BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus"

Transkripsi

1 BAB VII PEMBAHASAN UMUM Polyvoltin Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) adalah serangga polyvoltin yaitu dapat hidup lebih dari dua generasi dalam satu tahun. Sifat polyvoltin ini menguntungkan bagi usaha pembudidayaan ulat sutera liar Attacus atlas karena : a). Bibit dalam bentuk ketersediaan telur dapat dipenuhi sepanjang tahun, b). Musim berkembang biak terjadi sepanjang tahun, c). Pada musim hujan maupun musim kemarau dapat dipelihara, d). Produksi kokon akan ada sepanjang tahun, e). Produksi benang akan dapat ditingkatkan jika jumlah populasi tinggi, f). Breeding dapat dilakukan secara kontinyu sehingga pemuliaan ke arah peningkatan produktivitas dapat dicapai. Telur Attacus atlas yang dihasilkan dapat dipenuhi sepanjang tahun, hal ini dapat dilihat dari proses habituasi dan domestikasi yang dipelihara pada kedua jenis pakan (sirsak dan teh). Hasil domestikasi menunjukkan bahwa generasi pertama (F1) dapat berkembang biak dan menghasilkan telur, kemudian dapat dilanjutkan pada generasi kedua (F2), generasi ketiga (F3) dan seterusnya, sehingga ketersediaan telur dapat tersedia sepanjang tahun. Musim berkembang biak Attacus atlas dapat terjadi sepanjang tahun, hal ini dapat dilihat pada hasil proses habituasi dan domestikasi (F1-F3) pada setiap generasi. Waktu kemunculan imago selalu diakhiri dengan perkawinan antara jantan dan betina, baik pada pakan daun sirsak maupun pada daun teh. Dari hasil perkawinan imago ini, akan lahir generasi kedua (F2), generasi ketiga (F3) dan seterusnya, sehingga ulat sutera liar Attacus 94

2 atlas ini dapat tersedia sepanjang tahun. Hal yang sama juga terjadi di lapangan, dimana perkawinan antara imago jantan dan betina tetap saja berlangsung pada setiap tahapan generasi, akan tetapi telur yang dihasilkan tidak dapat bertahan lama, karena dapat dimakan oleh predator dan mikroba patogen lainnya. Pemeliharaan Attacus atlas dapat dilakukan pada musim kemarau maupun pada musim hujan. Selama proses habituasi dan domestikasi berlangsung (F1-F3) ulat sutera liar Attacus atlas ini dapat dipelihara pada musim hujan (Februari sampai Juni) dan musim kemarau (Juli sampai September), dengan hasil yang cukup baik yaitu keberhasilan hidup yang tinggi (100 %), jumlah telur banyak ( butir/ekor), serta kualitas kokon yang baik pada setiap tahapan generasi. Ini menunjukkan bahwa iklim tropis (musim hujan dan kemarau) dapat dilakukan domestikasi ulat sutera liar Attacus atlas. Tjiptoro (1997) memelihara Attacus atlas pada pakan daun gempol di lapangan pada musim hujan (bulan April sampai Juni), yang menghasilkan telur sebanyak butir. Widyarto (2001) memelihara A. atlas pada musim kemarau (Juli September) dengan pemberian pakan daun dadap, menghasilkan telur antara butir. Jika hasil domestikasi berlangsung efektif dan dapat dilakukan terus menerus, maka produksi kokon juga akan tersedia sepanjang tahun. Hal ini dapat dilihat dari hasil domestikasi Attacus atlas (F1-F3), yang dipelihara pada kedua jenis pakan (sirsak dan teh). Dari 480 ekor larva yang dipelihara, semuanya mencapai masa pupasi mulai dari generasi pertama (f1) sampai generasi ketiga (F3) dan dapat dilanjutkan pada generasi selanjutnya. Ini membuktikan bahwa produksi kokon dapat tersedia sepanjang tahun. 95

3 Jika populasi Attacus atlas yang didapatkan pada setiap generasi cukup tinggi, produksi kokon yang dihasilkan juga cukup banyak, maka produksi dan kualitas benang juga dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil pemeliharaan Attacus atlas (F1-F3) pada pakan daun sirsak dan teh yang menghasilkan produksi kokon banyak, kualitas kokon cukup baik, serta terjadi peningkatan kualitas benang. Selama proses habituasi dan domestikasi terjadi peningkatan kualitas mutu kokon, dari grade C ke grade B (pada daun teh). Berat kokon berisi pupa pada pakan daun sirsak, yaitu 7,46 gram pada generasi ketiga (F3), sedangkan pada daun teh rata-rata 8.72 gram/kokon, ini lebih baik dari Situmorang (1996) 6,61 gram dan Widyarto (2001) 6,89 gram. Kualitas benang juga dapat ditingkatkan pada setiap tahapan generasi. Attacus atlas yang dipelihara pada pakan daun sirsak, panjang filamen pada F1 : 57,85 meter/kokon, F2 : 66,71 meter, F3 : 78,71 meter. Sedangkan pada daun teh panjang filamen pada F1 : 66,64 meter, F2 : 73,42 meter, F3 : 83,61 meter. Breeding dapat dilakukan terhadap ulat sutera liar Attacus atlas secara kontinyu sepanjang tahun. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F3), breeding dapat dilakukan pada setiap tahapan generasi, mulai dari generasi pertama (F1) sampai generasi ketiga (F3). Jika setiap generasi dapat dilakukan breeding secara kontinyu, maka pemulyaan ke arah peningkatan produktivitas dapat tercapai. Sifat polyvoltin yang terdapat pada ulat sutera liar Attacus atlas ini, sangat menguntungkan bagi para petani untuk membudidayakan ulat sutera liar ini, terutama dalam proses breeding. Untuk mendapatkan ketersediaan telur, produksi kokon yang banyak serta produksi benang yang tinggi dan berkualitas, maka kelanjutan generasi dan ketersedian populasi Attacus atlas sepanjang tahun sangat diperlukan. Sebab dengan 96

