LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN KEBIJAKAN MONETER"

Transkripsi

1

2

3 RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Perekonomian Indonesia triwulan IV 2013 dan Januari 2014 menunjukkan kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan Pemerintah sejak pertengahan tahun 2013 mulai mengendalikan perekonomian ke arah yang diharapkan. Respon antisipatif Bank Indonesia melalui bauran kebijakan dapat mengendalikan inflasi kembali ke lintasan sasaran 4,5+1% pada 2014 dan 4,0+1%% pada Kebijakan Bank Indonesia yang berinteraksi dengan kebijakan fiskal yang konsolidatif dan ditopang koordinasi yang intensif, juga mulai dapat mengarahkan defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat, namun dibarengi proses moderasi pertumbuhan ekonomi yang tetap terkendali. Perkembangan triwulan IV 2013 ini cukup positif karena diharapkan dapat menjadi basis kesinambungan pertumbuhan ekonomi ke depan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan IV 2013 tercatat lebih baik dari perkiraan Bank Indonesia dan disertai dengan struktur yang lebih berimbang. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 meningkat dari 5,63% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 5,72% (yoy), ditopang oleh membaiknya ekspor riil sejalan dengan kenaikan permintaan mitra dagang negara-negara maju. Sementara itu, pertumbuhan permintaan domestik mengalami moderasi tercermin dari melambatnya konsumsi rumah tangga dan investasi, khususnya investasi nonbangunan. Dengan perkembangan ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia keseluruhan tahun 2013 tercatat 5,78%, masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara dalam kelompok peringkat yang sama. Defisit transaksi berjalan mulai bergerak ke level yang lebih sehat dan berkesinambungan. Defisit transaksi berjalan triwulan IV 2013 tercatat 1,98% dari PDB, menurun signifikan dari defisit pada triwulan III 2013 sebesar 3,85% dan juga lebih rendah dari perkiraan awal BI. Penurunan defisit transaksi berjalan dipengaruhi kenaikan ekspor sejalan permintaan barang manufaktur dari AS dan Jepang yang meningkat, penurunan harga komoditas ekspor yang melambat, dan nilai tukar rupiah yang cukup kompetitif, disamping peningkatan ekspor sumber daya alam terkait dengan antisipasi pemberlakuan UU Minerba. Penurunan defisit transaksi berjalan juga dipengaruhi penurunan impor sejalan moderasi permintaan domestik dan nilai tukar rupiah yang melemah. Saat bersamaan, surplus transaksi modal dan finansial meningkat sehingga dapat membiayai defisit transaksi berjalan dan mendorong NPI kembali mencatat surplus pada triwulan IV 2013, setelah pada tiga triwulan terakhir mencatat defisit. Perkembangan positif sektor eksternal terindikasi masih berlanjut pada pada Januari 2014 tercermin pada posisi cadangan devisa Indonesia yang meningkat dari posisi Desember 2013 menjadi 100,7 miliar dolar AS, setara 5,7 bulan impor atau 5,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Fundamental perekonomian Indonesia yang membaik berdampak positif pada meredanya tekanan depresiasi nilai tukar rupiah di triwulan IV 2013 dan berlanjut pada Januari Secara rata-rata, rupiah Januari 2014 tercatat Rp per dolar AS, melemah 0,7%, lebih rendah dibandingkan pelemahan rata-rata rupiah pada Desember 2013 sebesar 3,74%. Dengan perkembangan ini maka indeks nilai tukar rupiah riil efektif (Real Effective Exchange Rate) tercatat 94,2 sehingga daya saing harga ekspor Indonesia Laporan Kebijakan Moneter 1

4 relatif tinggi dan juga dapat menopang proses penyesuaian sektor eksternal ke arah yang lebih baik. Aktivitas pasar uang, baik Rupiah maupun valas semakin berkembang dinamis dengan volume transaksi yang meningkat dan premi risiko seperti tercermin pada Credit Default Swap (CDS) yang menurun. Hal ini tidak terlepas dari langkah-langkah Bank Indonesia untuk pendalaman pasar keuangan, termasuk swap lindung nilai dan repo antar bank dengan mini MRA. Respon kebijakan juga dapat menurunkan tekanan inflasi sehingga kembali pada lintasan sasaran 4,5+1% pada 2014 dan 4,0+1% pada Inflasi IHK pada triwulan IV 2013 mencapai 0,75% (qtq) atau 8,38% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,08% (qtq) atau 8,40% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi pada seluruh komponen inflasi yakni inflasi inti, volatile food dan administered prices. Inflasi pada Januari 2014 juga masih sesuai dengan pola historisnya sehingga belum mengganggu prospek pencapaian sasaran inflasi Meskipun lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Desember 2013, inflasi Januari 2014 sebesar 1,07% (mtm) tidak berbeda jauh dibandingkan dengan rata-rata inflasi tahun Kenaikan inflasi Januari 2014 terutama dipengaruhi kenaikan inflasi volatile food akibat bencana alam dan banjir yang kemudian mengganggu produksi dan distribusi pangan di berbagai daerah terutama Jawa dan Sumatera. Sementara itu, inflasi inti sedikit meningkat antara lain didorong dampak pelemahan rupiah ke beberapa kelompok barang seperti kendaraan bermotor serta alat elektronik. Penyesuaian ekonomi Indonesia yang terkendali ditopang oleh stabilitas sistem keuangan yang tetap terjaga. Ketahanan industri perbankan tetap solid dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dengan dukungan ketahanan modal yang masih kuat. Pertumbuhan kredit perbankan menurun dari 21,9% pada November 2013 menjadi 21,4% pada Desember 2013 (atau 17,4% dengan menghilangkan pengaruh depresiasi nilai tukar) sejalan dengan permintaan domestik yang melambat dan kenaikan suku bunga. Pasar saham domestik dan pasar obligasi pemerintah selama triwulan IV 2013 tetap stabil, walaupun mengalami koreksi seiring meningkatnya kembali isu percepatan tapering off. Pada Januari 2014, kinerja pasar saham kembali membaik ditandai dengan kenaikan IHSG. Perkembangan berbeda terlihat pada kinerja pasar obligasi pemerintah yang menurun tercermin pada kenaikan imbal hasil SBN. Pada tahun 2014, Bank Indonesia memperkirakan stabilitas ekonomi kembali terkendali dan pertumbuhan ekonomi akan lebih seimbang sehingga dapat menurunkan defisit transaksi berjalan ke level yang lebih sehat. Pertumbuhan ekonomi 2014 diperkirakan mendekati batas bawah kisaran 5,8-6,2% dan diikuti perbaikan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia sejalan perkiraan masih berlanjutnya moderasi permintaan domestik dan ekspor yang membaik didorong perbaikan ekonomi global. Defisit transaksi berjalan diprakirakan semakin turun ke arah yang sehat dipengaruhi prospek perbaikan ekspor dan impor yang terkendali sejalan moderasi permintaan domestik. Sementara itu, inflasi diprakirakan dapat terjaga pada kisaran targetnya 4,5±1%. Sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi tersebut, pertumbuhan kredit diperkirakan berada pada kisaran 15-17% sehingga konsisten dengan upaya mengarahkan ekonomi menjadi lebih sehat dan seimbang. Bank Indonesia akan terus mencermati beberapa risiko ekonomi baik dari global maupun domestik, yang berpotensi mengganggu kembali stabilitas dan menurunkan prospek ekonomi ke depan. Dari global, faktor risiko antara lain terkait ketidakpastian normalisasi kebijakan bank sentral AS (The Fed) dan potensi perlambatan ekonomi China. Risiko ini dapat mempengaruhi prospek ekonomi Indonesia melalui jalur Laporan Kebijakan Moneter 2

5 finansial dan jalur perdagangan. Dari sisi domestik, beberapa risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi juga perlu dicermati seperti gangguan pasokan pangan, kenaikan beberapa barang kelompok administered dan dampak depresiasi nilai tukar Rupiah. Mengevaluasi perkembangan terkini, serta prospek dan risiko perekonomian ke depan, Bank Indonesia pada 13 Februari 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan tersebut masih konsisten dengan stance kebijakan moneter ketat untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4,0±1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia juga akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, melanjutkan upaya pendalaman pasar, serta meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia juga akan terus mendorong penggunaan rupiah untuk transaksi di dalam negeri sesuai UU Mata Uang dan perluasan instrumen lindung nilai dalam transaksi valas. Bank Indonesia juga akan berkoordinasi dengan OJK untuk mengarahkan pertumbuhan kredit ke depan sejalan dengan moderasi pertumbuhan permintaan domestik. Selain itu, Bank Indonesia terus mencermati berbagai risiko, baik dari global maupun domestik, dan memastikan langkahlangkah antisipasi agar stabilitas makroekonomi tetap terjaga. Laporan Kebijakan Moneter 3

