V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan Kegiatan Magang Kegiatan magang yang penulis lakukan merupakan bagian dari Toyota Internship Programme for University Students (IPUS), yaitu program magang yang diselenggarakan bekerja sama dengan pihak universitas atau institusi pendidikan. Selama magang penulis ditempatkan di divisi Purchasing (PuD), tugas dari divisi yaitu melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pembelian material produksi dan non-produksi (consumable) seperti bahan bakar untuk operasional mesin, oli, dan lain-lain. Kegiatan di divisi Purchasing juga selalu berhubungan dengan supplier, quality, delivery, dan safety supplier. Selama magang ini penulis membantu kegiatan di departemen Purchasing no.1 (buyer). Pada departemen Purchasing no.1 ini terdiri atas empat bagian, yaitu service part and component section, chassis and engine section, body and exterior section, dan interior and electrical section tempat penulis selama magang. Struktur organisasi dari divisi Purchasing dapat dilihat pada Lampiran 2. Bagi peserta magang IPUS diharuskan untuk menganalisis suatu masalah dan melakukan perbaikan untuk menanggulangi masalah tersebut dengan menggunakan Toyota Business Practice (TBP) dan hasil yang diperoleh akan dituangkan dalam bentuk A3 report. Tema yang penulis ambil dalam TBP ini adalah Cost Reduction Activity untuk kendaraan tipe IMV 4 (Kijang Innova) dan IMV 5 (Fortuner). Hal ini dikarenakan pada tahun 2011 divisi Purchasing memiliki target untuk bisa mendapatkan Cost Reduction (CR) sebesar 2.5 % dari current (keadaan sebenarnya), akan tetapi sampai saat ini bulan Mei 2011 target tersebut belum bisa tercapai. CR dilakukan untuk mengimbangi harga raw material yang selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, akan tetapi walaupun terjadi CR diharapkan tanpa mempengaruhi kualitas produk. Selain membuat A3 report, penulis juga diberikan project oleh departemen Purchasing (buyer) no.1, membuat manual book untuk resin material dengan proses injection. Hal ini dikarenakan resin material merupakan material yang cukup banyak digunakan untuk kendaraan. Pada manual book ini secara garis besar berisi informasi mengenai tipe resin material, proses injection, proses plating, perhitungan biaya, cara menentukan machine tonnage. Aktivitas yang penulis lakukan selama magang ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Dalam penulisan A3 report format penulisan yang disajikan terdiri atas background, clarify the problem, breakdown analysis, setting target, root cause analysis, countermeasure, see countermeasure through, evaluation, standardization (Lampiran 4). 5.2 Aspek Umum (Analisis Masalah dengan Menggunakan Toyota Business Practice (TBP)) V.2.1 Background Latar belakang pemilihan tema Cost Reduction Activity dikarenakan rencana dari divisi Purchasing di tahun 2011 untuk bisa melakukan Cost Reduction (CR) sebesar 2.5 % dari current (kondisi sebenarnya) untuk kendaraan tipe IMV 4 dan IMV 5, hal ini disebabkan harga untuk 26

2 raw material mengalami peningkatan tiap tahunnya termasuk untuk tipe resin material, seperti dapat dilihat untuk beberapa material pada Tabel 5. Tabel 5. Perbedaan harga raw material untuk kendaraan tipe IMV 4 dan IMV 5 Grade TMMIN price US$/kg (OCT09-MAR10) (0ct10-Mar11) X660T TSOP LA880T TSOP LA880WT-BTWT11BK02 (Black) PP2 AZ564GTL-BT Harga material yang meningkat ini tentu saja akan mempengaruhi manufacturing cost untuk pembuatan part (komponen) pada IMV 4 dan IMV 5 menjadi tinggi dan berarti berpengaruh besar terhadap keuntungan perusahaan. Selain manufacturing cost, equipment operating cost (energy cost, maintenance cost), labor cost (biaya untuk tenaga kerja) dan service division cost adalah hal yang mempengaruhi harga suatu part nantinya sehingga perlu untuk diperhatikan. Untuk bisa mendapatkan CR pertama dengan menganalisa berdasarkan section, kemudian berdasarkan supplier. Setelah itu, dapat diperoleh supplier mana yang CR-nya masih kurang. Untuk Toyota ini memiliki dua kategori supplier dalam pembuatan part, yaitu CPP (Central Purchasing Part) dan n-cpp (non- Central Purchasing Part). Dalam hal aktivitas untuk mendapatkan CR, hanya bisa dilakukan untuk supplier n-cpp. Hal ini dikarenakan, untuk supplier n-cpp dapat ditentukan sendiri oleh buyer sehingga bisa dinegosiasi sedangkan untuk CPP ditentukan oleh TMAP Analisis Toyota Business Practices (TBP) a. Clarify the problem (klarifikasi masalah) Tujuan dari klarifiasi problem ini adalah membuat permasalahan menjadi jelas. Problem yang ada akan digambarkan dalam bentuk celah (gap) antara current situation (keadaan saat ini) dengan ideal situation (keadaan yang diharapkan). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Clarify the problem 27

3 Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa problem yang ada termasuk jenis problem type setting, yaitu permasalahan yang ada muncul karena kondisi ideal yang ada diciptakan atau dibuat sendiri. Dimana divisi Purchasing menginginkan kondisi ideal di tahun 2011 CR bisa dilakukan sebesar 2.5 % dari current. Akan tetapi sampai bulan Mei 2011 divisi Purchasing baru berhasil mencapai CR sebesar 1.99% (Rp 83,854 milyar). Oleh karena itu, disini terdapat terdapat celah (gap) antara kondisi ideal dan kondisi saat ini, yaitu sebesar 0.51 % (Rp 21,350 milyar) CR yang harus dicapai. Tujuan (ultimate goal), yaitu untuk meningkatkan CR untuk menjadi harga yang terbaik di wilayah Asia. b. Breakdown analysis Langkah selanjutnya adalah breakdown problem (pemecahan masalah). Masalah atau gap yang ada antara kondisi ideal dengan kondisi saat ini dapat dikerucutkan dengan menganalisis berdasarkan section (bagian) yang ada untuk kendaraan, yaitu interior and electrical section, body and exterior section, chassis and engine section,dan service and component section. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Breakdwon problem langkah 1 Pada langkah breakdwon problem ini mencari potensi-potensi yang menjadi akar masalah, yaitu disini belum bisa terpenuhinya target CR sebesar 0.51% (Rp 21,350 M). Permasalahan dari target CR yang belum terpenuhi ini kemudian dicari potensi akar masalahnya, langkah pertama dipecahkan berdasarkan section (bagian). Dari hasil perhitungan diketahui bahwa interior and electrical section merupakan section yang CR-nya masih kurang, yaitu sebesar 1.63 % (Rp 33,882 milyar). Besarnya CR yang belum bisa tercapai ini menyebabkan interior and electircal section menjadi akar permasalahan sehingga perlu dianalisis penyebabnya. Bagian interior ini memiliki komponen (part) yang lebih banyak dibandingkan lainnya (Gambar 14). 28

4 Gambar 14. Perbandingan bagian (section) berdasarkan komponen Interior dan electrical section dapat dijabarkan lagi lebih spesifik, langkah kedua pemecahan masalahnya berdasarkan raw material yang digunakan untuk bagian interior. Pada interior digunakan empat jenis material, yaitu resin material, seat, rubber, dan others. Dari keempat jenis material, seat yang paling banyak digunakan tetapi dalam pembuatan part (komponen) Toyota hanya men-supply dari satu (1) supplier, yaitu TBINA sehingga sulit untuk dilakukan CR. Selain itu, untuk TBINA target CR telah terpenuhi, balance (seimbang). Oleh karena itu, resin material dipilih menjadi akar masalah, selain merupakan material terbanyak kedua yang digunakan untuk interior, yaitu sekitar 6% dan supplier-nya banyak yang belum memenuhi target CR. Hal ini berarti prioritas penyelesaian berikutnya fokus pada resin material, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15. Breakdown analysis langkah kedua Akan tetapi resin material ini, cakupannya masih terlalu besar sebab interior part dari resin material dibuat oleh banyak supplier. Oleh karena itu, resin material dipecah lagi berdasarkan supplier. Pada Gambar 16, dapat dilihat target CR masih kurang dicapai untuk supplier Astar Otoparts sebesar Rp 168 M, Innoac Rp 791 M, dan Sugity Rp 3,605 M. Dalam 29

5 analisis berdasarkan TBP dalam pemilihan prioritas pemecahan masalah berdasarkan nilai yang paling mempengaruhi dalam hal ini yaitu Sugity. Gambar 16. breakdown problem langkah ketiga Supplier Sugity ini memiliki andil yang cukup besar dalam pembuatan part kendaraan tipe IMV4 (154 part name) dan IMV5 (19 part name). Part yang dibuat oleh Sugity ini kebanyakan melalui proses injection. Proses injection ini biasanya digunakan untuk material thermoplastic, karena material ini memiliki titik leleh yang rendah. Resin material disini akan meleleh ketika dipanaskan. Cetakan yang digunakan pada proses injection ini terbuat dari steel atau aluminium. Resin material yang digunakan oleh Sugity, terdiri atas beberapa tipe yaitu: 1. Polypropylene Polypropylene (PP) ini memiliki titik leleh yang cukup tinggi ( C), sedangkan titik kristalisasinya antara C. PP ini memiliki sifat ketahanan yang tinggi terhadap bahan kimia (chemical resistance) tetapi ketahanan terhadap benturan (impact strength) rendah. Polypropylene ini terbagi atas tiga jenis, yaitu: a. PP -1 PP -1 ini termasuk ke dalam jenis homopolymer karena hanya terbuat dari polypropylene. PP -1 ini memiliki sifat ketahanan benturan rendah (low impact), sehingga biasa digunakan pada part yang kecil dan hanya memiliki kapasitas yang kecil. Material ini biasanya digunakan di mesin. b. PP -2 PP-2 ini termasuk ke dalam co-polymer, karena terbuat dari campuran etilen dan propylene. PP-2 ini memiliki sifat ketahanan terhadap benturan sedang (medium impact), 30

