BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Profitabilitas adalah salah satu faktor utama dalam upaya pencapaian sukses bisnis dalam suatu korporasi. Kesuksesan penjualan adalah langkah awal yang banyak ditentukan dari derajat kualitas suatu produk atau jasa yang ditawarkan. Peningkatan kualitas dan upaya penekanan biaya produksi operasional adalah masalah penting di keseluruhan proses industrialisasi, baik di industri manufaktur maupun jasa pelayanan. Di bawah ini beberapa pengertian kualitas menurut beberapa sumber: Kualitas merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari karakteristik, derajat, atau nilai-nilai dari suatu keunggulan (American Heritage Dictionary, 1996). Kualitas adalah totalitas karakteristik dari berbagai entitas yang memberikan segenap kemampuannya pada nilai-nilai kebutuhan serta nilai-nilai kepuasan (ISO 8402). Kualitas adalah mengerjakan dengan cara yang benar dan setiap saat berpikir dengan cara yang benar (Motorola, DFSS, 2003).

2 9 Secara garis besar dalam pandangan teknis, konsep kualitas menurut The American Society for Quality (ASQ) terbagi menjadi dua prinsip, yaitu: 1. Karakteristik produk maupun jasa pelayanan dilihat dari seberapa besar kemampuan produk maupun jasa pelayanan itu memberikan nilai pada kebutuhan, harapan, dan kepuasan konsumen. 2. Suatu produk atau jasa pelayanan yang bebas dari nilai-nilai defisiensi. Dengan pandangan tersebut, ASQ mendefinisikan kualitas berdasarkan pada seberapa besar sebuah produk atau jasa pelayanan memiliki kemampuan dalam memuaskan konsumen seiring dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan serta harapan-harapan konsumen. Lalu yang dimaksud dengan bebas defisiensi adalah pemberian pelayanan total kepada konsumen secara konsisten yang dimulai dari pra penjualan hingga pasca penjualan. Kualitas dapat didefinisikan dalam berbagai macam definisi. Berikut ini adalah definisi kualitas yang dikemukakan oleh para ahli (Suardi, 2003, p. 2-3): Philip B. Crosby Crosby berpendapat bahwa mutu/kualitas berarti kesesuaian terhadap persyaratan, seperti jam tahan air, sepatu tahan lama, atau dokter yang ahli. Crosby juga mengemukakan pentingnya melibatkan setiap orang pada proses dalam organisasi. Pendekatan Crosby merupakan proses top down.

3 10 W. Edwards Deming Deming berpendapat bahwa kualitas berarti pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan terus-menerus, seperti penerapan kaizen di Toyota dan gugus kendali mutu pada Telkom. Joseph M. Juran Juran berpendapat bahwa kualitas berarti kesesuaian dengan penggunaan, seperti sepatu yang dirancang untuk olahraga atau sepatu kulit yang dirancang untuk ke kantor atau ke pesta. Pendekatan Juran merupakan orientasi pada upaya pemenuhan harapan pelanggan. K. Ishikawa Ishikawa berpendapat bahwa kualitas berarti kepuasan pelanggan. Dengan demikian, setiap bagian proses dalam organisasi memiliki pelanggan. Kepuasan pelanggan internal akan menyebabkan kepuasan pelanggan organisasi. 2.2 Six Sigma Sejarah Six Sigma Sejak tahun 1920an, kata 'sigma' telah dipergunakan oleh para matematikawan dan insinyur sebagai suatu simbol untuk suatu unit pengukuran dalam variasi kualitas produk. (Catatan sigma dituliskan dalam huruf kecil s karena dipergunakan dalam konteks unit pengukuran secara umum).

4 11 Pada pertengahan 1980an, para insinyur di Motorola Inc, USA menggunakan 'Six Sigma' sebagai suatu nama informal untuk inisiatif dalam perusahaan untuk mengurangi kesalahan dalam proses produksi, karena itu mencerminkan kualitas tingkat tinggi yang sesuai. (Catatan, penggunaan kata Sigma disini dituliskan dengan huruf besar 'S' karena dalam konteks ini Six Sigma adalah nama merk untuk inisiatif Motorola.) Beberapa orang insinyur ada beberapa pendapat apakah yang pertama Bill Smith atau Mikel Harry merasa bahwa mengukur kesalahan dalam satuan ribuan adalah standar yang tidak mencukupi. Oleh karena itu mereka meningkatkan skala pengukuran menjadi dalam per sejutaan, disebut sebagai kesalahan dalam satu juta kesempatan (defect per million) yang akhirnya mendorong penggunaan terminologi 'Six Sigma' yang diadopsi dari merk 'Six Sigma', dimana Six Sigma dikenal dan dianggap sama dengan 3.4 kesalahan dalam satu juta kesempatan 3.4 DPMO (defect per million opportunity). Pada penghujung 1980an, melanjutkan keberhasilan dari inisiatif di atas, Motorola memperluas penggunaan metode Six Sigma ke proses bisnis yang penting dan secara nyata Six Sigma menjadi merk formal internal untuk metodologi perbaikan proses dalam meningkatkan hasil, yaitu, melampaui pengertian awal yang hanya 'mengurangi kesalahan.

5 12 Pada tahun 1991 Motorola mensertifikasikan 'Black Belt' ahli Six Sigma yang pertama, yang mengindikasikan permulaan dari formalisasi atas training sertifikasi untuk metode Six Sigma. Pada tahun 1991 juga, Allied Signal, (sebuah perusahaan besar untuk avionics yang merger dengan Honeywell pada tahun 1999), mengadopsi metode Six Sigma, dan mengklaim perbaikan dan pengurangan biaya yang besar dan nyata dalam 6 bulan penerapannya. Sepertinya CEO baru Allied Signal Lawrence Bossidy mempelajari apa yang telah dilakukan Motorola dengan Six Sigma dan juga melakukan pendekatan kepada CEO Motorola Bob Galvin untuk mempelajari bagaimana Six Sigma dapat diterapkan di Allied Signal. Pada tahun 1995, CEO General Electric Jack Welch (Welch mengenal Bossidy karena Bossidy sebelumnya bekerja dengan Welch di GE dan Welch sangat terkesan dengan pencapaian Bossidy dalam penggunaan Six Sigma) memutuskan untuk menerapkan Six Sigma di GE, dan pada tahun 1998 GE mengklaim bahwa Six Sigma telah menghasilkan lebih dari 750 juta dollar pengurangan biaya. Informasi ini diperoleh dari buku George Eckes, The Six Sigma Revolution. Pada pertengahan 1990an Six Sigma telah berkembang sebagai merk yang dapat ditransfer dan diterapkan sebagai inisiatif dan metodologi perusahaan, ditandai dengan penerapan di GE dan beberapa perusahaan

6 13 manufaktur besar, dan juga termasuk organisasi-organisasi di luar perusahaan manufaktur. Pada tahun 2000, Six Sigma secara efektif telah berdiri dengan kokoh di industri sebagai suatu metodologi, termasuk pelatihan, jasa konsultasi dan penerapannya di berbagai organisasi di dunia Pengertian Six Sigma Six Sigma adalah sebuah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, mempertahankan, dan memaksimalkan sukses bisnis. Six Sigma secara unik dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan, pemakaian yang disiplin terhadap fakta, data, dan analisis statistik, dan perhatian yang cermat untuk mengelola, memperbaiki, dan menanamkan kembali proses bisnis (Pande, 2002). Six Sigma adalah suatu metodologi bisnis yang bertujuan meningkatkan nilai-nilai kapabilitas dari aktivitas proses bisnis. Proses adalah sesuatu yang dimulai dari perencanaan, desain produksi sampai dengan fungsi-fungsi konsumen (kebutuhan, keinginan, ekspektasi). Dalam konsep Six Sigma dikenal dua proses kerja yang disebut proses kerja internal dan eksternal. Proses internal meliputi seluruh aspek fungsi dan kegiatan yang ada di dalam perusahaan, sedangkan proses eksternal adalah seluruh kegiatan yang dimulai dari pengelolaan produk jadi atau promosi hingga distribusi ke konsumen.