6 halaman ini sengaja dikosongkan Laporan Kebijakan Moneter 4

7 1 PERKEMBANGAN EKONOMI DAN MONETER TERKINI Berbagai perkembangan ekonomi Indonesia pada triwulan IV 2013 menunjukkan bahwa berbagai respon kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah dapat berjalan sesuai harapan. Respon antisipatif Bank Indonesia melalui bauran kebijakan dapat menurunkan inflasi kembali ke lintasan sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4,0±1%% pada Interaksi antara kebijakan Bank Indonesia yang ketat dan kebijakan fiskal yang konsolidatif guna menjaga kesinambungan dan sekaligus mengendalikan permintaan domestik, serta ditopang koordinasi yang intensif, juga mulai dapat mengarahkan defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat, namun dibarengi proses moderasi pertumbuhan ekonomi yang tetap terkendali. Respon kebijakan yang antisipatif serta ditopang perekonomian global khususnya di negara maju yang mulai membaik dapat mendorong perbaikan ekonomi ke arah yang lebih sehat dan seimbang pada triwulan IV 2013 dan berlanjut pada Januari Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat lebih baik dari perkiraan Bank Indonesia dan disertai dengan sumber pertumbuhan yang lebih berimbang. Defisit transaksi berjalan mulai bergerak ke arah yang lebih sehat dan berkesinambungan. Fundamental perekonomian Indonesia yang membaik juga berdampak positif pada meredanya tekanan depresiasi nilai tukar rupiah. Respon kebijakan juga dapat menurunkan tekanan inflasi sehingga kembali pada lintasan sasaran 4,5+1% pada 2014 dan 4,0+1% pada Perkembangan Ekonomi Dunia Satu faktor yang mendukung perbaikan ekonomi Indonesia pada triwulan IV 2013 dan berlanjut pada Januari 2014 ialah pemulihan ekonomi negara maju, termasuk di AS, yang semakin kuat. Perekonomian AS pada triwulan IV 2013 diperkirakan tumbuh 2,2% (yoy) atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Prakiraan tersebut dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi AS yang membaik ditopang oleh sektor manufaktur dan sektor konsumsi. Kondisi itu tercermin pada Purchasing Manager Index (PMI) AS yang berada dalam tren yang meningkat, bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen yang juga membaik (Grafik 1.1). Namun, risiko di perekonomian AS masih mengemuka terutama terkait perkembangan di sektor tenaga kerja mengingat tingkat partisipasi tenaga kerja yang masih terus menurun, meskipun tingkat pengangguran masih dalam tren penurunan (Grafik 1.2). Laporan Kebijakan Moneter 5

8 Indeks Keyakinan Konsumen Sentimen Saat Ini (Univ. Michigan) sk. kanan Indeks ribu Sumber: Bloomberg Data: Des 2013 Sumber: Bloomberg Data: Des 2013 Grafik 1.1 Indeks Keyakinan Konsumen AS Grafik 1.2 Tingkat Pengangguran di AS Ekonomi Eropa juga diperkirakan mulai masuk pada zona positif, dengan pertumbuhan sebesar 0,4% (yoy) pada triwulan IV Pemulihan ekonomi Eropa ditopang oleh kinerja ekspor dan ekspansi sektor manufaktur sebagaimana terlihat pada tren peningkatan surplus neraca perdagangan dan PMI yang ekspansif (Grafik 1.3). Sementara itu, konsumsi rumah tangga mulai tumbuh positif setelah selama hampir 6 tahun berada pada area negatif. Keyakinan konsumen terhadap ekonomi Eropa juga terus meningkat (Grafik 1.4). Namun, risiko terhadap perekonomian Eropa tetap perlu dicermati karena permasalahan struktural yang masih mengemuka, seperti potensi deflasi, tingginya tingkat pengangguran, rendahnya pertumbuhan pendapatan serta masih ketatnya kredit. Indeks, 50 = netral Indeks Sumber: Bloomberg >50 : Ekspansi <50 : Kontraksi Data : Des 2013 Keyakinan Konsumen Sumber: Bloomberg Data : Des 2013 Grafik 1.3 PMI Manufaktur Eropa Grafik 1.4 Keyaninan Konsumen Eropa Pertumbuhan ekonomi Jepang diperkirakan juga meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 2,4% (yoy) menjadi 3,2% (yoy) pada triwulan IV Perbaikan perekonomian Jepang ditopang oleh kinerja sektor manufaktur yang meningkat karena didorong oleh meningkatnya permintaan baik dari luar negeri maupun dalam negeri (Grafik 1.5). Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku konsumen yang melakukan pembelian barang lebih awal sebelum diberlakukannya kenaikan pajak penjualan pada April 2014 (Grafik 1.6). Hal tersebut berdampak pada peningkatan tajam jumlah pesanan baru (new orders) dan aktivitas pembelian bahan baku industri, sehingga pertumbuhan industri manufaktur juga tumbuh cukup tertinggi. Laporan Kebijakan Moneter 6

9 Indeks, PMI : 50 = netral Tk. Penganggura (sk. kanan) PMI > 50 = ekspansi PMI < 50 = kontraksi Penjualan ritel Sumber: Bloomberg Data : Des 2013 Sumber: Bloomberg Data : Des 2013 Grafik 1.5 PMI Manufaktur Jepang Grafik 1.6 Penjualan Ritel di Jepang Berbeda dengan perkembangan ekonomi negara maju, perkembangan ekonomi di negara berkembang khususnya China dan India menunjukkan terjadinya moderasi pertumbuhan ekonomi (Grafik 1.7). China menunjukkan perkembangan yang mulai melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, meskipun masih tumbuh cukup kuat sebesar 7,7% (yoy) pada triwulan IV Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan China tahun 2013 juga lebih rendah dari historisnya yang secara rata-rata mencatat pertumbuhan 10%. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi India juga belum kuat. Pada triwulan IV 2013, ekonomi India diperkirakan tumbuh 4,7% (yoy) lebih rendah dari triwulan III Sumber: Bloomberg Negara berkembang Dunia Negara Maju Grafik 1.7 Pertumbuhan Ekonomi Dunia Perbaikan ekonomi negara maju yang menguat pada gilirannya mendorong harga komoditas nonmigas global meningkat lebih tinggi dari prakiraan semula. Kontraksi harga komoditas nonmigas global mulai melambat dari -7,7% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi -2,5% (yoy) pada triwulan IV Hal itu pada gilirannya mendorong indeks harga ekspor Indonesia (IHEX) turut membaik (Grafik 1.8). Sementara itu, harga minyak dalam tren menurun dimana harga minas pada Januari 2014 tercatat USD1 05,1 per barel, menurun dibandingkan harga pada Desember 2013 sebesar USD 108,9 per barel (Tabel 1.1). Laporan Kebijakan Moneter 7

10 Tabel 1.1. Perkembangan Harga Minyak Dunia Average WTI Brent Minas ICP Triw I Apr May Jun Trw II Jul Aug Sep Trw III Oct Nov Des Trw IV Jan Perbaikan ekonomi negara maju mendorong kenaikan kinerja pasar keuangan global. Pada Januari 2014, kenaikan bursa saham global masih berlanjut terutama terjadi di negara-negara maju, sedangkan kinerja pasar keuangan Asia menurun (Grafik 1.9). Perkembangan ini dipengaruhi sentimen positif perkembangan terhadap indikator ekonomi AS, Eropa dan Jepang. Pemulihan ekonomi negara maju mengakibatkan ketidakpastian lebih lanjut terkait rencana pengurangan stimulus moneter di AS oleh The Fed. Ketidakpastian tersebut mendorong bursa saham EM Asia melemah dan nilai tukar mata uang negara-negara Asia mengalami depresiasi terhadap USD didorong keluarnya modal asing dari bursa Asia. Grafik 1.8 Perkembangan Indeks Harga Komoditas Ekspor Nonmigas Indonesia Grafik 1.9 Perkembangan Bursa Saham Global Pertumbuhan Ekonomi Respon kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia serta Pemerintah dan ditopang oleh indikasi perbaikan ekonomi negara maju mendorong pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 kembali meningkat dan ditopang sumber pertumbuhan yang lebih berimbang. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 mencapai 5,72% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,63% (yoy) dan perkiraan Bank Indonesia (Tabel 1.2). Sumber pertumbuhan ekonomi juga lebih berimbang dipengaruhi kenaikan ekspor dan moderasi pertumbuhan permintaan domestik. Secara keseluruhan, struktur pertumbuhan ekonomi yang mulai berimbang tersebut searah dengan langkah stabilisasi Bank Indonesia dan Pemerintah dalam membawa ekonomi ke arah yang lebih sehat dan berkesinambungan. Laporan Kebijakan Moneter 8

