PENGGUNAAN DNA BARCODE SEBAGAI ALTERNATIF IDENTIFIKASI SPESIES UDANG MANTIS RAISA AULIANE SYAFRINA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGGUNAAN DNA BARCODE SEBAGAI ALTERNATIF IDENTIFIKASI SPESIES UDANG MANTIS RAISA AULIANE SYAFRINA"

Transkripsi

1 PENGGUNAAN DNA BARCODE SEBAGAI ALTERNATIF IDENTIFIKASI SPESIES UDANG MANTIS RAISA AULIANE SYAFRINA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRAK RAISA AULIANE SYAFRINA. Penggunaan DNA Barcode sebagai Alternatif Identifikasi Spesies Udang Mantis. Dibimbing oleh ACHMAD FARAJALLAH dan YUSLI WARDIATNO. Udang mantis atau yang dikenal dengan udang ronggeng merupakan salah satu anggota Subfilum Crustacea Ordo Stomatopoda, Beberapa spesies udang mantis dikenal sebagai komoditi ekspor dan makanan eksotis. Beberapa udang mantis yang bernilai ekonomi tinggi adalah anggota famili Harpiosquillidae dan Squillidae. Udang-udang mantis tersebut biasa ditangkap dari Laut Jawa dan Laut Cina Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan teknik DNA barcoding sebagai laternatif mengidentifikasi udang mantis sampai ke tingkat spesies. Sebanyak 34 sampel udang mantis berasal dari Jambi, Cirebon, dan Aceh yang digunakan adalah spesimen koleksi yang diawetkan dalam alkohol. Identifikasi spesies dilakukan berdasarkan morfologi. Ekstraksi DNA dilakukan dari otot tungkai dan ruas gen CO1 diamplifikasi sebagai ruas DNA yang dijadikan barcode. Amplifikasi gen CO1 berhasil dilakukan untuk semua sampel yang kesemuanya menghasilkan amplikon yang multiband. Perunutan nukelotida hanya berhasil dilakukan untuk tujuh sampel, yaitu Harpiosquilla harpax (Sampel No. 34 dan No. 37 asal Jambi), Harpiosquilla stephensoni (sampel No. 1 dan No. 2 asal Cirebon), dan Carinosquilla multicarinata (sampel No. 9 dan No. 11 asal Cirebon, dan No. 22 asal Aceh). Berdasarkan ruas gen CO1, C. multicarinata asal Aceh memiliki kekerabatan yang berbeda dengan C. multicarinata asal Cirebon. ABSTRACT RAISA AULIANE SYAFRINA. DNA Barcode as an Alternative of Mantis Shrimp Species Identification. Supervised by ACHMAD FARAJALLAH and YUSLI WARDIATNO. Mantis shrimp or shrimp ronggeng known as a member of the Order Stomatopoda Subfilum crustaceans, some species of mantis shrimp is known as an export commodity and exotic foods. Some mantis shrimp that have high economic value are Squillidae and Harpiosquillidae family members. Mantis shrimp are usually caught from the Java Sea and South China Sea. This study aims to apply the technique of DNA barcoding as a mantis shrimp laternatif identified to species level. A total of 34 samples of the mantis shrimp come from Edinburgh, Cirebon, and Aceh, which is used is a collection of specimens preserved in alcohol. Species identification based on morphology. DNA extraction was conducted from leg muscle and joint CO1 gene was amplified as a DNA segment which is used as a barcode. CO1 gene amplification was successful for all samples which produce a multiband amplicons. Tracking nucleotides only successfully performed for seven samples, Harpiosquilla harpax (Sample No.. 34 and no. 37 from Jambi), Harpiosquilla stephensoni (sample No. 1 and No. 2. Cirebon origin), and Carinosquilla multicarinata (No. 9 and No. 11 from Cirebon, and No. 22 from Aceh). Based on CO1 gene segment, C. multicarinata from Aceh has a distinct kinship with C. multicarinata Cirebon origin.

3 PENGGUNAAN DNA BARCODE SEBAGAI ALTERNATIF IDENTIFIKASI SPESIES UDANG MANTIS RAISA AULIANE SYAFRINA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

4 Judul Skripsi : Penggunaan DNA Barcode Sebagai Alternatif Identifikasi Spesies Udang Mantis Nama : Raisa Auliane Syafrina NIM : G Disetujui Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si. Pembimbing I Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc Pembimbing II Diketahui Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M. Si Ketua Departemen Biologi Tanggal lulus:

5 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga Agustus 2011 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor yang berjudul Penggunaan DNA Barcode sebagai Alternatif Identifikasi Spesies Udang Mantis. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku pembimbing, yang telah memberikan ilmu, pengarahan dan bimbingannya kepada penulis, serta kepada Ibu Dr. Anja Meryandini, M. Si selaku dosen penguji yang turut memberikan kritik dan saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta, terutama almarhum papa (Drs. Syafrizal Abbas), mama (Irina Selviati), kakak (Sarah Auliani Syafrina), dan adik (Abraham Lintau) atas segala doa yang tiada henti, kasih sayang, dan dukungannya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua keluarga besar zoologi (Ibu Taruni, Ibu Rika, Pak Tri Atmo, Mba Tini, Mba Ani, Pak Adi, Mba Kanthi, Mba Tetri, Kak Sarah Nila, Kak Jazi, Kak Uche, Kak Iqbal, Mas Wildan, Mba Dea, Pak Rizal, I Made K, Iqbal, Rindi, Bisri, Cahyo, Chyntia, Nishe, Renny, dan Noe) yang telah berbagi ilmu serta segala dukungannya, kepada sahabat seperjuangan (Yakub Hidayatullah, Eva Brialin Agenginardi, Soraya Puspa Jelita, Aminah, Rina Nurlia, Agessty Ika, Karina Swedianti, Nurul Ichsan, dan Gilar Cahya) atas segala bantuan, nasehat, dan semangat yang selalu diberikan selama penelitian, dan kepada teman Griya (Fatmi Harun dan Singgih Widosari). Selain itu terima kasih kepada teman-teman Biologi angkatan 44 yang telah memberikan motivasi kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menambah khasanah ilmu pengetahuan kita semua. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan agar tulisan ini menjadi lebih baik. Bogor, September 2011 Raisa Auliane Syafrina

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 2 Juli 1989 dari Bapak Ir. H. Syafrizal Abbas (Alm) dan Ibu Hj. Irina Selviati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 48 Jakarta dan melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Biologi melalui jalur penerimaan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama studi di IPB, penulis aktif sebagai staf Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Himpunan Mahasiswa Biologi, Manajer Kemitraan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IPB, dan berorganisasi di beberapa kepanitiaan seperti IPB Art Contest, Pesta Sains, Program Penghijauan Mahasiswa Biologi, Biologi Interaktif, Revolusi Sains, Lomba Cepat Tepat Biologi, Masa Perkenalan Fakultas, dan Masa Perkenalan Departemen. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Struktur Hewan, Perkembangan Hewan, Biologi Dasar, Avertebrata, Vertebrata dan Genetika Molekuler. Penulis telah melakukan praktik lapangan pada tahun 2010 di Balai Kesehatan Hewan dan Ikan (BKHI), Kementrian Pertanian, Jakarta.