7 14 Tujuan Six Sigma adalah meningkatkan kinerja bisnis dengan mengurangi berbagai variasi proses yang merugikan, mereduksi kegagalankegagalan produk atau proses, menekan cacat-cacat produk, meningkatkan keuntungan, mendongkrak moral personil atau karyawan, dan meningkatkan kualitas produk pada tingkat yang maksimal. Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem bisnis dan industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (bisnis dan industri) dan pelanggan (pasar). Berikut ini merupakan tingkat sigma dengan jumlah cacat per satu juta kemungkinan (DPMO) yang akan ditunjukkan pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Tingkat Sigma dan DPMO Sigma DPMO , ,807 Sumber : Gaspersz, Vincent The Executive Guide To Implementing Lean Six Sigma.p.10 Dibandingkan dengan metode pengendalian kualitas sebelumnya, Six Sigma memiliki keunggulan pada fungsi-fungsi proses. Six Sigma tidak sekadar berorientasi pada kualitas produk atau jasa, tetapi juga pada seluruh aspek operasional bisnis dengan penekanan dalam fungsi-fungsi proses.

8 Dewan Kepemimpinan Six Sigma Salah satu aspek yang memublikasikan dengan baik gerakan Six Sigma adalah dibentuknya dewan ahli pengukuran dan perbaikan proses. Dewan kepemimpinan kualitas yang dikenal juga sebagai Dewan Kualitas (Quality Council), Komite Pengarah Six Sigma, Senior Champions, atau berbagai nama lainnya merupakan orang-orang yang berada pada posisi manajemen puncak (Top Management) dari organisasi. Peranan dari orang-orang yang berada dalam posisi ini adalah: 1. Menetapkan visi, peran, dan infrastruktur dari Six Sigma 2. Menciptakan Master Improvement Story dari organisasi 3. Memilih program-program spesifik Six Sigma dan mengalokasikan sumber-sumber daya 4. Meninjau-ulang secara periodik tentang kemajuan dari barbagai program Six Sigma serat menawarkan ide-ide dan bantuan agar menghindarkan terjadinya overlapping pada program Six Sigma 5. Berperan secara individual sebagai Sponsor dari proyek Six Sigma 6. Membantu mengkuantifikasikan dampak dari usaha-usaha Six Sigma kepada orang-orang yang berada di tingkat bawah dalam organisasi 7. Menilai kemajuan serta mengidentifikasi kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan dalam usaha-usaha peningkatan Six Sigma

9 16 8. Membagi atau menyebarluaskan praktik-praktik terbaik dari Six Sigma ke seluruh organisasi serta kepada pemasok-pemasok kunci dan pelanggan-pelanggan utama 9. Membantu mengatasi hambatan-hambatan dalam organisasi yang berdampak negatif pada program-program Six Sigma 10. Menerapkan praktik-praktik terbaik yang dipelajari dari implementasi program Six Sigma pada gaya manajemen organisasi. Champions Individu yang berperan sebagai Champions bagi program-program Six Sigma harus mampu menjamin bahwa semua fungsi utama dalam organisasi itu memiliki keterkaitan pada Six Sigma. Terdapat dua jenis Champions, yaitu Deployment Champions dan Project Champions. Kedua jenis Champions ini harus memiliki peran kepemimpinan eksekutif dalam bisnis. Seorang champion boleh berasal dari wakil presiden eksekutif atau wakil presiden yang mengepalai kelompok fungsional. Deployment Champions bertanggung jawab untuk: Mengembangkan dan mengeksekusi rencana-rencana implementasi dan penyebarluasan Six Sigma pada unit-unit bisnis strategis atau pada area tanggung jawab yang telah didefinisikan,

10 17 Meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari sistem-sistem pendukung Six Sigma Deployment Champions paling sering melaporkan kepada Senior Champions, yang boleh juga menjadi presiden atau wakil presiden dari unit bisnis atau area tanggung jawab mereka. Project Champions harus bertanggung jawab untuk mengidentifikasi, memilih, mengeksekusi dan menindaklanjuti proyekproyek Six Sigma yang ditangani oleh Black Belts. Project Champions akan mengembangkan dan mengawasi sampai kepada hal-hal terperinci yang berkaitan dengan rencana-rencana implementasi dan penyebarluasan. Fungsi utama Project Champions pada tingkat unit bisnis adalah mengawasi Black belts dan memfokuskan Six Sigma pada tingkat proyek. Selain itu, Project Champions harus mampu mengatasi atau menyelesaikan hambatan-hambatan kultural dari organisasi, menciptakan sistem-sistem pendukung, menjamin agar sumber daya finansial cukup tersedia, dan mengidentifikasi proyek-proyek Six Sigma. Project Champions melakukan: Penilaian terhadap kapabilitas organisasi Benchmarking terhadap manajemen dan produk dari organisasi

11 18 Analisa kesenjangan secara terperinci, menciptakan suatu kondisi agar visi perusahaan dapat dioperasikan pada tingkat proyek Six Sigma Pengembangan rencana penyebarluasan proyek-proyek Six Sigma pada lintas fungsi dalam organisasi Kepemimpinan manajerial dan teknis kepada Master Black Belts dan Black Belts Master Black Belts Merupakan individu-individu yang dipilih oleh Champions untuk bertindak sebagai tenaga ahli atau konsultan dalam perusahaan untuk menumbuhkembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan-pengetahuan strategis yang bersifat terobosan-terobosan Six Sigma ke seluruh organisasi. Secara umum, Master Black Belts bertanggung jawab untuk: 1. Bekerjasama dengan Champions 2. Mengembangkan dan menyebarluaskan bahan-bahan pelatihan tentang Six Sigma kepada berbagai tingkat dalam organisasi 3. Membantu dalam mengidentifikasi proyek-proyek Six Sigma 4. Melatih dan mendukung Black Belts dalam pekerjaan-pekerjaan proyek Six Sigma

12 19 5. Berpartisipasi dalam peninjauan ulang proyek-proyek Six Sigma serta memberikan bantuan-bantuan berupa keahlian teknis (analisa dan metode Six Sigma) 6. Mengambil tanggung jawab kepemimpinan dari program-program Six Sigma yang telah diumumkan Champions dan menjadi program official yang utama. 7. Menyediakan fasilitas untuk menyebarluaskan praktik-praktik terbaik berdasarkan prinsip-prinsip Six Sigma ke seluruh organisasi. Black Belts Merupakan individu-individu yang menerapkan dan mnyebarluaskan konsep-konsep Six Sigma dari satu proyek ke proyek lain yang membutuhkan ketahanan fisik dan mental. Black Belts mendedikasikan diri dan mengalokasikan waktu kerja mereka 100% pada proyek-proyek Six Sigma. Secara umum, seorang Black belts bertanggung jawab: 1. Merangsang pemikiran Champions 2. Mengidentifikasikan hambatan-hambatan yang ada dalam proses Six Sigma 3. Memimpin dan mengarahkan tim dalam mengeksekusi proyek Six Sigma

13 20 4. Melaporkan kemajuan-kemajuan kepada pihak-pihak yang berkepentingan 5. Membantu Champions, apabila diperlukan 6. Mendefinisikan dan membantu orang lain dalam penggunaan alat-alat Six Sigma yang sesuai, teknik-teknik manajemen tim dan pertemuan (Management Meeting) 7. Menyiapkan penilaian proyek Six Sigma secara terperinci selama tahap pengukuran 8. Mempertahankan jadwal proyek dan menjaga kemajuan proyek Six Sigma menuju solusi akhir dan hasil-hasil. 9. Memperoleh masukan-masukan dari operator, supervisor lini pertama, dan pemimpin-pemimpin tim 10. Mengelola resiko proyek Six Sigma 11. Mendukung transformasi baru atau proses-proses baru menuju operasional yang berlangsung terus-menerus, serta bekerjasama dengan manajer-manajer fungsional atau pemilik proses 12. Mendokumentasikan hasil-hasil akhir dan menciptakan Story Board (peta-peta kemajuan) proyek Six Sigma Green Belts Merupakan individu-individu yang bekerja paruh waktu (part time) dalam area yang spesifik atau mengambil tanggung jawab pada proyek-

