BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil produk perikanan budidaya kategori ikan, crustacea dan moluska ketiga terbesar di dunia setelah China dan India. Pada tahun 2014, produksi perikanan budidaya Indonesia sebesar 4,3 juta ton atau setara dengan 5,77% produksi dunia. Khusus produksi jenis crustacea di Indonesia sebesar 613,9 ribu ton (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus monodon sebesar 80% dari total produksi crustacea (FAO, 2016b) Spesies Litopenaeus vannamei yang merupakan jenis introduksi dari Amerika mendominasi produksi udang di Indonesia dibandingkan Penaeus monodon yang merupakan jenis asli Indo-Pasifik. Penaeus monodon Fabricius (1798) atau yang dikenal dengan udang windu di Indonesia merupakan spesies terbesar dari Famili Penaeidae yang mampu mencapai ukuran panjang 270 mm (Motoh, 1981). P. monodon sempat mendominasi produksi udang budidaya. Namun P. monodon mengalami penurunan produksi secara global yang disebabkan karena penyebaran penyakit mematikan yang berasal dari virus. Virus ini ditularkan secara vertikal dari indukan alam dan penyebaran virus tersebut semakin meluas dan cepat, karena sebagian besar hatchery masih menggunakan indukan hasil tangkapan alam untuk memproduksi benih udang. Ketergantungan pada indukan alam merupakan kendala bagi keberlanjutan produksi P. monodon dalam skala yang lebih besar. Ketergantungan pada indukan alam akan sangat mempengaruhi ketersediaan benih udang yang merupakan kunci peningkatan produksi udang. Hal ini dikarenakan ketersediaan indukan alam sangat bervariasi dari segi

2 kualitas dan kuantitas. Ketersediaan indukan dianggap merupakan bottleneck bagi perkembangan industri budidaya P. monodon (Marsden et al., 1997). Eksploitasi yang berlebihan akan menurunkan ketersediaan induk dengan kualitas baik dan mengganggu keseimbangan ekosistem serta tidak sesuai dengan konsep perikanan budidaya yang berkelanjutan. Domestikasi merupakan salah satu solusi bagi ketersediaan indukan. Seperti pada L. vannamei, peningkatan produksi terjadi karena keberhasilan dalam domestikasi. Peningkatan produksi L. vannamei dari 10 % ditahun 1998 menjadi 75% ditahun 2006 dari total produksi udang dunia (Wyban, 2007). Domestikasi mampu menjaga ketersediaan benih sesuai kebutuhan pembudidaya dan juga mengurangi resiko infeksi virus (Argue et al., 2002). Oleh karena itu kemampuan untuk membudidayakan P. monodon dengan siklus hidup yang lengkap (closed life cycle) merupakan suatu strategi yang penting untuk meningkatkan produksi. Program domestikasi udang windu membutuhkan dukungan informasi molekular. Informasi molekular telah secara luas dimanfaatkan untuk keperluan studi konservasi, struktur populasi, variasi genetik dan identifikasi spesies kriptik. Informasi molekular juga telah digunakan untuk menunjang program domestikasi dengan istilah molecular breeding atau marker assisted selection (Prastowo et al., 2008). Penelitian genetika molekular udang windu lebih banyak digunakan untuk mempelajari struktur populasi. Seperti yang dilakukan oleh Sugama et al. (2002) yang mempelajari variasi genetik udang windu di tujuh wilayah perairan di Indonesia berdasarkan isozim dan Nahavandi et al. (2011) yang meneliti variasi genetik udang windu alam maupun hasil domestikasi berdasarkan mikrosatelit. Penelitian yang berfokus pada aspek mendasar yaitu identifikasi spesies yang digunakan dalam program domestikasi di Indonesia belum dilakukan.