11 %Y-o-Y, Tahun Dasar 2000 Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Komponen I II III IV 2013 Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa PDB Sumber : BPS Sesuai perkiraan Bank Indonesia, kenaikan pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 terutama ditopang ekspor yang meningkat tumbuh signifikan. Ekspor mampu tumbuh sebesar 7,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2013 yang tumbuh sebesar 5,2% (yoy). Peningkatan ekspor tersebut dipengaruhi kenaikan ekonomi negara maju tercermin pada meningkatnya ekspor manufaktur ke negara mitra dagang utama seperti Amerika dan Jepang dan China. Kenaikan ekspor juga dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah yang secara riil berpotensi mendorong daya saing ekspor. Berbeda dengan ekspor, pertumbuhan permintaan domestik mengalami moderasi akibat melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tumbuh 5,3% (yoy) pada triwulan IV 2013, sedikit menurun dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III 2013 sebesar 5,5% (yoy). Meskipun menurun, pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih berada pada level yang tinggi sehingga menopang pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang masih kuat antara lain dipengaruhi oleh masih tingginya keyakinan konsumen tercermin pada hasil survei Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Bank Indonesia dan Danareksa yang meningkat pada triwulan IV 2013 (Grafik 1.10). Keyakinan konsumen yang menguat kemudian mendorong masih meningkatnya penjualan eceran khususnya kelompok barang makanan dan pakaian pada triwulan IV Sementara itu, penjualan mobil dan motor tumbuh terbatas pada triwulan IV 2013 (Grafik 1.11). Grafik 1.10 Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.11 Penjualan Kendaraan Bermotor Laporan Kebijakan Moneter 9

12 Permintaan domestik yang melambat juga dipengaruhi oleh menurunnya pertumbuhan konsumsi pemerintah dari 8,9% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 6,4% (yoy). Perlambatan konsumsi pemerintah terutama disebabkan oleh penurunan belanja pegawai setelah realisasi gaji ke-13 PNS pada triwulan III 2013 (Grafik 1.12). Konsumsi pemerintah yang menurun secara umum searah dengan konsolidasi kebijakan fiskal dalam menjaga kesinambungan dan sekaligus mengendalikan permintaan domestik. Meskipun lebih tinggi dari defisit 2012 sebesar 1,9%, defisit APBN-P 2013 dapat dikelola pada level 2,2% dari PDB, lebih kecil dari potensi kenaikan melebihi 3% dari PDB bila tidak dilakukan pengurangan subsidi melalui kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir Juni 2013 (Tabel 1.3). Grafik 1.12 Belanja Pemerintah Grafik 1.13 Utilisasi Kapasitas Tabel 1.3. Perkembangan Operasi Keuangan Pemerintah Tahun Laporan Kebijakan Moneter 10

13 Perlambatan permintaan domestik juga bersumber dari berlanjutnya tren perlambatan investasi, khususnya investasi nonbangunan. Pada triwulan IV 2013, investasi tercatat tumbuh 4,4% (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 4,5% (yoy). Penurunan investasi tersebut terutama didorong oleh kontraksi investasi nonbangunan sebesar 1,5% (yoy), dari semula tumbuh 0,40% (yoy) pada triwulan III Perlambatan investasi pada triwulan IV 2013 ini sejalan dengan survey utilisasi kapasitas industri pengolahan pada SKDU yang menurun (Grafik 1.13). Sementara itu, pertumbuhan investasi bangunan tercatat 6,7% (yoy), meningkat dari 6,2% (yoy) pada triwulan III Perlambatan permintaan domestik pada gilirannya mendorong impor pada triwulan IV 2013 mencatat kontraksi sebesar 0,6% (yoy). Menurut kelompok, penurunan impor terjadi baik pada impor migas maupun nonmigas. Penurunan impor nonmigas terjadi pada semua kelompok barang, kecuali barang konsumsi. Penurunan impor tersebut sejalan dengan moderasi permintaan domestik dan nilai tukar rupiah yang melemah searah dengan kebijakan nilai tukar Bank Indonesia. Peran ekspor dalam mendorong kenaikan pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 juga tergambar pada kinerja beberapa sektor tradables yang mencatat peningkatan pertumbuhan. Beberapa sektor ekonomi seperti sektor manufaktur, sektor pertambangan dan sektor pertanian pada triwulan IV 2013 masing-masing tumbuh 5,3%, 3,9%, 3,8%, lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya masing-masing 5,2%, 0,9%, 1,0% (Tabel 1.4). Sektor industri pengolahan meningkat bersumber dari peningkatan penjualan mobil, sepeda motor dan alat berat. Pada sektor pertambangan, pertumbuhan didorong oleh akselerasi ekspor migas dan tembaga. Sementara itu, pertumbuhan sektor pertanian meningkat didukung oleh peningkatan ekspor komoditi perkebunan dan perikanan. Kinerja yang meningkat juga ditunjukkan oleh sektor listrik, gas dan air bersih (LGA) seiring meningkatnya konsumsi listrik dan gas kota. Berbeda dengan sektor-sektor tersebut, sektor nontradables seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa terlihat mengalami perlambatan pertumbuhan sejalan dengan menurunnya permintaan domestik (Tabel 1.4). Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran %Y-o-Y, Tahun Dasar 2000 S e k t o r I II III IV 2013 Pertanian,Peternakan,Kehutanan,& Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Real Estat & Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDB Sumber : BPS Laporan Kebijakan Moneter 11

14 Secara spasial, peningkatan peran ekspor dalam pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 tergambar pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Sumatera. Kedua kawasan ini mencatat pertumbuhan masingmasing sebesar 6,6% (yoy) dan 5,5% (yoy) jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,1% (yoy) dan 5,0% (yoy) (Gambar 1.1). Tingginya pertumbuhan di kedua kawasan ini didorong terutama oleh membaiknya kinerja ekspor berbasis Sumber Daya Alam CPO, Karet, Batu Bara dan Timah di Sumatera serta Tembaga dan LNG di KTI seiring dengan meningkatnya harga komoditas di tengah kenaikan permintaan global. Sementara itu, Jakarta dan Jawa yang menguasai hampir 60% pangsa perekonomian Indonesia tumbuh melambat pada triwulan IV 2013 masing-masing sebesar 5,6% (yoy) dan 6,0% (yoy), dari 6,2% (yoy) dan 6,1% (yoy) pada tahun sebelumnya. Gambar 1.1. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV 2013 Perkembangan pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 secara umum menunjukkan respon kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah dapat mengarahkan moderasi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2013 tetap terkendali. Keseluruhan tahun 2013, ekonomi Indonesia tumbuh 5,8%. Meskipun lebih rendah dibandingkan dengan kinerja tahun 2012 sebesar 6,3%, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara dalam kelompok rating yang sama (Grafik 1.14) Grafik 1.14 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia vs Peer Countries Laporan Kebijakan Moneter 12

