PERFORMA REPRODUKSI IMAGO JANTAN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas L. (Lepidoptera: Saturniidae) WINDY ALVIANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERFORMA REPRODUKSI IMAGO JANTAN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas L. (Lepidoptera: Saturniidae) WINDY ALVIANTI"

Transkripsi

1 PERFORMA REPRODUKSI IMAGO JANTAN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas L. (Lepidoptera: Saturniidae) WINDY ALVIANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Reproduksi Imago Jantan Ulat Sutera Liar Attacus atlas L. (Leptidoptera: Saturniidae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor Bogor, Oktober 2014 Windy Alvianti NIM B

4 ABSTRAK WINDY ALVIANTI. Performa Reproduksi Imago Jantan Ulat Sutera Liar Attacus atlas L. (Lepidoptera: Saturniidae). Dibimbing oleh DAMIANA RITA EKASTUTI dan R. IIS ARIFIANTINI. Attacus atlas L. (Lepidoptera: Saturniidae) termasuk salah satu serangga asli Indonesia yang memiliki potensi besar dalam bidang industri. Pemenuhan permintaan bahan baku benang sutera masih mengandalkan ulat sutera yang ada di alam, oleh sebab itu perlu dilakukan pengembangbiakan secara intensif dengan pemanfaatan imago jantan seefektif mungkin dalam perkawinan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari performa reproduksi imago jantan. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengawinkan satu ekor imago jantan dengan tiga ekor betina yang berbeda secara bergantian dengan waktu perkawinan selama 6 jam. Parameter yang diamati meliputi volume ejakulat I, II, dan III, jumlah telur per imago, waktu tetas dan daya tetas telur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi perkawinan berpengaruh nyata terhadap persentase daya tetas telur. Nilai optimum dicapai pada perkawinan pertama yaitu 53.58±18.26%. Penurunan persentase daya tetas telur seiring dengan peningkatan frekuensi kawin imago jantan. Jumlah telur per imago dan waktu tetas telur tidak dipengaruhi oleh frekuensi perkawinan dengan rataan jumlah telur per imago ±34.23 butir dan rataan waktu tetas telur selama 11.20±3.23 hari. Kata kunci: Attacus atlas, frekuensi perkawinan, imago, performa reproduksi ABSTRACT WINDY ALVIANTI. Reproduction Performance of Males Wild Silkworm Attacus atlas L. Imagoes (Lepidoptera: Saturniidae). Supervised by DAMIANA RITA EKASTUTI and R. IIS ARIFIANTINI. Attacus atlas L. (Lepidoptera: Saturniidae) is one of Indonesian native insect that has a great potential economy. Fulfillment the demand of material for silk thread still rely that exist in nature, therefore, needs to be done with the use of intensive breeding male imago as effective as possible in mating. The aim of this research was to study the reproduction performance of male imagoes of wild silkworm A. atlas. This research was conducted by allow a male imago mate with three different females. The time of each mating was 6 hours. The parameters observed were the first, second and third ejaculate volume, the number of eggs per imago, egg hatching time and hatchability of eggs. The results showed that the frequency of mating significantly affect the percentage of egg hatchability. The optimum value was achieved at first mating was ± 18.26%. The percentage of egg hatchability declined with increasing frequency of mating. The number of eggs per imago and egg hatching time was not influenced by the frequency of mating with the average number of eggs per imago ± eggs and the average time of hatching eggs was ± 3.23 days. Keywords: Attacus atlas, imago, mating frequency, reproduction performance

5 PERFORMA REPRODUKSI IMAGO JANTAN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas L. (Lepidoptera: Saturniidae) WINDY ALVIANTI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 sampai April 2014 ini ialah reproduksi ulat sutera liar Attacus atlas, dengan judul Performa Reproduksi Imago Jantan Ulat Sutera Liar Attacus atlas L. (Lepidoptera: Saturniidae). Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Drh Damiana Rita Ekastuti, MS AIF dan Ibu Prof Dr Dra R Iis Arifiantini, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan saran. Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ayahanda Alwi, Ibunda Elvi Nova dan adik tersayang Julio Gumilang serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para sahabat terkasih yang sudah memberikan dukungan selama penelitian ini serta kepada teman-teman seperjuangan Acromion FKH IPB angkatan 47. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis sangat menghargai saran yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2014 Windy Alvianti

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Taksonomi Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) 2 Siklus Hidup 3 Morfologi 3 Feromon 5 Reproduksi Ulat Sutera 5 Penetasan Telur 5 Koleksi Ejakulat 6 Volume Ejakulat 6 METODE 6 Waktu dan Tempat 6 Bahan dan Alat 6 Prosedur 7 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 SIMPULAN DAN SARAN 11 Simpulan 11 Saran 12 DAFTAR PUSTAKA 12 RIWAYAT HIDUP 15

10 DAFTAR TABEL 1 Data bobot badan dan volume ejakulat imago jantan A.atlas 8 2 Volume ejakulat imago A. atlas tiga kali pengambilan 9 3 Pengaruh frekuensi perkawinan A. atlas terhadap jumlah telur, waktu tetas telur dan daya tetas telur 9 4 Jumlah total telur per imago 10 5 Waktu tetas telur 10 6 Daya tetas telur 11 DAFTAR GAMBAR 1 Korelasi antara bobot badan dengan volume total ejakulat dari A. atlas jantan 8

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Alam tropis Indonesia memiliki beragam jenis plasma nutfah (sumber daya hayati, flora dan fauna) dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi komoditas unggul. Salah satu sumber daya hayati fauna yang dimiliki adalah berbagai jenis ulat sutera. Pengembangan ulat sutera liar di Indonesia masih terbatas di sejumlah wilayah antara lain Yogyakarta dan Jawa Barat dengan produksi yang terbatas pula. Pesatnya perkembangan industri tekstil di Indonesia menyebabkan semakin tingginya permintaan terhadap bahan baku pembuatan kain seperti kapas, wool, sutera dan lain-lain. Kokon ulat sutera merupakan bahan baku benang sutera yang dapat diolah menjadi kain atau pakaian berbahan sutera. Attacus atlas merupakan salah satu jenis ulat sutera penghasil sutera yang hidupnya masih di alam bebas. A. atlas tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia di antaranya pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua (Peigler 1989). Kain sutera alam merupakan jenis kain yang banyak diminati oleh masyarakat, karena mempunyai banyak keistimewaan yaitu memiliki benang yang panjang, warna yang eksklusif dan bervariasi (Awan 2007), lembut, tidak mudah kusut, tahan panas, dan tidak menimbulkan rasa gatal dan antibakteri (Awan 2007; Faatih 2005). Selain warna benang sutera yang menarik, A. atlas memiliki harga jual yang cukup tinggi. Sifat menguntungkan lainnya dari A. atlas yaitu dapat hidup dalam beberapa generasi dalam setahun (polivotin), dapat hidup dan makan pada pelbagai inang tanaman atau polifagus (Peigler 1989; Nazar 1990; Awan 2007; Mulyani 2008) cukup adaptif terhadap perubahan pakan dan lingkungan baru. Kokon A. atlas banyak diambil dari alam oleh banyak orang karena berpotensi sangat besar dari segi ekonomi. Harga kokon ulat sutera A. atlas lebih mahal dibandingkan dengan kokon Bombyx mori. Harga kokon ulat sutera murbai (B. mori) adalah Rp per kg, sedangkan ulat sutera A. atlas adalah Rp per kg. Harga benang sutera B. mori hanya Rp per kg sedangkan benang sutera dari A. atlas harganya mencapai Rp per kg bergantung pada kehalusan benang (Solihin dan Fuah 2010). Perkebunan teh di daerah Purwakarta, Jawa Barat merupakan salah satu tempat yang memiliki populasi ulat sutera A. atlas yang cukup banyak, tetapi masih dianggap sebagai hama, sehingga selalu disemprot menggunakan insektisida. Pemeliharaan ulat sutera A. atlas saat ini masih dilakukan di alam bebas dengan tingkat keberhasilan sampai menjadi kokon sangat rendah yaitu hanya sekitar 10 % (Awan 2007). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh keadaan lingkungan yang terdiri dari beberapa faktor antara lain temperatur, jenis pakan, kelembaban, intensitas cahaya, aliran udara, kecepatan angin, dan curah hujan yang tidak menguntungkan. Pemeliharaan di alam pada umumnya mengalami mortalitas yang tinggi yaitu mencapai 90 % (Awan 2007). Imago betina mampu menghasilkan telur dalam jumlah yang banyak, akan tetapi di alam populasi A. atlas sangat rendah. Hal ini terjadi karena % telur yang dihasilkan tidak berhasil menetas akibat terinfeksi parasitoid. Oleh karena itu perlu dilakukan program untuk meningkatkan produktivitasnya dengan cara domestikasi dan pemeliharaan secara

