BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS"

Transkripsi

1 BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Teori EGF PDGF IGF VEGF Receptor Tyrosine Kinase LPA Ras PLCG PI3K IR51 SRC PI(3)P RAF PKC NF- AKT Cell MEK MDM2 TP53 ERK Ki- CDKN1A EP30 ATM Cell Cell cycle progression Proliferatio INK4 BRC A Angiogenes enos E2F1 DNA Repai Permeabilit Cell Migration G1/S Progression Apoptosis G2/M Histopathology grading

2 Gambar 3 Kerangka teori penelitian. 3.2 Kerangka Konsep Variabel Bebas: VEGF Ki-67 Variabel Terikat: 1. Derajat Klasifikasi WHO Astrositoma 2. Mortalitas 3. Jenis Kelamin 3.3 Hipotesis 1. Hipotesis Mayor Terdapat hubungan antara ekspresi VEGF dengan ekspresi Ki-67 labeling index pada penderita astrositoma 2. Hipotesis Minor a. Terdapat hubungan derajat WHO histopatologi dengan jenis kelamin b. Terdapat hubungan derajat WHO histopatologi dengan mortalitas c. Terdapat hubungan ekspresi Ki-67 labeling index terhadap derajat WHO histopatologi astrositoma d. Terdapat hubungan ekspresi Ki-67 labeling index terhadap mortalitas

3 e. Terdapat hubungan ekspresi VEGF dengan derajat WHO histopatologi astrositoma f. Terdapat hubungan ekspresi VEGF dengan mortalitas BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang menggunakan metode penelitian analitik untuk menganalisis hubungan antara ekspresi VEGF dengan Ki-67 pada penderita astrositoma intrakranial di RSUP HAM pada Januari Juni Jumlah subjek pada penelitian ini adalah sebanyak 25 subjek Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Bedah Saraf RSUP.H. Adam Malik/FK USU Medan dan Departemen Patologi Anatomi FK USU Medan, Sumatera Utara, dilaksanakan mulai November 2016 Desember Populasi dan Subjek A. Populasi target adalah seluruh penderita astrositoma intrakranial.

4 B. Populasi terjangkau adalah penderita astrositoma yang menjalani operasi pengangkatan tumor di RSUP.H. Adam Malik Medan. C. Subjek penelitian adalah seluruh penderita astrositoma yang menjalani operasi pengangkatan tumor di RSUP H. Adam Malik Medan antara bulan Januari 2014 sampai Juni Subjek penelitian ditentukan dengan metode total sampling dengan penetapan kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi a. Penderita tumor otak yang telah ditegakkan diagnosis astrositoma berdasarkan pemeriksaan histopatologi jaringan di Departemen Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan Kriteria Eksklusi a. Menderita tumor pada organ tubuh lain yang dibuktikan dengan data sekunder pemeriksaan fisik dan radiologi bila dibutuhkan. b. Lesi multipel pada otak berdasarkan pemeriksaan head CT scan c. Kejadian berulang (rekurensi) atau kekambuhan (residif), yaitu pasien telah dilakukan tindakan pembedahan sebelumnya untuk pengangkatan tumor astrositoma pada otak, namun terjadi rekurensi atau residif. 4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Variabel Penelitian

5 1. Variabel independen adalah jumlah sel astrositoma yang mengekspresikan VEGF dan Ki Variabel dependen adalah derajat astrositoma menurut WHO dan luaran pasien

6 4.6.2 Definisi Operasional Variabel Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Ekspresi Jumlah sel astrositoma Menilai jumlah Mikroskop Ordinal VEGF yang mengekspresikan sel astrositoma cahaya Hasil: VEGF pada pemeriksaan imunohistokimia yang mengekspresikan VEGF pemeriksaan pada imunohistokimia. Ekspresi Jumlah sela strositoma Menilai jumlah Mikroskop Ordinal Ki-67 yang mengekspresikan Ki- sel astrositoma cahaya Hasil: 67pada pemeriksaan yang Negatif imunohistokimia mengekspresikan < 10% Ki-67 pemeriksaan pada >10% imunohistokimia. Derajat Pengelompokan Menilai sifat sel Mikroskop Ordinal WHO astrositoma berdasarkan tumor pada cahaya Hasil: potensi proliferasi, bentuk spesimen yang Derajat I nucleus, nekrosis, dan mendapat Derajat II aktivitas mitosis pewarnaan Derajat III menggunakan system hematoksilin- Derajat IV klasifikasi WHO eosin (Reifenberger, Blümcke, Pietsch, & Paulus, 2010) Outcome Keadaan akhir penderita Menilai keadaan - Ordinal

7 saat pulang akhir penderita Hasil: saat (hidup/ meninggal) pulang - Hidup - Meninggal 4.6. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data Cara Kerja 1. Diawali dengan identifikasi seluruh subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Data subjek penelitian diambil dari bank data Departemen Ilmu Bedah Saraf FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan. Data yang diambil meliputi nama, umur, nomor rekam medis, dan gambaran imaging (MRI atau CT Scan). 2. Data outcome pasien saat pulang didapatkan dari rekam medis penderita. 3. Berdasarkan nomor rekam medis, dilakukan konfirmasi pada Departemen Patologi Anatomi untuk mendapatkan nomor pemeriksaan Patologi Anatomi yang akan digunakan untuk mendapatkan blok paraffin. 4. Pewarnaan VEGF dilakukan di Departemen Patologi Anatomi FK USU oleh tenaga laboran yang sudah terlatih. Proses pewarnaan memakan waktu selama ± 270 menit dengan rincian sebagai berikut: a. Blok paraffin dari specimen astrositoma dipotong dengan microtome dengan ketebalan 3 micron b. Slide hasil potongan microtome dipanaskan pada hotplate dengan suhu 60 0 C selama 60 menit c. Dehidrasi dengan alcohol absolut 80% / 70% selama 2 menit d. Kemudian slide dibilas dengan air mengalir (keran) selama 2 menit

8 e. Bilas lagi dengan aquadesselama 5 menit f. Masukkan slide kedalam TRS yang sudah dihangatkan g. Masukkan ke dalam microwave samsung TDS dengan kondisi sebagai berikut: jika 800 watt panaskan selama 2,5-3 menit dan jika 100 watt panaskan selama 10 menit h. Setelah itu dinginkan slide selama 20 menit i. Slide dibilas lagi dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit j. Kemudian bloking dengan DAKO FLEX Peroxidase selama 5 menit k. Bilas dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit l. Antibodi primer selama menit m. Bilas dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit n. DAKO FLEX HRP selama 20 menit o. Bilas dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit p. DAKO FLEX DAB + SUBSTRAT selama 5 menit q. Bilas dengan air mengalir (keran) selama 5 menit r. Hematoxylin selama 2 menit s. Bilas dengan air mengalir (keran) selama 5 menit t. Dehidrasi dengan alkohol 70%, 80% dan absolute selama 2 menit u. Xylene 2 kali selama 2 menit v. Mounting medium dan coverslip 5. Analisis ekspresi VEGF dilakukan secara semikuantitatif oleh seorang spesialis patologi anatomi tanpa mengetahui data klinis dan diagnosis

