Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2013"

Transkripsi

1

2

3 Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September, dan November. Laporan ini dimaksudkan sebagai media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia serta respon kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara triwulanan pada setiap bulan April, Juli, Oktober dan Desember. Secara rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter selama bulan laporan, serta keputusan respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia. Dewan Gubernur Darmin Nasution Hartadi A. Sarwono Halim Alamsyah Ronald Waas Gubernur Deputi Gubernur Deputi Gubernur Deputi Gubernur 1

4 Daftar Isi I. Statement Kebijakan Moneter...3 II. Perkembangan Ekonomi dan Kebijakan Moneter Perkembangan Ekonomi Dunia...6 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia...8 Permintaan Agregat...8 Penawaran Agregat...9 Neraca Pembayaran Indonesia (NPI)...10 Nilai Tukar Rupiah...11 Inflasi...12 Perkembangan Moneter, Perbankan, Dan Sistem Keuangan...14 Moneter...14 Kinerja Perbankan...16 Pasar Keuangan...18 Pasar Saham...18 Pasar Surat Berharga Negara...19 Evaluasi Kebijakan Bank Indonesia III. Prospek, Tantangan, dan Arah Kebijakan...23 Prospek Perekonomian Global...23 Prospek Perekonomian Indonesia...24 Prospek Permintaan Agregat...24 Prospek Penawaran Agregat...26 Prospek Inflasi...28 Arah Kebijakan

5 I. Statement Kebijakan Moneter Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 10 Januari 2013 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 5,75%. Tingkat suku bunga tersebut dinilai masih konsisten dengan sasaran inflasi tahun 2013 dan 2014, sebesar 4,5%±1%. Evaluasi menyeluruh terhadap kinerja tahun 2012 dan prospek tahun menunjukkan perekonomian Indonesia tumbuh cukup tinggi dengan inflasi yang tetap terkendali dan rendah. Kinerja tersebut tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah untuk menjaga stabilitas makro dan momentum pertumbuhan ekonomi nasional di tengah perlambatan ekonomi dunia. Fokus kebijakan Bank Indonesia saat ini diarahkan untuk mengelola keseimbangan eksternal dan stabilitas nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya. Ke depan, Bank Indonesia juga akan memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta mempererat koordinasi dengan Pemerintah untuk mengelola permintaan domestik agar sejalan dengan upaya menjaga keseimbangan eksternal, mencapai sasaran inflasi, dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2012 lebih rendah dari tahun sebelumnya. Hal ini utamanya disebabkan oleh ekonomi Eropa yang masih mengalami kontraksi akibat krisis utang. Sementara itu, ekonomi Amerika Serikat (AS) mulai membaik meskipun masih rentan dan dibayangi isu keterbatasan stimulus fiskal (fiscal cliff). Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang mulai melambat, khususnya China dan India yang merupakan mitra dagang Indonesia. Pertumbuhan ekonomi global yang melambat juga diikuti dengan harga komoditas yang turun cukup tajam. Sejalan dengan itu, respons kebijakan negara-negara maju cenderung akomodatif. Ke depan, perekonomian dunia diprakirakan akan tumbuh lebih baik dan harga komoditas dunia juga akan mengalami kenaikan. Perekonomian Indonesia pada tahun 2012 tumbuh cukup tinggi sebesar 6,3% dan diprakirakan akan meningkat pada tahun 2013 dan Daya tahan perekonomian selama ini didukung oleh stabilitas makro dan sistem keuangan yang terjaga sehingga mampu memperkuat basis permintaan domestik. Kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi yang meningkat mampu menahan dampak turunnya pertumbuhan ekspor terutama mulai paruh kedua tahun Dari sisi produksi, pertumbuhan 3

6 ekonomi terutama ditopang oleh kinerja sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, serta sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Dari sisi kawasan, kesenjangan pertumbuhan ekonomi antar daerah semakin berkurang, tercermin dari kontribusi pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang semakin baik. Pada tahun , perekonomian Indonesia diprakirakan dapat mencapai kisaran masing-masing 6,3% - 6,8% dan 6,7% - 7,2%. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh konsumsi yang terus meningkat dan investasi yang tetap kuat, sementara ekspor diprakirakan akan membaik. Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada tahun 2012 masih mencatat surplus, meskipun mengalami tekanan defisit transaksi berjalan. Melemahnya permintaan dari negara-negara mitra dagang dan merosotnya harga komoditas ekspor berdampak pada menurunnya kinerja ekspor. Di sisi lain, impor masih tumbuh cukup tinggi, terutama dalam bentuk barang modal dan bahan baku, sejalan dengan meningkatnya kegiatan investasi. Tingginya impor juga tercatat pada komoditas migas akibat melonjaknya konsumsi BBM, sehingga berdampak pada defisit neraca migas yang terus meningkat dan menambah tekanan pada defisit transaksi berjalan. Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatat kenaikan surplus yang cukup besar terutama didukung oleh investasi langsung (PMA) dan arus masuk modal portofolio, baik dalam pasar saham maupun pasar obligasi, yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa sampai dengan akhir Desember 2012 mencapai 112,78 miliar dolar AS, atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Ke depan, Bank Indonesia tetap mewaspadai perkembangan defisit transaksi berjalan dan akan terus mempererat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah agar defisit tersebut menurun ke tingkat yang sustainable sehingga keseimbangan eksternal tetap terjaga. Nilai tukar rupiah pada tahun 2012 mengalami depresiasi dengan volatilitas yang cukup rendah. Rupiah secara point-to-point melemah 5,91% (yoy) selama tahun 2012 ke level Rp9.638 per dolar AS. Tekanan depresiasi terutama terjadi pada triwulan II dan III tahun 2012 terkait dengan memburuknya kondisi perekonomian global, khususnya di kawasan Eropa, yang berdampak pada penurunan arus masuk portofolio asing ke Indonesia. Dari sisi domestik, tekanan rupiah berasal dari tingginya permintaan valas untuk keperluan impor di tengah perlambatan kinerja ekspor. Nilai tukar rupiah kembali bergerak stabil pada triwulan IV 4

7 2012 seiring dengan peningkatan arus masuk modal asing yang cukup besar, baik dalam bentuk arus masuk modal portofolio maupun investasi langsung. Ke depan, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi fundamental perekonomian. Inflasi sepanjang tahun 2012 tetap terkendali pada level yang rendah dan berada pada kisaran sasaran inflasi sebesar 4,5%±1%. Terkendalinya inflasi tersebut sebagai hasil dari berbagai kebijakan Bank Indonesia dan didukung oleh semakin baiknya koordinasi kebijakan dengan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Inflasi tahun 2012 mencapai 4,30% (yoy) terutama didorong oleh inflasi inti yang stabil, inflasi volatile food yang terkendali dan inflasi administered prices yang rendah. Inflasi inti yang stabil didukung oleh penerapan strategi bauran kebijakan moneter dan makroprudensial sehingga tekanan inflasi dari sisi permintaan, harga komoditas impor, dan ekspektasi inflasi tetap terkendali. Selain itu, terjaganya inflasi juga didukung oleh koordinasi yang semakin intensif antara Bank Indonesia dan Pemerintah melalui forum TPI dan TPID, terutama pada upaya peningkatan produksi, kelancaran distribusi, dan stabilisasi harga pangan strategis. Ke depan, Bank Indonesia meyakini inflasi akan tetap terkendali dalam kisaran sasaran 4,5%±1% pada tahun 2013 dan tahun Stabilitas sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan tetap terjaga dengan baik. Kinerja industri perbankan yang solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang mencapai 17,4% dan rendahnya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross sekitar 2% pada November Sementara itu, pertumbuhan kredit hingga akhir November 2012 mencapai 22,3% (yoy), dan diperkirakan mencapai sekitar 23% pada akhir tahun Sejalan dengan meningkatnya investasi, kredit investasi tumbuh cukup tinggi, sebesar 29,8% (yoy) dan kredit modal kerja tumbuh 26,1% (yoy) sehingga diharapkan dapat meningkatkan kapasitas perekonomian nasional. Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh 12,1% (yoy) antara lain terkait dengan penerapan kebijakan pengaturan besaran rasio LTV (loan to value) dan minimum uang muka, untuk menjaga pertumbuhan kredit yang sehat di sektor konsumtif. Sejalan dengan prospek perekonomian mendatang, stabilitas sistem keuangan akan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi perbankan yang akan meningkat. 5