6 contohnya digunakan seperti pada part Door trim (D/T), scuff plate, garnish, dan sebagainya. Biasanya material ini disimbolkan dengan >PP/PE<. c. PP -3 PP -3 ini termasuk ke dalam blok co-polymer, yang memiliki sifat high impact (ketahanan terhadap benturan tinggi). 2. Acrylic Butadine Styrene (ABS) ABS ini merupakan salah satu produk thermoplastic. ABS ini terbuat dari campuran resin dan rubber (karet), karena memiliki kandungan butadine yang memudahkan penempalan material lain sehingga part yang terbuat dari material ABS ini dapat dicat. Pada ABS ini terdiri atas tiga monomer pembentuk, yaitu: a. Akrilonitril : bersifat tahan terhadap bahan kimia dan stabil terhadap panas. b. Butadiene : tahan terhadap benturan terhadap dan memiliki sifat liat (toughness). c. Styrene : menjamin kekakuan (rigidity) dan mudah diproses. Berbagai sifat lebih lanjut juga dapat diperoleh dengan penambahan aditif sehingga diperoleh grade ABS yang bersifat menghambat nyala api, transparan, tahan panas tinggi, tahan terhadap sinar UV, tahan bahan kimia - biaya proses rendah, liat, keras, kaku-dapat direkatkan, tahan korosi - dapat dielektroplating, dan dapat didesain menjadi berbagai bentuk, memberi kilap permukaan yang baik. Part yang biasanya terbuat dari material ABS ini seperti radiator grill, arm rest, emblem. 3. Toyota Super Olefin (TSOP) Resin material yang dibuat sendiri oleh Toyota, yang memiliki beberapa tingkatan dari TSOP1 TSOP7, setiap tingkatan memiliki karakteristik yang berbeda, seperti: a. TSOP5 Memiliki sifat tahan terhadap sinar radiasi (UV) sehingga tidak akan mengalami peunturan. Material ini biasanya digunakan untuk part yang langsung terkena sinar matahari, seperti instrument panel, console box, dsb. b. TSOP7 Memiliki sifat ketahanan yang tinggi terhadap bentur (impact resistant), lentur, dan bisa dicat (plating). Material ini biasanya digunakan untuk bumper, karena part ini sangat rentan terhadap terjadinya tabrakan. 4. Polyacetal or Polyoxymethylene (POM) Memiliki sifat heat resistance, chemical resistance, tahan terhadap benturan, lentur. Material ini biasanya digunakan untuk bumper side. Selain itu, juga ada tipe resin material lain antara lain: 1. Polycarbonate (PC) Polycarbonate (PC) ini memiliki sifat ketahanan terhadap benturannya tinggi, tahan terhadap perubahan cuaca, tahan panas, mudah untuk diproses. Biasanya part yang terbuat dari material ini seperti lampu. 2. Polyamide (PA) Polyamide atau biasa disebut nylon ini memiliki sifat memiliki kekuatan yang tinggi (high strength), chemical resistance, fatigue resistance. Biasanya material PA ini digunakan untuk part 31

7 yang keras seperti bracket handle. Untuk PA ini terdiri atas dua jenis, yaitu PA 6 (untuk hanger, seat shoulder belt) dan PA 66 (untuk pada lampu-stopper back door). 3. Polyethylene Memiliki sifat tahan terhadap panas dan rigidity (kekakuan), biasa digunakan untuk part outer mirror, plug hole. 4. Poly vinyl Chloride (PVC) Material ini biasanya digunakan untuk seat atau bagian sandaran dudukan. Pada Sugity ini diketahui bahwa dalam pembuatan part-nya dilakukan dengan proses injection, yaitu melelehkan resin material kemudian material tersebut diinjek oleh screw injector melalui nozzle ke mold (cetakan), setelah itu molding unit menutup dan cavity akan menahan tekanan yang diberikan sedangkan core membentuk part. Sugity ini memiliki tiga pabrik (factory) yang berlokasi di Cibitung, dimana factory I untuk kegiatan assembly, factory II untuk resin injection dan resin painting, factory III untuk resin injection dan resin plating, dan factory IV untuk resin injection, parts assembly, parts packing. Dalam proses injection tekanan yang diberikan untuk membentuk part tergantung dari besarnya machine tonnage yang digunakan, disini Sugity memiliki beberapa machine tonnage, antara lain 80T, 150T (Thermosetting), 170T, 230T (electric injection), 350T, 650T, 1300T, 1600T, 2500T, dan 3500T. Toyota dalam penentuan harga part dipengaruhi oleh material cost (biaya material), process cost (biaya proses), Factory Over Head (FOH), dan depreciation. Untuk biaya material, terdiri atas harga raw material dan harga vendor-vendor. Harga raw material Sugity ini dapat dikatakan hampir mendekati dengan harga dari supplier lain dan bisa dikatakan relatif murah. Harga raw material yang berbeda antar supplier karena belum adanya centralisasi tempat pembelian raw material. Sedangkan untuk harga v-v ini sudah pasti dari supplier, tidak bisa dilakukan CR. Kemudian dari segi process cost, karena Sugity ini kegiatannya fokus pada proses injection yang berhubungan dengan machine tonnage, cycle time, dan weight (berat). Dari data yang ada untuk pembuatan part belum jelas mengapa untuk suatu part, seperti Garnish S/A back door outside yang menggunakan M/C Tonnage 350 T memiliki cycle time 1.02 menit lebih lama dibandingkan dengan scuff plate dengan M/C Tonnage 650T, cycle time 0.75 menit. Padahal M/C tonnage, cycle time, berat, dan surface treatment dalam setiap part yang dibuat sangat mempengaruhi produktifitas yang berkaitan dengan keuntungan perusahaan. Selain itu, disini belum ada informasi apakah ada hubungan antara M/C tonnage, cycle time, dan berat part. Kemudian dilihat dari FOH, yaitu penjumlahan biaya material dan biaya proses, termasuk juga perhitungan untuk pengiriman, pengemasan, tenaga kerja, listrik, air, dan sebagainya. Untuk PT TMMIN ini sendiri menetapkan sebesar 15 % dari total biaya material dan biaya proses, yang dirumuskan sebagai berikut: FOH = ( biaya material + biaya proses) 15% Depreciation ini merupakan biaya penyusutan, seperti mesin, jig, mold, dan sebagainya yang dirumuskan dengan: tooling price Investment + int erest Depreciation = =. tooling life time volume ( quantity) / M 2years 32

8 Untuk biaya depresiasi, telah terdapat kesepakatan antara supplier dengan Toyota ditetapkan selama 2 tahun. Karena Sugity dalam proses pembuatannya dengan proses injection, maka apabila terjadi kerusakan pada mesinnya hanya diganti bagian tertentu saja seperti mold (cetakannya) sehingga biaya perbaikan tidak terlalu besar. Dalam analisis yang dilakukan dengan TBP, maka dalam pemilihan prioritas didasarkan padahal hal yang paling mempengaruhi. Pada langkah ini dipilih prioritas penyelesaian pada manufacturing cost karena masih ada informasi aktual yang belum diperoleh baik dalam hal proses, material yang mempengaruhi CR nantinya. Gmabar 17. Breakdown problem langkah keempat Langkah berikutnya dalam menganalisi penyebab kurang terpenuhi CR adalah dengan mengklarifikasi point of occurance dari problem yang ada. Point of occurance ini merupakan titik kejadian dimana problem itu terjadi, dalam hal ini berkaitan dengan business process yang terjadi pada proses pembelian di departemen Purchasing no.1. Gambar skema dari business process yang juga merupakan point of occurance dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18. Skema Business process 1. Request for Quuatation (RFQ) Business process merupakan standar kerja yang telah ada di departemen Purchasing no.1, langkah pertama adalah Request for Quuatation (RFQ). RFQ ini merupakan permintaan yang berasal dari buyer kepada supplier yang berisi daftar part yang akan dibuat. Disini bukan merupakan point of occurance karena disini merupakan awal dari negosiasi antara buyer dan supplier. Pada langkah ini dalam menentukan harga supplier akan menganalisis drawing kemudian membuat rancangan biaya untuk membuat part yang diminta dan mengisi format quuatation. 2. Quuatation diterima Langkah berikutnya adalah quuatation diterima oleh buyer. Setelah supplier menyelesaikan rancangan biaya yang dibuatnya kemudian buyer akan menerima balasan 33

9 quuatation yang dikirimnya. Pada balasan ini nantinya berisi estimasi harga untuk daftar part yang diminta. Langkah ini tidak terdapat point of occurance yang menyebabkan kurang terpenuhinya target CR. 3. Evaluasi harga Langkah berikutnya adalah mengevaluasi quuatation yang telah diterima. Pada langkah ini buyer akan mengecek apakah harga yang diberikan sesuai dan juga membandingkan antara supplier satu dengan supplier lainnya. Pada langkah ini bukan menjadi point of occurance yang menyebabkan kurang terpenuhinya target, akan tetapi bisa menjadi langkah awal dari buyer untuk bisa mendapatkan CR atau kadai finding dan buyer disini harus jeli. Apabila terdapat kejanggalan dan dirasa harga yang diberikan kurang sesuai, maka untuk memastikannya bisa dengan cara Genchi Genbutsu (go and see) atau turun langsung ke lapangan. 4. GENBA Setelah buyer menganalisa secara detail harga yang diberikan, maka hal berikutnya yang seharusnya dilakukan oleh buyer adalah Genba. Genba ini merupakan kegiatan kunjungan ke pabrik untuk melihat secara langsung kejadian yang sebenarnya terjadi di lapangan. Oleh karena itu, dapat saling memberikan saran dan solusi antara kedua belah pihak untuk project yang akan dibuat nantinya. Akan tetapi pada kenyataannya buyer masih bisa dikatakan cukup jarang melakukan Genba, meskipun buyer ini sering melakukan kunjungan ke supplier untuk membahas project tetapi sering tidak diikuti dengan Genba karena kendala waktu yang sempit. Padahal Genba ini cukup membantu untuk mendapatkan CR, baik dari manufacturing, negosiasi biaya depresiasi, packing, delivery, dsb. Seperti informasi tentang manufacturing, M/C tonnage, cycle time, dan berat part disini belum ada informasi apakah ada hubungan antara ketiganya. Selain itu, apakah untuk part tertentu bisa diganti penggunaan raw material-nya dan belum adanya kumpulan data yang merekap semua ini. Informasi lebih lanjut tentang proses dan material yang mempengaruhi harga part masih belum jelas, sehingga masih banyak diperlukan informasi aktual yang dapat membantu mendapatkan CR ini salah satu satu caranya yang paling akurat dengan sering dilakukannya Genba dan benchmarking (studi banding), karena Genba masih kurang dilakukan maka point of occurance terdapat pada langkah Genba, seperti pada Gambar 19. Gambar 19. Skema point of occurance dan problem to tackle 34

10 c. Problem to tackle Pada Gambar 20 setelah diperoleh point of occurance dari business of process, langkah selanjutnya adalah problem to tackle. Dari Genba diperoleh ternyata informasi buyer tentang material dan proses (manufacturing) dalam kaitan untuk mendapatkan CR masih kurang. Buyer masih kurang memiliki data aktual mengapa terjadi perbedaan harga raw material antar supplier. Selain itu, belum diketahuinya apakah ada hubungan antara tonnage yang digunakan dengan cycle time, weight, dan cost. Maka problem yang akan ditangani disini berdasarkan dari titik kejadian yang ada, yaitu buyer belum memliki informasi aktual baik tentang process cost dan material cost (manufacturing cost) yang dapat digunakan untuk menemukan CR dan kadai finding. d. Setting target Setelah menemukan masalah yang ditangani, maka langkah berikutnya adalah menentukan target yang akan dicapai. Penentuan target ini digunakan pola SMART (Specific, Measurable, Achievable, Resonable, Time base). Target yang akan ditetapkan disini adalah semua informasi aktual tentang process cost, material cos (manufacturing) yang dapat digunakan untuk menemukan CR dan kadai finding sudah diperoleh dan tersusun dalam sebuah buku panduan. Untuk skema dari setting target ini dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20. Skema setting target e. Root cause analysis Langkah berikutnya adalah menganalisis akar permasalahan yang dapat menyebabkan masalah terjadi. Untuk menemukan akar masalah dilakukan pengecekan pada semua aspek (4M : Man, Method, Machine, Material). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21. Root cause analysis 35