14 21 proyek kecil dalam lingkup proyek Six Sigma yang ditangani oleh Black Belts. Green Belts merupakan karyawan di seluruh organisasi yang mengeksekusi proyek Six Sigma sebagai bagian dari pekerjaan mereka secara keseluruhan. Mereka hanya mempunyai tanggung jawab yang kecil pada proyek Six Sigma serta waktu kerja mereka terfokus hanya pada proyek Six Sigma yang berkaitan secara langsung dengan pekerjaan rutin mereka sehari-hari. Secara umum Green Belts memiliki tanggung jawab untuk: 1. Berpartisipasi pada proyek Six Sigma yang ditangani oleh Black Belts dalam konteks tanggung jawab yang telah ada pada mereka. 2. Mempelajari metodologi Six Sigma untuk dapat diaplikasikan pada proyek-proyek tertentu berskala kecil yang akan ditangani oleh mereka 3. Melanjutkan mempelajari dan mempraktikkan metode-metode dan alat-alat Six Sigma setelah proyek Six Sigma itu berakhir. 2.4 Model Perbaikan DMAIC Six Sigma Define, Measure, Analyze, Improve and Control (DMAIC) merupakan langkah-langkah dalam metode Six Sigma. Berikut ini merupakan penjelasan singkat mengenai langkah-langkah DMAIC.

15 Define Langkah define dilakukan dengan cara membuat project statement, Voice of Customer (VOC) dan diagram SIPOC. Project Statement Dalam pembuatan project statement terdapat beberapa hal di dalamnya, yaitu: a. Business Case, yang berisi latar belakang dilakukannya proyek Six Sigma dari permasalahan yang ada. b. Problem Statement, yang berisi pernyataan masalah yang akan dibahas. Lebih fokus daripada business case. c. Project Scope, yang berisi pernyataan ruang lingkup dan pembatasan dari proyek Six Sigma yang dijalankan. d. Goal Statement, yang berisi tujuan dijalankannya proyek Six Sigma. Dalam mendefinisikan tujuan dari proyek Six Sigma yang benar apabila mengikuti prinsip SMART sebagai berikut: Specific : Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus bersifat spesifik yang dinyatakan secara tegas. Tim peningkatan kualitas Six Sigma harus menghindari pernyataanpernyataan tujuan yang bersifat umum dan tidak spesifik. Pernyataan tujuan sebaiknya menggunakan kata kerja.

16 23 Measurable : Tujuan proyek pengingkatan kualitas Six Sigma harus dapat diukur menggunakan indikator pengukuran yang tepat guna mengevaluasi keberhasilan, peninjauan-ulang, dan tindakan perbaikan di waktu mendatang. Pengukuran harus mampu memunculkan fakta-fakta yang dinyatakan secara kuantitatif menggunakan angka-angka. Achieveable : Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat dicapai melalui usaha-usaha yang menantang. Result-Oriented : Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus berfokus pada hasil-hasil berupa pencapaian target-target kualitas yang ditetapkan, yang ditunjukkan melalui penurunan DPMO (Cacats Per Million Opportunities), peningkatan kapabilitas proses (C pm ; C pmk ), dan lain-lain. Time-Bound : Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus menetapkan batas waktu pencapaian tujuan itu dan harus dicapai secara tepat waktu. Diagram SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Customer) Diagram SIPOC adalah salah satu diagram model yang sangat penting dalam fungsi-fungsi operasional bisnis. Diagram SIPOC juga dapat dimanfaatkan ke dalam proses manufaktur yang digunakan manajemen dan

17 24 peningkatan proses. Adapun elemen diagram SIPOC adalah sebagai berikut: a. Suppliers : Merupakan orang atau kelompok orang yang memberikan informasi kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub-proses, maka sub-proses sebelumnya dapat dianggap sebagai pemasok internal (internal suppliers). b. Inputs : Segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers) kepada proses. c. Processes : Sekumpulan langkah yang mentransformasi, dan secara ideal menambah nilai pada inputs (proses transformasi nilai tambah kepada inputs). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa subproses. d. Outputs : Merupakan produk (barang dan/atau jasa) dari suatu proses. Dalam industri manufaktur outputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi (final product). Termasuk ke dalam outputs adalah informasi-informasi kunci dari proses. e. Customers : merupakan orang atau kelompok orang, atau sub-proses yang menerima outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa subproses, maka sub-proses sesudahnya dapat dianggap sebagai

18 25 pelanggan internal (Internal Customers). Proses berikut merupakan pelanggan Anda (The Next Process is Your Customers). Sumber: Gambar 2.1 Contoh Diagram SIPOC Voice of Customer (VOC) Proyek Six Sigma sepatutnya merupakan: 1. Suatu strategi dan sistem yang secara terus menerus menelusuri dan memperbaharui kebutuhan pelanggan, aktivitas pesaing, perubahan pasar, dan lain-lain. Dengan demikian, program Six Sigma seyogianya menjadi suatu sistem Voice of Customer (VOC). 2. Suatu deskripsi kebutuhan spesifik, standar kinerja yang terukur untuk setiap output kunci, yang didefinisikan oleh pelanggan.

19 26 3. Standar-standar pelayanan yang dapat diamati dan jika memungkinkan dapat diukur, untuk keterkaitan-keterkaitan kunci (key interfaces) dengan pelanggan. 4. Suatu analisa kinerja dan standar-standar pelayanan berdasarkan pada kepentingan relatif terhadap pelanggan dan dampaknya pada strategi bisnis. Langkah pertama dalam mendefinisikan kebutuhan spesifik pelanggan adalah memahami dan membedakan di antara dua kategori persyaratan kritis, yaitu: (1) persyaratan output, dan (2) persyaratan pelayanan. Persyaratan output berkaitan dengan karakteristik dan/atau fitur dari produk akhir (barang dan/atau jasa) yang diserahkan kepada pelanggan pada akhir dari suatu proses. Pada dasarnya persyaratan output berkaitan dengan daya guna (usability) atau efektivitas dari produk akhir (barang dan/atau jasa) itu di mata pelanggan (dari sudut pandang pelanggan). Lalu, persyaratan pelayanan merupakan petunjuk bagaimana pelanggan seharusnya diperlakukan atau dilayani selama eksekusi dari proses itu sendiri. Persyaratan pelayanan cenderung menjadi lebih subjektif dan peka terhadap situasi, dibandingkan persyaratan output yang biasanya dapat didefinisikan secara konkret.