8 Ke depan, kebijakan Bank Indonesia akan diarahkan untuk mengelola permintaan domestik agar sejalan dengan upaya untuk menjaga keseimbangan eksternal. Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan melalui lima pilar kebijakan. Pertama, kebijakan suku bunga akan ditempuh secara konsisten dengan prakiraan inflasi ke depan agar tetap terjaga dalam kisaran target yang ditetapkan. Kedua, kebijakan nilai tukar akan diarahkan untuk menjaga pergerakan rupiah sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Ketiga, kebijakan makroprudensial diarahkan untuk menjaga kestabilan sistem keuangan dan mendukung terjaganya keseimbangan internal maupun eksternal. Keempat, penguatan strategi komunikasi kebijakan untuk mengelola ekspektasi inflasi. Kelima, penguatan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah dalam mendukung pengelolaan ekonomi makro, khususnya dalam memperkuat struktur perekonomian, memperluas sumber pembiayaan ekonomi, penguatan respons sisi penawaran, serta pemantapan Protokol Manajemen Krisis (PMK). II. Perkembangan Ekonomi dan Kebijakan Moneter 2012 Di tengah pelemahan ekonomi global yang masih berlanjut, perekonomian Indonesia pada tahun 2012 masih tumbuh cukup kuat, terutama ditopang oleh permintaan domestik. Inflasi tetap terkendali pada level yang cukup rendah dan berada pada kisaran sasaran inflasi 4,5%±1%. Kondisi tersebut tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah dalam upaya menjaga momentum perekonomian, di tengah melambatnya perekonomian global dengan tetap memelihara kestabilan makroekonomi. Kuatnya perekonomian domestik di tengah lemahnya ekonomi global menyebabkan meningkatnya defisit transaksi berjalan selama tahun Perkembangan Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2012 tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Berbagai permasalahan ekonomi dunia, baik di Eropa maupun di Amerika Serikat (AS), yang belum sepenuhnya dapat diatasi mengakibatkan pemburukan ekonomi global yang telah terjadi sejak akhir tahun 2011 masih berlanjut di tahun 6

9 Grafik 2.1 Realisasi dan Prakiraan Ekonomi Dunia Grafik 2.2 Inflasi Negara Maju Grafik 2.3 Inflasi IHK Regional Asia 2012 (Grafik 2.1). Perekonomian kawasan Eropa masih mengalami pertumbuhan yang negatif, sementara ekonomi AS mulai membaik meskipun masih rentan dan dibayangi isu keterbatasan stimulus fiskal (fiscal cliff). Kontraksi pertumbuhan ekonomi Eropa disebabkan oleh krisis utang fiskal, sempitnya ruang kebijakan moneter, meningkatnya angka pengangguran, rapuhnya sektor keuangan, dan menurunnya kepercayaan pasar. Memburuknya perekonomian di negara-negara maju telah memberikan dampak pada melambatnya perekonomian sebagian besar negara emerging markets seperti China dan India. Berdasarkan kondisi tersebut, ekonomi dunia tahun 2012 diperkirakan tumbuh sebesar 3,1%, lebih rendah dari tahun 2011 sebesar 3,8%. Inflasi dunia selama tahun 2012 secara umum mengalami penurunan sejalan dengan perlambatan ekonomi dunia (Grafik 2.2 dan 2.3). Penurunan inflasi tersebut sejalan dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi global yang berdampak pada menurunnya harga komoditas, khususnya komoditas nonmigas. Penurunan harga banyak terjadi pada komoditas berbasis sumber daya alam (SDA), termasuk komoditas hasil pertanian. Komoditas logam dasar dan batubara tercatat mengalami penurunan harga yang cukup tinggi terutama disebabkan oleh perlambatan ekonomi China yang merupakan konsumen terbesar di dunia dari kedua komoditas tersebut. Melemahnya perekonomian dan rendahnya inflasi mendorong otoritas moneter di sebagian besar negara mengalihkan fokusnya dari pengendalian inflasi kepada upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Negara-negara maju secara umum tetap mempertahankan kebijakan moneter yang longgar disertai dengan langkah-langkah nonkonvensional sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, beberapa negara berkembang merespons pelemahan ekonominya dengan melakukan kebijakan moneter yang akomodatif, terutama di negara-negara yang terkena dampak perlambatan ekonomi global secara signifikan. Di sisi kebijakan fiskal, berbeda dengan negara maju yang memiliki keterbatasan fiscal space, pemerintah di negara berkembang pada umumnya masih memiliki ruang untuk memberikan stimulus fiskal untuk mendorong perekonomiannya. Kebijakan moneter longgar yang diterapkan oleh negara-negara maju tersebut pada akhirnya meningkatkan likuiditas di pasar keuangan global yang sebagian besar mengalir ke negara berkembang kawasan Asia. 7

10 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Permintaan Agregat Perekonomian tahun 2012 masih tumbuh cukup tinggi sebesar 6,3%, terutama ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan sebesar 5,4%, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut utamanya bersumber dari konsumsi nonmakanan. Hal tersebut sejalan dengan meningkatnya indeks penjualan eceran kelompok nonmakanan khususnya perlengkapan rumah tangga, peralatan informasi dan komunikasi, serta suku cadang (Grafik 2.4). Keyakinan konsumen menurut beberapa lembaga survei menunjukkan penguatan mencapai titik tertinggi sepanjang historisnya (Grafik 2.5). Faktor-faktor yang mendukung solidnya kinerja konsumsi rumah tangga tersebut antara lain meningkatnya jumlah kelas menengah, menguatnya keyakinan konsumen, membaiknya daya beli masyarakat, rendahnya inflasi, dan tersedianya pembiayaan konsumsi. Kinerja investasi pada tahun 2012 terus membaik mencapai 10,7%, dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya sebesar 8,8%. Faktorfaktor yang mendukung peningkatan kinerja investasi tersebut antara lain optimisme pelaku usaha terhadap perekonomian Indonesia, perbaikan iklim investasi yang tercermin dari survei preferensi negara tujuan investasi (UNCTAD), serta terjaganya kestabilan makroekonomi. Dari sisi pembiayaan, peningkatan investasi juga didukung oleh tersedianya kredit investasi yang tumbuh sebesar 29,8% (Grafik 2.6), meningkatnya FDI dan sumber pembiayaan eksternal lainnya serta dukungan belanja modal Pemerintah. Dari sisi alokasi investasi, peningkatan investasi terutama terjadi di sektor industri yang diikuti oleh sektor pertambangan dan sektor perkebunan. Peningkatan investasi di sektor industri tersebut terutama terjadi di industri kimia, alat angkut, serta mesin dan elektronik. Melemahnya perekonomian global berdampak pada termoderasinya kinerja ekspor sepanjang tahun Perlambatan ekspor disebabkan oleh melambatnya permintaan dari negara mitra dagang utama Indonesia seperti China dan India, terutama pada komoditas pertanian seperti karet dan komoditas industri seperti produk kimia. Berdasarkan sektornya, perlambatan ekspor terutama disebabkan oleh penurunan kinerja ekspor di sektor pertambangan dan sektor Grafik 2.4 Indeks Penjualan Eceran Grafik 2.5 Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 2.6 Kredit Investasi & Suku Bunga Kredit Investasi Riil 8

