3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2005

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2005"

Transkripsi

1 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2005 Laju inflasi IHK pada triwulan III-2005 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama berasal dari kenaikan harga kelompok bahan makanan tertentu yang berfluktuasi (volatile foods), terkait dengan pasokan yang tidak sebaik tahun sebelumnya dan adanya gangguan distribusi pada kelompok barang tersebut. Dari sisi fundamental, ekspektasi inflasi masih tinggi sehubungan dengan rencana penerapan kebijakan Pemerintah menaikkan harga BBM dan melemahnya nilai tukar rupiah. Sementara itu, inflasi inti cenderung menurun walau masih dalam level yang tinggi, sejalan dengan kuatnya ekspektasi inflasi masyarakat dan melemahnya nilai tukar. Pelemahan nilai tukar ini terus terjadi sepanjang triwulan III-2005, sejalan dengan melemahnya kinerja sektor eksternal dan adanya sentimen negatif dari pelaku domestik yang semakin memicu perilaku ikutan pembelian valas, serta penguatan US Dollar sebagai dampak peningkatan suku bunga Fed Fund di AS. Dalam upaya mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai upaya merespon potensi tekanan inflasi ke depan, kebijakan moneter cenderung ketat (tight bias) terus dilanjutkan dalam triwulan III Dalam triwulan laporan, BI Rate dinaikkan sebanyak 3 kali (kumulatif sebesar 150 bps) yang dibarengi oleh langkah-langkah untuk semakin mengoptimalkan upaya penyerapan ekses likuiditas. Kenaikan BI Rate tersebut direspon dengan kenaikan suku bunga deposito sementara suku bunga kredit mulai meningkat secara terbatas. Di sisi lain, langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah terus dilanjutkan untuk mengurangi tekanan inflasi ke depan yang bersumber dari pelemahan nilai tukar. Berbagai kebijakan yang telah ditempuh BI dan pemerintah dalam menstabilkan rupiah berdampak cukup signifikan dalam menahan pelemahan nilai tukar rupiah. Sementara itu, kinerja pasar keuangan diwarnai dengan kelesuan yang terjadi di pasar modal maupun pasar reksadana IHK Inti Non Inti Grafik 3.1 Disagregasi Inflasi INFLASI Inflasi IHK selama triwulan III-2005 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi IHK pada akhir triwulan III-2005 mencapai 9,06% (y-o-y), lebih tinggi dibandingkan pada akhir triwulan sebelumnya sebesar 7,42% (y-o-y). Kenaikan laju inflasi IHK tersebut terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga kelompok barang makanan tertentu yang berfluktuasi (volatile foods) akibat produksi beras yang tidak sebaik tahun sebelumnya dan hambatan distribusi kebutuhan pokok di sejumlah daerah akibat kelangkaan BBM. Selain itu, peningkatan inflasi IHK juga disebabkan oleh meningkatnya harga-harga yang diatur pemerintah (administered prices) 16

2 Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2005 Inti Volatile Administered 2,37 Sumbangan 2,57 Inflasi 1,06 Sumbangan 2,50 5,16 Inflasi 4,00 Sumbangan 3,98 6,78 Inflasi 6,67 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 Grafik 3.2 Sumbangan Disagregasi Inflasi 11,57 12,65 12,46 TW II TW III sehubungan dengan kenaikan cukai rokok, tarif tol dan tarif PAM. Sementara itu, inflasi inti mencapai 6,73% (y-o-y) atau relatif sama dibandingkan triwulan sebelumnya, 6,78% (y-o-y). Tekanan terhadap inflasi inti terutama masih berasal dari peningkatan ekspektasi inflasi seiring dengan rencana penerapan kebijakan administered prices, khususnya harga BBM serta melemahnya nilai tukar rupiah. Sementara itu, tekanan inflasi inti dari sisi kesenjangan ouput dan pelemahan nilai tukar rupiah diperkirakan masih relatif belum besar. Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK masih berada di atas sasaran inflasi yang ditetapkan Pemerintah sebesar 6% +/- 1%. 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 34,5 Indeks Jumlah Responden Proyeksi inflasi ,1-6,0 6,1-7,0 7,1-8,0 > 8, ,8 43 Survei Tw. IV-2004 Survei Tw. I-2005 Survei Tw. II-2005 Grafik 3.3 Ekspektasi Inflasi Pengamat Ekonomi Survei Konsumen - BI ,5 Grafik 3.4 Ekspektasi Inflasi Konsumen Tingginya tekanan inflasi IHK terutama berasal dari kenaikan harga volatile food dan harga administered. Selama periode laporan, kelompok barang makanan volatile mencatat inflasi sebesar 12,46% (y-o-y) atau jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 5,16% (y-o-y). Lonjakan kenaikan harga tersebut terutama disebabkan oleh pasokan beras dan bumbubumbuan akibat kondisi produksi yang tidak sebaik tahun lalu serta gangguan distribusi yang dipicu oleh kelangkaan BBM di sejumlah daerah. Sementara itu, pada triwulan III-2005 inflasi 53 administered mencapai 12,65% (y-o-y), meningkat dari triwulan II-2005 sebesar 11,57%. Meningkatnya inflasi administered pada triwulan laporan antara lain disebabkan oleh kenaikan harga 31 rokok, tarif PAM (Juli) dan tarif tol (Agustus). Inflasi administered prices juga disebabkan oleh kenaikan harga minyak tanah di tingkat pengecer meskipun harga patokannya di tingkat agen tidak mengalami perubahan. Ekspektasi harga 6 bl ke depan Inflasi inti cenderung menurun meskipun masih pada level yang relatif tinggi. Pada triwulan III-2005 inflasi inti mencapai 6,73% (y-o-y), sedikit menurun dari triwulan sebelumnya (6,78%). Tekanan inflasi inti ini terutama karena ekspektasi inflasi masyarakat dan melemahnya nilai tukar, sementara faktor kesenjangan output belum memberikan tekanan cukup berarti pada inflasi. Rencana kenaikan harga BBM oleh Pemerintah dan depresiasi rupiah telah memicu kenaikan ekspektasi inflasi masyarakat sebagaimana diindikasikan oleh hasil Survei Konsumen dan Survei Penjualan Eceran. Selain itu, sejalan dengan melemahnya nilai tukar, tekanan inflasi yang berasal dari passthrough nilai tukar menunjukkan peningkatan. Kendati demikian, besarnya passthrough terhadap inflasi IHK relatif minimal terkait dengan perilaku pengusaha yang menahan kenaikan harga barang dengan mengurangi profit margin. Kondisi tersebut tercermin dari peningkatan imported inflation (inflasi IHPB impor) yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan 17