3 Studi molekular telah terbukti bermanfaat untuk identifikasi spesies, khususnya pada spesies laut dengan informasi karakter morfologi untuk taksonomi yang sangat sedikit (Hualkasin et al., 2003). Identifikasi sangat mendasar untuk menentukan spesies yang akan digunakan dalam domestikasi. Salah satu yang terpenting adalah menghindari penggunaan spesies kriptik dalam domestikasi. Spesies kriptik merupakan spesies yang secara morfologi serupa, namun memiliki perbedaan genetik. Penggunaan spesies kriptik dalam program domestikasi suatu spesies akan mengakibatkan hybrid breakdown atau hybrid letal. Hybrid breakdown atau bahkan gagal kawin dapat terjadi dalam pembentukan populasi dasar atau pada saat dilakukannya kawin silang (cross-breeding) untuk mempertahankan variasi genetik pada populasi hasil domestikasi. Spesies kriptik ditemukan pada beberapa spesies dari Genus Penaeus antara lain yang dilaporkan oleh Alam et al. (2015) pada Fenneropenaeus indicus, kemudian pada Penaeus merguiensis oleh Hualkasin et al. (2003), dan pada Metapenaeopsis commensalis oleh Tong et al. (2000). Ketiga penelitian tersebut menggunakan gen DNA mitokondria Cytochrome c oxidase sub unit 1 (COI) sebagai penanda molekular. Sampai saat ini produksi dan penggunaan indukan P. monodon hasil domestikasi masih sangat terbatas dan umumnya masih pada skala eksperimental (Coman et al., 2007). Hal ini dikarenakan indukan hasil domestikasi belum mencapai performa reproduksi yang diinginkan antara lain karena : jumlah telur dan daya tetas yang masih rendah untuk betina, serta kualitas sperma bagi induk jantan yang belum sebaik indukan alam (Coman et al., 2006). Berdasarkan hal tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara telah melakukan usaha domestikasi dengan menggunakan sumber genetik dari beberapa perairan di Indonesia. Namun sampai saat ini indukan yang dihasilkan belum mencapai performa reproduksi yang diharapkan.

4 Pada tahun 2016, BBPBAP Jepara melakukan program domestikasi indukan udang windu menggunakan sumber genetik dari empat populasi yaitu; Aceh (Ujung Batee), Jawa Tengah (Jepara), Sulawesi Selatan (Takalar) dan Indukan hasil budidaya BBPBAP (Generasi ke-9). Induk udang windu yang digunakan dalam program domestikasi di BBPBAP Jepara berasal dari beberapa wilayah perairan di Indonesia yang secara geografis berjauhan. Faktor geografis tersebut memungkinkan adanya spesies kriptik. Hal ini dikarenakan secara biologi udang windu merupakan spesies yang tidak melakukan migrasi dalam jarak yang jauh. Sehingga isolasi geografi akan mengarah pada spesiasi. Dorongan migrasi yang rendah pada udang windu disebabkan karena udang tersebut merupakan predator bagi berbagai spesies, sehingga dapat dengan mudah mendapatkan sumber makanan (Fuller et al., 2014). Udang windu juga memiliki kisaran toleransi yang luas terhadap perubahan lingkungan, sehingga tidak perlu mencari lingkungan yang sesuai untuk bertahan hidup (Motoh, 1981). Berdasarkan hal tersebut maka kemungkinan adanya spesies kriptik pada program domestikasi udang windu di BBPBAP Jepara dapat terjadi. Adanya spesies kriptik dalam populasi udang windu yang digunakan sebagai sumber genetik dalam program domestikasi akan menjadi kendala tersendiri, baik untuk pembentukan populasi dasar maupun cross-breeding, karena dapat menyebabkan hybrid letal atau hybrid breakdown. Penelitian yang mengarah pada adanya spesies kriptik udang windu di Indonesia telah dilakukan oleh Walther et al. (2011) dan Abdul Aziz et al. (2015) berdasarkan gen mt-cr (mitochondria control region). Hasil penelitian para peneliti tersebut memperlihatkan dua clade utama (haplogroup). Penelitian tersebut memperkuat kemungkinan adanya spesies kriptik pada udang windu di Indonesia. Dengan demikian penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk melengkapi data mengenai adanya spesies kriptik pada udang windu dengan menggunakan DNA barcoding.