11 Grafik 2.7 Indeks Harga Komoditas Ekspor Indonesia (IHEx) manufaktur. Melambatnya ekspor juga didorong oleh tren penurunan harga komoditas terutama komoditas SDA (Grafik 2.7). Dari sisi domestik, penurunan kinerja ekspor disebabkan oleh kebijakan Pemerintah untuk mengetatkan ekspor mineral mentah yang ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah produk dalam jangka menengah. Di tengah melambatnya ekspor, permintaan domestik yang masih kuat menyebabkan impor masih tumbuh cukup tinggi. Sejalan dengan meningkatnya kegiatan investasi, peningkatan impor terutama terjadi di kelompok barang modal, terutama dalam bentuk mesin dan alat angkut, termasuk pesawat terbang. Sementara itu, masih tingginya kegiatan produksi di dalam negeri mengakibatkan impor bahan baku juga masih tetap tinggi. Pertumbuhan impor yang masih tetap tinggi terkait dengan keterbatasan industri domestik dalam memenuhi pasokan barang modal dan bahan baku. Memasuki semester II 2012, akselerasi impor mengalami penurunan sejalan dengan melambatnya ekspor dan termoderasinya pertumbuhan investasi. Perlambatan impor terjadi baik pada impor migas maupun nonmigas. Hampir seluruh komponen impor nonmigas mengalami perlambatan terutama pada impor barang konsumsi berupa makanan dan minuman jadi, dan diikuti oleh perlambatan impor barang modal seperti perlengkapan transportasi untuk industri. Sementara itu, impor bahan baku masih tumbuh tinggi ditopang oleh impor bahan baku (processed) untuk industri. Penawaran Agregat Grafik 2.8 Produksi Padi Di sisi penawaran, sejalan dengan pelemahan permintaan global, sektor-sektor yang berorientasi ekspor mengalami perlambatan, sementara sektor-sektor yang berorientasi domestik masih tumbuh cukup kuat. Sektor yang paling terkena dampak dari penurunan permintaan global adalah sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami pertumbuhan negatif sejak triwulan III Sementara itu, sektor-sektor tradables lainnya seperti sektor industri pengolahan dan sektor pertanian masih tumbuh cukup kuat seiring dengan masih kuatnya permintaan domestik. Di sisi lain, kinerja sektor nontradables juga masih mencatat pertumbuhan yang tetap tinggi meski lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sektor PHR masih mampu tumbuh tinggi sejalan dengan meningkatnya kegiatan konsumsi rumah tangga dan masih tingginya impor. Kinerja sektor bangunan tumbuh lebih baik sejalan dengan aktivitas investasi dan konstruksi yang meningkat 9

12 (Grafik 2.9). Sektor keuangan, persewaan, dan jasa juga tumbuh lebih baik terkait kinerja subsektor bank dan lembaga keuangan nonbank yang masih baik seiring dengan meningkatnya kebutuhan pembiayaan aktivitas ekonomi. Selain itu, sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi domestik, sektor transportasi dan komunikasi masih mencatatkan pertumbuhan yang tinggi pada tahun Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Pada tahun 2012, NPI mengalami surplus di tengah meningkatnya tekanan dari meningkatnya defisit neraca transaksi berjalan, (Grafik 2.10). Tekanan terutama bersumber dari meningkatnya defisit neraca perdagangan migas akibat melonjaknya konsumsi BBM di dalam negeri serta realokasi gas untuk pemenuhan konsumsi gas di dalam negeri yang lebih besar (Grafik 2.11). Sementara itu, neraca perdagangan nonmigas masih mengalami surplus meskipun lebih rendah dibanding tahun sebelumnya sehingga belum mampu mengimbangi memburuknya neraca perdagangan migas. Menurunnya surplus neraca perdagangan nonmigas merupakan dampak dari melemahnya permintaan dari negara mitra dagang utama dan penurunan harga komoditas ekspor yang cukup besar. Di sisi lain, impor nonmigas masih tumbuh cukup tinggi terutama dalam bentuk barang modal dan bahan baku untuk mendukung meningkatnya kegiatan perekonomian domestik. Searah dengan pertumbuhan impor yang masih tinggi, defisit neraca jasa diprakirakan meningkat yang didorong oleh tingginya biaya jasa pengangkutan. Selain itu, defisit neraca pendapatan juga diprakirakan meningkat disebabkan oleh meningkatnya imbal hasil yang dibayarkan kepada investor asing sejalan dengan peningkatan investasi asing langsung (FDI). Sepanjang tahun 2012, neraca transaksi modal dan finansial mencatat kenaikan surplus yang cukup signifikan. Masih baiknya kinerja ekonomi domestik dan imbal hasil investasi rupiah, serta kebijakan stimulus ekonomi yang dilakukan oleh beberapa negara mendorong tingginya aliran masuk modal asing selama tahun Arus masuk modal asing didominasi oleh investasi langsung, namun investasi portofolio juga mengalami kenaikan tajam baik dalam pasar saham maupun pasar obligasi. Meningkatnya arus masuk modal tersebut menggambarkan tingginya kepercayaan investor asing terhadap kondisi fundamental dan prospek perekonomian Indonesia ke depan. Selain beli neto investor asing Grafik 2.9 Penjualan Semen dan Impor Material Bangunan Grafik 2.10 Neraca Transaksi Berjalan Grafik 2.11 Neraca Perdagangan Migas dan Non Migas 10

13 di pasar saham dan obligasi, surplus di investasi portofolio juga didorong oleh meningkatnya penerbitan utang luar negeri, baik pemerintah maupun swasta. Meskipun meningkat, posisi utang luar negeri tersebut masih berada dalam tingkat yang aman. Berdasarkan perkembangan tersebut, cadangan devisa pada akhir tahun 2012 mencapai 112,78 miliar dolar AS atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri (ULN) pemerintah. Nilai Tukar Rupiah Selama tahun 2012, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi walaupun volatilitasnya dapat dijaga pada tingkat yang relatif rendah. Secara rata-rata, rupiah terdepresiasi sebesar 6,3% (yoy) ke Rp9.358 per dolar AS dari Rp8.768 per dolar AS pada tahun sebelumnya. Sementara itu, secara point-to-point, rupiah melemah sebesar 5,91% dan ditutup pada level Rp9.638 per dolar AS dengan volatilitas yang lebih terjaga pada level 4,3% (annualised) (Grafik 2.12). Terjaganya volatilitas rupiah tersebut tidak terlepas dari kebijakan Bank Indonesia dalam melakukan stabilisasi nilai tukar untuk menjaga volatilitas rupiah pada tingkat yang rendah. Grafik 2.12 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Tekanan depresiasi rupiah selama tahun 2012 terutama disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi global dan melebarnya defisit transaksi berjalan. Dari sisi eksternal, mengemukanya kembali kekhawatiran terhadap penyelesaian krisis utang dan fiskal di kawasan Eropa serta melemahnya prospek pertumbuhan ekonomi regional dan global sempat memicu penarikan dana oleh investor dalam rangka menghindari risiko (perilaku risk aversion) dari aset-aset keuangan di negara emerging markets, termasuk Indonesia. Dari sisi domestik, ketidakseimbangan di pasar valuta asing dalam negeri akibat perlambatan ekspor di tengah tingginya impor memberikan tekanan pada Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) terutama pada transaksi berjalan (current account) yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan tekanan terhadap rupiah. Namun, peningkatan arus modal asing yang cukup besar, baik dalam bentuk investasi portofolio maupun investasi langsung (FDI) dapat menahan tekanan depresiasi nilai tukar lebih lanjut. Meningkatnya arus modal asing yang cukup besar tersebut didukung oleh kepercayaan investor terhadap kondisi fundamental dan prospek ekonomi Indonesia dan perolehan status atau peringkat layak investasi (investment grade), 11