12 2 intensif. Pemeliharaan intensif dilakukan dalam kandang dengan mengatur sistem perkawinan: frekuensi, lama perkawinan; pemberian pakan, jenis, cara dan frekuensi pemberian pakan. Perjalanan dalam pembudidayaan ulat sutera masih terbentur berbagai masalah diantaranya rasio imago jantan dan imago betina dalam satu kandang tidak seimbang dan masa hidup imago jantan lebih singkat, sehingga perlu dilakukan pengaturan perkawinan untuk efisiensi pejantan dalam membuahi telur imago betina. Telah dilakukan penelitian tentang lama perkawinan ulat sutera liar A. atlas oleh Desmawita et al. (2013). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa daya tetas telur tidak berbeda nyata antara lama perkawinan 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Bila lama perkawinan cukup 6 jam, maka kemungkinan imago jantan dapat digunakan lagi untuk mengawini imago betina lainnya, karena populasi imago betina lebih banyak dibandingkan imago jantan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari performa reproduksi imago jantan ulat sutera liar A. atlas dan mengamati pengaruh frekuensi perkawinan terhadap jumlah telur per imago betina, waktu tetas dan daya tetas telur. TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) Attacus atlas merupakan salah satu penghasil bahan sutera yang dapat dimanfaatkan untuk industri tekstil sebagaimana anggota genus Attacus lainnya. A. atlas memiliki ukuran tubuh yang besar, berwarna coklat kelabu, panjang sayap terentang cm pada jantan dan cm pada betina. Kepompong berwarna kelabu dengan panjang 8-9 cm dan lebarnya 3-4 cm (Kalshoven 1981). Ulat sutera liar ini banyak ditemukan di wilayah Asia, terutama Asia Tenggara, Asia bagian Selatan, dan Asia Timur (Peigler 1989). Penyebaran serangga ini hampir meliputi seluruh wilayah di Indonesia di antaranya Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Artropoda Sub Filum : Atelocerata Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera Sub Ordo : Ditrysia Super Famili : Bombycoidea Famili : Saturniidae Sub Famili : Saturniinae Genus : Attacus Spesies : A. atlas (Linnaeus)

13 Attacus atlas termasuk hewan polivoltin (memiliki lebih dari dua generasi per tahun) dan makan pada pelbagai inang tanaman atau polifagus (Peigler 1989; Awan 2007; Mulyani 2008). Menurut Kalshoven (1981) larva A. atlas merupakan ulat pemakan daun-daunan seperti daun sirsak (Annona muricata L), jeruk (Citrus sinensis L), dadap (Erythrina variega L), alpokat (Persea americana Mill), teh (Camelia sinensis), cengkeh (Syzygium aromaticum), mangga (Mangifera indica L), dan tanaman dikotil lainnya. Siklus Hidup Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna yang biasa disebut holometabola yang mengalami 4 fase yaitu telur, larva, pupa, dan imago. Waktu yang dibutuhkan A. atlas untuk menyelesaikan sekali daur hidupnya, mulai dari telur sampai imago bertelur kembali adalah hari. Masa inkubasi telur yaitu hari. Stadium larva berlangsung dalam 6 instar. Instar pertama berlangsung 5-8 hari, instar ke-2 selama 5-7 hari, instar ke-3 sampai instar ke-4 selama 4-6 hari, instar ke-5 selama 6-8 hari, dan instar ke-6 yang membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan instar lainnya yakni berlangsung selama hari. Selanjutnya larva akan memasuki stadium pupa yang secara morfologis dan fisiologis berbeda dengan stadium lainnya. Lama periode pupa adalah hari. Kemunculan imago betina dan jantan masingmasing adalah hari dan hari (Awan 2007). Morfologi Telur Telur dihasilkan oleh betina, baik yang telah kawin ataupun yang tidak. Telur yang menetas menjadi larva yaitu telur yang dibuahi, sedangkan imago betina yang tidak melakukan perkawinan menghasilkan telur yang steril. Secara umum telur A. atlas berbentuk oval agak datar atau gepeng dengan ukuran panjang mm, lebar mm dan tinggi 2.1 mm (Peigler 1989). Perilaku imago betina meletakkan telur-telurnya yaitu dengan melekatkan secara berkelompok atau terpisah. Telur-telur yang berkelompok jumlahnya bervariasi, dalam satu kelompok biasanya mencapai lebih dari 10 butir. Jumlah telur yang dihasilkan berbeda-beda bergantung pada hari oviposisinya. Jumlah telur terbanyak dihasilkan pada hari oviposisi ke-1 dan ke-2, dengan masa inkubasi telur antara 8-13 hari (Mulyani 2008; Adria dan Idris 1997). Menurut Desiana (2008), rata-rata jumlah telur per induk adalah 160 butir, sementara Mulyani (2008) melaporkan jumlah telur yang dihasilkan imago betina fertil berkisar antara butir dan dari betina infertil antar butir. Telur yang fertil berwarna coklat gelap, sedangkan telur yang infertil berwarna kuning pucat. Hasil penelitian Desiana (2008) menunjukkan bahwa daya tetas pada hari oviposisi ke-1 dan ke-2 adalah % dan %. Telur yang belum menetas dapat disimpan pada suhu ruang tidak boleh kurang dari 15 C (Butterfly Arc 2003). 3

