0,5 ROA (%) 2,7 2,7 2,6 2,7 2,6 2,3 2,7 2,6 2,8 2,7 2,7 2,7 2,7 * dengan channeling III. RESPONS KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia pada 3 September 2009 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,5%. Dewan Gubernur memandang bahwa pelonggaran moneter sejak Desember 2008 melalui penurunan suku bunga BI rate sebesar 300 bps menjadi 6,50% cukup kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan intermediasi perbankan. Tingkat BI Rate 6,50% tersebut juga dipandang konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2010 sebesar 5%±1%. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memonitor perkembangan perekonomian global dan domestik dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk tetap menjaga stabilitas makroekonomi dengan tetap menjaga iklim yang kondusif bagi perekonomian. 21

24 Indikator Terkini SEKTOR KEUANGAN SUKU BUNGA & SAHAM Suku bunga SBI 1 bln 1) Suku bunga SBI 3 bln 1) Suku bunga deposito 1 bln 2) Suku bunga deposito 3 bln 2) JIBOR satu minggu 2) IHSG Indeks 3) BESARAN MONETER (miliar Rp Base Money M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D) Broad Money (M2 = C+D+T) Uang kuasi (T) Uang kuasi (Rupiah) Deposit Tabungan Deposito (Valas) M2 - Rupiah Tagihan pada Dunia Usaha Kredit-Bank Umum Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul 9,23 9,28 9,71 10,98 11,24 10,83 9,50 8,74 8,21 7,59 7,25 6,95 6,71 9,75 9,74 9,91 11,16 11,50 11,08 9,93 9,25 8,61 7,95 7,39 7,05 6,79 7,51 8,04 9,26 10,14 10,40 10,75 10,52 9,89 9,42 9,04 8,77 8,52-7,82 8,40 9,45 10,17 10,83 11,16 11,34 11,13 10,65 10,09 9,68 9,25-9,11 9,39 9,69 10,27 10,34 10,01 9,43 8,71 8,30 8,03 7,69 7,09 6, H A R G A Inflasi bulanan (%. mtm) Inflasi tahunan (%. yoy) 1,37 0,51 0,97 0,45 0,12-0,04-0,07 0,21 0,22-0,31 0,04 0,11 0,45 11,90 11,85 12,14 11,77 11,68 11,06 9,17 8,60 7,92 7,31 6,04 3,65 2,71 SEKTOR EKSTERNAL Rp/USD (akhir periode. nilai tengah) Ekspor Barang Non migas (f.o.b. juta USD) 4) Impor Barang Non migas (c & f. juta USD) 4) Net International Reserve (juta USD) INDIKATOR KUARTALAN Pertumbuhan PDB (%. yoy)** Konsumsi Investasi Perubahan Stok Ekspor Impor Incremental Capital Output Ratio (ICOR, %) Posisi Pinjaman Luar Negeri (juta USD) ,53 52,17 50,85 47,61 47,48 48,39 47,96 47,17 50,68 51,72 51,65 50, Tw.IV Total Tw.I Tw.II 5, , * angka sementara * angka BPS berdasarkan tahun dasar ) minggu terakhir 2) rata-rata tertimbang 3) penutupan pada akhir periode 4) closed file Sumber : Bank Indonesia. kecuali data pasar modal (BAPEPAM). IHK. ekspor/impor dan PDB dari BPS 22

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

Ekonomi, Moneter dan Keuangan

Ekonomi, Moneter dan Keuangan Ekonomi, Moneter dan Keuangan T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 0 I. TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER Januari 2014 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t er 1 T i n j a u a n K e b i j a k

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 1 2 3 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May-13 Jul-13 Sep-13 Nov-13 Jan-14 Mar-14 May-14 Jul-14 Sep-14 Nov-14 Jan-15 35.0 30.0

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2009

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2009

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter November 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2011

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2011 Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 211 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret, Mei,

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2009

Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2009

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2008

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2008 Tinjauan Kebijakan Moneter November 2008 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2012

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter September 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter

Tinjauan Kebijakan Moneter Mei 2010 Tinjauan Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Perbankan Tinjauan Kebijakan Moneter Mei 2010 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER November 2013 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 1 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 2 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 3 T i n j a

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2012

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter November 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER Mei 213 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 1 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 2 Indeks 17 1 13 1 9 7 Kadin-Roy Morgan AC Nielsen BI BPS Danareksa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Desember 2008

Tinjauan Kebijakan Moneter Desember 2008 Tinjauan Kebijakan Moneter Desember 2008 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2013

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret, Mei,

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2010

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2010 Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2010 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2006

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2006 Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-26 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-26 Selama triwulan III-26, kondisi moneter menunjukkan ukkan perkembangan yang semakin membaik. Perkembangan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 Kondisi moneter selama triwulan IV-2006 menunjukkan perkembangan yang semakin baik. Hal ini tercermin

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2012

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-27 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-27 Selama triwulan I-27, kondisi moneter menunjukkan tren yang semakin membaik. Perkembangan yang membaik tersebut

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2010

Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2010 Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2010 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2003, Bank Indonesia Sampai dengan triwulan III-2003, kondisi perekonomian Indonesia masih mengindikasikan

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2013

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K 1 B A N K I N D O N E S I A KINERJA TRIWULAN I-2004 : EVALUASI KEBIJAKAN MONETER, PERBANKAN, DAN SISTEM PEMBAYARAN SERTA ARAH KEBIJAKAN MENDATANG Penyampaian penjelasan ini merupakan salah satu wujud dari

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.