5 Data molekular berupa sekuen pada gen mitokondria DNA cytochrome c oxidase subunit I (mtdna-coi) atau dikenal dengan DNA barcoding, telah banyak digunakan dalam studi taksonomi dan identifikasi organisme. Gen mt-dna seperti COI secara umum digunakan untuk mempelajari variasi genetik intraspesifik karena tingginya evolutionary rate pada gen yang diturunkan secara maternal ini (Avise et al., 1987). Gen COI telah banyak digunakan untuk studi sistematik atau taksonomi crustacea (Costa et al., 2007) dan khususnya pada Genus Penaeus (Baldwin et al., 1998). Dengan tujuan utama mendukung keberhasilan program domestikasi udang windu, maka penelitian tesis ini difokuskan pada aspek genetika dari P. monodon yang digunakan dalam kegiatan domestikasi udang windu di BBPBAP Jepara. Pemahaman tentang taksonomi udang windu dan variasi genetiknya merupakan informasi yang penting bagi manajemen budidaya yang berkelanjutan dan juga konservasi udang windu di alam. Variasi genetik sangat penting bagi suatu spesies untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Sehingga pengetahuan akan variasi genetik dari spesies di alam dari berbagai wilayah geografi sangat penting untuk merancang program budidaya yang berkelanjutan dan juga konservasi udang (Tsoi et al., 2005; Mandal et al., 2012). Dengan demikian informasi molekular yang akurat dapat digunakan sebagai pedoman bagi keberlanjutan program domestikasi udang windu di BBPBAP Jepara pada khususnya dan taksonomi udang windu di Indonesia pada umumnya. B. Permasalahan 1. Apakah terdapat spesies kriptik pada empat populasi udang windu (Penaeus monodon) di Indonesia? 2. Bagaimanakah variasi genetik udang windu (Penaeus monodon) pada empat populasi tersebut berdasarkan gen mitokondria COI?

6 C. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi adanya spesies kriptik pada empat populasi udang windu (Penaeus monodon) di Indonesia? 2. Menganalisis variasi genetik udang windu (Penaeus monodon) pada empat populasi berdasarkan gen mitokondria COI? D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah menyajikan informasi molekular populasi udang windu yang berasal dari Indonesia baik berupa informasi tentang spesies kriptik maupun variasi genetik udang windu Indonesia. Informasi genetik yang diperoleh dari empat populasi udang windu yang digunakan dalam program domestikasi diharapkan dapat digunakan sebagai landasan keberlanjutan program domestikasi udang windu di BBPBAP Jepara maupun pada hatchery-hatchery udang windu di Indonesia. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel dari empat populasi udang windu yang berasal dari perairan Aceh (Ujung Batee), Jawa Tengah (Jepara), Sulawesi Selatan (Takalar) dan induk udang windu hasil budidaya BBPBAP Jepara. Identifikasi molekular dengan gen mitokondria COI digunakan untuk mengidentifikasi adanya spesies kriptik dan menganalisis keanekaragaman genetik pada empat populasi tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus monodon Fabricius,1798) merupakan komoditas primadona dan termasuk jenis udang lokal yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udang laut merupakan salah satu komoditas utama di sektor perikanan yang

BAB I PENDAHULUAN. Udang laut merupakan salah satu komoditas utama di sektor perikanan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udang laut merupakan salah satu komoditas utama di sektor perikanan yang memberikan kontribusi paling besar dalam penerimaan devisa negara. Permintaan pasar terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati adalah seluruh keanekaan bentuk kehidupan di bumi, merujuk pada keberagaman bentuk-bentuk kehidupan tanaman, hewan dan mikroorganisme, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas merupakan salah satu ikan dengan penyebaran dan domestikasi terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia dan dari lokai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mengakibatkan kerugian secara ekonomi pada budidaya pertanian (Li et al.,

BAB I PENDAHULUAN. telah mengakibatkan kerugian secara ekonomi pada budidaya pertanian (Li et al., 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman serangan organisme penganggu tumbuhan semakin bertambah terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesehatan manusia serta keamanan lingkungan. Famili Tephritidae

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.816, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Budidaya. Ikan. Jenis Baru. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PERMEN-KP/2014 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati adalah seluruh keragaman bentuk kehidupan di bumi. Keanekaragaman hayati terjadi pada semua lingkungan mahluk hidup, baik di udara, darat, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segara Anakan merupakan ekosistem mangrove dengan laguna yang unik dan

BAB I PENDAHULUAN. Segara Anakan merupakan ekosistem mangrove dengan laguna yang unik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segara Anakan merupakan ekosistem mangrove dengan laguna yang unik dan langka yang terletak di antara Pantai Selatan Kabupaten Cilacap dan Pulau Nusakambangan (Saputra,2005).