11 Pada Gambar 21 diatas dapat dilihat dari faktor machine disini bukan menjadi topik analisis dan bukan termasuk root cause karena tidak mempengaruhi buyer dalam mendapatkan informasi aktual tentang material dan proses sehingga dapat diabaikan. Kemudian dilihat dari faktor material, data mengenai proses dan material masih mentah hanya berupa data yang ada saja dan apabila terjadi kejanggalan baru dilakukan pengecekan. Hal ini dikarenakan pekerjaan buyer cukup banyak dan tidak memiliki waktu untuk menyusun semua data yang berpotensi terjadi CR dan ini bukan menjadi topik analisis karena sulit diatasi sehingga bukan merupakan root cause. Kemudian dianalisis dari segi metode, yaitu belum adanya metode aktual untuk mendapatkan informasi yang mempengaruhi CR karena belum ada kumpulan data yang berhubungan dengan potensi terjadinya CR. Dari faktor man, dimana pengalaman atau informasi buyer masih kurang karena tidak adanya training untuk buyer baru, buyer baru langsung on the job development (bekerja sesuai tugasnya). Disini dari dua faktor yang memiliki alasan utama sama, yaitu metode dan man kedua faktor ini jika digabungkan dapat dikarenakan belum adanya manual book atau kumpulan informasi yang berisi ilmu tentang process cost, material cost (manufacturing) yang dapat digunakan untuk menemukan CR dan kadai finding yang tersusun secara rapi atau manual book. Dalam hal ini dikarenakan target CR masih kurang untuk supplier Sugity, maka difokuskan pada pembahasan mengenai proses injection dan resin material. Dari breakdown problem yang menjadi prioritas penyelesaian masalah adalah buyer belum memliki informasi aktual baik tentang process cost dan material cost (manufacturing cost) yang dapat digunakan untuk menemukan CR dan kadai finding (dalam hal ini tentang proses injection dan resin material). Dimana informasinya banyak diperoleh dengan cara Genba, Benchmarking, dan sharing dengan buyer, engineering, dan supplier. Kemudian pada analisis berikutnya ternyata didapatkan informasi tidak adanya buku panduan atau manual book yang berisi ilmu tentang process cost, material cost, dan yang dapat digunakan untuk menemukan CR dan kadai finding. Oleh karena itu, perlu dibuat manual book yang berisi informasi tentang proses dalam hal ini proses inejection dan material cost (resin material) untuk mempermudah dalam menemukan CR dan manufacturing. f. Countermeasure Langkah selanjutnya setelah diperoleh root cause adalah membuat countermeasures (penanggulangan). Untuk rencana penanggulangan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Countermeasures (penanggulangan) 36

12 Pada tabel 6 diatas dapat dilihat, rencanan penanggulangan masalah yang akan dilakukan, pertama memplejari tentang part name untuk model IMV dan posisi penempatan part tersebut, dengan mengetahuinya maka akan memudahkan untuk mengetahui tipe raw material apa yang tepat untuk digunakan part tersebut. Setelah itu, kemudian mempelajari tentang material yang digunakan, disini untuk material yang dipelajari lebih difokuskan pada resin material dan raw material yang dibuat sendiri oleh Toyota. Setelah mengetahui tentang material, kemudian mempelajari proses pembuatan part ini. Untuk proses pembuatan part ini lebih difokuskan pada proses injection, disini mempelajari mekanisme pembuatan part-nya, bagian-bagian dari mesin injection, dan juga memplejari proses plating untuk part. Setelah itu, mempelajari cara menentukan mesin tonnage dan perhitungan cost. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah besarnya tonnage yang digunakan untuk pembuatan suatu part dapat diganti, apakah tonnage berpengaruh dengan berat part-nya, cycle time, dan cost, sehingga bisa diperoleh CR dan kadai. g. See countermeasure through Langkah selanjutnya setelah dibuat rencana penanggulangan, yaitu pelaksanaan countermeasures sesuai rencana yang telah dibuat. Untuk dapat mengontrol sejauh mana pelaksanaan countermeasures dapat dibantu dengan menggunakan control chart, untuk table control-nya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. See countermeasures through Activity Dimana Kapan Bagaimana Evaluasi membaca buku Mempelajari material TMMIN Apr bertemu supplier (resin material) bertemu engineering mempelajari proses Supplier 4-Apr Genba injection memplejari proses plating Genba (process, material) mempelajari cara menentukan mesin tonnage yang digunakan mempelajari cara perhitungan cost meghitung biaya plating TMMIN Supplier Supplier Supplier TMMIN Supplier 4Apr 20May 24Maret 31Maret 11-May bertemu engineering Genba Genba bertemu supplier, dikusi dengan departemen head dan section head bertemu supplier, diskusi May- June dengan departemen head dan section head bertemu supplier dan 9-Jun diskusi dengan buyer h. Evaluation Setelah semua tahap terlaksana dan semua informasi yang ada dituangkan dalam manual book, maka tahap berikutnya adalah evaluasi. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui hasil total yang telah dicapai dari awal proses hingga akhir proses, dapat dilihat pada Tabel 8. 37

13 Tabel 8. Evaluasi proses Cost Reduction Sebelum penanggulangan Setelah penanggulangan Hasil evaluasi tidak ada informasi mengenai material tidak ada informasi mengenai proses pembuatan part telah ada informasi/panduan tentang material (yang digunakan, spesifikasi, sumber) telah ada informasi/ panduan tentang proses (langkah pembuatan part dengan proses injection, menetukan mesin tonnage, cycle time, dan biaya) semua data tentang material, proses,biaya,d an cara mendapatkan CR dan kadai telah tersusun tidak ada standar cara menentukan CR dan kadai telah ada standar a. Material diketahui bahwa untuk 1(satu) kendaraan digunakan resin material sebanyak kg, urutan konsumsi resin material dari penggunaan terbanyak yaitu: 1. Polypropylene (PP) sebanyak kg/pcs 2. TSOP 5 sebanyak kg/pcs 3. TSOP 1sebanyak kg/pcs 4. ABS sebanyak7.552 kg/pcs 5. POM sebanyak kg/pcs Sedangkan harga raw material yang berbeda disebabkan karena setiap supplier resin material memiliki source raw material yang berbeda-beda negara asalnya. Sulit untuk membuat supplier menggunakan source raw material yang sama karena belum adanya centralisasi dari Toyota sendiri untuk raw material yang digunakan. RESIN MATERIAL CONSUMPTION OKTOBER CONSUMPTION (kg/pcs) PP TSOP- TSOP- ABS POM PVC PC ABS ASA VITAX PBT PE AES PF PA.66 PA.6 Series RESIN MATERIAL Gambar 22. Konsumsi resin material untuk kendaraan tipe IMV b. Proses Pada mesin plastic injection biasanya dinyatakan dalam satuan ton frce atau biasa disebut ton. Kapasitas mesin injection bervariasi mulai dari yang kecil (sekitar 50 Ton) sampai dengan yang besar (sekitar 3000 Ton). Untuk Sugity ini dalam proses pembuatan part-nya memiliki mesin injection mulai dari 80T, 150T (Thermosetting), 170T, 230T (electric injection), 350T, 38

14 650T, 1300T, 1600T, 2500T, dan 3500T. Dalam menentukan besar machine tonnage yang digunakan dipengaruhi oleh ukuran part, tipe material yang digunakan, dan rata-rata pressure (tekanan) untuk tiap material, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: F P = A..(7) Dimana, P : Average press material (kgf/cm 2 ) F : Tonnage machine (ton) A : Projection area (cm 2 ) Contoh part dari resin material yang dibuat oleh Sugity ini: Gambar 23. Scuff plate Contoh perhitungan untuk menentukan besar machine tonnage yang digunakan untuk membuat scuff plate sebagai berikut : Dari informasi drawing, diketahui part tersebut memiliki panjang 530 mm dan lebar 125 mm. Spesifikasi material yang akan digunakan adalah PP-2 dengan tipe TSM 5514G-2L / AZ564G. PP ini dipilih karena memiliki sifat ketahanan yang tinggi terhadap bahan kimia (chemical resistance) tetapi ketahanan terhadap benturan (impact strength) rendah. 1. Pertama hitung luas part-nya dirumuskan sebagai berikut: 2 2 A = P l = 530mm 125mm = mm = 662.5cm 2. Berdasarkan spesifikasi material yang digunakan, diperoleh average press (P), yaitu 400 kgf/cm 2 (tergantung dari supplier). Sehingga untuk machine tonnage yang digunakan dapat dihitung dengan rumus: 2 2 F = P A = 400kgf / cm 662.5cm = kgf = 265 ton f 3. Karena scuff plate ini memiliki dua posisi kanan-kiri, sehingga dikalikan dua, yaitu: F = 265 ton f 2 = 530 ton f Sehingga machine tonnage yang digunakan adalah 530 ton f, tetapi karena Sugity tidak memiliki M/C tonnage seberat itu maka digunakan M/C tonnage yang mendekatinya, yaitu 650 ton. Ini berarti daya tahan cavity juga 650 ton (clamping force) dan kekuatan injeksi juga 650 ton. Apabila menggunakan M/C tonnage kurang dari 530 ton, maka dapat menyebabkan terjadi short shots yaitu proses pengerasan resin material sebelum material tersebut mengisi rongga-rongga cetakan secara penuh akibat kurang tepatnya temperatur dan tekanan. Dalam pembuatan scuff plate dengan M/C tonnage 650 ton menggunakan cycle time 0.75 menit dengn berat scuff plate kg. 39

15 Berdasarkan data yang dikumpulkan dari supplier untuk resin material, ternyata dapat diperoleh informasi bahwa semakin besar M/C tonnage yang digunakan maka semakin besar cycle time yang dibutuhkan, ini dapat dilihat pada Gambar 24, 25, 26, 27. Gambar 24. Grafik hubugan M/C tonnage dan cycle time dari supplier Sugity Gambar 25. Grafik hubungan M/C tonnage dan cycle time dari supplier Astra Otoparts Gambar 26. Grafik hubugan M/C tonnage dan cycle time dari supplier Deloyde Gambar 27. Grafik hubungan M/C Tonnage dan cycle time dari supplier Sanko register 40