14 faktor risiko yang membaik, dan tingkat imbal hasil dalam aset rupiah yang masih menarik (Grafik 2.13 dan 2.14). Inflasi Inflasi sepanjang tahun 2012 tetap terkendali pada level yang rendah dan berada pada kisaran sasaran inflasi sebesar 4,5%±1%. Terkendalinya inflasi merupakan hasil dari berbagai kebijakan Bank Indonesia yang didukung oleh semakin baiknya koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Inflasi pada tahun 2012 tercatat sebesar 4,3% (yoy) (Grafik 2.15) terutama didorong oleh inflasi inti yang stabil, inflasi volatile food yang terkendali dan inflasi administered prices yang rendah. Inflasi inti yang stabil didukung oleh penerapan strategi bauran kebijakan moneter dan makroprudensial sehingga tekanan inflasi dari sisi permintaan, harga komoditas impor, dan ekspektasi inflasi tetap terkendali. Selain itu, terjaganya inflasi juga didukung oleh koordinasi yang semakin intensif antara Bank Indonesia dan Pemerintah melalui forum TPI dan TPID, terutama pada upaya peningkatan produksi, kelancaran distribusi, dan stabilisasi harga pangan strategis. Inflasi inti tahun 2012 tercatat rendah sebesar 4,40% (yoy). Rendahnya inflasi inti tersebut didukung oleh terkelolanya permintaan domestik serta meningkatnya kemampuan sisi produksi dalam merespons permintaan domestik sejalan dengan tingginya pertumbuhan investasi dalam beberapa tahun terakhir. Terjaganya kapasitas utilisasi pada level 70%-75% 1 (Grafik 2.16) masih dapat mengimbangi permintaan yang masih kuat sehingga tidak menimbulkan tekanan yang berlebihan pada harga. Kondisi itu tercermin dari inflasi industri pengolahan yang terjaga di level yang rendah dan stabil. Selain itu, rendahnya inflasi inti juga disebabkan oleh rendahnya tingkat inflasi dari sisi impor (imported inflation) (Grafik 2.17) seiring dengan penurunan harga komoditas akibat perlambatan perekonomian dunia, nilai tukar yang terjaga dengan tingkat volatilitas rendah, dan kebijakan Pemerintah terkait bea masuk impor. Ekspektasi inflasi selama tahun 2012 secara umum dapat terkendali dengan baik, meski sempat meningkat pada awal tahun terkait dengan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Hal tersebut sebagaimana tercermin pada beberapa indikator ekspektasi inflasi seperti hasil survei 1 Data terakhir dari SKDU Triwulan III 2012 dan Survei Produksi November Grafik 2.13 Indikator Risiko Indonesia Grafik 2.14 CIP (Covered Interest Parity) Grafik 2.15 Perkembangan Inflasi Grafik 2.16 Kapasitas Produksi Sektor Manufaktur 12

15 Grafik 2.17 Inflasi Inti, Nilai Tukar dan Harga Global Grafik 2.18 Ekspektasi Inflasi - Consensus Forecast Grafik 2.19 Ekspektasi Harga Konsumen - SKBI Consensus Forecast dan Survei Konsumen Bank Indonesia (SK-BI) yang pada awal tahun cenderung tinggi namun secara berangsur-angsur membaik (bergerak menurun) hingga mendekati sasaran inflasi sebesar 4,5% ± 1% pada paruh kedua tahun 2012 (Grafik 2.18 dan 2.19). Membaiknya ekspektasi inflasi tersebut tidak terlepas dari penerapan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta penguatan koordinasi kebijakan antara Bank Indonesia dengan Pemerintah yang turut didukung oleh penguatan strategi komunikasi yang terarah dan berkelanjutan untuk pembentukan ekspektasi para pelaku ekonomi. Inflasi kelompok volatile food tahun 2012 cenderung turun terutama dipengaruhi oleh peningkatan produksi pangan domestik dan kelancaran distribusi. Terkendalinya inflasi volatile food pada tingkat yang rendah yakni sebesar 5,68% (yoy) pada tahun 2012 tidak terlepas dari upaya Pemerintah dalam memperbaiki infrastruktur pertanian dan keterhubungan antar wilayah serta koordinasi yang intensif antara Bank Indonesia dan Pemerintah melalui forum Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam hal pengendalian harga. Peningkatan produksi pangan terutama didukung oleh peningkatan luas lahan tanam dan produktivitas. Selain itu, kecukupan sisi pasokan juga tidak terlepas dari peran TPI baik di tingkat pusat maupun daerah. Di tingkat pusat, TPI secara aktif melakukan pemantauan serta merumuskan dan merekomendasikan respons kebijakan yang perlu diambil untuk mengendalikan tekanan inflasi. Dalam kerangka yang lebih luas, TPI juga memberikan masukan terkait kerangka kebijakan untuk menjaga kesinambungan pasokan bahan pangan pokok dan mendorong pengembangan pusat informasi harga. Dengan tujuan yang sama, TPID yang diwadahi Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) intensif memantau perkembangan inflasi di daerah dan memberikan evaluasi dan masukan ke tingkat pusat terkait kebijakan-kebijakan di tingkat nasional yang diperlukan untuk menjaga inflasi bahan pangan pokok pada tingkat yang rendah dan stabil. Inflasi administered prices tahun 2012 tercatat rendah sebesar 2,66% (yoy). Kenaikan harga yang cukup besar pada kelompok administered price hanya terjadi di cukai rokok yang mengalami kenaikan tarif rata-rata 15% 2. Selain rokok, komoditas administered prices lainnya seperti bahan bakar rumah tangga dan bensin memberikan sumbangan 2 Tarif cukai rokok yang ditetapkan pada tahun 2011 adalah rata-rata sebesar 5%. 13

16 yang minimal terhadap inflasi. Dengan perkembangan tersebut, inflasi kelompok administered prices pada tahun 2012 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Perkembangan Moneter, Perbankan, Dan Sistem Keuangan Moneter Pada awal tahun 2012, kebijakan moneter Bank Indonesia difokuskan pada upaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, namun memasuki triwulan kedua kebijakan difokuskan untuk mengendalikan ekspektasi inflasi dan keseimbangan eksternal. Bank Indonesia pada Februari 2012 menurunkan BI rate 25 bps sebagai langkah antisipatif lanjutan untuk memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah menurunnya kinerja ekonomi global. Pada saat yang sama, Bank Indonesia juga menurunkan koridor bawah suku bunga operasi moneter Bank Indonesia sebesar 50 bps menjadi 3,75%. Penurunan koridor bawah suku bunga operasi moneter tersebut dimaksudkan untuk mendorong pembiayaan antar bank dan mengurangi risiko likuiditas bank sekaligus memperluas sumber pendanaan Bank. Pada Maret 2012, ekonomi Indonesia dihadapkan pada melambungnya ekspektasi inflasi yang dipicu oleh pilihan-pilihan kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah terkait kebijakan subsidi BBM. Sejalan dengan itu, Bank Indonesia sejak Maret 2012 mempertahankan BI rate pada tingkat 5,75% dan mengambil langkah kebijakan untuk mengantisipasi dampak peningkatan inflasi jangka pendek melalui penguatan operasi moneter untuk mengendalikan ekses likuiditas jangka pendek. Sejalan dengan penurunan suku bunga BI Rate dan koridor bawah suku bunga, suku bunga PUAB secara umum mengalami penurunan pada tahun Suku bunga PUAB O/N pada akhir tahun 2012 tercatat sebesar 4,17% atau menurun 38 bps dari akhir tahun sebelumnya sebesar 4,55%. Sementara itu, suku bunga PUAB dengan tenor yang lebih panjang turut bergerak searah dengan suku bunga PUAB O/N dengan volatilitas yang sedikit meningkat. Penurunan suku bunga PUAB O/N selama tahun 2012 diikuti dengan persepsi risiko yang tetap terjaga. Hal tersebut 14