3 %, y-o-y dengan peningkatan inflasi IHK. Sementara itu, interaksi permintaan dan penawaran belum memberikan tekanan cukup berarti mengingat kesenjangan output yang masih negatif meskipun cenderung menyempit ,0 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1, IHK IHPB Impor Depresiasi/Apresiasi USD/IDR Rp/USD Grafik 3.5 Inflasi IHK, IHPB Impor dan Nilai Tukar Volatilitas Harian Rata-rata Volatilitas Triwulanan Grafik 3.6 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah Rata-rata Nilai tukar 1 bulan Rata-rata harian selama 1 triwulan TW IV TW I TW II ,38 0, ,92 TW III NILAI TUKAR RUPIAH Dalam triwulan III-2005, pelemahan nilai tukar masih berlanjut disertai dengan peningkatan volatilitas. Rata-rata nilai tukar Rupiah selama triwulan III-2005 tercatat sebesar Rp10.013/USD atau terdepresiasi sebesar 4,78 % dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, nilai tukar rupiah sempat menyentuh level Rp11.880/USD sebelum akhirnya ditutup di level Rp / USD atau secara point to point terdepresiasi 5,4% dibandingkan periode sebelumnya. Depresiasi yang terjadi juga diikuti oleh meningkatnya volatilitas dari 1,38% menjadi 2,72% pada triwulan laporan. Pelemahan nilai tukar Rupiah dipicu oleh faktor internal dan eksternal. Di sisi internal, pelemahan rupiah tidak terlepas dari kondisi defisit neraca pembayaran yang semakin membesar. Peningkatan defisit tersebut disebabkan antara lain oleh peningkatan permintaan valas domestik guna memenuhi kebutuhan impor maupun pembayaran ULN yang belum dapat diimbangi oleh peningkatan pasokan valas dari hasil ekspor dan FDI. Di sisi eksternal, berlanjutnya tightening cyle di AS sebagai respon atas perkiraan meningkatnya laju inflasi negara tersebut telah mendorong penguatan mata uang US dollar secara global. Selain itu, meningkatnya harga minyak dunia turut memberi dampak negatif terhadap mata uang negara-negara net-oil importer termasuk Indonesia. Tingginya permintaan valas selama triwulan III-2005 masih dipicu oleh tingginya kebutuhan impor untuk memenuhi kebutuhan ekspansi ekonomi domestik. Selama triwulan III-2005 pembelian valas oleh sektor korporasi secara kumulatif masih tinggi yaitu tercatat sebesar USD9,8 miliar. Pembelian valas sempat mencatat Grafik 3.7 level tertinggi pada pertengahan triwulan yaitu mencapai USD Rata-rata Nilai Tukar Rupiah 200 juta/hari. Kendati demikian, untuk keseluruhan triwulan rata-rata pembelian valas mencapai sekitar USD160 juta/hari atau relatif sama dengan triwulan sebelumnya. Selain untuk keperluan impor minyak, kelompok korporasi lainnya yang bergerak di bidang industri otomotif, industri makanan, industri baja/logam serta consumer goods dan barang elektronik juga mencatat kenaikan pembelian valas untuk memenuhi kebutuhan impor bahan baku. Selain itu, menguatnya ekspektasi depresiasi sempat mendorong fenomena ,83 1,29 0,90 2,