14 4 Pupa Larva akan mulai mengeluarkan cairan sutera yang diletakan pada wadah pemeliharaan atau pada daun yang akan digunakan untuk meletakkan kokon. Kokon yang terbentuk sempurna berbentuk elips, ujungnya membulat dan pada ujung anteriornya terdapat celah. Kokon yang baru terbentuk masih lemah dan sedikit basah, kokon akan semakin kuat dan kering oleh pengaruh sinar matahari dan gerakan angin (Awan 2007). Warna kokon bervariasi dari orange hingga coklat tua, pada umumnya berwarna coklat muda, tekstur permukaan kesat dan terkadang mengkerut (Peigler 1989). Panjang kokon mencapai cm dan lebar cm (Nazar 1990). Fase pupa merupakan tahapan paling penting sepanjang metamorfosis larva menjadi imago. Pada fase ini terjadi organogenesis yaitu pembentukan organ-organ imago antara lain sayap, kaki, kepala dan struktur reproduksi. Pada tahap ini diharapkan tidak ada gangguan agar proses organogenesis dapat berjalan dengan sempurna, karena kondisi lingkungan sangat berpengaruh pada perkembangan pupa, gangguan dapat menyebabkan kegagalan pembentukan organ bahkan menyebabkan kematian (Awan 2007). Pupa A. atlas memiliki panjang mm (Peigler 1989) dengan pupa bertipe obteka, berwarna coklat hingga coklat tua (Awan 2007). Imago Imago keluar melalui lubang di ujung anterior kokon. Imago yang baru keluar biasanya masih dalam keadaan basah oleh cairan yang berwarna putih keruh dengan sayap yang belum mengembang sempurna. Imago baru ini akan mencari ranting atau dahan dan mengambil posisi menggantung dengan abdomen berada di bawah, sehingga memudahkan imago untuk mengembangkan sayapnya. Sayap yang telah mengembang sempurna beberapa jam kemudian akan mengeras dan cukup kuat digunakan terbang (Awan 2007). Imago jantan memiliki sayap dengan ujung yang lebih runcing (Peigler 1989) dengan panjang rentang sayap cm dengan rataan cm, sedangkan panjang rentang sayap imago betina adalah cm dengan rataan cm (Mulyani 2008). Panjang antena imago jantan adalah mm dengan lebar mm, sedangkan panjang antena imago betina adalah mm dengan lebar 3mm (Peigler 1989). Antena pada imago jantan berfungsi untuk mendeteksi feromon yang dikeluarkan oleh imago betina (Mulyani 2008). Imago pada fase ini tidak makan dan hanya hidup dalam waktu yang singkat (Williams et al. 2000). Imago A. atlas memiliki umur yang singkat, imago jantan berumur 2-4 hari sedangkan imago betina berumur 2-10 hari (Awan 2007). Perkawinan dimulai saat imago betina mengeluarkan feromon, sehingga akan terdeteksi oleh imago jantan, kemudian segera mencari dan mendatangi imago betina. Perkawinan akan berlangsung selama sehari penuh dari dinihari hingga menjelang malam hari. Beberapa jam setelah melakukan perkawinan, imago betina akan segera bertelur (Awan 2007). Tingkah laku imago betina dalam meletakkan telur-telurnya yaitu meletakkan secara berkelompok, terpisah (Mulyani 2008) atau meletakkan telurnya berjejer di bawah daun dan kadangkadang di ranting, wadah pemeliharaan dan tempat lain yang dianggap cocok. Imago betina mampu menghasilkan telur sebanyak butir (Awan 2007).

15 5 Feromon Feromon merupakan senyawa kimia yang dilepaskan oleh organisme ke dalam lingkungan untuk berkomunikasi dengan individu lainnya pada satu spesies. Feromon berfungsi sebagai penanda adanya bahaya, penunjuk jalan, pemberi perintah (pada lebah), dan sebagai ajakan kawin. Serangga memiliki alat penciuman berupa antena dan maxillary pulp yang berfungsi untuk menangkap sinyal kimia di udara menjadi sinyal listrik yang akan memberikan informasi mengenai bau yang ada di lingkungan. Antena pada ngengat memiliki sensiliasensilia yang menyelubungi permukaan antena yang berfungsi untuk menyerap bau dan mencegah kontak langsung Olfactory Receptor Neuron (ORN) dengan lingkungan luar (Sato dan Touhara 2008). Kondisi lingkungan dengan udara yang tidak bergerak atau tidak berangin, ngengat jantan dapat menemukan ngengat betina pada jarak 5 cm tetapi tidak dapat menemukannya pada jarak 7 cm, sedangkan pada udara yang bergerak atau berangin, ngengat jantan dapat menemukan ngengat betina pada jarak cm (Plettner 2002). Reproduksi Ulat Sutera Masa inkubasi telur berkisar antara 2-10 hari (Awan 2007). Betina A. atlas mampu memproduksi telur butir dalam 5 hari (Yusuf 2009). Desiana (2008) melaporkan bahwa persentase penetasan paling tinggi ditunjukkan pada hari oviposisi ke-1 dan ke-2 sebesar 41.69% dan 10.98%. Embrio A. atlas telah mencapai tahap organogenesis pada hari ke-5 dan organogenesis dilanjutkan sampai hari ke-7 sehingga telur akan menetas saat 8-13 hari (Adria dan Idris 1997; Mulyani 2008; Yusuf 2009). Persentase telur yang menetas mencapai nilai tertinggi pada telur yang dioviposisikan di hari pertama dan menurun seiring bertambahnya hari oviposisi, semakin bertambahnya hari oviposisi maka jumlah sperma yang tersedia pada imago betina semakin sedikit (Rianto 2010). Penetasan Telur Peigler (1989) menyatakan bahwa imago A. atlas memiliki perkembangbiakan yang tinggi. Perkembangbiakan dan kesuburan imago betina merupakan faktor penentu dalam keberhasilan industri pesuteraan, terkait dengan produksi bahan dasar sutera yang lebih banyak apabila keberhasilan hidup mencapai kokon, cukup tinggi (Faruki 2005). Inkubasi adalah masa perawatan telur ulat sutera sampai menetas. Tujuan dari penetasan agar telur ulat sutera dapat menetas dengan baik dan merata dengan persentase daya tetas di atas 90% (Samsijah dan Andadari 1992). Penetasan telur Bombyx mori dapat dilakukan dengan pemberian cahaya dan penggelapan. Cahaya akan berpengaruh kepada voltinisme dari tahap pembentukan kaki sampai tahap pigmentasi kepala. Penggelapan telur B. mori dilakukan pada 2 hari sebelum telur menetas (Atsmosoderajo et al. 2000). Penggelapan secara total pada kotak penetasan bertujuan agar telur dapat menetas secara serentak sehingga ukuran ulat-ulat tersebut akan seragam (Sunanto 1997).