4 melakukan penelitian, Attacus atlas dapat tersedia secara kontinyu, sehingga ketersediaan telur, produksi kokon dan benang dapat ditingkatkan dan tersedia sepanjang tahun. Hal ini dapat terlihat dari hasil proses habituasi dan domestikasi A. atlas (F1-F3), mendapat kan warna kokon yang bervariasi (coklat, coklat muda dan abu-abu), produksi dan kualitas kokon yang lebih baik, munculnya larva yang tahan terhadap penyakit, mendapatkan kualitas benang yang lebih panjang dan berkualitas. Bukti bahwa kesinambungan pada Attacus atlas ini dijamin, yaitu selama proses habituasi dan domestikasi (F1-F2) yang dilaksanakan pada bulan Pebruari sampai dengan bulan Juli dan domestikasi Attacus atlas pada generasi ketiga (F3) yang dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September pada kedua jenis pakan (sirsak dan teh), dapat berlangsung dengan baik (Gambar 22), seratus persen mencapai masa pupasi, produksi telur yang banyak serta produksi kokon dan kualitas benang yang tinggi pada setiap tahapan, hal ini dapat dilakukan pada skala lapangan dan laboratorium. Habituasi & Domestikasi Perlakuan & Domestikasi Awal F1 akhir F1 F2 F 3 Pebruari Maret April Mei Mei Juni Juli Agustus September Breeding diteruskan Gambar 22. Pola Kontinuitas Jumlah Telur A. atlas (F1-F3) Pada Sirsak dan Teh 97

5 Attacus atlas merupakan hewan yang mengalami metamorfosis sempurna sepanjang hidupnya. Ulat sutera liar ini mengalami empat fase, yaitu telur, larva, pupa dan imago. Telur merupakan awal dari metamorfosis, kemampuan imago betina bertelur antara butir. Jumlah telur yang dihasilkan selama proses habituasi dan domestikasi (F1-F3) pada daun sirsak yaitu, dari setiap betina rata-rata didapat F1 : 137,8 butir, F2 : 165,8 butir, F3 : 256,60 butir dari 3 sampai 5 pasang betina tiap generasi. Sedangkan jumlah telur dengan pemberian pakan daun teh, yaitu F1 : dengan rata-rata 182,5 butir, F2 : 193,8 butir, F3 : 282,4 butir dari 5 pasang betina pada tiap generasi. Tjiptoro (1997) melaporkan bahwa Attacus atlas yang dipelihara di Lapangan pada pakan daun dadap, rata-rata menghasilkan telur sebanyak 92 butir per ekor. Subagyo (2000) memelihara A. atlas pada pakan daun mahoni, menghasilkan telur butir. Selama proses habituasi dan domestikasi berlangsung terdapat beberapa kendala pada telur Attacus atlas ini, yaitu telur yang tidak dibuahi tidak dapat menetas dan pasti bertahan lama, masa inkubasi telur menjadi lebih lama jika cuaca dalam ruangan berfluktuatif, banyak telur yang tidak bisa menetas, hal ini disebabkan proses perkawinan antara imago betina dan jantan jarang terjadi, karena kemunculan imago tidak secara bersamaan. Biasanya kemunculan imago betina lebih banyak dan waktunya lebih lama bila dibandingkan dengan jantan. Selain itu umur imago jantan (2-4) hari lebih cepat bila dibandingkan dengan imago betina (4-10) hari. Selama pemeliharaan berlangsung mulai dari generasi pertama (F1) sampai generasi ketiga (F3), diketahui bahwa kemunculan imago tidak bersamaan, sex ratio yang tidak sama serta umur imago berbeda antara jantan dan betina. Imago jantan lebih cepat keluar dan umurnya lebih pendek bila dibandingkan dengan betina, hal ini mempengaruhi 98

6 proses perkawinan dalam mendapatkan telur. Namun demikian selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F3) pada pakan daun srisak dan teh, telah terjadi peningkatan kemunculan imago dan produksi telur pada setiap tahapan generasi (F1-F3), sehingga produksi telur dan kokon dapat tersedia sepanjang tahun Suhu, Kelembaban dan Ruang Pemeliharaan Larva Attacus atlas mengalami 6 perkembangan instar. Tingkah laku, pola makan serta suhu dan kelembaban yang diperlukan berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan instar. Masa inkubasi telur suhu ruangnya berkisar antara 22 0 C-24 0 C karena pada tahapan ini, saat penetasan telur ulat kecil sangat peka terhadap rangsangan sinar matahari yang dapat mengganggu kulit/tubuh dari larva. Ulat kecil (larva instar 1-3) terutama instar pertama, masih sangat peka terhadap kondisi cuaca yang berubah- ubah secara mendadak. Kondisi ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan larva. Ulat besar (larva instar 4-6) memakan daun yang sudah tua dengan pola makan secara teratur, kisaran suhu lingkungan berkisar antara 24 0 C-29 0 C. Pada tahapan ini intensitas makan tinggi, pola makan teratur serta melakukan seluruh aktivitas fisiologis lainnya. Kondisi yang paling ideal untuk ulat sutera liar mulai dari ulat kecil hingga besar adalah 22 0 C 30 0 C (FAO, 1979). Masa pupasi adalah masa pembentukan pupa atau kepompong. Pada masa ini suhu lingkungan yang diperlukan adalah antara 26 0 C-29 0 C, jika suhu lebih dari 30 0 C atau kurang dari 26 0 C, menyebabkan imago yang keluar akan menjadi cacat, tubuhnya kerdil, sayapnya patah dan tidak bisa mengembang. Secara fisiologis imago tersebut tidak bisa melakukan aktivitas lain, seperti terbang, berkopulasi dan sulit bertelur. 99

