Parameter yang Diamati:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Parameter yang Diamati:"

Transkripsi

1 3 Selanjutnya, telur dikumpulkan setiap hari dalam satu cawan petri kecil yang berbeda untuk setiap induk betina fertil. Oviposisi dihitung sejak peletakan telur hari pertama hingga hari terakhir bertelur. Pemeliharaan Larva Pengamatan terhadap jumlah telur yang menetas (viabilitas) dilakukan sejak telur menetas di hari pertama hingga hari terakhir. Lamanya waktu (periode) sejak telur diletakkan imago betina hingga telur tersebut menetas dicatat sebagai lamanya masa telur atau periode telur. Setelah telur menetas, segera diberi pakan sesuai perlakuan yang telah ditentukan, yaitu daun jarak pagar dan sirsak. Waktu pengambilan daun di pagi hari pukul WIB untuk menjaga kesegaran daun yang masih berembun. Daun yang baru dipetik cukup dibersihkan bagian permukaan atas dan bawah daun (tidak perlu dicuci). Pemberian pakan dilakukan setiap pagi pukul WIB secara adlibitum dengan mengganti daun yang lama (sudah dimakan larva) dengan daun segar yang baru dipetik langsung dari pohon jarak pagar dan sirsak. Larva instar I-III diberi daun muda (bagian pucuk yaitu daun ke 3-6), sedangkan larva intar IV-VI diberi daun tua dari daun ke Oleh karena penetasan larva tidak seragam, maka pemeliharaan disesuaikan dengan hari telur menetas. Larva instar I-III dipelihara dalam cawan petri sedang berdiameter 15 cm dengan tinggi 2,5 cm sebanyak 30 buah cawan. Setiap cawan diisi 10 ekor larva. Larva instar IV-VI dipelihara dalam cawan petri besar berdiameter 20 cm dengan tinggi 5,5 cm sebanyak 18 buah cawan. Setiap cawan diisi maksimum 5 ekor instar IV. Ketika instar V maksimum diisi 3 ekor, saat mengokon (instar VI) hanya cukup 1 ekor dalam 1 cawan. Pemanenan Kokon Kokon dipanen seminggu setelah larva mengokon (setelah pupasi) agar kokon lebih kuat, kering dan tidak mengganggu proses organogenesis (pembentukan organ imago: sayap, kaki, kepala dan struktur reproduksi). Identifikasi aksesi & analisis proksimat jarak pagar Terdapat 3 plot pengambilan daun jarak yaitu parkiran FKH, rumah kaca Departemen Biologi dan rumah kaca PAU. Oleh karena belum terlalu jelas asal usul aksesi dari ketiga tempat tersebut, maka dilakukan identifikasi dengan membandingkan karakter daun terhadap aksesi standar yang terdapat di Kebun Induk Jarak Pagar, Pakuwon, Sukabumi. Analisis proksimat sampel daun jarak pagar yang berasal dari parkiran FKH dan rumah kaca Departemen Biologi dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB. Parameter yang Diamati: Suhu, Kelembaban dan Intensitas Cahaya Ruang Pemeliharaan Pengukuran dilakukan 3 kali sehari pada pukul 07.00; 12.00; WIB. Suhu diukur dengan termometer, kelembaban diukur dengan hygrometer dan intensitas cahaya diukur dengan luxmeter. Siklus hidup Siklus hidup diamati dengan mencatat waktu yang dibutuhkan mulai dari stadia telur, larva, pupa dan imago. Jumlah telur fertil yang dihasilkan per individu betina yang kawin. Larva yang diberi daun jarak pagar (n=50) dan sirsak (n=50) mulai dari instar I hingga instar VI. Lamanya stadia pupa dihitung dari hari pertama mengokon hingga keluar menjadi imago. Lamanya stadia imago dihitung dari hari pertama keluar kokon hingga mati. Keberhasilan Hidup Keberhasilan hidup (viabilitas) dan tingkat kematian (mortalitas) larva pada tiap stadia dihitung dengan rumus sebagai berikut : Mortalitas = Keterangan N 0 : Populasi awal : Populasi terhitung N t N0 Nt N0 100% Faktor Penekan Pertumbuhan Identifikasi spesies parasit pada kokon asal perkebunan teh Purwakarta, parasit yang mematikan larva, dan predator pada fase larva dan pupa selama penelitian berlangsung. Selain itu, mencari tahu kegagalan pupasi dan ketidakberhasilan imago keluar dari kokon. HASIL Sex Ratio Sinkronisasi keluarnya imago jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 1.