16 6 Koleksi Ejakulat Ejakulat tidak dapat langsung dikoleksi pada saat imago baru keluar dari kokon. Hal ini disebabkan imago membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan dan juga memerlukan waktu untuk melakukan spermatogenesis. Interval waktu pengkoleksian imago A. atlas tidak sebanyak waktu yang dibutuhkan oleh hewan mamalia seperti sapi dan kambing yang membutuhkan waktu interval koleksi semen berhari-hari. Menurut Pramono (2014) 14% imago mengeluarkan ejakulat pada 2 jam pertama setelah keluar dari kokon dan koleksi ejakulat dapat dilakukan 100% imago pada 4, 6 dan 8 jam setelah keluar dari kokon. Habisnya produksi ejakulat di dalam imago disebabkan pada fase pupa dan dewasa, imago tidak makan lagi sehingga nutrien terbatas. Volume Ejakuat Volume ejakulat yang dihasilkan oleh imago jantan A. atlas dipengaruhi oleh faktor proses ejakulasi. Menurut Feradis (2010) proses ejakulasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor internal diantaranya hormonal, metabolisme dan keturunan. Faktor eksternal yang sangat berpengaruh yaitu lingkungan. Menurut Walidaini (2014), faktor umur imago mempengaruhi volume ejakulat. Imago yang berusia lebih dari satu hari biasanya sudah mengalami ejakulasi sebelumnya sehingga pada saat dikoleksi volume ejakulatnya hanya sedikit. Volume ejakulat dapat dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi saat masa larva, ukuran testis dan besar atau kecilnya ukuran tubuh imago jantan (Rabusin 2014). Volume ejakulat ulat sutera liar A. atlas jauh lebih besar daripada ayam. Ayam hanya memiliki kisaran volume ejakulat ml (Hanum 2001). Rataan volume ejakulat A. atlas jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan dengan rataan volume ejakulat ikan mas dan patin masing-masing 1.27±0.47 ml dan 1.23±0.21 ml (Japet 2011). Rerata volume ejakulat A. atlas juga lebih sedikit dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh kambing yaitu 1.42 ml (Yusuf et al. 2005). METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Mei 2014 di Laboratorium Metabolisme Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kokon berisi pupa ulat sutera liar A. atlas. Alat yang digunakan adalah kandang kain kasa ukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm, gunting, cawan petri, wadah pemeliharaan, microtube, pipet ukur dan timbangan digital.

17 7 Prosedur Pengambilan Kokon Kokon ulat sutera liar diperoleh dari perkebunan teh di Purwakarta, Jawa Barat. Kokon disimpan dalam kandang kain kasa berukuran 50 cm x 50 cm x 50cm. Sexing Pupa Sexing dilakukan dengan cara kokon dibuka sedikit menggunakan gunting untuk melihat bentuk calon antena pada fase pupa. Pupa yang memiliki antena kecil akan mejadi imago betina, sedangkan pupa yang memiliki antena besar akan menjadi imago jantan. Kokon yang sudah di-sexing ditempatkan pada kandang kain kasa yang terpisah. Mengukur Volume Ejakulat dan Penimbangan Bobot Badan Imago jantan ditimbang menggunakan timbangan digital dan dicatat bobot badannya. Imago yang sudah ditimbang dikoleksi semennya dengan cara memegang pangkal sayap imago dan bagian caudal dari abdomen dimasukkan ke dalam microtube. Koleksi semen dilakukan sebanyak 3 kali dan sebelum koleksi selalu dilakukan penimbangan bobot badan. Perlakuan ini diulangi sebanyak 5 kali. Pengawinan Imago Imago jantan yang digunakan pada tahap perkawinan ini bukanlah imago yang sudah dikoleksi ejakulatnya, akan tetapi menggunakan imago jantan yang berbeda. Imago yang sudah keluar dari kokon dipisahkan pada kandang yang berbeda untuk segera dikawinkan. Satu ekor imago jantan dikawinkan dengan 3 ekor imago betina yang berbeda secara bergantian dengan waktu kawin masingmasing selama 6 jam. Perlakuan ini diulangi sebanyak 5 kali. Imago betina yang telah kawin dipisahkan dari imago jantan untuk selanjutnya dipelihara dalam wadah plastik yang dialasi kertas untuk oviposisi (peletakkan telur). Faktor yang diamati adalah: volume setiap ejakulat (I, II dan III), jumlah telur imago betina, waktu tetas dan daya tetas telur. Analisis Data Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 3 x 5 sebagai perlakuan adalah status perkawinan I, II dan III. Tiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Data dianalisis dengan analisis sidik ragam atau analysis of variance (ANOVA). Bila perlakuan memberikan pengaruh nyata, data diuji lanjut dengan uji Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan antara bobot badan dengan performa reproduksi imago jantan dipaparkan pada Tabel 1. Rerata bobot badan imago jantan yang didapatkan adalah 3.71±0.36 g berkisar antara g. Nilai ini sedikit berbeda dengan bobot imago jantan pada penelitian yang dilakukan oleh Walidaini (2013) yaitu

18 8 1.59±0.33 g. Hal ini disebabkan Walidaini melakukan penghitungan bobot badan 1 hari setelah imago keluar yang memungkinkan imago sudah mengeluarkan ejakulat sebelum penimbangan, sedangkan pada penelitian ini penimbangan bobot badan dilakukan beberapa saat setelah imago keluar. Rerata total ejakulat yang dihasilkan adalah 1.32±0.64 ml yang merupakan 34.45±1.49% dari bobot badan imago. Jumlah volume semen pada tubuh imago dipengaruhi oleh nutrien yang dimiliki oleh imago saat menjadi larva, karena untuk menghasilkan semen digunakan cadangan makanan selama masa larva tersebut. Keterbatasan nutrien pada imago ini dikarenakan pada fase pupa dan dewasa tidak makan lagi. Korelasi bobot badan dengan volume ejakulat mempunyai persamaan Y= 1.732X dan berkorelasi sangat kuat (R=0.969). Karena korelasinya sangat kuat maka persamaan tersebut dapat digunakan untuk menduga total volume ejakulat bila bobot badan diketahui. Dari persamaan tersebut tampak bahwa semakin berat bobot imago maka akan semakin banyak volume semen yang dihasilkan. Pola korelasi antara bobot badan dengan volume total ejakulat dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel 1 Data bobot badan dan volume ejakulat imago jantan A.atlas Hewan BB (g) Total ejakulat (ml) % ejakulat terhadap BB Rerata±SD 3.71± ± ±1.49 Gambar 1 Korelasi antara bobot badan dengan volume total ejakulat dari A.atlas jantan Y= 1.732X Total volume ejakulat yang dihasilkan diperoleh dari 3 kali pengambilan secara langsung. Volume semen tiap ejakulasi dapat dilihat pada Tabel 2.