7 Pemeliharaan ulat sutera liar Attacus atlas dapat dilakukan pada musim hujan maupun musim kemarau. Hambatan yang perlu diperhatikan adalah kondisi suhu dan kelembaban dalam ruangan. Suhu ruang perlu dijaga berkisar antara 22 0 C-29 0 C agar tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan ulat sutera. Jika cuaca berfluktuatif, maka suhu dalam ruangan harus dirangsang dengan sinar tambahan agar cuaca tetap stabil, sehingga pemeliharaan dapat berlangsung efektif. Jika suhu lebih dari 30 0 C menyebabkan pakan cepat layu dan sangat tidak disukai oleh larva, suhu di bawah 20 0 C kelembaban menjadi tinggi, pakan menjadi lebih segar akan tetapi menimbulkan mikrobia patogen penyakit yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan ulat sutera. Attacus atlas adalah hewan poikiloterm, suhu tubuhnya diatur secara langsung oleh suhu lingkungan. Suhu dan kelembaban sangat mempengaruhi siklus hidupnya. Aktivitas fisiologis sangat dipengaruhi suhu tubuh, sehingga suhu sangat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan. Jika suhunya tinggi (lebih dari 30 0 C) menyebabkan pakan cepat layu, larva tidak mau makan dan menjadi stres. Energi yang dikeluarkan cukup banyak, kecepatan respirasi bertambah dan kontraksi pembuluh darah meningkat, pakan yang dicerna semakin sedikit, sehingga meningkatkan proses metabolisme, menyebabkan proses pertumbuhan dan perkembangan larva menjadi terganggu. Suhu dan kelembaban lingkungan yang optimal bagi perkembangan ulat sutera Attacus atlas dalam ruangan adalah masa inkubasi telur (22 0 C-24 0 C), larva instar pertama sampai enam (22 0 C-29 0 C), pembentukan kokon, masa pupasi dan perkawinan imago (26 0 C-29 0 C). 100

8 Pemeliharaan ulat sutera di dalam ruangan/laboratorium akan berlangsung dengan baik, jika suhu dalam ruangan tetap dipertahankan stabil serta kualitas pakan baik dan pakan tersedia secara kontinyu. Jika cuaca di dalam ruangan berfluktuatif dan berubah secara ekstrim, maka suhu dalam ruangan harus dirangsang dengan cara memberikan sinar tambahan berupa cahaya dari lampu petromax atau dari sinar listrik, terutama pada musim hujan. Pada musim kemarau dimana suhu melebihi 30 0 C, pakan harus dicelup dalam air agar tetap segar dan dapat dimakan oleh larva atau percikan air pada ruang pemeliharaan agar suhu dan kelembaban dapat terjaga dengan baik Kandungan Gizi Pakan Selain suhu dan kelembaban, kualitas pakan juga sangat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produktvitas ulat sutera. Kondisi fisiologis, kualitas kokon, produksi telur, lama instar, bobot badan dan kualitas benang, sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan yang diberikan. Kualitas pakan juga akan mempengaruhi hasil pemeliharaan generasi selanjutnya. Jika pakan yang diberikan kurang baik, larva akan jatuh sakit dan kurang gizi sekaligus akan menghambat pertumbuhan ulat, sehingga sulit untuk memperoleh hasil yang maksimum, meskipun pada tahap berikutnya diberikan pakan yang lebih baik. Reese and Beck (1978) melaporkan bahwa larva Agrotis ipsilon yang diberi pakan yang sangat kering, konsumsi pakan yang dimakan (Bobot basah maupun bobot kering) menurun, dengan efisiensi konversi pakan yang dimakan dan pakan yang dicerna berbanding terbalik terhadap persen bahan kering pakan, artinya bila pakan sangat kering larva enggan untuk makan, dan energi banyak terbuang karena kemungkinan larva lebih banyak mondar-mandir. 101

9 Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kecukupan kadar air pakan pada daun sirsak (65,46 %) dan teh (69,64 %), kandungan nutrisi berupa (protein, karbohidrat, lemak dan serat kasar) serta komponen kimia yang dimiliki pada kedua jenis pakan ini, menyebabkan ulat sutera Attacus atlas sangat menyukainya. Paul et al. (1992) meneliti pengaruh kelembaban daun murbei (60,5 %, 65 %, 70 % dan 76,6 %) terhadap indeks nutrien dan pertumbuhan ulat sutera (Bombyx mori). Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa konsumsi meningkat dengan meningkatnya persentase kelembaban daun. Jumlah bahan kering pakan yang dikonsumsi, efisiensi konversi pakan, efisiensi konversi pakan tercerna meningkat secara nyata dengan meningkatnya kadar air daun. Kecernaannya meningkat tajam sampai kandungan air daun 70 %, setelah itu menurun. Scriber (1979) menyatakan bahwa daun yang memiliki kandungan air rendah memerlukan energi metabolisme yang lebih tinggi daripada daun yang kandungan airnya cukup. Adanya kandungan nutrisi yang sesuai bagi serangga tidak hanya menyebabkan laju pertumbuhan yang cepat, tetapi juga menyebabkan kemampuan bertahan hidup yang lebih baik. Chapman (1982) mendapatkan tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dan bertahan hidup yang lebih baik dari Schistocerca dan Locusta ketika sejumlah besar sellulosa ditambahkan pada makanan buatan dan penggunaan makanannya turun % dibandingkan sebelumnya %. Hasil proses habituasi dan domestikasi F1-F3 menunjukkan bahwa keberhasilan hidup yang tinggi, produksi telur dan kualitas kokon yang baik, serta peningkatan kualitas benang dan dapat tersedia sepanjang tahun. Attacus atlas dapat menkonsumsi pakan segar pada daun sirsak sebanyak 129,01 gram pakan/larva, selama satu periode tahap larva (instar 1-instar 6), dengan daya cerna 38,66 persen. Sedangkan Attacus atlas yang dipelihara pada pakan daun teh, dapat 102