16 Berdasarkan data yang diperoleh, diperoleh hubungan antara M/C Tonnage dan cycle time dan apabila ingin dilakukan peningkatan jumlah produksi salah satu faktor yang mempengaruhi adalah M/C Tonnage. Untuk dua contoh sample part, yaitu scuff plate dan Garnish S/A back door outside (Gambar 28) terdapat beberapa perbedaan. Hal ini dikarenakan pada scuff plate (pijakan), yang sering berhubungan dengan pintu dan rentan terhadap benturan dan chemical resistance sehingga material yang cocok adalah tipe PP. Sedangkan garnish back door yang terletak diluar (di bagian belakang mobil), sering terkena sinar matahari dan rentan terhadap perubahan cuaca sehingga raw material yang cocok digunakan adalah ABS4 (plat). Gambar 28. Garnish S/A back door outside Selain itu, tonnage yang digunakan untuk scuff plate lebih besar dibandingkan garnish back door karena scuff plate memiliki luas permukaan yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan persamaan (7) bahwa semakin luas part maka semakin besar machine tonnage yang digunakan. Lebih lamanya cycle time untuk garnish S/A back door outside karena adanya proses plating dan juga dipengaruhi oleh temperature leleh untuk ABS cukup tinggi yaitu C. Harga untuk garnish S/A back door outside jauh lebih mahal, pertama dikarenakan harga untuk biaya material seperti raw material ABS4 (plat), yaitu $ sedangkan PP $ Selain itu, biaya v-v untuk garnish back door lebih besar karena memiliki jumlah 8 (delapan) part name, yaitu protector back door (3), clip back door (4), bolt stud (1), bolt square (2), bolt (2), gasket (5). Untuk scuff plate apabila dalam proses pembuatannya menggunakan M/C Tonnage 550 ton f, yang dimiliki oleh Astra Otoparts dengan harga machine rate Rp 2,100/min maka harga untuk part tersebut menjadi: STRUCTURE 1. Material cost (Rp) 2. Process cost CALCULATION METHOD = berat part h arg a material = kg USD ,690 = Rp 4774 M. rate cyletime = [ Rp 2,100/ min 0.75min] + [ Rp 475/ min 0.25min] = Rp V-V Rp Factory Over Head Rp Rp 210 Total price = Rp 8102/ pcs Cost reduction yang dapat diperoleh untuk part scuff plate apabila menggunakan M/C Tonnage 550 dari Astra Otoparts dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Cost Reduction Part name M/C Tonnage 650 M/C Tonnage 550 Cost Reduction % CR Scuff plate Rp 10,020 /pcs Rp 8,102/pcs Rp 1,918/pcs

17 Sedangkan untuk Garnish S/A back door outside yang diproduksi Sugity dengan spesifikasi : raw material ABS 4 (plat), dengn luas part cm 2, perhitungan untuk menentukan mesin Tonnage berdasarkan persamaan (7) sebagai berikut: 1) Berdasarkan spesifikasi material yang digunakan, diperoleh average press (P) untuk ABS, yaitu 500 kgf/cm 2 (tergantung dari supplier). Sehingga untuk machine tonnage yang digunakan dapat dihitung dengan rumus: 2 2 F = P A = 500kgf / cm cm = 57,150 kgf = ton 2) Karena garnish S/A back door outside ini memiliki dua posisi kanan-kiri, sehingga dikalikan dua, yaitu: F = ton f 2 = ton f Sehingga machine tonnage yang digunakan adalah ton f, tetapi kenyataannya dalam pembuatan garnish S/A back doo outisde dengan M/C tonnage 350 ton menggunakan cycle time 1.02 menit dengn berat scuff plate kg. Apabila dalam proses pembuatannya menggunakan M/C Tonnage 170 ton f, yang besar tonnage tidak terlalu jauh dari hasil perhitungan sebelumnya maka harga untuk part tersebut menjadi: f STRUCTURE CALCULATION METHOD Material cost = berat part h arg a material = kg USD ,690 = Rp 7,193 M. rate cyletime = [ Rp 1,730 / min 1.02 min] + [ Rp 475 / min 3.42 min] Process cost = Rp 3, 389 V-V Rp 36,033 Factory Over Head Rp 5,084 + Rp 1,017 + Rp 5, RP 9,151 Total price = Rp 66,951/ pcs Perhitungan untuk biaya plating : STRUCTURE CALCULATION METHOD Area of plating cm / pcs 1.5 = cm / pcs Material cost plating 2 = cm / pcs ( nikel) = /pcs 106 = Rp 7,234/pcs Process cost = 246 /pcs 106 = Rp 26,046/pcs 6 Man Power (plating) 152/pcs 106 = Rp 16,112 / pcs Hanger Cost 22 /pcs 106 = Rp 2,332/pcs Total price plating = Rp 51,724 / pcs Cost reduction yang dapat diperoleh untuk Garnish S/A back door outside apabila menggunakan M/C Tonnage 170 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Cost Reduction Part name M/C Tonnage 350 M/C Tonnage 170 Cost Reduction % CR Garnish S/A B/D Rp 122,020 /pcs Rp 118,675/pcs Rp 3,345/pcs 2.74 outside 42

18 Secara sederhana prinsip kerja dari mesin injection, yaitu: 1. Pertama raw material akan dikeringkan di dalam dryer Tujuan pengeringan ini untuk menguapkan uap air yang terdapat didalam pellet (menghindari cacat pada material dan cetakan akibat pemanasan dan tekanan yang tinggi saat memasuki cetakan) dan mempercepat proses pelelehan material. Penggunaan dryer tergantung dari kelembaban material,dapat dipengaruhi oleh kelembaban ruang produksi. Untuk beberapa material seperti PP (Polyproyplene) yang mengadung Talc biasanya tidak diperlukan pengeringan, karena talc berfungsi sebagai pengering (menolak uap air) sehingga menjaga material agar tetap kering. 2. Raw material yang telah kering masuk ke hopper 3. Dari hopper akan jatuh ke dalam screw, di dalam screw material akan dialirkan sesuai arah putaran poros. Dalam perjalan dari hopper ke nozzle akan terjadi pemanasan oleh barrel. Kemudian dengan tekanan screw akan ditekan melalui lubang kecil yang dinamakan nozzle. 4. Setelah melewati nozzle, akibat tekanan screw raw material akan mengalir mengisi ronggarongga cetakan sampai pada kondisi tidak mendapatkan tekanan lagi. 5. Setelah itu akan mengalami proses pemdinginan di dalam cetakan (mold), sehingga mengeras dan berubah fase menjadi padat, kemudian dikeluarkan dari mold. Bagian detail dari plastic mesin injection dapat dilihat pada Gambar 29. Gambar 29. Bagian detail plastic injection machine Sedangkan dalam proses injection ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain: 1. Temperatur leleh dari raw material (melt temperature) 2. Batas tekanan (pressure limit) Apabila tekanan terlalu rendah maka raw material tidak akan keluar atau terinjeksi. Akan tetapi jika tekanan udara terlalu tinggi maka dapat mengakibatkan terseburnya raw material dari dalam cetakan sehingga menyebabkan proses produksi tidak efisien. 3. Waktu tahan (holding time) yaitu, waktu yang diukur saat temperature leleh yang di-set telah berhasil melelehkan semuanya. 4. Waktu penekanan (holding pressure) yaitu, durasi yang diperlukan untuk memberikan tekanan pada piston yang mendorong plastik yang telah leleh. Waktu penekanan ini bergantung pada besar kecilnya dimensi cetakan (mold) 5. Temperature cetakan (mold temperature) 43

19 yaitu, temperature pemanasan awal cetakan sebelum dituangi plastik material yang meleleh. 6. Kecepatan injeksi (injection rate) yaitu, kecepatan lajunya bahan plastik yang telah meleleh keluar dari nozzle untuk mengisi rongga cetak. Untuk mesin-mesin injeksi tertentu kecepatan ini dapat terukur, tetapi untuk mesinmesin injeksi sederhana kadang-kadang tidak dilengkapi dengan pengukur kecepatan ini. 7. Ketebalan dinding cetakan (wall thickness) Semakin tebal dinding cetakan, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya cacat shrinkage. Oleh karena itu, langkah yang perlu dilakukan untuk mendapatkan CR, yaitu: LANGKAH-LANGKAH UNTUK MENDAPATKAN CR 1. Langkah yang disarankan a. Analisis biaya i.cari biaya apa yang terbesar diantara part yang ada? ii.bandingkan dengan part dari supplier lain yang sejenis b. Cari fungsi asli dari part tersebut Dengan diketahuinya fungsi asli part dapat ditentukan raw material yang tepat i. Apakah mungkin mengganti raw material ke grade yang lebih rendah (lebih murah) ii. Apakah mungkin dikurangi ketebalan (thickness) part c. Pecahkan masalah yang ada berdasarkan aspek-aspek yang mungkin Seperti design, metode manufacturing, tenaga kerja, biaya mold, dan lain-lain d. Rencana perbaikan i. Pemeriksaan untuk CR terhadap semua aspek yang mungkin termasuk material, bentuk. ii. Kembangkan teknologi atau teknik baru e. Evaluasi Adakan evaluasi mengenai hubungan antara biaya dan teknik, kualitas, produksi, pasar, dan lain-lain 2. Proses cost a. Cek berapa mesin tonnage yang sebaiknya digunakan b. Cek berapa lama mesin tersebut sudah digunakan. Apabila bukan mesin baru bisa negosiasikan harganya. c. Cek cycle time dengan cara mengambil beberapa sample part yang sedang dibuat d. Cek apakah cycle time atau mesin tonnage yang digunakan dapat diganti 44

20 5.3 Aspek Khusus (Analisis Beban Kerja pada Proses Pembuatan Crankcase di Core Making Line) Pendahuluan PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang peduli terhadap kesehatan dan keselamatan karyawan, serta setiap orang yang berada di lingkungan PT. TMMIN. Hal ini dapat dilihat dengan dibuatnya SHE patrol ( Safety, Health, Environment), yang dilakukan di lingkungan pabrik, yaitu di Sunter I, Sunter II, dan Karawang. Aktivitas ini dijalankan untuk memonitor kinerja di lapangan terutama mengungkapkan potensi-potensi bahaya yang muncul. Selain karyawan, setiap orang yang masuk di lingkungan PT TMMIN harus mematuhi prosedur-prosedur (safety rule), seperti berjalan di jalur hijau yang telah disediakan, dilarang menelpon atau sms dalam keadaan bekerja maupun berjalan, disaat menyebrang diharuskan menenggok kanan kiri terlebih dahulu. Safety di PT TMMIN ini dibedakan menjadi dua, yaitu safety pabrik dan safety supplier. Untuk safety pabrik selain safety rule yang harus dipatuhi, juga diharuskan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) setiap akan memasuki daerah produksi. Standar APD yang digunakan di pabrik dapat dilihat pada Gambar 30. Evaluasi safety yang dilakukan divisi SHE terbagi dua, yaitu management dan shop floor. Management ini berhubungan dengan orang atau siklus kerjanya, sedangkan shop floor berhubungan dengan lingkungan kerjanya. Gambar 30. Standar APD saat memasuki daerah produksi Untuk shop floor (lingkungan kerja) PT. TMMIN telah memiliki banyak cara untuk menjaga keselamatan karyawannya, seperti dibuat jalur hijau untuk area berjalan, naik turun tangga sesuai arah, di daerah produksi dipisahkan terdapat area khusus forklift, dibuat cerobong penghisap debu di daerah produksi, lantai di dalam pabrik selalu dibersihkan setiap hot time, disetiap line produksi terdapat OASIS (kantor) untuk tempat karyawan berisitirahat. Sedangkan untuk safety management (berhubungan dengan orang atau siklus kerja) untuk di area pabrik, karyawan harus menggunakan APD saat memasuki area produksi, dalam satu hari kerja diberikan waktu istirahat 10 menit, yaitu jam 09.30, 14.00, 16.00, dan selama 45 menit untuk 45