9 sebelumnya. Setiap specimen dikategorikan berdasarkan sistem berikut (Oehring et al., 1999): a. 0: tidak ada sel yang imunopositif b. 1: sel imunopositif berjumlah<10% c. 2: sel imunopositif berjumlah 10-50% d. 3: sel imunopositif berjumlah 50-90% e. 4: sel imunopositif berjumlah>90%. 6. Pewarnaan Ki-67 Li dilakukan di Departemen Patologi Anatomi FK USU oleh tenaga laboran yang sudah terlatih. Proses pewarnaan memakan waktu selama ± 270 menit dengan rincian sebagai berikut: a. Blok parafin dari spesimen meningioma dipotong dengan microtome dengan ketebalan 0,3 micron b. Slide hasil potongan microtome dipanaskan pada hotplate dengan suhu 60 0 C selama 60 menit c. Dehidrasi dengan alkohol absolut 80% / 70% selama 2 menit d. Kemudian slide dibilas dengan air mengalir (keran) selama 2 menit e. Bilas lagi dengan aquades selama 5 menit f. Masukkan slide kedalam TRS yang sudah dihangatkan g. Masukkan kedalam microwave samsung TDS dengan kondisi sebagai berikut: jika 800 watt panaskan selama 2,5-3 menit dan jika 100 watt panaskan selama 10 menit h. Setelah itu dinginkan slide selama 20 menit i. Slide dibilas lagi dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit

10 j. Kemudian bloking dengan DAKO FLEX Peroxidase selama 5 menit k. Bilas dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit l. Antibodi primer selama menit m. Bilas dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit n. DAKO FLEX HRP selama 20 menit o. Bilas dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit p. DAKO FLEX DAB + SUBSTRAT selama 5 menit q. Bilas dengan air mengalir (keran) selama 5 menit r. Hematoxylin selama 2 menit s. Bilas dengan air mengalir (keran) selama 5 menit t. Dehidrasi dengan alkohol 70%, 80% dan absolut selama 2 menit u. Xylene 2 kali selama 2 menit v. Mounting medium dan coverslip w. Pengamatan dibawah mikroskop Pemeriksaan IHC Ki-67 menggunakan reagen Monoclonal Mouse Anti- Human Ki-67 Antigen yang diproduksi Dako North America Inc. 7. Analisis ekspresi Ki-67 dilakukan secara semikuantitatif oleh seorang spesialis patologi anatomi tanpa mengetahui data klinis dan diagnosis sebelumnya. Setiap specimen dikategorikan berdasarkan sistem berikut (Johannessen, 2006): a. Pewarnaan Ki-67 negatif adalah apabila pada gambaran mikroskopis jaringan tumor tidak menyerap warna sama sekali

11 b. Pewarnaan Ki-67 lemah adalah apabila pada gambaran mikroskopis terdapat <10% nukleus yang menyerap warna dari 1000 sel tumor c. Pewarnaan Ki-67 kuat adalah apabila pada gambaran mikroskopis terdapat >10% nukleus yang menyerap warna dari 1000 sel tumor Teknik Pengumpulan Data Seluruh specimen blok paraffin astrositoma yang sebelumnya telah dilakukan pewarnaan dasar hematoxylin-eosin dan dikonfirmasi sebagai suatu astrositoma sejak Januari 2014 hingga Juni 2015 dikumpulkan dan dilakukan pencatatan data-data pasien yang diperoleh dari rekam medik pasien dan assesmen departemen bedah saraf. Data yang dicatat meliputi jenis kelamin, usia, grading WHO, dan jenis histopatologi. Dilakukan pewarnaan imunohistokimia VEGF pada seluruh blok parafin yang terkumpul. Setelah dilakukan pewarnaan VEGF, dihitung persentase inti sel tumor yang menyerap warna. Data ekspresi Ki-67 pada subjek penelitian ini diperoleh dari pemeriksaan sebelumnya yang telah dilakukan dan dilakukan penghitungan ulang presentase ekspresi sel. Data mengenai mortalitas pasien didapatkan melalui pencatatan rekam medis.

12 4.7. Alur Penelitian Pengumpulan data penderita astrositoma di RSUP H. Adam Malik Seleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi Pengumpulan blok paraffin dan preparat slide pemeriksaan IHC Ki- 67 di Lab. Patologi Anatomi RSUP HAM Pewarnaan IHC (VEGF) di Dep. Patologi Anatomi FK USU Penghitungan ekspresi Ki-67 Analisis data 4.8. Rencana Pengolahan dan Analisa Data Data yang didapatakan diolah dengan menggunakan menggunakan perangkat lunak pengolah data. Normalitas data akan dinilai menggunakan uji Kolmogorov. Variabel kategorik dianalisis dalam bentuk frekuensi dan persentase yang disajikan dalam bentuk tabel. Variabel numerik disajikan dalam bentuk rerata dan standar deviasi jika distribusi normal. Jika distribusi tidak normal, digunakan pengelompokan data kedalam kelompok.

13 BAB 5 HASIL PENELITIAN Subjek penelitian diambil dari bulan Januari 2014 hingga Juni Penelitian ini memperoleh 25 spesimen dari pasien-pasien astrositoma intrakranial yang telah menjalani operasi pengangkatan tumor di RSUP. H. Adam Malik Medan. Diagnosis astrositoma berdasarkan konfirmasi hasil pemeriksaan histopatologi jaringan yang sesuai dengan gambaran astrositoma. Spesimen astrositoma yang telah berbentuk blok parafin tersebut dilakukan pewarnaan imunohistokimia VEGF. Hasil pemeriksaan Ki-67 labeling index diperoleh dengan penghitungan ekspresi sel pada preparat slide pemeriksaan IHC yang telah dilakukan sebelumnya. 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Pada penelitian ini, didapati bahwa rerata usia subjek penelitian adalah 35,96 ± 14,67 tahun. Sebagian besar subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki (15 orang/60%), sedangkan subjek perempuan sebanyak 10 orang (40%). Berdasarkan klasifikasi klasifikasi astrositoma berdasarkan grade WHO, terlihat bahwa frekuensi terbanyak adalah tipe astrositoma grade I yaitu sebanyak 9 orang (36%), kemudian diikuti oleh astrositoma grade II dan grade IV masing-masing sebanyak 6 orang (24) dan astrositoma grade III sebanyak 4 orang (tabel 5.1).