19 9 Tabel 2 Volume ejakulat imago A. atlas tiga kali pengambilan Hewan Ejakulat (ml) I II III Total ejakulat Rerata±SD 0.76± ± ± ±0.64 Rerata volume ejakulat yang didapatkan adalah 0.76±0.39 ml pada ejakulasi ke-i, 0.46±0.24 ml pada ejakulasi ke-ii dan 0.10±0.07 ml pada ejakulasi ke-iii dan rerata total volume ejakulat yang didapat adalah 1.32±0.64 ml. Volume semen yang dihasilkan semakin sedikit seiring terjadinya peningkatan ejakulasi. Hasil berbeda didapat pada penelitian Pramono (2014) yaitu rerata volume semen pada dua jam ke-i sampai ke-vi yaitu 0.32±0.27 ml, 0.57±0.38 ml, 0.33±0.19 ml, 0.24±0.14 ml, 0.19±0.10 ml dan 0.06±0.01 ml dan rerata volume total ejakulat sebanyak 1.71±0.50 ml. Pengoleksian semen tanpa memberikan selang waktu menunjukkan jumlah volume ejakulat lebih sedikit dibandingkan dengan memberikan selang waktu saat pengambilan. Hal ini dikarenakan imago membutuhkan waktu dalam proses spermatogenesisnya walaupun tidak sebanyak yang dibutuhkan pada hewan mamalia. Berbeda pula pada penelitian Muttaqien et al. (2014) yang melakukan koleksi ejakulat hanya satu kali pengambilan yaitu 0.42±0.47 ml. Persamaan antara bobot badan dan volume ejakulat (Y= 1.732X-5.105) dapat digunakan untuk menduga volume ejakulat yang dihasilkan. Misalnya imago jantan dengan bobot badan 3.5 g dapat diduga menghasilkan semen sebanyak 0.96 ml. Dengan memanfaatkan data Pramono (2014), maka dapat diketahui jumlah sel spermatozoa yang dihasilkan imago berbobot 3.5 g adalah sebanyak 1095 x 10 6 sel spermatozoa. Imago A. atlas jantan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 5 ekor, dan 4 ekor di antaranya berhasil melakukan perkawinan sebanyak 3 kali, sedangkan 1 imago hanya berhasil melakukan perkawinan sebanyak 2 kali. Pengaruh frekuensi perkawinan A. atlas terhadap jumlah telur, waktu tetas dan daya tetas telur ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Pengaruh frekuensi perkawinan A. atlas terhadap jumlah telur, waktu tetas dan daya tetas telur Parameter Perkawinan I II III JT (butir/ imago) ±16.26 a ±52.21 a ±30.20 a WT (hari) 11.60±0.89 a 11.60±0.54 a 10.40±5.85 a DTT (%) 53.58±18.26 b 38.20±5.21 ab 25.93±19.63 a JT: Jumlah telur, WT: Waktu tetas telur, DTT: Daya tetas telur. Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% ( uji selang berganda Duncan)

20 10 Jumlah telur per induk tidak dipengaruhi oleh frekuensi perkawinan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3, jumlah telur pada perkawinan ke-i, ke-ii dan ke-iii tidak berbeda nyata. Jumlah telur yang dihasilkan pada penelitian ini butir tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Awan (2007) yaitu butir. Lama perkawinan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 6 jam, hal ini berdasarkan pada penelitian Desmawita et al. (2013) yang menyatakan jumlah telur dari hasil perkawinan 6, 12 dan 24 jam tidak berbeda nyata, sehingga imago jantan dapat dimanfaatkan untuk perkawinan selanjutnya Semakin banyak telur yang dihasilkan setelah perkawinan, maka semakin banyak pula calon bibit yang akan menetas. Singh et al. (2003) menyatakan bahwa proses peneluran tergantung pada faktor intrinsik dan ekstrinsik, seperti hormon, fisik, tingkah laku dan lingkungan. Jumlah telur juga dipengaruhi oleh sifat betina (maternal effect) dan kualitas pakan yang dikonsumsi imago saat masih menjadi larva. Jumlah total telur per imago dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah total telur per imago Perkawinan Ulangan (n) Rerata±SD (butir) Kisaran (butir) I ± II ± III ± Waktu tetas telur tidak dipengaruhi oleh frekuensi perkawinan. Hasil penelitian menunjukkan waktu tetas telur pada perkawinan ke-i adalah 11.60±0.89 hari, perkawinan ke-ii: 11.60±0.54 hari dan perkawinan ke-iii: 10.40±5.85 hari. Waktu tetas telur selama penelitian terlihat tidak berbeda nyata, hal ini dapat mempermudah peternak dalam pemeliharaan untuk produksi bahan dasar sutera. Pada penelitian sebelumnya (Barus 2013) waktu tetas telur menunjukkan hasil yang seragam yaitu 9 hari. Waktu tetas telur yang beragam ditunjukkan pada penelitian Adria dan Idris (1997) yaitu 7-13 hari dan penelitian Awan (2007) yaitu hari. Waktu tetas telur disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Waktu tetas telur Perkawinan Ulangan (n) Rerata±SD (hari) Kisaran (hari) I ± II ± III ± Intensitas cahaya yang tidak rata merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan waktu tetas telur (Sunanto 1997). Faktorfaktor lain yang memengaruhi waktu tetas telur adalah suhu lingkungan saat inkubasi berlangsung, hormon ekdison dan juvenile dan aktivitas enzim (Triplehorn dan Johnson 2005). Menurut Yusuf (2009) waktu tetas telur dipengaruhi oleh perbedaan kecepatan dalam proses pembentukan embrio setiap individu. Proses perkembangan embrio telah sempurna pada hari ke-6 dan ke-7 namun larva belum mampu membuka cangkang telur. Waktu tetas telur perlu

21 diketahui agar mempermudah peternak pada tahap persiapan untuk pemeliharaan larva di antaranya penyediaan pakan, tempat pemeliharaan dan kondisi lingkungan yang sesuai. Daya tetas telur dipengaruhi oleh frekuensi imago jantan mengawini betina. Persentase daya tetas telur pada perkawinan ke-i, ke-ii dan ke-iii oleh jantan menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Semakin banyak frekuensi imago jantan mengawini betina maka akan semakin kecil persentase daya tetas telur yang dihasilkan oleh betina. Pada penelitian ini persentase daya tetas telur pada perkawinan ke-i oleh imago jantan adalah 53.58±18.26%, perkawinan ke-ii: 38.20±5.21% dan perkawinan ke-iii: 25.93±19.63%. Hal ini berkaitan dengan volume ejakulat yang dihasilkan oleh imago jantan (Tabel 2). Semakin sedikit ejakulat yang dihasilkan maka semakin sedikit pula peluang telur yang bisa dibuahi oleh spermatozoa, sehingga daya tetas ikut menurun. Persentase berbeda ditunjukkan pada penelitian Adria dan Idris (1997) yaitu 72.06% untuk perkawinan di alam. Perkawinan di alam dengan waktu perkawinan sekitar 24 jam, persentase daya tetas telur yang dihasilkan lebih tinggi karena waktu perkawinan di alam lebih lama dan satu pejantan hanya mengawini satu betina. Tabel 6 Daya tetas telur Perkawinan Ulangan (n) Rerata±SD (%) Kisaran (%) I ± II ± III ± Proses penetasan telur dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat penyimpanan telur, hormon ekdison dan juvenile (Triplehorn dan Johnson 2005). Selain itu menurut Barus (2013) dalam penelitiannya menyatakan lama perkawinan berpengaruh terhadap persentase daya tetas telur. Semakin lama waktu perkawinan maka semakin banyak kesempatan imago betina menerima spermatozoa untuk disimpan. Banyaknya spermatozoa yang tersimpan akan meningkatkan peluang telur dibuahi dan akhirnya menetas. 11 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah satu ekor imago jantan A atlas menghasilkan total ejakulat sebesar 1.32±0.644 ml yang merupakan 34.45±1.49% dari bobot badan imago. Frekuensi perkawinan (ke-i, ke-ii dan ke-iii) dari imago jantan tidak memengaruhi jumlah telur dan waktu tetas telur. Frekuensi perkawinan memengaruhi persentase daya tetas telur yang dihasilkan.

