VI ANALISIS RISIKO HARGA SAYURAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI ANALISIS RISIKO HARGA SAYURAN"

Transkripsi

1 VI ANALISIS RISIKO HARGA SAYURAN 6.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Harga Sayuran Analisis Risiko Harga Kentang Penelitian ini dilakukan berdasarkan harga sayuran di Pasar Induk Kramat Jati yang diperoleh dari hasil pendugaan persamaan harga kentang dengan menggunakan model ARCH-GARCH dan untuk mengetahui besarnya risiko dengan menggunakan perhitungan VaR. Dalam analisis risiko ini digunakan data harga jual, pasokan harian, dan permintaan di Pasar Induk Kramat Jati pada periode Januari 2006 hingga Februari Untuk menghitung besarnya harga komoditas kentang dilakukan analisis menggunakan ARCH-GARCH. Analisis ini menggunakan tiga variabel yaitu harga (P t ) sebagai variabel dependen (variabel terikat), harga sehari sebelumnya (P t-1 ), jumlah pasokan, dan (Q t ) jumlah permintaan (D t ) sebagai variabel independen. Sebelum dilakukan analisis menggunakan ARCH-GARCH maka perlu dilakukan pengujian ada atau tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat uji normalitas yang disajikan pada Gambar Series: Residuals Sample Observations 1871 Mean -4.29e-16 Median Maximum Minimum Std. Dev Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability Gambar 15. Uji Normalitas Komoditas Kentang Berdasarkan Gambar 15, diperoleh nilai kurtosis untuk komoditas kentang pada data sebesar 44, Nilai kurtosis lebih besar dari tiga menunjukkan bahwa data tersebut mengandung heteroskedastisitas. Skewness komoditas kentang bernilai negatif sebesar 0, yang menunjukkan ujung dari kecondongan menjulur ke arah nilai negatif (ekor kurva sebelah kiri lebih panjang). Dari data skewness tersebut tidak sama dengan nol sehingga data dari 57

2 komoditas tersebut mengandung heteroskedastisitas. Selain itu, untuk mengetahui kebaikan model dilakukan pemeriksaan terhadap galat terbakukan dengan melihat nilai statistik Jarque-Bera dengan nilai probability sebesar 0,00000 lebih kecil dari taraf nyata lima persen yang berarti bahwa galat terbakukan tidak menyebar normal. a. Analisis risiko harga kentang OLS (Ordinary Least Square) dilakukan sebelum menganalisis ARCH- GARCH, yang disajikan dalam Lampiran 4. Pendugaan parameter model menggunakan metode kemungkinan maksimum atau quasi maximum likelihood. Simulasi model ini mengkombinasikan nilai p = 1,2,3 dengan nilai q = 0,1,2,3 sehingga terbentuk 12 model ragam. Terdapat 12 model yang diajukan dalam penelitian sebagai hasil teknik pengujian berbagai model dengan kombinasi ARCH-GARCH. Pada penelitian yang dilakukan, menggunakan model standar menurut Verbeek (2000) adalah GARCH (1,1) untuk meramalkan tingkat risiko harga. Ringkasan model tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5, 6 dan model GARCH dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Harga Kentang dengan Model GARCH Variabel GARCH (1,1) Coefficient Std, Error Z-Statistic Probability C (Konstanta) 0, , , ,0007 P t-1 (Harga Kentang Periode Sebelumnya) 0, , ,4761 0,0000 Q t (Jumlah Pasokan Kentang) -0, , , ,2961 D t (Jumlah Permintaan Kentang) 0, , , ,3061 Variance Equation C (Konstanta) 0, ,62E-05 7, ,0000 α 1 (Volatilitas Periode Sebelumnya) 0, , , ,0000 β 1 (Varian Periode Sebelumnya) 0, , , ,0000 AIC -3, SC -3, R-squared 97,14% Berdasarkan hasil output pada Tabel 12, menunjukkan bahwa pada konstanta dan harga periode sebelumnya signifikan pada taraf nyata satu persen. Sedangkan pasokan untuk komoditas kentang, signifikan pada taraf nyata 30 persen dan 58

3 permintaan signifikan pada taraf nyata 35 persen. Taraf nyata sebesar 30 dan 35 persen pada sosial ekonomi masih diperkenankan sehingga signifikansi dapat diperoleh untuk komoditas kentang. Selain itu, nilai R-square sebesar 97,14 persen menunjukkan bahwa variabel independen dapat menjelaskan harga komoditas kentang dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hal ini menunjukkan bahwa harga kentang pada periode sebelumnya, pemintaan, dan pasokan mempengaruhi harga pada periode sekarang. Hasil pendugaan harga kentang menunjukkan nilai parameter pada harga periode sebelumnya memiliki korelasi positif dengan harga periode sekarang sebesar 0, yang berarti bahwa harga sebelumnya meningkat maka harga pada periode berikutnya juga akan meningkat begitu pula sebaliknya. Pada pasokan untuk komoditas kentang memiliki korelasi negatif sebesar 0, dengan harga periode sekarang, artinya ketika jumlah pasokan yang masuk ke pasar tinggi maka akan mengakibatkan harga komoditas tersebut rendah, begitu pula sebaliknya. Harga jual kentang yang tertinggi sebesar Rp per kilogram terjadi pada bulan Januari 2009 dengan jumlah pasokan yang masuk ke pasar sebesar ton. Hal ini disebabkan oleh daerah sentra kekurangan pasokan yang diakibatkan oleh gagal panen karena hama dan penyakit, ketidaktersediaan barang karena belum panen sehingga menyebabkan harga kentang meningkat secara tiba-tiba. Untuk harga terendah sebesar Rp per kilogram pada bulan Desember 2006 dengan jumlah pasokan sebesar ton pada bulan Desember Kondisi ini terjadi saat panen raya, dimana kelebihan pasokan kentang yang masuk ke pasar secara bersamaan. Hal ini menyebabkan jumlah pasokan melebihi jumlah yang diminta oleh konsumen sehingga mengakibatkan harga jatuh. Untuk permintaan kentang memiliki korelasi positif sebesar 0, dengan harga periode sekarang. Hal ini disebabkan oleh kondisi produk yang tahan lama sehingga ketika produk tersebut tidak habis dalam sehari maka dapat dijual pada hari berikutnya dan di pasar pada umumnya menyisakan barang sebesar 20 persen selebihnya dianggap sebagai permintaan. Jumlah permintaan yang masuk ke pasar mencapai nilai tertinggi sebesar ton. Dan ketika harga komoditas mencapai harga terendah, permintaan konsumen dalam sehari sebesar ton. 59

4 Hasil output menunjukkan bahwa model yang diajukan untuk komoditas kentang dari semua estimasi kombinasi yang dilakukan adalah GARCH (1,1) yang berarti bahwa pola pergerakan harga kentang dipengaruhi oleh volatilitas dan dipengaruhi oleh varian harga pada satu hari sebelumnya. Hasil analisis model persamaan varian harga kentang menunjukkan bahwa volatilitas dan varian harga periode sebelumnya bertanda positif dan signifikan pada taraf nyata satu persen. Hal ini menunjukkan bahwa varian dan volatilitas harga kentang periode sebelumnya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risiko harga jual periode berikutnya. Dimana peningkatan risiko harga jual kentang periode sebelumnya maka akan meningkatkan risiko harga jual kentang pada periode berikutnya. Untuk mengetahui kecukupan model, maka dilakukan pemeriksaan terhadap galat terbakukan dengan mengamati nilai statistik uji Jarque-Bera untuk memeriksa asumsi kenormalan. Hasil pengolahan model dugaan sementara persamaan harga kentang disajikan pada lampiran 7. Hasil output menunjukkan nilai Jarque-Bera pada model dugaan sementara risiko harga kentang diperoleh nilai probability sebesar 0,0000 yang berarti galat terbakukan tidak menyebar normal. Selain itu, hasil uji ARCH menunjukkan nilai LM komoditas kentang memiliki nilai probability lebih besar dari taraf nyata lima persen sehingga sudah tidak ada efek ARCH, yang disajikan pada Lampiran 8. b. Tingkat risiko harga kentang Model persamaan harga kentang menunjukkan bahwa tingkat risiko komoditas kentang dipengaruhi oleh besarnya error term harga sehari sebelumnya dan simpangan baku harga dari rataannya untuk satu hari sebelumnya. Model yang diperoleh berdasarkan GARCH (1,1) adalah sebagai berikut: h t = 0, ε 2 t-1 + 0, h t-1 Berdasarkan hasil pendugaan nilai varian (Gambar 16), di mana tingkat volatilitas kentang tertinggi sebesar 0,034 pada periode ke 337 yang menunjukkan bahwa terjadi penumpukan kentang di pasar sehingga harga jatuh. Untuk volatilitas terendah pada komoditas kentang berada pada periode ke 1-3 sebesar Dari data tersebut diketahui bahwa terjadi penurunan pasokan yang masuk ke pasar sehingga mempengaruhi harga kentang menjadi naik. Pada 60