2 Gambar 1 Grafik sex ratio Grafik di atas menunjukkan bahwa kemunculan imago jantan lebih banyak diawal, sedangkan kemunculan imago betina lebih banyak dipertengahan hingga hari terakhir keluarnya imago, hingga terjadi kekosongan dimana terdapat banyak imago jantan yang tidak memiliki pasangan, karena imago betina yang keluar baru sedikit. Banyak ditemukan imago betina tidak memiliki pasangan dikarenakan imago jantan sudah mati terlebih dulu (Lampiran 1). Oleh karena itu sinkronisasi keluarnya imago jantan dan betina menjadi pembatas bagi keberhasilan perpasangan serangga A. atlas, dengan demikian telur yang diperoleh akan sangat bergantung pada keberhasilan tahap ini. Sinkronisasi jumlah ngengat jantan dan betina hampir tercapai pada hari ke-9 hingga hari ke- 13 yaitu pada tanggal 2 April - 6 April Jumlah ngengat yang keluar dikatakan seimbang pada hari ke-12 yaitu pada tanggal 5 April 2010 dengan jumlah ngengat jantan 12 ekor dan betina 12 ekor. Produktivitas Telur Produktivitas telur dari induk betina fertil berkisar antara telur/induk. Dari jumlah ini rata-rata yang menetas menjadi larva instar I antara 23% - 92 %. Periode bertelur selama oviposisi berkisar antara 3-7 hari. Sedangkan periode inkubasi telur berkisar antara 8-10 hari. Siklus Hidup Kisaran siklus hidup larva instar I-VI pada pakan daun jarak pagar dan sirsak dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kisaran siklus hidup larva A. atlas Stadia Jarak Pagar (n=50) Sirsak (n=50) Instar I Instar II Instar III Instar IV Instar V Instar VI Total Tabel 1 menunjukkan total waktu stadia larva pada daun jarak pagar lebih singkat dibandingkan daun sirsak. Stadia pupa pada daun jarak berlangsung selama 30 hari (jantan). Sedangkan pada daun sirsak berlangsung selama hari (jantan) dan 33 hari (betina). Total siklus hidup A. atlas pada pakan jarak pagar berlangsung selama hari, sedangkan pada pakan sirsak berlangsung selama hari. Siklus hidup A. atlas pada daun jarak pagar divisualisasikan dalam alur siklus hidup (Lampiran 2) dan sirsak (Lampiran 3). Keberhasilan Hidup Tingkat kematian (mortalitas) larva instar I-VI pada pakan daun jarak pagar dan sirsak dapat dilihat pada Tabel 2.