21 istirahat siang, makan, sholat. Selain itu, dilakukan rolling tiap minggu antara pekerja shift pagi dan shift malam. Analisis beban kerja ini dipilih karena saat ini pengukuran beban kerja masih belum banyak dilakukan di industri manufacturing, apalagi di PT. TMMIN operator pabrik bekerja sambil berdiri berjam-jam. Selain itu, faktor lingkungan yang panas, berdebu, dan bising dapat mempengaruhi tingkat beban kerja. Pengukuran beban kerja ini dilakukan di Casting plant pada Core Making line, proses pembuatan crankcase. Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui tingkat beban kerja dan membuat saran perbaikan pada proses tersebut. Crankcase ini merupakan rumah bagi crankshaft atau badan yang memegang semua bagian part secara bersama-sama, seperti core front, core rear, core water jacket. Untuk core crankcase ini terbuat dari pasir atau material sejenisya. Pengukuran beban kerja di core making line dilakukan pada dua jenis pekerjaan, yaitu crankcase 2TR dan crankcase 1TR. Pada pekerjaan tersebut terdapat perbedaan baik dari jumlah orang, dimana crankcase 2TR terdiri atas 2 (dua) operator sedangkan crankcase 1TR hanya 1(satu) operator dan spesifikasi produk berbeda (Tabel 11) tetapi dengan kondisi lingkungan yang sama. Layout core crankcase dan posisi ketiga operator tersebut disajikan pada Gambar 31. Tabel 11. Sepesifikasi produk Gambar 31. Layout core crankcase 46

22 Setiap operator di core crankcase memiliki Tabel Standarisasi Kerja (TSK), yaitu instruki kerja yang menggambarkan dengan jelas kondisi pekerjaan di tempat tersebut yang sekaligus menggambarkan masing-masing proses kegiatan di dalam suatu tempat kerja. Langkah kerja dari setiap operator dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Standarisasi kerja operator V.3.2 Kalibrasi subjek Pengukuran beban kerja pada crankcase 2TR terdiri atas empat subjek, dimana yang bekerja sebagai operator 1 adalah subjek A dan B, sedangkan operator 2 adalah subjek C dan subjek D. Untuk crankcase 1TR (operator 3) terdiri atas dua subjek pengukuran, yaitu subjek E dan subjek F. Pengukuran dimulai dengan mengukur karakterisitik subjek, meliputi tinggi badan dan berat badan. Data yang diperoleh ini digunakan untuk memperoleh nilai BME (Basal Metabolic Energy) dari pendekatan volume oksigen pada tubuh, dengan mengkonversi BME ekivalen dengan VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh (Tabel 4). Setelah itu dilakukan kalibrasi subjek untuk menormalisasi nilai denyut jantung melalui kegiatan step test, yaitu turun naik bangku step test dengan frekuensi berbeda-beda, disini digunakan frekuensi 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, dan 30 siklus/menit dengan tinggi bangku 47

23 step test 25 cm. Contoh perhitungan luas permukaan tubuh dan BME untuk subjek A dan nilai BME subjek dari data antropometri, dapat dirumuskan sebagai berikut: Subjek A : A = H w A = (165) (60) = 1.67 m VO2 = 207 liter / menit [ Tabel.4] BME = = kkal / menit 1000 Untuk karakterisitik dan antopometri subjek lainnya dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Karakteristik dan antropometri subjek Subjek Jenis kelamin Usia (tahun) Berat badan (kg) Tinggi badan (cm) Pekerjaan Pengalaman Kerja (tahun) A (m2) VO 2 (liter/menit) BME (kkal/menit) A laki-laki CC 2TR (o/p 1) B laki-laki CC 2TR (o/p 1) C laki-laki CC 2TR(o/p 2) D laki-laki CC 2TR(o/p 2) E laki-laki CC 1TR (o/p 3) F laki-laki CC 1TR (o/p 3) Data denyut jantung subjek saat step test yang telah tercatat dalam HRM kemudian dipindahkan dalam bentuk grafik. Berdasarkan grafik denyut jantung saat KST tercatat diawal pengukuran denyut jantung tinggi (Gambar 32, 33, 34) hal ini dikarenakan subjek telah mengalami beberapa kegiatan sebelum itu seperti berjalan dari tempat parkir atau loker ke OASIS, mengecek kondisi plant sebelum bekerja, dan subjek juga masih menyesuaikan dengan alat HRM. Dari grafik yang disajikan dibawah juga dapat dilihat terjadi peningkatan denyut jantung sesuai dengan meningkatnya frekuensi step test dan denyut jantung pada istirahat berikutnya juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan denyut jantung diawal istirahat. Hal ini dikarenakan pengaruh dari meningkatnya frekuensi step test, oleh karena itu untuk mendapatkan nilai IRHR saat step test dalam perhitungannya dilakukan perbandingan antara HR step test dengan HR saat istirahat awal. Hasil pengukuran denyut jantung KST subjek A yang bekerja sebagai operator 1 disajikan pada Gambar 32, subjek C yang bekerja sebagai operator 2 pada Gambar 33, dan subjek E yang bekerja sebagai operator 3 pada Gambar 34, sedangkan subjek lainnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada beban kerja fisik ini berhubungan dengan kegiatan yang menggunakan otot sebagai kegiatan sentral sehingga dapat menyebabkan perubahan pada fungsi alat-alat tubuh yang dapat dideteksi melalui perubahan konsumsi oksigen, denyut jantung, temperature tubuh, dan lain-lain biasanya hal ini berkaitan dengan tinggi badan dan berat badan subjek. 48

24 Gambar 32. Grafik hasil pengukuran HR kalibrasi step test subjek A (operator 1) Gambar 33. Grafik hasil pengukuran HR kalibrasi step test subjek C (operator 2) Gambar 34. Grafik hasil pengukuran HR kalibrasi step test subjek E (operator 3) Keterangan : R1 : istirahat 1 ST1 : step test 1(20 siklus/menit) R2 : istirahat 2 ST2 : step test 2 (25 siklus/menit) R3 : istirahat 3 ST3 : step test 3 (30 siklus/menit) R4 : istirahat 4 Untuk pengambilan data HR rest, dari data yang ada diambil minimal 6 data dengan nilai HR terkecil. Sedangkan untuk HR step test diambil minimal 6 data dengan nilai HR terbesar 49

25 tetapi bukan yang berada dimenit-menit akhir saat step test dikarenakan apabila di menit awal dan akhir data yang diperoleh masih tidak stabil. Untuk contoh perhitungan data HR rest, HR work, dan IRHR untuk Mr. A pada step test 20 siklus/menit, sebagai berikut: HR rest = = denyut / menit HR step test = = denyut / menit 14 HR step test IRHR = = = HR rest Data HR rest dan HR step test subjek lainnya dengan tingkat frekuensi berbeda dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Data HR rest dan HR step test tiap subjek SUBJEK HR (denyut jantung/menit) R1 ST1 R2 ST2 R3 ST3 R4 A B C D E F Setelah data IRHR step test tiap subjek diperoleh, maka dapat dihitung jumlah energi yang dikeluarkan atau Work Energy Cost saat step test (WEC st ). Nilai WEC st merupakan nilai konsumsi energi subjek untuk proses metabolisme tubuh dan melakukan kerja. WEC st ini dipengaruhi oleh berat badan, tinggi bangku step test, frekuensi step test tersebut. Contoh perhitungan WEC st untuk subjek A adalah sebagai berikut, sedangkan untuk nilai WECst subjek lainnya disajikan pada Tabel 15. f f f ST1 ST 2 ST 3 WEC WEC WEC = 20siklus / menit = 25siklus / menit = 30siklus / menit ST 1 st 2 st (20) = = 1.4 kkal / menit = 1.75 kkal / menit = 2.1 kkal / menit Tabel 15. Nilai IRHR dan WEC tiap subjek saat step test ST1 (20 siklus/menit) ST 2 (25 siklus/menit) ST 3 (30 siklus/menit) SUBJEK WEC ST WEC ST WEC IRHR IRHR IRHR ST (kkal/menit) (kkal/menit) (kkal/menit) A B C D E F

26 Nilai IRHR st dan WEC st yang ada kemudian dimasukkan ke dalam grafik yang membentuk hubungan linier. Grafik ini berfungsi untuk menghasilkan persamaan daya, dengan bentuk persamaan Y = ax + b. Persamaan daya ini diperoleh dengan cara memasukkan nilai IRHR st dan WEC st subjek tiap frekuensi step test, dimana x adalah untuk WEC st dan y adalah IRHR st. Setelah diperoleh persamaan daya, maka dapat diketahui nilai WEC saat kerja, dengan mengganti Y dengan nilai IRHR kerja sehingga nanti diperoleh nilai X atau WEC kerja. Grafik hubungan WEC st dan IRHR st untuk subjek A dapat dilihat pada Gambar 35, subjek C pada Gambar 36, subjek E Gambar 37, dan untuk subjek lainnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Gambar 35. Grafik korelasi IRHR dan WEC subjek A saat step test Gambar 36. Grafik korelasi IRHR dan WEC subjek C saat step test Gambar 37. Grafik korelasi IRHR dan WEC subjek E saat step test 51

METODOLOGI IV. 4.1 Deskripsi Kegiatan. 4.2 Metode Kerja Aspek Umun

METODOLOGI IV. 4.1 Deskripsi Kegiatan. 4.2 Metode Kerja Aspek Umun IV. METODOLOGI 4.1 Deskripsi Kegiatan Kegiatan magang dilakukan di PT. TMMIN selama 4 bulan, dimulai dari tanggal 21 Maret 2011 sampai dengan 20 Juli 2010. Waktu pelaksanaannya mengikuti jam kerja karyawan,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Struktur organisasi perusahaan