5 umumnya harga komoditas kentang cenderung stabil, hal ini disebabkan oleh karakteristik kentang yang tahan lama dan sisa dalam sehari sebesar 20 persen sehingga dapat di jual pada hari berikutnya. Plot varian harga kentang periode Januari 2006 Februari 2011, disajikan pada Gambar Varian Periode Gambar 16. Plot Varian Harga Kentang Periode Januari 2006 Februari 2011 Sumber: Pasar Induk Kramat Jati, 2011 Dari model persamaan tersebut maka dapat dilakukan perhitungan besarnya risiko yang dihadapi oleh pedagang dengan adanya fluktuasi harga kentang melalui perhitungan VaR. Tingkat penerimaan yang diambil untuk perhitungan VaR diperoleh dari modal yang dikeluarkan pedagang untuk membeli kentang dalam satu hari. Perhitungan VaR dilakukan dengan menggunakan skenario periode penjualan yakni selama 1 hari, 7 hari, dan 14 hari. Berdasarkan perhitungan VaR dengan besar rata-rata modal yang dikeluarkan pedagang kentang dalam satu hari sebesar Rp ,00. Besarnya risiko harga yang akan ditanggung pedagang kentang disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Besar Risiko Harga Kentang dari Modal yang Dikeluarkan Pedagang Hari Kentang Nilai (Rp) % , , ,82 Besar risiko harga pada Tabel 13, komoditas kentang tersebut terlihat bahwa nilai VaR semakin besar seiring dengan lamanya waktu berinvestasi. Risiko harga kentang sebesar 6,42 persen dari total investasi yang dikeluarkan pedagang dalam jangka waktu satu hari yang menunjukkan bahwa kenaikan penerimaan sebesar 61

6 satu rupiah akan meningkatkan risiko harga kentang sebesar 6,42 persen. Kondisi tersebut pada periode berikutnya memiliki risiko yang semakin tinggi dengan besarnya investasi yang dilakukan. Dengan adanya risiko harga pada komoditas kentang tersebut menyebabkan atas ketidakpastian yang diperoleh pedagang. Hal ini disebabkan oleh besar kecilnya jumlah pasokan yang masuk ke pasar sehingga mempengaruhi harga komoditas tersebut. Jumlah pasokan yang tinggi menyebabkan harga kentang menurun karena di daerah sentra sedang panen raya sehingga jumlah pasokan yang masuk ke pasar menjadi tinggi dan harga yang diperoleh menjadi rendah di tingkat pedagang. Ketika pasokan kentang sedikit mengakibatkan harga meningkat yang disebabkan oleh keadaan daerah sentra yang belum panen sehingga menyebabkan jumlah pasokan yang masuk ke pasar sedikit. Untuk permintaan dan harga sebelumnya tidak berpengaruh terhadap harga kentang periode sekarang karena harga dibentuk oleh jumlah pasokan yang masuk ke pasar. Kondisi tersebut yang menyebabkan semakin tingginya risiko dari penerimaan yang akan diperoleh pedagang kentang. Selain itu, komoditas kentang karakter tahan lama dibandingkan sayuran lainnya sehingga ketika komoditas kentang tidak terjual dalam satu hari maka dapat di jual pada hari berikutnya. Berdasarkan wawancara dengan pegawai Pasar Induk Kramat Jati, secara umum sisa kentang dalam satu hari sebanyak 20 persen dan sisanya dianggap sebagai permintaan dalam satu hari Analisis Risiko Harga Kubis Dari data harga kubis akan dilakukan peramalan dengan model yang sesuai untuk menghitung besarnya harga komoditas tersebut dengan menggunakan analisis ARCH-GARCH. Analisis ini menggunakan harga (P t ) sebagai variabel dependen (variabel terikat) dan dua variabel yang mempengaruhi yaitu harga sehari sebelumnya (P t-1 ) dan jumlah pasokan (Q t ) sebagai variabel independen. Sebelum menggunakan analisis ARCH-GARCH maka perlu dilakukan pengujian ada atau tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat uji normalitas yang disajikan pada Gambar

7 Series: Residuals Sample Observations 1871 Mean -1.48e-15 Median Maximum Minimum Std. Dev Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability Gambar 17. Uji Normalitas Komoditas Kubis Pada Gambar 17, menunjukkan bahwa nilai kurtosis untuk komoditas kubis pada data sebesar 4, Nilai kurtosis lebih besar dari tiga menunjukkan bahwa data tersebut mengandung heteroskedastisitas. Skewness pada komoditas kubis bernilai negatif sebesar 0, yang menunjukkan ujung dari kecondongan menjulur ke arah nilai negatif (ekor kurva sebelah kiri lebih panjang) dan tidak sama dengan nol sehingga data dari komoditas tersebut mengandung heteroskedastisitas. Pemeriksaan terhadap galat terbakukan dilakukan untuk mengetahui kebaikan model dengan melihat nilai statistik Jarque- Bera. Dari data tersebut menunjukkan nilai probability sebesar 0,00000 lebih kecil dari taraf nyata lima persen yang berarti bahwa galat terbakukan tidak menyebar normal. a. Analisis risiko harga kubis Sebelum menganalisis ARCH-GARCH dilakukan OLS (Ordinary Least Square) pada data harga kubis, yang disajikan dalam Lampiran 9. Model yang diajukan dalam penelitian sebagai hasil teknik pengujian berbagai model dengan kombinasi ARCH-GARCH sebanyak 12 model kemudian dipilih model standar yang digunakan menurut Verbeek (2000) adalah GARCH (1,1). Ringkasan model dapat dilihat pada Lampiran 10, 11 dan pilihan model standar yang digunakan dapat dilihat pada Tabel

