MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XII/2014

Transkripsi

1

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian TAP MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum TAP MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 [Pasal 6 angka 3] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Murnanda Utama 2. Deva Septana ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Jumat, 5 September 2014, Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Maria Farida Indrati (Ketua) 2) Aswanto (Anggota) 3) Muhammad Alim (Anggota) Dewi Nurul Savitri Panitera Pengganti

3 Pihak yang Hadir: A. Kuasa Pemohon Perkara Nomor 75/PUU-XII/2014: 1. Imam Syahtria B. Pemohon Perkara Nomor 75/PUU-XII/2014: 1. Murnanda Utama

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, sidang Perkara Nomor 75/PUU-XII/2014, dinyatakan dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Selamat pagi. Pagi hari ini kita akan melakukan sidang pendahuluan tentang pengujian TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum TAP MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, khususnya Pasal 6 angka 30 dan Pengujian TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno. Saya mohon untuk Pemohon, untuk menjelaskan siapa yang hadir di sini. Terima kasih. 2. KUASA HUKUM PEMOHON: IMAM SYAHTRIA Baik, terima kasih. Sebelumnya, Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Kami dari Pemohon, yang hadir Kuasa Pemohon sendiri dan satu orang dari Pemohon yaitu Saudara Murnanda Utama selaku Ketua dari Yayasan Maharya Pati, sedangkan Saudara Deva Septana saat ini berhalangan hadir, jadi untuk sementara Pemohon yang langsung hanya satu dan didampingi Kuasa Hukumnya. Terima kasih. 3. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, terima kasih. Untuk pertama kali saya mohon kepada Pemohon menjelaskan secara sepintas apa yang dimohonkan di dalam permohonan ini. 4. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Terima kasih, Yang Mulia. Dalam hal ini, kami dari Yayasan Maharya Pati, Mahakarya Patriot Indonesia, selaku anak bangsa ingin memulihkan nama baik pendiri bangsa, pendiri Republik Indonesia, Bapak Ir. Soekarno. Dalam hal ini, beliau dalam TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 yaitu Bab 2 Pasal 6, masih terkait dengan status hukum. Kami ingin dan juga pada klausul menimbang huruf c, Presiden Soekarno dituduh bersekongkol dengan G30S/PKI, dan Bab 1 Pasal 3, Presiden Soekarno teridentifikasi melakukan kejahatan atau

5 pengkhianatan negara, sehingga dicabut kekuasaannya, padahal Bung Karno itu sudah diberikan gelar Bapak Proklamator, Pahlawan Proklamator berdasarkan Keppres Nomor 81 Tahun 1986 oleh Presiden Soeharto. Kemudian, bangsa ini melalui Keppres Nomor 83 Tahun 2013 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Dr. Ir. Soekarno. Dan kemudian lagi, dalam Keppres Nomor 22 Tahun 2014 pada bulan Juni yang lalu, itu dikeluarkan keppres untuk mata uang pecahan Rp ,00, dimana di dalamnya gambar Dr. Ir. Soekarno dan Bung Hatta sebagai gambar pada mata uang tersebut. Alangkah ironinya hukum di negara kita kita ini. Bung Karno masih terjustifikasi dalam tanda kutip sebagai tersangka oleh bangsa ini. Tanpa adanya beliau, mungkin bangsa ini belum berdiri sampai hari ini. Oleh karena itu, Yang Mulia, kami selaku anak bangsa memohon kepada Majelis ini untuk dapat kiranya kita memulihkan nama baik beliau. Saya rasa sekian sekilas dari saya selaku Pemohon. Terima kasih, Yang Mulia. 5. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, terima kasih. Intinya seperti itu dan saya mohon pertama kali kepada Bapak Yang Mulia Bapak Muhammad Alim untuk memberikan tanggapan terhadap permohonan ini karena di dalam sidang pendahuluan, maka Hakim wajib memberikan nasihat bagi para Pemohon untuk perbaikan permohonannya. 6. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Terima kasih, Yang Mulia. 7. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Silakan. 8. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih, Yang Mulia Ketua Prof. Maria Farida Indrati atas kesempatan yang diberikan kepada saya. Pertama-tama, saya beritahukan baik kepada Prinsipal maupun kepada Kuasa-Kuasanya bahwa atas pasal yang sama dan yang sama dengan yang dimohon sekarang itu, sudah pernah diajukan permohonan ke sini. Jadi, Anda bisa melihat bagaimana sikap Mahkamah Konstitusi terhadap hal itu. Itu petama.