Lampiran 1. Struktur organisasi perusahaan . LAMPIRAN 59 Lampiran 1. Struktur organisasi perusahaan 60 Lampiran 2. Sturktur organisasi divisi Purchasing 61 Lampiran 3. Kegiatan yang dilakukan 62 Lampiran 4. A3 report 63 64 Lampiran 5. Time Sheet

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN B. ALAT DAN PERLENGKAPAN

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN B. ALAT DAN PERLENGKAPAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2010 sampai dengan Januari 2011 di Areal Pesawahan di Desa Cibeureum, Kecamatan Darmaga,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 3.1 Toyota Business Practice (TBP)

TINJAUAN PUSTAKA. 3.1 Toyota Business Practice (TBP) III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Toyota Business Practice (TBP) Saat sekarang ini, anggota Toyota berasal dari seluruh dunia dengan perbedaan budaya, sehingga untuk menyatukan semua anggota dibuat Toyota Way.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu B. Peralatan dan Perlengkapan

III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu B. Peralatan dan Perlengkapan III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan di lahan kering Leuwikopo, Bogor. Pengambilan data penelitian dimulai tanggal 29 April 2009 sampai 10 Juni 2009. B. Peralatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga bulan Oktober 2010 yang berlokasi di areal persawahan Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. General Induksi Setiap orang yang akan masuk ke dalam lingkungan PT. TMMIN wajib mendapatkan induksi atau pengenalan mengenai perusahaan serta aturan aturan dan prosedur yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang akan diambil dalam penelitian ini yaitu data denyut jantung pada saat kalibrasi, denyut jantung pada saat bekerja, dan output kerja. Semuanya akan dibahas pada sub bab-sub

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tahapan penelitian disajikan pada gambar dibawah ini. Mulai. Identifikasi masalah

METODE PENELITIAN. Tahapan penelitian disajikan pada gambar dibawah ini. Mulai. Identifikasi masalah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2010 sampai dengan Maret 2011 di Bengkel Daud Teknik, Cibereum, Bogor. B. Tahapan Penelitian

Lebih terperinci

V. PENERAPAN SISTEM ERGONOMI DALAM PROSES PRODUKSI

V. PENERAPAN SISTEM ERGONOMI DALAM PROSES PRODUKSI V. PENERAPAN SISTEM ERGONOMI DALAM PROSES PRODUKSI A. General Induksi General Induksi merupakan suatu kegiatan pengenalan prinsip-prinsip yang dianut oleh toyota kepada karyawan baru, agar karyawan baru

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Injection Molding Injection molding dapat membuat part yang memiliki bentuk yang kompleks dengan permukaan yang cukup baik. Variasi bentuk yang sangat banyak yang dapat

Lebih terperinci

PROSES INJECTION MOLDING PADA PEMBUATAN FRONT FENDER SPIN 125 DI PT. SUZUKI INDOMOBIL MOTOR. : Achmad Muttaqin NPM :

PROSES INJECTION MOLDING PADA PEMBUATAN FRONT FENDER SPIN 125 DI PT. SUZUKI INDOMOBIL MOTOR. : Achmad Muttaqin NPM : PROSES INJECTION MOLDING PADA PEMBUATAN FRONT FENDER SPIN 125 DI PT. SUZUKI INDOMOBIL MOTOR Nama : Achmad Muttaqin NPM : 20410081 Jurusan : Teknik mesin ABTRAKSI Pada umumnya, di PT. Suzuki Indomobil Motor

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA. General Assy. Stay Body Cover. Permanent 1. Permanent 2. Permanent 3. Permanent 4. Inspeksi. Repair.

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA. General Assy. Stay Body Cover. Permanent 1. Permanent 2. Permanent 3. Permanent 4. Inspeksi. Repair. BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Diagram Proses Pembuatan Frame Body Comp Marking Front Frame Rear Frame General Assy Stay Body Cover Permanent 1 Permanent 2 Permanent 3 Permanent

Lebih terperinci

. II. TINJAUAN PUSTAKA

. II. TINJAUAN PUSTAKA . II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah adalah suatu usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tanah dengan memecah partikel menjadi lebih kecil sehingga memudahkan akar

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Perancangan Cetakan Bagasi Sepeda Motor (Honda) Untuk Proses Injection Molding. Oleh : FIRMAN WAHYUDI

Tugas Akhir. Perancangan Cetakan Bagasi Sepeda Motor (Honda) Untuk Proses Injection Molding. Oleh : FIRMAN WAHYUDI Outline: JUDUL LATAR BELAKANG RUMUSAN MASALAH BATASAN MASALAH TUJUAN PERANCANGAN METODOLOGI PERANCANGAN SPESIFIKASI PRODUK DAN SPESIFIKASI MESIN PERENCANAAN JUMLAH CAVITY DIMENSI SISTEM SALURAN PERHITUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan material plastik sebagai bahan komponen kendaraan. bermotor, peralatan listrik, peralatan rumah tangga, dan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan material plastik sebagai bahan komponen kendaraan. bermotor, peralatan listrik, peralatan rumah tangga, dan berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan material plastik sebagai bahan komponen kendaraan bermotor, peralatan listrik, peralatan rumah tangga, dan berbagai keperluan seperti untuk medical, textiles,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Mold Review Mold lama yang digunakan dalam memproduksi Bobbin A K25G adalah jenis injection molding. Mold lama ini menggunakan system hot runner. Mold ini sendiri

Lebih terperinci

LOGO PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PRODUKSI CETAKAN LID

LOGO PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PRODUKSI CETAKAN LID LOGO PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PRODUKSI CETAKAN LID Latar Belakang Kebutuhan Produk Plastik Meningkatnya kebutuhan terhadap produk yang terbuat dari plastik Perencanaan Injection Molding yang baik

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 28 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ALUR PROSES INJEKSI PLASTIK Gambar 4.1 Proses pencetakan pada mesin injeksi 29 Pada Proses Injeksi Plastik (Plastic Injection Molding Process) terdapat 2 bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kegiatan industri khususnya industri otomotif, ujung tombak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kegiatan industri khususnya industri otomotif, ujung tombak yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kegiatan industri khususnya industri otomotif, ujung tombak yang sangat berperan dalam memberikan input yang signifikan terhadap perusahaan adalah bagian produksi.

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN. A. Aspek Umum (Membuat Usulan Perbaikan pada Sistem On The Job Development pada Pelatihan GL s Role)

VII. PEMBAHASAN. A. Aspek Umum (Membuat Usulan Perbaikan pada Sistem On The Job Development pada Pelatihan GL s Role) VII. PEMBAHASAN A. Aspek Umum (Membuat Usulan Perbaikan pada Sistem On The Job Development pada Pelatihan GL s Role) Visi PT. TMMIN adalah untuk mencapai Jiritsuka 2012, yaitu kemandirian dalam produksinya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN CETAKAN INJEKSI

BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN CETAKAN INJEKSI BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN CETAKAN INJEKSI Pada bab ini akan dibahas mengenai analisa dari hasil perancangan cetakan injeksi yang telah dibuat pada bab sebelumnya. Analisa akan meliputi waktu satu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Spesifikasi Cultivator Mesin pertanian yang digunakan adalah cultivator Yanmar tipe Te 550 n. Daya rata - rata motor penggerak bensin pada cultivator ini sebesar 3.5 hp (putaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plastik merupakan bahan baku yang berkembang saat ini. Penggunaan material plastik sebagai bahan dasar pembuatan

BAB I PENDAHULUAN. Plastik merupakan bahan baku yang berkembang saat ini. Penggunaan material plastik sebagai bahan dasar pembuatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Plastik merupakan bahan baku yang berkembang saat ini. Penggunaan material plastik sebagai bahan dasar pembuatan komponen kendaraan bermotor, peralatan listrik,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. SPESIFIKASI MESIN PELUBANG TANAH Sebelum menguji kinerja mesin pelubang tanah ini, perlu diketahui spesifikasi dan detail dari mesin. Mesin pelubang tanah untuk menanam sengon

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN CaCO 3 TERHADAP KUAT TARIK POLYPROPYLENE

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN CaCO 3 TERHADAP KUAT TARIK POLYPROPYLENE PENGARUH VARIASI KANDUNGAN CaCO 3 TERHADAP KUAT TARIK POLYPROPYLENE Muhammad Luqman Saiful fikri 1, Iman Kurnia Sentosa 2, Harini Sosiati 3, Cahyo Budiyantoro 4 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tahapan Persiapan Sebelum melakukan penelitian ada beberapa tahapan yang harus dilakukan diantaranya: 1. Studi pustaka mengenai mesin injeksi, metode DoE, material plastik,

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU, TEKANAN DAN WAKTU PENDINGINAN TERHADAP CACAT WARPAGE PRODUK BERBAHAN PLASTIK

PENGARUH SUHU, TEKANAN DAN WAKTU PENDINGINAN TERHADAP CACAT WARPAGE PRODUK BERBAHAN PLASTIK PENGARUH SUHU, TEKANAN DAN WAKTU PENDINGINAN TERHADAP CACAT WARPAGE PRODUK BERBAHAN PLASTIK Arif Rahman Hakim Dosen Tetap Prodi Teknik Mesin Universitas Riau Kepulauan Batam Abstrak Pada penelitian ini

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

BAB V ANALISA PEMBAHASAN 79 BAB V ANALISA PEMBAHASAN Setelah melakukan tahap pengumpulan dan pengolahan data, maka tahap selanjutnya adalah analisa pembahasan. Pada tahap ini akan dilakukan pengurutan terhadap Risk Priority Number

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI PELAKSANAAN MAGANG Selain sebagai aktivitas akademik untuk memenuhi persyaratan tugas akhir mahasiswa, kegiatan magang juga berhubungan erat dengan kegiatan recruitment

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI ANALISIS DISTRIBUSI MASTIC SEALER PADA SHELL BODY SUB ASSY LINE DI PT. TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA Nama : Puji Selamet Iswanto NPM : 25411599

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karet merupakan bahan atau material yang tidak bisa dipisahkan. dari kehidupan manusia, sebagai bahan yang sangat mudah didapat,

BAB I PENDAHULUAN. Karet merupakan bahan atau material yang tidak bisa dipisahkan. dari kehidupan manusia, sebagai bahan yang sangat mudah didapat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet merupakan bahan atau material yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, sebagai bahan yang sangat mudah didapat, praktis, ringan dan tentu saja modern.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta TUGAS AKHIR PENGARUH PENDINGINAN TERHADAP WAKTU DAN SHRINKAGE PADA PEMBUATAN RUBBER ENGINE MOUNTING DENGAN BAHAN CAMPURAN KARET ALAM DAN STYRENE BUTADIENE RUBBER (SBR) Tugas Akhir ini disusun Guna Memperoleh

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Kemiringan Dinding Mangkok Terhadap Tekanan Injeksi dan Filling Clamp Force

Studi Pengaruh Kemiringan Dinding Mangkok Terhadap Tekanan Injeksi dan Filling Clamp Force Studi Pengaruh Kemiringan Dinding Mangkok Terhadap Tekanan Injeksi dan Filling Clamp Force Jurusan Teknik Mesin, Universitas Kristen Petra E-mail: amelia@petra.ac.id, ninukj@petra.ac.id T E K N O S I M

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN LEG SHIELD YAMAHA MIO J DI PT. SANLY INDUSTRIES

PROSES PEMBUATAN LEG SHIELD YAMAHA MIO J DI PT. SANLY INDUSTRIES PROSES PEMBUATAN LEG SHIELD YAMAHA MIO J DI PT. SANLY INDUSTRIES Nama : Muhammad Bambang Wijanarko NPM : 24411785 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Iwan Setyawan, ST., MT Latar Belakang Leg Shield merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009 ANALISIS DATA 4.1 FASE ANALISA Fase ini merupakan fase mencari dan menentukan akar sebab dari suatu masalah. Kemudian, dilakukan brainstroming dengan pihak perusahaan untuk mengidentifikasi akar permasalahan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB 4 PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 44 BAB 4 PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 4.1 Sejarah Singkat PT. TMMIN Casting Plant dalam Memproduksi Camshaft Casting plant merupakan pabrik pengecoran logam untuk memproduksi komponen-komponen mobil Toyota.