Lebih terperinci

Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar

Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditas utama dalam industri perikanan budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta permintaan pasar tinggi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Lobster laut merupakan salah satu sumber daya hayati kelautan yang penting,

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Lobster laut merupakan salah satu sumber daya hayati kelautan yang penting, 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Lobster laut merupakan salah satu sumber daya hayati kelautan yang penting, baik secara lokal maupun global. Lobster merupakan bahan makanan populer yang memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna mata besar (Thunnus obesus) atau lebih dikenal dengan bigeye tuna adalah salah satu anggota Famili Scombridae dan merupakan salah satu komoditi ekspor perikanan tuna

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikan, sebagai habitat burung-burung air migran dan non migran, berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. ikan, sebagai habitat burung-burung air migran dan non migran, berbagai jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segara Anakan merupakan suatu ekosistem unik yang terdiri dari badan air (laguna) bersifat payau, hutan mangrove dan lahan rendah yang dipengaruhi pasang surut. Ekosistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkatnya permintaan udang baik di pasar domestik maupun di pasar

PENDAHULUAN. meningkatnya permintaan udang baik di pasar domestik maupun di pasar PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya udang laut yang sangat besar, yakni sekitar 78.800 ton per tahun. Udang merupakan komoditas unggulan perikanan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan Cyprinid salah satu yang populer diantaranya adalah ikan mas atau common carp (Cyprinus carpio) merupakan ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan cukup

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 41/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 41/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 41/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) tersebar luas di Daratan Asia Tenggara, Lempeng Sunda, Kepulauan Filipina, dan daerah Wallacea Selatan. Monyet ekor panjang di Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.78/MEN/2009 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME UNGGUL NUSANTARA I

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.78/MEN/2009 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME UNGGUL NUSANTARA I KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.78/MEN/2009 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME UNGGUL NUSANTARA I MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PROSES DAN INFRASTRUKTUR HATCHERY UDANG AIR PAYAU (Windu, Vannamei dan Rostris) Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) adalah jenis udang yang pada awal kemunculannya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna lebih

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi asli Indonesia secara genetik dan fenotipik umumnya merupakan: (1) turunan dari Banteng (Bos javanicus) yang telah didomestikasi dan dapat pula (2) berasal dari hasil

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.15/MEN/2002 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG ROSTRIS SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.15/MEN/2002 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG ROSTRIS SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.15/MEN/2002 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG ROSTRIS SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya

Lebih terperinci

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat)

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat) 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Udang Mantis 2.1.1 Biologi Udang Mantis Udang mantis merupakan kelas Malocostraca, yang berhubungan dengan anggota Crustasea lainnya seperti kepiting, lobster, krill, amphipod,

Lebih terperinci

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster ORDO DECAPODA Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster Kelompok Macrura Bangsa Udang dan Lobster Bentuk tubuh memanjang Terdiri kepala-dada (cephalothorax) dan abdomen (yang disebut ekor) Kaki beruas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fenotipe morfometrik Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan tumpuan harapan yang diandalkan oleh pemerintah untuk ikut berperan dalam upaya pemulihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki panjang garis pantai mencapai 104.000 km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2 (Pusat Data, Statistik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pisang (Musa spp.) merupakan tanaman monokotil berupa herba yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang menduduki posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Buah salak merupakan buah yang memiliki peluang pasar yang sangat tinggi.selain mangga, rambutan dan manggis, buah salak adalah salah satu komoditas buah-buahan asli Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan memegang peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama pada ternak penghasil susu yaitu sapi perah. Menurut Direktorat Budidaya Ternak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya

Lebih terperinci

MENGGALI SUMBERDAYA GENETIK UDANG JERBUNG (Fenneropenaeus merguiensis de Man) SEBAGAI KANDIDAT UDANG BUDIDAYA DI INDONESIA

MENGGALI SUMBERDAYA GENETIK UDANG JERBUNG (Fenneropenaeus merguiensis de Man) SEBAGAI KANDIDAT UDANG BUDIDAYA DI INDONESIA MENGGALI SUMBERDAYA GENETIK UDANG JERBUNG (Fenneropenaeus merguiensis de Man) SEBAGAI KANDIDAT UDANG BUDIDAYA DI INDONESIA Eni Kusrini Balai Riset Budidaya Ikan Hias Jl. Perikanan No.13, Pancoran Mas,