6 Kedua juga, Anda harus tahu bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 kewenangan kita kewenangan Mahkamah Konstitusi itu hanya menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945, bukan menguji TAP MPR terhadap Undang-Undang Dasar Tahun Jadi, ini ini soal kewenangan dulu, Anda sudah tahu betul itu Pasal 24C ayat (1) Undang -Undang Dasar Tahun 1945 bahwa yang menjadi kewenangan kita itu menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun TAP MPR tidak termasuk, nanti nanti diketahui. Kemudian yang saya katakan tadi pertama itu sudah pernah diuji, nanti Anda bisa melihat itu, ya. Jadi, bisa di apa di semacam perbandinganlah dengan putusan yang dahulu. Lalu, ini di halaman 20 permohonan Anda pendahuluan itu, dalam konsiderans jangan klausul ya, jadi konsiderans, pakai s, consideration itu menimbang. Jadi, ini alinea ter di bawah sekali itu lho, 1, 2, 3, 4, 5 itu dalam jangan klausul, dalam konsiderans (menimbang). Jadi, di situ ada menimbang itu consideration, baru mengingat itu dasar hukumnya. Tapi di sini konsiderans ini huruf c. Oke, itu untuk perbaikan saja itu. Kemudian, di permohonan Anda, di halaman 30, di petitum, di sini ada nomor 1 itu menerima dan mengabulkan. Saya sarankan mengabulkan saja karena mengabulkan itu sudah termasuk menerima. Kalau tidak menerima tidak diperiksa, dikabulkan atau ditolak. Artinya, sengketa materiilnya atau pokok persoalannya tidak diperiksa jikalau tidak memenuhi syarat legal standing atau kewenangan, dan lain-lain, ya. Jadi, mengabulkan saja di situ, tidak usah ditambah dengan menerima karena untuk terutama Saudara Pengacara, jikalau suatu putusan ini perbandingannya di Mahkamah Agung, kalau satu putusan pengadilan negeri kemudian dibanding, kalau syarat-syarat bandingnya dipenuhi misalnya, tenggang waktunya, yang berwenang mengajukan banding, dan lain-lain, itu permohonan banding diterima. Tetapi, dikuatkan putusan pengadilan berarti tidak dikabulkan permohonannya. Jadi, mengabulkan itu termasuk menerima, ya. Jadi, menerima saja belum tentu dikabulkan. Ya, oke. Ini pasal angka 2 nya ini dikatakan saja bahwa ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, jadi sudah cukup itu. Lalu, pasal apa petitum berikutnya misalnya, TAP MPR pasal sekian itu dikatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tidak usah disebutkan lagi pasal ini, pasal ini karena mengenai Pasal 1 angka 3 atau Pasal 28D ayat (1) itu, itu kan, sudah diuraikan di dalam posita. Jadi, di khusus petitum itu tinggal konklusinya. Jadi, yang kedua itu menyatakan pasal ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun Yang ketiganya itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat saja. Lalu, memerintahkan putusan ini dimuat dalam Berita Negara