4 Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III ,0 7,5 7,0 Global Bond R '14 (jatuh tempo 2014) bandwagon dari kelompok korporasi domestik lainnya maupun nasabah individu baik untuk motif berjaga-jaga maupun spekulatif. 6,5 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0 3,5 Yield Spread (2014) US T. Note (jatuh tempo 2014) Grafik 3.8 Yield Spread Global Bond RI14 Dengan US T-Notes Jatuh Waktu 2014 Spread = 261 bps Maret April Mei Juni Juli Agustus September 2005 Sementara itu, indikator premi risiko sepanjang triwulan ketiga cenderung memburuk dibandingkan triwulan sebelumnya. Yield spread antara Global bond dan US T-Notes masih tetap tinggi yaitu sekitar 261 bps bahkan pernah mencapai 336 bps, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 280 bps. Sementara itu, premi swap berbagai tenor mengalami peningkatan yang cukup tajam sehingga biaya untuk melakukan hedging menjadi lebih mahal. Kondisi ini mencerminkan bahwa pelemahan rupiah yang terjadi dilatarbelakangi pula oleh faktor risiko yang meningkat. 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0, Dari sisi penawaran, aliran modal masuk sempat mengalami penurunan meskipun meningkat kembali pada akhir periode Premi 1 M Premi 3 M laporan. Sampai dengan bulan Agustus 2005, pasar valas dalam Premi 6 M Premi 12 M negeri diwarnai oleh kecenderungan pembalikan arus modal asing (capital reversal) yang didorong oleh meningkatnya ekspektasi depresiasi. Penempatan dana asing di berbagai instrumen pasar keuangan seperti SBI, SUN, saham serta obligasi korporasi sempat mengalami penurunan. Namun, pada bulan September 2005 aliran dana asing dalam bentuk portfolio investment, terutama SUN dan saham, kembali mengalami Grafik 3.9 peningkatan. Membaiknya minat investor asing tersebut Perkembangan Berbagai Premi Swap didorong oleh turunnya harga instrumen keuangan menyusul redemption besar-besaran reksadana dan jatuhnya indeks saham, di tengah kondisi nilai tukar rupiah yang mulai stabil. Disamping itu, menariknya imbal hasil rupiah di pasar uang dari interest rate differential yang mencapai sekitar 7,8% menyebabkan aliran modal masuk tersebut. Dengan perkembangan ini, kepemilikan asing pada SUN meningkat sekitar Rp9,6 triliun hingga mencapai Rp24,1 triliun pada akhir triwulan III Di Rp/USD pasar saham, investor asing mencatat posisi net beli hingga Rp8,2 Excess Supply triliun. Sementara itu, meski sempat diwarnai adjustment secara umum posisi asing pada portofolio SBI meningkat Rp4,6 triliun dibanding triwulan lalu hingga mencapai Rp8,7 triliun * Juta USD Net S(+)/D(-) dari Pelaku LN Excess Demand Net S(+)/D(-) dari Pelaku DN Net S(+)/D(-) Total Pelaku DN+LN Rp/USD Grafik 3.10 Permintaan dan Penawaran Valas Berdasarkan Transaksi Spot KEBIJAKAN MONETER Strategi Kebijakan Dalam upaya mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai upaya merespons potensi tekanan inflasi ke depan, kebijakan moneter cenderung ketat ( (tight bias) ) terus dilanjutkan dalam triwulan III Dalam kaitan ini, selama triwulan III-2005 BI Rate 19