8 Tabel 14. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Harga Kubis dengan Model GARCH Variabel GARCH (1,1) Coefficient Std, Error Z-Statistic Probability C (Konstanta) 0, , , ,0003 P t-1 (Harga Kubis Periode Sebelumnya) 0, , ,1659 0,0000 Q t (Jumlah Pasokan Kubis) -0, , , ,1212 Variance Equation C (Konstanta) 0, , , ,0000 α 1 (Volatilitas Periode Sebelumnya) 0, , , ,0000 β 1 (Varian Periode Sebelumnya) 0, , , ,0000 AIC -2, SC -2, R-squared 95,88% Pada Tabel 14, hasil output menunjukkan bahwa konstanta dan harga periode sebelumnya signifikan pada taraf nyata satu persen. Sedangkan pasokan untuk komoditas kubis, signifikan pada taraf nyata 15 persen dimana taraf nyata tersebut masih diterima pada sosial ekonomi. Nilai R-square sebesar 95,88 persen pada persamaan model komoditas kubis menunjukkan bahwa variabel independen (harga kubis periode sebelumnya dan jumlah pasokan kubis) dapat menjelaskan harga komoditas kubis dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hasil pendugaan harga kubis menunjukkan nilai parameter pada harga periode sebelumnya memiliki korelasi positif sebesar 0, dengan harga periode sekarang yang berarti bahwa harga sebelumnya meningkat maka harga pada periode berikutnya juga akan meningkat begitu pula sebaliknya. Sedangkan pada pasokan untuk komoditas kubis memiliki korelasi negatif sebesar 0, dengan harga periode sekarang, artinya apabila permintaan konsumen terhadap kubis meningkat dan keadaan jumlah yang ditawarkan (pasokan) tidak mencukupi maka akan mengakibatkan peningkatan harga kubis. Harga tertinggi kubis mencapai Rp per kilogram pada bulan Juni 2010 dengan jumlah pasokan yang masuk ke pasar sebesar ton. Peningkatan harga kubis disebabkan karena ketidaktersediaan barang di daerah sentra (kegagalan panen yang disebabkan serangan hama penyakit tanaman), keadaan transportasi yang menyebabkan keterlambatan masuknya barang sehingga jumlah pasokan yang 64

9 masuk pasar turun. Untuk harga terendah mencapai Rp. 700 per kilogram yang terjadi pada bulan Februari dan Maret 2008 dengan jumlah pasokan yang masuk pasar sebesar dan ton. Harga terendah pada kubis disebabkan oleh daerah sentra panen secara bersamaan (panen raya) sehingga menyebabkan peningkatan jumlah pasokan yang masuk ke pasar. Hasil output menunjukkan bahwa model yang sesuai untuk komoditas kubis dari semua estimasi kombinasi yang dilakukan adalah GARCH (1,1) yang berarti bahwa pola pergerakan harga kubis dipengaruhi oleh volatilitas dan dipengaruhi oleh varian harga pada satu hari sebelumnya. Hasil analisis model persamaan varian harga kubis menunjukkan bahwa volatilitas dan varian harga periode sebelumnya bertanda positif dan dan signifikan pada taraf nyata satu persen. Hal ini menunjukkan bahwa varian dan volatilitas harga kubis periode sebelumnya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risiko harga jual periode berikutnya. Dimana peningkatan risiko harga jual kubis periode sebelumnya maka akan meningkatkan risiko harga jual kubis pada periode berikutnya. Setelah diperoleh model GARCH yang diajukan maka dilakukan pemeriksaan terhadap galat terbakukan dengan mengamati nilai statistik uji Jarque-Bera untuk memeriksa asumsi kenormalan. Hasil pengolahan model dugaan sementara persamaan harga kubis disajikan pada lampiran 12. Hasil tersebut menunjukkan nilai Jarque-Bera pada model dugaan sementara risiko harga kubis diperoleh nilai probability sebesar 0,0000 yang berarti galat terbakukan tidak menyebar normal. Selain itu, hasil uji ARCH menunjukkan nilai LM komoditas kubis memiliki nilai probability lebih besar dari taraf nyata lima persen sehingga sudah tidak ada efek ARCH (yang disajikan pada Lampiran 13). b. Tingkat risiko harga kubis Model yang diperoleh berdasarkan GARCH (1,1) pada komoditas kubis adalah sebagai berikut: h t = 0, , ε 2 t-1 + 0, h t-1 Model persamaan harga kubis menunjukkan bahwa tingkat risiko komoditas kubis dipengaruhi oleh besarnya error term harga sehari sebelumnya dan simpangan baku harga dari rataannya untuk satu hari sebelumnya. Dari data varian pada Gambar 18 menunjukkan bahwa volatilitas komoditas kubis tertinggi 65

10 sebesar 0,0296 pada periode yang disebabkan oleh kelebihan pasokan yang masuk ke pasar karena terjadi panen raya sehingga menyebabkan harga jatuh dan untuk volatilitas terendah sebesar 0,0023 terjadi pada periode 1-3. Selain itu, kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh karakteristik dari komoditas kubis yang tidak tahan lama dan mudah busuk sehingga pedagang akan menjualnya dengan harga yang rendah untuk mengurangi kerugian. Plot varian harga kubis periode Januari 2006 Februari 2011, disajikan pada Gambar Varian Gambar 18. Plot Varian Harga Kubis Periode Januari 2006 Februari 2011 Sumber: Pasar Induk Kramat Jati, 2011 Dari model persamaan tersebut maka dapat dilakukan perhitungan besarnya risiko yang dihadapi oleh pedagang dengan adanya fluktuasi harga kubis melalui perhitungan VaR. Tingkat penerimaan yang diambil untuk perhitungan VaR diperoleh dari modal yang dikeluarkan pedagang untuk membeli kubis dalam satu hari. Perhitungan VaR dilakukan dengan menggunakan skenario periode penjualan yakni selama 1 hari, 7 hari, dan 14 hari. Berdasarkan perhitungan VaR dengan besar rata-rata modal yang dikeluarkan pedagang kubis dalam satu hari sebesar Rp ,00. Besarnya risiko harga yang akan ditanggung pedagang kubis disajikan pada Tabel 15. Periode Tabel 15. Besar Risiko Harga Kubis dari Modal yang Dikeluarkan Pedagang Hari Kubis Nilai (Rp) % , , ,32 66

11 Besar risiko harga pada Tabel 15, komoditas kubis tersebut terlihat bahwa nilai VaR semakin besar seiring dengan lamanya waktu berinvestasi. Risiko harga kubis sebesar 16,12 dari total investasi yang dikeluarkan pedagang dalam jangka waktu satu hari menunjukkan bahwa kenaikan penerimaan sebesar satu rupiah akan meningkatkan risiko harga kubis sebesar 16,12 persen. Semakin besarnya risiko harga kubis diakibatkan oleh tinggi-rendahnya jumlah pasokan yang masuk ke pasar. Ketika panen raya di daerah sentra, jumlah komoditas kubis yang masuk ke pasar akan semakin besar sehingga menyebabkan harga kubis rendah. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh karakteristik sayuran kubis yang mudah rusak dan tidak tahan lama sehingga menyebabkan penyusutan yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan semakin tingginya tingkat risiko yang ditanggung oleh pedagang kubis dilihat dari karakteristik komoditas yang tidak tahan lama dan mudah busuk. Ketika harga kubis tinggi dipengaruhi oleh jumlah pasokan yang masuk ke pasar rendah sehingga menyebabkan harga tinggi. Hal ini disebabkan oleh keadaan daerah sentra yang gagal panen karena serangan hama dan penyakit tanaman sehingga mengurangi jumlah panen kubis. Sedangkan untuk harga sebelumnya tidak begitu mempengaruhi harga periode sekarang karena lebih dipengaruhi oleh besar-kecilnya jumlah pasokan yang masuk ke pasar Analisis Risiko Harga Tomat Dari data harga tomat akan dilakukan peramalan model yang tepat untuk menghitung besarnya harga komoditas tersebut dengan menggunakan analisis ARCH-GARCH. Analisis ini menggunakan harga (P t ) sebagai variabel dependen (variabel terikat) dan dua variabel yang mempengaruhi harga tomat yaitu harga sehari sebelumnya (P t-1 ) dan jumlah pasokan (Q t ) sebagai variabel independen. Sebelum menggunakan analisis ARCH-GARCH maka perlu dilakukan pengujian ada atau tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat uji normalitas, yang disajikan pada Gambar