14 Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik Usia (tahun) 35,96 ± 14,67 Jenis kelamin (n/%) Laki-laki 15 (60) Wanita 10 (40) Derajat WHO (n/%) I 9 (36) II 6 (24) III 4 (16) IV 6 (24) Total 25 (100) 5.2 Analisis Astrositoma Berdasarkan Derajat WHO Analisis Derajat WHO dan Jenis Kelamin Pada penelitian ini, terlihat bahwa sebagian besar subjek penelitian menderita astrositoma derajat I (33,3% pada laki-laki dan 40% pada perempuan). 26,7% subjek penelitian dengan jenis kelamin pria menderita astrositoma derajat II, sementara 40% sisanya menderita astrositoma derajat III (20%) dan derajat IV (20%). Sementara itu, 20% subjek dengan jenis kelamin wanita menderita astrositoma derajat II, 10% menderita astrositoma derajat I, dan 30% sisanya menderita astrositoma derajat IV (tabel 5.2). Setelah dilakukan uji statistik, tidak

15 terdapat perbedaan derajat WHO yang bermakna antara kelompok laki-laki dengan perempuan (p=1,000;tabel 5.2). Tabel 5.2 Derajat WHO dan jenis kelamin Derajat WHO Laki-laki n(%) Perempuan n(%) P I 5 (33,3) 4 (40) II 4 (26,7) 2 (20) III 3 (20) 1 (10) 1,000 a IV 3 (20) 3 (30) Total 15 (100) 10 (100) a Uji Chi Square Analisis derajat WHO dan mortalitas Pada penelitian ini, terlihat bahwa tidak ada satu pun penderita astrositoma derajat I dan II yang meninggal (tabel 5.3). Sementara itu, 28.6% penderita astrositoma derajat III meninggal. Pada kelompok derajat IV, 71.3% penderita meninggal. Terdapat perbedaan signifikan derajat WHO antara kelompok yang hidup dengan kelompok yang meninggal (p=0,001, tabel 5.3). Tabel 5.3 Derajat WHO dan mortalitas

16 Derajat WHO Hidup n(%) Meninggal n(%) P I 9 (50) 0 (0) II 6 (33,3) 0 (0) III 2 (11,1) 2 (28,6) a IV 1 (5,5) 5 (71,3) Total 18 (100) 7 (100) a Uji Chi Square 5.3 Ekspresi Ki-67 labeling index Dari 25 subjek penelitian, terdapat 2 subjek dengan ekspresi Ki-67 Li negatif, 9 subjek dengan ekspresi Ki-67 Li lemah, dan 14 subjek dengan ekspresi Ki-67 Li yang kuat. A B Gambar 4 Hasil Pewarnaan Ki-67: (A) Kuat (> 10 sel/10 LPB) (B) Lemah (< 10 sel/10 LPB) Analisis Ekspresi Ki-67 labeling index Berdasarkan Jenis Kelamin

17 Sebagian besar pria (53,3%) menunjukkan ekspresi Ki-67 Li yang kuat. Sementara itu, sekitar 40% wanita menunjukkan ekspresi Ki-67 Li yang lemah. Tidak ada satupun wanita yang menujukkan ekspresi Ki-67 Li yang negatif. Tidak terdapat perbedaan ekspresi Ki-67 Li yang bermakna antara laki-laki dengan perempuan (p=0,483, tabel 5.4) Tabel 5.4 Ekspresi Ki-67 Li berdasarkan jenis kelamin Ki-67 LI Laki-laki n (% Perempuan n (%) p Negatif 2(13.3) 0 (0) Lemah 5(33,3) 4 (40) a Kuat 8 (53,3) 10 (10) Total 15 (100%) 10 (100%) a Uji Chi Square Ekspresi Ki-67 labeling index dan Klasifikasi Astrositoma Jumlah mitosis yang diukur berdasarkan klasifikasi astrositoma didapati bahwa mayoritas astrositoma grade I memiliki mitosis yang lemah yaitu sebesar 6 subjek (66.67%) dan mitosis kuat sebesar 2 subjek (22.2%). Mayoritas strositoma grade II memiliki mitosis yang kuat yaitu sebesar 5 subjek (83.33%) dan mitosis lemah sebesar 1 subjek (16.67%). Mayoritas astrositoma grade III memiliki mitosis yang kuat yaitu sebesar 3 subjek (75%) dan mitosis lemah sebesar 0. Subjek. Mayoritas strositoma grade IV memiliki mitosis yang kuat yaitu sebesar 4 subjek (66.67%) dan mitosis lemah sebesar 2 subjek (33.33%, tabel 5.5).

18 Uji statistik menunjukkan korelasi positif yang tidak signifikan antara ekspresi Ki-67 dengan derajat astrositoma berdasarkan WHO (r=0,362; p=0,076). Tabel 5.5 Distribusi ekspresi Ki-67 Li terhadap klasifikasi Astrositoma Ki-67 Grade II Grade III Grade IV r (p) LI Grade I Negatif 1 (11,11%) 0 (0,0%) 1 (25,0%) 0 (0,0%) Lemah 6 (66,67%) 1 (16,67%) 0 (0,0%) 2 (33,33%) 0,362 (0,076) a Kuat 2 (22,22%) 5 (83,33%) 3 (75,0%) 4 (66,67%) Total 9 (100%) 6 (100%) 4 (100%) 6 (100%) a Uji Spearman Analisis Ekspresi Ki-67 labeling index terhadap Mortalitas Berdasarkan data dari penelitian ini didapati bahwa pasien-pasien dengan ekspresi Ki-67 labeling index yang lemah terdapat 7 pasien (77.7%) yang hidup dan 2 pasien (22.22%) yang meninggal, sedangkan pada pasien-pasien dengan hasil pewarnaan Ki-67 kuat terdapat 9 pasien (64.2%) yang hidup dan 5 pasien (35.7%) yang meninggal. Dua pasien dengan hasil pewarnaan Ki-67 negatif, keduanya hidup (tabel 5.6). Setelah dilakukan analisa statistik, terlihat tidak ada korelasi yang signifikan antara ekspresi Ki-67 Li dengan mortalitas (p=0,512; Tabel 5.6).