Lebih terperinci

PERFORMA REPRODUKSI INDUK UDANG WINDU (Penaeus monodon Fab.) JANTAN ALAM DAN DOMESTIKASI TAMBAK

PERFORMA REPRODUKSI INDUK UDANG WINDU (Penaeus monodon Fab.) JANTAN ALAM DAN DOMESTIKASI TAMBAK 693 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 PERFORMA REPRODUKSI INDUK UDANG WINDU (Penaeus monodon Fab.) JANTAN ALAM DAN DOMESTIKASI TAMBAK ABSTRAK Samuel Lante, Asda Laining, dan Andi Parenrengi

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA TEKNIK PEMBENIHAN UDANG VANAME ( Litopenaeus vannamei ) DI UD. KESATRIA MAS, KECAMATAN JENU, KABUPATEN TUBAN PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN Oleh : SITI NURAFIFAH TUBAN JAWA TIMUR

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang sungut peraba (barbel) pada sisi kanan dan kiri anterior kepala, tidak memiliki sisik, dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keragaman Haplotipe Ikan Malalugis Panjang sekuens mtdna ikan malalugis (D. macarellus) yang diperoleh dari hasil amplifikasi (PCR) dengan menggunakan pasangan primer HN20

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH SIRATU

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH SIRATU KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH SIRATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara yang masuk ke dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. air tawar, payau, dan perikanan laut, dapat dilihat dari semakin banyaknya

I. PENDAHULUAN. air tawar, payau, dan perikanan laut, dapat dilihat dari semakin banyaknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya perikanan saat ini berkembang pesat, baik pada perikanan air tawar, payau, dan perikanan laut, dapat dilihat dari semakin banyaknya masyarakat yang melakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perikanan. Produk domestik bruto (PDB) dari produk perikanan ini pada tahun

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perikanan. Produk domestik bruto (PDB) dari produk perikanan ini pada tahun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara maritim memiliki potensi yang besar di bidang perikanan. Produk domestik bruto (PDB) dari produk perikanan ini pada tahun 2009 telah mencapai nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumberdaya

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK PTP101 Dasar Produksi Ternak 3(2-3) Mata kuliah ini memberikan pengetahuan kepada mahasiswa untuk dapat menjelaskan, memahami tentang arti, fungsi jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, yang mengakibatkan peningkatan konsumsi

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia besar yang hidup di Pulau Jawa. Menurut Alikodra (1823), satwa berkuku genap ini mempunyai peranan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi udang di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya menyatakan, pencapaian produksi udang nasional

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN IPTEK PERIKANAN TAHUN ANGGARAN 2017 Pengadaan Pakan Ikan Tuna Sirip Kuning, Kerapu Sunu Dan Bandeng Pada Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos Banteng Syn Bos sondaicus) yang didomestikasi. Menurut Meijer (1962) proses penjinakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai salah satu Megabiodiversity Country. Pulau Sumatera salah

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG LAHAN TAMBAK BUDIDAYA IKAN KERAPU (Ephinepelus spp) DI KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN. Agung Pamuji Rahayu*

DAYA DUKUNG LAHAN TAMBAK BUDIDAYA IKAN KERAPU (Ephinepelus spp) DI KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN. Agung Pamuji Rahayu* DAYA DUKUNG LAHAN TAMBAK BUDIDAYA IKAN KERAPU (Ephinepelus spp) DI KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN Agung Pamuji Rahayu* *Fakultas Perikanan Universitas Islam Lamongan Jl. Veteran no. 53A Lamongan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN MORFOMETRIK UDANG WINDU (Penaeus monodon) HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PESISIR ACEH TIMUR

TEKNIK PENGUKURAN MORFOMETRIK UDANG WINDU (Penaeus monodon) HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PESISIR ACEH TIMUR Teknik Pengukuran Morfometrik Udang Windu Tangkapan Nelayan di Pesisir Aceh Timur (Muryanto, T., et al) TEKNIK PENGUKURAN MORFOMETRIK UDANG WINDU (Penaeus monodon) HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PESISIR ACEH