15 Neraca Pembayaran Indonesia Respons kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah juga mulai memperbaiki kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan IV 2013 kembali mencatat surplus yakni sebesar 4,4 miliar dolar AS, setelah selama tiga triwulan terakhir mengalami defisit (Grafik 1.15). Perbaikan NPI triwulan IV 2013 ditopang oleh defisit transaksi berjalan yang menurun cukup tajam menjadi 4,0 miliar dolar AS (1,98% PDB), jauh lebih rendah dari defisit triwulan sebelumnya sebesar 8,5 miliar dolar AS (3,85% PDB) dan perkiraan awal Bank Indonesia (Grafik 1.16). Surplus NPI triwulan IV 2013 juga ditopang oleh peningkatan surplus transaksi modal finansial yang mencapai 9,2 miliar dolar AS, lebih besar dari surplus pada triwulan sebelumnya sebesar 5,6 miliar dolar AS. Grafik 1.15 Grafik 1.16 Neraca Pembayaran Indonesia Neraca Transaksi Berjalan Penurunan tajam defisit transaksi berjalan triwulan IV 2013 menjadi 1,98% dari PDB tidak terlepas dari pengaruh kenaikan permintaan negara maju, moderasi permintaan domestik dan nilai tukar rupiah yang mendukung penyesuaian sektor eksternal. Perkembangan itu tercermin pada kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas (Grafik 1.17). Surplus neraca perdagangan nonmigas meningkat karena ekspor nonmigas kembali tumbuh positif (3,8%, yoy) didukung oleh kenaikan ekspor manufaktur AS, Jepang dan China 1 (Tabel 1.5). Kenaikan ekspor nonmigas juga dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah yang cukup kompetitif, dan koreksi harga komoditas yang semakin terbatas, selain didorong oleh peningkatan ekspor sumber daya alam terkait dengan antisipasi pemberlakuan UU Minerba. Sementara itu, pertumbuhan impor nonmigas mencatat kontraksi 6,6% (yoy) sejalan dengan moderasi permintaan domestik dan nilai tukar rupiah yang melemah. Penurunan impor nonmigas terjadi pada kelompok bahan baku dan barang modal, sedangkan impor barang konsumsi masih tumbuh positif (Grafik 1.18). 1 Analisa lebih lengkap mengenai hubungan ekspor Indonesia dengan permintaan China lihat boks Keterkaitan Perdagangan China dengan Negara Kawasan Asia. Laporan Kebijakan Moneter 13

16 Grafik 1.17 Neraca Perdagangan Grafik 1.18 Impor Nonmigas Tabel 1.5. Negara Tujuan Ekspor Rincian Pangsa (%) 2013** 2012* TOTAL Tw. I Pertumbuhan Tahunan (%, yoy) 2013** Tw. II Tw. III* Okt* Nov* Dec** Tw. IV** TOTAL 1 China Jepang Amerika Serikat India Singapura Malaysia Korea Selatan Thailand Belanda Filipina Total 10 Negara *) data sementara **) data sangat sementara Kenaikan surplus neraca perdagangan juga dipengaruhi oleh menyempitnya defisit neraca perdagangan migas. Neraca perdagangan migas pada triwulan IV 2013 tercatat 2,1 miliar, menurun dibandingkan dengan defisit pada triwulan III 2013 sebesar 2,6 miliar dolar (Grafik 1.19). Perbaikan necara perdagangan migas disebabkan oleh turunnya impor minyak dan kenaikan ekspor gas. Impor minyak turun 5,6% (qtq) menjadi 9,9 miliar. Penurunan disebabkan turunnya volume impor minyak mentah dan produk kilang sejalan dengan turunnya konsumsi BBM triwulan IV 2013 dari 118,0 juta barel menjadi 117,9 juta barel. Sementara itu, ekspor gas naik 10,8% (qtq) menjadi 4,1 miliar dipengaruhi oleh kenaikan volume ekspor LNG. Grafik 1.19 Neraca Perdagangan Migas Laporan Kebijakan Moneter 14

17 Di tengah masih berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global, transaksi modal dan finansial triwulan IV 2013 mencatat kenaikan surplus 9,2 miliar dolar. Kenaikan surplus transaksi modal finansial terutama didorong meningkatnya penarikan pinjaman luar negeri swasta dan penarikan simpanan bank domestik di luar negeri, yang sebagian ditempatkan pada beberapa instrumen yang disediakan Bank Indonesia. Perkembangan ini tergambar pada komponen investasi lainnya (other investment) yang mencatat surplus cukup besar sebesar 5,9 miliar dolar AS, berkebalikan dari triwulan sebelumnya yang mencatat defisit sebesar 2,0 miliar dolar AS (Grafik 1.20). Selain itu, arus masuk investasi langsung asing tetap kuat, meskipun lebih rendah dibandingkan dengan angka triwulan sebelumnya akibat divestasi beberapa perusahaan PMA. Di samping itu, investasi portofolio asing juga masih mencatat surplus, meskipun menurun akibat berkurangnya penempatan nonresiden di pasar saham domestik. Selama Januari 2014, investasi portofolio di pasar keuangan mencatat net beli sebesar 774,5 juta dolar AS, setelah mengalami net jual 130,4 juta dolar AS pada bulan Desember Aksi beli tersebut dilakukan investor nonresiden di semua instrumen Rupiah baik SUN, saham, maupun SBI (Grafik 1.21). Juta USD Saham Grafik 1.20 Neraca Transaksi Modal dan Finansial Grafik 1.21 Aliran Dana Nonresiden Surplus NPI triwulan IV 2013 pada gilirannya mendorong kenaikan cadangan devisa. Pada Desember 2013, posisi cadangan devisa tercatat 99,4 miliar dolar AS, meningkat dari 95,7 miliar dolar AS pada triwulan III Posisi cadangan devisa tersebut setara 5,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Meskipun lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir 2012 sebesar 112,8 miliar dolar AS, cadangan devisa sejak bulan Agustus 2013 sudah berada dalam tren yang meningkat. Dalam perkembangan terkini, cadangan devisa bahkan mencapai diatas 100 miliar dolar AS pada akhir Januari 2014, yakni sebesar 100,7 miliar dolar AS atau setara dengan 5,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah (Grafik 1.22). Grafik 1.22 Perkembangan Cadangan Devisa Laporan Kebijakan Moneter 15

18 Nilai Tukar Rupiah Fundamental perekonomian Indonesia yang membaik berdampak positif pada meredanya tekanan depresiasi nilai tukar rupiah di triwulan IV 2013 dan berlanjut pada Januari Nilai tukar rupiah secara point to point pada triwulan laporan tercatat melemah 4,85% (qtq), lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan pada triwulan III 2013 sebesar 14,29 (qtq). Memasuki bulan Januari 2014, tekanan depresiasi nilai tukar terus mereda. Pada Januari 2014, rupiah ditutup di level Rp per dolar AS, melemah 0,33% dibandingkan dengan akhir Desember 2013, lebih kecil dari pelemahan pada Desember 2013 sebesar 1,71% (Grafik 1.23). Secara rata-rata, rupiah Januari 2014 tercatat Rp per dolar AS, melemah 0,7%, lebih rendah dibandingkan pelemahan rata-rata rupiah pada Desember 2013 sebesar 3,74%. Tekanan terhadap rupiah yang mereda juga dibarengi oleh volatilitas yang turun siginifikan dari bulan sebelumnya sejalan dengan pergerakan mata uang negara-negara kawasan lainnya (Grafik 1.23 dan Grafik 1.24). Secara keseluruhan, perkembangan nilai tukar rupiah ini searah dengan kebijakan Bank Indonesia yang tetap konsisten menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya didukung berbagai upaya untuk meningkatkan pendalaman pasar valas. Volatilitas Harian Rata2 Volatilitas Rp/USD Harian (rhs) Rata-rata Grafik 1.23 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Grafik 1.24 Nilai Tukar Kawasan Dengan perkembangan nilai tukar rupiah sampai Januari 2014 maka nilai tukar rupiah secara riil dapat menopang upaya memperkuat penyesuaian sektor eksternal ke arah yang lebih seimbang. Indeks nilai tukar rupiah riil efektif (Real Effective Exchange Rate REER dengan tahun dasar 2006) pada Januari 2014 tercatat 94,2 sehingga dapat menopang upaya meningkatkan daya saing harga ekspor Indonesia dan menopang upaya mengendalikan impor (Grafik 1.25). Kenaikan daya saing tersebut juga ditopang oleh relatif terkendalinya tekanan harga setelah sempat meningkat pascakenaikan harga BBM bersubsidi pada triwulan II Dalam skala regional, REER Indonesia lebih kompetitif dibandingkan Filipina, Thailand, dan Malaysia namun kurang kompetitif dibandingkan dengan Korea. Tekanan depresiasi rupiah yang terkedali juga ditopang oleh membaiknya aktivitas pasar uang valas. Perkembangan pasar valas terkini terlihat semakin berkembang dinamis dengan volume transaksi yang meningkat dan premi risiko yang menurun. Risiko yang menurun ini tercermin pada perkembangan Credit Default Swap (CDS) yang mengalami konsolidasi (Grafik 1.26). Hal ini tidak terlepas dari langkah-langkah Bank Indonesia untuk pendalaman pasar keuangan, termasuk swap lindung nilai dan repo antar bank dengan mini MRA. Laporan Kebijakan Moneter 16