22 12 Saran Pemanfaatan imago jantan dalam budidaya dapat digunakan untuk dua kali perkawinan. Pada budidaya juga perlu diperhatikan keseragaman kondisi lingkungan (intensitas cahaya, suhu, kelembaban) pada tahap pemeliharaan telur yang akan ditetaskan. DAFTAR PUSTAKA Adria, Idris H Aspek biologis hama daun Attacus atlas pada tanaman ylang-ylang. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia. 3 (2): Atmosoedarjo H, Kartasubrata J, Kaomini M, Saleh W, Moerdoko W Sutera Alam Indonesia. Jakarta (ID): Yayasan Sarana Wana Jaya. Awan A Domestikasi ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) dalam usaha meningkatkan persuteraan nasional [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Butterfly Arc Breeding of cobra butterfly Attacus atlas Philiphines) [internet].[diunduh 2014 Jan 10]. Tersedia pada: Desiana R Produktivitas dan daya tetas telur A. atlas asal Purwakarta pada berbagai jenis kandang pengawinan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Desmawita BK, Fuah AM, Ekastuti DR Intensification of wild silkworm Attacus atlas rearing (Lepodoptera: Saturniidae). Media Peternakan 36(3): Faatih M Aktivitas anti-mikroba kokon Attacus atlas. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. 6(1): Faruki SI Effect of pyridoxine on the reproduction of the mulberry silkworm, Bombyx mori L (Lepidoptera: Bombycidae). ISJ. 2: Feradis MP Bioteknologi Reproduksi pada ternak. Bandung (ID): Alfabeta. Hanum M Efektifitas berbagai jenis pengencer terhadap kualitas semen cair ayam lokal [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Japet N Karakteristik semen ikan ekonomis budidaya: Mas (Cyprinus carpio) dan Patin (Pangasius hypophthalmus) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kalshoven LGE Pest of Crops in Indonesia. Van Der Laan PA, penerjemah. Jakarta (ID): PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Mulyani N Biologi Attacus atlas L (Lepidoptera: Saturniidae) dengan pakan daun kaliki (Rincinus communis L) dan jarak pagar (Jatropa cura L) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Muttaqien R, Arifiantini RI, Ekastuti DR Karakteristik semen ngengat Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae). Peran Reproduksi dalam Penyelamatan dan Pengembangan Plasma Nutfah Hewan di Indonesia dan Seminar Nasional Asosiasi Reproduksi Hewan Indonesia; 2013 Nov 18-19; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): CV Sinar Jaya. hlm

23 Nazar A Beberapa aspek biologi ulat perusak daun (Attacus atlas Linn) pada tanaman cengkeh. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia. 16(1): Peigler RS A Revision of the Indo-Australian Genus Attacus. The Liptidoptera Research Foundation. California (US): Inc. Beverly Hills. Plettner E Insect Pheromone Olfaction: New Targets for the Design of Spesies-Selective Pest Control Agents. Current Medicinal Chemistry. Ottawa (CA): Bentham Science Publishers. Pramono D Penentuan waktu optimal koleksi dan evaluasi kapasitas semen ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rianto F Performa reproduksi imago Attacus atlas L yang berasal dari perkebunan teh Purwakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Samsijah, Andadari L Petunjuk teknis budidaya ulat sutera (Bombyx mori L). Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Sato K, Touhara K Insect Olfaction: Receptors, Signal Transduction and Behavior. Tokyo (JP): The University of Tokyo. Singh T, Saratchandra B, Raj HSP Physiological and biochemical modulation during ovipotition and egg laying in the silkworm, Bombyx mori L. J. Indust. Entomol. 6(2): Situmorang J An attempt to produce Attacus atlas L using baringtonia leaves as plant fooder. Int J of Wild Silkmoth and Silk. Dalam: Awan A Aspek biologi ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) pada tanaman sirsak (Annona muricata L). Bali (ID): Proceeding Kongres dan Seminar Nasional Entomologi VII. Solihin DD, Fuah AM Budi Daya Ulat Sutera Alam. Ed ke-1. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Sunanto H Budidaya Murbei dan Usaha Persuteraan Alam. Jakarta (ID): Kanisius. Triplehorn CA, Johnson NF Borror and Delong s Introduction to the Study of Insect. 7 th Ed. USA: Tomson Brooks/Cole. Walidaini R Karakteristik imago jantan ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Williams M, Taylor J, Bray J, West M Attacus atlas moth. [internet].[diunduh 2014 Jan 10]. Tersedia pada: Yusuf TL, Arifiantini RI, Rahmiwati N Daya tahan semen cair kambing peranakan etawah dalam pengenceran kuning telur dengan kemasan dan konsentrasi spermatozoa yang berbeda. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 30(4): Yusuf Y Embryonic development of Attacus atlas L (Lepidoptera: Saturniidae). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 13

24 14

25 15 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Matur pada tanggal 5 Februari 1987, sebagai anak ke-2 dari pasangan Bapak Alwi dan Ibu Elvi Nova. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD N38 Limo Balai, Agam tahun 1998, pendidikan menegah pertama di SLTP N 1 Matur, Agam tahun 2001, pendidikan menengah atas di SMA 1 Matur, Agam tahun Tahun 2007 Penulis menyelesaikan pendidikan Diploma III Teknisi Medis Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan pada tahun 2010 Penulis diterima sebagai mahasiswa Strata 1 Fakultas Kedokteran Hewan IPB melalui jalur Alih Jenis.

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Attacus atlas Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Chapman, 1969). Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kelas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) ASAL PURWAKARTA PADA BERBAGAI JENIS KANDANG PENGAWINAN

PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) ASAL PURWAKARTA PADA BERBAGAI JENIS KANDANG PENGAWINAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) ASAL PURWAKARTA PADA BERBAGAI JENIS KANDANG PENGAWINAN SKRIPSI RADEN RUVITA DESIANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PENENTUAN WAKTU OPTIMAL KOLEKSI DAN EVALUASI KAPASITAS SEMEN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas (LEPIDOPTERA: SATURNIIDAE) DIDIK PRAMONO

PENENTUAN WAKTU OPTIMAL KOLEKSI DAN EVALUASI KAPASITAS SEMEN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas (LEPIDOPTERA: SATURNIIDAE) DIDIK PRAMONO PENENTUAN WAKTU OPTIMAL KOLEKSI DAN EVALUASI KAPASITAS SEMEN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas (LEPIDOPTERA: SATURNIIDAE) DIDIK PRAMONO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Preservasi Imago Jantan Ulat Sutera Liar Attacus Atlas (Lepidoptera: Saturniidae)

Preservasi Imago Jantan Ulat Sutera Liar Attacus Atlas (Lepidoptera: Saturniidae) Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Desember 2014 Vol. 19 (3): 174 178 ISSN 0853 4217 Preservasi Imago Jantan Ulat Sutera Liar Attacus Atlas (Lepidoptera: Saturniidae) (Preservation Of Male Imago Of

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2011. Tahapan meliputi

Lebih terperinci

Morfometri Kokon Attacus atlas Hasil Pemeliharaan di Laboratorium. Cocoon Morphometry Attacus atlas has Grown in the Laboratory

Morfometri Kokon Attacus atlas Hasil Pemeliharaan di Laboratorium. Cocoon Morphometry Attacus atlas has Grown in the Laboratory Jurnal Peternakan Indonesia, Februari 2012 Vol. 14 (1) ISSN 1907-1760 Morfometri Kokon Attacus atlas Hasil Pemeliharaan di Laboratorium Cocoon Morphometry Attacus atlas has Grown in the Laboratory Y.C.