20 Measure Awal tahap measure adalah menentukan karakteristik kualitas (Critical To Quality) kunci yang berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan. Penetapan CTQ harus disertai dengan pengukuran yang dapat dikuantifikasikan ke dalam angka-angka. Dalam melakukan pengukuran karakteristik kualitas, pada dasarnya harus memperhatikan aspek internal dan eksternal. Dalam bisnis, aspek internal dapat berupa tingkat kecacatan produk, biaya-biaya karena kualitas jelek (cost of poor quality = COPQ) seperti pekerjaan ulang, cacat dan lain-lain, sedangkan aspek eksternal dapat berupa kepuasan pelanggan, pangsa pasar (market share), dan lain-lain. Setelah menentukan CTQ, lalu dilakukan pengukuran. Pengukuran dalam metode DMAIC dikenal dua macam pengukuran, yaitu: Pengukuran kinerja proses - Membuat peta kontrol - Menghitung kapabilitas sigma dan kapabilitas DPMO Pengukuran kinerja tingkat output - Menghitung kapabilitas DPMO - Menghitung tingkat sigma Data merupakan hal penting dalam tahap measure. Menurut Vincent Gaspersz (1998, p.43) data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk

21 28 bertindak. Berdasarkan data, dapat dipelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu: Data Atribut (Attributes Data), yaitu data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis. Contoh dari data atribut karakteristik kualitas adalah ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dan lain-lain. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit nonkonformans atau ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan. Data Variabel (Variables Data) merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh dari data variabel karakteristik kualitas adalah diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, banyaknya kertas setiap rim, konsentrasi elektrolit dalam persen, dan lain-lain. Ukura-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume biasanya merupakan data variabel Pengukuran Kinerja Proses Peta Kontrol Pada dasarnya peta-peta kontrol digunakan untuk:

22 29 Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian batas statistikal, dimana semua nilai rata-rata dan range dari sub-sub kelompok (subgroups) contoh berada dalam batas-batas pengendalian (Control limits), oleh karena itu variasi penyebab-khusus menjadi tidak ada lagi dalam proses. Memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab umum. Menentukan kemampuan proses (process capability), setelah proses berada dalam pengendalian statistikal, batas-batas dari variasi proses dapat dikendalikan. Peta kontrol pada dasarnya memiliki: Garis tengah (central line), yang dinotasikan sebagai CL. Sepasang batas kontrol (Control Limits), dimana satu batas kontrol ditempatkan di atas garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol atas (Upper Control Limit), biasa dinotasikan dengan UCL. Dan satunya ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol bawah (Lower Control Limit), biasa dinotasikan sebagai LCL.

23 30 UCL CL LCL Sumber : file2shared.wordpress.com Gambar 2.2 Contoh Grafik Peta Kontrol Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan dari proses. Jika nilai yang di-plot di peta kontrol masih berada dalam batas kontrol maka proses yang berlangsung dianggap terkontrol, sedangkan jika nilai di-plot berada di luar batas kontrol maka proses dianggap di luar kontrol sehingga perlu diambil tindakan perbaikan. Dalam penggunaan peta kontrol, langkah pertama yaitu harus menentukan data yang akan diolah merupakan data variabel atau data atribut. Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis dan data atribut merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis. Data atribut diperoleh dalam bentuk unit-unit ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan. Peta kendali U Peta kendali U digunakan untuk mengadakan pengujian terhadap kualitas proses produksi dengan mengetahui banyaknya kesalahan pada satu

24 31 unit produk sebagai sampelnya. Selain itu, sampel yang digunakan bervariasi karena seluruh produk yang dihasilkan akan diuji. Produk di departemen welding apabila terjadi cacat, dapat di-rework. Berikut rumus yang digunakan dalam perhitungan untuk membuat peta kontrol U: u ci n UCL u 3 u n CL u LCL u 3 u n u Garis Pusat ci = banyaknya kesalahan/cacat pada setiap unit produk sebagai sampel pada setiap kali observasi n = ukuran sampel UCL = Upper Control Line CL = Central Line LCL = Lower Control Line Dalam membuat peta kontrol dapat menggunakan MINITAB 14 dengan langkah sebagai berikut: 1. Masukkan data yang akan diolah. 2. Klik Stat> Control Chart> Attributes Chart> u.

25 32 3. Masukkan data kolom cacat ke dalam variabel dan data kolom jumlah inspeksi ke dalam sub group sizes. Klik OK 4. Muncul tampilan peta kontrol u. Setelah melakukan perhitungan peta kontrol u dan data telah berada dalam kondisi pengendalian statistikal, hal selanjutnya dilakukan perhitungan kinerja proses dalam bentuk tabel nilai kapabilitas DPMO dan Sigma Perhitungan Kinerja Tingkat Output Pengukuran kinerja tingkat output dilakukan secara langsung pada produk akhir (barang dan/atau jasa) yang akan diserahkan kepada pelanggan. Pengukuran dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output akhir dari proses itu dapat memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan, sebelum produk itu diserahkan kepada pelanggan (Vincent Gaspersz, 2002, p.119). Informasi yang diperoleh dapat dijadikan pedoman dasar untuk melakukan pengendalian dan peningkatan kualitas dari karakteristik output yang diukur itu. Hasil pengukuran pada tingkat output dapat berupa data variabel atau data atribut, yang akan ditentukan kinerjanya menggunakan satuan pengukuran DPMO (Defect Per Million Opportunities) dan Kapabilitas Sigma (Nilai Sigma). Setelah melakukan pengukuran kinerja proses, langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan DPMO dan tingkat Sigma. Berikut ini merupakan langkah-langkah perhitungan DPMO dan tingkat sigma:

26 33 1. Unit (U) Sebuah item yang sedang diproses atau produk atau jasa akhir yang diberikan kepada pelanggan. 2. Opportunities (OP) Merupakan variasi yang timbul dari proses, sehingga akan menghasilkan produk produk yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. 3. Defect (Df) Merupakan jumlah kegagalan untuk memenuhi kebutuhan atau harapan pelanggan atau standar yang telah ditetapkan. 4. Defect Per Unit (DPU) Merupakan jumlah rata-rata cacat terhadap jumlah unit yang diproses. Df Defect per unit (DPU) = U 5. Total Opportunities (TOP) TOP = U x OP 6. Defect Per Opportunities (DPO) Merupakan proporsi cacat terhadap jumlah peluang dalam sebuah kelompok. Df Defect Per Opportunities (DPO) = TOP 7. Defect Per Million Opportunities (DPMO)

27 34 Merupakan jumlah cacat yang akan muncul jika ada satu juta peluang. DPMO = DPO x Level Sigma Perhitungan level sigma dapat dilakukan menggunakan microsoft excel dengan formula berikut (Evan & Lindsay, 2007): DPMO Level Sigma = normsinv ( ) + 1, Angka 1,5 merupakan konstanta sesuai dengan konsep Motorola yang mengizinkan terjadi pergeseran nilai rata-rata sebesar ±1,5 Sigma Analyze Diagram Pareto Diagram Pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan. Pada dasarnya, diagram Pareto dapat digunakan sebagai alat interpretasi untuk:

28 35 Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan. Pada diagram Pareto terdapat prinsip yang menyatakan aturan 80/20 yang artinya 80% masalah kualitas disebabkan oleh 20% penyebab kecacatan, sehingga dipilih jenis-jenis cacat dengan kumulatif mencapai 80% dengan asumsi bahwa dengan 80% tersebut dapat mewakili seluruh jenis cacat yang terjadi. Sumber: managers-net.com Gambar 2.3 Contoh Diagram Pareto

29 Diagram Fishbone Diagram sebab-akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistical, diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktorfaktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab-akibat ini sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti tulang ikan atau suka disebut juga sebagai diagram Ishikawa karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun Pada dasarnya, diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan berikut: Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut

30 37 Sumber: pdca.wordpress.com Gambar 2.4 Contoh Diagram Fish Bone Improve FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Menurut Vincent Gaspersz (2002, p.246) FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure modes). Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi di luar batas spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan-perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan FMEA, yaitu: Mode kegagalan potensial/jenis kegagalan

31 38 Suatu mode kegagalan yang terkait dengan proses adalah setiap penyimpangan dari spesifikasi yang disebabkan oleh perubahanperubahan dalam variabel-variabel yang mempengaruhi proses. Efek dari kegagalan Keadaan/hasil yang terjadi karena terjadinya kegagalan. Penyebab kegagalan, yaitu hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya kegagalan. Tingkat nilai keparahan (Severity), adalah suatu nilai/bobot yang berupa angka yang menandakan tingkat keparahan dari akibat yang timbul karena terjadinya kegagalan. Tingkat nilai kejadian (Occurence), adalah suatu nilai/bobot yang berupa angka yang menandakan tingkat sering atau tidaknya kegagalan terjadi. Tingkat nilai deteksi (Detectability), adalah suatu nilai/bobot yang berupa angka yang menandakan tingkat kemampuan proses untuk mendeteksi terjadinya kegagalan. RPN (Risk Priority Number), adalah suatu nilai berupa angka yang menandakan suatu modus kegagalan menjadi prioritas utama untuk diperbaiki. RPN merupakan hasil kali dari angka severity, occurence dan detectability. RPN = S x O x D

32 39 Tindakan perbaikan/penanggulangan, merupakan saran atau rekomendasi yang dibuat untuk mengatasi penyebab kegagalan yang terjadi.