19 Grafik 1.25 Indeks REER dan Euro Grafik 1.26 Credit Default Swap Indonesia Inflasi Bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan koordinasi intensif dengan Pemerintah dapat menurunkan inflasi ke lintasan sasaran 4,5+1% pada 2014 dan 4,0+1% pada Inflasi pada triwulan IV 2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III 2013, baik pada komponen inflasi inti, volatile food maupun administered prices. Inflasi IHK pada triwulan IV 2013 mencapai 0,75% (qtq) atau 8,38% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,08% (qtq) atau 8,40% (yoy) (Grafik 1.27). Tekanan inflasi yang menurun disebabkan oleh berlanjutnya koreksi harga pangan, menurunnya tekanan eksternal, serta meredanya dampak lanjutan kenaikan harga BBM bersubsidi. Inflasi pada Januari 2014 juga sesuai dengan pola historisnya sehingga belum mengganggu prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1%. Meskipun lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Desember 2013, inflasi Januari 2014 sebesar 1,07% (mtm) tidak berbeda jauh dibandingkan dengan rata-rata inflasi tahun Kenaikan inflasi Januari 2014 terutama dipengaruhi kenaikan inflasi volatile food akibat bencana alam dan banjir yang kemudian mengganggu produksi dan distribusi pangan di berbagai daerah terutama Jawa dan Sumatera. Sementara itu, inflasi inti sedikit meningkat antara lain didorong dampak pelemahan rupiah ke beberapa kelompok barang seperti kendaraan bermotor serta alat elektronik. Inti Grafik 1.27 Perkembangan Inflasi Tahunan Laporan Kebijakan Moneter 17

20 Pada triwulan IV 2013, kelompok volatile food mengalami deflasi seiring membaiknya pasokan sejumlah bahan makanan. Deflasi volatile food tercatat sebesar 0,58% (qtq), jauh lebih rendah dari rata rata historis selama lima tahun terakhir 2. Tren deflasi berlangsung setelah sebelumnya inflasi meningkat tinggi pada triwulan III 2013, sebesar 4,36% (qtq). Berdasarkan komoditas, penyumbang utama deflasi pada triwulan ini adalah daging ayam, telur ayam, dan bawang merah. Koreksi daging ayam didorong oleh melimpahnya pasokan Day Old Chicken (D.O.C) dan kembali normalnya permintaan setelah hari raya. Sementara itu, penurunan harga bawang merah dipengaruhi oleh membaiknya pasokan sejalan dengan berlangsungnya masa panen yang sebelumnya mundur akibat anomali cuaca. Selain itu, relaksasi kebijakan pengaturan impor hortikultura turut mendorong terjadinya perbaikan pasokan seperti pada komoditas bawang putih. Deflasi pada kelompok volatile food kemudian mendorong penurunan inflasi secara tahunan yakni dari 13,94% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 11,83% (yoy) pada triwulan IV 2014 (Grafik 1.28). Pada Januari 2014, inflasi volatile food kembali meningkat akibat bencana alam dan banjir yang mengganggu produksi dan distribusi pangan. Inflasi volatile food tercatat sebesar 2,89% (mtm) atau 11,91% (yoy). Gangguan cuaca di Indonesia serta erupsi Gunung Sinabung di Sumatera menyebabkan inflasi pada beberapa komoditas seperti beras, daging sapi, dan cabai merah. Harga daging sapi juga meningkat akibat gangguan produksi dan distribusi serta realisasi impor yang masih sangat rendah yakni sekitar 3% dari persetujuan impor triwulan I Di sisi lain, bawang merah mencatat deflasi pada bulan ini seiring dengan pasokan dalam negeri yang masih mencukupi karena masih berlangsungnya panen di beberapa daerah sentra produksi. Pada kelompok administered prices, inflasi di triwulan IV 2013 menurun tajam, seiring dengan menurunnya intensitas penerapan kebijakan pemerintah di bidang harga. Inflasi administered prices di triwulan IV 2013 mencapai 1,40% (qtq) atau 16,65% (yoy) setelah triwulan sebelumnya memuncak hingga 8,94% (qtq) atau 15,47% (yoy) (Grafik 1.29). Tekanan inflasi pada kelompok administered price pada triwulan laporan hanya bersumber dari kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) tahap IV pada November 2013 serta kenaikan Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT), khususnya LPG terkait penyesuaian tarif distribusi pada akhir tahun. Grafik 1.28 Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food Grafik 1.29 Inflasi Administered Prices 2 Rata rata inflasi volatile food selama kurun 5 tahun terakhir ( ) di kuartal IV sebesar 1,55% (qtq). Laporan Kebijakan Moneter 18

21 Pada Januari 2014, kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga LPG 12 Kg meningkatkan inflasi administered price. Pada bulan Januari, Pemerintah menaikkan harga LPG 12 kg dengan besaran Rp 1.000,-/kg. Kenaikan harga tersebut turut menyumbang kenaikan inflasi kelompok administered prices. Sementara itu, komoditas lain yang ikut menyumbang inflasi adalah rokok kretek, rokok kretek filter, dan tarif kereta api. Tekanan inflasi inti pada triwulan IV 2014 menurun seiring meredanya dampak lanjutan kenaikan harga BBM bersubsidi Inflasi inti pada tercatat sebesar 1,00% (qtq), mereda dari triwulan sebelumnya yang sebesar 2,59% (qtq) atau 4,72% (yoy). Dampak depresiasi rupiah pada periode ini masih terbatas terkait perilaku pelaku usaha yang belum sepenuhnya mentransmisikan pelemahan nilai tukar ke harga jual, karena mempertimbangkan daya beli yang melemah dan tingkat persaingan usaha yang ketat (Grafik 1.30). Sementara tekanan dari sisi permintaan masih terkendali sejalan dengan moderasi perekonomian dan respons sisi penawaran yang masih memadai, yang tercermin dari stabilnya kapasitas utilisasi di kisaran 70% (Grafik 1.31). % Kapasitas Produksi Terpakai Industri Pengolahan (SKDU) Grafik 1.30 Inflasi Inti dan Faktor Eksternal Grafik 1.31 Kapasitas Utilisasi Pada Januari 2014, inflasi inti meningkat menjadi 0,54% (mtm) atau 4,53% (yoy). Perkembangan ini dipengaruhi dampak pelemahan rupiah ke beberapa kelompok barang seperti emas perhiasan, otomotif (mobil, sepeda motor), elektronik (lemari es), dan komoditas lain dengan kandungan impor yang cukup besar (susu bubuk dan obat dengan resep). Namun, permintaan domestik mengalami moderasi sehingga tidak memberikan tekanan lanjutan kepada inflasi inti. Rata-rata Grafik 1.32 Ekspektasi Inflasi Consensus Forecast Tahunan Grafik 1.33 Ekspektasi Harga Pedagang Eceran Laporan Kebijakan Moneter 19