7 sebagaimana mestinya. Jangka waktunya itu paling lambat 30 hari itu menurut undang-undang. Kalau dikabulkan itu pastilah dimuat di situ ya, meskipun tidak diminta pasti dimuat kalau memang dikabulkan. Meskipun juga tidak dikabulkan, kalau ada perubahan yang terjadi di dalamnya itu tetap dimuat dalam Berita Negara karena untuk diketahui oleh masyarakat. Oke. Ya, terima kasih, Bu Ketua. 9. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, terima kasih. Saya persilakan, Yang Mulia, Bapak Aswanto. 10. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia. Saudara Pemohon ya, secara substansi sebenarnya kita sudah bisa memahami apa yang Saudara inginkan dalam permohonan ini, tetapi beracara di MK itu kan, harus tunduk pada norma-norma yang sudah ditentukan. Norma yang ditentukan itu ada di PMK ya, ada di PMK Nomor 6 Tahun Itu pedoman beracara dalam perkara pengujian undang-undang. Nanti coba Saudara lihat kembali, terutama di Pasal 5. Di Pasal 5 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang. Di situ Saudara bisa lihat struktur permohonan. Nah, itu yang pertama. Yang kedua, tadi Yang Mulia Bapak Dr. Muhammad Alim sudah menyampaikan soal kedudukan hukum. Di dalam permohonan Saudara, Saudara juga melampirkan bukti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembuatan Perundang-Undangan. Yang saya tangkap dari permohonan Saudara, Saudara menganggap bahwa TAP MPR itu di bawah undang-undang ya, sehingga Anda menganggap bahwa ini mestinya juga bisa diuji begitu. Nah, terlepas dari itu tadi beliau sudah menyampaikan bahwa Saudara juga mengutip, Saudara mengutip di dalam Pasal 24C ayat (1) itu kan jelas ya, 24C ayat (1) Undang -Undang Dasar Tahun 1945 kan, jelas bunyinya bahwa kewenangan Mahkamah itu hanya apa menguji Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan undang-undang, gitu ya. Nah, mungkin ada pemikiran-pemikiran yang Saudara bisa elaborasi sehingga Saudara mengajukan permohonan ini ke Mahkamah dan itu yang menyebabkan Saudara melampirkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembuatan Perundang- Undangan. Silakan Saudara mengkonstruksi, sehingga apakah nanti Mahkamah menganggap Anda punya apa namanya punya kedudukan hukum atau tidak, itu tergantung pada permohonan Saudara nantinya.

8 Lalu yang ketiga, uji materi atau uji formil terhadap undangundang itu diajukan oleh bisa perorangan, ya. Nah, ini Anda mengajukan sebagai badan hukum privat ya, sebagai badan hukum privat. Saya lihat Anda sudah melampirkan akta pendirian yayasan, tetapi yang belum nampak di dalam permohonan Saudara adalah apa potensi kerugian konstitusional Saudara sebagai badan hukum dengan berlakunya norma itu. Nah, Saudara harus mengelaborasi juga bahwa dengan tidak adanya norma itu, maka kerugian atau potensi kerugian konstitusional Saudara itu tidak akan terjadi. Jadi, pengujian itu dimaksudkan agar tidak terjadi kerugian konstitusional, bukan kerugian materil, bukan kerugian materi, tetapi kerugian konstitusional. Nah, ini yang setelah kami baca permohonan Saudara belum nampak secara jelas apa sebenarnya kerugian atau potensi kerugian konstitusional Saudara dengan berlakunya norma yang Saudara minta untuk diuji itu. Nah, dari saya cukup. 11. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, terima kasih. Yang pertama, sekarang saya melihat surat kuasanya ya, Anda memberikan surat kuasa ini, tetapi belum ada materai. Jadi, surat kuasa ini harus dinasegel dulu. Ya, nanti diminta kembali dan di dimaterai. Dari kasus ini, tadi dinyatakan oleh Yang Mulia Bapak Muhammad Alim bahwa perkara ini persis persa pernah diajukan ke Mahkamah Konstitusi ya, dan biasanya kalau Anda tidak mempunyai sesuatu yang berbeda dengan yang lalu, maka itu akan dinyatakan nebis in idem. Kemudian, permasalahannya adalah kalau Anda ingin mencabut TAP ini berarti apa yang terjadi karena TAP ini bukan peraturan perundang-undangan, ya. Kalau kita melihat TAP ini tidak berlaku umum ya, tapi berlaku untuk perseorangan, untuk Presiden Soekarno bersifat eenmalig ya, walaupun ada TAP yang bersifat mengatur, sehingga kalau TAP ini kemudian dinyatakan dicabut, maka kemudian apa yang akan terjadi? Semua hal yang dirumuskan dalam TAP ini akan muncul kembali. Padahal TAP ini juga menyerahkan kewenangan pada Jenderal Soeharto pengemban TAP MPR yang lain, sehingga nanti akan keluar semuanya yang sudah lalu. Berarti semuanya pemerintahan sesudah tahun 1966 sampai sekarang ini dianggap tidak legal. Apa ya? Ini suatu TAP yang eenmalig, TAP yang menyatakan ini adalah ini. Kalau kita melihat dalam suatu keputusan yang individual konkret, itu kan, biasanya ada kalau di dalam pada masa yang akan datang terdapat kekeliruan, dapat diperbaiki. Tapi di sini kita bisa melihat bahwa ini sudah selesai dan pihak yang diberikan TAP ini sudah enggak ada. Jadi, kalau ini dinyatakan dicabut, maka semua dianggap enggak betul,