33 40 Tabel 2.2 Tingkat Nilai Severity Severity (S) Efek Deskripsi Rating Tidak Ada Tidak ada efek yang diperhatikan oleh pelanggan. 1 Sangat Kecil Kecil Sangat Rendah Rendah Sangat kecil gangguan kelancaran yang terjadi di lini produksi. Sangat kecil produk yang harus di rework. Kecil gangguan kelancaran yang terjadi di lini produksi. Sedikit jumlah (<5%) produk yang harus di-rework langsung. Sangat rendah gangguan kelancaran yang terjadi di lini produksi. Jumlah produk yang di-rework langsung berjumlah sedang (<10%). Rendah gangguan yang terjadi di lini produksi. Jumlah produk yang di-rework langsung berjumlah sedang (15%) Sedang Tinggi Sangat Tinggi Gangguan kelancaran yang terjadi di lini produksi bersifat sedang. Jumlah produk yang menjadi scrap bersifat sedang (>20%). Mengganggu kelancaran di lini produksi. Jumlah produk yang menjadi scrap bersifat sedang (>30%). Proses mungkin dihentikan. Pelanggan tidak puas. Mengganggu kelancaran lini produksi. Hampir 100% produk menjadi scrap. Proses tidak dapat diandalkan. Pelanggan sangat tidak puas. Sumber: Stamatis, D. H Six Sigma and Beyond. p

34 41 Tabel 2.2 Tingkat Nilai Severity (lanjutan) Severity (S) Efek Deskripsi Rating Berbahaya, Dapat membahayakan operator dan peralatan. 9 adanya Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah. peringatan Kegagalan akan terjadi dengan adanya peringatan. Berbahaya, tanpa adanya peringatan Dapat membahayakan operator dan peralatan. Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah. Kegagalan akan terjadi tanpa adanya peringatan. 10 Sumber: Stamatis, D. H Six Sigma and Beyond. p. 247 Tabel 2.3 Tingkat Nilai Occurence Occurence (O) Tingkat Deskripsi Frekuensi Rating Kejadian Sangat Kecil Kegagalan sangat tidak mungkin terjadi. <1 dari Kecil Sedikit terjadi kegagalan. 1 dari dari Sedang Sesekali terjadi kegagalan. 1 dari dari dari 80 6 Tinggi Kegagalan terjadi berulang. 1 dari dari 8 8 Sangat Tinggi Kegagalan tak bisa dihindari. 1 dari 3 9 >1 dari 2 10

35 42 Tabel 2.4 Tingkat Nilai Detectability Detectability (D) Tingkat Deteksi Deskripsi Rating Hampir Pasti Pengontrolan proses hampir selalu dapat mendeteksi 1 Terdeteksi potensi kegagalan. Sangat Tinggi Sangat tinggi kemungkinan pengontrolan proses akan mendeteksi potensi kegagalan. 2 Tinggi Tinggi kemungkinan pengontrolan proses akan 3 mendeteksi potensi kegagalan. Cukup Tinggi Cukup tinggi kemungkinan pengontrolan proses akan mendeteksi potensi kegagalan. 4 Cukup Ada kemungkinan pengontrolan proses akan 5 mendeteksi potensi kegagalan. Rendah Kecil kemungkinan pengontrolan proses akan 6 mendeteksi potensi kegagalan. Sangat Rendah Sangat kecil kemungkinan pengontrolan proses akan 7 mendeteksi potensi kegagalan. Kecil Besar kemungkinan pengontrolan proses tidak akan 8 mendeteksi potensi kegagalan. Sangat Kecil Sangat besar kemungkinan pengontrolan proses tidak akan mendeteksi potensi kegagalan. 9 Tidak Terdeteksi Sumber: Stamatis, D. H Six Sigma and Beyond. p. 253 Pengontrolan proses tidak akan mendeteksi potensi kegagalan Control Tahap terakhir dari metode DMAIC adalah tahap control yang dilakukan dengan tindakan pengendalian terhadap proses secara terus menerus untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju target kesempurnaan Six Sigma. Dalam tahap ini dilakukan Trial and Error terhadap persentase penurunan cacat yang berpengaruh terhadap nilai sigma dan biaya rework di departemen welding.

36 Cost of Poor Quality (COPQ) COPQ bertujuan untuk mengetahui berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan saat terjadi cacat di dalam proses. Langkah-langkah menghitung COPQ: untuk semua jenis kesalahan. 1. Hitung banyak kejadian selama periode waktu tertentu. 2. Tentukan biaya tenaga kerjanya yang berhubungan dengan rework cacat yang ada. Banyak cacat per hari x banyak orang yang bekerja di area terjadi cacat x jam kerja per hari x upah per jam 3. Tentukan biaya material dari cacat Biaya per item cacat x banyaknya cacat per hari 4. Jumlahkan hasil dari langkah ke 2 dan ke 3 Ada dua golongan besar biaya kualitas, yaitu biaya untuk menghasilkan produk berkualitas dan biaya yang harus dikeluarkan karena menghasilkan produk cacat. Menurut Russel (1996), secara keseluruhan, biaya kualitas tersebut meliputi: 1. Biaya untuk menghasilkan produk yang berkualitas (cost of achieving good quality) yaitu biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk membuat produk yang berkualitas sesuai dengan keinginan pelanggan, meliputi:

37 44 a. Biaya pencegahan b. Biaya penilaian 2. Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan menghasilkan produk cacat (cost of poor quality), meliputi: a. Biaya kegagalan internal (internal failure costs) yaitu biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan telah menghasilkan produk yang cacat tetapi cacat produk tersebut telah diketahui sebelum produk tersebut sampai kepada pelanggan. Biaya ini meliputi: Biaya yang dikeluarkan karena produk harus dibuang (scrap costs), yaitu biaya yang telah dikeluarkan perusahaan tetapi produk yang dihasilkan ternyata produk cacat sehingga harus dibuang dan adanya biaya untuk membuang produk tersebut. Biaya pengerjaan ulang (rework costs), yaitu biaya untuk memperbaiki produk yang cacat. Biaya kegagalan proses (process failure costs) yaitu biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi tetapi ternyata produk yang dihasilkan adalah produk cacat. Biaya yang harus dikeluarkan karena proses produksi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya (process downtime costs).

38 45 Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan terpaksa harus menjual produk di bawah harga patokannya karena produk yang dihasilkannya cacat (price-downgrading costs). b. Biaya kegagalan eksternal (external failure costs) yaitu biaya yang harus dikeluarkan karena menghasilkan produk cacat dan produk ini telah diterima oleh konsumen, meliputi: Biaya untuk memberikan pelayanan terhadap keluhan pelanggan (customer complaint costs). Biaya yang harus dikeluarkan karena produk yang telah disampaikan kepada konsumen dikembalikan karena produk tersebut cacat (product return costs). Biaya yang harus dikeluarkan untuk menangani tuntutan konsumen terhadap adanya jaminan kualitas produk (warranty claims costs). Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan harus memberikan jaminan atau garansi bagi konsumen bahwa produk yang dihasilkan adalah baik (product liability costs). Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan tidak dipercaya oleh konsumen sehingga tidak mau lagi membeli Produk ke perusahaan tersebut (lost sales costs).