22 Tekanan inflasi inti yang tetap terkendali juga ditopang oleh ekspektasi inflasi yang masih dalam kisaran target. Hasil survei Consensus Forecast Desember 2013 menunjukkan inflasi 2014 kembali pada kisaran sasarannya (Grafik 1.32). Namun demikian, ekspektasi inflasi tetap perlu dicermati karena survei harga di level pedagang eceran meningkat antara lain akibat aktivitas menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 (Grafik 1.33). Secara spasial, peningkatan inflasi pada Januari 2014 tampak terjadi di kawasan Sumatera, Jawa, dan Jakarta serta sebagian Kawasan Timur Indonesia (KTI) (Gambar 1.2). Meningkatnya tekanan inflasi di hampir seluruh daerah di kawasan Sumatera terutama disebabkan terbatasnya pasokan seiring dengan produksi yang menurun dan distribusi yang terhambat akibat kondisi cuaca yang tidak kondusif dan bencana alam erupsi Gunung Sinabung. Seperti halnya di Sumatera, kenaikan inflasi di Jawa dan Jakarta juga dipengaruhi oleh pasokan yang menurun akibat produksi dan distribusi pangan yang terkendala cuaca. Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi pangan di KTI akibat kenaikan harga komoditas ikan segar tertahan oleh koreksi harga komoditas subkelompok bumbu-bumbuan. Inf > 1,1% 0,6% < inf 1,1% 0,4% < inf 0,6% Inf 0,4% Gambar 1.2. Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm) Perkembangan Moneter Perkembangan moneter tidak terlepas dari kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dalam merespon meningkatnya tekanan pada stabilitas ekonomi dan melebarnya defisit transaksi berjalan. Untuk merespon berbagai tantangan tersebut, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan melalui kebijakan suku bunga yang konsisten dengan upaya mengendalikan inflasi sehingga sesuai dengan sasarannya, kebijakan stabilisasi nilai tukar yang sesuai dengan nilai fundamentalnya, kebijakan operasi moneter dan pendalaman pasar keuangan, kebijakan makroprudensial, dan penguatan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah serta kerjasama dengan bank sentral. Pada kebijakan suku bunga, Bank Indonesia menempuh kebijakan moneter lebih ketat dengan menaikkan suku bunga BI Rate. Secara kumulatif, BI Rate pada tahun 2013 meningkat 175 bps sehingga menjadi 7,50% pada Desember Pada November 2013, BI Rate meningkat 25 bps menjadi 7,50% dibandingkan dengan September 2013 guna memastikan inflasi bergerak kembali ke lintasan sasaran dan tetap konsisten menurunkan defisit transaksi berjalan yang masih besar pada triwulan III Level BI Rate tersebut kemudian terus bertahan hingga Januari Laporan Kebijakan Moneter 20

23 Kenaikan BI Rate tertransmisi dengan baik kepada suku bunga PUAB. Suku bunga PUAB O/N (overnight) terlihat meningkat di sepanjang triwulan IV 2013 yang rata-rata tertimbang di triwulan IV 2013 tercatat 5,83%, atau naik dibandingkan triwulan III 2013 yang sebesar 5,05% (Grafik 1.34). Perkembangan Januari 2014 menunjukkan tren suku bunga PUAB O/N yang stabil sejalan dengan perkembangan BI Rate yang tidak berubah. Rata-rata tertimbang suku bunga PUAB O/N pada bulan Januari 2014 tercatat stabil sebesar 5,90% dibandingkan bulan Desember Di tengah tren kenaikan suku bunga, likuiditas PUAB meningkat pada triwulan IV Dibandingkan triwulan III 2013, rata-rata tertimbang volume PUAB triwulan IV 2013 sedikit meningkat menjadi Rp10,5 triliun dari Rp10,1 triliun. Peningkatan volume PUAB pada triwulan IV 2013 antara lain didorong oleh kenaikan permintaan uang musiman di akhir tahun yang kemudian meningkatkan permintaan uang di PUAB. Perkembangan ini pada sisi lain akhirnya menurunkan rata-rata volume DF O/N menjadi Rp97,83 triliun dari Rp114,22 triliun guna memenuhi permintaan tersebut (Grafik 1.35). Pada Januari 2014, rata-rata tertimbang volume PUAB total kembali turun menjadi Rp9,9 triliun dari Rp10,2 triliun, sedangkan rata-rata volume DF O/N meningkat menjadi Rp112,8 triliun dari Rp108,2 triliun, sejalan dengan kembalinya normalnya permintaan uang pasca kenaikan musiman di akhir tahun % % rpuab O/N rlending rate rdf O/N rbi Rate ,0 7,5 7,0 6,5 6,0 % Vol DF O/N (RHS) rbi Rate rdf O/N Vol PUAB O/N (RHS) rpuab O/N rpuab : 5.90% Rp T ,5 5,0 4,5 4,0 Avg Vol DF: Rp 119.8T RRT Vol PUAB : Rp 9.9 T Jan 10 Apr 10 Jul 10 Oct 10 Jan 11 Apr 11 Jul 11 Oct 11 Jan 12 Apr 12 Jul 12 Oct 12 Jan 13 Apr 13 Jul 13 Oct 13 Jan 14 3,5 Jan 12 Apr 12 Jul 12 Okt 12 Jan 13 Apr 13 Jul 13 Okt 13 Jan 14 Grafik 1.34 Suku Bunga PUAB O/N Grafik 1.35 Suku Bunga PUAB O/N & Vol DF O/N Kenaikan BI rate juga masih tertransmisi kepada kenaikan suku bunga perbankan, namun diikuti menurunnya spread antara suku bunga simpanan dan suku bunga kredit. Seiring tren kenaikan BI rate, suku bunga kredit maupun suku bunga deposito masih meningkat pada triwulan IV Namun demikian, kenaikan suku bunga deposito tercatat lebih tinggi daripada suku bunga kredit sejalan tingginya persaingan ketat di kalangan perbankan untuk mempertahankan dana simpanan pihak ketiga. Selama triwulan IV 2013, suku bunga deposito 1 bulan naik sebesar 119 bps sedangkan suku bunga kredit naik sebesar 25 bps. Kenaikan suku bunga kredit tertinggi sebesar 33 bps terjadi pada Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi masing-masing menjadi 12,12% dan 11,82%, sedangkan suku bunga Kredit Konsumsi hanya naik 10 bps menjadi 13,13% (Grafik 1.36). Dengan perkembangan ini, spread di antara suku bunga kredit dan deposito menurun menjadi 447 bps, dari 541 bps pada triwulan sebelumnya (Grafik 1.37). Laporan Kebijakan Moneter 21

24 % Data Per Des 2013 Jan 08 Mar 08 Mei 08 Jul 08 Sep 08 Nop 08 Jan 09 Mar 09 Mei 09 Jul 09 Sep 09 Nop 09 Jan 10 Mar 10 Mei 10 Jul 10 Sep 10 Nop 10 Jan 11 Mar 11 Mei 11 Jul 11 Sep 11 Nop 11 Jan 12 Mar 12 Mei 12 Jul 12 Sep 12 Nop 12 Jan 13 Mar 13 Mei 13 Jul 13 Sep 13 Nop 13 Sb. Kredit Sb. Kredit Modal Kerja Sb. Kredit Investasi Sb. Kredit Konsumsi Grafik 1.36 Suku Bunga KMK, KI dan KK % Selisih rkredit rdepo1: 447bps Jan 05 Jul 05 Jan 06 Jul 06 Jan 07 Jul 07 Jan 08 Jul 08 Jan 09 Jul 09 Jan 10 Jul 10 Jan 11 Jul 11 Jan 12 Jul 12 Jan 13 Jul 13 Spread rhs Sb Kredit Sb Dep 1 bln BI rate Sb LPS Grafik 1.37 Spread Suku Bunga Perbankan % Kenaikan suku bunga dan permintaan domestik yang termoderasi sejalan dengan arah kebijakan Bank Indonesia mengendalikan stabilitas ekonomi dan menekan defisit transaksi berjalan kemudian berpengaruh pada menurunnya likuiditas perekonomian. Uang beredar dalam arti sempit (M1) tumbuh melambat pada Desember 2013 menjadi 5,4% (yoy) dibandingkan pertumbuhan September 2013 yang sebesar 9,1% (yoy). Perlambatan likuiditas M1 ini dikontribusi oleh perlambatan pertumbuhan pada uang kartal dan giral (Grafik 1.38). Arah kebijakan yang ditempuh juga berpengaruh pada komponen lain dalam likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2) yakni uang kuasi. Pertumbuhan uang kuasi pada Desember 2013 tercatat 14,8% (yoy), mulai meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan Oktober 2013 sebesar 13,48% (yoy). Meskipun lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan akhir triwulan III 2013 sebesar 16,05% (yoy), kenaikan pertumbuhan uang kuasi ini dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga deposito dan menurunnya kegiatan ekonomi sehingga masyarakat cenderung meningkatkan simpanan di perbankan. Namun demikian, pengaruh kuat menurunnya pertumbuhan M1 mengakibatkan pertumbuhan M2 pada Desember 2013 tercatat 12,7% (yoy), menurun dari 14,6% pada triwulan sebelumnya (Grafik 1.39). 25 % Kontribusi Pertumbuhan M1 25 % Kontribusi Pertumbuhan M M1 Kartal (COB) Giro Rupiah 5 Jan 11Apr 11 Jul 11 Okt 11Jan 12Apr 12 Jul 12 Okt 12Jan 13Apr 13 Jul 13 Okt 13 Grafik 1.38 Pertumbuhan M1 (Kontribusi) 0 Jan 11 Mei 11 Sep 11 Jan 12 Mei 12 Sep 12 Jan 13 Mei 13 Sep 13 M2 M1 Uang Kuasi Grafik 1.39 Pertumbuhan M2 (Kontribusi) Laporan Kebijakan Moneter 22