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERANCANGAN

BAB III PROSES PERANCANGAN BAB III PROSES PERANCANGAN 3.1 Pembuatan Section Planing Section planing adalah proses pembuatan konsep yang akan diterapkan pada suatu part, seperti konsep pemasangan part ke unit mobil, konsep part-part

Lebih terperinci

PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION

PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION Agus Dwi Anggono Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A.Yani Tromol Pos I Pabelan, Kartosura, 57102 E-mail : agusda@indosat-m3.net

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen otomotif dituntut meningkatkan inovasi sehingga produk bisa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. komponen otomotif dituntut meningkatkan inovasi sehingga produk bisa menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menghadapi pasar bebas masyarakat ekonomi Asean pada 2015, pabrikan komponen otomotif dituntut meningkatkan inovasi sehingga produk bisa menjadi lebih kompetitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHAHULUAN I.1

BAB I PENDAHAHULUAN I.1 BAB I PENDAHAHULUAN I.1 Latar Belakang Setiap perusahaan tentunya ingin selalu meningkatkan kepuasan pelanggan dengan meningkatkan hasil produksinya. Produk yang berkualitas merupakan produk yang memenuhi

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Produk Cacat Part PH 031 Tahun mayor dan minor penyebab terjadinya produk cacat untuk part PH 031 pada tahun

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Produk Cacat Part PH 031 Tahun mayor dan minor penyebab terjadinya produk cacat untuk part PH 031 pada tahun BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa Produk Cacat Part PH 031 Tahun 2015 Berdasarkan data produk cacat tahun 2015 yang tersaji pada bab sebelumnya, maka dibuat analisa data untuk lanjutan untuk mengetahui faktor

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN CAPS SUNSILK 60 ml MENGGUNAKAN INJECTION MOLDING PADA PT. DYNAPLAST.TBK : DWI CAHYO PRABOWO NPM :

PROSES PEMBUATAN CAPS SUNSILK 60 ml MENGGUNAKAN INJECTION MOLDING PADA PT. DYNAPLAST.TBK : DWI CAHYO PRABOWO NPM : NAMA PROSES PEMBUATAN CAPS SUNSILK 60 ml MENGGUNAKAN INJECTION MOLDING PADA PT. DYNAPLAST.TBK : DWI CAHYO PRABOWO NPM : 22410181 JURUSAN : TEKNIK MESIN PENDAHULUAN Dewasa ini, pemakaian barang-barang yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri otomotif di Indonesia semakin hari semakin meningkat, terutama di segmen kendaraan ringan roda empat atau mobil. Pertumbuhan tersebut akan didukung

Lebih terperinci

Cindy Puspita Sari / 4ID01

Cindy Puspita Sari / 4ID01 Mempelajari Manajemen Perawatan Mesin Injeksi Plastik pada Produksi Kaca Spion Tipe KZRA di PT Astra Komponen Indonesia Cindy Puspita Sari 31413929 / 4ID01 Latar Belakang Permasalahan Solusi Penyelesaian

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Media Pendingin dan Circle Time terhadap Defect Crack Line pada Produk SP 04 Haemonetics

Pengaruh Temperatur Media Pendingin dan Circle Time terhadap Defect Crack Line pada Produk SP 04 Haemonetics Jurnal Integrasi Vol. 9 No. 1, April 2017, 48-52 e-issn: 2548-9828 Article History Received March, 2017 Accepted April, 2017 Pengaruh Temperatur Media Pendingin dan Circle Time terhadap Defect Crack Line

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian digunakan untuk mempersempit permasalahan yang diteliti, sehingga dapat membahas dan menjelaskan permasalahan secara tepat. Pada

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. Mengapa Defect tidak tertangkap pada proses pengecekan kualitas di atas

BAB V ANALISA HASIL. Mengapa Defect tidak tertangkap pada proses pengecekan kualitas di atas BAB V ANALISA HASIL 5.1 ANALYZE 5.1.1 Clarify Problem Mengapa Defect tidak tertangkap pada proses pengecekan kualitas di atas konveyor output mesin? Gambar proses pengecekan kualitas surface part dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Flow Chart Start 1. Melakukan pembelajaran,pencarian informasi, pengukuran, dan data mesin 2. Melakukan pembelajaran,pencarian informasi, pengukuran, dan data cooling tower

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Berikut adalah metode yang digunakan dalam melakukan penelitian dan pengolahan data : Identifikasi Masalah Studi Pustaka Menentukan Tujuan 8 Langkah dan 7 Tools 1. Menentukan

Lebih terperinci

Aplikasi Statistik Pada Industri Manufaktur. SPC,I/Rev.03 Copyright Sentral Sistem Mei 08

Aplikasi Statistik Pada Industri Manufaktur. SPC,I/Rev.03 Copyright Sentral Sistem Mei 08 Aplikasi Statistik Pada Industri Manufaktur 1 Why Statistik Kecepatan Produksi sangat cepat, pengecekan 100% sulit dilakukan karena tidak efisien Cycle time produksi motor di AHM : 1,7 menit Cycle time

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PEMBUATAN CRANKCASE DAN PENERAPAN TBP UNTUK MEMPREDIKSI COST REDUCTION DI PT. TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PEMBUATAN CRANKCASE DAN PENERAPAN TBP UNTUK MEMPREDIKSI COST REDUCTION DI PT. TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PEMBUATAN CRANKCASE DAN PENERAPAN TBP UNTUK MEMPREDIKSI COST REDUCTION DI PT. TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA SKRIPSI AQMARINA INDRA F14070051 MAYOR TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 30 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 4.1 PENDAHULUAN Hasil rancang bangun mesin akan ditampilkan dalam Bab IV ini. Pada penelitian ini Prodak yang di buat adalah Mesin Ekstrusi Cetak Pellet

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. fokus di dalam program peningkatan kualitas Lean Six Sigma sehingga cacat

BAB V ANALISA HASIL. fokus di dalam program peningkatan kualitas Lean Six Sigma sehingga cacat BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa Hasil Pengolahan Data Untuk mencari akar penyebab masalah maka data harus dianalisa untuk menghasilkan perbaikan yang tepat. Hasil pengolahan data pada bab IV dijadikan

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BOTOL MILKY DI PT. LURINA PLASTIK INDUSTRIES, CIKARANG

PROSES PEMBUATAN BOTOL MILKY DI PT. LURINA PLASTIK INDUSTRIES, CIKARANG PROSES PEMBUATAN BOTOL MILKY DI PT. LURINA PLASTIK INDUSTRIES, CIKARANG Nama : Mokhammad Roiful Anis NPM : 24411599 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Doddi Yuniardi, ST., MT. Latar Belakang Saat ini

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Menentukan Tema PT. Akebono Brake Astra Indonesia (PT. AAIJ) adalah perusahaan yang bergerak dibidang industri otomotif, produk yang diproduksi disini adalah brake

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Perusahaan ini berdiri pada tahun 1954 di Jakarta, sebuah pabrik yang memproduksi barang-barang elektronik Tiga tahun kemudian dalam studinya di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN BAB III METODOLOGI PERANCANGAN Sebelum melakukan perancangan mould untuk Tutup Botol ini, penulis menetapkan beberapa tahapan kerja sesuai dengan literatur yang ada dan berdasarkan pengalaman para pembuat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENGERTIAN MOLD Mold (cetakan) adalah adalah rongga tempat material leleh (plastik atau logam) memperoleh bentuk. Mold terdiri dari dua bagian yaitu pelat bergerak (moveable

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.2 MESIN EXTRUSI MOLDING CETAK PELLET PLASTIK

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.2 MESIN EXTRUSI MOLDING CETAK PELLET PLASTIK 30 BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil rancang bangun mesin akan ditampilkan dalam Bab IV ini. Pada penelitian ini Prodak yang di buat adalah Mesin Cetak Pellet Plastik Plastik, Hasil

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dijelaskan dalam Bab V, bisa disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Kinerja mesin high pressure die casting

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH Tahap analisis pemecahan masalah merupakan tahap untuk menemukan root cause, memberikan ide dan melakukan perbaikan terhadap cacat yang terjadi dengan adanya perubahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah material plastik berjenis polystyrene murni dan daur ulang. Sifat dari material plastik polystyrene yaitu

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN & PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN & PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN & PENGOLAHAN DATA 4.1 Proses Press Proses Press adalah proses pencetakan lempengan baja dengan memanfaatkan gaya tekan untuk merubah lempengan tersebut menjadi bentukan yang diinginkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Tahapan Proses Pembuatan Papan Serat 1. Pembuatan Matras a. Pemotongan serat Serat kenaf memiliki ukuran panjang rata-rata 40-60 cm (Gambar 18), untuk mempermudah proses pembuatan

Lebih terperinci

PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan II. PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia adalah bagian dari perusahaan besar yaitu Toyota Motor Corporation (TMC), Jepang. Diawali dengan berdirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia industri saat ini diikuti oleh pembaruan penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia industri saat ini diikuti oleh pembaruan penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia industri saat ini diikuti oleh pembaruan penggunaan bahan dasar produksi. Logam yang dahulu banyak digunakan dalam proses industri kini mulai ditinggalkan.