17 Grafik 2.20 Suku Bunga Perbankan Grafik 2.21 Suku Bunga Kredit per Jenis Penggunaan tercermin pada selisih antara suku bunga tertinggi dan terendah PUAB O/N selama tahun 2012 (spread) yang relatif kecil yakni hanya sebesar 10 bps dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya yang mencapai 22 bps. Suku bunga simpanan dan kredit perbankan mengalami penurunan selama tahun 2012, sejalan dengan penurunan suku bunga di pasar uang. Perkembangan tersebut menempatkan tingkat suku bunga simpanan dan kredit sebagai yang terendah sejak tahun Menurunnya suku bunga tersebut sejalan dengan arah kebijakan moneter Bank Indonesia yang cenderung akomodatif sejak tahun Peningkatan transparansi melalui kewajiban perbankan untuk mengumumkan penentuan suku bunga dasar kredit (SBDK) kepada masyarakat turut memengaruhi pergerakan suku bunga tersebut. Sampai dengan November 2012, suku bunga deposito 1 bulan tercatat menurun sebesar 93 bps menjadi 5,42%, sedangkan rata-rata suku bunga kredit turun sebesar 66 bps menjadi 12,13% (Grafik 2.20). Dengan penurunan suku bunga deposito yang lebih besar dibandingkan dengan penurunan suku bunga kredit, maka selisih antara suku bunga deposito dan suku bunga kredit tercatat melebar, yaitu dari 6,43% di tahun 2011 menjadi sebesar 6,71% di tahun Penurunan suku bunga terjadi pada seluruh jenis kredit berdasarkan penggunaannya. Suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi masing-masing mengalami penurunan sebesar 55 bps, 80 bps dan 62 bps dibandingkan dengan tahun sebelumnya menjadi 11,61%, 11,24%, dan 13,53% (Grafik 2.21 dan Tabel 2.1). Tabel 2.1 Perkembangan Berbagai Suku Bunga Suku Bunga (%) BI Rate Penjaminan Deposito Dep 1 bulan (rata-rata tertimbang) Kredit Modal Kerja (KMK) Kredit Investasi (KI) Kredit Konsumsi (KK 2012 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 6,00 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 6,50 6,00 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 5,50 6,26 5,97 5,66 4,42 5,35 5,39 5,39 5,42 5,40 5,49 5,42 n.a 12,14 12,11 12,01 11,86 11,78 11,79 11,78 11,73 11,70 11,68 11,61 n.a 11,73 11,69 11,62 11,56 11,51 11,46 11,42 11,35 11,36 11,29 11,24 n.a 14,14 14,15 14,13 14,10 14,03 13,90 13,92 13,69 13,67 13,60 13,53 n.a 15

18 Sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi domestik, likuiditas perekonomian selama tahun meningkat (Grafik 2.22). Pertumbuhan M2 tercatat sedikit meningkat menjadi 17,4% (yoy) dengan level Rp3.204 triliun dibandingkan dengan pertumbuhan pada akhir tahun sebelumnya sebesar 16,4% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan M2 tersebut sejalan dengan pertumbuhan kredit yang tetap tinggi. Sementara itu, pertumbuhan M1 juga meningkat dari akhir tahun sebelumnya sebesar 19,4% (yoy) menjadi 20,0% (yoy) dengan level Rp801 triliun. Dari sisi faktor yang memengaruhi, pertumbuhan M2 yang sedikit meningkat sejalan dengan ekspansi keuangan Pemerintah (NCG) khususnya di akhir tahun dan meningkatnya sumbangan Net Foreign Asset (NFA). Grafik 2.22 Pertumbuhan Likuiditas Perekonomian Kinerja Perbankan Selama tahun 2012 sistem keuangan dan perbankan menunjukkan kinerja yang positif dengan ketahanan yang tetap terjaga. Dengan dukungan berbagai kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia, kinerja perbankan terlihat menunjukkan perbaikan. Dari sisi kelembagaan, jumlah bank umum relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dengan jumlah dan sebaran kantor yang memadai. Kinerja intermediasi perbankan dapat dipertahankan pada tingkat pertumbuhan yang aman bagi perekonomian. Pertumbuhan kredit hingga akhir November 2012 mencapai 22,3% dan diprakirakan akan mencapai sekitar 23% untuk keseluruhan tahun Tingginya pertumbuhan kredit tersebut terutama disalurkan dalam bentuk kredit investasi. Kredit investasi tercatat tumbuh paling tinggi sebesar 29,8% (yoy), yang diikuti dengan pertumbuhan kredit KMK sebesar 26,1% (yoy) dan kredit konsumsi sebesar 12,1% (yoy) (Grafik 2.23). Tingginya pertumbuhan kredit diikuti dengan kualitas penyaluran kredit yang lebih baik. Hal itu sebagaimana tercermin pada penyaluran kredit yang lebih besar pada sektor-sektor produktif. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, penyaluran kredit ke sektor-sektor seperti pertanian, pengangkutan, perdagangan dan konstruksi mengalami peningkatan (Grafik 2.24). Sebaliknya sejalan dengan penurunan kredit konsumsi, penyaluran kredit pada sektor bukan lapangan usaha mengalami perlambatan. Dengan meningkatnya penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif tersebut diharapkan dapat menambah kapasitas ekonomi ke depan. 3 Data sampai dengan November Grafik 2.23 Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan Grafik 2.24 Pertumbuhan Kredit per Sektor Ekonomi 16