12 Series: Residuals Sample Observations Gambar 19. Uji Normalitas Komoditas Tomat Mean -4.06e-16 Median Maximum Minimum Std. Dev Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability Kurtosis yang lebih dari tiga menunjukkan gejala awal adanya heteroskedastisitas. Berdasarkan Gambar 19, menunjukkan nilai kurtosis lebih besar dari tiga yaitu untuk komoditas tomat sebesar 10, Berdasarkan nilai kurtosis menunjukkan nilai yang lebih besar dari tiga sehingga data tersebut mengandung heteroskedastisitas. Skewness pada komoditas tomat bernilai positif sebesar 0, yang menunjukkan ujung dari kecondongan menjulur ke arah nilai positif (ekor kurva sebelah kanan lebih panjang) sehingga data tersebut masih mengandung heteroskedastisitas. Dari nilai statistik Jarque-Bera tersebut menunjukkan nilai probability sebesar 0,00000 lebih kecil dari taraf nyata lima persen yang berarti bahwa galat terbakukan tidak menyebar normal. a. Analisis risiko harga tomat OLS (Ordinary Least Square) dilakukan sebelum menganalisis ARCH- GARCH, yang disajikan dalam Lampiran 14. Pendugaan parameter model menggunakan metode kemungkinan maksimum atau quasi maximum likelihood. Terdapat 12 model yang diajukan dalam penelitian sebagai hasil teknik pengujian berbagai model dengan kombinasi ARCH-GARCH. Pada penelitian yang dilakukan, menggunakan model standar menurut Verbeek (2000) adalah GARCH (1,1). Ringkasan model tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15,16 dan pilihan model terbaik dapat dilihat pada Tabel

13 Tabel 16. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Harga Tomat dengan Model GARCH Variabel GARCH (1,1) Coefficient Std, Error Z-Statistic Probability C (Konstanta) 0, , , ,0000 P t-1 (Harga Tomat Periode Sebelumnya) 0, , ,5145 0,0000 Q t (Jumlah Pasokan Tomat) -0, , , ,2643 Variance Equation C (Konstanta) 0, ,08E-05 6, ,0000 α 1 (Volatilitas Periode Sebelumnya) 0, , , ,0000 β 1 (Varian Periode Sebelumnya) 0, , , ,0000 AIC -1, SC -1, R-squared 94,62% Berdasarkan hasil output pada Tabel 16, menunjukkan bahwa konstanta dan harga periode sebelumnya signifikan pada taraf nyata satu persen. Sedangkan pasokan untuk komoditas tomat signifikan pada taraf nyata 30 persen. Nilai R- square sebesar 94,62 persen pada persamaan model komoditas tomat menunjukkan bahwa variabel independen (harga periode sebelumnya dan jumlah pasokan tomat) dapat menjelaskan harga komoditas tomat dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hasil pendugaan harga tomat menunjukkan nilai parameter pada harga periode sebelumnya memiliki korelasi positif sebesar 0, dengan harga periode sekarang yang berarti bahwa harga sebelumnya meningkat maka harga pada periode berikutnya juga akan meningkat begitu pula sebaliknya. Pada komoditas tomat, pasokan memiliki koefisien negatif sebesar 0, dengan harga periode sekarang artinya ketika permintaan konsumen terhadap tomat meningkat dan keadaan jumlah yang ditawarkan (pasokan) tidak mencukupi maka akan mengakibatkan peningkatan harga tomat. Harga tertinggi tomat mencapai Rp per kilogram pada bulan April 2010 dengan jumlah pasokan yang masuk pasar sebesar ton. Peningkatan harga tomat disebabkan karena kondisi daerah sentra yang mengalami gagal panen (curah hujan yang tinggi, serangan hama penyakit tanaman), keadaan transportasi yang menyebabkan keterlambatan masuknya barang sehingga pasokan yang masuk ke pasar rendah. Untuk harga 69

14 terendah mencapai Rp. 900 per kilogram yang terjadi pada bulan September 2007 dengan jumlah pasokan yang masuk ke pasar sebesar ton. Harga terendah pada tomat disebabkan oleh daerah sentra panen secara bersamaan (panen raya) sehingga menyebabkan peningkatan jumlah pasokan yang masuk ke pasar. Hasil output menunjukkan bahwa model terbaik untuk komoditas tomat dari semua estimasi kombinasi yang dilakukan adalah GARCH (1,1) yang berarti bahwa pola pergerakan harga tomat dipengaruhi oleh volatilitas dan dipengaruhi oleh varian harga pada satu hari sebelumnya. Hasil analisis model persamaan varian harga tomat menunjukkan bahwa volatilitas dan varian harga periode sebelumnya bertanda positif dan dan signifikan pada taraf nyata satu persen. Hal ini menunjukkan bahwa varian dan volatilitas harga tomat periode sebelumnya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risiko harga jual periode berikutnya. Dimana peningkatan risiko harga jual tomat periode sebelumnya maka akan meningkatkan risiko harga jual tomat pada periode berikutnya. Untuk mengetahui kecukupan model, maka dilakukan pemeriksaan terhadap galat terbakukan dengan mengamati nilai statistik uji Jarque-Bera untuk memeriksa asumsi kenormalan. Hasil pengolahan model dugaan sementara persamaan harga tomat disajikan pada lampiran 17 yang menunjukkan Jarque- Bera pada model dugaan sementara risiko harga tomat diperoleh nilai probability sebesar 0,0000 yang berarti galat terbakukan tidak menyebar normal. Selain itu, hasil uji ARCH menunjukkan nilai LM komoditas tomat memiliki nilai probability lebih besar dari taraf nyata lima persen sehingga sudah tidak ada efek ARCH (yang disajikan pada Lampiran 18). b. Tingkat risiko harga tomat Model persamaan ARCH-GARCH berdasarkan model terbaik untuk komoditas tomat adalah sebagai berikut: h t = 0, , ε 2 t-1 + 0, h t-1 Model di atas menunjukkan bahwa tingkat risiko harga komoditas tomat dipengaruhi oleh besarnya error term harga sehari sebelumnya dan simpangan baku harga dari rataannya untuk satu hari sebelumnya. Dilihat dari persamaan nilai varian pada Gambar 20 menunjukkan bahwa tingkat volatilitas tertinggi untuk komoditas tomat sebesar 0,92 pada periode 596 dan posisi terendah sebesar 70

15 pada periode Risiko harga tomat tersebut dipengaruhi oleh kelebihan pasokan yang masuk ke pasar sehingga menyebabkan harga turun drastis dan karakteristik komoditas tomat yang mudah busuk dan tidak tahan lama sehingga harus laku terjual pada hari itu juga. Plot varian harga tomat Periode Januari 2006 Februari 2011, dapat dilihat pada Gambar Varian Periode Gambar 20. Plot Varian Harga Tomat Periode Januari 2006 Februari 2011 Sumber: Pasar Induk Kramat Jati, 2011 Dari model persamaan tersebut maka dapat dilakukan perhitungan besarnya risiko yang dihadapi oleh pedagang dengan adanya fluktuasi harga tomat melalui perhitungan VaR. Tingkat penerimaan yang diambil untuk perhitungan VaR diperoleh dari modal yang dikeluarkan pedagang untuk membeli sayuran tomat dalam satu hari. Perhitungan VaR dilakukan dengan menggunakan skenario periode penjualan yakni selama 1 hari, 7 hari, dan 14 hari. Berdasarkan perhitungan VaR dengan besar rata-rata modal yang dikeluarkan pedagang tomat dalam satu hari adalah untuk tomat sebesar Rp ,00. Besarnya risiko harga yang akan ditanggung pedagang tomat disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Besar Risiko Harga Tomat dari Modal yang Dikeluarkan Pedagang Hari Tomat Nilai (Rp) % , , ,86 Besar risiko harga pada Tabel 17, komoditas tomat tersebut terlihat bahwa nilai VaR semakin besar seiring dengan lamanya waktu berinvestasi. Risiko harga tomat sebesar 15,46 persen dari total investasi yang dikeluarkan pedagang dalam jangka waktu satu hari yang menunjukkan bahwa kenaikan penerimaan sebesar 71