7 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 1 Waktu dan Tempat... 1 BAHAN DAN METODE... 1 Bahan... 1 Identifikasi Sampel... 2 Ekstraksi dan Isolasi DNA... 2 Amplifikasi dan Visualisasi Fragmen DNA... 2 Perunutan Amplikon dan Analisis DNA... 2 HASIL... 2 Identifikasi Morfologi... 2 Amplifikasi dan Visualisasi DNA... 3 Analisis DNA dan Filogeni... 3 PEMBAHASAN... 5 SIMPULAN... 6 SARAN... 6 DAFTAR PUSTAKA... 6 LAMPIRAN... 8

8 DAFTAR TABEL Tabel 1 Data Hasil identifikasi spesimen udang mantis... 3 Tabel 2 Data spesies hasil identifikasi dan barcode... 4 Tabel 3 Jumlah perbedaan nukleotida gen CO1 antar spesies udang mantis... 4 Tabel 4 Jarak genetik gen CO1 antar spesies udang mantis berdasarkan model subtitusi K2P... 4 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Produk PCR berupa pita tunggal yang diuji dengan menggunakan polyacrilamide gel electrophoresis (PAGE) 6%... 3 Gambar 2 Hasil rekonstruksi pohon filogeografi pengelompokan sampel berdasarkan ruas CO1 mtdna menggunakan metode NJ dengan bootstrap 1000x... 5 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid... 9 Lampiran 2 Visualisasi fragmen DNA (penyajian produk PCR) Lampiran 3 Hasil pensejajaran tujuh runutan DNA mantis dengan referensi genbank sepanjang 430 nt... 11

9 PENDAHULUAN Latar Belakang Barcode DNA adalah urutan pendek DNA yang digunakan untuk mengidentifikasi spesies secara cepat dan akurat (Meier et al. 2006). Ruas DNA yang bisa digunakan untuk sistem tersebut harus terstandardisasi. Barcode DNA juga menjadi salah satu alternatif pelengkap atau komplemen yang dapat memperkuat identifikasi morfologi secara cepat dan akurat (Lahaye et al. 2008). Barcode DNA menjanjikan beberapa manfaat, antara lain mengenali spesies, memastikan keamanan pangan, mengidentifikasi fase larva yang berbeda dengan fase dewasa, mengontrol hama pertanian, dan melacak asal usul vektor penyakit dan serangan hama pada suatu area. Pada hewan, penggunaan genom mitokondria (mtdna) dalam analisis biogeografi dan sistematik sering tidak sejalan dengan morfologi. Salah satu penyebabnya adalah karakter morfologi yang seringkali memperlihatkan fenomena species cryptic (hampir mirip). Genom mitokondria hewan merupakan genom sitoplasmik yang diwariskan secara uniparental dan tidak mengalami rekombinasi sehingga species sibling bisa dipastikan mempunyai mtdna dengan nilai kesamaan yang tinggi. Salah satu ruas mtdna yang banyak digunakan sebagai barcode adalah cytochrome oxidase 1 (CO1) genom mitokondria yang dipopulerkan oleh Hebert et al. (2003). Gen CO1 pada Crustacea berukuran sekitar 1500 pb. Dibandingkan dengan ruas-ruas gen yang lain dalam mtdna, gen CO1 memberikan hasil yang lebih efektif dan mudah untuk diakses. Teknologi barcoding menggunakan penanda gen CO1 dari mtdna dapat digunakan untuk mengidentifikasi hampir semua spesies hewan (Ward et al. 2005), baik interspesifik maupun intraspesifik (Hebert et al. 2003). Udang mantis atau yang dikenal dengan udang ronggeng merupakan anggota subfilum Crustacea, Ordo Stomatopoda, yang terdiri atas empat famili, yaitu Odontodactylidae, Lysiosquillidae, Harpio-squillidae dan Squilidae. Beberapa spesies udang mantis, terutama yang bisa mencapai ukuran >30 cm, biasa dijadikan sebagai komoditi ekspor dan makanan eksotis dengan harga yang relatif mahal (Ahyong et al. 2008). Kelompok udang ini dicirikan dengan tubuh yang bersegmen, di belakang kepala terdapat karapas pendek, kaki beruas-ruas, ukuran tubuh yang besar dan mata seringkali berbentuk T (Carpenter & Niem 1998). Beberapa udang mantis yang bernilai ekonomi tinggi adalah dari famili Harpiosquillidae dan Squilidae. Kedua famili tersebut biasa ditangkap dari Laut Jawa dan Laut Cina Selatan. Persebaran udang mantis di kedua wilayah tersebut dipengaruhi migrasi larva udang mantis mengikuti pergerakan arus air laut yang sejajar garis pantai (Barber et al. 2002). Selain itu, dari 450 spesies yang telah dideskripsikan, 118 (26%) diantaranya bisa ditemukan di perairan Indonesia (Ahyong et al. 2008, Moosa 2000). Jumlah spesies udang mantis yang sangat tinggi di Indonesia (jika dibandingkan dengan laut Brazilia dengan 35 spesies dan laut Mediterania 10 spesies) tidak sejalan dengan keterkenalannya sebagai bagian dari kekayaan biodiversitas Indonesia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan teknik DNA barcode untuk mengidentifikasi keanekaragaman spesies udang mantis yang terdapat di perairan Indonesia. Menurut Konvensi Keanekaragaman Hayati, barcode menjadi salah satu teknik yang berkontribusi cukup signifikan terhadap pelaksanaan konservasi keragaman spesies. Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity atau CBD) adalah perjanjian internasional yang bertujuan mengembangkan strategi nasional untuk konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati. Dengan begitu, aplikasi DNA barcoding dapat menjawab klaim kepemilikan dan asal lokalitas komoditas perdagangan suatu wilayah (CBOL 2008). Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menggunakan teknik DNA barcoding sebagai alternatif identifikasi keanekaragaman spesies udang mantis yang terdapat di perairan Indonesia. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus Analisis DNA dilakukan di bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