10 menkonsumsi pakan segar sebanyak 137,97 gram pakan/larva, selama satu periode tahap larva. Instar keenam dapat menkonsumsi pakan cukup banyak, hal ini disebabkan pada instar enam membutuhkan pakan cukup banyak sebagai cadangan energi dalam tubuh larva, karena pada akhir instar enam larva sudah tidak makan lagi untuk tahapan berikutnya. Secara fisiologis larva Attacus atlas memasuki masa pupasi sebagai proses pembentukan protein sutera, hampir seluruh tubuh larva instar terakhir dipenuhi kelenjar sutera. Ulat sutera menggunakan sebagian besar pakan yang dikonsumsinya selama stadium ini untuk mensintesis sutera cair (Fibroin dan Serisin) Produksi Kokon dan Kualitas Benang Komposisi serat kokon sutera secara umum, terdiri dari protein sutera yang meliputi fibroin dan serisin. Fibroin yang terkandung dalam serat sutera sebesar %, sedangkan serisin sebesar %. Unsur yang lainnya adalah lilin, karbohidrat, pigmen dan materi anorganik yang masing-masing jumlahnya sangat kecil. Serat sutera juga tersusun oleh unsur-unsur kimia antara lain C, H, O, N, S (Huang, 1997). Serisin adalah protein yang tidak larut dalam air dingin, tetapi menjadi lunak dalam air panas dan larut dalam alkali lemah dan sabun. Tetapi dalam kenyataannya, pada sutera liar lebih sedikit serisinnya, namun bahan-bahan yang perlu dihilangkan tidak hanya serisin, tetapi bahan lainnya seperti lilin, garam-garam mineral dan zat warna lain (pigmen) alam berwarna kekuningan perlu dihilangkan juga (Saleh, 2000). Populasi ulat sutera yang tinggi pada setiap generasi dapat menghasilkan produksi kokon yang banyak, sekaligus dapat meningkatkan produksi benang. Satu buah kokon dapat menghasilkan ribuan meter filamen dengan ketebalan tipis (Alat pemintal modern). 103

11 Namun demikian dengan memakai alat pemintal tradisional (Hund spund) menghasilkan panjang benang hanya ratusan meter saja. Dari buah kokon dapat dihasilkan 1 Kg benang. Selanjutnya dapat menghasilkan benang tersebut kalau diproses dapat menghasilkan 7-8 meter kain. Akai (1997) melaporkan bahwa panjang benang sutera dari sebuah kokon adalah 2500 meter (dengan memakai alat pemintal modern). Roni (2005) mendapatkan dari buah kokon Attacus atlas dihasilkan 1 kg benang dan kalau ditenun akan dapat membuat 7-8 meter kain. Anita (pengusaha tenun sutera) di Yogyakarta melaporkan bahwa dari sekitar 800 buah kokon Attacus atlas dapat menghasilkan 1 Kg benang, dan kalau ditenun dapat menghasilkan 8-9 meter kain (hasil wawancara tahun 2007). Semakin banyak produksi kokon, maka produksi benang juga dapat ditingkatkan. Jika Attacus atlas dapat menkonsumsi pakan secara kontinyu dan berkualitas, maka akan menghasilkan kualitas kokon dan benang yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil pemeliharaan pada kedua jenis pakan alami (sirsak dan teh), dimana rata-rata berat kokon yang dihasilkan yaitu 8,72 gram (F3), panjang filamen 83,61 meter pada F3 dan tidak ada kokon cacat. Pengujian kelas mutu (grade) berada pada kelas mutu B. Sedangkan Attacus. Atlas yang dipelihara pada pakan daun sirsak (Annona muricata), menunjukkan produktivitas dan kualitas kokon, yaitu : Bobot kokon berisi pupa 7,36 gram (F3), panjang filamen 78,73 meter, tidak ada kokon cacat. Pengujian kelas mutu (grade) berada pada kelas mutu C. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Attacus atlas yang dipelihara pada ruangan/laboratorium, menunjukkan keberhasilan hidup dan kualitas kokon yang lebih baik, bila dibandingkan dengan di alam. 104

12 Manfaat lain dari domestikasi ulat sutera liar Attacus atlas adalah, selain dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam pakaian (batik, kain kimono, wol, dll), dapat juga digunakan di bidang elektronik (digital komputer, alat cetak film), bahan baku industri (bahan pembuat karpet dan tali sepatu), bahan obat-obatan dan makanan ternak, pupa dapat dijadikan sebagai makanan, bahan industri kerajinan dan seni (lukisan dinding, berbagai macam kembang) dan dapat dijadikan sebagai eko-wisata. Harga per meter kain dari tenun sutera liar Attacus atlas, berkisar antara 500 ribu sampai 700 ribu per meter Rekomendasi Dalam Skala Komersial Tujuan dilaksanakannya usaha domestikasi ulat sutera liar Attacus atlas dalam ruangan, sangat diharapkan dapat memberikan suatu rekomendasi dalam skala yang komersial untuk pengembangan persuteraan nasional. Usaha ini dapat dipenuhi jika : a) Jumlah daun pakan tersedia cukup banyak, b). Kondisi tempat pemeliharaan (suhu, kelembaban dan ruang pemeliharaan) tersedia dan cocok, c). Produksi secara ekonomi dapat menguntungkan, baik dalam hal penggunaan lahan maupun analisis secara ekonomi produksi dari usaha ini. Keberhasilan dan kelangsungan hidup ulat sutera liar Attacus atlas sangat bergantung terhadap jumlah daun yang tersedia. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F3) dengan pemberian daun sirsak dan teh, menunjukkan bahwa jumlah daun harus tersedia secara kontinyu. Hal ini disebabkan larva ulat sutera liar Attacus atlas, terutama ulat besar (instar 4-6) dapat menkonsumsi jumlah daun cukup banyak. Larva ulat sutera menkonsumsi pakan tidak mengenal waktu, yaitu pagi, siang, sore dan malam hari dengan proporsinya yang berbeda. 105