5 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 mengalami peningkatan sebanyak 3 kali, 1 dengan kumulatif kenaikan sebesar 150 bps, yaitu dari 8,50% pada saat Suku Bunga Covered = JIBOR 1 M - (SIBOR 1 M + yield spread) pencanangannya sebagai reference rate di awal Juli 2005 menjadi Suku Bunga Uncovered = JIBOR 1 M - SIBOR 1 M 10% pada akhir triwulan laporan. Upaya ini dilakukan untuk 7,82 mengendalikan tekanan inflasi yang berasal dari meningkatnya ekspektasi inflasi dan melemahnya nilai tukar. Kebijakan ini 5,21 ditempuh dengan disertai penerapan beberapa langkah, yaitu : (1) Menaikkan BI Rate, (2) Menaikkan GWM, (3) Meningkatkan suku bunga FASBI 7 hari dan maksimum suku bunga penjaminan. Langkah-langkah ini juga dibarengi dengan upaya meningkatkan Grafik 3.11 efektivitas pengelolaan likuiditas dengan mengaktifkan instrumen Suku Bunga Uncovered dan Covered FTK O/N dan pemberlakuan intervensi swap valas sebagai instrumen OPT untuk jangka waktu 1 s.d. 7 hari. Upaya pengendalian inflasi ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk menurunkan harga akibat kenaikan harga BBM. Terkait dengan kenaikan harga BBM pada bulan Maret 2005, paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terutama berwujud kebijakan di bidang perpajakan dan kepabeanan, terutama pembebasan bea masuk dan penurunan tarif serta pajak atas impor. Terkait dengan kenaikan harga BBM yang kedua kalinya di tahun 2005, pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi 31 Agustus 2005 disamping melanjutkan implementasi paket kebijakan sebelumnya. Secara umum paket kebijakan 31 Agustus 2005 tersebut memuat: Kebijakan kenaikan harga BBM dan program kompensasi pengurangan subsidi BBM - Kebijakan pengamanan APBN Kebijakan konversi dan diversifikasi energi - Kebijakan moneter. Langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah juga terus dilanjutkan untuk mengurangi tekanan inflasi ke depan yang bersumber dari pelemahan nilai tukar. Berbagai kebijakan yang telah ditempuh BI dan pemerintah dalam menstabilkan rupiah berdampak cukup signifikan dalam menahan ekspektasi depresiasi lebih lanjut. Di samping berbagai kebijakan moneter seperti disebutkan di atas, terus dilanjutkannya langkah sterilisasi valas dan manajemen permintaan valas BUMN juga berperan signifikan dalam menahan pelemahan nilai tukar rupiah. Namun demikian, langkah ini disadari bersifat temporer terutama karena adanya kebutuhan untuk mempertahankan kecukupan cadangan devisa dalam tingkat yang tetap mendukung terpeliharanya kepercayaan pasar. Untuk dapat menstabilkan dan menahan depresiasi rupiah lebih lanjut diperlukan kebijakan yang lebih bersifat struktural agar dapat menambah pasokan valas secara berkesinambungan. Pasokan 1 25 bps pada RDG Bulanan Agustus 2005, 75 bps pada RDG Mingguan 30 Agustus 2005, dan 50 bps pada RDG Bulanan September

6 Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2005 yang diharapkan tersebut bersumber dari aliran dana FDI dan peningkatan kinerja ekspor. Suku Bunga Penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat diperkuat dengan upaya untuk memperbaiki struktur suku bunga. Seiring dengan langkah menaikkan BI Rate sebanyak 3 kali, suku bunga FASBI 7 hari juga telah dinaikkan sebesar 100 bps 2 menjadi 8,50% dan suku bunga penjaminan simpanan pihak ketiga rupiah dan valas pada bulan September dinaikkan masing-masing menjadi 10,50% dan 4,25% 3. Selain itu, dalam upaya mengurangi potensi likuiditas yang dapat memfasilitasi kegiatan spekulasi valas, fasilitas SBI repo pada tanggal 22 Agustus 2005 dihapus untuk waktu yang tidak ditentukan. Penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat diikuti pula dengan langkah mengoptimalkan penyerapan ekses likuiditas. Terkait dengan ini, pada bulan tanggal 25 Agustus 2005, Bank Indonesia menggunakan kembali instrumen FTK O/N melalui mekanisme variable rate tender dengan multiple price allotment 4. Dalam periode 25 Agustus s.d. akhir September 2005 FTK O/N berhasil menyerap likuiditas dalam jumlah yang signifikan antara Rp3,6 Rp18,1 triliun, atau secara rata-rata mencapai sekitar Rp11,0 triliun, jauh lebih tinggi dari rata-rata penyerapan likuiditas melalui FASBI 7 hari pada periode yang sama (rata-rata Rp2,5 triliun). Selanjutnya, guna menyediakan alternatif penempatan sekaligus mendorong perbaikan manajemen likuiditas dari sisi perbankan, sejak 20 September 2005 FTK ditambah dengan jangka waktu 3 dan 5 hari dengan mekanisme variable rate tender. Pelaksanaan FTK tersebut dilakukan pada pukul WIB dengan variasi pilihan tenor yang bersifat diskresi. Upaya peningkatan efektivitas penyerapan ekses likuiditas ini juga dilakukan melalui kenaikan GWM yang diberlakukan secara efektif sejak 8 September Kenaikan GWM ini dilakukan secara proporsional terhadap kondisi LDR dari masingmasing bank 5 setelah memperhitungkan ketentuan GWM tahun lalu yang didasarkan pada kepemilikan Dana Pihak Ketiga bps pada RDG Mingguan 30 Agustus dan 50 bps per 7 September Siaran Pers No. 7/87/PSHM/Humas tanggal 30 Agustus 2005 tentang Langkah-langkah Lanjutan Kebijakan di Bidang Moneter untuk Meredam Gejolak Nilai Tukar dan dipertegas melalui SE No. 7/41/DPM tanggal 1 September 2005 perihal Marjin Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank. Dengan diterbitkannya PBI No 7/32/PBI/2005 tanggal 22 September 2005 tentang Pencabutan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 6/11/PBI/2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank Sebagaimana telah diubah Terakhir Dengan PBI No.7/28/PBI/2005, maka SE No. 7/41/DPM yang menggunakan PBI dimaksud sebagai dasar hukum otomatis tidak berlaku lagi. 4 Mekanisme penawaran lelang dengan menggunakan harga beragam yang penentuan pemenangnya disesuaikan dengan (atau berdasarkan) harga yang ditawarkan. 5 LDR di atas 90% dikenakan tambahan 0%, LDR 75% - 90% dikenakan tambahan 1%, LDR 60% - 75% dikenakan tambahan 2%, LDR 50% - 60% dikenakan tambahan 3%, LDR 40% - 50% dikenakan tambahan 4%. RDG Mingguan 30 Agustus juga memutuskan untuk menaikkan imbalan jasa giro dari semula 3% menjadi 5,5% untuk seluruh tambahan GWM Rupiah di atas 5%. Imbalan jasa giro tersebut dihitung atas dasar tingkat bunga efektif tahunan (effective annual rate) yang ditentukan bedasarkan periode compounding harian selama 360 (tiga ratus enam puluh) hari atau sama dengan % perhari. 6 PBI No.7/29/PBI/2005 tanggal 6 September 2005 perihal Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing. SE No. 7/42/DPNP tanggal 6 September 2005 perihal Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing. 21