3 5 Tabel 2 Tingkat mortalitas larva A. atlas Stadia Jarak Pagar Sirsak Mortalitass Mortalitass Instar I 50 46,00% 50 46,00% Instar II 27 29,63% 27 11,11% Instar III 19 57,89% 24 50,00% Instar IV 8 37,50% 12 41,67% Instar V 5 40,00% 7 42,86% Instar VI 3 66,67% 4 25,00% Pupa 1 3 Mortalitas larva daun jarak pagar yang relatif rendah terjadi pada instar II dan IV. Sedangkan mortalitas relatif besar terjadi pada instar VI. Sementara mortalitas rendah pada daun sirsak terjadi pada instar II dan VI, dan mortalitas tinggi terjadi pada instar III yang disebabkan oleh faktor abiotik (suhu dan kelembaban) yang menyebabkan banyak larva terserang cendawan (mumifikasi). Terdapat 3 larva instar VI pada daun jarak pagar yang memasuki tahap mengokon. Larva pertama gagal mengokon. Hal ini disebabkan karena luas permukaan daun jarak pagar yang terlalu lebar menyebabkan larva mengeluarkan banyak energi untuk mengokon sehingga tidak ada tenaga untuk pupasi. Larva kedua gagal pupasi dengan struktur dinding kokon tipis. Larva ketiga berhasil pupasi dan menjadi seekor ngengat jantan. Terdapat 4 kokon pada daun sirsak, 3 di antaranya berhasil keluar menjadi 2 imago jantan dan 1 imago betina, sedangkan 1 kokon gagal keluar. Kegagalan ini disebabkan oleh suhu yang terlalu tinggi dengan kelembaban yang rendah menyebabkan dormansi (masa istirahat pupa, dimana organogenesis mengalami penghentian yang tercermin pada konsumsi O 2 berkurang) sehingga pupa butuh waktu lebih lama untuk keluar menjadi imago. Identifikasi Aksesi dan Analisis Proksimat Jarak Pagar Berdasarkan hasil identifikasi dan konsultasi dengan pakar di Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon, Sukabumi, daun jarak pagar yang digunakan adalah aksesi IP2P (Improve Population generasi ke-2 asal Pakuwon, Sukabumi) yang di tanam di rumah kaca PAU dan rumah kaca Departemen Biologi. Sementara daun yang berasal dari parkiran FKH adalah aksesi Bogor 1. Hasil analisis proksimat daun jarak pagar parkiran FKH dan rumah kaca (RK) Departemen Biologi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil analisis proksimat daun jarak pagar dan sirsak Jarak Pagar (FKH) Jarak Pagar (RK) *Sirsak Parameter Analisis Berat Berat Berat Berat Berat Segar Segar Kering Segar Kering Muda Tua Kadar (%) 81,42-83,12-82,9 69,31 Air Abu (%) 1,49 8,02 1,16 6,87 0,95 2,26 Lemak (%) 0,39 2,10 1,25 7,41 0,77 1,98 Protein (%) 3,71 19,97 3,37 19,96 3,74 3,72 Serat (%) 2,29 12,33 2,20 13,03 2,81 6,33 BETN (%) 10,70 11,63 8,90 9,56 8,83 16,4 *) Septi Dewi (2009) Suhu, Kelembaban dan Intensitas Cahaya Ruang Pemeliharaan Suhu pagi hari rata-rata sekitar 24,56 o C ; kelembaban 97,91% ; intensitas cahaya 294 lux. Suhu siang hari rata-rata sekitar 29,67 o C ; kelembaban 66,02% ; intensitas cahaya 316,23 lux. Suhu sore hari rata-rata sekitar 26,98 o C ; kelembaban 75,88% intensitas cahaya 279,07 lux. Faktor Penekan Pertumbuhan Hasil identifikasi parasitoid pada kokon asal perkebunan teh Purwakarta didapatkan 3 jenis parasitoid yaitu Xanthopimpla gampsura (Ichneumonidae), Sarchopaga sp. (Sarcophagidae) dan Chrysis sp. (Chrysididae) dapat dilihat pada Gambar 2.

4 6 Gambar 2 Xanthopimpla gampsura (Ichneumonidae) (A) Sarchopaga sp. (Sarcophagidae) (B) Chrysis sp. (Chrysididae) (C) Hasil pengamatan terhadap kokon yang tidak berkembang, diketahui adanya beberapa faktor lain selain faktor parasitoid, yaitu pupa dormansi, larva gagal pupasi, ngengat gagal keluar dan dalam posisi terbalik, serta pupa gagal organogenesis akibat faktor abiotik (suhu dan kelembaban) yang tidak sesuai. Keadaan kokon yang tidak berkembang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Keadaan kokon tidak berkembang Σ Kokon Total % Σ Kokon Berkembang Baik % Σ Kokon yang Tidak Berkembang % Σ Pupa Terparasit 81 30% Σ Pupa Dormansi 32 12% Σ Larva Gagal Pupasi (abnormal) 37 14% Σ Ngengat Gagal Keluar (eklosi) 45 17% Σ Pupa gagal organogenesis 74 28% Persentase jumlah kokon yang tidak berkembang disebabkan oleh kokon dan pupa yang terparasit sebanyak 81 kokon (30%). Adanya parasitoid dalam kokon yang menyebabkan pupa menjadi busuk, kopong dan berlubang karena parasit ini menjadikan pupa A. atlas sebagai inang dengan cara meletakkan telur ketika fase larva. Memasuki fase dewasa parasit keluar dari kokon yang sudah dirusak pupanya karena parasit mendapatkan nutrisi dari tubuh pupa A. atlas. Data tersebut (Tabel 4) menunjukkan kokon yang tidak berkembang bukan oleh parasit jauh lebih besar (70%) dari yang terparasit. Selain parasitoid terdapat predator yang memakan pupa A. atlas di ruang penelitian yaitu tikus rumah (Rattus rattus diardii) yang berhasil ditangkap sebanyak 3 ekor. Daun jarak pagar yang telah terinfeksi cendawan embun tepung Oidium sp. akan berbahaya bagi kelangsungan hidup larva A. atlas karena larva akan menjadi sakit. Hasil identifikasi penyakit tanaman jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 3.