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Setelah mengevaluasi berbagai data-data kegiatan produksi, penulis mengusulkan dasar evaluasi untuk mengoptimalkan sistem produksi produk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sejarah Pengendalian Kualitas Pada tahun 1924, W.A. Shewart dari Bell Telephone Laboratories mengembangkan diagram atau grafik statistik untuk mengendalikan

Lebih terperinci

BAB III SIX SIGMA. Six Sigma pertama kali digunakan oleh perusahaan Motorola pada tahun

BAB III SIX SIGMA. Six Sigma pertama kali digunakan oleh perusahaan Motorola pada tahun 34 BAB III SIX SIGMA 3.1 Sejarah Six Sigma Six Sigma pertama kali digunakan oleh perusahaan Motorola pada tahun 1980-an oleh seorang engineer bernama Bill Smith. Hal ini dilatarbelakangi oleh hilangnya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 PENGERTIAN KUALITAS Kualitas merupakan faktor dasar yang mempengaruhi pilihan konsumen untuk berbagai jenis produk dan jasa yang berkembang pesat dewasa ini. Kualitas secara langsung

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define,

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define, BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi sistem produksi Percetakan Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define, Measure,

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan kriteria optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi kualitas produksi pipa pada perusahaan ini yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define, Measure, Analyze,

Lebih terperinci

Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Partici

Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Partici Topik Khusus ~ Pengantar Six Sigma ~ ekop2003@yahoo.com Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Participative

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 94 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi pemecahan masalah (flow diagram) merupakan diagram yang menggambarkan pola berpikir serta menjelaskan tahap-tahap penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian di bawah ini: Langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada diagram alir penelitian Mulai Studi Pendahuluan Identifikasi Masalah Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi sistem produksi percetakan koran Lampung Post pada PT. Masa Kini Mandiri yaitu dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya dan faktor penyebab banyaknya re-work dari proses produksi kursi pada PT. SUBUR MANDIRI, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 37 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan dalam pembuatan skripsi ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bertujuan untuk membuktikan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, persaingan antara perusahaan-perusahaan tidak hanya terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, persaingan antara perusahaan-perusahaan tidak hanya terjadi di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini, persaingan antara perusahaan-perusahaan tidak hanya terjadi di wilayah lokal saja, akan tetapi sudah meluas sampai kawasan nasional bahkan internasional.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sigma bukan merupakan program kualitas yang berpegang pada zero defect (tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sigma bukan merupakan program kualitas yang berpegang pada zero defect (tanpa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendahuluan Six Sigma merupakan konsep yang relatif baru bagi banyak organisasi. Six Sigma bukan merupakan program kualitas yang berpegang pada zero defect (tanpa cacat), tetapi

Lebih terperinci

METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian Start Penelitian Pendahuluan Identifikasi Masalah Studi Pustaka Tujuan Penelitian Pengumpulan Data : -Data Data Pengolahan Data

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu 48 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu dilakukan. Data-data yang dikumpulkan selama masa observasi adalah sebagai berikut : Data jumlah

Lebih terperinci

BAB3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 57 BAB3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Metodologi Penelitian Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Terdapat empat kata

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas 2.1.1 Sejarah Perkembangan kualitas Kualitas telah dikenal sejak empat ribu tahun yang lalu, ketika bangsa mesir kuno mengukur dimensi batu-batu yang digunakan untuk membangun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi adalah suatu proses berpikir yang dilakukan dalam penulisan suatu laporan, mulai dari menentukan judul dan permasalahan, melakukan pengumpulan data yang akan digunakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI 56 BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI Pada Bab ini dibahas tahap Analyze (A), Improve (I), dan Control (C) dalam pengendalian kualitas terus menerus DMAIC sebagai langkah lanjutan dari kedua tahap sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. setiap ahli memiliki teori sendiri-sendiri mengenai hal ini. Menurut (Davis, 1994)

BAB II LANDASAN TEORI. setiap ahli memiliki teori sendiri-sendiri mengenai hal ini. Menurut (Davis, 1994) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian kualitas Kualitas memiliki kaitan yang sangat erat dengan dunia perindustrian, baik industri barang maupun jasa. Definisi dari kualitas sendiri bermacam-macam, karena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Six Sigma 2.1.1. Pengertian Six Sigma Six sigma terdiri dari dua kata yaitu Six yang berarti enam dan sigma yang berarti sebuah simbol atau lambang standar deviasi yang lebih

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kualitas Pengertian Kualitas Dimensi Kualitas

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kualitas Pengertian Kualitas Dimensi Kualitas BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kualitas 2.1.1. Pengertian Kualitas Dalam buku yang berjudul Manajemen Operasi, Heizer & Render (2009:301) mendefinisikan pengertian kualitas sebagaimana dijelaskan oleh American

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAKUAN... ii SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi HALAMAN

Lebih terperinci

Bab 2 Landasan Teori

Bab 2 Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1. Pengertian Kualitas Kualitas memiliki pengertian yang luas, setiap sudut pandang yang mendefinisikannya pasti memiliki perbedaan. Sebagaian besar orang mempunyai konsep pemahaman

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 PENGENDALIAN KUALITAS 2.1.1 Pengertian Kualitas Keistimewaan atau keunggulan suatu produk dapat diukur melalui tingkat kepuasan pelanggan. Salah satunya dapat dilihat dari sisi

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data 21 3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Ikan Tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mampu menembus pasar internasional. Salah satu

Lebih terperinci

3.1 Persiapan Penelitian

3.1 Persiapan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Dalam mengerjakan Tugas Akhir ini dilakukan langkah-angkah perancangan yang jelas agar tujuan dari Tugas Akhir ini dapat tercapai. Pada bab ini akan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 11 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Kualitas Banyak pakar dari bidang kualitas yang mencoba untuk mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut pandangnya masing-masing, seperti di bawah ini: Pengertian classic

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu produk atau jasa yang ditentukan oleh pemakai atau customer dan diperoleh

BAB II LANDASAN TEORI. suatu produk atau jasa yang ditentukan oleh pemakai atau customer dan diperoleh 1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Kualitas Secara umum dapat dikatakan bahwa kualitas atau mutu adalah karakteristik dari suatu produk atau jasa yang ditentukan oleh pemakai atau customer dan diperoleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Produksi Kegiatan utama yang bersangkutan dengan manajemen produksi adalah proses produksi. Proses produksi adalah metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan utama untuk mencapai kepuasan pelanggan (customer

BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan utama untuk mencapai kepuasan pelanggan (customer BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep SPC dan Pengendalian Kualitas Persyaratan utama untuk mencapai kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dalam dunia industri manufaktur adalah kualitas dari produk maupun

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 69 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode Penelitian dilakukan dengan mengadakan pengamatan/observasi secara langsung dengan mengunjungi PT.Delident Chemical Indonesia untuk melihat secara

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Untuk mendukung perhitungan statistikal pengendalian proses maka diperlukan data. Data adalah informasi tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Dasar dari Kualitas Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda, dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK DUDUKAN MAGNET DENGAN METODE ENAM SIGMA

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK DUDUKAN MAGNET DENGAN METODE ENAM SIGMA USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK DUDUKAN MAGNET DENGAN METODE ENAM SIGMA Moh. Umar Sidik Daryanto (Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Industri, Universitas Gunadarma) ABSTRAK PT. Teknik Makmur

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data 30 3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Tunamerupakan komoditas komersial tinggi dalam perdagangan internasional. Salah satu bentuk olahan tuna adalah tuna loin, tuna steak, dan tuna saku. Tuna loin merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam bab ini dijelaskan mengenai tahapan-tahapan yang dilakukaan oleh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam bab ini dijelaskan mengenai tahapan-tahapan yang dilakukaan oleh BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini dijelaskan mengenai tahapan-tahapan yang dilakukaan oleh penulis dalam proses penelitian. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini

Lebih terperinci

ABSTRAK Kata Kunci: Six Sigma, Sigma Level, Kualitas Produk, DMAIC, Quality Control.