19 Tabel 5.6 Distribusi ekspresi Ki-67 labeling index terhadap mortalitas Ki-67 LI Hidup Meninggal Total p Negatif 2 (100%) 0 (0%) 2 (8%) Lemah 7 (77,7%) 2 (22,2%) 9 (36%) a Kuat 9 (64,2%) 5 (35,7%) 14 (56%) Total 18 (72%) 7 (28%) 25 (100%) a Uji chi square 5.4 Ekspresi VEGF Dari 25 subjek penelitian, terdapat 1 subjek dengan ekspresi VEGF + 2, 5 subjek dengan ekspresi VEGF +3 dan 19 subjek dengan ekspresi VEGF +4. A B C D

20 Gambar 5. Ekspresi VEGF pada astrositoma. (A) Ekspresi VEGF +2, (B) ekspresi VEGF + 3, (C) dan (D) ekspresi VEGF Analisis Ekspresi VEGF berdasarkan Jenis Kelamin Sebagian besar pria (53,3%) menunjukkan ekspresi VEGF yang sangat kuat (+4). Sementara itu, sekitar 80% wanita menunjukkan ekspresi VEGF yang sangat kuat (+4). 20% subjek penelitian, baik pada kelompok pria maupun wanita, menunjukkan ekspresi VEGF +3. Tidak terdapat perbedaan ekspresi VEGF yang bermakna antara laki-laki dengan perempuan (p=0,704, tabel 5.7) Tabel 5.7 Ekspresi VEGF berdasarkan jenis kelamin VEGF Laki-laki n(%) Perempuan n(%) p +2 1(13.3) 0 (0) +3 3(20) 2 (20) a (53,3) 8 (80) Total 15 (66,7) 10 (100) a Uji chi square Analisis Ekspresi VEGF dengan Klasifikasi Astrositoma Pada penelitian ini terlihat bahwa dari 25 subjek yang dilakukan pewarnaan VEGF, mayoritas memiliki ekspresi +4 yaitu 19 subjek (76%), 4 subjek (16%) memiliki ekspresi +3, 1 subjek (4%) memiliki ekspresi +2, dan tidak ada subjek yang memiliki ekspresi negatif dan +1 (tabel 5.8).

21 Tabel 5.8 Distribusi ekspresi VEGF terhadap klasifikasi astrositoma VEG F Derajat WHO n (%) I II III IV Total r (p) (0) 0 (0) 1 (25) 0 (0) 1 (4) (16.67) 0 (0) 3 (50) 4 (16) -0,331 (11.11) (83.33) 3 (75) 3 (50) 19 (76) (0,106) a (88.89) Total 9 (36) 6 (24) 4 (16) 6 (24) 25 (100) a Uji Spearman Setelah dilakukan analisis statistik, diketahui bahwa nilai signifikansi ekspresi VEGF terhadap klasifikasi astrositoma adalah p = (p > 0.05) dan dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak dijumpai korelasi yang signifikan antara kedua variabel tersebut (tabel 5.8) Analisis Ekspresi VEGF dengan Mortalitas Pada penelitian ini didapatkan bahwa mayoritas pasien yang meninggal sebanyak 5 orang (71.43%) memiliki ekspresi VEGF +4, dan 2 orang (28.57%) memiliki ekspresi VEGF +3. Sedangkan pasien yang hidup mayoritas memiliki ekspresi +4 yaitu 14 orang (73.68%), +3 sebanyak 3 orang (15.79%) dan +2 sebanyak 1 orang (5.56%, tabel 5.9).

22 Tabel 5.9 Distribusi ekspresi VEGF terhadap mortalitas VEGF Hidup n(%) Meninggal n(%) Total p (5.56) 0 (0) 1 (4) (15.79) 2 (28.57) 5 (20) (73.68) 5 (71.43) 19 (76) (0,680) a Total 18 (72) 7 (28) 25 (100) a Uji chi square Setelah dilakukan analisis statistik, didapatkan nilai signifikansi p = 0.680, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ditemukan korelasi yang signifikan antara ekspresi VEGF terhadap mortalitas pasien dengan astrositoma intrakranial (tabel 5.9) Hubungan Ekspresi VEGF terhadap Ki-67 labeling index Setelah dilakukan analisis statistik, ditemukan bahwa nilai signifikansi antara kedua variabel tersebut adalah p = 0.508, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ditemukan korelasi yang signifikan antara ekspresi VEGF terhadap Ki-67 labeling index (tabel 5.10). Tabel Hubungan ekspresi VEGF dengan Ki-67 VEGF Ki-67 Negatif Lemah Kuat r (p) ,139 (0,508)

23 a Uji Spearman BAB 6 PEMBAHASAN Astrositoma merupakan jenis tumor glioma terbanyak yaitu sebesar > 75% dari seluruh glioma. Glioma sendiri merupakan tumor neuroektodermal yang berasal dari sel neuroglia sustentakular (Thotakurta et al, 2014). Dalam abad terakhir, klasifikasi tumor otak telah didasarkan pada konsep histogenesis bahwa tumor dapat diklasifikasikan berdasarkan kesamaan mikroskopik dengan sel-sel asli yang berbeda dan tingkatan diferensiasi yang diperikirakan. Karakteristik dari kesamaan histologi ini terutama bergantung pada gambaran pada mikroskopik cahaya pada potongan yang diwarnai dengan hematoxylin dan eosin, ekspresi protein-protein tertentu pada imunohistokimia dan karakteristik utrastruktural (Louis, 2016). Pada 2007, WHO membuat klasifikasi yang mengelompokkan semua tumor dengan fenotip astrositik terpisah dengan fenotip oligodendroglial, tidak masalah apakah beberapa tumor astrositik secara klinis sama atau berbeda. Studi-

24 studi dalam dua dekade terakhir telah mengklarifikasi dasar genetik dari tumorigenesis pada beberapa tumor otak yang biasa dan yang lebih jarang, meningkatkan kemungkinan bahwa pengetahuan tersebut mungkin terlibat dalam klasifikasi tumor (Louis, 2016). Astrositoma diklasifikasikan menjadi empat grade dimana grade I dan grade II digolongkan menjadi low grade astrositoma, sedangkan grade III dan grade IV digolongkan menjadi high grade glioma (Tonn et al,2006; Winn,2011). Indeks proliferasi merupakan marker poten yang dapat mengestimasi pertumbuhan dari neoplasma secara kuantitatif dan sangat berguna untuk menentukan prognosis pada pasien-pasien dengan neoplasma. Ki-67 secara kuantitatif terkait dengan mitotik indeks melalui perbedaan dari perbedaan waktu siklus sel dan dapat menunjukan perbedaan grading malignansi pada tumor-tumor astrositik. Oleh karena itu Ki-67 diharapkan dapat menjadi parameter proliferasi yang penting untuk menentukan faktor-faktor prognosis lainnya (Schröder, Feisel, & Ernestus, 2002). Vascular endothelial growth factor (VEGF) merupakan suatu vascular permeability factor (VPF), suatu protein yang disekresikan oleh tumor yang dimurnikan dari cairan asites yang disekresi oleh karsinoma hepar pada babi yang menyebabkan kebocoran vaskular. Beberapa karakter VEGF menjelaskan bahwa molekul ini terutama bertanggung jawab dalam proses angiogenesis di bawah kondisi fisiologis dan patologis. VEGF bertindak secara spesifik pada sel-sel endotelial; merupakan suatu mitogen dan suatu faktor kemotaktik untuk sel-sel endotelial dan menginduksi produksi protease seperti urokinase-type plasminogen activator dan interstisial collagenase oleh sel-sel endotelial. VEGF meningkatkan