Lebih terperinci

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua BAB IV Hasil Dari Aspek Biologi Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) Selama Proses Habituasi dan Domestikasi Pada Pakan Daun Sirsak dan Teh 4.1. Perubahan tingkah laku Selama proses

Lebih terperinci

PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN

PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN SKRIPSI FITRI KARTIKA SARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA

Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai bakteri yang bersifat sebagai flora normal atau berperan sebagai patogen yang terdapat pada saluran reproduksi imago betina

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Floss Floss merupakan bagian kokon yang berfungsi sebagai penyangga atau kerangka kokon. Pada saat akan mengokon, ulat sutera akan mencari tempat lalu menetap di tempat tersebut

Lebih terperinci

PROFIL SEMEN IMAGO JANTAN ULAT SUTERA LIAR FIRDAUZI AKBAR WICAKSONO

PROFIL SEMEN IMAGO JANTAN ULAT SUTERA LIAR FIRDAUZI AKBAR WICAKSONO PROFIL SEMEN IMAGO JANTAN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas (LEPIDOPTERA: SATURNIIDAE) FIRDAUZI AKBAR WICAKSONO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

Lebih terperinci

Karakteristik Kulit Kokon Segar Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) dari Perkebunan Teh di Daerah Purwakarta

Karakteristik Kulit Kokon Segar Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) dari Perkebunan Teh di Daerah Purwakarta Jurnal Peternakan Indonesia, Oktober 2011 Vol. 13 (3) ISSN 1907-1760 Karakteristik Kulit Kokon Segar Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) dari Perkebunan Teh di Daerah Purwakarta The Characteristics of Fresh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

Attacus atlas SKRIPSI

Attacus atlas SKRIPSI PENGARUH PENYIMPANAN DAN HARI OVIPOSISI TERHADAP WAKTU PENETASAN DAN DAYAA TETAS TELUR Attacus atlas SKRIPSI ANGGISTHIA DEWI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption.

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption. ABSTRACT ESWA TRESNAWATI. The Life Cycle and Growth of Graphium agamemnon L. and Graphium doson C&R. Butterflies (Papilionidae: Lepidoptera) Fed by Cempaka (Michelia champaca) and Soursoup (Annona muricata).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

UPAYA INTENSIFIKASI PEMELIHARAAN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas L. (Lepidoptera : Saturniidae) DESMAWITA KRISTIN BARUS

UPAYA INTENSIFIKASI PEMELIHARAAN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas L. (Lepidoptera : Saturniidae) DESMAWITA KRISTIN BARUS UPAYA INTENSIFIKASI PEMELIHARAAN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas L. (Lepidoptera : Saturniidae) DESMAWITA KRISTIN BARUS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benua Asia hingga mencapai benua Eropa melalui Jalur Sutera. Para ilmuwan mulai

BAB I PENDAHULUAN. benua Asia hingga mencapai benua Eropa melalui Jalur Sutera. Para ilmuwan mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sutera ditemukan di Cina sekitar 2700 sebelum Masehi dan teknologi budidayanya masih sangat dirahasiakan pada masa itu. Perkembangan dan persebarannya dimulai dari benua

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra (Bombyx mori L.) Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KULIT KOKON SEGAR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) DARI PERKEBUNAN TEH DI DAERAH PURWAKARTA SKRIPSI ARYOKO BASKORO

KARAKTERISTIK KULIT KOKON SEGAR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) DARI PERKEBUNAN TEH DI DAERAH PURWAKARTA SKRIPSI ARYOKO BASKORO KARAKTERISTIK KULIT KOKON SEGAR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) DARI PERKEBUNAN TEH DI DAERAH PURWAKARTA SKRIPSI ARYOKO BASKORO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KOKON ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) HASIL PENGOKONAN DI LABORATORIUM LAPANG FAKULTAS PETERNAKAN IPB

KARAKTERISTIK KOKON ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) HASIL PENGOKONAN DI LABORATORIUM LAPANG FAKULTAS PETERNAKAN IPB KARAKTERISTIK KOKON ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) HASIL PENGOKONAN DI LABORATORIUM LAPANG FAKULTAS PETERNAKAN IPB SKRIPSI NUNIEK SETIORINI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi pemeliharaan larva, pengokonan, dan pengamatan kokon adalah Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Kompleks Kandang Blok C. Lokasi

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus BAB VII PEMBAHASAN UMUM 7. 1. Polyvoltin Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) adalah serangga polyvoltin yaitu dapat hidup lebih

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012, penelitian dilakukan di Insektarium Bagian Parasitologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei 10 Persentase Filamen Persentase filamen rata-rata paling besar dihasilkan oleh ulat besar yang diberi pakan M. cathayana sedangkan yang terkecil dihasilkan oleh ulat yang diberi pakan M. alba var. kanva-2.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

Ulat Sutera Liar (Attacus atlas)

Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) TINJAUAN PUSTAKA Sutera Sutera yang telah diolah menjadi bahan tekstil memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan bahan sandang lainnya. Dari karakteristiknya keistimewaan kain sutera antara

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK IMAGO JANTAN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) RIDHO WALIDAINI

KARAKTERISTIK IMAGO JANTAN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) RIDHO WALIDAINI KARAKTERISTIK IMAGO JANTAN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) RIDHO WALIDAINI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas TINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas Ulat sutera liar Attacus atlas adalah salah satu serangga yang berukuran besar dan banyak ditemukan di wilayah Asia (Peigler, 1989). A. atlas memiliki tahapan metamorfosis

Lebih terperinci

Kajian Pengaruh Bobot Kokon Induk Terhadap Kualitas Telur Persilangan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ras Jepang Dengan Ras Cina

Kajian Pengaruh Bobot Kokon Induk Terhadap Kualitas Telur Persilangan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ras Jepang Dengan Ras Cina Jurnal Peternakan Indonesia, 11(2):173-180, 2006 ISSN: 1907-1760 173 Kajian Pengaruh Bobot Kokon Induk Terhadap Kualitas Telur Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ras Jepang Dengan Ras Cina Y. C. Endrawati 1),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-Ukuran Kulit Kokon C. trifenestrata Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman berbagai ukuran kokon panjang kokon, lingkar bagian medial kokon, lingkar ¼ bagian posterior

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin Pengamatan perilaku kawin nyamuk diamati dari tiga kandang, kandang pertama berisi seekor nyamuk betina Aedes aegypti dengan seekor nyamuk jantan Aedes aegypti, kandang

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

Parameter yang Diamati:

Parameter yang Diamati: 3 Selanjutnya, telur dikumpulkan setiap hari dalam satu cawan petri kecil yang berbeda untuk setiap induk betina fertil. Oviposisi dihitung sejak peletakan telur hari pertama hingga hari terakhir bertelur.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