7 11,0 10,6 10,2 9,8 9,4 9,0 8,6 8,2 7,8 7,4 7,0 6,6 6,2 5,8 5,4 Depo1 < SBI1 SBI 1 bln/bi Rate* Dep 1 WA SBI3 < SBI1 realignment Jam.Dep.1 SBI 3 bln Grafik 3.12 Perkembangan Suku Bunga SBI dan Deposito Kenaikan BI Rate direspon oleh kenaikan suku bunga perbankan. Seiring dengan kenaikan BI Rate dan suku bunga penjaminan, suku bunga deposito juga mengalami peningkatan. Pada bulan Agustus 7, suku bunga deposito 1 dan 3 bulan tercatat sebesar 7,55% dan 7,71% atau masing-masing meningkat 57 dan 52 bps dari akhir Juni. Suku bunga kredit masih relatif stabil, kecuali modal kerja yang dibandingkan triwulan sebelumnya cenderung mengalami peningkatan. Pada bulan Agustus 2005, suku bunga kredit tercatat masing-masing 13,40% (KMK), 13,62% (KI), dan 15,96% (KK). Dalam kondisi ini selisih suku bunga antara kredit dan deposito secara umum cenderung menyempit, kendati masih cukup lebar yaitu berkisar antara 5,85 8,41%. Sementara itu, dengan digunakannya kembali FTK O/N, suku bunga PUAB O/N menjadi relatif stabil meskipun sempat mengalami kenaikan cukup signifikan pada masa awal penggunaan instrumen tersebut. Secara umum, kenaikan BI Rate tersebut belum mempengaruhi secara signifikan terhadap kinerja intermediasi perbankan. Demikian pula, stabilitas sistem perbankan secara umum masih cukup terjaga (5) BI Rate* Depo 1 bl KMK KI KK Dana, Kredit, dan Uang Beredar Peningkatan BI Rate dan suku bunga penjaminan yang diikuti dengan kenaikan suku bunga deposito mendorong kenaikan Grafik 3.13 Perkembangan Berbagai Suku Bunga simpanan dana masyarakat di perbankan. Setelah mengalami penurunan pada tahun 2003 dan 2004, sejak awal 2005 simpanan berjangka (deposito) terus menunjukkan peningkatan. Selain dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga, peningkatan simpanan dana masyarakat pada perbankan juga berkaitan perpindahan dana yang sebelumnya ditanamkan dalam bentuk reksa dana ke perbankan sehubungan dengan penurunan NAB reksa dana yang cukup signifikan mulai Maret Dalam periode akhir Maret sampai dengan Agustus 2005, deposito milik perorangan pada perbankan nasional meningkat sekitar Rp40,6 triliun yang diperkirakan sebagian berasal dari redemption reksadana Total DPK Tabungan Giro Deposito (10) sumber: DPNP (15) Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags Nov Feb Mei Ags Grafik 3.14 Pertumbuhan Simpanan Pihak Ketiga (%, y-o-y) Sinyal suku bunga BI Rate belum sepenuhnya ditransmisikan ke suku bunga kredit sehingga belum tampak mempengaruhi volume kredit perbankan. Pada bulan Agustus 2005, volume kredit perbankan mengalami peningkatan sekitar Rp37,9 triliun dari akhir Juni. Kredit tersebut terutama tersalur ke sektor perdagangan, perindustrian, dan jasa dunia usaha. Uang beredar secara nominal mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi. Secara nominal, 7 Angka sementara. 22