25 permeabilitas pembuluh darah normal terhadap protein plasma tanpa menyebabkan cedera sel endotel, degranulasi sel mast, atau respon inflamasi yang signifikan (Machein & Plate, 2000). Neovaskularisasi yang nyata merupakan karakter dari banyak neoplasma pada sistem saraf. Kebanyakan morbiditas dan mortalitas dari neoplasma sistem saraf ganas atau jinak berhubungan dengan derajat vaskular tumor dan luas edema vasogenik peritumoral (Machein & Plate, 2000). Bentuk ekspresi dari VEGF dan reseptornya pada tumor otak mengundikasikan bahwa VEGF mungkin memiliki peran besar dalam angiogenesis tumor dan pembentukan edema peritumoral yang berhubungan dengan tumor otak (Licht & Kesbet, 2013). Pada penelitian ini ditemukan bahwa astrositoma grade I berdasarkan klasifikasi WHO merupakan jenis astrositoma yang terbanyak yaitu sebesar 36%, diikuti dengan grade II dan grade IV masing-masing sebesar 24%, dan grade III sebesar 14%. Hasil ini tidak menyerupai studi sebelumnya dimana insidensi terbanyak ditemukan pada astrositoma grade II sebesar 39,9% diikuti astrositoma gr IV sebesar 36,2%, astrositoma grade III sebesar 14,3% dan astrositoma grade I sebesar 9,5% (Thotakura, 2014). Studi lain mendapatkan insidensi terbanyak adalah astrositoma grade IV (52%), diikuti astrositoma grade II (21%), astrositoma grade III (17.1%) dan grade I (9.6%) (Anvari, 2015). Studi oleh Hu juga memperoleh hasil yang berbeda, di mana insidensi terbanyak adalah astrositoma derajat II (56 kasus), diikuti derajat III (52 kasus), derajat IV (35 kasus), dan derajat I (9 kasus) dari total 152 kasus astrositoma (Hu, 2013). Berdasarkan beberapa studi tersebut, insidensi astrositoma berdasarkan derajat histopatologi masih bervariasi. Hal ini juga dikarenakan belum adanya studi

26 epidemiologi tentang kejadian astrositoma di Indonesia secara umum, dan di kota Medan secara khusus. Dari 25 subjek tersebut, 10 subjek perempuan dan 15 subjek laki-laki. Jika dilakukan perbandingan pada kedua jenis kelamin ini didapatkan perbandingan sebesar laki-laki : perempuan sama dengan 1,5:1, namun secara statistik tidak ditemukan perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok tersebut (p = 1.000). Pada tahun 2014 Thotakura melalui studinya memaparkan hal yang sama bahwa insidensi astrositoma lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan pada perempuan dengan perbandingan laki-laki:perempuan = 1,84:1 (Thotakura, 2014). Hal ini mendukung literatur-literatur yang sebelumnya menyebutkan bahwa astrositoma lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada perempuan (Winn, 2011). Pada penelitian ini didapatkan bahwa klasifikasi WHO memiliki peranan pada mortalitas dengan hasil signifikansi p=0,001 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan terdapat ada hubungan yang signifikan antara klasifikasi WHO dengan prognosis dari pasien. Sama dengan studi yang dilakukan oleh Anvari et al, menyimpulkan bahwa derajat WHO klasifikasi astrositoma berhubungan dengan mortalitas (Anvari, 2016). Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan bermakna antara ekspresi Ki-67 Li terhadap jenis kelamin (p = 0.483). Hal ini sama dengan studi yang dilakukan oleh Darweesh et al yang menyimpulkan bahwa tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara ekspresi Ki-67 terhadap jenis kelamin (p = 0.481) (Darweesh, M.F, 2016).

27 Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa ekspresi Ki-67 tidak memiliki peranan pada klasifikasi astrositoma dengan hasil signifikansi p=0,076 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara persentase Ki-67 dengan klasifikasi astrositoma intrakranial. Hal ini tidak sesuai dengan publikasi-publikasi yang telah dilakukan sebelumnya yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Ki-67 dengan derajat klasifikasi astrositoma. Publikasi oleh Johannessen et al (2006) memaparkan bahwa nilai ki- 67 semakin meningkat dengan meningkatnya derajat klasifikasi WHO. Hal ini disebabkan oleh karena Ki-67 dapat menilai aktifitas proliferasi dari sel-sel tumor sehingga semakin tinggi nilai Ki-67 maka semakin meningkat derajat keganasan dari tumor tersebut (Johannessen, 2006). Dari studi yang dilakukan oleh Thotakura pada tahun 2014 juga didapatkan hasil yang serupa (Thotakura, 2014). Pada penelitian ini juga tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara ekspresi Ki-67 terhadap mortalitas (p = 0.512). Hal ini tidak sesuai dengan publikasi-publikasi yang telah dilakukan sebelumnya yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Ki-67 dengan prognosis pasien-pasien penderita astrositoma. Pada tahun 1994, Sallinen menyimpulkan bahwa sensitifitas dan spesifisitas yang terbaik didapatkan pada nilai Ki-67 sebesar 8% dan Ki-67 dikatankan memiliki potensi untuk menilai prognosis yang kuat dengan angka 15,3% sebagai batas. Pada studi yang dilakukan oleh Di pada tahun 1997 menyimpulkan bahwa nilai Ki-67 <8% berkaitan dengan angka keselamatan yang lebih panjang baik 5 maupun 10 tahun. Sedangkan pada studi yang dilakukan oleh Reavey-Cantwell pada tahun 2001 menyatakan bahwa pasien-pasien penderita astrositoma dengan nilai Ki-67 >20% memiliki resiko kematian 2,2 kali lebih

28 besar dibandingkan dengan pasien-pasien penderita astrositoma dengan nilai Ki- 67 <20%. Seluruh publikasi-publikasi ini mendukung bahwa Ki-67 memiliki nilai prognosis baik terhadap angka keselamatan maupun terhadap rekurensi (Johannessen, 2006). Pada penelitian ini tidak ditemukan ekspresi VEGF yang negatif dan +1, dan mayoritas memiliki ekspresi +4. Setelah dilakukan analisis statistik dapat ditarik kesimpulan bahwa ekspresi VEGF tidak berhubungan dengan derajat klasifikasi astrositoma. Hal ini sama dengan studi yang dilakukan oleh Oehring et al pada 1999, di mana tidak dijumpai hubungan antara ekspresi VEGF terhadap derajat klasifikasi astrositoma (p = ). Berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Wang et al pada 1999, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ekspresi positif VEGF terhadap klasifikasi patologi dan grade (p < 0.01). Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara ekspresi VEGF terhadap mortalitas (p = 0.813), berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Oehring et al pada 1999 menyimpulkan bahwa ekspresi VEGF memiliki hubungan yang bermakna dengan mortalitas (p = 0,0034). Abdulrauf et al dalam Oehring 1999 melakukan studi yang fokus pada fibrillary astrocytoma (derajat II WHO), pada 52% kasus dengan pewarnaan VEGF yang positif berhubungan signifikan dengan prognosis bila dibandingkan dengan kasus dengan pewarnaan negatif (Oehring, 1999). Studi yang dilakukan oleh Wang W et al pada 1999, menyimpulkan bahwa survival rate (6, 12, 24 bulan) pada pasien dengan astrositoma menurun secara gradual saat laju positif VEGF meningkat (W,1999). Investigasi VEGF juga dilakukan pada beberapa studi pada tumor jaringan tubuh