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data di dalam tulisan ini yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan di pengolahan dan analisis data terdiri dari : 1. Data Total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Prospek industri plastik cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Potensi pengembangan industri plastik ini terlihat dari konsumsi atau penggunaan yang tinggi

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG

II. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG II. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG A. DESKRIPSI KEGIATAN Kegiatan magang ini dilaksanakan di PT TMMIN. Kegiatan magang ini dimulai tanggal 1 April sampai dengan 30 Juni 2009. Waktu pelaksanaanya disesuaikan

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Waktu Penelitian Penelitian pirolisis dilakukan pada bulan Juli 2017. 3.1.2 Tempat Penelitian Pengujian pirolisis, viskositas, densitas,

Lebih terperinci

PENULISAN ILMIAH MEMPELAJARI KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI PEMASANGAN ACCESSORIES MOBIL YARIS DI PT. TOYOTA ASTRA MOTOR

PENULISAN ILMIAH MEMPELAJARI KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI PEMASANGAN ACCESSORIES MOBIL YARIS DI PT. TOYOTA ASTRA MOTOR PENULISAN ILMIAH MEMPELAJARI KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI PEMASANGAN ACCESSORIES MOBIL YARIS DI PT. TOYOTA ASTRA MOTOR Nama : Dede Rahmat Paradise NPM : 31411796 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Penelitian ini terpusat di departemen produksi 2 tempat berlangsungnya proses polishing. Dalam departemen produksi 2 terdapat empat line yaitu

Lebih terperinci

BAB III PROSES DESIGN MOLDING PLASTIK DAN JENIS-JENIS CACAT PADA PRODUK INJECTION MOLDING

BAB III PROSES DESIGN MOLDING PLASTIK DAN JENIS-JENIS CACAT PADA PRODUK INJECTION MOLDING BAB III PROSES DESIGN MOLDING PLASTIK DAN JENIS-JENIS CACAT PADA PRODUK INJECTION MOLDING 3.1 Proses Design Molding Plastik 3.1.1 Flow Chart Proses Design Molding Plastik Untuk mempermudah pembahasan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri pada saat ini tidak dapat dihindari, dan setiap pesaing

BAB 1 PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri pada saat ini tidak dapat dihindari, dan setiap pesaing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan di dunia industri pada saat ini tidak dapat dihindari, dan setiap pesaing berusaha untuk mencari suatu metode yang lebih baik untuk memanfaatkan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENGARUH SISTEM PENDINGINAN LURUS DAN CONFORMAL TERHADAP PENYUSUTAN DIMENSI HASIL PADA MESIN INJEKSI PLASTIK

TUGAS AKHIR PENGARUH SISTEM PENDINGINAN LURUS DAN CONFORMAL TERHADAP PENYUSUTAN DIMENSI HASIL PADA MESIN INJEKSI PLASTIK TUGAS AKHIR PENGARUH SISTEM PENDINGINAN LURUS DAN CONFORMAL TERHADAP PENYUSUTAN DIMENSI HASIL PADA MESIN INJEKSI PLASTIK Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB 3 Metodologi Penelitian

BAB 3 Metodologi Penelitian BAB 3 Metodologi Penelitian Penelitian yang baik didukung metodologi yang baik selain latar belakang dan penjelasan mengenai pentingnya masalah yang diteliti. Penelitian dilakukan secara benar dan cermat

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN PRODUK BERBAHAN PLASTIK DENGAN JENIS MATERIAL HDPE UNTUK TUTUP GALON AIR MINERAL DI PT. DYNAPLAST

PROSES PEMBUATAN PRODUK BERBAHAN PLASTIK DENGAN JENIS MATERIAL HDPE UNTUK TUTUP GALON AIR MINERAL DI PT. DYNAPLAST PROSES PEMBUATAN PRODUK BERBAHAN PLASTIK DENGAN JENIS MATERIAL HDPE UNTUK TUTUP GALON AIR MINERAL DI PT. DYNAPLAST PENULISAN ILMIAH Nama : Dede Kurniadi NPM : 21410739 Program Studi : Teknik Mesin Pembimbing

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan di PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia diawali dengan mengetahui semua pekerjaan yang dilakukan di pabrik. Setelan itu, dilakukan pengenalan istilah-istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN unit. Pertumbuhan penjualan produsen-produsen mobil utama di. dengan pangsa pasar sebesar 11.3%.

BAB I PENDAHULUAN unit. Pertumbuhan penjualan produsen-produsen mobil utama di. dengan pangsa pasar sebesar 11.3%. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri otomotif di Indonesia semakin hari semakin meningkat, terutama di segmen kendaraan ringan roda empat atau mobil. Pertumbuhan tersebut akan didukung

Lebih terperinci

SPC Copyright Sentral Sistem March09 - For Trisakti University. Aplikasi Statistik pada Industri Manufaktur

SPC Copyright Sentral Sistem March09 - For Trisakti University. Aplikasi Statistik pada Industri Manufaktur Aplikasi Statistik pada Industri Manufaktur Why Statistic? Kecepatan Produksi sangat cepat, pengecekan 00% sulit dilakukan karena tidak efisien Cycle time produksi motor di AHM : 9 detik Cycle time produksi

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Pembuatan Diagram Sebab Akibat. Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Pembuatan Diagram Sebab Akibat. Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa 5.1.1 Pembuatan Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan yang dihadapi dengan kemungkinan penyebabnya serta faktor-faktor yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjau Pustaka

BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjau Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjau Pustaka Sugondo (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh ketebalan pada kualitas produk plastik dan mampu bentuk dengan menggunakan simulasi pada proses injeksi. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam proses pencetakan produk plastik dapat digambarkan adalah adanya sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam proses pencetakan produk plastik dapat digambarkan adalah adanya sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Didalam proses pencetakan produk plastik dapat digambarkan adalah adanya sejumlah material plastik dengan suhu tinggi dimasukkan kedalam mold, kemudian material

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

BAB V ANALISA PEMBAHASAN BAB V ANALISA PEMBAHASAN 5.1. Analisa Prioritas perbaikan proses Dyno dengan metode FMEA Setelah diketahui berbagai kendala dan hambatan dalam pencapaian target WIP diproses Dyno, maka perlu dibuatkan

Lebih terperinci

MESIN PENGERING KAYU SEDERHANA UNTUK HOME INDUSTRI. Murni *)

MESIN PENGERING KAYU SEDERHANA UNTUK HOME INDUSTRI. Murni *) MESIN PENGERING KAYU SEDERHANA UNTUK HOME INDUSTRI Murni *) Abstract Dryer machine of wood is made to fulfill need of wood in order to produce raw of drying wood is not depended weather. Making of dryer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarana transportasi umum yang buruk dan tidak memadai membuat masyarakat Indonesia enggan untuk memanfaatkannya. Dengan tingkat kesejahteraan dan daya beli masyarakat

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES PENDINGINAN TERHADAP SHINKAGE DAN DIMENSI PRODUK TS PLUG 1 BERBAHAN PVC PADA INJECTION MOLDING

PENGARUH PROSES PENDINGINAN TERHADAP SHINKAGE DAN DIMENSI PRODUK TS PLUG 1 BERBAHAN PVC PADA INJECTION MOLDING PENGARUH PROSES PENDINGINAN TERHADAP SHINKAGE DAN DIMENSI PRODUK TS PLUG 1 BERBAHAN PVC PADA INJECTION MOLDING Edi Sunarto 1), Ir. Estu Prayogi M.KKK 2) 1), 2) Jurusan Teknik Mesin, Universitas Pancasila

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB 2 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Latar Belakang Perusahaan PT. Jasa Putra Plastik adalah perusahaan yang bergerak dalam industri pembuatan plastik padat, didirikan pertama kali oleh Bapak Hardyanto

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 32 BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 3.1 Latar Belakang Perusahaan 3.1.1 Organisasi PT. Golden Tempo Clock Industry ( Perusahaan ) adalah salah satu perusahaan manufakur berskala kecil menengah yang bergerak

Lebih terperinci

Analisis Beban Kerja pada Proses Penggilingan Padi, Studi Komparasi antara Penggilingan Padi Skala Kecil dan Besar

Analisis Beban Kerja pada Proses Penggilingan Padi, Studi Komparasi antara Penggilingan Padi Skala Kecil dan Besar Analisis Beban Kerja pada Proses Penggilingan Padi, Studi Komparasi antara Penggilingan Padi Skala Kecil dan Besar 1) Atiqotun Fitriyah, 2) Sam Herodian 1), 2) Laboratorium Ergonomika, Departeman Teknik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ii LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI iii HALAMAN PERSEMBAHAN iv HALAMAN MOTTO v KATA PENGANTAR vi ABSTRACT viii ABSTRAKSI ix DAFTAR ISI x DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Injection molding adalah proses pembentukan plastik dengan. cara melelehkan material plastik yang kemudian diinjeksikan ke

BAB I PENDAHULUAN. Injection molding adalah proses pembentukan plastik dengan. cara melelehkan material plastik yang kemudian diinjeksikan ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Injection molding adalah proses pembentukan plastik dengan cara melelehkan material plastik yang kemudian diinjeksikan ke dalam sebuah cetakan (mold). Dengan teknik

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PARAMETER PROSES TERHADAP SHRINKAGE PADA GELAS PLASTIK DENGAN SOFTWARE MOLDFLOW PLASTIC INSIGHT 5

ANALISIS PENGARUH PARAMETER PROSES TERHADAP SHRINKAGE PADA GELAS PLASTIK DENGAN SOFTWARE MOLDFLOW PLASTIC INSIGHT 5 TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH PARAMETER PROSES TERHADAP SHRINKAGE PADA GELAS PLASTIK DENGAN SOFTWARE MOLDFLOW PLASTIC INSIGHT 5 Disusun : DWI KARDONO NIM : D 200 040 060 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Pengujian termal plastik daur ulang dengan plastik original menggunakan metode DSC pada penelitian sebelumnya sudah pernah dilakukan. Pengujiannya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi merupakan isi uraian tentang jenis data, metode pengambilan data, metode pengolahan data, metode analisis data dan langkah langkah penelitian. 3.1 Diagram Alir

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Garis Besar Penelitian Penelitian yang dilakukan pada tugas akhir ini adalah melakukan pengujian pengaruh putaran mesin terhadap performansi sistem pengkondisian udara

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR

BAB II PROFIL PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR BAB II PROFIL PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR 2.1 Profil Perusahaan 2.2 Sejarah Singkat PT. Astra Daihatsu Motor PT. Astra Daihatsu Motor (ADM) mengawali sejarahnya pada tahun 1973. Pada tahun 1973, Astra mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Dengan berdasar pada konsep marketing mix, atribut kuesioner

BAB 3 METODE PENELITIAN. Dengan berdasar pada konsep marketing mix, atribut kuesioner BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Penyusunan dan Penyebaran Kuesioner 3.1.1 Atribut Kuesioner Dengan berdasar pada konsep marketing mix, atribut kuesioner digolongkan menjadi produk, tinta, kualitas, perawatan

Lebih terperinci

4.1. Menghitung Kapasitas Silinder

4.1. Menghitung Kapasitas Silinder BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Menghitung Kapasitas Silinder Pada perencangan alat uji kekentalan plastik ini sampel akan dilebur didalam silinder. Untuk itu dibutuhkan perhitungan untuk mencari

Lebih terperinci