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam yang melimpah dari Sabang sampai Merauke. Kekayaan sumber daya alam tersebut salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udang merupakan salah satu hasil laut komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan 10 komoditas unggulan budidaya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi fauna melimpah yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi fauna melimpah yang tersebar di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang berada di antara dua wilayah biogeografis utama yaitu Benua Asia dan Australia yang memiliki kekayaan flora dan fauna yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan daerah peralihan antara laut dan darat. Ekosistem mangrove memiliki gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Latar Belakang Udang windu merupakan salah satu komoditas ekspor non migas dalam sektor perikanan. Kegiatan produksi calon induk udang windu merupakan rangkaian proses domestifikasi dan pemuliaan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI ANALISIS USAHATANI PEMBENIHAN UDANG VANNAMEI DAN PENGEMBANGANYA DI CV. GELONDONGAN VANNAMEI DESA BANJARSARI KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK SKRIPSI Oleh : FAUZI PANDJI IRAWAN NPM.0624310041 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. polifiletik (Pethiyagoda, Meegaskumbura dan Maduwage, 2012). Spesies Puntius

I. PENDAHULUAN. polifiletik (Pethiyagoda, Meegaskumbura dan Maduwage, 2012). Spesies Puntius I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Genus Puntius (famili Cyprinidae) di Asia terdiri dari 220 spesies (namun hanya 120 spesies yang mempunyai nama yang valid. Secara filogenetik genus ini bersifat polifiletik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara tropis dan diketahui memiliki level

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara tropis dan diketahui memiliki level BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis dan diketahui memiliki level biodiversitas tinggi. Tingginya level biodiversitas tersebut ditunjukkan dengan tingginya keanekaragaman

Lebih terperinci

Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, dengan sekitar 18. 110 buah pulau, yang terbentang sepanjang 5.210 Km dari Timur ke Barat sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masuk dalam urutan ketiga dari ketujuh negara dunia lainnya sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa atau sekitar

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa DNA Barcode dapat memberikan kontribusi yang kuat. untuk penelitian taksonomi dan keanekaragaman hayati.

I. PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa DNA Barcode dapat memberikan kontribusi yang kuat. untuk penelitian taksonomi dan keanekaragaman hayati. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kajian molekuler DNA Barcode dapat memberi banyak informasi diantaranya mengenai penataan genetik populasi, hubungan kekerabatan dan penyebab hilangnya keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, dimana kondisi lingkungan geografis antara suku yang satu dengan suku yang lainnya berbeda. Adanya

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR U M U M Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

OPTIMALISASI REPRODUKSI INDUK UNTUK MENJAGA KESEIMBANGAN POPULASI UDANG WINDU DI PERAIRAN TARAKAN KALIMANTAN UTARA

OPTIMALISASI REPRODUKSI INDUK UNTUK MENJAGA KESEIMBANGAN POPULASI UDANG WINDU DI PERAIRAN TARAKAN KALIMANTAN UTARA OPTIMALISASI REPRODUKSI INDUK UNTUK MENJAGA KESEIMBANGAN POPULASI UDANG WINDU DI PERAIRAN TARAKAN KALIMANTAN UTARA Muhammad Amien H 1), Heppi Iromo 1) 1) Staf Pengajar Jurusan Budidaya Perairan Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 70% wilayah perairan dengan daya dukung lingkungan yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 70% wilayah perairan dengan daya dukung lingkungan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki 70% wilayah perairan dengan daya dukung lingkungan yang besar untuk memperoleh sumberdaya ikan dan udang (KKP, 2009). Pemanfaatan sumberdaya alam melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae,

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman semusim yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus

1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus macarellus) merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang tersebar luas di perairan Indonesia.

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

4. Sruktural 5. Fisiolois 6. Inang 7. Partenogenesis: perkembangan individu dari gamet yang tidak dibuahi, terutama banyak terjadi pada invertebrata.