10 BAHAN DAN METODE Bahan Beberapa spesimen udang mantis yang digunakan merupakan koleksi Dr. Yusli Wardiatno (Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan IPB) yang diawetkan dalam etanol, yang berjumlah 30 ekor. Identifikasi Sampel Identifikasi spesies udang mantis dilakukan menggunakan buku kunci identifikasi Manning (1980). Ekstraksi dan Isolasi DNA Ekstraksi DNA dilakukan dari otot tungkai menggunakan DNA Extraction Kit for Fresh Blood (Geneaid) yang dimodifikasi untuk sampel yang diawetkan dalam etanol. Sekitar 50 mg otot tungkai dicuci dari etanol dengan cara merendamnya dalam air destilata selama 20 menit yang dilakukan dua kali Perendaman dalam air ini akan mengeluarkan etanol dari dalam jaringan dan sekaligus mengencerkannya sehingga etanol tidak mengganggu proses-proses berikutnya. Kemudian jaringan otot dihomogenasi dalam bufer STE (NaCl 1M, Tris-HCL 10mM, EDTA 0.1mM, ph 8) dan dilisis menggunakan proteinase K 0,125 mg/ml dan sodium dodesil sulfat 1%. Ekstraksi DNA selanjutnya dilakukan mengikuti petunjuk produsen dari kit ekstraksi DNA (Lampiran 1). Amplifikasi dan Visualisasi Fragmen DNA Amplifikasi ruas gen CO1 mtdna dilakukan dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) menggunakan forward primer AF286 (5 -TCTACAAAYCATAAAGAYATYGG) dan/atau AF215 (5 -TTCAACAAATCATAAA GATATTGG) dan reverse primer AF287 (5 -G TGGCRGANGTRAARTARGCTCG). Produk PCR atau amplikon dari kedua pasangan primer tersebut berukuran sekitar 800 pb. Reaksi PCR dilakukan dalam volume 50 μl menggunakan mesin thermocycler ESCO MX-BLC-7. Reaksi PCR dilakukan dengan kondisi predenaturasi pada suhu 94 o C selama 5 menit, kemudian dilanjutkan 30 siklus yang terdiri atas denaturasi suhu 94 o C selama 1 menit, penempelan primer suhu 55 o C selama 1,5 menit, pemanjangan 72 o C selama 2 menit, dan diakhiri pemanjangan akhir suhu 72 o C selama 5 menit. Pengujian amplikon dilakukan menggunakan metode polyacrilamide gel electrophoresis (PAGE) 6% yang dijalankan pada tegangan 200 V selama 50 menit atau sampai pelacak warna bromtimol blue mencapai batas bawah gel. Setelah pemisahan elektroforesis, amplikon divisualisasi dengan pewarnaan sensitif perak (Lampiran 2) (Byun et al. 2009). Perunutan Amplikon dan Analisis DNA Amplikon berupa pita tunggal yang berukuran sesuai desain primer atau ada pitapita tambahan yang tidak dominan kemudian dimurnikan untuk dijadikan cetakan dalam PCR for sequencing. Proses PCR untuk sequencing menggunakan primer yang sama seperti amplifikasi sebelumnya dengan metode big dye terminator cycle sequencing.runutan nukleotida yang diperoleh kemudian diedit secara manual berdasarkan kromatogram. Jika kromatogram menunjukkan runutan nukleotida yang meragukan maka dilakukan pembandingan dengan kromatogram yang diperoleh dari PCR for sequencing berikutnya. Kepastian suatu runutan nukleotida yang dipilih adalah yang memberikan puncak kurva yang lebih tinggi dan berjarak normal dari puncak-puncak kurva di sebelahnya. Selain itu, pengdeitan juga dilakukan atas bantuan translated protein sequence. Analisis homologi dari runutan nukleotida yang telah diedit terhadap runutan nukleotide sejenis yang tersimpan dalam database GenBank dilakukan dengan program BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) ( nlm.nih.gov/ ). Runutan nukleotida dan ruas DNA homolognya kemudian saling disejajarkan ulang (multiple alignment) menggunakan program Clustal W 1.8 yang tertanam dalam program MEGA versi 4.00 (Tamura et al. 2007). Pairwise distance calculation dilakukan untuk menentukan jumlah perbedaan runutan nukleotida antar sampel dengan opsi model number of differences dalam program MEGA versi 4.00 (Tamura et al. 2007). Selain itu, analisis keragaman nukleotida dan filogenetik dilakukan menggunakan model subtitusi Kimura-2-parameter, Sedangkan analisis kekerabatan menggunakan metode neighbour joining (NJ) dengan bootstrap 1000x.

11 HASIL Identifikasi Morfologi Hasil identifikasi berdasarkan buku identifikasi Manning (1980) menunjukkan bahwa spesimen udang mantis koleksi terdiri atas 2 famili dan 6 spesies (Tabel 1). Tabel 1 Hasil identifikasi spesimen udang mantis Spesies No. Sampel Famili Hapriosquillidae Harpiosquilla stephensoni 1,2,3,4,5,6, 8, 10, 21 Harpiosquilla harpax 31, 34, 35, 37 Harpiosquilla raphidae 30 Harpiosquilla melanoura 23 Famili Squillidae Carinosquilla multicarinata 9, 11, 12, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 22, 26, Keijia lirata 7, 13, 14, 25, Harpiosquilla harpax memiliki ciri karapas dilengkapi dengan median carina dan distal segmen pada uropod berwarna hitam dengan garis tengah putih, carina intermediate pada thoraks tidak terlalu tajam, rostral dilengkapi dengan projeksi anterior, dan marginal carina dua kali lebih panjang dari carina gigi lateral. Harpiosquilla stephensoni memiliki ciri karapas dilengkapi dengan median carina dan distal segmen pada uropod berwarna hitam dengan garis tengah putih, carina intermediate pada thoraks tidak terlalu tajam, rostral tidak dilengkapi dengan projeksi anterior, dan tajam pada thoraks kelima. Carinosquilla multicarinata memiliki ciri terdapat duri ganda pada ujung thoraks kelima, thoraks dan abdomen ditutupi dengan carina longitudinal, carina pada thoraks dan abdomen terdapat duri. Amplifikasi dan Visualisasi DNA Gen CO1 target diamplifikasi menggunakan pasangan primer AF286-AF287 dan AF215-AF287 berukuran sekitar bp (Gambar 1), dengan jumlah sampel sebanyak 34 ekor. Pada beberapa sampel suhu optimum penempelan primer pada saat amplifikasi yaitu 55 C. M pb Gambar 1 Amplikon gen CO1 di atas PAGE 6%. Keterangan: M. Marker; Nomor sampel. Hasil amplifikasi menunjukkan fragmen DNA multiband. Pita DNA target berhasil ditemukan dari pasangan primer 286-AF287 sebanyak 12 sampel, sedangkan dari pasangan primer AF215-AF287 sebanyak 14 sampel. Dari total sampel yang berhasil diamplifiaksi menampakkan pita DNA target, hanya 7 sampel dari pasangan primer AF286-AF287 dan 13 yang dijadikan cetakan dalam PCR for sequencing karena beberapa pita DNA muncul tipis pada gel poliakrilamid saat proses visualisasi. Setelah DNA target dimurnikan dan dijadikan cetakan dalam PCR for sequencing, maka diperoleh 7 sampel yang terbaca dengan jelas. Ketujuh sampel tersebut adalah 1H. stephensoni; 2H. stephensoni; 9C. multicarinata; dan 11C. multicarinata (Cirebon), 22C. multicarinata (Aceh), dan 34H. harpax; 37 H. harpax (Jambi). Analisis DNA dan Filogeni Tujuh runutan DNA mantis yang diperoleh kemudian saling disejajarkan dengan ruas mtdna yang homolog dari Haptosquilla glyptocercus (AF205239), Harpiosquilla harpax (FJ229770), dan Squilla mantis (GQ328967). Data runutan nukleotida yang saling homolog antar sampel dengan data referensi yang bisa dilakukan analisis lebih lanjut adalah sepanjang 430 nt (Lampiran 3). Sampel dengan jumlah perbedaan nukleotida paling kecil terjadi antara sampel Nomor 2 yang diduga sebagai Harpiosquilla stephensoni dengan Harpiosquilla harpax dari genebank, yaitu hanya berbeda satu nukleotida. Sampel dengan jumlah perbedaan nukleotida paling tinggi terdapat antara sampel Nomor 9 yang diduga sebagai Carinosquilla multicarinata dengan sampel Nomor 1 (Harpiosquilla stephensoni), yaitu berbeda 84 nukleotida (Tabel 3). Jarak genetik antar sampel dibandingkan dengan sampel spesies yang ada di GeneBank berdasarkan basa pertama dan kedua dengan