ABSTRAK Kata Kunci: Six Sigma, Sigma Level, Kualitas Produk, DMAIC, Quality Control. ABSTRAK Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin signifikan, membuat banyak bermunculan industri-industri baru yang sejenis dengan industri yang sudah ada sebelumnya. Hal ini tentunya merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Six Sigma. Ada banyak pengertian Six Sigma. Six Sigma diartikan sebagai teknologi canggih yang digunakan oleh para statiskawan dalam memperbaiki atau mengembangkan proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT SEI Bogor pada Bulan September 2016 sampai dengan Bulan Desember 2016. PT SEI Bogor merupakan perusahaan yang bergerak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah proses produksi di PT. XY, sedangkan objek penelitian ini adalah perbaikan dan meminimalisir masalah pada proses produksi

Lebih terperinci

Damper DB2B24SSC, diantaranya adalah:

Damper DB2B24SSC, diantaranya adalah: BAB III. METODE PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi PT.Dulmison Indonesia merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang hardware energi yang memproduksi alat-alat berat dan aksesoris

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 54 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya masalah, data untuk mengukur kinerja saat ini (saat pengamatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan tahapan yang dilalui, mulai dari identifikasi masalah sampai pada tahap penyelesaian masalah dalam penyelesaian tugas akhir. Metodologi bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak ada yang menyangkal bahwa kualitas menjadi karakteristik utama

BAB I PENDAHULUAN. Tidak ada yang menyangkal bahwa kualitas menjadi karakteristik utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak ada yang menyangkal bahwa kualitas menjadi karakteristik utama dalam perusahaan agar tetap survive. Buruknya kualitas ataupun penurunan kualitas akan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Konsep Kunci 2.1.1.1 Definisi Kualitas Kualitas adalah sebuah ukuran relatif dari kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI

BAB IV PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI BAB IV PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI 4.1 Tahap Perancangan Sistem Terintegrasi Setelah dilakukan brainstorming dan studi pustaka, maka langkah selanjutnya adalah membuat sistem terintegrasi dari metode

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS PRODUK GENTENG BETON DENGAN METODE DMAIC DI UD.PAYUNG SIDOARJO. Dedy Ermanto Jurusan Teknik Industri FTI UPN Veteran Jawa Timur

IDENTIFIKASI KUALITAS PRODUK GENTENG BETON DENGAN METODE DMAIC DI UD.PAYUNG SIDOARJO. Dedy Ermanto Jurusan Teknik Industri FTI UPN Veteran Jawa Timur 1 IDENTIFIKASI KUALITAS PRODUK GENTENG BETON DENGAN METODE DMAIC DI UD.PAYUNG SIDOARJO Dedy Ermanto Jurusan Teknik Industri FTI UPN Veteran Jawa Timur ABSTRAK Adanya persaingan antar produk yang semakin

Lebih terperinci

ANALISIS DEFECT RATE PENGELASAN DAN PENANGGULANGANNYA DENGAN METODE SIX SIGMA DAN FMEA DI PT PROFAB INDONESIA

ANALISIS DEFECT RATE PENGELASAN DAN PENANGGULANGANNYA DENGAN METODE SIX SIGMA DAN FMEA DI PT PROFAB INDONESIA ANALISIS DEFECT RATE PENGELASAN DAN PENANGGULANGANNYA DENGAN METODE SIX SIGMA DAN FMEA DI PT PROFAB INDONESIA Decky Antony Kifta Program Studi Teknik Industri Sekolah Tinggi Teknik Ibnu Sina Batam Email:

Lebih terperinci

Modul 5 Six Sigma MODUL 5 SIX SIGMA. Laboratorium OSI & K FT. UNTIRTA (Praktikum POSI 2011)

Modul 5 Six Sigma MODUL 5 SIX SIGMA. Laboratorium OSI & K FT. UNTIRTA (Praktikum POSI 2011) 1 MODUL 5 SIX SIGMA 2 A. Tujuan Praktikum 1. Praktikan dapat memahami konsepsi tentang Six Sigma 2. Praktikan dapat memahami Six Sigma sebagai salah satu metode dalam perbaikan kualitas yang dramatis.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Pengendalian Kualitas Kualitas dapat diartikan dengan berbagai macam pendapat, kebanyakan orang mempunyai pengertian kualitas sebagai bagaimana sebuah proses dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pikir Permasalahan yang timbul dalam perusahaan merupakan indikasi bahwa terdapat penyimpangan terhadap proses bisnis yang ada, sehingga menghasilkan kinerja

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 39 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi pemecahan masalah merupakan gambaran dari langkahlangkah sistematis yang akan menjadi pedoman dalam penyelesaian masalah. Melalui pembuatan flowchart penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian ini menggambarkan langkah-langkah atau kerangka pikir yang akan dijalankan pada penelitian ini. Tujuan dari pembuatan metodologi penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Keunggulan Bersaing Melalui Proses Bisnis Persaingan di dunia usaha yang sangat ketat dewasa ini terjadi karena setiap perusahaan berupaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Tahap Define Adapun persentase produk cacat terbesar periode September 2012 s/d Desember 2012 terdapat pada produk Polyester tipe T.402 yaitu dengan persentase

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian untuk pemecahan masalah dimana setiap pembahasan diuraikan dalam bentuk tahapan terstruktur. Tahapan penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ditetapkan. Gasper (2008:1) mendefiniskan kualitas sering kali diartikan

BAB II LANDASAN TEORI. ditetapkan. Gasper (2008:1) mendefiniskan kualitas sering kali diartikan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Kualitas 2.1.1 Pengertian Kualitas Kualitas didefinisikan sebagai totalitas karakteristik suatu produk yang menunjang kemapuan produk itu untuk memuaskan kebutuhan yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 17 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sejarah Kualitas Pada tahun 1924, W.A. Shewhart yang berasal dari Bell Telephone Laboratories mengembangkan konsep peta pengendalian statistik, yang merupakan

Lebih terperinci

Bab 2 Landasan Teori 2.1. Pengertian Mutu 2.2. Pengertian Pengendalian Mutu 2.3. Konsep dan Tujuan Pengendalian Mutu

Bab 2 Landasan Teori 2.1. Pengertian Mutu 2.2. Pengertian Pengendalian Mutu 2.3. Konsep dan Tujuan Pengendalian Mutu Bab 2 Landasan Teori 2.1. Pengertian Mutu Definisi mutu atau kualitas menurut para ahli dikemukakan secara berbeda akan tetapi memiliki maksud yang sama yang berarti mutu atau kualitas adalah tingkat baik

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS PROYEK REFERENSI : PMBOK

MANAJEMEN KUALITAS PROYEK REFERENSI : PMBOK MANAJEMEN KUALITAS PROYEK REFERENSI : PMBOK Jaminan Kualitas Proyek Merupakan semua aktifitas yang dilakukan oleh organisasi proyek untuk memberikan jaminan tentang kebijakan kualitas, tujuan dan tanggung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Operasi Untuk mengelola suatu perusahaan atau organisasi selalu dibutuhkan sistem manajemen agar tujuan dari perusahaan atau organisasi tersebut dapat tercapai.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Operasi Dalam mengelolah suatu perusahaan atau organisasi dibutuhkan sistem manajemen agar tujuan dari perusahaan atau organisasi dapat tercapai. Manajemen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Fase atau tahapan yang banyak menghasilkan produk yang cacat adalah di bagian proses stripping, terlihat dari diagram Pareto nya dari ketiga tahapan di area produksi Produk X. 2.1

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah & Pengertian Kualitas Pada tahun 1924, W.A. Shewart dari Bell Telephone Laboratories mengembangkan diagram atau grafik statistik untuk mengendalikan variabel-variabel

