BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif observasional. laboratoris dengan pendekatan potong lintang.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif observasional. laboratoris dengan pendekatan potong lintang."

Transkripsi

1 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif observasional laboratoris dengan pendekatan potong lintang. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 1. Penelitian ini telah dilakukan sejak bulan Maret 216 sampai dengan Mei Tempat penelitian dilakukan di Instalasi Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan. 3.3 Sampel Penelitian Blok-blok parafin berisi jaringan keratosis seboroik yang dibuat di Instalasi Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah diperiksa secara histopatologis dan telah ditentukan variasi histopatologinya. Sampel penelitian memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria Inklusi dan eksklusi Kriteria inklusi : 1. Blok parafin dengan slide pulasan Hematoksilin Eosin yang telah didiagnosis secara histopatologis sebagai keratosis seboroik dan telah ditentukan varian histopatologisnya. 28

2 29 2. Blok parafin dengan identitas lengkap (nama, alamat, dan nomor catatan medis rumah sakit). 3. Sudah mendapat persetujuan untuk penelitian dari kepala Instalasi Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan. Kriteria eksklusi: Sediaan blok parafin yang rusak dan tidak dapat diproses lebih lanjut dengan pulasan endotelin Besar Sampel Besar sampel dihitung dengan rumus yaitu: N = (Zα) 2 PQ d 2 Zα = deviat baku alfa Ditetapkan alfa sebesar 5% sehingga Zα = 1,96 P = proporsi kategori variabel yang diteliti Prevalensi keratosis seboroik dari data rekam medis RSUP. H. Adam Malik tahun 214 =,1% Q = 1 P Q = 1,1 =,9 d = presisi, ditetapkan sebesar 1 % Jadi: N = (1,96) 2 x,1 x,9 = 37,8 (dibulatkan menjadi 38),1 2

3 3 Sampel minimal yang dipakai pada penelitian ini sejumlah 38. Maka penelitian ini menggunakan 4 sampel. 3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian Penelitian menggunakan 4 blok parafin berisikan jaringan keratosis seboroik yang telah tersedia di Instalasi Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan. 3.6 Defenisi Operasional 1. Blok parafin adalah potongan jaringan keratosis seboroik yang tertanam di dalam lilin parafin yang akan dipotong dengan alat mikrotom untuk dijadikan sediaan mikroskopis. 2. Variasi histopatologis keratosis seboroik adalah variasi yang didapati pada pemeriksaan histopatologis yang mempunyai 9 varian histopatologis keratosis seboroik, berupa varian akantotik (yang umum), atau keratosis seboroik reticulated, atau keratosis seboroik pigmented, atau keratosis seboroik klonal, atau keratosis seboroik irritated, atau keratosis seboroik hiperkeratotik, atau keratosis seboroik flat, atau keratosis seboroik pedunculated atau dermatosis papulose nigra. Penentuan variasi histopatologis ditentukan dokter spesialis patologi anatomi. Alat ukur adalah mikroskop fluoresensi. Cara ukur dengan penilaian gambaran histopatologi dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin yang dilakukan oleh dokter spesialis Patologi Anatomi. Skala yang digunakan adalah skala nominal.

4 31 3. Ekspresi endotelin-1 adalah: gambaran deteksi antigen endotelin-1 dalam suatu sampel/jaringan dengan berprinsip pada pengikatan antibodi spesifik terhadap antigen yang akan diamati melalui pemeriksaan imunohistokimia yang memberikan nilai imunoreaktivitas endotelin-1. Alat ukur adalah mikroskop fluoresensi. Cara ukur adalah dengan melakukan penilaian gambaran histopatologi dengan pewarnaan imunohistokimia yang dilakukan oleh peneliti didampingi oleh dokter spesialis Patologi Anatomi. Hasil ukur adalah skor imunoreaktivitas yang didapatkan dari hasil perkalian dua parameter yaitu: Skor imunoreaktivitas = skor intensitas pewarnaan X skor distribusi pewarnaan. Skor intensitas pewarnaan ditentukan dengan nilai, +1, +2 dan +3. Intensitas pewarnaan dinilai dengan skala sebagai berikut : = tidak tampak pewarnaan 1+ = pewarnaan lemah 2+ = pewarnaan sedang 3+ = pewarnaan kuat Skor distribusi pewarnaan dibagi menjadi empat kategori berdasarkan persentase sel yang positif terwarnai dari nilai sampai dengan nilai 3. = tidak ada sel yang positif terwarnai 1 = < 1% sel yang positif terwarnai 2 = 1-5% sel yang positif terwarnai 3 = >5% sel yang positif terwarnai

5 32 Pada penelitian ini intensitas dan distribusi pewarnaan dilihat pada sel-sel epidermis pada lapisan stratum basalis, stratum spinosum dan stratum granulosum dari sampel penelitian. Kekuatan ekspresi endotelin-1 akan didapatkan dari skor imunoreaktivitas, dimana kekuatan ekspresi tersebut akan dikatagorikan dengan lemah, sedang, dan kuat (tabel 3.1). Skala yang digunakan adalah skala ordinal. Tabel 3.1 Tingkatan ekspresi endotelin-1dan skor imunoreaktivitas. Tingkatan ekspresi endotelin-1 Skor imunoreaktivitas Lemah 1,2 Sedang 3,4 Kuat 6,9 3.7 Alat, Bahan dan Cara Kerja Alat Alat yang digunakan untuk pemeriksaan imunohistokimia adalah mikrotom, gelas objek, gelas penutup, autoklaf, nampan stainless stell, dan mikroskop fluoresensi Bahan Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan imunohistokimia adalah blok lilin parafin, xylol I, xylol II, xylol III, alkohol absolut, 96%, 8%, endogen peroksida, phosphate buffered saline, kromogen 3,3 -diaminobenzidine, antibodi endotelin-1.