12 4 model substitusi K2P (Tabel 4) menghasilkan jarak genetik tertinggi sebesar (23.4%) ditemukan antara sampel Nomor 9 (C. multicarinata) dengan sampel Nomor 2 H. stephensoni. Jarak genetik terendah sebesar (0.2%) antara sampel Nomor H. harpax dengan sampel Nomor 1 (H. stephensoni). Topologi pohon filogeni menggunakan metode NJ dengan bootstrap1000x mengelompokkan sampel Nomor 9, 11, dan 22 (Carinosquilla multicarinata) berada di luar percabangan. Struktur populasi yang digambarkan oleh mtdna ini menunjukkan bahwa kekerabatan sampel Nomor 1, 2, 34, dan 37 adalah berasal dari satu nenek moyang/indukan, sedangkan populasi sampel C. multicarinata berbeda nenek moyang/indukan (Gambar 2). Table 2 Data spesies hasil identifikasi dan barcode No. sampel Identifikasi Asal lokasi Identifikasi awal Barcode 1 Harpiosquilla stephensoni Harpiosquilla harpax Cirebon 2 Harpiosquilla stephensoni Harpiosquilla harpax Cirebon 9 Carinosquilla multicarinata Carinosquilla multicarinata Cirebon 11 Carinosquilla multicarinata Carinosquilla multicarinata Cirebon 22 Carinosquilla multicarinata Carinosquilla multicarinata Aceh 34 Harpiosquilla harpax Harpiosquilla harpax Jambi 37 Harpiosquilla harpax Harpiosquilla harpax Jambi Tabel 3 Jumlah perbedaan nukleotida gen CO1 antar spesies udang mantis Sampel _H. harpax 2 37_H. harpax 8 3 1_H. stephensoni _H. stephensoni H. harpax 1) H. glyptocercus 2) S. mantis 3) _C. multicarinata _C. multicarinata _C. multcarinata ) GenBank Accession Number FJ ) GenBank Accession Number AF ) GenBank Accession Number GQ Tabel 4 Jarak genetik gen CO1 antar spesies udang mantis berdasarkan model subtitusi K2P Sampel _H. harpax 2 37_H. harpax _H. stephensoni _H. stephensoni H. harpax H. glyptocercus S. mantis _C. multicarinata _C. multicarinata _C. multcarinata Keterangan mengikuti Tabel 2.

13 Hstephensoni 100 2Hstephensoni Hharpax Smantis Hglyptocercus 34Hharpax Hharpax 22Cmultcarinatai 22Cmulticarinata 9Cmulticarinata Cmulticarinata 0.02 Gambar 2 Hasil rekonstruksi pohon filogeografi pengelompokan sampel berdasarkan ruas CO1 mtdna menggunakan metode NJ dengan bootstrap 1000x. PEMBAHASAN Hasil amplifikasi gen CO1 menggunakan pasangan primer AF215/AF286 dan AF287 selalu menghasilkan amplikon yang multiband. Salah satu penyebab utama adalah penggunaan degenerate primer. Dalam hal ini, ada C dan T pada basa ketiga dari ujung 3 untuk forward primer, dan ada A dan G pada basa keenam dari ujung 3 untuk reverse primer. Menurut Innis (1990), spesifisitas tiga basa di ujung 3 sangat menentukan hasil amplifikasi. Degenerate primer biasa digunakan untuk menjamin keberhasilan amplifikasi pada taksa yang luas (Hebert et al. 2003). Alternatif lain untuk mengakomodasi taksa yang luas adalah penggunaan beberapa primer yang disambungkan dengan runutan M13 universal. Primer M13 lebih efektif untuk barcode pada taksonomi sampel yang lebih beragam (Ivanova et al. 2007). PCR for sequencing kemudian menggunakan primer M13 universal ini. Selain masalah degenerate primer, gen CO1 dilaporkan juga ada di dalam genom inti (Perna & Kocher 1996) dan dalam kromosom beberapa spesies bakteri dengan tingkat kesamaan >70% (data analisis homologi tidak ditampilkan). Analisis jumlah perbedaan runutan nukleotida antar sampel menggunakan opsi model No. of differences, sedangkan jarak genetik dilakukan menggunakan opsi model subtitusi Kimura-2-parameter (K2P). Model K2P lebih efektif untuk barcoding, karena opsi tersebut mempertimbangkan tingkat substitusi transisi dan transversi. Runutan nukleotida yang digunakan dalam barcode bisa digunakan untuk mempelajari keragaman genetik, struktur populasi, genetika populasi, filogentik, dan taksonomi. Jumlah perbedaan nukleotida terkecil terdapat pada Harpiosquilla stephensoni (sampel Nomor 2) dengan Harpiosquilla harpax (referensi dari genebank), yaitu berbeda satu nukleotida. Jumlah perbedaan nukleotida terbesar terdapat antara sampel Nomor 9 (Carinosquilla multicarinata) dengan sampel Nomor 1 (Harpiosquilla stephensoni), yaitu berbeda 84 nukleotida Untuk barcoding, standardisasi data udang mantis ini mempercepat pembentukan dan konstruksi pustaka sekuens DNA yang komprehensif dan konsisten sehingga dapat menjadi teknologi yang ekonomis untuk identifikasi spesies. Harapannya adalah setiap orang kapanpun dan di manapun dapat mengidentifikasi spesies dari spesimen secara cepat dan akurat bagaimanapun kondisi spesimen tersebut. Taksonomi atau identifikasi merupakan salah satu dasar penting bagi segala aktifitas konservasi. Pelaksanaan konservasi bertujuan agar biodiversitas tidak mengalami kerusakan yang mengakibatkan rusaknya suatu ekosistem ataupun punahnya suatu spesies. Kemampuan teknik DNA barcode untuk mengidentifikasi spesies secara cepat dan akurat perlu diterapkan sebagai upaya memantau asal usul suatu komoditas laut.