19 Grafik 2.25 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Dari sisi penghimpunan dana masyarakat, jumlah dana pihak ketiga (DPK) pada tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 18,4% (yoy) atau mencapai Rp3.131 triliun (Grafik 2.25). Pertumbuhan DPK yang masih kuat tersebut terutama dikontribusi oleh pertumbuhan tabungan dan deposito yang tetap stabil. Sementara itu, dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal bank (CAR/Capital Adequacy Ratio) tercatat jauh di atas batas minimum 8%. Dilihat dari struktur permodalannya, modal bank terutama bersumber dari ekuitas (tier 1). Dengan struktur permodalan bank yang lebih didominasi oleh modal inti, diharapkan ketahanan bank dalam menyerap risiko yang muncul dari kegiatan usaha bank atau perubahan lingkungan bisnis bank menjadi lebih baik. Di tengah kinerja perbankan yang mengalami peningkatan selama tahun 2012, kemampuan bank dalam mengelola risiko masih tetap terjaga. Secara umum risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional, serta risiko likuditas bank masih relatif rendah. Di tengah penyaluran kredit yang tumbuh meningkat, risiko kredit masih terjaga, yang terlihat dari NPLs perbankan sebesar 2,02% yang merupakan rasio NPLs terendah yang pernah dialami oleh perbankan nasional. Rendahnya NPLs tersebut selain disebabkan oleh proses penyaluran kredit yang dilakukan secara selektif, juga didukung oleh pertumbuhan kredit yang lebih ditujukan kepada sektor-sektor produktif. Di sisi lain, risiko pasar dan operasional juga tetap terjaga di tengah nilai tukar yang cenderung mengalami depresiasi, didukung oleh antara lain eksposur perbankan nasional terhadap nilai tukar yang relatif rendah dan kehandalan sistem pembayaran nasional. Kepemilikan perbankan terhadap aset dalam bentuk instrumen keuangan mengalami peningkatan. Namun, mengingat jumlah aset perbankan dalam bentuk instrumen keuangan relatif tidak terlalu besar apabila dibandingkan dengan total asetnya, sehingga risiko operasional dan pasar dari pergerakan indeks saham, suku bunga, imbal hasil ataupun harga komoditas juga relatif terbatas. Sementara itu, dari sisi likuiditas, dengan kondisi perbankan yang sebelumnya mengalami ekses likuiditas, risiko likuiditas masih tetap terjaga meskipun pertumbuhan kredit mengalami peningkatan. Distribusi kepemilikan aset, alat likuid, dan DPK membaik, terlihat dari menurunnya konsentrasi aset, alat likuid, dan DPK yang dimiliki oleh 14 bank utama (systemically important banks). 17

20 Indikator Utama Total Aset (T Rp) DPK (T Rp) Kredit * (T Rp) LDR* (%) NPLs Gross* (%) NPLs Net * (%) CAR (%) NIM (%) ROA (%) * tanpa channeling Tabel 2.2 Kondisi Umum Perbankan 2012 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov 3.598, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0 78,8 79,7 80,2 81,6 82,0 83,0 83,4 84,1 83,8 84,2 84,0 2,4 2,3 2,3 2,3 2,3 2,2 2,2 2,2 2,1 2,2 2,0 0,5 1,0 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,7 0,6 0,7 0,6 18,4 18,5 18,3 18,0 17,9 17,5 17,3 17,2 17,3 17,2 17,4 0,5 0,4 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 3,7 3,4 3,1 3,0 3,0 3,2 3,1 3,0 3,1 3,1 3,1 Pasar Keuangan Pasar Saham Selama tahun 2012, kinerja pasar saham domestik mampu tumbuh positif meski pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) diwarnai oleh beberapa gejolak sebagai imbas dari peningkatan risiko eksternal. Dukungan stabilitas makro ekonomi yang cukup kondusif, kinerja emiten yang stabil serta kebijakan perekonomian yang akomodatif menjadi faktor penopang penguatan IHSG hingga kembali mencapai level tertinggi sebesar 4.375,17 pada 26 November Dalam perkembangannya, kinerja pasar saham sempat terimbas oleh gejolak pasar keuangan global menyusul berlarutnya penyelesaian krisis Eropa. Hal tersebut mengakibatkan kinerja pasar saham domestik selama beberapa periode mengalami penurunan. Selama periode April-Mei, IHSG terkoreksi sebesar 8,32%. Sampai dengan 28 Desember 2012, IHSG ditutup pada level (Grafik 2.26) atau tumbuh sebesar 12,9% jika dibandingkan dengan tahun Sementara itu, secara sektoral, struktur pertumbuhan sektoral dalam IHSG menunjukan kualitas yang semakin baik. Selama tahun 2012, sebagian sektoral mengalami pertumbuhan dengan peningkatan tertinggi dialami oleh sektor properti yang mengalami penguatan sebesar 42,4% (Grafik 2.27). Penguatan juga dialami oleh sektor infrastruktur, perdagangan, industri dasar dan konsumsi. Di sisi lain, sektor pertambangan dan pertanian mengalami penurunan masing-masing 26,4% dan 3,9%. Sementara dari sisi mikro emiten, kinerja keuangan Grafik 2.26 IHSG dan BI Rate Grafik 2.27 IHSG dan Perkembangan Sektoral 18

21 emiten domestik diperkirakan akan terus membaik. Kinerja sektoral ini lebih baik jika dibandingkan dengan tahun Pada tahun tersebut seluruh sektor mengalami penurunan dengan penurunan tertinggi dialami sektor pertambangan sebesar 73,2%, diikuti oleh sektor pertanian dan perdagangan. Fundamental emiten yang cukup kokoh pada akhirnya mendorong bekerjanya self market stabilization pada saat kondisi pasar mengalami tekanan. Pada periode pasar mengalami tekanan, investor nonresiden membukukan jual neto sebesar Rp7,69 triliun dan Rp1,97 triliun. Setelah membukukan jual neto tersebut, investor asing kembali masuk sehingga secara keseluruhan selama tahun 2012 beli asing neto mencapai sebesar Rp15,88 triliun. Pasar Surat Berharga Negara Kinerja pasar Surat Berharga Negara (SBN) tetap tumbuh positif meski pemulihan perekonomian global masih diliputi ketidakpastian. Pada awal tahun 2012, para pelaku di pasar SBN merespons positif penurunan BI Rate sebesar 25 bps. Dalam perkembangan selanjutnya, memburuknya risiko eksternal dan domestik menyebabkan tekanan di pasar SBN meningkat pada pertengahan tahun Sebagai akibatnya, imbal hasil di pasar SBN mengalami kenaikan menjadi 6,52% pada Mei Namun, seiring dengan langkah-langkah lanjutan yang dilakukan oleh Pemerintah dan pencapaian peringkat layak investasi (investment grade), pergerakan imbal hasil SBN kembali menurun dan sampai dengan akhir tahun ditutup pada level yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun Grafik 2.28 Imbal Hasil SBN dan BI Rate Imbal hasil SBN seluruh tenor mengalami penurunan. Pergerakan imbal hasil SBN tahun 2012 cenderung turun untuk keseluruhan tenor yang mencapai 72 bps ke level 5,16% dibandingkan dengan tahun 2011 (Grafik 2.28). Imbal hasil SBN untuk tenor pendek, menengah dan panjang masing-masing turun sebesar 56 bps, 77 bps dan 84 bps. Imbal hasil SBN 10 Tahun mengalami penurunan sebesar 84 bps ke level 5,19% dibandingkan Desember 2011 sebesar 6,03%. Dibandingkan dengan negara di kawasan, imbal hasil SBN masih cukup menarik. Investor nonresiden menambah eksposur pada pasar keuangan domestik termasuk di pasar SBN. Selama tahun 2012, investor nonresiden mencatat beli neto sebesar Rp47,67 triliun dibandingkan 19