16 satu rupiah akan meningkatkan risiko harga tomat sebesar 15,46 persen. Dilihat dari besar risiko harga yang diperoleh pedagang tomat disebabkan oleh karakteristik tomat yang tidak tahan lama dan mudah busuk sehingga penyusutan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena jumlah pasokan yang masuk ke pasar tinggi maka semakin besar pula risiko yang akan ditanggung sehingga kondisi tersebut mempengaruhi kualitas dan harga yang terdapat di pasar. Di mana harga akan semakin rendah ketika pasokan yang masuk ke pasar tinggi dan mempengaruhi jumlah keuntungan yang akan diperoleh pedagang. 6.2 Alternatif Strategi yang dapat Diterapkan dalam Mengatasi Risiko Harga Sayuran Terutama Kentang, Kubis, dan Tomat di Indonesia Strategi yang dapat Diterapkan oleh Petani Tidak seperti petani kentang yang telah melakukan kerjasama dengan perusahaan, pemasaran petani kubis dan tomat umumnya dilakukan dengan menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul datang ke petani, bukan petani yang membawa hasil produksinya ke pedagang. Petani biasanya berhubungan dengan pedagang tertentu dan hubungan itu lebih didasarkan atas saling kepercayaan. Tidak semua petani menjual kepada pedagang, beberapa petani memiliki kontrak dengan perusahaan seperti pada petani kentang yang bekerjasama dengan Hikmah Farm. Hal ini disebabkan oleh tiga faktor yaitu desakan kebutuhan modal usahatani, keterbatasan teknologi efisien yang dapat diterapkan petani untuk mempertahankan kesegaran sayuran, dan keterbatasan sumber pendapatan diluar usahatani sayuran. Kondisi ini menyebabkan rendahnya harga yang diterima petani sayuran adalah ketidakmampuan petani menahan penjualannya untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi (Irawan, 2007). Hal ini menyebabkan posisi tawar petani tomat dan kubis semakin rendah karena tidak dapat menentukan harga dan tingkat pendapatan yang diperoleh juga semakin rendah. Untuk petani kentang telah melakukan kerjasama dengan perusahaan di bidang produksi dan pemasaran sehingga fluktuasi harga dapat diminimalisir selain karena kentang yang bersifat tahan lama dan adanya kepastian penjualan dari produksi kentangnya. Petani kentang melakukan kerjasama dengan perusahaan Hikmah Farm dalam bidang penyediaan input seperti benih, modal 72

17 usaha (peminjaman dilakukan jika petani kekurangan modal dalam melaksanakan budidaya kentang dengan besaran modal pribadi 60 persen dan modal pinjaman 40 persen) dan pemasaran kentang di daerah Bandung dan sekitarnya meliputi pasar modern dan pasar tradisional. Sedangkan harga ditentukan oleh kondisi pasar dan pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan yang telah dilakukan antara petani dan Hikmah Farm. Kondisi ini tidak menutup kemungkinan bahwa petani kentang tidak mengalami risiko karena petani disini tidak memperoleh keuntungan secara keseluruhan karena dari keuntungan yang diperoleh tersebut harus dibagi dengan perusahaan. Dengan permasalahan tersebut di atas, petani kentang, kubis, dan tomat perlu menggunakan beberapa strategi dalam mengatasi fluktuasi harga yang terjadi. Hal ini akan memberikan kemudahan dalam mengatasi permasalahan tersebut sehingga mampu meningkatkan posisi tawar petani dalam penentuan harga untuk meningkatkan pendapatan. 1. Pengaturan pola tanam Pengaturan pola tanam perlu dilakukan untuk mengatasi kemungkinan menumpuknya produk sayuran di pasar saat panen raya yang menyebabkan harga menurun. Pola tanam yang diterapkan oleh petani kentang, kubis, dan tomat dalam waktu satu tahun adalah untuk petani kentang melakukan penanaman secara monokultur dengan pola tanam kentang-kubis/jagung manis-kentang, sedangkan petani tomat melakukan penanaman secara tumpang sari (dalam satu bedeng terdapat tiga komoditas) tomat/kubis/bawang daun-cabe/brokoli/sawi putih- tomat/kubis/bawang. Pengaturan pola tanam untuk komoditas kentang, kubis, dan tomat tergantung dari permintaan dan harga sebelumnya. Meskipun pola tanam telah dilakukan oleh petani, tetapi fluktuasi harga sering terjadi karena panen yang bersamaan dengan daerah lain sehingga menyebabkan pasokan di pasar menumpuk. Untuk itu, perlu adanya kerjasama dengan lembaga pemerintahan untuk mengatasi kondisi ini dengan melakukan penanaman secara terjadwal untuk masing-masing daerah yang disesuaikan dengan kondisi permintaan dan penawaran di pasar. Hal ini akan memungkinkan petani untuk meminimalisir risiko harga setelah panen dan mengurangi penumpukan pasokan di pasar. 73

18 2. Hubungan kemitraan Jalinan kerjasama baik dengan perusahaan, usaha rumah tangga maupun pedagang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko. Hal ini ditujukan untuk memperoleh kepastian dalam memasarkan hasil produknya dan mampu menampung hasil panennya ketika terjadi penumpukan barang. Hubungan kemitraan dapat dilakukan baik dengan perusahaan yang memasarkan produknya maupun perusahaan yang membutuhkan bahan baku pengolahan industri makanan. 3. Pengolahan Produk Kubis merupakan komoditas yang mudah rusak dan tidak tahan hingga mencapai umur satu minggu sehingga jika benar-benar petani menjual kubis dipasar saat panen raya, maka akan terjadi penurunan harga yang sangat drastis. Kondisi ini menyebabkan petani kubis tidak berkeinginan untuk memanen hasil pertaniannya tersebut sehingga petani mengambil jalan pintas dengan mematikan material kubis dilahan yang telah ditanami menggunakan herbisida untuk mematikannya. Dengan cara ini, petani tidak perlu menanggung biaya panen yang justru menimbulkan kerugian karena penerimaan yang diperoleh lebih rendah dari biaya yang perlu dikeluarkan untuk melakukan pemanenan. Hal ini menjadi sia-sia karena menanam kubis dengan proses produksi dan perawatannya telah mengeluarkan dana yang besar. Untuk itu, perlu adanya solusi untuk permasalahan tersebut dengan melakukan pengolahan pasca panen yang menggunakan teknik fermentasi. Salah satu teknik mikrobiologis berkenaan dengan kubis adalah melakukan fermentasi sayuran kubis yang dikenal sebagai Sauerkraut. Prinsip teknologi ini adalah menghilangkankan mikroorganisme pembusuk dan mengaktifkan mikroorganisme yang dapat menambah rasa produk dengan bahan tambahan seperti garam. Teknik ini mudah dilaksanakan tetapi perlu sedikit ketrampilan yang berkenaan dengan proses fermentasi. Keadaan kubis terfermentasi menjadi produk sauerkraut dapat dikonsumsi hingga masa satu tahun Syauqi, A Intensifikasi Usaha Kubis: Sauerkraut. /dkm/kubisbatu.html [1 Juni 2011] 74

19 Untuk komoditas tomat, tomat akan segera mengalami kerusakan jika tanpa perlakuan saat penyimpanan. Besarnya kerusakan buah tomat setelah panen berkisar antara 20 persen sampai dengan 50 persen. Buah tomat yang dipanen setelah timbul warna 10 persen sampai dengan 20 persen hanya akan bertahan maksimal tujuh hari pada suhu kamar di Lembang. Kondisi ini menyebabkan harga tomat memiliki fluktuasi yang cukup tinggi sehingga petani pada umumnya menjualnya dengan harga yang relatif rendah 18. Untuk itu, perlu adanya perlakuan terhadap tomat setelah panen sehingga memiliki nilai tambah yang tinggi. Pengolahan tomat dapat dilakukan dengan beberapa modifikasi jenis makanan seperti industri saus, pasta, sari buah dan manisan kering maupun menjadi produk dalam bentuk bubuk. Industri pasta tomat adalah salah satu industri pengolahan tomat yang paling berkembang karena pasta tomat diperlukan industri saus atau bumbu masak lainnya sebagai bahan baku. Sedangkan keuntungan bentuk bubuk adalah lebih awet, ringan, volumenya lebih kecil sehingga dapat mempermudah dalam pengemasan dan pengangkutan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan FAO, mengkonsumsi buah tomat sebaiknya di masak terlebih dahulu karena kandungan likopen tidak rusak dan jumlahnya tidak jauh berubah selama pemanasan. Bahkan kandungan likopen akan meningkat 10 kali lipat ketika tomat diolah menjadi saus atau pasta tomat 19. Berbeda dengan sayuran lainnya yang lebih bermanfaat jika dimakan mentahmentah, ternyata tomat lebih baik dicampur dengan masakan atau dihancurkan sebelum dimakan. Para peneliti menemukan lycopene yang dikeluarkan pada tomat tersebut lebih banyak dibandingkan dengan tomat yang langsung dimakan tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini menjadi peluang bagi petani untuk mengolah tomat menjadi bahan makan siap pakai karena disamping memperoleh nilai tambah yang tinggi dari penjualan tomat yang telah diolah juga kandungan di dalam tomat akan meningkat setelah diolah jika dibandingkan tomat masih mentah ketika dikonsumsi. Untuk komoditas kentang, pengolahan yang dilakukan biasanya dalam bentuk kripik, ataupun dalam bentuk tepung kentang. Salah satu terobosan yang baru 18 com/manisantomat. [1 Juni 2011] 19 Winokan A. Manfaat Buah Tomat Untuk Kesehatan. deptan.go.id/budidaya/1814 [1 Juni 2011] 75

20 adalah tepung kentang banyak digunakan untuk bahan baku pembuatan snack, makanan bayi, mie instan, saus, makanan rendah kalori, soft drink, es krim, permen, selai dan marmalade, buah kaleng, makanan ternak. Selain itu tepung kentang ini juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik kemasan, pembalut wanita, kapsul untuk industri obat-obatan, kertas dan bahan-bahan bangunan dalam industri tekstil 20. Dengan melakukan pengolahan pada komoditas kentang tersebut akan menambah nilai jual sehingga pendapatan yang diperoleh juga semakin tinggi. Dilihat dari beberapa macam pengolahan pada komoditas kentang, kubis, dan tomat ini akan berjalan baik dengan adanya kerjasama dengan lembaga pemerintahan terkait dalam melakukan pengolahan produk baik skala kecil maupun besar. Hal ini dapat dilakukan pemerintah dengan melakukan sosialisasi pengolahan dan kondisi pasar terkait dengan hasil pengolahan kentang, kubis, dan tomat yang mampu mendorong peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. 4. Pengaktifan Koperasi Koperasi adalah asosiasi orang-orang yang bergabung dan melakukan usaha bersama atas dasar prinsip-prinsip koperasi sehingga mendapatkan manfaat yang lebih besar dengan biaya yang rendah melalui perusahaan yang di miliki dan di awasi secara demokratis oleh anggotanya. Koperasi yang bertujuan untuk menjadikan kondisi sosial dan ekonomi anggotanya lebih baik dibandingkan sebelum bergabung dengan koperasi. Dari pengertian dan tujuan tersebut, maka peran koperasi dalam peningkatan kesejahteraan petani sangat diperlukan karena selama ini petani mengalami kesulitan dalam permodalan, fluktuasi harga, lemahnya posisi tawar petani, dan tidak bisa memasarkan produknya yang mana biasanya di jual ke pedagang pengumpul sehingga harga jual yang diperoleh rendah. Untuk itu, dengan adanya pembentukan koperasi ini akan menjadi jalan baru bagi petani yang tidak hanya mementingkan ekonomi tetapi juga dalam pemenuhan modal, kebutuhan pasar, dan informasi. Kondisi ini akan mampu meningkatkan kebutuhan ekonomi maupun sosial petani dengan membentuk koperasi yang memberikan beberapa keuntungan, diantaranya: 20 [23 Juni 2011] 76

21 - Dengan membentuk koperasi, maka petani akan mampu memperbaiki posisi tawar dalam memasarkan hasil pertaniannya terutama komoditas kentang, kubis, dan tomat. - Koperasi dapat membuka pasar baru untuk produk para anggotanya tanpa harus menjualnya ke pedagang pengumpul sehingga harga yang diterima petani tidak terlalu rendah. - Koperasi mampu memperbaiki efisiensi pemasaran sehingga petani dapat lebih mudah dalam melakukan penyesuaian produksinya melalui pengolahan pasca panen. - Koperasi mampu memberikan kemudahan akses kepada anggotanya dalam penggunaan faktor produksi yang tidak ditawarkan oleh pasar Strategi yang dapat Diterapkan oleh Pedagang Pedagang dalam hal ini tidak memiliki penopang yang menampung sisa dari penjualan sayuran yang dijual sehingga harga yang ditawarkan kepada pedagang umumnya sangat rendah untuk dijual pada hari itu juga karena karakteristik sayuran mudah busuk dan rusak (perishable). Hal ini menyebabkan kerugian atas hasil dari sayuran yang diperjualbelikan pada komoditas kentang, kubis, dan tomat. Untuk komoditas kentang umumnya tahan lama sehingga ketika tidak terjual pada hari itu juga masih bisa dijual pada hari selanjutnya. Kondisi ini mampu mengurangi risiko kerugian yang akan ditanggung oleh pedagang kentang. Tidak seperti komoditas kentang yang relatif tahan lama, komoditas kubis dan tomat memiliki kelemahan sayuran pada umumnya yaitu mudah busuk dan rusak sehingga akan mampu mengurangi nilai jual, kuantitas, dan kualitasnya. Untuk itu, perlu adanya strategi penanganan yang diperlukan untuk mengatasi hal tersebut, diantaranya kemitraan dengan perusahaan maupun usaha rumah tangga. Dengan adanya kerjasama dengan perusahaan maupun usaha rumah tangga akan mampu mengurangi risiko kerugian atas hasil penjualan yang tidak laku. Kondisi ini memberikan beberapa keuntungan atas kepastian hasil yang akan diperoleh pedagang. Pedagang kentang maupun tomat dapat melakukan kerjasama dengan perusahaan yang membutuhkan bahan baku. Untuk pedagang kubis, perusahaan umumnya masih jarang yang membutuhkan bahan baku kubis karena 77

22 tergolong sayuran yang mudah rusak kecuali jika terdapat perusahaan yang melakukan usaha dalam fermentasi kubis (sauerkraut) yang mampu bertahan selama satu tahun dalam kemasan kaleng. Pada skala usaha rumah tangga pedagang berperan sebagai pemasok bahan baku Strategi yang dapat Diterapkan oleh Pemerintah Pemerintah memiliki peranan penting dalam upaya mengatasi fluktuasi harga dengan beberapa program telah dilakukan dan akan dilakukan oleh pemerintah. Program-program tersebut diakukan dalam upaya untuk pembiayaan di bidang pertanian yang selama ini menjadi kendala utama bagi petani untuk melakukan usaha di bidang pertanian, pemasaran produk hasil pertanian maupun kebijakan dalam menanggulangi gagal panen. Mayoritas petani Indonesia adalah petani subsisten yang tergambar dari luas kepemilikan lahan yang rata-rata rendah, penerapan input dan teknologi usaha pertanian yang relatif sederhana karena lemahnya modal usaha, terbatasnya akses petani ke sumber permodalan, kurangnya pengetahuan tentang teknologi peningkatan produksi dan mutu produk, serta terbatasnya akses terhadap informasi, dan posisi tawar petani yang lemah sehingga petani berada pada posisi yang dirugikan. Beberapa program yang telah diterapkan maupun yang sedang dalam tahap perencanaan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Kebijakan pemerintah terkait dengan pembiayaan agribisnis yang sudah dan telah berjalan saat ini salah satunya adalah PUAP, yang dilaksanakan oleh Departemen pertanian pada tahun PUAP mampu memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis serta meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi mitra lembaga keuangan dalam upaya akses ke permodalan/pembiayaan. Selain itu, PUAP juga berperan dalam penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antara subsektor. Bantuan program dana PUAP akan disalurkan kepada petani yang tergabung dalam gabungan kelompok tani (Gapoktan). Setiap gapoktan membentuk lembaga keuangan mikro (LKM) untuk menyalurkan 78

23 pinjaman lunak secara bergulir pada anggotanya. Pinjaman LKM ini, merupakan lembaga perbankan berbasis ekonomi pedesaan dan petani bisa mengembangkan usaha garapannya karena dengan mudah mendapat pinjaman modal. Dengan demikian PUAP pada akhirnya dapat menggerakkan perekonomian pedesaan (Kementan, 2011a). Sasaran PUAP adalah berkembangnya usaha agribisnis di desa miskin atau tertinggal dengan potensi pertanian dan berkembangnya gapoktan yang dimiliki dan dikelola petani, sedangkan tujuannya adalah mengurangi kemiskinan dan pengangguran serta meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis. Permasalahan yang dihadapi diantaranya adalah kredit macet dimana petani mengalami gagal panen sehingga tidak mampu membayar pinjaman, sistem kelembagaan gapoktan lemah yang menyebabkan dana tidak bisa dikelola dengan baik dan tidak terjadi perkembangan dana, kurangnya sumber daya manusia berpengalaman dalam pengelolaan LKM untuk menyalurkan kredit lunak kepada petani. 2. Asuransi Pertanian Asuransi pertanian merupakan salah satu program pemerintah yang masih dalam tahap pengembangan atau uji coba dan menunggu payung hukum dalam pelaksanaannya. Asuransi pertanian adalah suatu mekanisme finansial yang akan membantu mengelola kerugian pertanian akibat bencana alam atau iklim yang tidak mendukung diluar kemampuan petani mengendalikannya. Manajemen risiko dibidang pertanian adalah masalah yang sangat krusial dalam investasi dan keputusan finansial petani di masa transisi ekonomi khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Di dalam dunia bisnis termasuk bisnis pertanian, asuransi adalah salah satu cara yang sering dijadikan alat untuk mengelola risiko dan berperan sangat penting untuk mengatur risiko dalam investasi pertanian. Program asuransi sangat tergantung pada rasio cost/benefit bagi petani, pengusaha pertanian dan penyedia jasa asuransi. Pelaksanaan asuransi pada situasi yang diberikan didasarkan pada pertimbangan apakah biaya asuransi tersebut cukup efektif dalam menanggung sebuah risiko (Kementan, 2009). Tujuan asuransi untuk sektor pertanian adalah untuk memberikan proteksi atau pergantian terhadap risiko gagal panen baik tanaman pangan, hortikultura, 79

24 perkebunan, maupun peternakan akibat serangan hama, penyakit, organisme pengganggu, dan bencana alam. Besarnya premi asuransi adalah sebesar 3,5 persen tiap tahun dari total biaya produksi atau biaya pembelian ternak yang digabungkan ke dalam setiap kelompok tani. Permasalahan yang dihadapi dalam asuransi pertanian adalah tingginya risiko bidang pertanian dengan cakupan luas lahan yang luas, petani tidak mengetahui dan belum percaya tentang asuransi sehingga kebanyakan enggan untuk membayar premi asuransi, serta belum ada payung hukum untuk menjalankannya. Selain itu, permasalahan yang dihadapi para petani menurut Pasaribu et al. (2010) adalah serangan organisme pengganggu tanaman, menurunnya luas lahan sawah yang berakibat pada menurunnya luas tanam dan luas panen yang diakibatkan adanya alih fungsi lahan, menurunnya debit air irigasi terutama di musim kemarau, dan masalah lain adalah rendahnya bahan organik tanah, rendahnya ketersediaan hara terutama unsur nitrogen, adanya serangan hama penyakit tanaman, banyaknya saluran irigasi yang rusak, kehilangan hasil akibat penanganan panen dan pasca panen yang kurang baik. 3. Sub Terminal Agribisnis (STA) STA sebagai pasar di tingkat petani (farm-gate market) adalah sarana pemasaran hasil pertanian yang berada pada sentra produksi pertanian yang dilengkapi dengan sarana/prasarana pemasaran, penanganan pasca panen, penanganan mutu, sistem informasi pasar dan distribusi komoditas pertanian. Diharapkan kelembagaan ini dapat berfungsi sebagai agen/institusi pemasaran produk pertanian dimana petani/kelompok tani/gabungan kelompok tani melalui perwakilannya terlibat secara langsung dalam pengelolaan dan penentuan harga yang berlaku di pasar tersebut. Terdapat enam STA di provinsi Jawa Barat diantaranya STA Cigombong-Cianjur, STA Bayongbong-Garut, STA Panumbangan-Ciamis, STA Maja-Majalengka untuk produk hortikultura, STA Parigi-Ciamis untuk produk kelapa, dan STA Rancamaya-Bogor untuk produk buah-buahan (Kementan, 2011b). Meskipun sudah terdapat STA yang membantu petani dalam memasarkan produknya, akan tetapi terkendala oleh lokasi yang jauh dan setiap kota belum terdapat STA sehingga program ini juga belum optimal untuk membantu 80

25 permasalahan petani dalam memasarkan produk hasil pertaniannya. Hal ini disebabkan juga oleh ketidakmampuan petani dalam mengangkut hasil produk pertaniannnya karena biaya transportasi menuju lokasi STA yang cukup jauh, faktor kebiasaan petani yang menjual hasil pertaniannya ke pedagang pengumpul untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan modal untuk produksi selanjutnya, dan sistem ijon yang biasa diterapkan. Dari permasalahan tersebut diatas, maka alternatif strategi yang perlu diterapkan dalam mengatasinya adalah sebagai berikut: 1. Perlu adanya pemberdayaan sumber daya manusia oleh tenaga penyuluh yang tersedia untuk memberi pendidikan dan pelatihan dalam mengatur dan mengelola LKM sehingga dapat dikelola dengan baik. Pemberian penyuluhan kepada petani dalam upaya perbaikan sistem produksi untuk mengatasi permasalahan gagal panen yang menyebabkan kredit macet. 2. Dari program STA tersebut, perlu adanya pembentukan di setiap kota di setiap provinsi yang mudah diakses oleh petani sehingga program tersebut akan lebih maksimal dalam pemanfaatan dan peningkatan pendapatan petani dengan memperoleh harga yang seharusnya. Hal ini akan mengurangi ketergantungan petani untuk menjual hasil pertaniannya ke pedagang pengumpul karena harga yang diberikan relatif lebih rendah dan tidak menguntungkan petani. Dalam penerapan Supply Chain Management (SCM) di setiap sub sistem yang terintegrasi dengan baik melalui pengembangan sistem manajemen untuk perbaikan sistem penyaluran produk, informasi, pelayanan dan dana dari pemasok ke pengguna akhir (konsumen) dapat meningkatkan daya saing yang tidak semata dilakukan melalui perbaikan produktivitas dan kualitas produk, tetapi juga melalui pengemasan, pemberian merk, efisiensi, transportasi, informasi, penguatan kelembagaan dan penciptaan inovasi secara kontinyu dan sistematik. Untuk itu, perlu adanya dukungan dan kerjasama dengan pemerintah sebagai fasilitator dan regulator untuk menerapkan konsep SCM tersebut dalam upaya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan petani. 3. Terkait dengan permasalahan yang dihadapi dalam penerapan asuransi pertanian, berdasarkan penelitian yang dilakukan Pasaribu et al. (2010) pada pengembangan asuransi usahatani padi, langkah yang perlu dilakukan adalah 81

VI ANALISIS RISIKO HARGA

VI ANALISIS RISIKO HARGA VI ANALISIS RISIKO HARGA 6.1 Analisis Risiko Harga Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembudidayaan tanaman hortikultura

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian tentang risiko harga sayuran di Indonesia mencakup komoditas kentang, kubis, dan tomat dilakukan di Pasar Induk Kramat Jati, yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENAWARAN APEL

VII ANALISIS PENAWARAN APEL VII ANALISIS PENAWARAN APEL 7.1 Analisis Penawaran Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Pada penelitian ini penawaran apel di Divisi Trading PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya dijelaskan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pasar Bunga Rawabelong, Jakarta Barat yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Promosi dan Pemasaran Holtikultura

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko Sutawi (2008) mengemukakan bahwa kemitraan merupakan salah satu upaya untuk menekan risiko yang dihadapi petani. Dengan cara mengalihkan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Pasar Industri Kakao di Indonesia

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Pasar Industri Kakao di Indonesia VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Struktur Pasar Industri Kakao di Indonesia Struktur pasar dapat dianalisis dengan tiga pokok elemen, yaitu nilai pangsa pasar, konsentrasi rasio empat perusahaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan secara bersamaan atau bahwa risiko sama dengan ketidakpastian.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian 4.2. Data dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian 4.2. Data dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian mengenai risiko harga dan perilaku penawaran apel dilakukan di PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya yang beralamat di Jalan Abdul Gani Atas, Kelurahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Semarang memiliki potensi yang besar dari sektor pertanian untuk komoditas sayuran. Keadaan topografi daerah yang berbukit dan bergunung membuat Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan

Lebih terperinci

VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN

VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN 6.1. Perkembangan Program PUAP Program PUAP berlangsung pada tahun 2008 Kabupaten Cianjur mendapatkan dana PUAP untuk 41 Gapoktan, sedangkan yang mendapatkan

Lebih terperinci

RISIKO HARGA SAYURAN DI INDONESIA

RISIKO HARGA SAYURAN DI INDONESIA RISIKO HARGA SAYURAN DI INDONESIA SKRIPSI MUHAMAD KHAIRUL AMRI H34096064 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i RINGKASAN MUHAMAD KHAIRUL AMRI. Risiko

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. Terutama dalam hal luas lahan dan jumlah penanaman masih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 4 Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011]

TINJAUAN PUSTAKA. 4  Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011] II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-sumber Risiko Risiko dapat dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Risiko dapat terjadi pada pelayanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian Indonesia adalah pertanian tropika karena sebagian besar daerahnya berada di daerah yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa. Di samping pengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Estimasi Parameter Model Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi Penanaman Modal Asing di Provinsi Jawa Timur adalah dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan studi kasus Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

FLUKTUASI HARGA CABAI MERAH KERITING

FLUKTUASI HARGA CABAI MERAH KERITING FLUKTUASI HARGA CABAI MERAH KERITING (Capsicum annum L) DI SENTRA PRODUKSI DAN PASAR INDUK (Tinjauan Harga Cabai Merah Keriting di Kecamatan Cikajang dan Pasar Induk Kramat Jati Jakarta) 1 Oleh: DETY SUKMAWATI,

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini penulis melakukan pengujian mengenai Luas panen, Jumlah Penduduk dan Harga terhadap produksi padi di Kabupaten Gunungkidul periode tahun 1982-2015.

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam ruang lingkup sektor pertanian. Waktu penelitian untuk mengumpulkan data

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan, I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh setiap negara di dunia. Sektor pertanian salah satu sektor lapangan usaha yang selalu diindentikan dengan kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8% VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 16 menunjukkan bahwa model yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 8.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kedelai Edamame Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari 34 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari tahun 2005-2012, yang diperoleh dari data yang dipublikasikan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Penentuan daerah ini dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak ditanam oleh petani di Kecamatan Pasirwangi. Namun, pengelolaan usahatani kentang di daerah ini banyak memanfaatkan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian Risiko harga suatu komoditas dapat bersumber dari fluktuasi harga output maupun harga input pertanian. Umumnya kegiatan produksi

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. atau tidak dalam penelitian ini jarque-berra dimana hasilnya dapat. ditunjukkan dari nilai probabilitas Jarque-Berra.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. atau tidak dalam penelitian ini jarque-berra dimana hasilnya dapat. ditunjukkan dari nilai probabilitas Jarque-Berra. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak dalam penelitian ini jarque-berra dimana hasilnya dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha di bidang

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini salah satunya diprioritaskan pada bidang ketahanan pangan, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk menerapkan kebijakan dalam peningkatan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5. 1 Pengantar Bab 5 akan memaparkan proses pengolahan data dan analisis hasil pengolahan data. Data diolah dalam bentuk persamaan regresi linear berganda dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sekunder deret waktu (time series) mulai dari Januari 2013 sampai

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sekunder deret waktu (time series) mulai dari Januari 2013 sampai BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis dan Hasil Regresi Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder deret waktu (time series) mulai dari Januari 2013 sampai Desember

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Model pada penelitian ini digunakan untuk melihat perbedaan pendapatan petani yang menggunakan Sub Terminal Agribisnis (STA) dengan petani yang tidak menggunakan Sub Terminal

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga.

1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga. LAMPIRAN Lampiran 1. Evaluasi Model Evaluasi Model Keterangan 1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga. 2)

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY

VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY 7.1. Karakteristik Responden 7.1.1. Tingkat Umur Tingkat umur responden berkisar antara 40-60 tahun.

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Salah satu komoditas pertanian khas tropis yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . PENDAHULUAN. Latar Belakang Kesejahteraan dapat dilihat dari tersedianya dan terpenuhinya kebutuhan pangan. Apabila tidak tercukupinya ketersediaan pangan maka akan berdampak krisis pangan. Tanaman pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS. Indeks merupakan daftar harga sekarang dibandingkan dengan

BAB IV STUDI KASUS. Indeks merupakan daftar harga sekarang dibandingkan dengan BAB IV STUDI KASUS 4.1 Indeks Harga Konsumen Indeks merupakan daftar harga sekarang dibandingkan dengan sebelumnya menurut persentase untuk mengetahui turun naiknya harga barang. Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Risiko Suatu bisnis yang dilakukan oleh para pelaku usaha pasti dihadapkan pada risiko dalam usahanya. Selain risiko, pebisnis dalam melakukan aktivitas bisnisnya dihadapkan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menopang kehidupan masyarakat, karena sektor pertanian menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia. Sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia harus tetap menjadi prioritas utama dari keseluruhan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah. Hal ini mengingat bahwa sektor

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. untuk menjawab tujuan penelitian berdasarkan data yang diperoleh dan dianalisis.

METODE PENELITIAN. untuk menjawab tujuan penelitian berdasarkan data yang diperoleh dan dianalisis. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional merupakan cakupan makna yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian berdasarkan data yang diperoleh

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Pengaruh Tingkat

III. METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Pengaruh Tingkat III. METODE PENELITIAN Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga Deposito (3 Bulan) Dan Kredit Macet (NPL) Terhadap Loan To Deposit Ratio (LDR) Bank Umum Di

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN Tian Mulyaqin, Yati Astuti, dan Dewi Haryani Peneliti, Balai Pengkajian Tekonologi

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 7.1. Karakteristik Umum Responden Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang memperoleh

Lebih terperinci