9 maka secara hukum di dalam TAP Nomor 1 Tahun 2003 itu sudah jelas bahwa kedudukan ini sudah selesai. Nah, kalau kemudian kita melihat cara untuk memperbaiki, mengembalikan harkat dan martabat Presiden Soekarno, tidak perlu dengan mencabut hal ini karena ini akan menimbulkan kegaduhan hukum nantinya. Dengan adanya pemberian anugerah sebagai Bapak Proklamasi oleh Presiden Soeharto dan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, maka dia diangkat kembali. Sudah, gitu. Jadi, ini agak berlebihan karena kalau kita mengacu pada TAP 1 Tahun 2003, TAP 1 Tahun 2003 itu juga diperintahkan oleh Undang- Undang Dasar Tahun 1945 sendiri karena ada perubahan fungsi MPR, maka MPR diberikan kewajiban untuk mengevaluasi semua TAP MPR yang selama ini berlaku. Nah, jadi TAP 1 Tahun 2003 itu adalah perintah Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sehingga Mahkamah Konstitusi juga tidak berhak untuk menguji itu karena itu perintah dari Undang-Undang Dasar sendiri, gitu ya. Nah, kemudian kalau kita melihat di dalam TAP keputusan Anda ini, maka di sini Anda mengatakan menerima tadi sudah dikatakan mengabulkan permohonan Pemohon. Kemudian, menyatakan Pasal 6 angka 30 TAP MPR 1 Tahun 2003 bertentangan dengan Pasal 1 Undang- Undang Dasar dan Pasal 28D dan Pasal 28I. Justru TAP ini adalah perintah dari Undang-Undang Dasar sendiri, Pasal 1 itu di awal. Ini TAP ini keluar atas perintah pasal terakhir di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut, ya. Kemudian di sini yang kedua, misalnya memerintahkan Presiden Republik Indonesia paling lama 30 hari sejak putusan ini mengeluarkan keputusan presiden dengan memperhatikan TAP MPR ini, ya. Kemudian, memperhatikan juga tentang apa TAP 33 tentang Pencabutan Kekuasaan. Kemudian, mengenai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. Untuk membebaskan Ir. Soekarno dari persoalan hukum yang dituduhkan kepada ketetapan MPRS nomor kami tidak punya wewenang untuk memerintahkan Presiden. Kalau kita melihat, TAP MPR itu harus dicabut juga oleh MPR sendiri. Kalau kita melihat justru pada perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dulu, MPR itulah yang memilih presiden dan wakil presiden, ya. Jadi, dulu presiden itu mandatarisnya MPR. Nah, presiden yang mandatarisnya MPR itu kalau dia mau dicabut atau dipilih oleh MPR itu, ya kan. Nah, sekarang kalau sekarang, presiden yang sekarang itu dipilih oleh rakyat. Bagaimana dia diperintahkan untuk mencabut TAP MPR yang dulu dianggap merupakan penjelmaan seluruh rakyat itu? Tidak mungkin ya, dalam kedudukan. Walaupun orang sekarang mengatakan tidak ada lagi lembaga tertinggi negara, tapi yang jelas MPR itu punya kewenangan yang paling tinggi. Mengubah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 juga, melantik presiden