5 7 Gambar 3 Embun tepung (powdery mildew) Oidium sp. (A) Morfologi daun jarak pagar yang terserang Oidium sp. (B) Mumifikasi larva A. atlas (C) Kutu putih pada tanaman jarak pagar (D) PEMBAHASAN Potensi A. atlas dapat dikembangkan melalui pemeliharaan (rearing) sangat bergantung pada faktor-faktor: sex ratio, sinkronisasi keluarnya imago jantan dan betina, keberhasilan kopulasi, dan jumlah telur yang dihasilkan dari setiap induk betina sebagai bibit yang akan menetaskan larva. Keberhasilan rearing selanjutnya ditentukan oleh keberhasilan hidup dan pertumbuhan larva A. atlas. Pemeliharaan larva membutuhkan tempat pemeliharaan (cawan) yang bersih, lingkungan abiotik yang cocok (suhu, kelembaban dan intensitas cahaya), kualitas daun baik, serta densitas jumlah larva dalam cawan pemeliharaan (Mulyani 2008 dan Dewi 2009). Suhu dan kelembaban merupakan faktor lingkungan abiotik yang sangat mempengaruhi budidaya ulat sutera. A. atlas dapat hidup pada suhu o C dengan kelembaban 46-80% (Mulyani 2008). A. atlas termasuk hewan poikiloterm sehingga fluktuasi suhu dan kelembaban sangat menentukan keberhasilan hidup larva selama rearing. Suhu pemeliharaan juga mempengaruhi durasi molting (waktu yang dibutuhkan untuk pergantian kulit). Intensitas cahaya selama pemeliharaan tidak penting asalkan tidak melampaui nilai ambang batas. Menurut Chapman (1998), intensitas terendah kurang dari 170 lux, namun demikian untuk setiap spesies nilainya bervariasi. Suhu dan kelembaban juga berpengaruh pada serangan patogen terhadap larva (Listiarani 2009). Jika kelembaban tinggi maka larva akan lebih rentan terhadap serangan patogen seperti bakteri dan cendawan. Tubuh larva yang diserang bakteri akan berlendir dan lunak disertai feses yang cair. Serangan cendawan dapat dilihat dari tubuh larva yang ditumbuhi miselium cendawan (mumifikasi). Kondisi pakan juga dipengaruhi oleh fluktuasi suhu dan kelembaban musiman. Suhu yang lebih tinggi menyebabkan pakan daun yang disiapkan lebih cepat kering. Jika suhu lebih dari 30 o C menyebabkan pakan cepat layu dan tidak disukai larva. Sebaliknya jika suhu lebih rendah dari 20 o C kelembaban menjadi tinggi dan dapat menimbulkan patogen penyakit meskipun pakan tetap segar. Mulyani (2008) melaporkan bahwa suhu dan kelembaban yang tidak sesuai dapat mengakibatkan stress pada larva, sehingga tidak mau makan, energi menjadi terbuang dan kecepatan respirasi bertambah. Pakan yang dicerna semakin sedikit sedangkan proses metabolisme meningkat, sehingga pada akhirnya proses pertumbuhan dan perkembangan larva menjadi terganggu. Pengaturan sirkulasi udara dan kebersihan lingkungan pemeliharaaan perlu diperhatikan. Kualitas daun merupakan salah satu faktor yang menentukan berhasilnya suatu pemeliharaan ulat sutera dan kualitas kokon yang dihasilkan di samping faktor-faktor lain seperti bibit, teknik pemeliharaan dan sarana