22 dengan tahun 2011 yang mengalami beli neto sebesar Rp27,11 triliun. Aksi beli asing terjadi pada seluruh tenor seiring dengan fundamental ekonomi domestik yang membaik dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang stabil serta imbal hasil yang cukup menarik dibandingkan dengan negara-negara di kawasan (Grafik 2.29). Evaluasi Kebijakan Bank Indonesia 2012 Berbagai pencapaian positif pada kinerja perekonomian nasional tersebut tidak terlepas dari berbagai langkah-langkah kebijakan dan koordinasi diantara otoritas kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil. Dari sisi Bank Indonesia, perumusan kebijakan tetap ditempuh dengan melakukan bauran kebijakan yang terdiri kebijakan suku bunga, kebijakan nilai tukar, kebijakan makroprudensial, penguatan komunikasi dan koordinasi. Grafik 2.29 Imbal Hasil di Negara Kawasan Kebijakan suku bunga diarahkan agar pergerakan inflasi ke depan tetap berada dalam sasaran yang telah ditetapkan dan mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Bank Indonesia pada Februari 2012 menurunkan BI rate 25 bps sebagai langkah antisipatif lanjutan untuk memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah menurunnya kinerja ekonomi global. Pada saat yang sama, kebijakan tersebut menyebabkan batas bawah koridor suku bunga operasi moneter turun sebesar 25bps menjadi 3,75%. Penurunan batas bawah koridor suku bunga operasi moneter tersebut akan mendorong pembiayaan antar bank dan mengurangi risiko likuiditas bank sekaligus memperluas sumber pendanaan bank. Pada Maret 2012, ekonomi Indonesia dihadapkan pada melambungnya ekspektasi inflasi yang dipicu oleh pilihan-pilihan kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah terkait kebijakan subsidi BBM. Sejalan dengan itu, Bank Indonesia sejak Maret 2012 mempertahankan BI rate pada tingkat 5,75% dan mengambil langkah kebijakan untuk mengantisipasi dampak peningkatan inflasi jangka pendek melalui penguatan operasi moneter untuk mengendalikan ekses likuiditas jangka pendek. Kebijakan nilai tukar diarahkan agar stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga dan tingkatnya sesuai dengan kondisi fundamental melalui intervensi dan pendalaman pasar valas. Kalibrasi dilakukan agar pergerakan nilai tukar rupiah mendukung pengendalian inflasi, neraca pembayaran, dan pertumbuhan ekonomi. Dalam implementasinya, 20

23 Bank Indonesia perlu terus memantau perkembangan nilai tukar rupiah di pasar dan melakukan intervensi di pasar valas sesuai kebutuhan. Dalam rangka penguatan pasokan valuta asing yang lebih berkesinambungan Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan terkait penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang mulai efektif pada Januari Sesuai dengan kebijakan DHE, eksportir wajib menerima seluruh DHE melalui bank devisa di dalam negeri. Selain itu, untuk memperkuat struktur pasokan devisa, sejak Juni 2012 Bank Indonesia secara reguler melakukan lelang Term Deposit (TD) Valas. Instrumen ini diharapkan dapat memperkaya instrumen valas domestik dan menjadi outlet penempatan devisa untuk memfasilitasi masuknya devisa, termasuk yang berasal dari hasil ekspor. Bank Indonesia juga melakukan relaksasi terhadap ketentuan Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank untuk mendukung penguatan pasokan valuta asing melalui pendalaman pasar valuta asing domestik 4. Perubahan Peraturan Bank Indonesia dilakukan sebagai salah satu upaya dengan memberikan fleksibilitas bagi pelaku pasar dalam melakukan lindung nilai (hedging) atas kegiatan ekonomi di Indonesia. Hal ini juga merupakan upaya memperkuat keterkaitan antara transaksi valuta asing di pasar domestik dengan kegiatan ekonomi sehingga dapat meminimalkan transaksi valuta asing yang bersifat spekulatif dan mendukung upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.langkah-langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan pasokan valas secara efektif di pasar valas domestik. Kebijakan makroprudensial ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung keseimbangan eksternal. Untuk mencegah terjadinya risiko pada stabilitas sistem keuangan yang bersumber dari meningkatnya secara tajam kredit perbankan, khususnya di sektor perumahan dan otomotif, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan makroprudensial melalui pengaturan besaran rasio loan-to-value ratio (LTV) dan minimum down payment (DP). Kebijakan tersebut mengatur tentang besaran rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan pada saat awal pemberian kredit untuk kredit kepemilikan rumah (KPR) dan minimum down payment (DP) untuk kredit kendaraan bermotor (KKB) yang berlaku pada Juni Disamping itu, kebijakan makroprudensial LTV dan minimum DP juga mendukung upaya menekan impor untuk mengurangi tekanan terhadap defisit transaksi 4 Peraturan Bank Indonesia No. 14/ 10/PBI/2012 tanggal 8 Agustus 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/14/PBI/2008 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank. 21

24 berjalan. Kebijakan makroprudensial juga didukung oleh kebijakan sistem pembayaran yang selama tahun 2012 diarahkan untuk meningkatkan efisiensi sistem pembayaran dan mendukung upaya menjaga stabilitas sistem keuangan, melalui beberapa langkah penting, antara lain: (i) penyusunan standar dan penggunaan chip untuk kartu ATM/Debit, (ii) mendorong kerjasama jaringan ATM antarbank, serta (iii) pengembangan Sistem Transfer Kredit Elektronik (STKE) bagi nasabah BPR melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Selain itu, dalam rangka memitigasi risiko penyelenggaraan kartu kredit, Bank Indonesia pada awal tahun 2012 menerbitkan peraturan mengenai pembatasan kepemilikan kartu kredit berdasarkan jumlah penerbit kartu kredit, per nasabah, sesuai dengan kemampuan keuangan nasabahnya. Penguatan koordinasi dengan Pemerintah dan komunikasi kebijakan juga terus dilakukan selama tahun 2012 untuk mendukung efektivitas kebijakan moneter. Penguatan koordinasi dilakukan agar kebijakan moneter Bank Indonesia dapat saling mendukung dengan kebijakan fiskal maupun kebijakan ekonomi lainnya yang ditempuh Pemerintah dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan kestabilan perekonomian makro. Penguatan koordinasi dalam pengendalian inflasi baik di tingkat pusat maupun daerah dilakukan melalui penguatan TPI dan TPID. TPI secara aktif melakukan pemantauan serta merumuskan dan merekomendasikan respons kebijakan yang perlu diambil untuk mengendalikan tekanan inflasi. Dalam kerangka yang lebih luas, TPI juga memberikan masukan terkait kerangka kebijakan untuk menjaga kesinambungan pasokan bahan pangan pokok dan mendorong pengembangan pusat infomasi harga. Dengan tujuan yang sama, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang diwadahi Pokjanas TPID dengan intensif memantau perkembangan inflasi di daerah dan memberikan masukan ke tingkat pusat terkait kebijakan-kebijakan di tingkat nasional yang memberikan dampak inflasi di tingkat daerah. Sementara itu, dalam kerangka pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia telah memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait dalam memperkuat protokol manajemen krisis tingkat nasional melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). 22

25 III. Prospek, Tantangan, dan Arah Kebijakan Perekonomian Indonesia kedepan diperkirakan akan mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi. Pertumbuhan ekonomi di tahun 2013 dan 2014 diprakirakan dapat mencapai kisaran 6,3%-6,8% dan 6,7%-7,2%, terutama didukung oleh kuatnya konsumsi dan investasi serta perkiraan kinerja perekonomian dunia yang lebih baik. Peningkatan konsumsi tersebut antara lain terkait dengan persiapan dan penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Secara sektoral, pertumbuhan perekonomian masih akan didorong oleh kinerja sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor transportasi dan komunikasi. Dengan dukungan bauran kebijakan melalui lima pilar kebijakan, Bank Indonesia memperkirakan bahwa inflasi kedepan akan tetap terkendali dan berada pada kisaran sasarannya. Optimisme terhadap perkiraan inflasi tersebut juga berasal dari membaiknya respons sisi penawaran dan ekspektasi inflasi yang terjaga. Prospek Perekonomian Global Pada tahun 2013 perekonomian global diperkirakan tumbuh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Beberapa perkembangan positif di akhir tahun 2012 dan awal tahun 2013 seperti tercapainya kesepakatan di AS mengenai penurunan defisit anggaran (fiscal cliff), meningkatkan optimisme prospek pertumbuhan global yang lebih baik di tahun Walaupun demikian, masih terdapat berbagai faktor risiko ke depan yang perlu diwaspadai seperti proses negosiasi penetapan pagu utang (debt ceiling) dan pemotongan belanja secara otomatis (automatic spending cut) di AS, kemungkinan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang tertahan di China, Jepang dan India, serta penyelesaian krisis Eropa. Perkiraan pertumbuhan perekonomian global yang lebih tinggi diikuti dengan perkiraan kegiatan volume perdagangan dan harga komoditas yang meningkat. Bank Indonesia memprakirakan volume perdagangan dunia tumbuh sebesar 4,1%. Sejalan dengan lebih tingginya pertumbuhan volume perdagangan dunia, harga komoditas nonmigas diprakirakan juga akan mengalami peningkatan sebesar 1,7%. 23