10 dan wakil presiden. Bahkan kalau presiden dan wakil presiden atau salah satu berhalangan, tetap dia memilih presiden atau memilih presiden dan wakil presiden itu dalam Pasal 8 ayat (2) dan Pasal 8 ayat (3) Undang - Undang Dasar Perubahan ini. Jadi, tidak mungkin kita memerintahkan presiden untuk ini, ya. Dan kemudian juga kalau kita melihat di sini, yang nomor 5 juga tidak mungkin. Kemudian apa lagi kalau kita pakai amar putusan yang kedua, petitum Anda yang kedua, ya. Menyatakan demi kepastian hukum berdasarkan Pasal 28D ayat (1) Undang -Undang Dasar Tahun 1945, sekaligus untuk menghindari ketiadaan hukum dalam suatu negara hukum berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun Bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang untuk menguji ketetapan MPR terhadap Undang-Undang Dasar Tahun Kami tidak punya kewenangan untuk memerintahkan MPR itu sendiri. Tapi tanpa perintah kita, MPR yang sekarang pun masih bisa kemudian menyatakan TAP MPR yang masih ada misalnya, sekarang ada masih 14 MPR, dinyatakan tidak berlaku, masih boleh. Tapi kita tidak boleh memerintahkan itu karena suatu keputusan atau suatu peraturan harus dicabut, dibatalkan atau diubah dengan peraturan yang setingkat, ya. Orang-orangnya yang ada di dalam mungkin berbeda, tapi lembaganya selama itu masih ada, maka lembaga itu bisa mencabut itu. Jadi, ini tidak tepat dan coba Anda lihat kembali karena ini pernah diputuskan oleh MK karena kewenangan MK tidak sampai ke menguji TAP MPR, maka saya rasa putusannya akan tidak berbeda, ya. Jadi, lebih baik kita melihat bagaimana pemuliaan pengembalian martabat Presiden Soekarno itu dalam tataran-tataran yang lain. Ada keppres tentang Pengangkatan Sebagai Bapak Pembangunan misalnya, presiden sebagai Bapak Proklamator dan sebagainya. Yang diajukan atau diberikan oleh presiden Soeharto dan Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Dan bisa hal-hal yang lain dengan mengamalkan segala macam ajaran-ajaran Bung Karno yang sekarang mulai dikemukakan kembali, ya. Calon presiden terpilih kita sudah mengatakan kita pakai trisakti dan sebagainya. Itu kan, tanpa orang melihat ke belakang lagi, tapi kita melihat bagaimana Soekarno itu diapresiasi oleh masyarakat Indonesia ini, ya. Jadi, ini yang saya kemukakan, tetapi memang Anda sebagai Pemohon kalau Anda tetap akan mengajukan permohonan ini, maka diberikan waktu 14 hari untuk perbaikan permohonan. Dan itu diserahkan di luar sidang ini ya, langsung Kepaniteraan, ya. Masih ada yang perlu ditanyakan? 12. KUASA HUKUM PEMOHON: IMAM SYAHTRIA