25 Berdasarkan faktor yang mempengaruhi, perlambatan M2 dipengaruhi turunnya Net Domestic Asset (NDA) di tengah naiknya Net Foreign Asset (NFA) (Grafik 1.40). Perlambatan NDA dipengaruhi melambatnya pertumbuhan kredit perbankan yang pada Desember 2013 tercatat 21,4% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan akhir triwulan IV 2013 sebesar 23,1% (yoy). Sementara itu, kenaikan pertumbuhan NFA lebih banyak dipengaruhi oleh dampak depresiasi Rupiah yang menyebabkan peningkatan nilai aset-aset valas dalam rupiah. % Kontribusi Pertumbuhan M2 % yoy M2 %yoy (RHS) NFA NDA 10 Jan 11Apr 11Jul 11Okt 11Jan 12Apr 12Jul 12Okt 12Jan 13Apr 13Jul 13Okt Grafik 1.40 Pertumbuhan M2 (Faktor yang Berpengaruh) Industri Perbankan Moderasi ekonomi Indonesia yang terkendali ditopang oleh stabilitas sistem keuangan yang tetap terjaga. Stabilitas sistem keuangan yang terjaga ditopang oleh ketahanan industri perbankan yang tetap solid dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga. Ketahanan industri perbankan juga ditopang oleh ketahanan modal yang masih kuat. Pertumbuhan kredit dalam tren melambat sejalan dengan permintaan domestik yang melambat dan kenaikan suku bunga. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, pertumbuhan kredit pada triwulan IV 2013 menurun menjadi 21,4% (yoy) (17,4% dengan menetralkan depresiasi nilai tukar), dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 23,1% (yoy). Perlambatan kredit disumbang perlambatan KMK, yang memiliki pangsa hingga 48% dari total kredit, menjadi 20,4% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 21,9% (yoy). Pertumbuhan KK juga turun menjadi 13,7% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 17,2%. Sementara itu, pertumbuhan KI masih meningkat menjadi 35,0% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 33,9% (yoy) (Grafik 1.41). Secara sektoral, perlambatan kredit terutama dipengaruhi kredit ke sektor perdagangan. Kredit sektor perdagangan (yang memiliki pangsa terbesar) tumbuh melambat dari 35,74% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 29,3% (yoy) pada pada triwulan IV Sementara itu, penyaluran kredit ke sektor utama lain yaitu sektor jasa dunia usaha dan industri pengolahan meningkat, masing-masing tumbuh sebesar 24,18% (yoy) dan 29,63% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang sebesar 23,99% (yoy) dan 29,07 (yoy) (Grafik 1.42). Laporan Kebijakan Moneter 23

26 % yoy per Des 2013 Total KMK KI KK BI Rate (RHS) Jan 08 Mar 08 Mei 08 Jul 08 Sep 08 Nop 08 Jan 09 Mar 09 Mei 09 Jul 09 Sep 09 Nop 09 Jan 10 Mar 10 Mei 10 Jul 10 Sep 10 Nop 10 Jan 11 Mar 11 Mei 11 Jul 11 Sep 11 Nop 11 Jan 12 Mar 12 Mei 12 Jul 12 Sep 12 Nop 12 Jan 13 Mar 13 Mei 13 Jul 13 Sep 13 Nop 13 % Des 13 (Kontribusi %yoy) Lainnya Des 13 (%yoy) Jasa Sosial Sep 13 (%yoy) Jasa Dunia Usaha Pengangkutan Perdagangan Konstruksi Listrik, Air dan Gas Industri Pengolahan Pertambangan Pertanian % Grafik Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan Grafik Kontribusi Pertumbuhan Kredit Di tengah tren perlambatan kredit dan penurunan likuiditas, modal perbankan masih meningkat dengan ketahanan yang tetap terjaga. Pada akhir triwulan IV 2013, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi sebesar 18,36%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. Angka ini juga meningkat dibandingkan dengan CAR akhir triwulan III 2013 yang sebesar 18,00%. Hal ini mencerminkan daya tahan perbankan yang masih kuat terhadap gejolak termasuk tekanan pelemahan nilai tukar dan kenaikan suku bunga yang terjadi. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 1,9% (Tabel 1.6). Tabel 1.6 Kondisi Umum Perbankan Indikator Utama Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Total Aset (T Rp) 4, , , , , , , , , , , , ,954.5 DPK (T Rp) 3, , , , , , , , , , , , ,664.0 Kredit* (T Rp) 2, , , , , , , , , , , , ,292.9 LDR* (%) NPLs Bruto* (%) CAR (%) NIM (%) ROA (%) * tanpa channeling Pasar Saham dan Pasar Surat Berharga Negara Pasar saham domestik mengalami koreksi selama triwulan IV 2013 dan kemudian membaik pada Januari Pada triwulan IV 2013, kinerja IHSG tercatat di level 4.274,18 pada 30 Desember 2013, menurun 0,98% (qtq) dibandingkan triwulan III 2013 yang mencapai level 4,316,18 (Grafik 1.43). Perkembangan ini dipengaruhi oleh meningkatnya kembali isu percepatan tapering dan persepsi investor asing yang belum solid terhadap ekonomi Indonesia. Namun demikian, kinerja pasar saham domestik kembali menguat pada Januari Kinerja IHSG selama Januari 2014 mencapai level 4.418,76 (30 Januari 2014) atau naik 3,38% (mtm) dibandingkan posisi Desember Pencapaian ini juga lebih baik daripada kinerja bursa saham Singapura, Malaysia, Thailand dan Philipina (Grafik 1.44). Penguatan IHSG terjadi seiring dengan meredanya kekhawatiran akan percepatan tapering oleh the Fed, membaiknya data ekonomi global dan regional, serta Laporan Kebijakan Moneter 24

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Ekonomi, Moneter dan Keuangan

Ekonomi, Moneter dan Keuangan Ekonomi, Moneter dan Keuangan T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 0 I. TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER Januari 2014 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t er 1 T i n j a u a n K e b i j a k

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 1 2 3 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May-13 Jul-13 Sep-13 Nov-13 Jan-14 Mar-14 May-14 Jul-14 Sep-14 Nov-14 Jan-15 35.0 30.0

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan III 2014 RINGKASAN EKSEKUTIF Perekonomian Indonesia pada triwulan III 2014 menunjukkan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang terjaga serta proses penyesuaian

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER Mei 213 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 1 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 2 Indeks 17 1 13 1 9 7 Kadin-Roy Morgan AC Nielsen BI BPS Danareksa

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan I 2014 Perekonomian Indonesia pada triwulan I 2014 menunjukkan stabilitas ekonomi semakin terjaga dan ditopang penyesuaian ekonomi yang tetap terkendali.

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN:

ANALISIS TRIWULANAN: ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 261 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2014 Tim Penulis

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan II 2014 Perekonomian Indonesia pada triwulan II 2014 menunjukkan bahwa proses penyesuaian struktur perekonomian ke arah yang lebih seimbang masih

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan III 2013 L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r 1 L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r 2 L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r 3 L a p o r a n

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur 1 Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur ALUR PIKIR 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TERKINI, TANTANGAN, DAN PROSPEK EKONOMI INDONESIA

PERKEMBANGAN TERKINI, TANTANGAN, DAN PROSPEK EKONOMI INDONESIA PERKEMBANGAN TERKINI, TANTANGAN, DAN PROSPEK EKONOMI INDONESIA RINGKASAN 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 3 PEREKONOMIAN GLOBAL 4 PROSPEK PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 7 Oktober 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

Maret Tinjauan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan

Maret Tinjauan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan Maret 2014 Tinjauan Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Keuangan 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 13 Maret 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14 April 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN:

ANALISIS TRIWULANAN: ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2014 149 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2014 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2003, Bank Indonesia Sampai dengan triwulan III-2003, kondisi perekonomian Indonesia masih mengindikasikan

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2012

Tinjauan Kebijakan Moneter November 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter November 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER November 2013 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 1 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 2 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 3 T i n j a

Lebih terperinci

Analisis Triwulanan Perkembangan Moneter, Perbankan Dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2015 ANALISIS TRIWULANAN

Analisis Triwulanan Perkembangan Moneter, Perbankan Dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2015 ANALISIS TRIWULANAN Analisis Triwulanan Perkembangan Moneter, Perbankan Dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2015 109 ANALISIS TRIWULANAN Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2015 Tim Penulis Laporan