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dalam era industrialisasi yang semakin kompetitif sekarang ini, setiap pelaku bisnis yang ingin memenangkan kompetisi dalam dunia industri akan memberikan perhatian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 23 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi mengenai Kualitas Saat kata kualitas digunakan, kita mengartikannya sebagai suatu produk atau jasa yang baik yang dapat memenuhi keinginan kita. Menurut ANSI/ASQC Standard

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, diperlukan adanya desain atau skema langkah penelitian sebagai acuan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Kualitas merupakan ukuran yang tidak dapat didefinisikan secara umum, karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi perspektif yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Slide Bracket, Kualitas, Six Sigma, DMAIC, DPMO, Usulan Peningkatan Kualitas

ABSTRAK. Kata Kunci: Slide Bracket, Kualitas, Six Sigma, DMAIC, DPMO, Usulan Peningkatan Kualitas ABSTRAK Peningkatan kualitas produk ataupun jasa yang dihasilkan merupakan sesuatu yang mutlak perlu dilakukan oleh setiap perusahaan untuk dapat bertahan di era yang semakin kompetitif ini. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 39 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kualitas 1 Pengertian mutu atau kualitas akan berlainan bagi setiap orang dan tergantung pada konteksnya. Mutu atau kualitas suatu barang pada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... SURAT PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... SURAT PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... SURAT PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO... KATA PENGANTAR..... ABSTRAK..... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 61 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi penelitian menggambarkan proses atau tahap tahap penelitian yang harus ditetapkan dahulu sebelum melakukan pemecahan masalah yang sedang dibahas sehingga

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. kuantitatif dan kualitatif. Desain Penelitian ini adalah deskriptif eksploratif yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. kuantitatif dan kualitatif. Desain Penelitian ini adalah deskriptif eksploratif yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis /Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif. Desain Penelitian ini adalah deskriptif eksploratif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Penyelesaian masalah yang diteliti dalam tugas akhir ini memerlukan teoriteori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data.beberapa teori tersebut digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengendalian Kualitas. Menurut (Douglas C. Montgomery, 2009:4) mutu atau kualitas sudah menjadi faktor paling penting didalam konsumen mengambil keputusan dalam memilih antara

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada: Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.

KATA PENGANTAR. mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada: Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur. KATA PENGANTAR Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan InayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode dapat diartikan sebagai cara yang tepat. Kemudian, penelitian merupakan kegiatan ilmiah untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang suatu masalah. Langkah langkah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Berikut ini adalah metode yang digunakan dalam melakukan penelitian dan pengolahan data: Mula i Observasilapangan / studi awal Studipusta ka Identifikasi dan perumusan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 33 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Kualitas Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi, dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian menguraikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian. Setiap tahapan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian PT. Abdi Juang Investama bergerak di bidang pembuatan Trolly Shopping Cart berdiri pada tahun 2014. PT Abdi Juang Investama ini sudah mengembangkan bisnisnya

Lebih terperinci

PENGENDALIAN CACAT PRODUK DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA

PENGENDALIAN CACAT PRODUK DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA PENGENDALIAN CACAT PRODUK DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA Firman Ardiansyah Ekoanindiyo Program Studi Teknik Industri Universitas Stikubank, Semarang Jawa Tengah Indonesia firman_imank_tegal@yahoo.co.id Abstrak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Central Java Semarang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Central Java Semarang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Penentuan Sampel dan Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Central Java Semarang Plant, dan difokuskan pada jumlah cacat produk yang

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PELAYANAN PERBAIKAN GANGGUAN LISTRIK BERDASARKAN METODE SIX SIGMA DI PT. PLN (PERSERO) UNIT PELAYANAN DAN JARINGAN NGAGEL

ANALISIS KINERJA PELAYANAN PERBAIKAN GANGGUAN LISTRIK BERDASARKAN METODE SIX SIGMA DI PT. PLN (PERSERO) UNIT PELAYANAN DAN JARINGAN NGAGEL ANALISIS KINERJA PELAYANAN PERBAIKAN GANGGUAN LISTRIK BERDASARKAN METODE SIX SIGMA DI PT. PLN (PERSERO) UNIT PELAYANAN DAN JARINGAN NGAGEL Handoyo Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi pemecahan masalah adalah langkah-langkah sistematis yang akan menjadi pedoman dalam penyelesaian masalah. Dengan berdasarkan pada metodologi ini, penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah sebuah perusahaan garmen yang

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah sebuah perusahaan garmen yang BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah sebuah perusahaan garmen yang memproduksi kemeja pria dewasa dengan harga Rp. 41.000 Rp. 42.500 perkemeja.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan disajikan kerangka toritis yang dipakai dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini. Landasan teori ini sangat penting sebagai acuan dasar

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi pemecahan masalah yang digunakan untuk penelitian penurunan hasil Fabric Width Utilization adalah dengan menggunakan metode Penyelesaian Masalah Six Sigma,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 12 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sejarah Six sigma Sekitar tahun 1980 dan awal 1990, Motorola merupakan salah satu perusahaan Amerika Serikat dan Eropa yang bersaingan ketat dengan perusahaan

Lebih terperinci

2.2 Six Sigma Pengertian Six Sigma Sasaran dalam meningkatkan kinerja Six Sigma Arti penting dari Six Sigma...

2.2 Six Sigma Pengertian Six Sigma Sasaran dalam meningkatkan kinerja Six Sigma Arti penting dari Six Sigma... ABSTRAK Persaingan dunia industri semakin ketat, mendorong para pelaku industri untuk makin giat melakukan berbagai hal untuk tetap bertahan. Salah satu yang terpenting adalah kualitas produk yang merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sampel merupakan sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Sampel merupakan sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Identifikasi Sampel Penelitian Sampel merupakan sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan suatu prosedur tertentu dan diharapkan dapat mewakili suatu populasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 20 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kualitas Tinggi dan rendahnya kualitas suatu produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan yang berhubungan langsung dengan kepuasan dan kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan industri perbankan di Indonesia saat ini sangat tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan industri perbankan di Indonesia saat ini sangat tinggi. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Persaingan industri perbankan di Indonesia saat ini sangat tinggi. Masyarakat sebagai konsumen perbankan dapat melihat persaingan tersebut secara nyata dalam kehidupan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...iii. HALAMAN MOTTO.. v. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL xiv. DAFTAR GAMBAR...xv. 1.1 Latar Belakang Masalah.

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...iii. HALAMAN MOTTO.. v. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL xiv. DAFTAR GAMBAR...xv. 1.1 Latar Belakang Masalah. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING...ii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...iii HALAMAN PERSEMBAHAN...iv HALAMAN MOTTO.. v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI..... viii DAFTAR TABEL xiv DAFTAR

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengendalian Mutu Industri Gula Kelapa (Kasus UD.

METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengendalian Mutu Industri Gula Kelapa (Kasus UD. III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian mengenai Pengendalian Mutu Industri Gula Kelapa (Kasus UD. Ngudi Lestari 1 Kecamatan Kebasen, Banyumas) ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA USULAN PENINGKATAN KUALITAS PRODUK BUSHING FUTURA PADA PT. NUSA INDOMETAL MANDIRI DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA USULAN PENINGKATAN KUALITAS PRODUK BUSHING FUTURA PADA PT. NUSA INDOMETAL MANDIRI DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Sarjana Semester Genap tahun 2006/2007 USULAN PENINGKATAN KUALITAS PRODUK BUSHING FUTURA PADA PT. NUSA INDOMETAL MANDIRI DENGAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PROSES PENGELASAN (WELDING) DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA PADA PROYEK PT. XYZ

ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PROSES PENGELASAN (WELDING) DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA PADA PROYEK PT. XYZ ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PROSES PENGELASAN (WELDING) DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA PADA PROYEK PT. XYZ Alfian Huda 1 ; Sri Widiyanesti 2 1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Telkom alfianhuda79@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pengendalian Pengendalian merupakan suatu proses dalam mengarahkan sekumpulan variabel untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Dasar

Lebih terperinci