4. Sruktural 5. Fisiolois 6. Inang 7. Partenogenesis: perkembangan individu dari gamet yang tidak dibuahi, terutama banyak terjadi pada invertebrata. Spesiasi merupakan proses pembentukan spesies baru dan berbeda dari spesies sebelumnya melalui proses perkembangbiakan secara natural dalam kerangka evolusi. Spesiasi sangat terkait dengan evolusi, keduanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006),

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) dengan mudah dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006), famili Apodidae dijumpai di setiap

Lebih terperinci

Ikan Kakap merah (Red Snapper), Lutjanus malabaricus, adalah salah satu ikan

Ikan Kakap merah (Red Snapper), Lutjanus malabaricus, adalah salah satu ikan 1. Latar Belakang Ikan Kakap merah (Red Snapper), Lutjanus malabaricus, adalah salah satu ikan demersal berukuran besar yang mempunyai nilai ekonomis penting karena permintaan pasar yang tinggi. Jenis

Lebih terperinci

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Program Studi : Teknologi Produksi Ternak Capaian Pembelajaran : 1. Mampu mengidentifikasi dan menganalisis masalah, menemukan solusi alternatif dan menyeleksi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 9 TAHUN 2010 TENTANG GADUHAN TERNAK SAPI MADURA BANTUAN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : a. bahwa sapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SRIKANDI

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SRIKANDI KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SRIKANDI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selebihnya tumbuh di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan pulau

BAB I PENDAHULUAN. selebihnya tumbuh di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan pulau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek (bahasa Latin: Orchidaceae) merupakan kelompok tanaman yang memiliki keanekaragaman cukup besar. Tanaman anggrek meliputi 25.000 30.000 spesies dan merupakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN BENIH SEBAR IKAN LELE MANDALIKA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN BENIH SEBAR IKAN LELE MANDALIKA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN BENIH SEBAR IKAN LELE MANDALIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Evolusi, Spesiasi dan Kepunahan

Evolusi, Spesiasi dan Kepunahan Spesiasi Evolusi, Spesiasi dan Kepunahan Biodiversitas dari planet bumi merupakan hasil dari 2 proses utama: spesiasi dan kepunahan. Apa yang dinamakan spesies? Spesies merupakan suatu kelompok yang saling

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBENIHAN UDANG WINDU APLIKASI PROBIOTIK. Balai Riset Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan

TEKNIK PEMBENIHAN UDANG WINDU APLIKASI PROBIOTIK. Balai Riset Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan TEKNIK PEMBENIHAN UDANG WINDU APLIKASI PROBIOTIK Balai Riset Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Praktek Kerja Lapang Terpadu Mahasiswa Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

Bimbingan Teknologi Budidaya Air Payau bagi Penyuluh Perikanan Barru, Maret 2017

Bimbingan Teknologi Budidaya Air Payau bagi Penyuluh Perikanan Barru, Maret 2017 Bimbingan Teknologi Budidaya Air Payau bagi Penyuluh Perikanan BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR PAYAU PENDAHULUAN (1) Potensi Lahan Perikanan Budidaya PENDAHULUAN (2) Nilai Produksi Perikanan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2013 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2013 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PELEPASAN BENIH SEBAR HIBRIDA IKAN LELE SANGKURIANG 2 MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Teknologi manipulasi gen (genetic engineering) telah dikembangkan sebagai pelengkap program perbenihan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari

Teknologi manipulasi gen (genetic engineering) telah dikembangkan sebagai pelengkap program perbenihan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari VI. PEMBAHASAN UMUM Produksi udang windu tahan penyakit atau memiliki daya tahan tubuh yang kuat (resisten) terhadap patogen merupakan salah satu strategi yang perlu dilakukan dalam upaya mengendalian

Lebih terperinci

STUDI MORFOMETRIK UDANG JERBUNG (Fenneropenaeus merguiensis de Man) DARI BEBERAPA POPULASI DI PERAIRAN INDONESIA

STUDI MORFOMETRIK UDANG JERBUNG (Fenneropenaeus merguiensis de Man) DARI BEBERAPA POPULASI DI PERAIRAN INDONESIA STUDI MORFOMETRIK UDANG JERBUNG (Fenneropenaeus merguiensis de Man) DARI BEBERAPA POPULASI DI PERAIRAN INDONESIA Eni Kusrini *), Wartono Hadie *), Alimuddin **), Komar Sumantadinata **), dan Achmad Sudradjat

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi

PEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi PEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi Taksonomi atau sistematik adalah hal yang penting dalam klasifikasi organisme dan meliputi beberapa prosedur seperti identifikasi dan penamaan. Sekarang dikenal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Udang Vannamei Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang yang memiliki pertumbuhan cepat dan nafsu makan tinggi, namun

Lebih terperinci