Lincah Andadari 1 dan Sri Sunarti 2

Lincah Andadari 1 dan Sri Sunarti 2 KUALITAS KOKON HASIL PERSILANGAN ANTARA ULAT SUTERA (Bombyx mory L.) RAS CINA DAN RAS JEPANG Quality of crossedbreed cocoon between Japanese and Chinese races silkworm (Bombyx mory L.) Lincah Andadari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Jenis jenis Hama Pada Caisim Hasil pengamatan jenis hama pada semua perlakuan yang diamati diperoleh jenis - jenis hama yang sebagai berikut : 1. Belalang hijau Phylum :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Ulat Sutera Liar (Attacus Atlas) Ulat sutera liar Attacus atlas adalah serangga yang memiliki ukuran tubuh besar dan banyak ditemukan di hutan-hutan tropis dan subtropis seperti

Lebih terperinci

PERFORMA REPRODUKSI IMAGO Attacus atlas L. YANG BERASAL DARI PERKEBUNAN TEH PURWAKARTA SKRIPSI FERRY RIANTO

PERFORMA REPRODUKSI IMAGO Attacus atlas L. YANG BERASAL DARI PERKEBUNAN TEH PURWAKARTA SKRIPSI FERRY RIANTO PERFORMA REPRODUKSI IMAGO Attacus atlas L. YANG BERASAL DARI PERKEBUNAN TEH PURWAKARTA SKRIPSI FERRY RIANTO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Filamen Sutera Beberapa atribut yang berperan pada penentuan kualitas filamen sutera diantaranya panjang filamen, bobot filamen, tebal filamen, persentase bobot filamen, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.) TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ulat sutera merupakan serangga yang termasuk ke dalam Ordo Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu dan ngengat. Ulat sutera adalah serangga holometabola,

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Devisi Persuteraan Alam Ciomas. Waktu penelitian dimulai dari Juni

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kupu-kupu merupakan satwa liar yang menarik untuk diamati karena keindahan warna dan bentuk sayapnya. Sebagai serangga, kelangsungan hidup kupu-kupu sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Nyamuk Uji 3.3 Metode Penelitian

3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Nyamuk Uji 3.3 Metode Penelitian 3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Insektarium, Laboratorium Entomologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk

Lebih terperinci

Oleh : Lincah Andadari

Oleh : Lincah Andadari POTENSI HIBRID ULAT SUTERA HARAPAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI SUTERA. Oleh : Lincah Andadari Kementerian Kehutanan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Dan Pengembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Ulat Kantong Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : Kingdom : Animalia Subkingdom : Bilateria Phylum Subphylum Class Subclass Ordo Family Genus Species

Lebih terperinci

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Produksi gula nasional Indonesia mengalami kemerosotan sangat tajam dalam tiga dasawarsa terakhir. Kemerosotan ini menjadikan Indonesia yang pernah menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

PREFERENSI OVIPOSISI Plutella xylostella (Linn.) (LEPIDOPTERA : PLUTELLIDAE) PADA TANAMAN BRASSICACEAE. Debi Diana Sari

PREFERENSI OVIPOSISI Plutella xylostella (Linn.) (LEPIDOPTERA : PLUTELLIDAE) PADA TANAMAN BRASSICACEAE. Debi Diana Sari Preferensi Oviposisi Plutellavxylostella,...Debi Diana Sari,...Sainmatika,...Volume 13,...No.1,...Juni 216,...52-59 PREFERENSI OVIPOSISI Plutella xylostella (Linn.) (LEPIDOPTERA : PLUTELLIDAE) PADA TANAMAN

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. I. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Penelitian ini melibatkan objek yang diberikan berbagai perlakuan. Objek pada penelitian ini ialah

Lebih terperinci

L. (LEPIDOPTERA: SATURNIIDAE) DENGAN PAKAN DAUN KALIKI

L. (LEPIDOPTERA: SATURNIIDAE) DENGAN PAKAN DAUN KALIKI BIOLOGI Attacus atlas L. (LEPIDOPTERA: SATURNIIDAE) DENGAN PAKAN DAUN KALIKI (Ricinus communis L.) DAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI LABORATORIUM NANEH MULYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH

PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH KADARWATI D24102015 Skripsi ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan

BAHAN DAN METODE. Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Mutu dan Residu Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan Area

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Tahapan hidup C. trifenestrata terdiri dari telur, larva, pupa, dan imago. Telur yang fertil akan menetas setelah hari kedelapan, sedang larva terdiri dari lima

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab HASIL DAN PEMBAHASAN Inseminasi Buatan pada Ayam Arab Ayam Arab yang ada di Indonesia sekarang adalah ayam Arab hasil kawin silang dengan ayam lokal. Percepatan perkembangbiakan ayam Arab dapat dipacu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes TINJAUAN PUSTAKA Biologi Oryctes rhinoceros Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes rhinoceros adalah sebagai berikut : Phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api, ulat kantung, ulat bulu merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa daerah tertentu, ulat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

PROFIL SEMEN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas YANG DIKOLEKSI SETIAP DUA JAM RIZKA AMALIA

PROFIL SEMEN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas YANG DIKOLEKSI SETIAP DUA JAM RIZKA AMALIA PROFIL SEMEN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas YANG DIKOLEKSI SETIAP DUA JAM RIZKA AMALIA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

DOMESTIKASI ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas L.) DENGAN PAKAN DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DAN SIRSAK (Annona muricata L.

DOMESTIKASI ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas L.) DENGAN PAKAN DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DAN SIRSAK (Annona muricata L. DOMESTIKASI ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas L.) DENGAN PAKAN DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DAN SIRSAK (Annona muricata L.) RIRI DESIANDA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

PENGARUH USIA, LUAS PERMUKAAN, DAN BIOMASSA DAUN PADA TIGA VARIETAS KEDELAI

PENGARUH USIA, LUAS PERMUKAAN, DAN BIOMASSA DAUN PADA TIGA VARIETAS KEDELAI PENGARUH USIA, LUAS PERMUKAAN, DAN BIOMASSA DAUN PADA TIGA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L) Merill) TERHADAP PREFERENSI OVIPOSISI Spodoptera litura, Fabricius. SKRIPSI Oleh : Resti Ika Mirlina Sari NIM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) larva penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

KAJIAN NERACA KEHIDUPAN KUMBANG LEMBING (Epilachna dodecastigma Wied) RIZKI KURNIA TOHIR E

KAJIAN NERACA KEHIDUPAN KUMBANG LEMBING (Epilachna dodecastigma Wied) RIZKI KURNIA TOHIR E KAJIAN NERACA KEHIDUPAN KUMBANG LEMBING (Epilachna dodecastigma Wied) RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 PROGRAM KONSERVASI BIODIVERSITAS TROPIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.5. Metagenesis. Metamorfosis. Regenerasi

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.5. Metagenesis. Metamorfosis. Regenerasi SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.5 1. Pada siklus hidup hewan tertentu, terjadi perubahan bentuk tubuh dari embrio sampai dewasa. Perubahan bentuk tubuh ini disebut...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman

Lebih terperinci