14 6 Menurut Choi dan Hong (2001), udang mantis betina mampu menelurkan hingga 1 juta telur. Namun, telur yang dapat perkembang hingga tambah juvenil sangat sedikit jumlahnya. Telur yang berasal dari induk yang sama tidak memiliki jarak genetik, sehingga barcoding juga dapat digunakan untuk memastikan kandungan material genetik. Keragaman genetik menghasilkan jarak terkecil antara H. stephensoni (sampel Nomor 2) dengan H. harpax (referensi dari genebank) sebesar (0.2%). Jarak genetik terbesar ditemukan pada sampel Nomor 9 (C. multicarinata) dengan sampel Nomor 2 H. stephensoni, yaitu sebesar (23.4%) Perbedaan nukleotida dan jarak genetik antar spesies membuktikan bahwa spesies yang semula teridentifikasi berdasarkan morfologi saja masih mungkin terdapat kesalahan. Sampel H. stephensoni Nomor sampel 1 dan 2 lebih dekat dengan H. harpax setelah dilakukan barcode (Tabel 2). Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Barber dan Boyce (2006) bahwa pada ordo Stomatopoda terdapat fenomena spesies cryptic (hampir mirip). Pengembangan pustaka barcode dapat dijadikan suatu cara identifikasi sampai tingkat spesies dengan tingkat kebenaran yang tinggi. Ruas basa dari gen CO1 bermutasi cukup cepat sehingga dapat membedakan spesies yang hampir mirip (Hebert et al. 2004). Kebutuhan untuk melakukan standarisasi identifikasi spesies udang mantis sangat tinggi dengan munculnya berbagai masalah dalam metode identifikasi dan determinasi spesies yang ada saat ini. Permasalahan tersebut dapat berakibat pada kesamaan nama pada dua spesies yang berbeda, yang dapat dimungkinkan karena kesamaan morfologi. Selain itu dapat juga berakibat pada perbedaan nama pada satu spesies yang memiliki tingkat kehidupan yang sulit untuk diidentifikasi secara kasat mata. Pustaka barcode udang mantis memberikan keuntungan dari standardisasi metode dan bank identifikasi spesies melalui urutan sekuens DNA yang dimilikinya. Standardisasi ini tidak membutuhkan biaya yang sangat besar dan dapat memiliki tingkat kepercayaan yang cukup tinggi. Keragaman genetik juga memperlihatkan jarak genetik yang berbeda antar spesies C. multicarinata asal Aceh dengan asal Cirebon sebesar (15.3%). Sampel C. multicarinata asal Cirebon memiliki perbedaan genetik yang lebih tinggi dengan C. multicarinata asal Aceh, dibandingkan dengan C. multicarinata sesama asal Cirebon. Perbedaan tempat asal lokalitas memperlihatkan perbedaan pada jarak genetik. Topologi pohon filogeni menggunakan metode NJ dengan bootstrap1000x mengelompokkan sampel 9, 11, dan 22 (C. multicarinata) berada di luar percabangan, serta memisahkan C. multicarinata asal Aceh dengan C. multicarinata asal Cirebon. Hal tersebut menunjukkan bahwa spesies C. multicarinata asal Aceh memiliki tingkat kekerabatan yang berbeda dengan C. multicarinata asal Cirebon, sehingga pustaka barcode dapat digunakan untuk studi kekerabatan suatu spesies. Sebaran geografi udang mantis melalui tingkat larva yang terbawa arus dan bergerak mengikuti garis pantai mungkin saja menyebabkan terjadi mutasi sebagai proses adaptasi. SIMPULAN Ruas gen CO1 sebagai barcode menunjukkan bahwa sampel H. stephensoni Nomor 1 dan 2 lebih dekat dengan H. harpax. Perbedaan nukleotida dan jarak genetik memisahkan spesies C. multicarinata asal Aceh dengan C. multicarinata asal Cirebon. Teknik barcode dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesimen sebagai dasar dari konservasi keragaman spesies mantis. SARAN Saran bagi penelitian ini adalah diperlukan penelitian terhadap spesies udang mantis yang lain dengan daerah asal yang lebih beragam dan mengunakan ruas mitokondria yang berbeda atau selain CO1. DAFTAR PUSTAKA Ahyong S, Chan T, dan Liao Y A Catalog of The Mantis Shrimps (Stomatopoda) of Taiwan. Taiwan: National Taiwan Ocean University. Barber P, Moosa MK, dan Palumbi SR Rapid Recovery of Genetics Diversity of Stomatopod Populations on Krakatau: Temporal and Spatial Scales of Marine Larval Dispersal. Proc R Soc 269:

15 7 Barber P dan Boyce SL Estimating diversity of Indo-Pacific coral reef stomatopods through DNA barcoding of stomatopod larvae. Proc R Soc 273: Byun SO, Fang Q, Zhou H, dan Hickford JGH An effective method for silver-staining DNA in large numbers of polyacrylamide gels. Anal Biochem 385: Carpenter KE dan Niem VH The Living Marine Resources of The Western Central Pacific Volume 2: Cephalopods, Crustacean, Holothurians and Shark. Rome: Food and Agriculture Organization of The United Nation. [CBOL] The Consortium for the Barcode of Life DNA Barcoding: A New Tool for Identifying Biological Specimens and Managing Spesies Diversity. Washington: CBOL. Choi HJ dan Hong SY Larval development of the kishi velvet shrimp, metapenaeopsis dalei (rathbun) (decapoda: penaeidae), reared in the laboratory. Fish Bull 99: Hebert PDN, Cywinska A, Ball SL, dan dewaard JR Biological identification through DNA barcodes. Proc R Soc 270: Hebert PDN, Ratnasingham S, dan dewaard JR Barcoding animal life: cytochrome c oxidase subunit 1 divergences among closely related species. Proc R Soc 270: Hebert PDN, Pento EH, Burns JM, Janzen DH, Hallwachs W Ten species in one: DNA barcoding reveals cryptic species in the neotropical skipper butterfly Astraptes fulgerator. PNAS 101(41): Innis MA dan Gelfand DH PCR Protocols: A Guide to Methods and Applications. San Diego: Academic Press. Ivanova NV, Zemlak TS, Hanner RH, dan Hebert PDN Barcoding: universal primer cocktails for fish DNA barcoding. Mol Eco 10: Lahaye et al DNA barcoding the floras of biodiversity hotspots. PNAS 105(8): Manning RB The superfamilies, families and genera of recent stomatopod Crustacea with diagnoses of six new families. Proc Biol Soc Wash 93: Meier R, Shiyang K, Vaidya G, dan Peter DNA barcoding and taxonomy in diptera: a tale of high intraspecific variability and low identification success. Syst Biol 55(5): Moosa M Marine biodiversity of the South China Sea: a checklist of stomatopod Crustacea. The Raffles Billetin of Zoology 8: Perna NT dan Kocher TD Mitochondrial DNA: molecular fossils in the nucleus. Current Biology 6(2): Tamura K, Dudley J, Nei M dan Kumar S MEGA4: Molecular evolutionary genetics analysis (MEGA) software version 4.0. Molecular Biology and Evolution 24: Ward RD, Zemlak TS, Innes B, dan Last P DNA Barcoding Australia s fish species. Phil Trans R Soc 360:

16 LAMPIRAN

17 9 Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid Satu ruas tungkai udang mantis dalam etanol dipotong dan dimasukkan ke dalam tube 1,5 ml. Ruas tungkai yang telah dipotong (otot tungkai) kemudian dicuci dengan air destilata sebanyak 2 kali ulangan menggunakan mesin sentrifuse. Sampel yang telah dicuci kemudian dihomogenasi menggunkana grinder dan ditambahkan 200 µl buffer STE (NaCl 1M, Tris-HCL 10mM, EDTA 0.1mM, ph 8) ke dalam tube. Sebanyak 50 mg/ml proteinase K 20 µl ditambahkan ke dalam tabung dan vortex selama beberapa detik. Inkubasi pada suhu 60 0 C selama 30 menit. Setiap 5 menit sekali tabung dibolak-balik secara perlahan. Sebanyak 200 µl buffer GB ditambahkan ke dalam tabung dan vortex selama 5 detik. Inkubasi pada suhu 70 0 C selama 20 menit. Setiap 5 menit sekali tabung dibolak-balik secara perlahan. Pada saat yang bersamaan, inkubasi buffer elusi pada suhu yang sama untuk step elusi DNA. Sebanyak 200 µl etanol ditambahkan ke dalam tabung dan vortex selama 10 detik. Sampel dipindahkan ke dalam kolom GD pada tube 2 ml. Sentrifugasi rpm selama 2 menit. Kolom GD dipindahkan ke dalam tabung koleksi yang baru dan supernatan dibuang. Sebanyak 400 µl buffer W1 ditambahkan ke dalam tabung. Sentrifugasi rpm selama 30 detik. Supernatan dibuang dan kolom GD diletakkan kembali ke dalam tabung. Sebanyak 600 µl wash buffer (mengandung etanol) ditambahkan ke dalam kolom GD. Sentrifugasi rpm selama 30 detik. Supernatan dibuang dan kolom GD diletakkan kembali ke dalam tabung. Sentrifugasi rpm selama 3 menit. Kolom GD dipindahkan ke dalam tube 1,5 ml yang baru. Sebanyak 100 µl buffer elusi yang telah diinkubasi ditambahkan ke dalam kolom GD (tepat bagian tengah matriks kolom GD). Diamkan selama 5 menit. Sentrifugasi rpm selama 30 detik. Kolom GD dibuang dan didapatkan DNA yang telah berhasil diekstraksi.