29 yang lain. Dalam Oehring, 1999, ekspresi VEGF pada adenokarsinoma memiliki nilai prognostik, tidak seperti pada kanker lambung pada manusia. Relf et dalam Oehring, 1999, mendemonstrasikan nilai prognostik ekspresi VEGF pada kanker payudara, yang tidak dikonfirmasi pada studi-studi lain (Oehring, 1999). Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara ekspresi VEGF terhadap ekspresi Ki-67 (p = 0.508). Berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Ruan pada tahun 2003 melalui studinya tentang ekspresi VEGF dan KI-67 pada astrositoma menemukan bahwa ekspresi VEGF dan Ki-67 berbeda secara bermakna pada tiap grading astrositoma dan berkorelasi positif dengan peningkatan progresifitas tumor (ruan, wag, & wang, 2003). Investigasi hubungan antara VEGF dengan Ki-67 juga dipelajari pada beberapa jenis tumor lainnya. Studi yang dilakukan oleh Djordjevic et al pada 2006 mengenai signifikansi nilai prognostik ekspresi VEGF pada karsinoma renal clear cell, menyimpulkan bahwa ekspresi VEGF > 75% berhubungan secara signifikan terhadap Ki-67 (p = 0.023) (Djordjevic, 2007). Studi yang dilakukan oleh Mineta et al pada 2002 pada 109 pasien dengan karsinoma sel skuamosa lidah, menemukan bahwa VEGF berkorelasi dengan Ki-67 secara signifikan. Ekspresi VEGF juga berhubungan secara signifikan terhadap stadium lanjut dan VEGF merupakan prediktor independen terhadap relapse free survival (RFS) (Hiroyuki, 2002). Berbeda dengan yang dikemukakan oleh Ji et al pada studi yang dilakukannya pada 45 pasien dengan karsinoma kelenjar air liur pada 2003, bahwa tidak ditemukan korelasi yang signifikan antara ekspresi VEGF terhadap Ki-67 dan VEGF juga merupakan fator prognostik independen pada karsinoma kelenjar liur (Lim, 2003). Studi yang dilakukan oleh Sun et al pada pasien-pasien dengan

30 karsinoma sel skuamosa laring menemukan bahwa ditemukan korelasi yang positif antara VEGF dan Ki-67. Namun Bao et al melalui studi yang dilakukannya tentang hubungan Ki-67 dengan p53, VEGF dan C-erbB-2 menemukan bahwa tidak ditemukan korelasi bermakna antara Ki-67 dengan VEGF, namun koekspresi dari Ki-67 dan VEGF berhubungan dengan ukuran tumor dan stadium klinis (Li et al., 2004). Sebagai limitasi dari penelitian ini adalah tidak adanya pembatasan usia pada pengambilan subjek, mengingat bahwa sifat biologis yang mendasari astrositoma anak berbeda dengan dewasa. Limitasi berikutnya adalah perhitungan subjek dihitung dengan total sampling, sehingga perhitungan statistik tidak sesuai. Jumlah subjek yang high grade sedikit dan tidak dilakukan pemeriksaan angiografi untuk menilai pembuluh darah pada tumor karena tindakan pembedahan yang dilakukan bersifat urgency juga menjadi limitasi pada penelitian ini.

31 BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1. Tidak ditemukan hubungan ekspresi VEGF terhadap Ki-67 labeling index pada penderita astrositoma, p = (p>0.05) 2. Tidak terdapat hubungan antara klasifikasi astrositoma berdasarkan WHO dengan jenis kelamin penderita astrositoma, p = 1,000 (p>0.05) 3. Terdapat hubungan antara klasifikasi astrositoma berdasarkan WHO dengan mortalitas penderita astrositoma, p = 0,001 (p<0.05) 4. Tidak ada hubungan bermakna antara indeks proliferasi berdasarkan nilai Ki-67 dengan klasifikasi astrositoma berdasarkan WHO, p = 0,076 (p>0.05) 5. Tidak ada hubungan antara indeks proliferasi berdasarkan nilai Ki-67 dengan mortalitas penderita astrositoma, p = 0,512 (p>0.05)

32 6. Tidak ditemukan hubungan ekspresi VEGF terhadap klasifikasi astrositoma berdasarkan WHO, p = (p>0.05) 7. Tidak ditemukan hubungan ekspresi VEGF terhadap mortalitas penderita astrositoma, p = (p>0.05) 7.2 Saran 1. Jumlah subjek yang diambil sebaiknya dihitung berdasarkan perhitungan besar subjek merujuk pada penelitian sebelumnya

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Teori NF-KB Inti (+) Sitoplasma (+) Inti (+) Sitoplasma (+) RAF MEK ERK Progresi siklus sel Proliferasi sel Angiogenesis Grading WHO

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif deskriptif untuk melihat pola ekspresi dari Ki- 67 pada pasien KPDluminal A dan luminal B. 3.2 Tempat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningioma merupakan tumor otak jinak pada jaringan pembungkus otak atau meningens. Meningioma tumbuh dari sel arachnoid cap yang berasal dari arachnoid villi atau lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut

BAB I PENDAHULUAN. kanker yang paling sering ditemukan pada wanita, setelah kanker mulut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan pada jaringan payudara yang berasal dari epitel duktus atau lobulus. 1 Di Indonesia kanker payudara berada di urutan kedua sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas?

Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas? Is progesteron receptor status really a prognostic factor for intracranial meningiomas? A.Celal Iplikcioglu et al. Oleh : Anugerah Pembimbing : dr. Hanis Setyono Sp.BS 1 1. Pendahuluan Meningioma adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan penyebab kematian ketujuh pada wanita di dunia. Diperkirakan terdapat 239.000 kasus baru kanker ovarium dan 152.000 kasus meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker Ovarium merupakan penyebab utama kematian dari kanker ginekologi. Selama tahun 2012 terdapat 239.000 kasus baru di seluruh dunia dengan insiden yang bervariasi

Lebih terperinci

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Kerja atau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian cross sectional dengan menggunakan metode

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian cross sectional dengan menggunakan metode III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian cross sectio dengan menggunakan metode deskriptif yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 Tesis Program Pendidikan Magister Bedah Departemen Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran HUBUNGAN KADAR VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR(VEGF) SERUM DENGAN PERITUMORAL EDEMA INDEX (PTEI) PADA PENDERITA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti spinal dan intra orbita, dan meskipun tidak mengivasi jaringan otak, meningioma menyebabkan penekanan

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE. imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Tumorinfiltrating

BAB 3 BAHAN DAN METODE. imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Tumorinfiltrating BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, yang bertujuan untuk menganalisis hubungan ekspresi imunohistokimia

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Selama periode penelitian mulai Januari 2013 sampai September 2013

BAB V HASIL PENELITIAN. Selama periode penelitian mulai Januari 2013 sampai September 2013 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik subjek Selama periode penelitian mulai Januari 2013 sampai September 2013 berdasarkan data pasien yang sampelnya diperiksa di Laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sectional untuk menilai hubungan ekspresi HER-2/neu dengan ukuran tumor pada

BAB III METODE PENELITIAN. sectional untuk menilai hubungan ekspresi HER-2/neu dengan ukuran tumor pada BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional untuk menilai hubungan ekspresi HER-2/neu dengan ukuran tumor pada pasien

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian Pada penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian Pada penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada ini merupakan analitik dengan desain cross sectional untuk menilai hubungan oekspresi HER-2 dengan grade histologi pada pasien kanker payudara. Cross

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN. Kadar VEGF serum berkorelasi positif sedang dengan ukuran tumor B. SARAN

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN. Kadar VEGF serum berkorelasi positif sedang dengan ukuran tumor B. SARAN 76 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Kadar VEGF serum berkorelasi positif sedang dengan ukuran tumor primer pada kanker payudara. B. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian kadar VEGF serum pada populasi

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran histopatologi tumor payudara di Instalasi Patologi Anatomi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian Pada penelitian ini digunakan desain cross sectional. Cross

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian Pada penelitian ini digunakan desain cross sectional. Cross BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini digunakan desain cross sectional. Cross sectionalmerupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa. Ketepatan diagnosis pada keganasan tulang sangat penting karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik yaitu penelitian

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik yaitu penelitian 34 III. METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik yaitu penelitian diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi. Penelitian ini

Lebih terperinci

D. Kerangka Teori E. Kerangka Konsep F. Hipotesis... 36

D. Kerangka Teori E. Kerangka Konsep F. Hipotesis... 36 vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR SINGKATAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tumor ovarium dapat berasal dari salah satu dari tiga komponen berikut: epitel permukaan, sel germinal, dan stroma ovarium itu sendiri. Terdapat pula kasus yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RESEPTOR PROGESTERON DENGAN Ki-67 LABELING INDEX PADA MENINGIOMA

HUBUNGAN ANTARA RESEPTOR PROGESTERON DENGAN Ki-67 LABELING INDEX PADA MENINGIOMA Tesis HUBUNGAN ANTARA RESEPTOR PROGESTERON DENGAN Ki-67 LABELING INDEX PADA MENINGIOMA STEVEN TANDEAN NIM : 117041031 Progam Pendidikan Magister Bedah Departemen Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Medan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health Estimates, WHO 2013

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. bebas ( ER, PR, dan HER 2) dan variabel terikat ( derajat keganasan)

III. METODE PENELITIAN. bebas ( ER, PR, dan HER 2) dan variabel terikat ( derajat keganasan) III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional, yaitu dengan cara pengumpulan data sekaligus pada suatu waktu dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kista coklat ovarium adalah salah satu entitas atau jenis kista ovarium yang paling sering ditemukan para klinisi dalam bidang obstetri dan ginekologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, kanker payudara menduduki peringkat keempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu berarti

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODA

BAB 3 BAHAN DAN METODA BAB 3 BAHAN DAN METODA 3.1. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian berupa penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan secara cross sectional. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Astrositoma merupakan tumor otak primer yang paling banyak terjadi,

BAB I PENDAHULUAN. Astrositoma merupakan tumor otak primer yang paling banyak terjadi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Astrositoma merupakan tumor otak primer yang paling banyak terjadi, insidensinya mencakup lebih dari 60% tumor otak primer (Louis et al., 2007). Sebagian besar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif observasional. laboratoris dengan pendekatan potong lintang.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif observasional. laboratoris dengan pendekatan potong lintang. 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif observasional laboratoris dengan pendekatan potong lintang. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 1. Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN METODE HASIL

PENDAHULUAN METODE HASIL PENDAHULUAN Karsinoma payudara merupakan karsinoma yang umum terjadi pada wanita dengan jumlah kasus lebih dari satu juta setiap tahunnya di seluruh dunia. Karsinoma payudara menduduki peringkat kedua

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional dimana hanya diamati satu kali dan pengukuran

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional dimana hanya diamati satu kali dan pengukuran 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah observasional analitik. Observasi dilakukan dengan pendekatan cross sectional dimana hanya diamati satu kali dan pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita dan diperkirakan jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun terdapat

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit Saraf.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit Saraf. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup keilmuan Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit Saraf. 4.1.2 Ruang lingkup tempat Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding kasus). Kematian akibat kanker payudara menduduki peringkat

BAB I PENDAHULUAN. dibanding kasus). Kematian akibat kanker payudara menduduki peringkat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker paru-paru dan telah

Lebih terperinci

Susunan Penelitian. Peneliti 1. Nama lengkap : Melvin Pascamotan Togatorop 2. Fakultas : Kedokteran 3. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Susunan Penelitian. Peneliti 1. Nama lengkap : Melvin Pascamotan Togatorop 2. Fakultas : Kedokteran 3. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Susunan Penelitian Peneliti 1. Nama lengkap : Melvin Pascamotan Togatorop 2. Fakultas : Kedokteran 3. Perguruan Tinggi : Pembimbing I 1. Nama lengkap : dr. Kamal Basri Siregar, Sp.B (K) Onk

Lebih terperinci

PERBEDAAN EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA RETINOBLASTOMA STADIUM KLINIS INTRAOKULAR DAN INVASI LOKAL.

PERBEDAAN EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA RETINOBLASTOMA STADIUM KLINIS INTRAOKULAR DAN INVASI LOKAL. i PERBEDAAN EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA RETINOBLASTOMA STADIUM KLINIS INTRAOKULAR DAN INVASI LOKAL Tesis Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Studi Ilmu Kesehatan Mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan merupakan penyebab kematian kedua pada wanita setelah kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara.