Lebih terperinci

PDB Dunia (rhs) Jan-02 May-02 Sep-02 Jan-03 May-03 Sep-03 Jan-04 May-04 Sep-04 Jan-05 May-05 Sep-05 Jan-06 May-06 Sep-06 Jan-07 May-07 Sep-07 Jan-08 May-08 Sep-08 Jan-09 May-09 Sep-09 Jan-10 May-10 Sep-10

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Kinerja CARLISYA PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 1,728,431,985.66 Pasar Uang 0-80% Deposito Syariah 6.12% 93.88% Infrastruktur 87.50% Disetahunkaluncuran Sejak pe- Deskripsi Jan-16 YoY Keuangan 12.50% Yield 0.64% 7.66%

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan I 2015 RINGKASAN EKSEKUTIF Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2015 mengalami perlambatan, namun stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga. Perlambatan

Lebih terperinci

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110 - Indonesia http://www.bi.go.id BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Divisi Pengaturan dan Komunikasi Kebijakan Moneter Grup Kebijakan Moneter Departemen

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

Juni Tinjauan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan. Jln. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta Indonesia w w w.bi.go.id

Juni Tinjauan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan. Jln. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta Indonesia w w w.bi.go.id Juni 2014 Tinjauan Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Keuangan Jln. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350 - Indonesia w w w.bi.go.id TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2012

Tinjauan Kebijakan Moneter September 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter September 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 10 Juli 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1 Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2016 mengalami deflasi. Deflasi IHK pada bulan ini mencapai -0,09% (mtm). Realisasi

Lebih terperinci

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR (M2) dan Faktor yang Mempengar aruhi wa ember Pertumbuhan likuiditas perekonomian M2 ( dalam arti luas) pada ember mengalami peningkatan. Posisi M2 pada ember tercatat sebesar Rp4.076,3 T, atau tumbuh

Lebih terperinci

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Kinerja CENTURY PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 3,058,893,148.56 - Keuangan - Infrastruktur 0-80% AAA A - 66.33% 15.52% 18.15% - Inflasi (Jan 2016) - Inflasi (YoY) - BI Rate 0.51% 4.14% 7.25% Kinerja Sejak pe- Deskripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009 Perkembangan Asumsi Makro BAB I BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009 1.1 Pendahuluan Memasuki tahun 2009, efek lanjutan dari pelemahan ekonomi global semakin dirasakan

Lebih terperinci

Laporan. Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Keuangan

Laporan. Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Keuangan Laporan Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Keuangan Triwulan II 2015 LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan II 2015 RINGKASAN EKSEKUTIF Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2015 masih mengalami perlambatan,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2013

Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter Maret 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret, Mei,

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 11 Desember 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,75%, dengan suku bunga Lending

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14 Juli 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility

Lebih terperinci

Juni Tinjauan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan. Jln. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta Indonesia w w w.bi.go.id

Juni Tinjauan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan. Jln. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta Indonesia w w w.bi.go.id Juni 2014 Tinjauan Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Keuangan Jln. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350 - Indonesia w w w.bi.go.id TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan I 2016 RINGKASAN EKSEKUTIF Perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif pada triwulan I 2016 dan April 2016. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2013

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global...

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global... Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2009 1.1 Pendahuluan... 1.2 Ekonomi Global... 1.3 Dampak pada Perekonomian

Lebih terperinci

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi wa April Pertumbuhan likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) mengalami akselerasi pada April. Posisi M2 tercatat sebesar Rp5.042,1

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-27 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-27 Selama triwulan I-27, kondisi moneter menunjukkan tren yang semakin membaik. Perkembangan yang membaik tersebut

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18 Juni 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2012

Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2012 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Inflasi Lebaran 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 April 2016 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,75%, dengan suku bunga Deposit

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 Tim Penulis Laporan triwulan I-2003, Bank Indonesia Kondisi moneter selama triwulan I-2003 tetap stabil dan terkendali meskipun belum

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 Kondisi moneter selama triwulan IV-2006 menunjukkan perkembangan yang semakin baik. Hal ini tercermin

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran 29-Jan-16 NAV: 1,949.507 Total Dana Kelolaan 3,914,904,953.34 Pasar Uang 0-90% Ekuitas 77.38% Efek Pendapatan Tetap 10-90% Obligasi 12.93% Efek Ekuitas 10-90% Pasar Uang 8.82% 0.87% Keuangan A Deskripsi

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 Proses perbaikan ekonomi negara maju terhambat tingkat inflasi yang rendah. Kinerja ekonomi Indonesia melambat antara lain karena perlambatan ekspor dan kebijakan

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Maret 2016 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 6,75%,

Lebih terperinci

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K 1 B A N K I N D O N E S I A KINERJA TRIWULAN I-2004 : EVALUASI KEBIJAKAN MONETER, PERBANKAN, DAN SISTEM PEMBAYARAN SERTA ARAH KEBIJAKAN MENDATANG Penyampaian penjelasan ini merupakan salah satu wujud dari

Lebih terperinci

meningkat % (yoy) Feb'15

meningkat % (yoy) Feb'15 Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar aruhi wa ruari Pertumbuhan likuiditas perekonomian M2 (Uang Beredar dalam arti luas) pada ruari meningkat. Pada ruari, posisi M2 tercatat sebesar Rp4.230,7 T,

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 Koreksi Harga Pangan dan Faktor Musiman Dorong Deflasi Agustus INFLASI IHK Inflasi Agustus 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: Peserta mempunyai kebebasan untuk memilih penempatan Dana Investasinya pada portfolio investasi Syariah yang disediakan pihak perusahaan. (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2011

Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 2011 Tinjauan Kebijakan Moneter Juni 211 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret, Mei,

Lebih terperinci

April Tinjauan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan

April Tinjauan. Ekonomi, Moneter, dan Keuangan April 2014 Tinjauan Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Keuangan TINJAUAN KEBIJA KA N M O NETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 8 April 2014 memutuskan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017 RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 217 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi Bulan Februari 217 Terkendali Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat,23% (mtm) di bulan Februari. Inflasi di bulan ini

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2006

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2006 Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-26 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-26 Selama triwulan III-26, kondisi moneter menunjukkan ukkan perkembangan yang semakin membaik. Perkembangan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER Agustus 2013 I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 15 Agustus 2013 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,50%. Penguatan bauran

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tekanan Inflasi di Bulan Oktober 2016 Cukup Terkendali

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Koreksi Harga Paska Idul Fitri Dorong Deflasi Agustus

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan III 2016 Perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif pada triwulan III 2016 dan bulan Oktober 2016, disertai stabilitas makroekonomi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017 RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017 INFLASI IHK Inflasi Juli 2017 Terkendali Inflasi Juli 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar 4,0±1%. Inflasi Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2013

Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter Januari 2013 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Februari, Maret,

Lebih terperinci

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Oktober 2016 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) sebesar

Lebih terperinci

CARLINK PRO SAFE Dana Investasi Pasar Uang

CARLINK PRO SAFE Dana Investasi Pasar Uang SAFE 29-Jan-16 NAV: 11.00% Tabel Kinerja CARLink SAFE Total Dana Kelolaan 1,286,637,672.00 Memberikan hasil investasi yang kompetitif dengan mengutamakan keamanan dan tingkat likuiditas yang tinggi. Pasar

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang, dimana adanya perubahan tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap stabilitas

Lebih terperinci

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar Mar Apr'15 % (yoy)

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar Mar Apr'15 % (yoy) Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar aruhi wa il Pertumbuhan likuiditas perekonomian M2 (Uang Beredar dalam arti luas) pada il mengalami perlambatan. Posisi M2 akhir il sebesar Rp4.274,9 T, atau

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 23 Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 23 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

CARLISYA PRO SAFE Dana Investasi Syariah Pasar Uang

CARLISYA PRO SAFE Dana Investasi Syariah Pasar Uang CARLISYA PRO SAFE Dana Investasi Syariah Pasar Uang 31-Jan-17 NAV: 1,355.077 CARLISYA PRO Adalah gabungan dari Dana Tabarru dan Dana Investasi dimana Peserta mempunyai kebebasan untuk memilih penempatan

Lebih terperinci

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Triwulan II 2016 Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2016 meningkat dengan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang terjaga. Meskipun masih belum

Lebih terperinci