13 Jumlah pakan yang dapat dimakan cukup banyak yaitu 129,01 gram pakan/larva dalam satu siklus hidup untuk sirsak dan 137,97 gram pakan/larva untuk teh. Dengan demikian apabila petani atau pengusaha ulat sutera liar yang ingin mengembangkan usaha ini, ekor larva memerlukan gram (2.580,2 Kg) daun dalam satu siklus hidup atau setara dengan Helai daun untuk sirsak ( 1 Kg daun sirsak setara dengan helai daun). Untuk daun teh dari ekor larva yang dipelihara memerlukan gram daun (2.759,4 Kg) daun atau setara dengan helai daun. Berarti untuk memelihara ekor larva dibutuhkan 852 pohon sirsak ( 1 pohon sirsak yang berumur 4 tahun jumlah 3000 helai daun), sedangkan untuk pohon teh memerlukan 736 pohon (1 pohon teh jumlah 3000 helai daun ). Hasil wawancara dengan Anita seorang petani sekaligus sebagai pengusaha sutera di Yogyakarta pada tahun 2006, mengatakan bahwa untuk memelihara ulat sutera liar Attacus atlas pada tanaman sirsak di lapangan, setiap pohon (umur 5 tahun) biasanya hanya terdapat maksimal sekitar 25 ekor larva saja. Dari 1000 pohon sirsak seluas 1 Ha (jarak tanam 3 x 3 meter) yang ada di Kebun Peternakannya mampu memelihara sekitar ekor larva. Sementara itu hasil wawancara dengan Roni dan Nursana (petani/pengusaha sutera) di Purwakarta pada tahun 2005, mengatakan bahwa sekitar ekor larva dapat dipelihara pada satu pohon teh, dengan 3 sampai 4 kali panen dalam setahun. Keberhasilan yang diperoleh dari Anita di Yogyakarta, yaitu 25 % dari ekor larva atau setara dengan butir kokon (1 Kg kokon tanpa pupa setara dengan 600 butir kokon), apabila diproses akan menghasilkan 2,6 Kg benang ( 1 Kg benang menghasilkan 8 meter kain). Sedangkan Roni di Purwakarta dari ekor larva, keberhasilan 106

14 hidupnya hanya 25 % atau menghasilkan butir kokon (500 butir kokon tanpa pupa setara dengan 1 Kg kokon), sehingga dapat menghasilkan 10 Kg kokon atau setara dengan 2,5 Kg benang ( 1 Kg benang apabila diproses akan menghasilkan 8 meter kain, harga /meter Rp ,-), atau didapat Rp ,-. Kondisi tempat pemeliharaan (suhu, kelembaban dan ruang pemeliharaan) sangat berpengaruh terhadap produktivitas ulat sutera liar Attacus atlas. Selama proses habituasi dan domestikasi A. atlas (F1-F3) berlangsung didapatkan suhu ruang yang sangat ideal untuk pemeliharaan ulat sutera liar adalah 22 0 C 29 0 C, dengan kelembaban %. Kelembaban ruang tidak boleh keluar dari persyaratan tersebut. Oleh karena itu kelembaban ruangan harus tetap terjaga. Kondisi tempat pemeliharaan harus ditata dengan baik. Suhu ruang untuk masing-masing fase perkembangan diatur sesuai dengan tahapan instarnya. Ruang untuk inkubasi telur dipisahkan dengan ulat kecil (larva instar 1-3), begitu juga dengan ulat besar (larva instar 4-6) dan masa pupasi, sehingga masingmasing fase berada pada ruangan sendiri. Hal ini disebabkan setiap fase perkembangan memerlukan suhu dan kelembaban yang berbeda untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama proses habituasi dan domestikasi ulat sutera liar Attacus atlas yang dipelihara pada pakan alami (sirsak dan teh) menunjukkan hasil yang cukup baik, yaitu jumlah telur, produksi kokon dan kualitas benang yang lebih baik. Saleh (2000) melaporkan bahwa Attacus atlas yang dipelihara pakan daun sirsak keuntungannya cukup besar. Dari 1 hektar lahan bisa ditanami 1000 pohon sirsak dengan jarak tanam 3 x 3 meter. Selam 3 tahun bisa memperoleh keuntungan sebesar Rp 107