8 Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III Total KREDIT (RHS) gkmk (%) gki (%) gkk (%) g Total KREDIT (%) Grafik 3.15 Pertumbuhan Kredit Triliun Rp pertumbuhan M2 pada periode yang sama tercatat mencapai 11,62% menjadi Rp1.088,4 triliun atau meningkat Rp14,6 triliun dari akhir Juni. Peningkatan tersebut terutama disumbang oleh kenaikan komponen M1 terutama uang giral, dan kuasi Rupiah dalam bentuk deposito, serta simpanan valas. Dilihat dari faktor yang mempengaruhi, peningkatan M2 terutama disumbang oleh meningkatnya kredit Rupiah yang terutama digunakan untuk modal kerja dan konsumsi. Meskipun demikian, pada bulan Agustus pertumbuhan M2 riil masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini menunjukkan masih tingginya ekses likuiditas di perbankan yang belum mampu diserap secara optimal oleh sektor riil PDB M2 Riil I II III IV I II III IV I II III IV I II III Grafik 3.16 Pertumbuhan Ekonomi dan Likuiditas Perekonomian Pasar Modal Dalam triwulan III-2005, perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) diwarnai oleh penjualan saham oleh investor asing sehingga indeks harga saham mengalami penurunan. Pada awal triwulan laporan perdagangan saham di BEJ menunjukkan peningkatan yang disertai dengan kenaikan indeks hingga mencapai level tertinggi dalam sejarah bursa Indonesia yakni Namun, dalam bulan Agustus 2005 IHSG menurun kembali dan sempat berada di bawah yang dipicu oleh penjualan saham secara besar-besaran oleh investor asing sehubungan dengan kekhawatiran investor terhadap perkembangan ekonomi nasional maupun internasional. Kondisi eksternal yang mempengaruhi penurunan kinerja bursa saham Jakarta antara lain adalah kenaikan harga minyak dunia yang memberikan dampak negatif bagi perdagangan bursa utama dunia dan bursa kawasan Asia Tenggara. Sementara faktor internal yang mempengaruhi melemahnya pasar saham adalah depresiasi nilai tukar rupiah, peningkatan suku bunga, dan kekhawatiran terhadap kesinambungan fiskal yang tertuang dalam RAPBN Penurunan harga saham yang cukup besar telah mendorong kembali sejumlah investor asing untuk melakukan selective buying pada saham-saham kapitalisasi besar yang sudah mencapai undervalue. Dengan pembelian tersebut, net beli asing pada periode laporan masih lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya dan IHSG secara bertahap menguat kembali mencapai Perdagangan SUN mengalami kelesuan dan diwarnai penjualan oleh kelompok reksa dana. Peningkatan BI Rate sejak awal triwulan III memicu aksi penjualan khususnya di kelompok investor reksa dana. Hal ini sekaligus tercermin dari perkembangan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana yang terus mengalami penurunan. Sebagai akibat dari aksi jual ini, harga SUN mengalami penurunan drastis dan bahkan sudah berada di bawah harga par-nya. Untuk mencegah berlanjutnya kelesuan di pasar SUN dan dalam rangka penyediaan stok SUN sebagai instrumen moneter, Bank Indonesia 23

9 kembali melakukan tiga kali pembelian SUN di pasar sekunder dengan total pembelian sebesar Rp4,0 triliun sehingga posisi akhir triwulan III-2005 Bank Indonesia sudah memiliki Rp10,5 triliun. Di pasar perdana, pemerintah telah melakukan tiga kali lelang SUN berjangka 5 dan 13 tahun dengan menyerap total dana sebesar Rp2,6 triliun. Dalam lelang dimaksud, respon yang diberikan oleh investor cukup baik, terbukti dari jumlah bidding yang oversubscribe dan yield yang relatif menguntungkan yaitu 15,97% (kupon 15,00%) dan 15,08% (kupon 14,50%). Dengan perkembangan ini, sampai dengan September pemerintah telah menerbitkan SUN sebesar Rp22,0 triliun di pasar domestik USD1 miliar di pasar internasional. Pencairan reksa dana terus terjadi hingga menyebabkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana bulan September 2005 anjlok lebih dari 50% menjadi Rp32,7 triliun dibandingkan NAB bulan Juni yang mencapai Rp80,2 triliun. Selama triwulan laporan, total redemption telah mencapai Rp77,1 triliun sementara subscription hanya sebesar Rp37,4 triliun, dengan demikian net redemption selama triwulan laporan mencapai Rp39,7 triliun. Penurunan NAB tersebut ditengarai terkait erat dengan perkembangan suku bunga yang mengalami peningkatan serta kurangnya edukasi terhadap investor retail mengenai potensi risiko yang mungkin timbul atas investasi di reksa dana. Guna mengatasi pencairan reksa dana dalam jumlah besar serta dalam rangka mengembangkan produk reksa dana, pada bulan akhir Juli 2005 Bapepam mengeluarkan ketentuan produk baru reksa dana, yaitu Reksa Dana Terproteksi, Reksa Dana dengan Penjaminan, dan Reksa Dana Indeks. Meskipun demikian, jenis reksa dana baru ini tidak lepas dari risiko default dari obligasi korporasi yang menjadi portofolionya. Pembiayaan aktivitas ekonomi melalui pasar modal mengalami penurunan. Dalam triwulan III-2005, jumlah dana yang diperoleh perusahaan dari pasar modal lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya. Selain bersifat siklikal dimana dalam triwulan III tidak banyak emiten yang melakukan IPO, penurunan tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi yang mengalami tekanan terutama pelemahan nilai tukar. Secara keseluruhan, dalam triwulan III tercatat 6 perusahaan melakukan IPO obligasi dengan nilai sebesar Rp2,2 triliun dan 1 perusahaan melakukan IPO saham dengan nilai sebesar Rp63,4 miliar. Dengan perkembangan tersebut, secara kumulatif dana yang berhasil diperoleh dari pasar modal selama periode Januari - September 2005 tercatat sebesar Rp9,6 triliun, masing-masing dari penerbitan obligasi sebesar Rp9,0 triliun (19 perusahaan) dan penerbitan saham sebesar Rp0,6 triliun (dari 5 perusahaan). Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp16,5 triliun. Ditambah dengan peningkatan pembiayaan dari kredit perbankan sebesar Rp107,2 triliun 8, total peningkatan pembiayaan perekonomian mencapai Rp116,7 triliun, atau meningkat lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yakni sebesar Rp70,4 triliun. 8 Angka kredit perbankan untuk periode Januari-Agustus