18 10 Lampiran 2 Visualisasi fragmen DNA (penyajian produk PCR) Gel yang telah dielektroforesis kemudian dikeluarkan dari kaca dan dibilas dengan DW (air destilata) sebanyak 200 ml. Air destilata dibuang*, gel direndam dalam larutan A. Gel direndam dalam larutan A selama 8 menit. Pada saat yang bersamaan, larutan B dipanaskan pada suhu 55 0 C. Kemudian air larutan A dibuang ke dalam botol khusus Ag. Gel dibilas dengan DW sebanyak 200 ml, kemudian DW dibuang. Gel direndam dalam larutan B yang telah ditambahkan formaldehid. Gel direndam hingga muncul pita. Air larutan B dibuang Gel direndam dalam larutan C selama 2 menit. Catatan: Larutan A: DW 200 ml AgNO 3 0,2 gram NaOH 10N 80 µl (sebaiknya dibuat fresh) amonia 0,8 ml Larutan B: DW 200 ml NaOH 6 gram Formaldehid 100 µl ( ditambahkan sesaat sebelum dituang) Larutan C: DW 100 ml Asetat 100 µl *Setiap larutan dibuang dengan cara dihisap/disedot menggunakan alat vakum penyedot.

19 11 Lampiran 3 Hasil pensejajaran tujuh runutan DNA mantis dengan referensi genbank sepanjang 430 nt _H. stephensoni TTGATTATTCGTGCAGAATTAGGACAGCCTGGTAGGCTAATTGGAGATGATCAAATTTACAACGTTATTGTTACAGCACACGCTTTCGTTATAATTTTTT 2 2_H. stephensoni TTGATTATTCGTGCAGAATTAGGACAGCCTGGTAGGCTAATTGGAGATGATCAAATTTACAACGTTATTGTTACAGCACACGCTTTCGTTATAATTTTTT 3 9_C. multicarinata TTTATCATTCGAGCAGAACTAGGACAACCAGGTAGTTTAATTGGAGACGACCAAATTTATAATGTTATCGTTACAGCCCATGCTTTCATTATGATTTTTT 4 11_C. multicarinata TTAATCATTCGAGCAGAACTAGGACAACCAGGTAGTTTAATTGGAGACGACCAAATTTATAATGTTATCGTTACAGCCCATGCTTTCATTATGATTTTTT 5 22_C. multicarinata TTAATTATTCGAGCAGAATTAGGACAACCAGGTAGATTAATTGGAGATGATCAAATCTACAACGTTATTGTTACAGCACATGCTTTTATTATAATTTTTT 6 34_H. harpax TTAATCATTCGAGCCGAATTAGGGCAACCCGGTAGGTTAATTGGAGATGATCAAATTTATAATGTTATTGTCACAGCCCACGCCTTTATTATAATTTTTT 7 37_H. harpax TTAATCATTCGAGCCGAATTAGGGCAACCCGGTAGGTTAATTGGAGATGATCAAATTTATAATGTTATTGTCACAGCCCACGCCTTTATTATAATTTTTT 8 H. glyptocercus TTAATTATTCGAGCAGAATTAGGACAACCCGGTAGATTAATTGGAGACGATCAAATCTACAACGTTGTAGTCACAGCCCATGCCTTCATTATAATTTTTT 9 H. harpax TTGATTATTCGTGCAGAATTAGGACAGCCTGGTAGGCTAATTGGAGATGATCAAATTTACAACGTTATTGTTACAGCACACGCTTTCGTTATAATTTTTT 10 S. mantis TTGATTATTCGAGCTGAGCTAGGTCAACCAGGTAGGTTAATTGGAGATGACCAAATCTACAATGTTATCGTTACAGCACACGCTTTTGTTATAATTTTTT TCATGGTTATACCAATTATAATTGGAGGTTTTGGAAACTGATTAGTTCCTTTAATGTTAGGGGCCCCAGATATAGCCTTCCCCCGTATAAACAACATAAG 2 TCATGGTTATACCAATTATAATTGGAGGTTTTGGAAACTGATTAGTTCCTTTAATGTTAGGGGCCCCAGATATAGCCTTCCCTCGTATAAACAACATAAG 3 TTATGGTAATGCCAATTATAATTGGAGGGTTTGGGAATTGACTAGTCCCTCTTATACTAGGAGCTCCTGATATAGCTTTCCCTCGAATAAACAATATGAG 4 TTATGGTAATGCCAATTATAATTGGAGGGTTTGGGAATTGACTAGTCCCTCTTATACTAGGAGCTCCTGATATAGCTTTCCCTCGAATAAACAATATGAG 5 TTATGGTTATACCAATCATAATTGGAGGTTTCGGGAATTGATTAGTACCACTTATATTAGGAGCCCCTGATATGGCATTTCCCCGTATAAACAACATAAG 6 TTATGGTAATACCAATTATAATTGGAGGTTTCGGAAACTGATTAGTTCNCTTGATATTGGGGGCCCCAGATATAGCCTTCCCACGAA-AAATAATATAAG 7 TTATGGTAATACCAATTATAATTGGAGGTTTCGGAAACTGATTAGTTCCCTTGATATTGGGAGCCCCAGATATAGCCTTCCCACGAATAAATAATATAAG 8 TTATAGTTATACCAATTATAATTGGAGGATTTGGAAACTGGCTAGTGCCTTTAATGCTAGGGGCACCTGATATGGCTTTCCCCCGAATAAATAACATAAG 9 TCATGGTTATACCAATTATAATTGGAGGTTTTGGAAACTGATTAGTTCCTTTAATGTTAGGGGCCCCAGATATAGCCTTCCCTCGTATAAACAACATAAG 10 TTATAGTTATACCTATTATAATTGGGGGGTTTGGAAACTGATTAGTGCCTTTAATATTAGGGGCCCCTGATATAGCATTCCCCCGTATAAATAACATAAG TTTTTGACTACTACCGCCTGCACTTACTTTACTTTTATGTAGTGGATTAGTAGAAAGAGGGGTAGGAACAGGATGAACAGTTTATCCTCCTTTATCAGCG 2 TTTTTGACTACTACCGCCTGCACTTACTTTACTTTTATGTAGTGGATTAGTAGAAAGAGGGGTAGGAACAGGATGAACAGTTTATCCTCCTTTATCAGCG 3 ATTCTGATTATTACCACCTGCTCTCACGCTTTTACTCTCAAGTGGCTTAGTAGAAAGAGGAGTAGGAACAGGATGAACGGTTTACCCTCCTTTATCTGCA