6 Cara kerja Pengumpulan sampel dan pencatatan data dasar. Dimintakan persetujuan penggunaan blok parafin yang berisikan jaringan lesi keratosis seboroik dari kepala Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan. Dilakukan pengumpulan blok parafin yang berisikan jaringan lesi keratosis seboroik yang telah didiagnosis sebagai keratosis seboroik dan telah ditentukan varian histopatologinya di Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan. Kemudian dilakukan pencatatan data blok parafin yang berisi jaringan keratosis seboroik di Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan Cara pemeriksaan imunohistokimia: a. Dilakukan pemotongan jaringan 3-4 mm dari blok parafin, kemudian dikeringkan di suhu 37 C dan panaskan di atas slide warmer 6 C. b. Dilakukan deparafinasi (xylol I, xylol II, xylol III), diikuti dengan rehidrasi (alkohol absolut, alkohol 96%, alkohol 8%) c. Dicuci dengan air mengalir, yang diikuti dengan blocking endogen peroksida. d. Cuci kembali dengan air mengalir, diikuti dengan antigen retrieval decloacking chamber. e. Dicuci dalam PBS ( phosphate buffered saline). f. Blocking dengan background sniper, dilanjutkan dengan pemberian antibodi primer. g. Pencucian dalam PBS, diikuti tindakan universal link dan dicuci kembali dalam PBS.

7 34 h. Trekavidin-Horseradish Peroxidase (Trekavidin-HRP) label, diikuti pencucian dalam PBS. i. Pemberian kromogen 3,3 -diaminobenzidine (DAB), dicuci dengan air mengalir, dan dilakukan counterstain dengan hematoxylin, kemudian cuci dengan air mengalir. j. Dilakukan tacha bluing, kemudian dicuci dengan air mengalir, dan didehidrasi (alkohol absolut, alkohol 8%, alkohol 96%) dan dilakukan clearing (xylol I, xylol II, xylol III). k. Dilakukan mounting (ecomount) + gelas penutup. l. Penilaian gambaran imunohistokimia dengan mikroskop fluoresensi dengan melihat skor imunoreaktivitas untuk mendapatkan tingkatan ekspresi endotelin-1 oleh dua dokter spesialis patologi anatomi. Perhitungan persentasi hasil yang sesuai antara dua observer tersebut didapatkan >8 % yang berarti bahwa nilai pembacaan untuk melihat gambaran imunohistokimia pada penelitian ini adalah baik.

8 Kerangka Operasional Pengambilan data blok parafin berisi jaringan keratosis seboroik yang telah ditentukan variasi histopatologisnya, yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dan telah mendapat persetujuan dari kepala Instalasi Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Pemotongan ulang blok parafin Pemeriksaan Imunohistokimia Penentuan skor imunoreaktivitas untuk mendapatkan tingkatan ekspresi endotelin-1 dan melihat letak endotelin-1 Disajikan secara deskriptif Gambar 3.1 Kerangka operasional. 3.9 Ethical Clearance Penelitian ini sudah mendapat ijin dari kepala Instalasi Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan sebagai penyimpan blok parafin yang merupakan bahan biologik tersimpan. Penelitian ini juga telah memperoleh ethical clearance dengan nomor: 184/KOMET/FK USU/216 tanggal 18 Februari 216 dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

9 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan menggunakan antibodi terhadap endotelin-1 pada sampel penelitian yaitu bahan biologik tersimpan berupa blok blok parafin yang berisi jaringan keratosis seboroik yang telah diperiksa secara histopatologis dan telah ditentukan variasi histopatologinya yang berjumlah 4 sampel. Data-data yang terkumpul kemudian dimasukkan sebagai variabel dan diolah secara statistik Variasi Histopatologis Tabel 4.1. Distribusi objek penelitian berdasarkan variasi histopatologis. Variasi histopatologis n % Akantotik Flat , 1, Irritated Stuccokeratosis Pigmented Reticulated/Adenoid Pedunculated Dermatosis papulose nigra Klonal ,5 17,5 5, 17,5 5, 7,5, Total 4 1, Dari tabel 4.9 ini didapati bahwa variasi histopatologis akantotik yang paling banyak yaitu akantotik 14 sampel (35%). Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Requena L yang menyatakan bahwa gambaran histopatologis yang paling sering didapati pada keratosis seboroik adalah tipe akantotik. 2 Roh et al 36

10 37 pada penelitiannya pada tahun 216 yang menggunakan 26 sampel, didapatkan akantotik merupakan tipe yang paling banyak didapatkan sebanyak 45,1% pada pemeriksaan histopatologisnya. 55 Dari penelitian yang dilakukan oleh Lee et al di Korea juga didapatkan gambaran histopatologis keratosis yang paling banyak adalah varian akantotik 5,5% dari 75 sampel penelitian. 56 Pinem et al pada penelitiannya tahun 216 yang melibatkan 42 sampel penelitian, juga menemukan varian akantotik sebagai varian yang paling banyak didapati sebanyak 33% Hasil Pemeriksaan Imunohistokimia Ekspresi endotelin-1 berdasarkan variasi histopatologisnya. Tabel 4.2 Distribusi ekspresi endotelin-1 berdasarkan variasi histopatologisnya. Variasi Ekspresi endotelin-1 histopatologis Positif % Negatif % Akantotik Flat , 1, Irritated Stuccokeratosis Pigmented Reticulated/Adenoid Pedunculated Dermatosis papulose nigra Klonal ,5 17,5 5, 17,5 5, 7,5 Total 4 1, Dari tabel ini didapati ekspresi endotelin-1 positif pada 4 sampel (1%) pada pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1. Teraki