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara. 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara. Karsinoma merupakan penyakit yang kompleks yang dari segi klinis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumor otak mendapatkan banyak perhatian karena. ditemukan merupakan penyebab kematian kedua setelah

BAB I PENDAHULUAN. Tumor otak mendapatkan banyak perhatian karena. ditemukan merupakan penyebab kematian kedua setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumor otak mendapatkan banyak perhatian karena ditemukan merupakan penyebab kematian kedua setelah stroke pada penyakit intrakranial orang dewasa (Ropper & Samuel, 2009).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah cross sectional

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah cross sectional 55 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah cross sectional dengan kekhususan pada penelitian uji diagnostik. Sumber data penelitian menggunakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN 20 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta periode tahun 2004. Data yang didapatkan adalah sebanyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab kematian ketiga yang disebabkan oleh kanker baik secara global maupun di Asia sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis keganasan terbanyak pada wanita diseluruh dunia dan menjadi penyebab kematian tertinggi kedua setelah kanker paru-paru. Kanker payudara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. traumatik merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak dan

BAB 1 PENDAHULUAN. traumatik merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala traumatik merupakan masalah utama kesehatan dan sosial ekonomi di seluruh dunia (Ghajar, 2000; Cole, 2004). Secara global cedera kepala traumatik merupakan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Observasional analitik (Cross-sectional

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Observasional analitik (Cross-sectional BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Observasional analitik (Cross-sectional analitik) untuk menilai hubungan antara ekspresi protein Ki-67 dan ekspresi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif.

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tumor dengan bentuk dan susunan serabut-serabut yang bervariasi, dan oleh Mallory

BAB 1 PENDAHULUAN. tumor dengan bentuk dan susunan serabut-serabut yang bervariasi, dan oleh Mallory 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fibrosarkoma atau fibroblastic sarcoma 1,2,3 atau malignant mesenchymal tumor 1,4 adalah tumor ganas yang berasal dari sel-sel mesenkim, yang terdiri dari sel-sel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2012(25% dari semua kasus kanker). Angka ini mampu menyumbang

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2012(25% dari semua kasus kanker). Angka ini mampu menyumbang BAB 1 PENDAHULUAN C. Latar Belakang Kanker payudara merupakan tumor ganas yang paling banyak ditemukan dengan angka kematian yang cukup tinggi pada wanita. Berdasarkan data Global (IARC) 2012, Kanker Payudara

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang ilmu bedah digestif, ilmu bedah onkologi, dan ilmu gizi 4.2 Tempat dan waktu Lokasi penelitian ini adalah ruang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Bedah khususnya Ilmu Bedah Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. 4. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional yakni meneliti kasus BPH yang. Moeloek Provinsi Lampung periode Agustus 2012 Juli 2014.

III. METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional yakni meneliti kasus BPH yang. Moeloek Provinsi Lampung periode Agustus 2012 Juli 2014. III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik non-eksperimental dengan pendekatan cross sectional yakni meneliti kasus BPH yang terdokumentasi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di seluruh dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker merupakan

Lebih terperinci

GAMBARAN PROTEIN S 100 PADA SCHWANNOMA DI MEDAN

GAMBARAN PROTEIN S 100 PADA SCHWANNOMA DI MEDAN Tesis Program Pendidikan Magister Bedah Departemen Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran - GAMBARAN PROTEIN S 100 PADA SCHWANNOMA DI MEDAN OLEH : MUHAMMAD CHAIRUL NIM : 097116001 DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah neurologi dan psikiatri.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah neurologi dan psikiatri. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah neurologi dan psikiatri. 3.2 Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006). Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang relatif jarang ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas tertinggi di dunia, yaitu sebesar 1.590.000 kematian di tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker ovarium merupakan peringkat keenam keganasan terbanyak di dunia, dan merupakan penyebab kematian ketujuh akibat kanker. Kanker ovarium didiagnosis pada 225.500

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Halaman. Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10

DAFTAR TABEL. Halaman. Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii PRAKATA. iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN. x DAFTAR SINGKATAN... xi INTISARI xii BAB

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100%

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% 63 BAB VI PEMBAHASAN Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% dari masing-masing kelompok dan bersifat multipel dengan rerata multiplikasi dari kelompok K, P1, P2, dan P3 berturut-turut

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat pada

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 16 BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Teori Patogenesis Definisi Inflamasi KGB yang disebabkan oleh MTB Manifestasi Klinis a. keras, mobile, terpisah b. kenyal dan terfiksasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. 1. maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. 1. maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rekam Medis 1. Pengertian Rekam Medis Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf.

BAB 1 PENDAHULUAN. ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Schwannoma adalah tumor yang berasal selubung myelin sel saraf. Tumor ini berbentuk soliter dan dapat tumbuh secara acak di semua sel saraf. Schwannoma telah dilaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama di seluruh dunia dan menempati keganasan terbanyak pada wanita baik di negara maju

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkisar antara 1 dalam hingga 1 dalam kelahiran hidup,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkisar antara 1 dalam hingga 1 dalam kelahiran hidup, 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma adalah tumor ganas intraokular primer tersering pada anak, dan menduduki peringkat kedua setelah melanoma uvea sebagai tumor ganas intraokuler primer

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6 BAB 4 HASIL 4.1. Data Umum Pada data umum akan ditampilkan data usia, lama menjalani hemodialisis, dan jenis kelamin pasien. Data tersebut ditampilkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Data Demogragis dan Lama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kedokteran Universitas Diponegoro Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi

BAB III METODE PENELITIAN. Kedokteran Universitas Diponegoro Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi lingkup Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan serta Ilmu Patologi Anatomi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. mengaitkan bidang Ilmu Penyakit Dalam, khususnya bidang infeksi tropis yaitu. Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi Semarang.

BAB IV METODE PENELITIAN. mengaitkan bidang Ilmu Penyakit Dalam, khususnya bidang infeksi tropis yaitu. Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi Semarang. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Anak dengan mengaitkan bidang Ilmu Penyakit Dalam, khususnya bidang infeksi tropis yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel, yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel, yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel, yang dapat menyerang dan menyebar ke bagian tubuh yang jauh. Kanker dapat memiliki konsekuensi kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Kariadi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker payudara merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker payudara merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker payudara merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan pada wanita di seluruh dunia dan telah menjadi masalah global baik di negara maju dan

Lebih terperinci

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah.

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah. ABSTRAK KARAKTERISTIK KLINIKOPATOLOGI KANKER KOLOREKTAL PADA TAHUN 2011 2015 BERDASARKAN DATA HISTOPATOLOGI DI LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH DENPASAR BALI Kanker kolorektal

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. o Riwayat Operasi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. o Riwayat Operasi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian 21 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 5.1 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : o Penularan melalui darah o Penggunaan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Tropis. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan bersifat monoklonal. 1,2 Prevalensi mioma uteri di Amerika serikat sekitar 35-50%. 1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker paru merupakan kasus keganasan yang paling sering ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan kulit (Weedon et. al., 2010). Karsinoma sel basal terutama terdapat

Lebih terperinci