20 12 4 ATTCTGATTATTACCACCTGCTCTCACGCTTTTACTCTCAAGTGGCTTAGTAGAAAGAGGAGTAGGAACAGGATGAACGGTTTACCCTCCTTTATCTGCA 5 ATTTTGATTATTACCACCAGCTCTTACTCTCCTTTTATCAAGAGGCCTAGTAGAAAGAGGAGTTGGAACAGGATGAACTGTTTACCCTCCTTTGTCTGCA 6 ATTTTGGTTACTACCCCCAGCTCTCACACTTCTTTTATCAAGAGGTCTAGTAGAAA-AGGAGTTGGGACCGGATGAACCGTTTATCCCCCACTATCTGCT 7 ATTTTGGTTACTACCCCCAGCTCTCACACTTCTTTTATCAAGAGGTCTAGTAGAAAGAGGAGTTGGGACCGGATGAACCGTTTATCCCCCACTATCTGCT 8 ATTTTGATTACTTCCCCCCGCACTTACTTTATTACTTTCAAGAGGTATAGTAGAAAGAGGAGTAGGAACAGGATGAACAGTTTATCCTCCTTTAGCCGCC 9 TTTTTGACTACTACCGCCTGCACTTACTTTACTTTTATGTAGTGGATTAGTAGAAAGAGGAGTAGGAACAGGATGAACAGTTTATCCTCCTTTATCAGCG 10 ATTTTGATTACTACCTCCCGCACTCACCTTATTACTATCTAGGGGCTTAGTTGAAAGAGGGGTTGGTACTGGATGAACAGTTTATCCCCCTTTATCAGCA GGAATTGCTCATGCTGGGGCTTCAGTAGACATGGGTATTTTTTCTTTACACTTAGCCGGAGCTTCATCAATTTTAGGAGCTGTTAACTTCATTACAACAG 2 GGAATTGCTCATGCTGGGGCTTCAGTAGACATGGGTATTTTTTCTTTACACTTAGCCGGAGCTTCATCAATTTTAGGAGCTGTTAACTTCATTACAACAG 3 GGAATTGCACACGCAGGAGCGTCTGTGGATATGGGTATTTTTTCTTTACATCTAGCAGGGGCCTCTTCGATTTTAGGGGCAGTAAACTTTATTACTACCG 4 GGAATTGCACACGCAGGAGCGTCTGTGGATATGGGTATTTTTTCTTTACATCTAGCAGGGGCTTCTTCGATTTTAGGGGCAGTAAACTTTATTACTACCG 5 GGAATTGCTCATGCAGGAGCTTCTGTAGACATGGGTATTTTTTCGTTACATTTAGCAGGAGCTTCTTCTATTTTAGGTGCCGTAAACTTCATTACTACTG 6 GGAATCGCACACGCAGGGGCTTCAGTAGATATGGGTATTTTTTCTCTACACATAGACGGAGGT-CATCTAATGTAGGAGCTGTAA-TTTTATTACAACCG 7 GGAATCGCACACGCAGGGGCTTCAGTAGATATGGGTATTTTTTCTCTACACCTAGCCGGAGCTTCATCTATCTTAGGAGCTGTAAATTTTATTACAACCG 8 GGAATTGCCCACGCAGGAGCGTCTGTAGATTTAGGAATTTTTTCATTGCACATAGCAGGAGCTTCATCAATCCTAGGAGCAGTAAACTTTATTACAACAG 9 GGAATTGCTCATGCTGGGGCTTCAGTAGACATGGGTATTTTTTCTTTACACTTAGCCGGAGCTTCATCAATTTTAGGAGCTGTTAACTTCATTACAACAG 10 GGAATTGCGCATGCCGGGGCTTCTGTAGATATGGGTATTTTCTCTTTACATTTAGCAGGAGCTTCTTCAATTTTAGGAGCTGTAAATTTCATTACTACGG TTATTAATATACGATCAAATGGGATAACTA 2 TTATTAATATACGATCAAATGGGATAACTA 3 TAATCAATATACGATCTAATGGAATAACTA 4 TAATCAATATACGATCTAATGGAATAACTA 5 TAATCAACATACGATCTAACGGAATAACTA 6 TAATTAATATCCG-TCCAACGGAATAACTA 7 TAATTAATATACGATCCAACGGAATAACTA 8 TTATTAATATACGATCTAACGGAATAACAA 9 TTATTAATATACGATCAAATGGGATAACTA 10 TAATTAATATACGATCAAACGGAATGACTA

21 13

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid LAMPIRAN 9 Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid Satu ruas tungkai udang mantis dalam etanol dipotong dan dimasukkan ke dalam tube 1,5 ml. Ruas tungkai yang telah dipotong (otot tungkai)

Lebih terperinci

Seminar Dewinta G

Seminar Dewinta G Seminar Dewinta G34063443 Dewinta, Achmad Farajallah, dan Yusli Wardiatno. 2010. Pola Distribusi Geografis pada Udang Mantis di Pantai Jawa Berdasarkan Genom Mitokondria. Seminar disampaikan tanggal 11

Lebih terperinci

Kolokium Liliani Isna Devi G

Kolokium Liliani Isna Devi G Kolokium Liliani Isna Devi G34080057 Liliani Isna Devi, Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Identifikasi Larva Famili Gobiidae dari Sungai Kedurang, Bengkulu melalui DNA Barcode. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

Kolokium Liliani Isna Devi G

Kolokium Liliani Isna Devi G Kolokium Liliani Isna Devi G34080057 Liliani Isna Devi, Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Identifikasi Larva Famili Gobiidae dari Sungai Kedurang, Bengkulu melalui DNA Barcode. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

The Origin of Madura Cattle

The Origin of Madura Cattle The Origin of Madura Cattle Nama Pembimbing Tanggal Lulus Judul Thesis Nirmala Fitria Firdhausi G352080111 Achmad Farajallah RR Dyah Perwitasari 9 Agustus 2010 Asal-usul sapi Madura berdasarkan keragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati adalah seluruh keanekaan bentuk kehidupan di bumi, merujuk pada keberagaman bentuk-bentuk kehidupan tanaman, hewan dan mikroorganisme, termasuk

Lebih terperinci

AMPLIFIKASI GEN CYTOCHROME OXIDASE SUBUNIT I (COI) DARI SAMPEL SIRIP IKAN HIU DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA PASANGAN PRIMER

AMPLIFIKASI GEN CYTOCHROME OXIDASE SUBUNIT I (COI) DARI SAMPEL SIRIP IKAN HIU DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA PASANGAN PRIMER AMPLIFIKASI GEN CYTOCHROME OXIDASE SUBUNIT I (COI) DARI SAMPEL SIRIP IKAN HIU DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA PASANGAN PRIMER (Amplification of Cytochrome Oxidase Subunit I (COI) Gene from Shark Fin Samples