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2005

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2005 Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2 Laju inflasi IHK pada triwulan IV-2 mengalami peningkatan yang tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-27 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-27 Selama triwulan I-27, kondisi moneter menunjukkan tren yang semakin membaik. Perkembangan yang membaik tersebut

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 Kondisi moneter selama triwulan IV-2006 menunjukkan perkembangan yang semakin baik. Hal ini tercermin

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2005

Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2005 Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2005 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan II-2006

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan II-2006 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan II-2006 Kondisi moneter pada triwulan II-2006 masih menunjukkan perkembangan yang relatif stabil. Hal ini tercermin dari nilai tukar yang masih menguat, inflasi

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2006

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2006 Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-26 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-26 Selama triwulan III-26, kondisi moneter menunjukkan ukkan perkembangan yang semakin membaik. Perkembangan

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan berinvestasi seorang investor dihadapkan pada dua hal yaitu return (imbal hasil) dan risiko. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan perekonomian suatu negara dan tingkat kesejahteraan penduduk secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2007

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2007 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-27 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-27 Kondisi selama triwulan IV-27 menunjukkan perkembangan makroekonomi yang semakin baik dengan stabilitas yang

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2006

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2006 Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2006 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2006 Kinerja neraca pembayaran yang mencatat surplus cukup besar telah mendukung penguatan nilai tukar

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2005

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2005 Tinjauan Kebijakan Moneter September 2005 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan II 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan II 2004, Bank Indonesia Selama

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2005

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2005 Tinjauan Kebijakan Moneter November 2005 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/10/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 1 2 3 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May-13 Jul-13 Sep-13 Nov-13 Jan-14 Mar-14 May-14 Jul-14 Sep-14 Nov-14 Jan-15 35.0 30.0

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investor sering kali dibingungkan apabila ingin melakukan investasi atas dana yang dimilikinya ketika tingkat bunga mengalami penurunan. Sementara itu, kebutuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2003, Bank Indonesia Sampai dengan triwulan III-2003, kondisi perekonomian Indonesia masih mengindikasikan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM. Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia

TINJAUAN UMUM. Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia Tinjauan Umum 485 TINJAUAN UMUM Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia Selama triwulan I-2005, kinerja perekonomian Indonesia masih menunjukkan perkembangan yang membaik. Kestabilan makroekonomi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang menggunakan sistem perekonomian terbuka dalam menjalankan aktivitas perekonomiannya sehingga hal tersebut memungkinkan terjadinya interaksi

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. 10-Mar-2004 Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2006

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2006 Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2006 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia)

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia) 1. SBI 3 bulan PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia) SBI 3 bulan digunakan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen untuk melakukan operasi

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur 1 Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur ALUR PIKIR 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan IV 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan IV 2003, Bank Indonesia Sampai

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2008

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2008 Tinjauan Kebijakan Moneter November 2008 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

Ekonomi, Moneter dan Keuangan

Ekonomi, Moneter dan Keuangan Ekonomi, Moneter dan Keuangan T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 0 I. TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER Januari 2014 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t er 1 T i n j a u a n K e b i j a k

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% RD Pasar

Lebih terperinci

BABI PENDAHULU~ Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat

BABI PENDAHULU~ Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat BABI PENDAHULU~ 1.1 Latar Belakang Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat transaksi penggerak perekonomian. Besar kecilnya jumlah uang beredar akan mempengaruhi daya beli riil

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. harian bank (cash in vaults), dikurangi kewajiban Giro Wajib Minimum (Reserve