Lebih terperinci

Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818163 +62

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

Juni 2017 RESEARCH TEAM

Juni 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur 1 Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur ALUR PIKIR 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang, dimana adanya perubahan tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap stabilitas

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818163 +62

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2010

Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2010 Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2010 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan II-2006

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan II-2006 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan II-2006 Kondisi moneter pada triwulan II-2006 masih menunjukkan perkembangan yang relatif stabil. Hal ini tercermin dari nilai tukar yang masih menguat, inflasi

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2011

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2011 Tinjauan Kebijakan Moneter - September 211 Tinjauan Kebijakan Moneter September 211 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG)

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2013

Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN:

ANALISIS TRIWULANAN: ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 261 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 Tim Penulis

Lebih terperinci

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Kinerja CENTURY PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 3,058,893,148.56 - Keuangan - Infrastruktur 0-80% AAA A - 66.33% 15.52% 18.15% - Inflasi (Jan 2016) - Inflasi (YoY) - BI Rate 0.51% 4.14% 7.25% Kinerja Sejak pe- Deskripsi

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Kinerja CARLISYA PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 1,728,431,985.66 Pasar Uang 0-80% Deposito Syariah 6.12% 93.88% Infrastruktur 87.50% Disetahunkaluncuran Sejak pe- Deskripsi Jan-16 YoY Keuangan 12.50% Yield 0.64% 7.66%

Lebih terperinci

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 Proses perbaikan ekonomi negara maju terhambat tingkat inflasi yang rendah. Kinerja ekonomi Indonesia melambat antara lain karena perlambatan ekspor dan kebijakan

Lebih terperinci

PDB Dunia (rhs) Jan-02 May-02 Sep-02 Jan-03 May-03 Sep-03 Jan-04 May-04 Sep-04 Jan-05 May-05 Sep-05 Jan-06 May-06 Sep-06 Jan-07 May-07 Sep-07 Jan-08 May-08 Sep-08 Jan-09 May-09 Sep-09 Jan-10 May-10 Sep-10

Lebih terperinci

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110 - Indonesia http://www.bi.go.id BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2005

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2005 Tinjauan Kebijakan Moneter September 2005 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2006

Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2006 Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 26 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan I 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan I 2004, Bank Indonesia Membaiknya

Lebih terperinci

Telepon : Fax : Website :

Telepon : Fax : Website : Untuk informasi Lebih lanjut hubungi : Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : + 62 21 381 8180 + 62 21 381 8163

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818163 +62

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

Monthly Market Update

Monthly Market Update Monthly Market Update RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2007

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2007 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-27 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-27 Kondisi selama triwulan IV-27 menunjukkan perkembangan makroekonomi yang semakin baik dengan stabilitas yang

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Perekonomian Indonesia triwulan IV 2013 dan Januari 2014 menunjukkan kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan Pemerintah sejak pertengahan tahun 2013 mulai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2005

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2005 Tinjauan Kebijakan Moneter November 2005 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

Februari 2017 RESEARCH TEAM

Februari 2017 RESEARCH TEAM RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada kuartal terakhir ini,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan IV 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan IV 2003, Bank Indonesia Sampai

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2005

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2005 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2005 Laju inflasi IHK pada triwulan III-2005 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama berasal dari kenaikan

Lebih terperinci

BUKU LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2010 ISSN

BUKU LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2010 ISSN BUKU LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2010 ISSN 0522-2572 Laporan Perekonomian Indonesia 2010 i Visi Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017 RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 217 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi Bulan Februari 217 Terkendali Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat,23% (mtm) di bulan Februari. Inflasi di bulan ini

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN:

ANALISIS TRIWULANAN: ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2014 149 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2014 Tim Penulis

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan II 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan II 2004, Bank Indonesia Selama

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 Tim Penulis Laporan triwulan I-2003, Bank Indonesia Kondisi moneter selama triwulan I-2003 tetap stabil dan terkendali meskipun belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1 Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2016 mengalami deflasi. Deflasi IHK pada bulan ini mencapai -0,09% (mtm). Realisasi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 Koreksi Harga Pangan dan Faktor Musiman Dorong Deflasi Agustus INFLASI IHK Inflasi Agustus 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 10 Juli 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility

Lebih terperinci