NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN"

Transkripsi

1 NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 REPUBLIK INDONESIA

2 Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF POKOK-POKOK PERUBAHAN ATAS APBN TAHUN 2008 Sejak ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2007, APBN Tahun Anggaran 2008, mendapat tekanan yang sangat berat dari perkembangan berbagai faktor internal maupun eksternal. Paling tidak terdapat enam faktor utama yang mempunyai dampak yang cukup signifikan terhadap APBN Pertama, kondisi perekonomian global diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari krisis sektor perumahan (subprime mortgage) di Amerika Serikat yang meluas menjadi krisis di pasar keuangan internasional. Kondisi ini di samping akan membawa dampak pada penurunan penerimaan ekspor, diperkirakan juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kedua, kecenderungan naiknya harga minyak mentah di pasar dunia yang sangat tinggi (jauh di atas asumsi harga minyak yang digunakan dalam penyusunan APBN) akan berdampak secara cukup signifikan terhadap APBN, karena membengkaknya beban subsidi BBM dan subsidi listrik. Ketiga, adanya kecenderungan meningkatnya harga komoditas pangan dunia akan memberikan tekanan pada laju inflasi di dalam negeri, karena sebagian komoditas primer domestik berasal dari impor (imported inflation). Keempat, adanya kecenderungan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, sebagai akibat negatif dari krisis subprime mortgage, akan berpengaruh cukup signifikan terhadap berbagai besaran APBN. Kelima, lifting minyak yang diperkirakan hanya akan mencapai 0,927 juta barel per hari (lebih rendah dari asumsi lifting dalam APBN 2008 sebesar 1,034 juta barel per hari) akan berdampak pada penurunan penerimaan dari sektor migas. Keenam, adanya Paket Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan (PKSHP), yang diluncurkan awal Februari 2008, terkait dengan kecenderungan meningkatnya harga komoditas pangan strategis, seperti terigu, minyak goreng, kedelai, dan gandum. Selain ditujukan untuk mengendalikan inflasi dalam negeri, PKSHP juga dimaksudkan untuk mengurangi beban masyarakat, khususnya masyarakat miskin yang diperkirakan menurun kemampuan daya belinya. Selain melalui kebijakan fiskal, PKSHP juga dilakukan melalui pengurangan tata niaga dan peningkatan produksi. Dalam kaitannya dengan kebijakan fiskal, PKSHP dilakukan antara lain melalui fasilitas bea masuk dalam rangka mengurangi hambatan dalam tata niaga impor, pembebasan PPN untuk komoditas strategis, bantuan beras untuk masyarakat miskin, dan bantuan permodalan bagi usaha tahu dan tempe mikro dan kecil, dengan tetap menjaga sinkronisasi dan sinergi yang baik dengan kebijakan moneter. Berbagai kebijakan tersebut secara langsung akan mempengaruhi APBN, baik dari sisi penerimaan maupun belanja. Perkembangan berbagai asumsi dasar ekonomi makro yang berubah dari perkiraan semula, serta dampaknya yang cukup signifikan terhadap APBN 2008, menjadi latar belakang utama percepatan pengajuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun Sesuai dengan perkembangan perekonomian saat ini, dan perkiraan ke depan, maka asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN Perubahan (APBN-P) tahun 2008 adalah sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi 6,4 persen, inflasi 6,5 persen, rata-rata nilai tukar rupiah Rp9.100 per dolar Amerika Serikat, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan 7,5 persen, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) US$95,0 per barel, dan ratarata lifting minyak 0,927 juta barel per hari. APBN-P 2008 R-1

3 Ringkasan Eksekutif Dampak keseluruhan dari perkembangan/pergeseran asumsi ekonomi makro tersebut, apabila tanpa dilakukan langkah-langkah pengamanan, akan menyebabkan defisit APBN membengkak dari 1,6 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam APBN 2008 menjadi 4,2 persen dari PDB, sehingga akan mengganggu ketahanan dan kesinambungan fiskal. Berkaitan dengan hal itu, untuk menjaga defisit agar tetap berada dalam batas-batas yang masih dapat ditoleransi, maka dipandang perlu melakukan langkah-langkah pengamanan terhadap APBN 2008, yang meliputi: (1) Optimalisasi pendapatan negara baik yang bersumber dari sektor perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), maupun dividen BUMN; (2) Penggunaan dana cadangan APBN (contingency policy measures); (3) Penghematan dan penajaman prioritas belanja kementerian negara/lembaga (K/L); (4) Perbaikan parameter produksi dan subsidi BBM dan listrik; (5) Efisiensi di Pertamina dan PLN; (6) Pemanfaatan dana kelebihan (windfall) di daerah penghasil migas melalui instrumen utang; (7) Penerbitan obligasi/surat Berharga Negara (SBN) dan optimalisasi pinjaman program; (8) Pengurangan beban pajak dan bea masuk atas komoditas pangan strategis; dan (9) Penambahan subsidi pangan. Dengan berbagai langkah-langkah pengamanan APBN tersebut diatas, maka defisit APBN-P dapat dikendalikan menjadi Rp94,5 triliun (2,1 persen terhadap PDB), atau Rp21,2 triliun di atas defisit APBN tahun 2008 sebesar Rp73,3 triliun (1,6 persen terhadap PDB). Defisit APBN- P tersebut terjadi karena peningkatan volume pendapatan negara dan hibah lebih kecil dari peningkatan volume belanja negara. Anggaran pendapatan negara dan hibah dalam APBN-P 2008 diperkirakan mencapai Rp895,0 triliun (20,0 persen terhadap PDB), atau Rp113,6 triliun lebih tinggi bila dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp781,4 triliun (17,4 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp609,2 triliun (13,6 persen terhadap PDB), penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp282,8 triliun (6,3 persen terhadap PDB), dan penerimaan hibah sebesar Rp2,9 triliun (0,1 persen dari PDB). Peningkatan pendapatan negara tersebut terutama berasal dari kenaikan penerimaan sumber daya alam (SDA) migas, pajak pertambahan nilai, pajak perdagangan internasional, maupun penerimaan dari bagian pemerintah atas laba BUMN. Sementara itu, anggaran belanja negara dalam APBN-P 2008 diperkirakan mencapai Rp989,5 triliun (22,1 persen terhadap PDB), atau Rp134,8 triliun lebih tinggi bila dibandingkan dengan volume anggaran belanja negara yang ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp854,7 triliun (19,1 persen terhadap PDB). Dari jumlah tersebut, anggaran belanja pemerintah pusat diperkirakan mencapai Rp697,1 triliun (15,5 persen terhadap PDB), atau mengalami peningkatan sebesar Rp123,6 triliun dari pagu alokasi anggaran belanja pemerintah pusat yang dianggarkan dalam APBN 2008 sebesar Rp573,4 triliun (12,8 persen terhadap PDB). Jumlah anggaran belanja negara dalam APBN-P tahun 2008 tersebut terdiri dari belanja kementerian negara/lembaga (K/L) sebesar Rp290,0 triliun, atau turun sebesar Rp21,9 triliun dari pagu alokasi anggaran belanja K/L yang dianggarkan dalam APBN 2008 sebesar Rp311,9 triliun, dan anggaran belanja non-k/l sebesar Rp407,0 triliun yang berarti Rp145,6 triliun lebih tinggi dari pagu alokasi anggaran belanja non-k/l yang ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp261,5 triliun (5,8 persen terhadap PDB). Peningkatan alokasi anggaran belanja non-k/l yang cukup signifikan tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan beban belanja subsidi yang mencapai Rp136,5 triliun dari pagu alokasi belanja subsidi yang ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp97,9 triliun (2,2 persen dari PDB). Sementara itu, alokasi transfer R-2 APBN-P 2008

4 Ringkasan Eksekutif ke daerah dalam APBN-P tahun 2008 diperkirakan mencapai Rp292,4 triliun (6,5 persen terhadap PDB), atau naik sebesar Rp11,2 triliun dari pagu alokasi transfer ke daerah yang dianggarkan dalam APBN 2008 sebesar Rp281,2 triliun (6,3 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut terdiri dari: (a) dana perimbangan sebesar Rp278,4 triliun, dan (b) dana otonomi khusus dan penyesuaian sebesar Rp14,0 triliun. Perubahan terbesar dari transfer ke daerah berasal dari dana bagi hasil sebesar Rp11,7 triliun. Pembiayaan defisit dalam APBN-P tahun 2008 diperkirakan mencapai Rp94,5 triliun (2,1 persen terhadap PDB), terdiri dari pembiayaan dalam negeri Rp107,6 triliun (2,4 persen terhadap PDB) dan pembiayaan luar negeri (neto) negatif Rp13,1 triliun (0,3 persen terhadap PDB). Perubahan terbesar dari pembiayaan anggaran tersebut berasal dari kenaikan surat berharga negara (neto) yang mencapai Rp26,2 triliun. APBN-P 2008 R-3

5 Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman EXECUTIVE SUMMARY... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK- POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN Pendahuluan Krisis Ekonomi Global Subprime Mortgage Guncangan Pasar Modal Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia Kenaikan Harga Minyak Mentah Kenaikan Harga Komoditi Primer Dampak Pada Perekonomian Indonesia Pertumbuhan Ekonomi Inflasi Nilai Tukar Rupiah SBI 3 Bulan Harga Minyak Mentah Indonesia Lifting Minyak Asumsi Makro Neraca Pembayaran Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Pencapaian APBN Tahun Sasaran APBN Perubahan Tahun 2008 dan Kebijakan Fiskal Pengendalian Defisit dalam APBN-P Paket Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Pokok... R1 i iv v vi I-1 I-1 I-2 I-2 I-3 I-5 I-6 I-7 I-9 I-9 I-12 I-13 I-15 I-18 I-19 I-20 I-21 I-24 I-25 I-25 I-29 I-29 BAB II PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH RAPBN-P II-1 i

6 Daftar Isi Halaman 2.1. Pendahuluan Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Penerimaan Dalam Negeri Tahun Penerimaan Perpajakan Tahun Penerimaan Negara Bukan Pajak Tahun Hibah Tahun Perubahan Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Penerimaan Dalam Negeri Tahun Penerimaan Perpajakan Tahun Penerimaan Negara Bukan Pajak Tahun Hibah Tahun BAB III POKOK-POKOK PERUBAHAN ANGGARAN BELANJA NEGARA Pendahuluan Pokok-Pokok Perubahan Kebijakan dan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Pokok-Pokok Perubahan Kebijakan dan Anggaran Transfer ke Daerah Perubahan Dana Perimbangan Perubahan Dana Bagi Hasil (DBH) Perubahan DBH Pajak Perubahan DBH Sumber Daya Alam Perubahan Dana Alokasi Umum (DAU) Perubahan Dana Alokasi Khusus (DAK) Perubahan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Perubahan Dana Otonomi Khusus Perubahan Dana Penyesuaian... BAB IV POKOK-POKOK PERUBAHAN DEFISIT DAN PEMBIAYAAN ANGGARAN Defisit Anggaran Pembiayaan Defisit Anggaran... II-1 II-2 II-2 II-3 II-7 II-10 II-10 II-11 II-12 II-20 II-24 III-1 III-1 III-2 III-23 III-26 III-26 III-27 III-27 III-28 III-29 III-31 III-31 III-32 IV-1 IV-1 IV-2 ii

7 Halaman Pembiayaan Non-Utang Pembiayaan Utang (neto) Dampak Perubahan Asumsi dan Defisit... IV-2 IV-5 IV-10 LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 iii

8 Daftar Tabel DAFTAR TABEL Halaman Tabel I.1 Aliran Dana Badan Investasi Pemerintah dari Asia... Tabel I.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia Tahun Tabel I.3 Laju Pertumbuhan PDB Tabel I.4 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro, Tabel I.5 Neraca Pembayaran Indonesia, Tabel I.6 Ringkasan APBN-P Tabel II.1 Pendapatan Negara dan Hibah, Tabel II.2 Perkembangan Penerimaan Perpajakan, Tabel II.3 Perkembangan PNBP, Tabel II.4 Pendapatan Negara dan Hibah, Tabel II.5 Penerimaan Perpajakan, Tabel II.6 Kebijakan dan Administrasi Perpajakan APBN-P Tabel II.7 Penerimaan Negara Bukan Pajak, Tabel II.8 Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya Tahun Tabel III.1 Belanja Negara, Tahun Tabel III.2 Belanja Pemerintah Pusat, Tahun Tabel III.3 Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Tabel III.4 Transfer ke Daerah, Tahun Tabel IV.1 Program Tahunan Privatisasi Tahun Tabel IV.2 Pembiayaan Anggaran Berdasarkan Utang dan Non Utang I-3 I-6 I-11 I-21 I-24 I-31 II-3 II-5 II-8 II-12 II-13 II-16 II-21 II-24 III-2 III-4 III-24 III-33 IV-4 IV-9 iv

9 Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik I.1 Pergerakan Saham di Beberapa Pasar Dunia... Grafik I.2 Pergerakan Indeks Saham Perusahaan Internasional... Grafik I.3 Perkembangan Fed Rate dan Saham Internasional... Grafik I.4 Proyeksi Pertumbuhan Amerika Serikat di tahun Grafik I.5 Perkembangan Harga Minyak Mentah Internasional Dec Jan Grafik I.6 Perkembangan Harga Komoditas Dunia... Grafik I.7 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan... Grafik I.8 Perkembangan Inflasi Grafik I.9 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah dan Volatilitas... Grafik I.10 Nilai Tukar dan Prosentase Apr(+)/Depr(-) Beberapa Mata Uang Regional s.d Mar Grafik I.11 Nilai Tukar dan Net Beli (Jual) Asing... Grafik I.12 Perkembangan BI Rate, SBI 3 bulan, dan Fed Fund Rate... Grafik I.13 BI Rate dan Suku Bunga Perbankan... Grafik I.14 Asumsi dan Realisasi Lifting Minyak Indonesia, Grafik II.1 Perkembangan Pendapatan Negara Grafik II.2 Penerimaan Perpajakan... Grafik II.3 Pertumbuhan Penerimaan Perpajakan... Grafik II.4 Penerimaan PNBP I-4 I-4 I-5 I-6 I-7 I-8 I-10 I-13 I-14 I-15 I-15 I-17 I-18 I-20 II-3 II-4 II-4 II-7 v

10 Daftar Boks DAFTAR BOKS Halaman Boks I.1 Dampak Krisis Subprime Mortgage Terhadap Indonesia... Boks I.2 9 Langkah Pengamanan APBN Boks II.1 Insentif Perpajakan Dalam Rangka Mendukung Paket Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Pokok... Boks IV.1 Pinjaman Proyek... Boks IV.2 Pinjaman Program... I-22 I-30 II-19 IV-11 IV-16 vi

11 Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Bab I BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN Pendahuluan Memasuki triwulan I tahun 2008, tekanan yang terjadi pada perekonomian dunia semakin terlihat sebagai dampak lanjutan krisis sektor perumahan (subprime mortgage 1 ) di Amerika Serikat yang mulai terkuak pada pertengahan tahun Seluruh proyeksi ekonomi tahun 2008 yang diumumkan pada kuartal pertama 2008 oleh lembaga-lembaga multilateral direvisi turun secara cukup signifikan. Di sisi lain harga minyak mentah di pasar dunia terus bergerak naik sejak pertengahan tahun 2007, meskipun pada saat yang sama proyeksi pelemahan ekonomi global seharusnya akan menurunkan permintaan terhadap bahan bakar minyak. Kenaikan tajam justru terjadi setelah bulan September 2007 dan pada saat ini sudah mencapai harga di atas US$100 per barel. Kenaikan harga minyak dunia yang cenderung terus terjadi dan bertahan pada tingkat yang tinggi, menyebabkan kegiatan diversifikasi energi kepada sumber yang terbarukan menjadi meningkat. Hal ini menyebabkan permintaan terhadap bahan-bahan baku bio-fuel melonjak, sehingga menyebabkan harga komoditi biofuel melonjak seperti jagung, Crude Palm Oil (CPO), tebu/gula. Kompetisi antara komoditi untuk penggunaan bahan bakar versus bahan makanan makin tajam. Kondisi ini menyebabkan harga pangan dunia ikut melonjak yang telah mengakibatkan tekanan inflasi pangan di seluruh dunia. Perubahan situasi perekonomian dunia yang memburuk secara sangat cepat dalam semester kedua tahun 2007 telah menjadi salah satu bahan pembahasan Pemerintah, Bank Indonesia, dan DPR pada saat membahas asumsi ekonomi makro tahun 2008 yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan besaran APBN Dari hasil pembahasan yang mendalam di DPR mulai bulan September 2007 hingga pertengahan bulan Oktober 2007, berdasarkan kondisi perekonomian yang mempengaruhi hingga saat itu, telah ditetapkan asumsi ekonomi makro tahun 2008 sebagai berikut: (i) pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8 persen, (ii) tingkat inflasi 6,0 persen, (iii) suku bunga SBI-3 bulan rata-rata 7,5 persen, (iv) nilai tukar Rp9.100 per dolar AS, (v) harga minyak mentah Indonesia rata-rata US$60 per barel, dan (vi) lifting minyak sebesar 1,034 juta barel per hari. Dalam perjalanannya setelah Undang-Undang APBN 2008 ditetapkan pada akhir bulan Oktober 2007, krisis subprime mortgage ternyata berdampak semakin luas dan serius di Amerika Serikat dan Eropa. Sentimen negatif sangat mudah meluas dan menular ke seluruh bagian dunia, terlihat pada gejolak/kejatuhan harga saham di seluruh dunia dan pergerakan arus modal antarnegara. Perubahan situasi perekonomian global yang drastis dan cepat berubah hingga awal tahun 2008 menyebabkan besaran asumsi ekonomi makro 2008 yang telah ditetapkan pada bulan Oktober 2007 menjadi tidak sesuai lagi. Di sisi lain, perubahan asumsi indikator ekonomi makro dalam APBN tidak bisa dilakukan seketika karena terkait 1 Subprime mortgage merupakan surat utang yang ditopang oleh jaminan kredit pemilikan rumah (KPR) dengan profil debitor yang memiliki kemampuan bayar relatif rendah. APBN-P 2008 I-1

12 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 dengan mekanisme dan siklus APBN yang bersifat rigid dan tetap. Untuk menyesuaikan asumsi ekonomi makro dengan perkembangan ekonomi dunia terkini maka penyesuaian dapat dilakukan melalui mekanisme perubahan APBN Krisis Ekonomi Global Subprime Mortgage Selama beberapa tahun terakhir harga minyak dunia telah mengalami tren peningkatan sebagai akibat ketidakseimbangan permintaan dan produksi minyak dunia. Tren tersebut mendorong peningkatan laju inflasi di Amerika Serikat (AS) sehingga the Fed memutuskan untuk menaikan suku bunga secara bertahap dan mencapai puncaknya pada tingkat 5,25 persen di bulan Juni Kebijakan suku bunga itu juga diambil dalam rangka mengatasi masalah twin deficit yang dialami Amerika Serikat sejak tahun Suku bunga tersebut bertahan pada tingkat 5,25 persen hingga Agustus 2007 sehingga berdampak pada peningkatan suku bunga kredit di AS. Kenaikan suku bunga kredit ini kemudian memicu terjadinya kredit macet di negara tersebut yang berdampak pada krisis subprime mortgage. Kredit macet ini melibatkan sekitar 2,2 juta orang AS dengan total nilai sekitar US$950 miliar. Krisis subprime mortgage yang pada awalnya berimbas pada sektor perumahan dan pasar modal AS ternyata memberikan dampak lanjutan pada institusi-institusi keuangan terkemuka di AS dan juga di belahan dunia lainnya. Kondisi ini menimbulkan dampak negatif pada kinerja sektor riil dan konsumsi dalam negeri di AS yang pada akhirnya menimbulkan permasalahan likuiditas di pasar keuangan dan berimplikasi pada memburuknya kondisi pasar modal serta kerugian yang dialami institusi-institusi keuangan terkemuka seperti Morgan Stanley, Citigroup, Merrill Lynch, dan lain-lain. Total kerugian yang dialami institusi-institusi keuangan dunia hingga Februari 2008 terkait dampak dengan subprime mortgage sementara ini diperkirakan mencapai US$130 miliar. Morgan Stanley mengalami kerugian US$9,4 miliar, Citigroup merugi US$19,9 miliar, bahkan Merrill Lynch merugi hingga US$22,4 miliar. Imbas krisis mortgage meluas mencapai Eropa dan Asia, dimana Union Bank of Switzerland (UBS) hingga Februari 2008 diperkirakan mengalami kerugian sebesar US$14,4 miliar dan HSBC merugi US$7,5 miliar. Pasar modal secara global mengalami tekanan dan terjadi pelemahan harga saham. Harga saham Merrill Lynch, Citigroup, UBS, dan lain-lain berjatuhan sehingga terjadi krisis likuiditas dan memerlukan suntikan dana segar. Suntikan dana tersebut menciptakan fenomena perubahan peta keuangan dunia ke Asia, antara lain tercermin pada pengambilalihan saham Citigroup oleh Abu Dhabi Investment Authority senilai US$7,5 miliar, saham Merril Lynch oleh Temasek senilai US$7,2 miliar, pembelian saham Morgan Stanley oleh China Investment senilai US$5 miliar, dan diberikannya suntikan dana bagi UBS sebesar US$11,94 miliar dari pemerintah Singapura. Selama tiga kuartal terakhir, Badan Investasi Pemerintah (Sovereign Wealth Fund) dari Asia telah menyuntikkan dana mencapai US$66,6 miliar kepada institusi-institusi keuangan terkemuka di dunia. Di Inggris, Northern Rock, yang merupakan bank perkreditan perumahan mengalami kerugian akibat hilangnya kepercayaan masyarakat sehingga terjadi rush pada bank tersebut. I-2 APBN-P 2008

13 Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Bab I Injeksi Dana Asia (Sovereign Wealth Fund) Penyalur dana Penerima dana Nilai Milyar USD UAE: Abu Dhabi Investment Authority Citigroup 7,5 Singapore: Temasek Holding Standard Chartered 9,2 Merrill Lynch 7,5 Barclay 2,0 Singapore: Government Investment Corp. UBS 11,94 Citigroup 6,9 China: China Investment Corporation Morgan Stanley 5,0 Blackstone 3,0 Lain-lain 13,58 TOTAL 66,6 Sumber Bloomberg Tabel I.1 Aliran Dana Badan Investasi Pemerintah dari Asia Besarnya kesulitan likuiditas yang dialami oleh Northern Rock mendorong pemerintah Inggris melakukan bail-out dengan menyuntikkan dana talangan yang sangat besar mencapai 25 miliar. Sementara di Perancis, kejatuhan bursa-bursa saham AS juga telah membawa kerugian sebesar 4,9 miliar euro bagi Societe Generale, yang merupakan bank dengan kapitalisasi pasar terbesar ketiga. Societe Generale menempatkan dana sebesar US$73 miliar di bursabursa saham Eropa yang ternyata menurun tajam memasuki tahun Kejadian tersebut diperparah oleh fakta bahwa transaksi penempatan dana tersebut dilakukan secara ilegal yang mengabaikan prosedur dan norma kehati-hatian sehingga menunjukkan lemahnya sistem kontrol di sektor keuangan Guncangan Pasar Modal Krisis subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) yang langsung berdampak negatif ke pasar modal AS mengakibatkan jatuhnya bursa global. Krisis ini menciptakan Minsky Moment, yaitu suatu kondisi dimana investor terpaksa menjual sahamnya dalam rangka menutup kerugian dana pada portfolio investasi lainnya. Kesalahan investasi (bad mortgage) tersebut dampaknya juga dirasakan oleh para pemilik modal di luar AS, termasuk Eropa, Asia, dan Australia, sehingga turut mempengaruhi bursa global secara keseluruhan. Hal ini seiring dengan besarnya kepemilikan hipotik perumahan (housing mortgages) oleh banyak institusi keuangan yang ada di berbagai penjuru dunia. Sejak krisis subprime mortgage menyeruak ke permukaan, indeks bursa saham secara global terus tergerus hingga menutup tahun Hingga akhir Maret 2008, bursa saham secara global masih terus mengalami tekanan, baik di Amerika Serikat, maupun di pasar modal Eropa dan Asia seperti dilihat pada Grafik I.1. APBN-P 2008 I-3