11 Terima kasih, Majelis Yang Mulia. Kami sebagai Kuasa Pemohon, demi dapat disidangkan perkara ini kepada pokok materinya, memang sebelumnya kami sudah melihat uji materi yang diajukan oleh yang sama dengan dengan ini, dengan kewenangan MK, bahkan di tidak dikabulkan. Namun, kami berkaca dengan itu dan kami juga banyak membaca dari literatur-literatur dari MK sendiri, dari majalah juga, MK sebagai the government of constitution dan satu-satunya lembaga (suara tidak terdengar jelas) Konstitusi, gitu, sehingga kami merasa MPR ini enggak ada yang bisa menggugat, gitu, sehingga untuk mengisi kevakuman tadi ini, kami mohon kami diberikan petunjuk bagaimana saran, gitu, agar materi ini juga dapat dilaksanakan pada sidang berikutnya, gitu kan? Saran yang baik agar tidak terjadi lagi nebis in idem seperti yang diajukan sama permohonan yang lalu dan saran-saran lain yang mungkin sangat membantu kami demi pemuliaan nama baik Bung Karno sendiri, Majelis. 13. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, itu saran-saran kami semua. Kami tidak mau melampaui kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945 kepada MK sendiri. Nanti dikatakan MK melebihi kewenangan, ya? Kadangkadang, MK dinyatakan, MK itu membuat suatu putusan yang ultrapetita, yang diminta Pasal 20, tapi seluruh Undang-Undang Dasar 1945 undang-undangnya dibatalkan, gitu. Kadang-kadang terjadi seperti itu kalau memang pasal yang diminta yang dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi itu adalah pasal jantungnya. Misalnya, kita menguji undang-undang itu Pasal 1 angka 1, itu definisi, kan? Begitu bertentangan dengan Konstitusi, maka seluruh undang-undang itu akan kita batalkan, kita menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Nah, tapi untuk TAP MPR, ini Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi itu kewenangannya menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Sedangkan TAP MPR itu ada di antara undang-undang dan Undang-Undang Dasar 1945 itu. Jadi, kami tidak punya kewenangan di situ, gitu. Anda membuat asumsi-asumsi ini, di sini ada asumsi 1 dan asumsi 2, itu tidak bisa mengatakan karena kita bisa melihat bahwa ketetapan MPR tetap di antara Undang-Undang Dasar 1945 dan undang-undang tersebut. Jadi, di atas kewenangan kita, gitu. Jadi, seperti putusan-putusan yang lalu, tentunya hal ini tidak akan mungkin kita akan me apa memberikan sesuatu yang bukan kewenangan kita karena itu sudah jelas dalam Undang-Undang Dasar 1945, ya. Tapi kalau di dalam Undang-Undang Dasar 1945-nya belum jelas, nah, kita masih bisa untuk melihat, Oh, ini mungkin Undang-Undang

12 Dasar 1945 ini maksudnya seperti ini, tapi untuk Pasal 24C itu seperti itu. Saya rasa, Pak Alim akan menambah. 14. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih, Yang Mulia. Jadi, Saudara Pemohon, semua putusan pengujian undang-undang, dua dulu yang dipermasalahkan, kewenangan Mahkamah dan legal standing Pemohon. Kalau itu duaduanya atau salah satunya tidak ada, tidak diperiksa dia punya sengketa materiil. Jadi, permohonan itu untuk untuk Saudara ketahui. Jadi, harus dulu apakah dia berwenang? Oke. Apakah ada kedudukan hukumnya atau legal standingnya Pemohon? Oke. Kalau itu ada, baru kita periksa pokok permohonannya. Kalau itu tidak, atau salah satunya tidak ada, atau dua-duanya tidak ada, langsung out itu, ya. Jadi, Mahkamah Konstitusi seperti yang dikatakan oleh Yang Mulia Ibu Ketua tadi, tidak tidak boleh menambah dia punya wewenang sendiri karena karena sudah sudah jelas sekali, hanya ini wewenang Saudara, lebih dari itu tidak bisa. Umpamanya, ada permohonan sengketa tanah. Ya, kami tidak berwenang, itu pekerjaannya Mahkamah Agung. Jadi, kami tidak boleh tambah-tambah, itu lho. Jadi, saya ulangi, dalam pengujian undangundang dua dahulu yang dipertimbangkan. Adakah kewenangan kita menguji atau tidak? Satu. Kalau kewenangan tidak ada, selesai, tidak tidak masuk materi pokok. Kedua, kalau ada kewenangan, adakah kedudukan hukum atau legal standing Pemohon? Apakah dia sebagai tax payer atau bagaimana-bagaimana? Apakah ia sebagai orang yang dirugikan haknya dan lain-lain? Itu itu. Enggak perlulah itu, tidak ada, atau apalagi keduanya tidak ada, langsung out, gitu. Ya, kita tidak masuk sengketa. Terima kasih, Yang Mulia. 15. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya. Jadi itu, kalau kita melihat pada TAP Nomor 3 Tahun 2000, itu memang dinyatakan bahwa MPR berwenang menguji undang-undang terhadap TAP MPR dan terhadap Undang-Undang Dasar Undangundang terhadap TAP MPR terhadap atau terhadap Undang-Undang Dasar Tapi kalau sekarang kan, MK itu hanya berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 saja. Terhadap TAP MPR pun, kita enggak punya kewenangan, ya. Jadi, kalau kita melihat seperti ini, maka kewenangan kita tidak ada, ya. Tapi mohon silakan.