15 ,- yang didapatkan dari hasil penjualan buah sirsak yang dijadikan dodol dan kokon hasil pemeliharaan pada tanaman sirsak (Rp 40 juta/tahun). Keberhasilan hidup pada tanaman sirsak hanya 25 % saja, sehingga dari ekor larva akan menghasilkan 5000 butir kokon atau setara dengan 10 Kg kokon (500 butir kokon menghasilkan 1 Kg kokon atau dihasilkan 2,5 Kg benang). Hasil yang diperoleh akan semakin banyak dengan bertambah besarnya pohon sirsak. Kelebihan usaha ulat sutera pada tanaman ini adalah tanaman terdapat hampir di semua tempat di Indonesia dan dapat ditanam pada berbagai lokasi tanah, yaitu di pekarangan rumah, pegunungan maupun di dataran rendah. Roni (2005) seorang petani sekaligus sebagai pengusaha sutera di Purwakarta yang memelihara Attacus atlas pada tanaman teh melaporkan bahwa walaupun Attacus atlas ini sebagai hama, tetapi tidak merusak secara keseluruhan perkebunan teh, bahkan sangat membantu perekonomian petani pemetik teh. Hal ini disebabkan selain mendapatkan daun teh, petani setempat juga dapat mengambil kokon dari tanaman tersebut. Berdasarkan hasil proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F3), terlihat bahwa ulat kecil (instar 1-3) menkonsumsi daun yang masih muda dengan hanya memakan sebagian kecil saja, lebih banyak menkonsumsi daun yaitu pada ulat besar (instar 4-6) yang dapat memakan daun lebih tua, sehingga daun yang masih muda dapat diambil untuk pembuatan minuman teh. Selain itu tanaman teh adalah tanaman perdu dimana daunnya dapat diambil bagian pucuk saja dan dapat diperbanyak dengan stek. 108

16 7.6. Analisis Finansial Analisis produksi (analisis finansial) dari pemeliharaan ulat sutera liar A. atlas pada pakan daun sirsak untuk ekor larva/ha, dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Modal Memelihara Ulat Sutera Liar A. atlas untuk ekor/ha 1. Sarana dan Alat (biaya tetap) 1.1. Sebuah gedung untuk inkubasi telur dan pemeliharaan ulat kecil (instar 1-3) berukuran 5 x 6 meter Rp , Sebuah gedung untuk pemeliharaan ulat besar (instar 4-6) dan ruang masa pupasi, berukuran 9 x 6 meter Rp , Rak pemeliharaan ulat kecil dan inkubasi telur sebanyak 6 buah rak Rp , Rak pemeliharaan ulat besar dan masa pupasi 9 buah Rp ,- 2. Bahan Untuk Sterilisasi Ruangan Formalin 10 liter a. Rp ,- = Rp , Poppzol 5 Kg a Rp ,- = Rp , Kaporit 25 Kg a Rp ,- = Rp ,- 3. Tenaga Kerja (biaya rutin) 3.1. Upah untuk 2 orang pekerja per/bulan selama satu tahun a Rp ,- = Rp Sewa tanah = Rp /tahun 109

17 b. Modal Pembuatan dan Pemeliharaan Kebun Sirsak Untuk 1 Ha Lahan 1. Bahan 1.1. Bibit 1000 pohon sirsak (jarak tanam 3 x 3 meter) a Rp = Rp , Pupuk kandang 1000 blek a Rp = Rp , Alat semprot Rp , Peralatan lain Rp ,- 2. Tenaga kerja 2.1. Pengolahan dan Perataan Tanah Rp , Pembuatan lubang dan isi pupuk Rp , Pemeliharaan kebun dan panen daun 2 orang = Rp ,- c. Pengolahan Benang 1. Alat 1.1. Alat Pemasakan kokon Rp , Pengering kokon dan Benang Rp , Cloos Rp , Alat untuk reeling Rp ,- 2. Bahan Untuk Pemasakan Kokon 2.1. Teepol (deterjen) 10 liter a Rp = Rp , Soda kuastik (NaOH) 4 botol a Rp = Rp , Sabun netral 2 karton a Rp = Rp ,- 110

18 3. Upah Pengolahan Benang dan Penenun orang x 12 (satu tahun) a. Rp ,- = Rp ,- 4. Pengolahan Kain 4.1. Alat Pintal Rp , Upah untuk 2 orang x 12 (satu tahun) a. Rp ,- = Rp ,- d. Produksi dan Pendapatan Jika larva yang dipelihara sebanyak ekor dengan keberhasilan hidup 50 %, maka kokon yang dihasilkan sebanyak butir kokon atau setara dengan Kg kokon. (600 butir kokon setara dengan 1 Kg kokon), 1 kg benang menghasilkan 8 meter kain dengan harga/meter Rp ,-. Apabila diproses akan menghasilkan 4.17 Kg benang. Hasil yang diperoleh adalah 4.17 Kg benang x 8 meter kain x Rp = Rp ,- untuk sekali panen, sehingga dalam satu tahun menghasilkan ( 4 kali panen dalam satu tahun) = Rp ,- e. Keuntungan : B = e (a + b + c + d). Jika hasil yang didapatkan sebanyak 50 %, maka keuntungan yang diperoleh adalah Kg kokon atau setara dengan 4.17 Kg benang x 8 x Rp ,- = Rp untuk sekali panen. ( 1 Kg benang menghasilkan 8 meter kain, satu meter kain harganya Rp ). Maka keuntungan yang diperoleh adalah Rp modal usaha Rp ,- = Rp ,- untuk tahun pertama. Hasil analisis usaha pemeliharaan ulat sutera Attacus atlas selama lima tahun dapat dilihat pada Tabel 30. Gaji petani sutera untuk tahun pertama adalah Rp : 12 = Rp

19 Tahun kedua Rp : 12 = Rp ,- untuk tahun ketiga, keempat dan kelima keuntungannya sama dengan tahun kedua. Tabel 30. Analisis Usaha Pemeliharaan Attacus atlas ( ekor larva/ha Lahan Pohon Sirsak) dengan Keberhasilan Hidup 50 % Selama 5 Tahun Pengeluaran (Cost) Produksi & pendapatan Keuntungan (Benefit) 1. Modal Pemeliharaan Ulat Rp ,- 2. Pemeliharaan Kebun Rp ,- 3. Pengolahan Benang Rp ,- 4. Total pengeluaran Rp ,- Triwulan I 4,17 Kg Benang = Rp ,- Triwulan II = Rp ,- Triwulan III = Rp ,- Triwulan IV = Rp ,- Tahun Pertama = Rp ,- Tahun Kedua = Rp ,- Tahun Ketiga = Rp ,- Tahun ke-4 & ke-5 sama dengan tahun ke-2 dan 3 Berdasarkan Tabel 30 dapat dijelaskan bahwa hasil analisis usaha ulat sutera Attacus atlas, dari ekor larva yang dipelihara pada pakan daun sirsak dengan keberhasilan hidup 50 %, dapat memberikan keuntungan selama lima tahunn, yaitu Rp ,- ( hasil yang didapatkan dari tahun pertama sampai tahun kelima). 112