I. PENDAHULUAN. harian bank (cash in vaults), dikurangi kewajiban Giro Wajib Minimum (Reserve 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekses likuiditas merupakan jumlah cadangan bank yang didepositokan di bank sentral ditambah dengan uang kas yang disimpan untuk keperluan operasional harian bank (cash

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang berperan diikuti dengan melemahnya permintaan terhadap komoditas migas dan nonmigas dalam

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K 1 B A N K I N D O N E S I A KINERJA TRIWULAN I-2004 : EVALUASI KEBIJAKAN MONETER, PERBANKAN, DAN SISTEM PEMBAYARAN SERTA ARAH KEBIJAKAN MENDATANG Penyampaian penjelasan ini merupakan salah satu wujud dari

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai tukar atau kurs merupakan indikator ekonomi yang sangat penting karena pergerakan nilai tukar berpengaruh luas terhadap aspek perekonomian suatu negara. Saat

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset yang dimilikinya. Investor dapat melakukan investasi pada beragam aset finansial, salah satunya

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2006

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2006 Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2006 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2006

Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2006 Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 26 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Desember 2008

Tinjauan Kebijakan Moneter Desember 2008 Tinjauan Kebijakan Moneter Desember 2008 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

Laporan Bulanan Ekonomi, Moneter, dan Perbankan Juni 2005

Laporan Bulanan Ekonomi, Moneter, dan Perbankan Juni 2005 Laporan Bulanan Ekonomi, Moneter, dan Perbankan Juni IKHTISAR Pertumbuhan ekonomi masih positif. Bulan Juni mencatat inflasi. Nilai tukar rupiah melemah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih positif dan

Lebih terperinci

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA ABSTRAKS Ketidakpastian perekonomian global mempengaruhi makro ekonomi Indonesia. Kondisi global ini ikut mempengaruhi depresiasi nilai

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan bagian dari suatu pasar finansial karena berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka panjang. Hal ini berarti pasar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan I 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan I 2004, Bank Indonesia Membaiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2009

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

Suku Bunga dan Inflasi

Suku Bunga dan Inflasi Suku Bunga dan Inflasi Pengertian Suku Bunga Harga dari uang Bunga dalam konteks perbankan dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Surat Berharga Negara (SBN) dipandang oleh pemerintah sebagai instrumen pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan agreement). Kondisi APBN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang berkembang akhir-akhir ini.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima

BAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan dunia investasi semakin marak. Banyaknya masyarakat yang tertarik dan masuk ke bursa untuk melakukan investasi menambah semakin berkembangnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 25 /PBI/2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/19/PBI/2008 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 Tim Penulis Laporan triwulan I-2003, Bank Indonesia Kondisi moneter selama triwulan I-2003 tetap stabil dan terkendali meskipun belum

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2011

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2011 Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 211 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret, Mei,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu Negara berkembang di kawasan Asia. Salah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu Negara berkembang di kawasan Asia. Salah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara berkembang di kawasan Asia. Salah satu indikator kemajuan suatu Negara adalah perekonomian. Perekonomian menjadi salah satu pondasi

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2009

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak diminati oleh para investor karena saham tersebut sangat liquid. Sahamsaham

BAB I PENDAHULUAN. banyak diminati oleh para investor karena saham tersebut sangat liquid. Sahamsaham 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pasar modal di Indonesia, ada beberapa kelompok saham yang paling banyak diminati oleh para investor karena saham tersebut sangat liquid. Sahamsaham tersebut

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan I 2010 Inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5%. Mayoritas responden (58,8%) optimis bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2009

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter November 2009 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni,

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN:

ANALISIS TRIWULANAN: ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 261 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

Huruf b. Contoh perhitungan GWM Sekunder dalam Rupiah:

Huruf b. Contoh perhitungan GWM Sekunder dalam Rupiah: -1- PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/ 21/PBI/2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA

Lebih terperinci

Diskusi Terbuka INFID

Diskusi Terbuka INFID Diskusi Terbuka INFID Dr. Edi Prio Pambudi Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 10 September 2015 PERSOALAN SAAT INI Tantangan Global Pemulihan ekonomi

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

MEMILIH INVESTASI REKSA DANA TAHUN 2010

MEMILIH INVESTASI REKSA DANA TAHUN 2010 MEMILIH INVESTASI REKSA DANA TAHUN 2010 Indonesia cukup beruntung, karena menjadi negara yang masih dapat mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif tahun 2009 sebesar 4,4 % di tengah krisis keuangan global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami peningkatan yang semakin pesat sejak krisis ekonomi global pada tahun 1998 yang tidak hanya melanda di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

Inflasi mtm sedikit meningkat, BI Rate Akan Kembali Diturunkan

Inflasi mtm sedikit meningkat, BI Rate Akan Kembali Diturunkan Inflasi mtm sedikit meningkat, BI Rate Akan Kembali Diturunkan Inflasi Akhir semester I 2009 Inflasi sebesar 0,11% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 114,10 terjadi pada penghujung Jun. Inflasi

Lebih terperinci