6 8 pemeliharaan (Samsijah dan Kusumaputra 1976). Kualitas daun yang baik dikonsumsi larva A. atlas harus mengandung berbagai nutrisi seperti air, lemak, protein, serat kasar (karbohidrat tak larut), BETN (Karbohidrat terlarut) dan abu (mineral). Kadar air daun ditentukan oleh varietas tanaman, lokasi tumbuh, cara budidaya dan pertumbuhan tanaman. Protein dibutuhkan oleh ulat sutera selain untuk pertumbuhan dan perkembangannya, juga digunakan untuk pembentukan serat sutera (Tazima 1978). Lemak berfungsi sebagai sumber energi, struktur membran dan komponen kulit pelindung. Chapman (1998) menyatakan sterol merupakan salah satu bentuk lemak sebagai prekursor hormon molting ekdison (hormon juvenil). Menurut Mulyani (2008), kriteria tanaman inang alternatif yang dapat digunakan sebagai pakan ulat sutera di antaranya: ketersediaan melimpah, jumlah daun banyak, kandungan gizi baik, tanaman mudah dibudidayakan dan dikembangkan serta sesuai bagi larva. Dalam industri sericulture, ketersediaan pakan menjadi salah satu faktor utama yang harus diperhatikan. Pohon-pohon perdu yang cepat tumbuh dan daun yang dapat segera dipanen menjadi prioritas utama yang digunakan sebagai tanaman pakan alternatif. Tanaman mudah ditangani dan dikembangbiakkan diberbagai kondisi tanah seperti tanah kering (lahan kritis), sehingga sericulture dapat dilakukan di berbagai tempat. Tanaman jika dipangkas cepat tumbuh kembali daun dan jumlahnya bertambah banyak. Jarak pagar yang digunakan sebagai tanaman inang (host plant) baru bagi larva A. atlas memiliki potensi sebagai pakan alternatif bagi sericulture A. atlas dapat sejalan dengan program penghijauan (reboisasi) lahan kritis dengan penanaman pohon jarak pagar yang tahan terhadap stress cekaman air. Namun, hasil rearing di laboratorium menunjukkan bahwa tekstur daun aksesi jarak pagar yang digunakan sangat menentukan keberhasilan rearing. Oleh karena belum terbiasa memakan daun jarak pagar, maka lamanya fase larva lebih singkat daripada daun sirsak. Lamanya fase larva pada pakan daun sirsak disebabkan kandungan air yang lebih rendah dibandingkan daun jarak pagar, sehingga menyebabkan tertundanya peristiwa ganti kulit (molting) (Ekastuti 2005). Tempat mengokon sangat mempengaruhi jumlah serat-serat penyangga (floss) yang dikeluarkan larva saat mengokon, sehingga larva mengeluarkan sedikit atau banyak serat sutera untuk menempelkan floss pada daun. Kenyamanan larva yang akan mengokon dipengaruhi oleh bentuk dan kekakuan daun. Daun sirsak tua memiliki struktur lebih kaku dibandingkan daun jarak pagar, sehingga kualitas kokon pada daun sirsak lebih baik, lebih kuat, lebih cepat kering dan lebih banyak menghasilkan filamen sutera karena kulit kokon lebih tebal. Larva pada daun sirsak lebih efektif dan efisien saat pembuatan floss karena larva lebih nyaman pada saat mengokon, efektif dalam penggunaan energi, sedangkan pada daun jarak pagar kurang optimal karena daunnya terlalu lebar, lemas dan tipis. Menurut Mulyani (2008) tingginya produksi serat sutera berkaitan dengan lamanya siklus hidup larva. Semakin panjang siklus hidup larva, maka semakin banyak pakan yang dikonsumsi. Lamanya siklus hidup juga disebabkan oleh faktor kandungan air dan protein pada pakan. Pembentukan cairan sutera dipengaruhi kemampuan larva dalam mencerna pakan yang diberikan. Daya cerna larva terhadap pakan daun jarak pagar masih rendah akibat kandungan getah dan senyawa flavonoid yaitu vitexin dan isovitexin yang belum dapat diketahui sejauh mana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan larva A. atlas (Mahmud et al. 2007; Campa et al.; Vishnu et al. 2010). Hal ini disebabkan karena larva masih dalam proses adaptasi dan habituasi terhadap pakan baru (pakan alternatif) tersebut. Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk domestikasi agar larva mampu beradaptasi terhadap pakan baru, misalnya melalui breeding secara berkelanjutan, untuk mendapatkan galur murni yang dapat meningkatkan fitness A. atlas. Hal ini membuka peluang untuk melakukan sericulture A. atlas seiring dengan program Pemerintah, dimana daun jarak pagar digunakan sebagai pakan larva, sedangkan bijinya sebagai bahan baku biodisel. SIMPULAN Domestikasi pada pakan alternatif daun jarak pagar skala laboratorium dapat berkembang, namun untuk skala lapang belum berhasil karena tangkai daun jarak pagar terlalu panjang, daun lebar dan tipis. Demikian pula pada pakan daun sirsak yang mestinya memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi, belum menunjukkan hasil yang optimal pada skala laboratorium. Namun skala lapang jauh lebih baik daripada daun jarak pagar.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2011. Tahapan meliputi