20 7.7. Kelebihan Sutera Liar Attacus atlas dibandingkan dengan Bombyx Mori Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F3), dengan pemberian pakan daun sirsak dan teh menunjukkan kualitas lebih baik dibandingkan Bombyx mori, termasuk strain C301 (hasil persilangan dari ras Jepang dan China). Kelebihan kualitas tersebut antara lain : a). Attacus atlas merupakan hewan asli Indonesia, b). Attacus atlas adalah polyvoltin, c). Attacus atlas dapat menkonsumsi lebih dari 90 jenis tanaman pakan (polipagus), d). bobot kokon dan benang lebih baik, e). benang Attacus atlas warnanya alami dan eksklusif. Attacus atlas merupakan hewan asli Indonesia yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia (Sumatera, Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua). Sedangkan Bombyx mori, termasuk strain C301 berasal dari negara sub tropis, sehingga Attacus atlas lebih tahan dengan iklim Indonesia dibandingkan dengan Bombyx mori. Attacus atlas adalah hewan polyvoltin, artinya serangga ini dapat hidup lebih dari satu generasi dalam satu tahun, bahkan ada sepanjang tahun (Januari sampai Desember), sedangkan Bombyx mori adalah Bivoltin yaitu dapat hidup tidak lebih dari dua generasi dalam satu tahun. Hal ini dapat dibuktikan dari proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F3) yang dapat dipelihara sepanjang tahun, pada musim kemarau maupun musim hujan. Attacus atlas merupakan hewan polipagus, yaitu dapat menkonsumsi pakan lebih dari 90 jenis tanaman pakan, sehingga dapat beradaptasi sesuai dengan ketersediaan pakan, diantaranya pohon sirsak, dadap, gempol, mahoni, alpokat, cengkeh dan tanaman 113

21 tahunan lainnya. Sedangkan Bombyx mori adalah monopagus, artinya dapat menkonsumsi satu jenis tanaman pakan saja (Murbei). Kualitas bobot kokon dan benang dari Attacus atlas jauh lebih besar dibandingkan dengan Bombyx mori. Hal ini dapat dibuktikan dari proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F3), menunjukkan bobot kokon berisi pupa antara gram/kokon dan panjang benang sekitar 2500 meter. Sedangkan Bombyx mori berat kokon berkisar antara gram dengan panjang benang antara meter. Benang yang dihasilkan dari kokon Attacus atlas warnanya alami dan sangat eksklusif (coklat, coklat muda dan keabu-abuan), sedangkan pada Bombyx mori warnanya hanya satu jenis yaitu warna putih. Keunggulan lain dari sutera Attacus atlas ini adalah kain hasil tenunnya lembut, tahan panas, tidak kusut dan tidak alergi. 114

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua BAB IV Hasil Dari Aspek Biologi Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) Selama Proses Habituasi dan Domestikasi Pada Pakan Daun Sirsak dan Teh 4.1. Perubahan tingkah laku Selama proses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Filamen Sutera Beberapa atribut yang berperan pada penentuan kualitas filamen sutera diantaranya panjang filamen, bobot filamen, tebal filamen, persentase bobot filamen, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei 10 Persentase Filamen Persentase filamen rata-rata paling besar dihasilkan oleh ulat besar yang diberi pakan M. cathayana sedangkan yang terkecil dihasilkan oleh ulat yang diberi pakan M. alba var. kanva-2.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2011. Tahapan meliputi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi pemeliharaan larva, pengokonan, dan pengamatan kokon adalah Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Kompleks Kandang Blok C. Lokasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Floss Floss merupakan bagian kokon yang berfungsi sebagai penyangga atau kerangka kokon. Pada saat akan mengokon, ulat sutera akan mencari tempat lalu menetap di tempat tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Attacus atlas Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Chapman, 1969). Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kelas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

Parameter yang Diamati:

Parameter yang Diamati: 3 Selanjutnya, telur dikumpulkan setiap hari dalam satu cawan petri kecil yang berbeda untuk setiap induk betina fertil. Oviposisi dihitung sejak peletakan telur hari pertama hingga hari terakhir bertelur.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra (Bombyx mori L.) Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim

Lebih terperinci

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM TIM SUTERA BALITBANGHUT KEBUTUHAN SUTERA ALAM NASIONAL BENANG SUTERA 900 TON/THN RENDEMEN 1:8 KOKON 7.200 TON/THN KONDISI 2012 PRODUKSI KOKON 163.119 TON PRODUKSI BENANG

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Devisi Persuteraan Alam Ciomas. Waktu penelitian dimulai dari Juni

Lebih terperinci

PERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TIM SUTERA BALITBANGHUT PERSUTERAAN ALAM MORIKULTUR SERIKULTUR 1 FAKTOR KEBERHASILAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-Ukuran Kulit Kokon C. trifenestrata Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman berbagai ukuran kokon panjang kokon, lingkar bagian medial kokon, lingkar ¼ bagian posterior

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

Ulat Sutera Liar (Attacus atlas)

Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) TINJAUAN PUSTAKA Sutera Sutera yang telah diolah menjadi bahan tekstil memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan bahan sandang lainnya. Dari karakteristiknya keistimewaan kain sutera antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas TINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas Ulat sutera liar Attacus atlas adalah salah satu serangga yang berukuran besar dan banyak ditemukan di wilayah Asia (Peigler, 1989). A. atlas memiliki tahapan metamorfosis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benua Asia hingga mencapai benua Eropa melalui Jalur Sutera. Para ilmuwan mulai

BAB I PENDAHULUAN. benua Asia hingga mencapai benua Eropa melalui Jalur Sutera. Para ilmuwan mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sutera ditemukan di Cina sekitar 2700 sebelum Masehi dan teknologi budidayanya masih sangat dirahasiakan pada masa itu. Perkembangan dan persebarannya dimulai dari benua

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar

Lebih terperinci

Oleh : Lincah Andadari

Oleh : Lincah Andadari POTENSI HIBRID ULAT SUTERA HARAPAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI SUTERA. Oleh : Lincah Andadari Kementerian Kehutanan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Dan Pengembangan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat,

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat, BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persuteraan alam merupakan kegiatan yang menghasilkan komoditi yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat, tidak memerlukan tempat luas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.) TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ulat sutera merupakan serangga yang termasuk ke dalam Ordo Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu dan ngengat. Ulat sutera adalah serangga holometabola,

Lebih terperinci

KONDISI PEMELIHARAAN SUTERA DI INDONESIA

KONDISI PEMELIHARAAN SUTERA DI INDONESIA ULAT SUTERA UNGGULAN LITBANG TIM SUTERA PUSPROHUT BALITBANGHUT KONDISI PEMELIHARAAN SUTERA DI INDONESIA Penggunaan salah satu bibit untuk kondisi pemeliharaan yang beragam (C301), BS09 jarang produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

PERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori)

PERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori) PERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori) PERSUTERAAN ALAM MORIKULTUR SERIKULTUR Kebutuhan nasional benang sutera adalah 800 ton per tahun, sementara

Lebih terperinci

PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN

PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN SKRIPSI FITRI KARTIKA SARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

Perbandingan produktifitas ulat Sutra dari dua tempat pembibitan yang berbeda pada kondisi lingkungan pemeliharaan panas

Perbandingan produktifitas ulat Sutra dari dua tempat pembibitan yang berbeda pada kondisi lingkungan pemeliharaan panas Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan 21 (3): 10-17 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Perbandingan produktifitas ulat Sutra dari dua tempat pembibitan yang berbeda pada kondisi lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan sangat tinggi. Banyaknya para pencari kroto di alam yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. permintaan sangat tinggi. Banyaknya para pencari kroto di alam yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perunggasan saat ini sangat berkembang pesat. Tidak hanya jenis unggas konsumsi, tetapi juga unggas hias. Salah satu unggas hias yang paling diminati para pecinta

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kegiatan persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar dilakukan secara terintegrasi oleh kelompok tani di Desa Pallis mulai dari pemeliharaan murbei sampai pertenunan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking dikategorikan sebagai tipe pedaging yang paling disukai baik di Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. Buah nenas merupakan produk terpenting kedua setelah pisang. Produksi nenas mencapai 20%

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial Apis cerana merupakan serangga sosial yang termasuk dalam Ordo Hymenoptera, Famili Apidae hidup berkelompok membentuk koloni. Setiap koloni terdiri

Lebih terperinci

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA BUDIDAYA TANAMAN DURIAN Dosen Pengampu: Rohlan Rogomulyo Dhea Yolanda Maya Septavia S. Aura Dhamira Disusun Oleh: Marina Nurmalitasari Umi Hani Retno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

Peluang Investasi Sutra Alam

Peluang Investasi Sutra Alam Halaman 1 Peluang Investasi Sutra Alam a. Mengenal Kupu Sutra 1. Biologis Kupu Sutra Sebelum membahas tentang teknik beternak ulat sutra, kiranya perlu pula kita ketahui lebih dulu tentang sifat sifat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

4 PENGETAHUAN BAHAN DAN ALAT

4 PENGETAHUAN BAHAN DAN ALAT 4 PENGETAHUAN BAHAN DAN ALAT KRIYA TEKSTIL Kompetensi yang akan diperoleh setelah mempelajari bab ini adalah pemahaman tentang pengetahuan bahan dan alat kriya tekstil. Setelah mempelajari pengetahuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki kekayaan alam melimpah berupa flora dan fauna. Indonesia juga memiliki potensi besar dalam pengembangan usaha peternakan lebah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption.

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption. ABSTRACT ESWA TRESNAWATI. The Life Cycle and Growth of Graphium agamemnon L. and Graphium doson C&R. Butterflies (Papilionidae: Lepidoptera) Fed by Cempaka (Michelia champaca) and Soursoup (Annona muricata).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penting dalam peningkatan produktivitas ternak ruminansia adalah ketersediaan pakan yang berkualitas, kuantitas, serta kontinuitasnya terjamin, karena

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus) Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Dalam bahasa Inggris disebut pineapple dan orang-orang Spanyol menyebutnya pina.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nama ilmiah murbei adalah Morus spp terdapat kira-kira 68 spesies dari

TINJAUAN PUSTAKA. Nama ilmiah murbei adalah Morus spp terdapat kira-kira 68 spesies dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Murbei Nama ilmiah murbei adalah Morus spp terdapat kira-kira 68 spesies dari genus Morus. Mayoritas dari spesies ini terdapat di Cina (24 spesies) dan Jepang (19 spesies).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga diperlukan untuk mencukupi kebutuhan setiap penduduk. Di Indonesia, masalah ketahanan pangan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September 16 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September 2012 yang bertempat di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Analisis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh Puyuh merupakan salah satu komoditi unggas sebagai penghasil telur dan daging yang mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat (Permentan,

Lebih terperinci