13 16. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Mohon mohon izin, ya. Di sini kami memang mengajukan ini, artinya di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan itu Pasal 7 ayat (1) terdiri dari UUD 1945, undang-undang, PP, keppres, perda, dan seterusnya. Kemudian, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 itu tentang Peraturan Perundang-Undangan Pasal 7 ayat (1) UUD 1945, yang kedua TAP MPR, kemudian undang-undang, PP, dan seterusnya ke bawah. Nah, dalam hal ini setelah amandemen ketiga UUD 1945, MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara, tetapi menjadi sebuah lembaga yang tinggi yang sama kedudukannya dengan MK, DPR, MA dan lain sebagainya. Nah, di sini MPR tidak lagi berwenang mengeluarkan ketetapan yang bersifat mengatur atau regelling. Selanjutnya, kewenangan MPR untuk menguji undang-undang dan tap MPR itu dialihkan ke MK seharusnya. Sistem legislative review sesuai TAP MPR Nomor 3 Tahun 2000 tidak lagi berlaku, beralih sebelumnya menjadi judisial review, dalam hal ini kewenangan Mahkamah Konstitusi. Artinya, pengujian terhadap peraturan perundangundangan sepenuhnya dilakukan oleh kekuasaan kehakiman. Dan bahkan TAP-TAP MPR selain tentang perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 bisa dianggap sama kedudukannya dengan peraturan yang dibuat oleh lembaga lain yang setara dengan DPR, DPD, presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan BPK atau paling tinggi setara undang-undang. Kemudian, ketetapan MPR yang masih diakui hierarkinya sesuai Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, terbatas pada ketetapan MPR atau MPRS sebagaimana dimaksud Pasal 2 dan Pasal 4 ketetapan MPR Nomor 1 MPR KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, betul. 18. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Ya. 19. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Tapi Anda harus juga melihat apakah kemudian kalau Anda mengatakan hierarki perundang-undangan itu dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sampai peraturan yang paling bawah ya, dalam Undang-Undang Nomor 12 itu paling bawah adalah peraturan daerah kabupaten/kota.

14 20. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Ya. 21. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI 1945? Apakah MK berwenang menguji Undang-Undang Dasar Tahun 22. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Nah, seharusnya begini ( ) 23. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Nah, itu di situ Undang-Undang Dasar Tahun 1945 kita sekarang begini, kalau kekeliruan, itu kalau dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945-nya keliru ya, mungkin ke bawahnya keliru. Tetapi kalau TAP MPR-nya keliru atau undang-undangnya keliru yang dianut undangundangnya ataukah undang-undang dasarnya? 24. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Tetap UUD. 25. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Nah, ya kan? 26. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Ya. 27. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Nah, Undang-Undang Nomor 10, Undang-Undang Nomor 11 itu menyatakan hierarkinya Undang-Undang Dasar Tahun 1945, TAP MPR, undang-undang, dan seterusnya ke bawah. 28. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Ya. 29. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI

15 Ya. Nah, sekarang kalau itu dimasukkan perundang-undangan, Anda mengatakan MPR itu sama dengan Mahkamah Konstitusi, setingkat, begitu. 30. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Ya. 31. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Saya rasa enggak itu. Apakah MK bisa mengubah kewenangan kita sendiri? Kan, harus tanya ke MPR dulu karena yang membuat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu MPR. Walaupun orang sudah minta supaya MK itu kewenangannya dikurangi atau ditambah begitu, kita enggak bisa, kita harus ke MPR. Maka saya sudah mengatakan walaupun orang menganggap enggak tertinggi, dia tetap tertinggi sebagai pemegang kekuasaan membentuk Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu. 32. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Ya. 33. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, itu ya, jadi di sini memang kadang-kadang kok, kita sudah melihat hukum positif, kita tidak tahu bahwa sebetulnya benar atau enggak sih, begitu. 34. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Ya. 35. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, ada hal-hal yang kalau saya, saya sebagai dosen perundangundangan, saya menganggap Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 itu coret saja, enggak mungkin ada peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan MPR, oleh DPR, oleh BPK, memangnya MPR mengatur kita? Kan enggak. DPR mengatur kita? Kan enggak, dia mengatur lembaganya sendiri, begitu. Tapi kalau undang-undang mengatur keluar. Jadi, kalau melihat asumsi-asumsi ini saya hargai Anda membuat asumsi ini, oh, begini seperti ini, tapi itu Anda bisa kemungkinan dalam suatu tesis atau desertasi.