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

APPLICATION OF DNA BARCODE IN DETERMINATION OF SHRIMP SPECIES OF FRESH WATER FROM THE PROVINCE OF JAMBI

APPLICATION OF DNA BARCODE IN DETERMINATION OF SHRIMP SPECIES OF FRESH WATER FROM THE PROVINCE OF JAMBI BioCONCETTA Vol. II No.1 Tahun 2016 ISSN: 2460-8556/E-ISSN:2502-1737 BioCONCETTA: Jurnal Biologi dan Pendidikan Biologi Website: ejournal.stkip-pgri-sumbar.ac.id/index.php/bioconcetta APPLICATION OF DNA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tahapan Analisis DNA S. incertulas

BAHAN DAN METODE. Tahapan Analisis DNA S. incertulas 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Koleksi sampel dilakukan pada beberapa lokasi di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

DEWINTA DEPARTEMEN BOGOR 20100

DEWINTA DEPARTEMEN BOGOR 20100 POLA DISTRIBUSI GEOGRAFIS PADA UDANG MANTIS DI LAUT JAWAA BERDASARKAN GENOM MITOKONDRIA DEWINTA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 20100 ABSTRAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Pendekatan Perilaku

BAHAN DAN METODE. Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Pendekatan Perilaku BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Sampel rayap diambil dari Cagar Alam Yanlappa-Jasinga dan Kampus IPB- Dramaga, Bogor. Rayap diidentifikasi dan diuji perilaku agonistiknya di Laboratorium Biosistematika

Lebih terperinci

Kolokium Delvi Riana G

Kolokium Delvi Riana G Kolokium Delvi Riana G34080010 Delvi Riana, Achmad Farajallah, dan Muladno. 2011. Diversitas Genetik Domba yang Tahan terhadap Infeksi Cacing Parasit berdasarkan mtdna Ruas Dloop dan Gen SRY. Kolokium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Morfologi Pada penelitian ini digunakan lima sampel koloni karang yang diambil dari tiga lokasi berbeda di sekitar perairan Kepulauan Seribu yaitu di P. Pramuka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

APLIKASI DNA BARCODE PADA PENENTUAN SPESIES IKAN DANAU LAUT TAWAR, NANGGROE ACEH DARUSSALAM YANTI ARIYANTI

APLIKASI DNA BARCODE PADA PENENTUAN SPESIES IKAN DANAU LAUT TAWAR, NANGGROE ACEH DARUSSALAM YANTI ARIYANTI APLIKASI DNA BARCODE PADA PENENTUAN SPESIES IKAN DANAU LAUT TAWAR, NANGGROE ACEH DARUSSALAM YANTI ARIYANTI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI Oleh Dina Fitriyah NIM 061810401071 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) MUHAMMAD IQBAL SYUKRI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil produk perikanan budidaya kategori ikan, crustacea dan moluska ketiga terbesar di dunia setelah China dan India. Pada tahun 2014,

Lebih terperinci

AMPLIFIKASI GEN 18S rrna PADA DNA METAGENOMIK MADU DARI DESA SERAYA TENGAH, KARANGASEM DENGAN TEKNIK PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION)

AMPLIFIKASI GEN 18S rrna PADA DNA METAGENOMIK MADU DARI DESA SERAYA TENGAH, KARANGASEM DENGAN TEKNIK PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION) AMPLIFIKASI GEN 18S rrna PADA DNA METAGENOMIK MADU DARI DESA SERAYA TENGAH, KARANGASEM DENGAN TEKNIK PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION) SKRIPSI Oleh: SATRIYA PUTRA PRAKOSO NIM. 1208105013 JURUSAN KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mendeskripsikan suatu gambaran yang sistematis dengan

Lebih terperinci

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU Della Rinarta, Roza Elvyra, Dewi Indriyani Roslim Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat)

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat) 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Udang Mantis 2.1.1 Biologi Udang Mantis Udang mantis merupakan kelas Malocostraca, yang berhubungan dengan anggota Crustasea lainnya seperti kepiting, lobster, krill, amphipod,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria

Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria Ill Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria Yusnarti Yus' dan Roza Elvyra' 'Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Riau,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH

PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang digunakan hanya primer GE 1.10 dengan suhu annealing sebesar 49,5 o C yang dapat dianalisis

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MOLEKULER ROTIFER Brachionus sp. ASAL PERAIRAN TUMPAAN, MINAHASA SELATAN

IDENTIFIKASI MOLEKULER ROTIFER Brachionus sp. ASAL PERAIRAN TUMPAAN, MINAHASA SELATAN IDENTIFIKASI MOLEKULER ROTIFER Brachionus sp. ASAL PERAIRAN TUMPAAN, MINAHASA SELATAN (Molecular Identification of Rotifer Brachionus sp. Isolated from Tumpaan Waters, South Minahasa) JefriSahari 1 *,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POSTLARVA FAMILI GOBIIDAE DARI MUARA SUNGAI KEDURANG, BENGKULU MELALUI DNA BARCODE

IDENTIFIKASI POSTLARVA FAMILI GOBIIDAE DARI MUARA SUNGAI KEDURANG, BENGKULU MELALUI DNA BARCODE i IDENTIFIKASI POSTLARVA FAMILI GOBIIDAE DARI MUARA SUNGAI KEDURANG, BENGKULU MELALUI DNA BARCODE LILIANI ISNA DEVI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI

EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI EVALUASI DAN OPTIMALISASI PROGRAM PCR DALAM DETERMINASI KELAMIN IKAN BARBIR EMAS Puntius conchonius SECARA MOLEKULAR RADI IHLAS ALBANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

STUDI MORFOLOGI DAN KARAKTERISTIK KELAMIN SEKUNDER SEBAGAI PENENTU JENIS KELAMIN PADA IKAN ARWANA (Scleropages) LINDA SUGIARTI

STUDI MORFOLOGI DAN KARAKTERISTIK KELAMIN SEKUNDER SEBAGAI PENENTU JENIS KELAMIN PADA IKAN ARWANA (Scleropages) LINDA SUGIARTI STUDI MORFOLOGI DAN KARAKTERISTIK KELAMIN SEKUNDER SEBAGAI PENENTU JENIS KELAMIN PADA IKAN ARWANA (Scleropages) LINDA SUGIARTI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DNA GENOM TUJUAN 16s rrna. Praktikum

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi Calon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2014 2 8 September

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK BEBERAPA POPULASI IKAN BATAK (Tor soro) DENGAN METODE RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) 1

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK BEBERAPA POPULASI IKAN BATAK (Tor soro) DENGAN METODE RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) 1 ANALISIS KERAGAMAN GENETIK BEBERAPA POPULASI IKAN BATAK (Tor soro) DENGAN METODE RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) 1 (The Genetic Variation Analysis of Some Populations of Mahseer (Tor soro) Using

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG

PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TEDI YUNANTO E14201027

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 56 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen FNBP1L. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Spesies Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi. Tanaman mimba dapat beradaptasi di daerah tropis. Di Indonesia, tanaman mimba dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) pada Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis

Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis Laurencius Sihotang I. Tujuan 1. Mempelajari 2. Mendeteksi DNA yang telah di isolasi dengan teknik spektrofotometrik 2. mengetahui konsentrasi dan

Lebih terperinci