Lebih terperinci

DOMESTIKASI ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas L.) DENGAN PAKAN DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DAN SIRSAK (Annona muricata L.

DOMESTIKASI ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas L.) DENGAN PAKAN DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DAN SIRSAK (Annona muricata L. DOMESTIKASI ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas L.) DENGAN PAKAN DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DAN SIRSAK (Annona muricata L.) RIRI DESIANDA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Floss Floss merupakan bagian kokon yang berfungsi sebagai penyangga atau kerangka kokon. Pada saat akan mengokon, ulat sutera akan mencari tempat lalu menetap di tempat tersebut

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei 10 Persentase Filamen Persentase filamen rata-rata paling besar dihasilkan oleh ulat besar yang diberi pakan M. cathayana sedangkan yang terkecil dihasilkan oleh ulat yang diberi pakan M. alba var. kanva-2.

Lebih terperinci

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua BAB IV Hasil Dari Aspek Biologi Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) Selama Proses Habituasi dan Domestikasi Pada Pakan Daun Sirsak dan Teh 4.1. Perubahan tingkah laku Selama proses

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus BAB VII PEMBAHASAN UMUM 7. 1. Polyvoltin Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) adalah serangga polyvoltin yaitu dapat hidup lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi pemeliharaan larva, pengokonan, dan pengamatan kokon adalah Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Kompleks Kandang Blok C. Lokasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus

HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus Langkah awal yang harus dilakukan pada penangkaran kupu-kupu adalah penyiapan sarana pemeliharaan dari stadia telur sampai imago. Bahan, alat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra (Bombyx mori L.) Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-Ukuran Kulit Kokon C. trifenestrata Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman berbagai ukuran kokon panjang kokon, lingkar bagian medial kokon, lingkar ¼ bagian posterior

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Tahapan hidup C. trifenestrata terdiri dari telur, larva, pupa, dan imago. Telur yang fertil akan menetas setelah hari kedelapan, sedang larva terdiri dari lima

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Attacus atlas Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Chapman, 1969). Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kelas

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption.

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption. ABSTRACT ESWA TRESNAWATI. The Life Cycle and Growth of Graphium agamemnon L. and Graphium doson C&R. Butterflies (Papilionidae: Lepidoptera) Fed by Cempaka (Michelia champaca) and Soursoup (Annona muricata).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Filamen Sutera Beberapa atribut yang berperan pada penentuan kualitas filamen sutera diantaranya panjang filamen, bobot filamen, tebal filamen, persentase bobot filamen, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ulat sutera merupakan poikilotermis yaitu hewan berdarah dingin yang hidupnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Suhu dan kelembaban pemeliharaan ulat berkisar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.) TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ulat sutera merupakan serangga yang termasuk ke dalam Ordo Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu dan ngengat. Ulat sutera adalah serangga holometabola,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin Pengamatan perilaku kawin nyamuk diamati dari tiga kandang, kandang pertama berisi seekor nyamuk betina Aedes aegypti dengan seekor nyamuk jantan Aedes aegypti, kandang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) Serangga betina yang telah berkopulasi biasanya meletakkan telurnya setelah matahari terbenam pada alur kulit buah kakao.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian

Lebih terperinci

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM TIM SUTERA BALITBANGHUT KEBUTUHAN SUTERA ALAM NASIONAL BENANG SUTERA 900 TON/THN RENDEMEN 1:8 KOKON 7.200 TON/THN KONDISI 2012 PRODUKSI KOKON 163.119 TON PRODUKSI BENANG

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan Ben s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben s Fish Farm merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi populasi dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik meliputi makanan,

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi populasi dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik meliputi makanan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fluktuasi populasi dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik meliputi makanan, predasi, kompetisi, suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dll., dan faktor intrinsik meliputi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Oleh: Ibnu Sahidhir Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee 2011 Biologi Benih Kerapu Pemakan daging Pendiam,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Devisi Persuteraan Alam Ciomas. Waktu penelitian dimulai dari Juni

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kupu-kupu merupakan satwa liar yang menarik untuk diamati karena keindahan warna dan bentuk sayapnya. Sebagai serangga, kelangsungan hidup kupu-kupu sangat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMAKASIH... ii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMAKASIH... ii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMAKASIH... ii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii BABI PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Penelitian...

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan 12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meidita Aulia Danus, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meidita Aulia Danus, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lepidoptera merupakan salah satu ordo dari ClassisInsecta(Hadi et al., 2009). Di alam, lepidoptera terbagi menjadi dua yaitu kupu-kupu (butterfly) dan ngengat

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara produksi udang terbesar di dunia, namun produksi tambak udang di Indonesia sejak tahun 1992 mengalami penurunan. Peristiwa penurunan produksi

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Bangsa : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 9 Kubah penangkaran IPB.

BAHAN DAN METODE. Gambar 9 Kubah penangkaran IPB. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari 2008 sampai bulan Oktober 2009 bertempat di laboratorium Biomolekuler PPSHB PAU dan kubah penangkaran IPB (Gambar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus

METODE PENELITIAN. Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus 43 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus annus L.) terhadap ulat grayak (Spodoptera litura F.) ini merupakan penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta penyebaran A. atlas (Peigler, 1989) Lampiran 2. Tempat Perkawinan dan Pemeliharaan

Lampiran 1. Peta penyebaran A. atlas (Peigler, 1989) Lampiran 2. Tempat Perkawinan dan Pemeliharaan LAMPIRAN Lampiran 1. Peta penyebaran A. atlas (Peigler, 1989) Lampiran 2. Tempat Perkawinan dan Pemeliharaan (a) Tempat Perkawinan (b) Tempat Pemeliharaan 38 Lampiran 3. Analaisis Sidik Ragam Konsumsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak

Lebih terperinci

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Oleh Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti

I. PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti daging, telur dan susu, semakin meningkat seiring meningkatnya pengetahuan dan pendapatan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Penelitian ini melibatkan objek yang diberikan berbagai perlakuan. Objek pada penelitian ini ialah

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB, dan berlangsung sejak Juli sampai Desember 2010. Metode

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM 6.1 Pembahasan Umum Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa Manawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, di peroleh bahwa kontribusi terbesar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati Di beberapa perkebunan kelapa sawit masalah UPDKS khususnya ulat kantong M. plana diatasi dengan menggunakan bahan kimia sintetik yang mampu menurunkan populasi hama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman mentimun berasal dari kaki pegunungan Himalaya. Domestikasi dari tanaman liar ini berasal dari India utara dan mencapai Mediterania pada 600 SM. Tanaman ini dapat tumbuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN

PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN SKRIPSI FITRI KARTIKA SARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300 meter di atas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

KONDISI PEMELIHARAAN SUTERA DI INDONESIA

KONDISI PEMELIHARAAN SUTERA DI INDONESIA ULAT SUTERA UNGGULAN LITBANG TIM SUTERA PUSPROHUT BALITBANGHUT KONDISI PEMELIHARAAN SUTERA DI INDONESIA Penggunaan salah satu bibit untuk kondisi pemeliharaan yang beragam (C301), BS09 jarang produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

PERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TIM SUTERA BALITBANGHUT PERSUTERAAN ALAM MORIKULTUR SERIKULTUR 1 FAKTOR KEBERHASILAN

Lebih terperinci