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Pemerintah

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2012

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter September 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2013

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret, Mei,

Lebih terperinci

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2012 ISSN

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2012 ISSN LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2012 ISSN 0522-2572 Visi Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2012

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter November 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2012

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2013

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Ketidakseimbangan Pemulihan Ekonomi Global

Ringkasan Eksekutif Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Ketidakseimbangan Pemulihan Ekonomi Global Ringkasan Eksekutif Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Ketidakseimbangan Pemulihan Ekonomi Global Di tengah ketidakseimbangan pemulihan ekonomi global, kinerja perekonomian domestik selama tahun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Ekonomi Global 2011 Tahun 2011 merupakan tahun dengan berbagai catatan keberhasilan, namun juga penuh dinamika dan sarat

Lebih terperinci

BUKU LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2010 ISSN

BUKU LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2010 ISSN BUKU LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2010 ISSN 0522-2572 Laporan Perekonomian Indonesia 2010 i Visi Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110 - Indonesia http://www.bi.go.id BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat

Lebih terperinci

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110 - Indonesia http://www.bi.go.id BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Divisi Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Grup Kebijakan Moneter Departemen

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2011

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2011 Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 211 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret, Mei,

Lebih terperinci

SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007 1 SUSUNAN PENGURUS BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank

Lebih terperinci

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110 - Indonesia http://www.bi.go.id BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2003, Bank Indonesia Sampai dengan triwulan III-2003, kondisi perekonomian Indonesia masih mengindikasikan

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2008 4. Outlook Perekonomian Di tengah gejolak yang mewarnai perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 diprakirakan mencapai 6,2% atau melambat

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Divisi Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Grup Kebijakan Moneter Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818163

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.

Lebih terperinci

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110 - Indonesia http://www.bi.go.id BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Divisi Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Grup Kebijakan Moneter Departemen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan IV 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan IV 2003, Bank Indonesia Sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal tahun 1998 yakni pada awal masa orde baru perekonomian Indonesia mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah,

Lebih terperinci

Laporan Perekonomian Indonesia

Laporan Perekonomian Indonesia 1 Key Messages Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat dalam menghadapi spillover dan gejolak pasar keuangan global. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan relatif

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN:

ANALISIS TRIWULANAN: ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 261 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan bagian dari suatu pasar finansial karena berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka panjang. Hal ini berarti pasar

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 7 Oktober 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja melalui penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha.

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 Proses perbaikan ekonomi negara maju terhambat tingkat inflasi yang rendah. Kinerja ekonomi Indonesia melambat antara lain karena perlambatan ekspor dan kebijakan

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K 1 B A N K I N D O N E S I A KINERJA TRIWULAN I-2004 : EVALUASI KEBIJAKAN MONETER, PERBANKAN, DAN SISTEM PEMBAYARAN SERTA ARAH KEBIJAKAN MENDATANG Penyampaian penjelasan ini merupakan salah satu wujud dari

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2006

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2006 Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-26 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-26 Selama triwulan III-26, kondisi moneter menunjukkan ukkan perkembangan yang semakin membaik. Perkembangan

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-27 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-27 Selama triwulan I-27, kondisi moneter menunjukkan tren yang semakin membaik. Perkembangan yang membaik tersebut

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 1 2 3 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May-13 Jul-13 Sep-13 Nov-13 Jan-14 Mar-14 May-14 Jul-14 Sep-14 Nov-14 Jan-15 35.0 30.0

Lebih terperinci

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Sambutan Gubernur Bank Indonesia Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Diskusi dan Peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan Yang kami hormati, Jakarta, 10

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Perekonomian Indonesia triwulan IV 2013 dan Januari 2014 menunjukkan kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan Pemerintah sejak pertengahan tahun 2013 mulai

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur 1 Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur ALUR PIKIR 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 Kondisi moneter selama triwulan IV-2006 menunjukkan perkembangan yang semakin baik. Hal ini tercermin

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN:

ANALISIS TRIWULANAN: ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2014 149 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2014 Tim Penulis

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Triwulan IV dan Tahun 2011 ...Penyampaian Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat

Lebih terperinci

Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818163 +62

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi wa April Pertumbuhan likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) mengalami akselerasi pada April. Posisi M2 tercatat sebesar Rp5.042,1

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110 - Indonesia http://www.bi.go.id BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Divisi Pengaturan dan Komunikasi Kebijakan Moneter Grup Kebijakan Moneter Departemen

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Di sisi lain, pasar keuangan domestik membaik, terutama didorong oleh besarnya modal asing yang. xvii

RINGKASAN EKSEKUTIF. Di sisi lain, pasar keuangan domestik membaik, terutama didorong oleh besarnya modal asing yang. xvii RINGKASAN EKSEKUTIF Stabilitas sistem keuangan pada semester I 2016 membaik walaupun risiko yang berasal dari dampak lambatnya pertumbuhan ekonomi global dan domestik masih cukup besar. Perbaikan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan III 2014 RINGKASAN EKSEKUTIF Perekonomian Indonesia pada triwulan III 2014 menunjukkan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang terjaga serta proses penyesuaian

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2009

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter November 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA April 2015 Tim Riset SPMD Overview The Fed siap menaikan suku bunga acuan kapan saja yang berpotensi menarik dana tiba-tiba (sudden reversal) dari emerging market termasuk

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2009

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan II 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan II 2004, Bank Indonesia Selama

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Kinerja CARLISYA PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 1,728,431,985.66 Pasar Uang 0-80% Deposito Syariah 6.12% 93.88% Infrastruktur 87.50% Disetahunkaluncuran Sejak pe- Deskripsi Jan-16 YoY Keuangan 12.50% Yield 0.64% 7.66%

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Triwulan I - 2015 SURVEI PERBANKAN Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat. Pada Triwulan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang, dimana adanya perubahan tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap stabilitas

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter

Tinjauan Kebijakan Moneter Mei 2010 Tinjauan Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Perbankan Tinjauan Kebijakan Moneter Mei 2010 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18 Juni 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2009

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BAURAN KEBIJAKAN MONETER DAN MAKROPRUDENSIAL BANK INDONESIA SEMENJAK MARET 2011 HINGGA MARET 2012

BAURAN KEBIJAKAN MONETER DAN MAKROPRUDENSIAL BANK INDONESIA SEMENJAK MARET 2011 HINGGA MARET 2012 BAURAN KEBIJAKAN MONETER DAN MAKROPRUDENSIAL BANK INDONESIA SEMENJAK MARET 2011 HINGGA MARET 2012 Teguh Sihono Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia sihonoteguh@yahoo.com Rohaila Yusof Universiti Pendidikan

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2011

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2011 Tinjauan Kebijakan Moneter - September 211 Tinjauan Kebijakan Moneter September 211 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja perekonomian Indonesia dalam lima tahun terakhir, antara tahun 2008 hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan di Eropa dan Amerika,

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14 April 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci