II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian"

Transkripsi

1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian Risiko harga suatu komoditas dapat bersumber dari fluktuasi harga output maupun harga input pertanian. Umumnya kegiatan produksi pertanian berlangsung dengan proses yang cukup lama, namun kondisi pasar cenderung bersifat kompleks dan dinamis. Akibat kondisi pasar yang dinamis ini petani maupun pengusaha sering mendapati harga jual produk yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketidakpastian harga jual ini menyebabkan petani atau pengusaha menghadapi risiko karena adanya ketidakpastian pendapatan yang akan diterima. Begitu pula dengan harga input yang cenderung berfkuktuatif sehingga mempengaruhi komponen biaya pada kegiatan produksi. Penelitian mengenai risiko produksi dan harga dilakukan Fariyanti (2008) yaitu mengkaji perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko produksi kentang maupun kubis dipengaruhi secara nyata oleh risiko produksi pada musim sebelumnya. Risiko produksi pada kentang lebih tinggi dibandingkan dengan kubis, tetapi sebaliknya risiko harga pada kentang lebih rendah dari pada kubis. Diversifikasi usahatani kentang dan kubis mempunyai risiko produksi (portofolio) lebih rendah dibandingkan spesialisasi kentang atau kubis. Disamping itu kajian spesifik risiko harga telah dilakukan pada beberapa komoditas antara lain komoditas peternakan dan pertanian. Risiko harga pada komoditas peternakan dilakukan oleh Siregar (2009) yaitu dengan mengkaji harga Day Old Chick (DOC) broiler dan layer pada PT Sierad Produce Tbk. Sedangkan untuk komoditas pertanian dengan membandingkan risiko harga kubis dengan bawang merah di Indonesia telah dilakukan oleh Herviyani (2009) dan Megasari (2009) mengkaji risiko harga cabai merah besar dan cabai merah keriting di Indonesia. Hasil ketiga penelitian Siregar (2009) menunjukkan bahwa harga pola pergerakan harga DOC dipengaruhi oleh kondisi permintaan dan penawaran DOC di pasar seperti pada saat menjelang lebaran dan memasuki tahun ajaran baru. Berbeda dengan yang dilakukan Herviyani (2009) dan Megasari (2009), kedua 10

2 penelitian tersebut menunjukkan bahwa risiko harga dipengaruhi oleh variabel harga komoditas periode sebelumnya dan jumlah pasokan dari komoditas tersebut. Dalam analisis risiko, adanya fluktuasi harga dapat dianalisis dengan menggunakan nilai variance. Salah satu model yang dapat mengakomodasi adanya fluktuasi atau variasi yaitu model Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH) dikembangkan oleh Bollerslev tahun 1986 (Firdaus 2006). Model GARCH secara khusus didesain untuk menjawab permasalahan heteroskedastisitas pada analisis deret waktu. Dalam model GARCH nilai variance sebagai variabel dependen yang merupakan fungsi dari variabel dependen periode sebelumnya, dan atau variabel independen atau variabel eksogenous. Penerapan model ARCH-GARCH terhadap penentuan besar risiko terlebih dahulu diaplikasikan untuk menghitung harga saham seperti yang dilakukan Iskandar (2006). Penelitian yang lebih dikhususkan pada saham agribisnis rokok ini menyimpulkan bahwa model terbaik untuk meramalkan tingkat risiko saham GGRM adalah ARCH (1) dimana tingkat risiko hanya dipengaruhi oleh besarnya nilai sisaan pengembalian sehari sebelumnya. Sedangkan model terbaik untuk meramalkan tingkat risiko saham HMSP dan RMBA adalah GARCH (1,1) dimana tingkat risiko dipengaruhi oleh besarnya nilai sisaan pengembalian sehari sebelumnya dan besarnya simpangan baku pengembalian dari rataannya untuk satu hari sebelumnya. Penerapan model ini kemudian berkembang, tidak hanya untuk meramalkan tingkat risiko harga saham saja namun juga digunakan untuk meramalkan risiko usaha khususnya di bidang pertanian. Penerapan model ini lebih banyak untuk menganalisis tingkat risiko harga produk pertanian. Namun Fariyanti (2008) menerapkan model GARCH (1,1) untuk menghitung tingkat risiko produksi bukan risiko harga pada komoditas kentang dan kubis di Kecamatan Pangalengan, Bandung. Hal tersebut dikarenakan faktor keterbatasan data sehingga hanya menggunakan perhitungan varian manual. Berdasarkan analisis risiko dihasilkan bahwa risiko produksi kentang yang diindikasikan oleh fluktuasi produksi kentang yang disebabkan oleh risiko produksi pada musim sebelumnya dan penggunaan input, pupuk dan tenaga kerja menjadi faktor yang 11

3 menimbulkan risiko produksi, sedangkan lahan, benih dan obat-obatan menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi. Pada komoditas kubis, lahan dan obtobatan menjadi faktor yang menimbulkan risiko, sementara benih, pupuk dan tenaga kerja menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi. Risiko produksi pada komoditas kentang lebih tinggi dibandingkan pada komoditas kubis sedangkan risiko harga produk pada komoditas kubis lebih tinggi dibandingkan komoditas kentang. Perilaku rumahtangga petani dengan adanya risiko produksi dan harga produk termasuk risk aversion dengan melakukan pengurangan penggunaan luas lahan garapan, benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Pengurangan tertinggi input, produksi, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga akibat peningkatan risiko produksi produksi dan harga produk serta upah pada kegiatan usahatani terdapat pada rumahtangga petani lahan sempit. Demikian pula peningkatan penggunaan tenaga kerja off farm dan non farm yang paling rendah. Siregar (2009) juga menggunakan model GARCH untuk menganalisis risiko harga pada DOC broiler dan layer. Berdasarkan hasil analisis GARCH (1,1) diperoleh bahwa risiko harga DOC broiler dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga DOC broiler periode sebelumnya dengan tanda yang positif yang berarti bahwa jika terjadi peningkatan risiko harga DOC periode sebelumnya maka akan meningkatkan risiko harga DOC periode berikutnya. Sedangkan risiko harga DOC layer hanya dipengaruhi oleh volatilitas harga DOC layer periode sebelumnya. Risiko harga DOC broiler lebih besar dibandingkan dengan risiko harga DOC layer. PT Sierad Produce Tbk sebaiknya melakukan recording (pencatatan) data permintaan DOC dari para peternak sehingga dapat mengantisipasi adanya fluktuasi harga DOC. Dalam menentukan harga DOC sebaiknya PT Sierad Produce Tbk mempunyai kebijakan sendiri dan prosedur yang baik terkait dengan harga dan penjualan DOC. Untuk meminimalkan risiko fluktuasi harga jual DOC yang dihadapi, PT Sierad Produce Tbk juga dapat melihat atau mempelajari perilaku harga jual DOC periode sebelumnya dan perubahan pergerakan data harga DOC sebelumnya dengan melakukan analisis harga secara rutin per periode dan menjadikan harga jual DOC sebelumnya sebagai dasar untuk memprediksi 12

4 harga pada periode yang akan datang. Untuk meminimalkan risiko harga DOC sebaiknya PT Sierad Produce Tbk meningkatkan kegiatan kemitraan dengan peternak. Hasil penelitian Herviyani (2009) dengan menerapkan model ARCH- GARCH didapatkan model yang terbaik untuk menganalisis risiko harga kubis dan bawang merah adalah model GARCH (1,1). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat risiko harga kubis dan bawang merah dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga satu hari sebelumnya. Selanjutnya dilakukan perhitungan VaR (Value at Risk) dan didapatkan hasil bahwa risiko harga kubis sebesar 13,86 persen dari total investasi (biaya tunai) yang dikeluarkan petani setelah menjual hasil panennya dalam jangka waktu penjualan satu hari, sedangkan risiko harga bawang merah sebesar 9,80 persen dalam jangka waktu periode penjualan satu hari. Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh bahwa risiko harga kubis lebih tinggi dibandingkan dengan risiko harga bawang merah. Berdasarkan besarnya risiko harga kubis dan bawang merah, maka alternatif solusi yang dilakukan petani untuk mengurangi risiko yaitu dengan pertama petani sebaiknya melakukan pengaturan pola tanam sesuai dengan saran yang telah direkomendasikan oleh pemerintah daerah setempat, tujuan dari pengaturan pola tanam tersebut agar jumlah produksi sesuai dengan kebutuhan pasar. Solusi kedua mengaktifkan dan mengefektifkan peran kelembagaan kelompok tani yang secara tidak langsung dapat mengurangi risiko harga kubis maupun harga bawang merah karena petani dapat melakukan kontrak dengan pihak lain. Ketiga petani sebaiknya menjalin kemitraan dengan pedagang maupun perusahaan pengolahan untuk mendapatkan jaminan kepastian dalam memasarkan hasil panennya terutama jaminan harga produk ketika terjadi kelebihan hasil produksi saat panen raya. Hasil analisis risiko terhadap cabai merah keriting dan cabai merah besar yang dilakukan Megasari (2009) menunjukkan bahwa fluktuasi harga tidak terlepas dari adanya pengaruh permintaan dan penawaran di pasar. Harga cabai merah biasanya naik pada akhir tahun dimana banyak perayaan hari-hari besar keagamaan seperti lebaran, natal dan tahun baru. Sedangkan harga rendah terjadi pada bulan-bulan Mei hingga Agustus dimana pada saat tersebut biasanya terjadi 13

5 oversupply karena panen serentak yang terjadi pada lahan pertanian cabai Indonesia. Berdasarkan Analisis ARCH-GARCH diketahui bahwa model yang terbaik untuk meramalkan harga cabai merah keriting adalah ARCH (1) dan GARCH (2). Hal ini berarti pola pergerakan harga cabai merah keriting dipengaruhi oleh volatilitas pada satu hari sebelumnya dan varian pada dua hari sebelumnya. Sedangkan model terbaik yang dapat digunakan untuk meramalkan risiko harga cabai merah besar adalah ARCH (1) GARCH (2). Hal ini berarti pola pergerakan harga cabai merah besar dipengaruhi oleh volatilitas dan varian satu hari sebelumnya. Berdasarkan perhitungan VaR (Value at Risk) diperoleh bahwa tingkat risiko yang diperoleh oleh petani untuk komoditi cabai merah keriting adalah sebesar 14,68 persen sedangkan untuk cabai merah besar adalah sebesar 4,85 persen. Risiko harga cabai merah keriting yang lebih tinggi dibandingkan cabai merah besar menunjukkan bahwa untuk setiap rupiah yang diterima maka risiko harga yang cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Upaya meminimalisir adanya risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar sebaiknya dilakukan secara terintegrasi antara petani, pedagang pemerintah dan pihak-pihak lainnya. Dengan kata lain semua komponen yang terkait harus dapat bekerja sama untuk mengatasi risiko harga agar dapat lebih efektif. Kerjasama yang dilakukan antara berbagai pihak tersebut hendaknya diiringi dengan konsistensi dan komitmen yang kuat untuk agar dalam upaya mencapai hasil yang diharapkan dapat lebih efisien. 2.2 Perkembangan Kajian Komoditas Apel Tanaman apel (Malus sylvestris Mill) merupakan tanaman tahunan yang berasal dari daerah subtropis. Tanaman ini merupakan tanaman yang menggugurkan daun dan memerlukan suhu rendah pada proses pembungaannya, dengan demikian tanaman ini akan sulit beradaptasi di daerah tropis (Childers 1957, diacu dalam Hardiyanto et al. 1988). Namun di Indonesia tanaman ini telah dapat tumbuh dan berkembang pesat pada tahun 1960an akibat ditemukannya teknik budidaya dan pembuahan apel (Soelarso, 1997). Pada usahatani tanaman buah-buahan seperti apel, kegiatan peremajaan tanaman yang telah tua merupakan tindakan yang perlu dilaksanakan. Peremajaan 14

6 ini bertujuan untuk memulihkan kembali efisiensi pada proses produksi apel (Rajino 1978, diacu dalam Santoso 1992). Pada mulanya semakin tua umur tanaman maka semakin tinggi produksinya namun kemudian akan menirin produktivitasnya. Disamping itu semakin tua umur tanaman maka semakin tinggi biaya produksi yang harus dikeluarkan. Dengan demikian kondisi tanaman akan mencapai suatu titik optimal, dimana perbandingan antara nilai output dan input tidak akan seimbang lagi. Pada saat inilah umur ekonomis tanaman akan berakhir dan tingkat profitabilitas usahatani akan merugi. Untuk itu Santoso (1992) melakukan penelitian mengenai analisis ekonomi peremajaan usahatani apel di Jawa Timur. Hasil dari penelitian tersebut didapatkan bahwa pendapatan maksimum usahatani apel pada tanah sawah terdapat pada umur 13 tahun dan pada tanah tegal pada umur 16 tahun. Pada tanah sawah umur ekonomis dan saat peremajaan yang optimal terdapat pada umur 19 tahun dan tanah tegal pada umur 21 tahun. Dalam perkembangannya usahatani apel mengalami banyak kendala antara lain biaya produksi yang semakin meningkat dan semakin banyaknya apel impor yang beredar di Indonesia. Tingginya nilai impor apel di Indonesia melatarbelakangi banyak penelitian tentang buah apel di Indonesia. Salah satunya adalah Nugroho (2001) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani Apel Malang. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai rasio pendapatan dan biaya dari usahatani tersebut lebih besar dari satu sehingga masih efisien secara ekonomi. Hal ini berarti dalam persaingan Apel Malang dengan Apel Impor dalam jangka pendek masih memberikan intensif bagi petani. Dan untuk menekan risiko kerugian, petani memilih mengusahakan beberapa varietas tanaman apel daripada hanya satu varietas saja. Kesimpulan tersebut didasarkan pada hasil analisis struktur biaya dan pendapatan usahatani apel malang untuk varietas Rome Beauty dalam lahan satu hektar secara finansial tidak efisien, hal tersebut disebabkan nilai R/C rationya sebesar 0,97 dan kerugian sebesar Rp ,00. Selanjutnya Komarudin (2005) melakukan penelitian mengenai analisis permintaan impor buah apel di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola perkembangan impor buah apel, harga impor apel, nilai tukar 15

7 rupiah dan produk domestik bruto Indonesia dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor buah apel. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa tren impor apel di Indonesia selama empat tahun terakhir mengalami peningkatan. Faktor yang berpengaruh nyata pada permintaan impor apel di Indonesia adalah harga impor. Dengan adanya kesepakatan AFTA tahun 2003 yang memberlakukan tarif impor hampir nol persen menyebabkan harga apel turun di negara pengimpor. Hal ini dapat dijadikan peluang bagi komoditas buah dalam negeri khususnya apel untuk meningkatkan daya saing dalam upaya volume peningkatan ekspor. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumsi buah apel di Kota Bogor dilakukan oleh Uzlifah (2006). Penelitian ini bertujuan menganalisis karakteristik individu yang mengkonsumsi buah apel dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian buah apel. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa alasan konsumen mengkonsumsi apel antara lain karena alasan kesehatan (61,1 persen), sebagai makanan pencuci mulut (16,7 persen) dan sebagai pelengkap menu makan, diet, dan kesukaan (22,2 persen). Adapun ciri buah apel yang dipertimbangkan konsumen dalam keputusan pembelian buah apel adalah karena alasan rasa, warna, dan lain-lain. Dari hasil analisis ini dapat dijadikan masukan bagi para pembudidaya untuk meningkatkan kualitas buah apel yang dihasilkan, sehingga apel lokal akan diminati oleh konsumen. Perkembangan ekspor buah apel Indonesia yang menurun dan semakin meningkatnya nilai impor buah apel dari tahun ke tahun juga melatarbelakangi Ariani (2007) untuk melakukan penelitian mengenai analisis daya saing Apel (Malus sylvestris Mill) di sentara produksi Kota Batu Propinsi Jawa Timur (Kasus Desa Bumiaji, Kota Batu). Penelitian ini bertujuan untuk menghitung besarnya keunggulan kompetitif dan komparatif usahatani apel di Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Propinsi Jawa Timur, dan menghitung besarnya dampak kebijakan pemerintah terhadap usahatani apel di Desa Bumiaji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani apel di sentra produksi Kota Batu menguntungkan secara finansial dan ekonomi, hal ini dapat diketahui dari nilai keuntungan finansial dan ekonomi di kedua kelompok tani sampel yang 16

8 bernilai positif. Usahatani apel di sentra produksi Kota Batu memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif serta berdaya saing baik pada harga aktual maupun pada harga ekonomi. Sedangkan analisis dampak kebijakan dari pemerintah mengindikasikan bahwa belum adanya insentif ekonomi terhadap usahatani apel di Kota Batu. Hal ini diketahui dari adanya surplus produsen yang hilang saat perekonomian berada pada keadaan terdistorsi, baik akibat kebijakan pemerintah maupun oleh kegagalan pasar. 2.3 Kajian Perilaku Penawaran Dalam menjalankan usaha, penawaran akan produk yang dihasilkan sangat berpengaruh pada keberlangsungan usaha tersebut. Jumlah barang yang ditawarkan akan mempengaruhi keuntungan yang akan didapat perusahaan dimana tujuan perusahaan adalah untuk memaksimalkan laba atau keuntungan. Suryani (2006) meneliti tentang permintaan dan penawaran daging ayam broiler di Indonesia. Tujuan dari penelitian tersebut adalah menganalisis struktur permintaan daging ayam broiler serta faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Tujuan berikutnya adalah menganalisis dampak kebijakan pemerintah dan perubahan faktor eksternal terhadap permintaan dan penawaran daging ayam broiler di dalam negeri. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa model dugaan yang digunakan menunjukkan nilai R-sq yang diperoleh sebesar 0,7637 dan 0,9863. Sedangkan faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi permintaan ayam broiler antara lain harga daging ayam, harga telur, harga daging sapi, dan pendapatan per kapita. Sementara faktor lain seperti harga pakan, kebijakan Kepres Nomor 22 Tahun 1990 yang memberikan izin bagi peternak untuk memperluas skala usaha dan teknologi berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran daging ayam broiler. Harga ayam sangat dipengaruhi oleh harga pakan dan harga DOC sebagai input. Produksi dan harga pakan tidak stabil dan dipengaruhi oleh jumlah dan harga bahan bahan baku pakan yang diimpor serta adanya pengaruh nilai tukar. Apabila harga daging ayam broiler tidak stabil maka akan berdampak pada penawaran dan permintaan dalam negeri. Berdasarkan hasil analisis dampak kebijakan pemerintah mengenai daging ayam broiler diperoleh hasil bahwa 17

9 kebijakan untuk meningkatkan impor bungkil kedelai dapat meningkatkan produksi pakan dalam negeri. Perubahan faktor eksternal berupa kenaikan pendapatan per kapita dapat menyebabkan permintaan daging ayam broiler meningkat cukup signifikan. Penelitian lain tentang perilaku penawaran dilakukan Marudut (2009), yaitu dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran daging sapi domestik. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penawaran daging sapi domestik meningkat dari periode tahun 1997 hingga Hasil dugaan model penawaran daging domestik dengan metode fixed effect menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen adalah populasi ternak sapi potong, harga daging sapi, luas panen padi, dan harga ternak sapi. Utami (2009) juga meneliti perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes disamping mengkaji risiko produksi komoditas tersebut. Dalam penelitian ini juga menggunakan nilai varian sebagai salah satu variabel untuk menduga perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Nilai varian ini merupakan indikasi adanya risiko yang dihadapi oleh petani bawang merah. Hasil penelitian didapatkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes antara lain variabel variabel biaya obatobatan dan variabel nilai ekspektasi produksi. Berdasarkan uraian tersebut pada akhir bab ini maka dapat disimpulkan persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu tujuan dari penelitian ini tidak membandingkan besarnya risiko harga pada dua komoditas pertanian, tetapi hanya mengkaji risiko harga pada salah satu komoditas buah yaitu apel dan menganalisis pengaruhnya terhadap penawaran apel tersebut. Faktor yang mengindikasi adanya risiko ini adalah adanya fluktuasi harga apel yang disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran buah apel sama seperti yang dikemukakan Fariyanti (2008), Siregar (2009), Herviyani (2009), dan Megasari (2009). Selain itu dari segi metodologi yang berkaitan dengan pengukuran tingkat risiko harga yaitu menggunakan model ARCH-GARCH dan perhitungan nilai 18

10 Value at Risk (VaR) seperti yang dilakukan Siregar (2009), Herviyani (2009), dan Megasari 2009). Namun berbeda dengan metode yang digunakan Fariyanti (2008) dalam mengukur tingkat risiko harga. Dalam perhitungan risiko harga Fariyanti (2008) menggunakan perhitungan variance. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis penawaran apel dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi berganda. Seperti penelitian mengenai perilaku penawaran yang dilakukan Suryani (2006), Marudut (2009) dan Utami (2009) tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap penawaran suatu produk. Hanya saja variabel yang digunakan untuk menduga perilaku penawaran buah apel selain berdasarkan teori penawaran suatu produk, juga mengacu penelitian yang dilakukan Utami (2009) yaitu dengan memasukkan nilai varian sebagai salah satu variabel untuk menduga perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Nilai varian ini merupakan gambaran besarnya tingkat risiko yang dihadapi produsen dalam menawarkan komoditas yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah risiko harga dan risiko produksi. Selain itu juga menggunakan variabel ekspektasi harga produk dan ekspektasi produksi seperti yang dilakukan dalam penelitian Hartoyo et al. (2001) yang menganalisis perilaku petani padi dalam menghadapi risiko. 19

PENGARUH RISIKO HARGA TERHADAP PENAWARAN APEL PT KUSUMA SATRIA DINASASRI WISATAJAYA KOTA BATU JAWA TIMUR

PENGARUH RISIKO HARGA TERHADAP PENAWARAN APEL PT KUSUMA SATRIA DINASASRI WISATAJAYA KOTA BATU JAWA TIMUR PENGARUH RISIKO HARGA TERHADAP PENAWARAN APEL PT KUSUMA SATRIA DINASASRI WISATAJAYA KOTA BATU JAWA TIMUR SKRIPSI INIKE RAHMADITIYANI H34063433 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO HARGA

VI ANALISIS RISIKO HARGA VI ANALISIS RISIKO HARGA 6.1 Analisis Risiko Harga Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembudidayaan tanaman hortikultura

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 4 Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011]

TINJAUAN PUSTAKA. 4  Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011] II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-sumber Risiko Risiko dapat dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Risiko dapat terjadi pada pelayanan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko Sutawi (2008) mengemukakan bahwa kemitraan merupakan salah satu upaya untuk menekan risiko yang dihadapi petani. Dengan cara mengalihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

RISIKO HARGA KUBIS DAN BAWANG MERAH DI INDONESIA

RISIKO HARGA KUBIS DAN BAWANG MERAH DI INDONESIA RISIKO HARGA KUBIS DAN BAWANG MERAH DI INDONESIA SKRIPSI NOVY HERVIYANI H34050010 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 RINGKASAN NOVY HERVIYANI. Risiko

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Salah satu komoditas pertanian khas tropis yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENAWARAN APEL

VII ANALISIS PENAWARAN APEL VII ANALISIS PENAWARAN APEL 7.1 Analisis Penawaran Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Pada penelitian ini penawaran apel di Divisi Trading PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya dijelaskan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Cabai Merah Keriting Cabai merah keriting atau lombok merah (Capsicum annum, L) merupakan tanaman hortikultura sayur sayuran semusim untuk rempah-rempah yang diperlukan

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark mengingat posisinya sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari besarnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian tentang risiko harga sayuran di Indonesia mencakup komoditas kentang, kubis, dan tomat dilakukan di Pasar Induk Kramat Jati, yang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,

Lebih terperinci

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Risiko Suatu bisnis yang dilakukan oleh para pelaku usaha pasti dihadapkan pada risiko dalam usahanya. Selain risiko, pebisnis dalam melakukan aktivitas bisnisnya dihadapkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia bermuara pada pembangunan usaha tani dengan berbagai kebijakan yang memiliki dampak secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas Dayasaing sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu industri karena dayasaing merupakan kemampuan suatu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diukur oleh pembuat keputusan. Pada umumnya peluang terhadap suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin pesat dan memberikan kontribusi besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Unggas khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan hasil penelusuran teori-teori terdahulu terkait dengan pengertian risiko,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan secara bersamaan atau bahwa risiko sama dengan ketidakpastian.

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam PENGANTAR Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2014 subsektor peternakan berkontribusi tehadap Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor unggulan dalam sektor pertanian di Indonesia. Perkembangan hortikultura di Indonesia dapat dilihat dari perkembangan produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha di bidang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian 4.2. Data dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian 4.2. Data dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian mengenai risiko harga dan perilaku penawaran apel dilakukan di PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya yang beralamat di Jalan Abdul Gani Atas, Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat penting dan strategis karena jenis komoditas ini merupakan kebutuhan pokok manusia yang hakiki, yang setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan usaha ternak ayam di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970 an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, yang kemudian mendorong

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI Daya saing usahatani jambu biji diukur melalui analisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan Policy

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon Melon (Cucumis melo L.) berasal dari daerah Mediterania kemudian menyebar luas ke Timur Tengah dan Asia. Akhirnya, tanaman melon menyebar ke segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yaitu negara pertanian dengan daratannya yang subur dan didukung oleh iklim yang menguntungkan. Usaha pertanian, budidaya tanaman dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas sayuran yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah satu sayuran yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi tentang petani dan usahatani, terutama dari aspek budidaya sudah cukup banyak dilakukan di Indonesia. Namun, kajian dan penelitian dalam hal pemilihan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. likuiditas (CR) dan financial leverage (DR) terhadap profitabilitas pada perusahaan

BAB V PENUTUP. likuiditas (CR) dan financial leverage (DR) terhadap profitabilitas pada perusahaan BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Penelitian ini untuk menjawab tujuan penelitian, yaitu untuk menganalisis pengaruh kredit bermasalah (NPF), faktor ekonomi makro (INF, INT, Nilai Tukar), likuiditas (CR) dan

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Keseimbangan Pasar Menurut Baye (2010), pembentukan harga keseimbangan pasar ditentukan oleh interaksi antara pemintaan dan penawaran pasar. Harga keseimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Sayuran Organik

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Sayuran Organik 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Sayuran Organik Menurut United States Department of Agriculture Consumer Brochure, produk pertanian organik adalah produk yang dihasilkan dengan mengutamakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran pembangunan nasional diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor pertanian memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG VI. 6.1 Analisis Dayasaing Hasil empiris dari penelitian ini mengukur dayasaing apakah kedua sistem usahatani memiliki keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komoditas bahan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komoditas bahan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas bahan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam aspek ekonomi, sosial, dan politik (Prabowo, 2014). Harga komoditas bahan pangan sendiri sangat dipengaruhi

Lebih terperinci