16 36. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Tapi mohon izin satu lagi, Majelis. 37. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya. 38. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Menurut UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) bahwa negar a kita adalah negara hukum dan di sini di dalam negara hukum itu tidak ada boleh tidak boleh ada kevakuman hukum dan kami berharap Majelis apa Mahkamah Konstitusi ini menjadi sebagai lembaga pengawal konstitusi ( ) 39. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, sekarang kevakuman kevakuman hukumnya di mana? 40. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Nah, kevakumannya ketika ada TAP MPRS itu yang tidak apa TAP MPRS dari tahun 1960 sampai 2002 itu belum masuk ke dalam apa ada yang belum dicabut, katakanlah. Nah, di sini ada TAP MPRS Nomor 25 tentang Pembubaran PKI dan partai kemudian TAP MPR Nomor 16 Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi dan Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi. Kemudian, TAP Nomor 5 MPR Tahun 2000 ( ) 41. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Betul. 42. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Tentang pemantapan (...) 43. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Apakah itu kemudian hilang? Tidak, tetap etika berbangsa. 44. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Ya.

17 45. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, TAP itu tetap berlaku. Dia sebagai suatu kalau kita mau berbangsa ya, seperti itu. Kalau itu kemudian disetingkatkan dengan undang-undang juga enggak cocok karena memang di atas undangundang di sini. Jadi, di sini secara teori, secara ini kalau kita melihat secara teori kita bisa berdebat dan sebagainya, asumsi-asumsinya keluar. tapi secara kewenangan Mahkamah Konstitusi, maka kita terbatas. Tidak boleh. Di sini kan, Anda mengatakan mestinya asumsi pertama asumsi kedua. Nah, asumsi itu tidak boleh dalam putusan. Putusan MK kan, harus adil, harus ada sesuatu yang pertimbangannya tegas, begitu. Jadi, kalau Anda mau tetap mengajukan ini, Anda harus memberikan suatu apa rumusan atau meyakinkan kami bahwa memang hak konstitusional Anda itu terlanggar. Apakah selama ini ada hak konstitusional Anda di dalam Undang- Undang Dasar 1945 untuk melangsungkan atau melaksanakan amanat Soekarno, begitu? Ada enggak di sana? Gitu, kan. Nah, itu hak konstitusional itu. Jadi, yang pertama adalah hak konstitusional yang ada dalam konstitusi yang menjamin warga negara atau setiap orang Indonesia dan hak konstitusional itu dengan suatu undang-undang itu kemudian dirumuskan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Itu yang menjadi kewenangan kami, ya. Jadi tapi kita enggak tahu, Anda mungkin bisa mempunyai Anda di sini ada asumsi-asumsi, Anda bisa kembangkan itu dan meyakinkan kami bahwa kami bisa berbuat itu, bisa mengadili ini, maka silakan. Anda mendapatkan waktu 14 hari untuk memperbaiki ini, ya. 46. PEMOHON: MURNANDA UTAMA Terima kasih, Majelis Hakim. 47. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Saya rasa saya anggap selesai ini dan silakan, apakah Anda ingin memperbaiki dan/atau apa yang kami sampaikan tadi itu adalah satu nasihat dari Majelis Hakim sesuai undang-undang, ya. 48. PEMOHON: MURNANDA UTAMA

18 Terima kasih, Majelis Hakim. 49. KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Saya rasa cukup sampai di sini karena tidak ada permasalahan, maka sidang ini saya nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 5 September 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.