11 38 et al pada penelitiannya yang menggunakan 7 sampel, dilakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1. Pada penelitian tersebut sampel-sampel yang dipakai adalah varian akantotik dan pigmented dan ditemukan hasil imunoreaktivitas positif pada seluruh sampel. Penelitian ini menggunakan sampel yang lebih banyak dan ditemukan lebih banyak varian, yaitu 4 sampel dengan 8 variasi keratosis seboroik yaitu varian akantotik, pigmented, reticulated, flat, dermatosis papulose nigra, stuccokeratosis, irritated dan pedunculated dan pada semua sampel tersebut ditemukan imunoreaktivitas yang positif (tabel 2). Tabel 4.3. Distribusi tingkatan ekspresi endotelin-1 berdasarkan variasi Variasi histopatologisnya. Histopatologis Lemah Sedang Kuat Total n n % n % n % % Akantotik 6 42, , , Flat 1 5, 1 33, , Irritated 1 1,,, 1 1 Stuccokeratosis 3 5, 1 16, , Pigmented,, 2 1, 2 1 Reticulated/Adenoid Pedunculated Dermatosis papulose nigra ,57, 33, ,14 1, 66, ,28,, Klonal,,, 1 Total 16 4, 14 35, 1 25, Dari 4 sampel didapati 16 sampel (4%) ekspresi endotelin-1 yang lemah, 14 sampel (35%) ekspresi endotelin-1 yang sedang, dan 1 sampel (25,%) ekspresi endotelin-1 yang kuat. Pada penelitian yang dilakukan Teraki et

12 39 al, dengan 7 sampel didapatkan pewarnaan yang jelas dengan pulasan antibodi endotelin-1, namun pada penelitian tersebut tidak ada didapati perbedaan pewarnaan yang signifikan antara sampel-sampel dari varian akantotik maupun pigmented. Pada penelitian Teraki et al ini didapati pewarnaan pulasan antibodi anti endotelin-1 yang lebih kuat dibandingkan dengan kulit normal, dimana pada kulit normal juga didapati adanya pewarnaan pulasan antibodi anti endotelin-1 namun ekspresinya lemah. Pada penelitian ini didapati ekspresi yang lemah sebanyak 16 sampel (4%), dan sisanya yaitu ekspresi sedang digabung dengan yang kuat adalah 24 sampel (6%). Pada penelitian ini dari 14 sampel penelitian keratosis seboroik varian akantotik, didapati ekspresi endotelin-1 dengan 3 tingkatan. Distribusi pada varian ini didapati ekspresi endotelin-1 yang lemah 6 sampel (42,85 %), dan gabungan tingkatan ekspresi endotelin-1 sedang dan kuat adalah 8 sampel (57,15%). Dari 6 sampel penelitian keratosis seboroik varian flat didapati ekspresi endotelin-1 yang lemah 3 sampel (5%), dan tingkatan ekspresi endotelin-1 yang sedang dan kuat adalah 3 sampel (5%). Sebelumnya belum ada penelitian yang melakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1 pada varian flat ini. Pada varian ini hanya sebagian dari jumlah sampel penelitian yang memiliki ekspresi endotelin-1 yang berlebihan dan varian ini sering dianggap sebagai keratosis seboroik dini. Pada 1 sampel penelitian keratosis seboroik varian irritated didapati hanya ekspresi endotelin-1 yang lemah 1 sampel (1 %). Sebelumnya belum ada penelitian yang melakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1 pada varian irritated ini.

13 4 Dari 6 sampel penelitian keratosis seboroik varian stuccokeratosis didapati ekspresi endotelin-1 yang lemah 3 sampel (5 %), dan ekspresi endotelin-1 yang sedang dan kuat 3 sampel (5%). Sebelumnya belum ada penelitian yang melakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1 pada varian ini. Dari 2 sampel penelitian keratosis seboroik varian pigmented didapati semua ekspresi endotelin-1 kuat 2 sampel (1%). Keratosis seboroik varian pigmented disebut juga dengan melanoakantoma memiliki gambaran lesi yang hitam pekat. Pada varian ini ditemukan suatu proliferasi akantotik melanositmelanosit dendritik yang besar dan banyak. 24 Sel-sel melanosit yang mengandung pigmen melanin ditemukan meningkat. 12 Sel-sel melanosit berproliferasi seperti sarang-sarang dimulai dari lapisan stratum basalis menuju lapisan superfisial epidermis. Ditemukannya endotelin-1 yang kuat pada varian ini menunjukkan bahwa hal ini sesuai dengan pendapat bahwa endotelin 1 adalah melanogen dan mitogen yang kuat terhadap melanosit-melanosit manusia. Peningkatan endotelin- 1 yang berlebihan dianggap bertanggung jawab untuk terjadinya hiperpigmentasi pada keratosis seboroik. Endotelin-1 memiliki efek stimulatori pertumbuhan pada keratinosit Lesi ini dianggap merepresentasikan proliferasi atau aktivasi melanosit dendritik yang konkomitan dengan proliferasi atau aktivasi sel-sel epidermis. 24 Hal ini bisa dikaitkan dengan terjadinya neoplasma dan pigmentasi dari keratosis seboroik. Schalock et al menyatakan bahwa keratosis seboroik varian pigmented memiliki mutasi pada endotelin-1. Mekanisme proses terjadinya sehubungan dengan mutasi tersebut belum diketahui. 59

14 41 Dari 7 sampel penelitian keratosis seboroik varian reticulated didapati ekspresi endotelin-1 yang lemah adalah 2 sampel (28,57%), dan ekspresi endotelin-1 yang sedang dengan yang kuat adalah 5 sampel (71,43%). Sebelumnya belum ada penelitian yang melakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1 pada varian ini. Dari 1 sampel penelitian keratosis seboroik varian pedunculated didapati ekspresi endotelin-1 yang sedang 1 sampel (1%). Sebelumnya belum ada penelitian yang melakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1 pada varian ini. Dari 3 sampel penelitian keratosis seboroik varian dermatosis papulose nigra didapati ekspresi endotelin-1 yang lemah 1 sampel (33,33%), ekspresi endotelin-1 yang sedang dan kuat sebanyak 2 sampel (66,67%). Sebelumnya belum ada penelitian yang melakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi endotelin-1 pada varian ini. Pada penelitian ini didapatkan ekspresi endotelin-1 yang positif dengan tingkatan kekuatan ekspresi yang bervariasi yaitu lemah, sedang dan kuat. Keratosis seboroik varian akantotik, flat, stuccokeratosis, dan reticulated memiliki tingkatan ekspresi endotelin-1 dengan tingkatan kekuatan lemah, sedang dan kuat. Keratosis seboroik varian irritated memiliki kekuatan ekspresi endotelin-1 yang lemah saja. Keratosis seboroik varian pedunculated memiliki kekuatan ekspresi endotelin-1 yang sedang saja. Keratosis seboroik varian dermatosis papulose nigra memiliki kekuatan ekspresi endotelin-1 yang lemah dan sedang saja. Keratosis seboroik varian pigmented semuanya memiliki kekuatan ekspresi endotelin-1 yang kuat.

15 Letak endotelin-1 Tabel 4.4 Distribusi objek penelitian berdasarkan letak endotelin-1 Variasi histopatologis lapisan stratum basalis 1/3 bawah lapisan epidermis seluruh lapisan epidermis Total n % n % n % n % Akantotik 9 64,28 1 7, , Flat 5 83, , Irritated,, Stuccokera Tosis 4 66, , , Pigmented 1 5,, 1 5, 2 1 Reticulated 7 1,, 7 1 Pedunculated 1 1, 1 1 Dermatosis papulose nigra 2 66,67, 1 33, Klonal,, 1 Total 29 72,5 3 7,5 8 2, 4 1 Penelitian ini menunjukkan adanya letak endotelin-1 pada lapisan epidermis dengan rincian sebagai berikut: hanya pada stratum basalis saja 29 sampel (72,5%) dan pada seluruh lapisan epidermis ditemukan 8 sampel (2%) sampel dan pada sepertiga bawah lapisan epidermis (stratum basalis dan spinosum) ditemukan 3 sampel (7,5%). Dari 14 sampel keratosis seboroik dengan tipe histopatologis akantotik, didapatkan letak endotelin-1 paling banyak adalah pada stratum basalis 9 sampel (64,28%). Dari 6 sampel keratosis seboroik dengan varian histopatologis flat, maka didapatkan letak endotelin-1 paling banyak adalah pada stratum basalis 5 sampel (83,33%). Dari 1 sampel keratosis seboroik varian irritated didapati letak

16 43 endotelin-1 tidak teratur pada semua lapisan epidermis. Dari 6 sampel keratosis seboroik dengan tipe histopatologis stuccokeratosis, didapatkan letak endotelin-1 paling banyak pada stratum basalis 4 sampel (66,67%). Pada 2 sampel keratosis seboroik varian pigmented didapati letak endotelin-1 pada stratum basalis 1 sampel (5%), kemudian didapati letak endotelin-1 pada seluruh lapisan epidermis sebanyak 1 sampel (5%). Dari 7 sampel keratosis seboroik dengan varian histopatologis reticulated didapati letak endotelin-1 semuanya pada stratum basalis 7 sampel (1%). Letak endotelin-1 pada 1 sampel keratosis seboroik varian pedunculated dijumpai pada stratum basalis (1%). Dari 3 sampel keratosis seboroik varian dermatosis papulose nigra, didapati letak endotelin-1 paling banyak pada stratum basalis 2 sampel (66,67%). Keratosis seboroik merupakan tumor epidermal benigna dengan derajat variasi warna yang berbeda-beda. Telah juga diungkapkan bahwa endotelin-1 adalah suatu mitogen dan melanogen yang kuat yang diperoleh dari keratinosit untuk terjadinya melanosis. Teraki et al telah melakukan analisa imunohistokimia pada keratosis seboroik pada 7 sampel dengan tipe akantotik dan pigmented, dan menemukan terdapat pewarnaan yang jelas dengan anti-endotelin-1 pada hampir semua sel basaloid dan sel basal dibanding dengan kontrol lesi normal. Pada kontrol lesi normal ditemukan tingkatan ekspresi yang lebih rendah dibandingkan dengan ekspresi lesi keratosis seboroik dan endotelin-1 terletak hanya pada stratum basalis saja. 13 Pada penelitian ini jumlah sampel penelitian yang letak endotelin-1 yang bukan hanya pada lapisan stratum basalis saja adalah 11 sampel (27,5%).

17 4.2.3 Ekspresi endotelin-1 Tabel 4.5 Distribusi kekuatan ekspresi endotelin-1 berdasarkan letak endotelin-1 pada berbagai variasi histopatologis 44 Imunoreaktivi tas Letak endotelin-1 Total Stratum basalis 1/3 bawah epidermis Seluruh lapisan epidermis n % n % n % n % Variasi Histo patologi Akantotik Lemah 5 12,5, 1 2, Sedang 4 1,,, 4 1 Kuat, 1 2,5 3 7,5 4 1 Flat Lemah 3 7,5,, 3 7,5 Sedang 2 5,,, 2 5 Kuat, 1 2,5, 1 2,5 Irritated Lemah,, 1 2,5 1 2,5 Sedang,,, Kuat,,, Stucco keratosis Lemah 3 7,5,, 3 7,5 Sedang 1 2,5,, 1 2,5 Kuat, 1 2,5 1 2,5 2 5 Pigmented Lemah,,, Sedang, 1 2,5, Kuat 1 2,5, 1 2,5 2 5 Reticulated Lemah 2 5,,, 2 5 Sedang 4 1,,, 4 1 Kuat 1 2,5,, 1 2,5 Pedun culated Lemah,,, Sedang 1 2,5,, 1 2,5 Kuat,,, Dermatosis papulose nigra Lemah,, 1 2,5 1 2,5 Sedang 2 5,,, 2 5 Kuat,,, Klonal Lemah,,, Sedang,,, Kuat,,,

18 45 Tabel 4.5 menunjukkan distribusi subjek penelitian berdasarkan ekspresi endotelin-1 dan letak endotelin-1. Pada penelitian ini dijumpai ekspresi endotelin-1 yang beranekaragam demikian juga letak dari endotelin-1. Pada penelitian Teraki et al tahun 1996, letak endotelin-1 yang dijumpai pada 7 sampel lesi keratosis seboroik hanya pada sel-sel basal dan sel-sel basaloid, tetapi pada penelitian ini, bisa didapati pada stratum basalis, pada stratum basalis dengan stratum spinosum dan ada yang pada keseluruhan lapisan epidermis. Pada penelitian ini didapatkan bahwa ekspresi endotelin-1 yang sedang dan kuat dari lesi keratosis seboroik bisa dengan letak endotelin-1 yang terbatas hanya pada stratum basalis saja. Sementara pada penelitian Teraki et al letak endotelin-1 pada kontrol perilesional terdapat pada stratum basalis saja. Keratosis seboroik adalah tumor epidermal benigna dengan tingkatan pigmentasi yang tinggi. Sel pembentukan pigmen kulit (melanosit) terletak di lapisan basal epidermis. Takenaka et al menyatakan dari hasil pemeriksaan imunohistokimia, didapatkan sel-sel melanosit memproduksi jumlah melanin yang banyak yang berlokasi pada daerah sekitar terjadinya proliferasi keratinositkeratinosit (sel-sel basaloid), dan karena terjadi pada folikel rambut, maka proliferasi keratinosit pada keratosis seboroik akan memicu aktivasi sel-sel melanosit sekitarnya dengan cara mensekresikan sitokin-sitokin yang menstimulasi sel melanosit. Keratinosit-keratinosit yang berproliferasi pada keratosis seboroik memicu aktivasi melanosit sekitarnya dengan cara mensekresikan melanocyte-stimulating cytokine yaitu endotelin Keratosis seboroik terdapat pada area kulit di tubuh yang memiliki folikel rambut, terjadi paling sering di wajah, leher, dan batang tubuh bagian atas. Keratosis seboroik

19 46 tidak didapati pada telapak tangan dan kaki serta mukosa. Keratosis seboroik tidak didapati pada daerah yang tidak mengandung folikel rambut. 57 Bagnato et al mengatakan bahwa endotelin-1 memiliki serangkaian efek farmakologi pada beranekaragam jaringan dan beraksi sebagai faktor autokrin/parakrin. Kepotensialan endotelin dalam fungsinya sebagai suatu faktor pertumbuhan autokrin dapat dievaluasi pada keratinosit normal manusia. Suatu antagonis yang selektif terhadap subtipe reseptor endotelin A menginhibisi sintesis DNA yang distimulasi oleh endotelin-1 dan mereduksi laju pertumbuhan basal pada sel yang tak terstimulasi. Sehingga dianggap bahwa endotelin-1 menginduksi sintesis DNA dimediasi oleh reseptor endotelin A dan secara endogen memproduksi endotelin-1 yang menggerakkan proliferasi keratinosit. 51 Kwon et al menyatakan bahwa terjadinya keratosis seboroik berasal dari proliferasi keratinosit epidermal. 8 Endotelin-1 tidak hanya memiliki kaitan dengan sel melanosit, tetapi juga berkaitan dengan sel keratinosit, jadi berhubungan dengan terjadinya proses melanosis dan neoplasma pada keratosis seboroik. Dari penelitian ini dapat diduga bahwa ada peranan endotelin-1 dalam terjadinya neoplasma dan hiperpigmentasi pada etiopatogenesis keratosis seboroik.

20 47 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Telah dilakukan penelitian mengenai ekspresi endotelin-1 pada berbagai variasi histopatologis keratosis seboroik dengan kesimpulan sebagai berikut: 1. Ekspresi endotelin-1 didapatkan kuat 25%, ekspresi endotelin-1 sedang 35%, dan ekspresi endotelin-1 yang lemah 4%. 2. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian akantotik didapati ekspresi endotelin-1 yang kuat 28,57%, sedang 28,57%, dan lemah 42,85%, dan letak endotelin-1 pada stratum basalis 64,28%, 1/3 bawah lapisan epidermis 7,14 %, dan seluruh lapisan epidermis 28,57%. 3. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian flat didapati ekspresi endotelin-1 yang kuat 16,67%, sedang 33,33%, dan lemah 5% dan letak endotelin-1 pada stratum basalis 83,33%, 1/3 bawah lapisan epidermis 16,66%. 4. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian irritated didapati hanya ekspresi endotelin-1 yang lemah 1% dan letak endotelin-1 pada seluruh lapisan epidermis 1%. 5. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian stuccokeratosis didapati ekspresi endotelin-1 yang kuat 33,33%, sedang 16,67%, dan lemah 5 % dan letak endotelin-1 pada stratum basalis 66,67%, 1/3 bawah lapisan epidermis 16,66%, dan seluruh lapisan epidermis 16,66%. 47

21 48 6. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian pigmented didapati ekspresi endotelin-1 yang kuat 1% dan letak endotelin-1 pada seluruh lapisan epidermis 1%. 7. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian reticulated didapati ekspresi endotelin-1 yang kuat 14,28%, sedang 57,14%, dan lemah 28,57% dan letak endotelin-1 pada stratum basalis 1%. 8. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian pedunculated didapati hanya ekspresi endotelin-1 yang sedang 1% dan letak endotelin-1 pada stratum basalis 1%. 9. Ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik varian dermatosis papulose nigra didapati ekspresi endotelin-1 yang sedang 66,67%, yang lemah 33,33% dan letak endotelin-1 pada stratum basalis 66,67%, dan seluruh lapisan epidermis 33,33%. 5.2 Saran 1. Diperlukan penelitian multisenter untuk mengetahui ekspresi endotelin-1 pada keratosis seboroik. 2. Diperlukan penelitian yang bersifat analitik yang menghubungkan endotelin-1 dengan terjadinya keratosis seboroik. 3. Diperlukan penelitian yang bersifat analitik yang menghubungkan ekspresi endotelin-1 dan letak endotelin-1 dengan terjadinya variasi keratosis seboroik.

EKSPRESI ENDOTELIN-1 PADA BERBAGAI VARIASI HISTOPATOLOGIS KERATOSIS SEBOROIK TESIS. Oleh

EKSPRESI ENDOTELIN-1 PADA BERBAGAI VARIASI HISTOPATOLOGIS KERATOSIS SEBOROIK TESIS. Oleh EKSPRESI ENDOTELIN-1 PADA BERBAGAI VARIASI HISTOPATOLOGIS KERATOSIS SEBOROIK TESIS Oleh dr. EVITA LOURDES PINEM PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE. imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Tumorinfiltrating

BAB 3 BAHAN DAN METODE. imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Tumorinfiltrating BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, yang bertujuan untuk menganalisis hubungan ekspresi imunohistokimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional dimana hanya diamati satu kali dan pengukuran

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional dimana hanya diamati satu kali dan pengukuran 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah observasional analitik. Observasi dilakukan dengan pendekatan cross sectional dimana hanya diamati satu kali dan pengukuran

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Teori NF-KB Inti (+) Sitoplasma (+) Inti (+) Sitoplasma (+) RAF MEK ERK Progresi siklus sel Proliferasi sel Angiogenesis Grading WHO

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah cross sectional

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah cross sectional 55 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah cross sectional dengan kekhususan pada penelitian uji diagnostik. Sumber data penelitian menggunakan

Lebih terperinci

Susunan Penelitian. Peneliti 1. Nama lengkap : Melvin Pascamotan Togatorop 2. Fakultas : Kedokteran 3. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Susunan Penelitian. Peneliti 1. Nama lengkap : Melvin Pascamotan Togatorop 2. Fakultas : Kedokteran 3. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Susunan Penelitian Peneliti 1. Nama lengkap : Melvin Pascamotan Togatorop 2. Fakultas : Kedokteran 3. Perguruan Tinggi : Pembimbing I 1. Nama lengkap : dr. Kamal Basri Siregar, Sp.B (K) Onk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. B. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif.

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODA

BAB 3 BAHAN DAN METODA BAB 3 BAHAN DAN METODA 3.1. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian berupa penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan secara cross sectional. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif deskriptif untuk melihat pola ekspresi dari Ki- 67 pada pasien KPDluminal A dan luminal B. 3.2 Tempat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Patologi Anatomi, Histologi, dan Farmakologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1)

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Lingkup Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Histologi Universitas Diponegoro, Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5.

BAHAN DAN METODE. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5. BAHAN DAN METODE Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5. Pengujian Lactobacillus plantarum (BAL1) dan Lactobacillus fermentum (BAL2) pada tikus dengan perlakuan:

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6.

METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6. METODE PENELITIAN Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6. Pengujian probiotik secara in vivo pada tikus percobaan yang dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian dan Farmakologi. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi, 3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian a. Pemeliharaan dan perlakuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Kampus Fakultas Kedokteran Undip pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Kampus Fakultas Kedokteran Undip pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya Anatomi, Kinesiologi dan Ergonomi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu anestesi dan terapi intensif.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu anestesi dan terapi intensif. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu anestesi dan terapi intensif. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Tempat penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini secara observasional analitik. pertumbuhan janin terhambat dan kehamilan normal.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini secara observasional analitik. pertumbuhan janin terhambat dan kehamilan normal. 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini secara observasional analitik. 2. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian potong

Lebih terperinci

BAB IV. only control group design yang menggunakan binatang percobaan sebagai objek

BAB IV. only control group design yang menggunakan binatang percobaan sebagai objek BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Disain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, dengan pendekatan post test only control group design yang menggunakan binatang percobaan sebagai objek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan case control. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan ekspresi

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan case control. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan ekspresi BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian observasional analitik dengan rancangan case control. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan ekspresi imunohistokimia

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4. 1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini meliputi lingkup Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan serta Patologi Anatomi. 4. 2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian sectional. Penelitian ini merupakan studi deskriptif-analitik dengan pendekatan cross 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lingkup Tempat Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

] 2 (Steel dan Torrie, 1980)

] 2 (Steel dan Torrie, 1980) BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode post test only control group design. B. Tempat Penelitian Tempat pemeliharaan dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kedokteran Universitas Diponegoro Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi

BAB III METODE PENELITIAN. Kedokteran Universitas Diponegoro Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi lingkup Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan serta Ilmu Patologi Anatomi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design yang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design yang 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan atau desain penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design yang memungkinkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE)

LAMPIRAN. Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE) 51 LAMPIRAN Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE) Pewarnaan HE adalah pewarnaan standar yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai struktur umum sel dan jaringan normal serta perubahan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Masyarakat Ruang Lingkup keilmuan Ilmu Forensik dan Medikolegal dan Ilmu Kesehatan 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 27 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan studi potong lintang (cross sectional) untuk melihat gambaran ekspresi reseptor estrogen

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah merupakan penelitian analitik observasional dengan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah merupakan penelitian analitik observasional dengan 27 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan potong lintang (cross sectional). 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 23 BAB 3 METODE PENELITIAN 31 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat analitik dengan desain kuasi eksperimental Pada penelitian ini akan diperiksa ekspresi MMP-9 pada polip hidung sebelum dan sesudah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Obstetri dan Ginekologi dan Patologi

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Obstetri dan Ginekologi dan Patologi 33 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Obstetri dan Ginekologi dan Patologi Anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratoris

BAB IV METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratoris BAB IV METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratoris dengan menggunakan binatang coba tikus putih dengan strain Wistar. Desain penelitian yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Mata. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Bedah khususnya Bedah Ortopedi.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Bedah khususnya Bedah Ortopedi. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Bedah khususnya Bedah Ortopedi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat dan waktu penelitian akan dilaksanakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang 34 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test only controlled

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Tropis. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Bedah khususnya Ilmu Bedah Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. 4. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang menggunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test-only control group design.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian Pada penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian Pada penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada ini merupakan analitik dengan desain cross sectional untuk menilai hubungan oekspresi HER-2 dengan grade histologi pada pasien kanker payudara. Cross

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Patologi Anatomi, Histologi, dan Farmakologi. Laboratorium Patologi Anatomi RSUP dr. Kariadi Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. Patologi Anatomi, Histologi, dan Farmakologi. Laboratorium Patologi Anatomi RSUP dr. Kariadi Semarang. BAB III METODE PENELITIAN 3.3 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Ruang Lingkup Keilmuan Pada penelitian ini, ruang lingkup keilmuan yang digunakan adalah Patologi Anatomi, Histologi, dan Farmakologi. 3.1.2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di RSUP Dr. Kariadi Semarang bagian saraf dan rehabilitasi medik

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di RSUP Dr. Kariadi Semarang bagian saraf dan rehabilitasi medik BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Keilmuan Penelitian ini mencakup bidang ilmu saraf dan rehabilitasi medik 2. Ruang Lingkup Tempat Penelitian ini berlokasi di RSUP

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan Fisika kedokteran. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 4.2.1 Tempat 1. Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Acak Lengkap dengan pendekatan Post Test Only Control Group Design.

BAB III METODE PENELITIAN. Acak Lengkap dengan pendekatan Post Test Only Control Group Design. 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode Rancangan Acak Lengkap dengan pendekatan Post Test Only Control Group Design. Menggunakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012 LAPORAN PRAKTIKUM Judul : Histoteknik Nama : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012 Tujuan Praktikum : 1. Melihat demonstrasi pembuatan preparat histology mulai dari fiksasi jaringan hingga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test only

III. METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test only 42 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang akan menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test only controlled

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Sidik Jari Jenis Kelamin Suku 3. Defenisi Operasional No. Defenisi Cara Penilaian Alat Ukur Hasil Ukur 1. Kepadatan alur Menghitung

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi LAMPIRAN 38 Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Pembuatan preparat histologi terdiri dari beberapa proses yaitu dehidrasi (penarikan air dalam jaringan) dengan alkohol konsentrasi bertingkat,

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Observasional analitik (Cross-sectional

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Observasional analitik (Cross-sectional BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Observasional analitik (Cross-sectional analitik) untuk menilai hubungan antara ekspresi protein Ki-67 dan ekspresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melasma merupakan kelainan yang ditandai lesi makula hiperpigmentasi pada kulit yang sering terpapar sinar matahari seperti wajah, leher, atau lengan. Melasma masih

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. menitikberatkan pada prevalensi terjadinya DM pada pasien TB di RSUP

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. menitikberatkan pada prevalensi terjadinya DM pada pasien TB di RSUP BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam menitikberatkan pada prevalensi terjadinya DM pada pasien TB di RSUP Dr. Kariadi Semarang. 4.2

Lebih terperinci

PENDAHULUAN METODE HASIL

PENDAHULUAN METODE HASIL PENDAHULUAN Karsinoma payudara merupakan karsinoma yang umum terjadi pada wanita dengan jumlah kasus lebih dari satu juta setiap tahunnya di seluruh dunia. Karsinoma payudara menduduki peringkat kedua

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang ilmu Anestesiologi dan Farmakologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang ilmu Anestesiologi dan Farmakologi. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang ilmu Anestesiologi dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Rekam Medik RSUP

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan. rancangan post test only control group design.

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan. rancangan post test only control group design. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan eksperimental laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan rancangan post

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian mencakup bidang Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok (THT)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok (THT) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok (THT) divisi Alergi-Imunologi dan Patologi Anatomi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Post Test Only

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Post Test Only III. METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental Post Test Only Control Group Design yang menggunakan evaluasi baik secara makroskopis ataupun mikroskopis.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

BAB IV METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan BAB IV METODE PELAKSANAAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menyangkut bidang ilmu biokimia, ilmu gizi, dan patologi anatomi 4.2 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Infeksi dan Penyakit Tropis dan Mikrobiologi Klinik. RSUP Dr. Kariadi Semarang telah dilaksanakan mulai bulan Mei 2014

BAB IV METODE PENELITIAN. Infeksi dan Penyakit Tropis dan Mikrobiologi Klinik. RSUP Dr. Kariadi Semarang telah dilaksanakan mulai bulan Mei 2014 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Anak Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis dan Mikrobiologi Klinik. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Pengambilan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah ilmu kedokteran forensik, farmakologi dan ilmu patologi anatomi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Adaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. clearance disetujui sampai jumlah subjek penelitian terpenuhi. Populasi target penelitian ini adalah pasien kanker paru.

BAB III METODE PENELITIAN. clearance disetujui sampai jumlah subjek penelitian terpenuhi. Populasi target penelitian ini adalah pasien kanker paru. 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Onkologi Medik. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di RSUP Dr.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan metode kohort prospektif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 40 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan desain Post test only control group design. Kelompok penelitian dibagi menjadi 4 kelompok

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini mencakup bidang Histologi, Patologi Anatomi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berkaitan dengan Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, dan Toksikologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Pemeliharaan hewan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Mikrobiologi klinik dan infeksi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Mikrobiologi klinik dan infeksi. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi bidang Mikrobiologi klinik dan infeksi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang.Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Histologi, Patologi

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Histologi, Patologi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Histologi, Patologi Anatomi dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 1 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup ruang lingkup bidang ilmu kesehatan jiwa. 4.2 Tempat dan waktu Penelitian 4.2.1 Tempat penelitian Penilitian ini dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test-only

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test-only III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test-only control group design.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2009 (sampling sampai dengan embedding), Februari 2010 (sectioning), dan bulan Juli 2010 (pewarnaan),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan. metode post test only controlled group design.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan. metode post test only controlled group design. 21 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan metode post test only controlled group design. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. ini akan dilaksanakan dari bulan Februari-April tahun 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. ini akan dilaksanakan dari bulan Februari-April tahun 2016. 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Farmakologi, Biokimia, Ilmu Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Radiologi dan Radioterapi. 3.1.2 Ruang Lingkup Tempat Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, Ilmu Farmakologi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan

BAB III METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, Ilmu Farmakologi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, Ilmu Farmakologi. 3.2 Tempat dan waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan metode rancangan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan metode rancangan 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test control group design. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN

LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN Nama : Yulia Fitri Djaribun NIM : 127008005 Tanggal : 22 September 2012 A.Tujuan Praktikum : 1. Agar mahasiswa mampu melakukan proses

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Bedah Digestif

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Bedah Digestif BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Bedah Digestif 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di RSUP Dr.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan Cross Sectional yang menghubungkan antara perbedaan jenis kelamin dengan derajat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Materi

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Proses sampling monyet ekor panjang (MEP) yang digunakan pada penelitian ini terbagi atas dua periode sampling. Periode sampling pertama, telah dilakukan pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik yaitu penelitian

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik yaitu penelitian 34 III. METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik yaitu penelitian diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah bidang oftalmologi. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai bulan April 2015.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah bidang oftalmologi. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai bulan April 2015. 39 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah bidang oftalmologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian bertempat di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh berbagai faktor (multifaktorial) yang menyerang tubuh secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh berbagai faktor (multifaktorial) yang menyerang tubuh secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karsinogenesis Karsinogenesis merupakan suatu proses pembentukan sel kanker yang patogenesisnya secara molekuler merupakan penyakit genetik. Proses ini terjadi disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup disiplin ilmu penyakit dalam sub bagian endokrinologi 4.2 Tempat dan waktu penelitian 1. Tempat penelitian :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian Pada penelitian ini digunakan desain cross sectional. Cross

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian Pada penelitian ini digunakan desain cross sectional. Cross BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini digunakan desain cross sectional. Cross sectionalmerupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Adaptasi

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik dan Ilmu Patologi Anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan selama

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. post test only control group design yang menggunakan binatang

BAB 4 METODE PENELITIAN. post test only control group design yang menggunakan binatang 36 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, dengan pendekatan post test only control group design yang menggunakan binatang percobaan sebagai objek

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Neurologi dan Imunologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Neurologi dan Imunologi. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Neurologi dan Imunologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Instalasi Rawat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Mata.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Mata. 23 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Mata. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUP dr. Kariadi,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan : Ilmu Penyakit Dalam 4.2. Tempat dan waktu penelitian Ruang lingkup tempat : Instalasi Rekam Medik untuk pengambilan data

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah ilmu farmakologi, histologi dan patologi anatomi. 3.2 Jenis dan rancangan penelitian Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT 3.1.1. Bahan Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan yogurt adalah susu skim bubuk, kultur murni (Lactobacillus bulgaricus FNCC 004P, Streptococcus thermophillus

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Anestesiologi. Yang terkait dengan disiplin ilmu penelitian ini adalah Ilmu 4.2. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di ruang Intensive

Lebih terperinci