14 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Grafik I.1 Pergerakan Saham di Beberapa Pasar Dunia Jan-07 Feb-07 Mar-07 Sumber: Bloomberg Dow Jones Footsie Apr-07 May-07 Nikkei Hang Seng Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan Sumber: Bloomberg Thailand Phillipina Kuala Lumpur Indonesia Untuk tetap menggairahkan prospek ekonomi, the Fed telah mengambil kebijakan untuk melakukan pemangkasan Fed Fund Rate beberapa kali, sejak tingkat 4,75 persen pada September 2007 menjadi 3 persen pada Januari 2008, dan 2,25% pada Maret Di sisi lain, terus melambungnya harga minyak semakin memperburuk perekonomian AS, melalui dampaknya terhadap peningkatan biaya produksi dan transportasi. Inflasi tahun 2007 mencapai 4,1 persen yang merupakan tertinggi dalam 17 tahun terakhir. The Fed menghadapi dilema antara upaya menjaga pertumbuhan perekonomian dan mengendalikan laju inflasi. Perekonomian Amerika Serikat menghadapi risiko stagflasi, yaitu pertumbuhan ekonomi yang melambat dan inflasi yang tinggi. Departemen Perdagangan mengkonfirmasikan bahwa perekonomian AS hanya tumbuh 0,6% pada kuartal ke-iv Grafik I.2 Pergerakan Indek Saham Perusahaan Internasional 40 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Komatsu Sony Toyota GM I-4 APBN-P 2008

15 Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Bab I Perusahaan-perusahaan Jepang dan Korea yang sangat mengandalkan pasar Amerika Serikat mengalami pukulan berat yang akan mengancam penurunan keuntungan. Sampai dengan 22 Januari, saham Toyota jatuh (7,2 persen), saham Sony (perusahaan konsumer elektronik terbesar No.2 di dunia) jatuh 6,9 persen, dan saham Komatsu (perusahaan alat berat terbesar No.2 di dunia) jatuh hingga 8,5 persen. Saham Grafik I.3 Perkem bangan Fed Rate dan Saham Int erna sional Dow Jones Nikkei Footsie Hang Seng Fed Fund Rate Sumber: Bloomberg Toyota sebagai produsen otomotif paling profitable di dunia selama bulan Januari 2008 telah jatuh 19 persen dan saham Samsung sebagai perusahaan elektronik terbesar di Korea melorot hampir 5 persen. Tekanan terhadap saham-saham perusahaan Amerika Serikat, Jepang, dan Korea masih terus berlanjut hingga Maret Untuk mempertahankan momentum, pada tanggal 30 Januari 2008, the Fed kembali melakukan pemangkasan sebesar 50 bps menjadi 3 persen, yang terus dilanjutkan menjadi 2,25% pada Maret Sejak munculnya krisis subprime mortgage pada pertengahan tahun 2007 hingga Maret 2008, the Fed telah melakukan pemangkasan suku bunga sebesar 3,0 persen yang diharapkan mampu meringankan beban likuiditas. Upaya yang dilakukan pemerintah AS dan the Fed diharapkan dapat membelokkan arah perekonomian AS kembali ke arah positif. Hal ini penting karena perekonomian AS memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian dunia, sehingga guncangan yang terjadi akan dirasakan oleh negara-negara lain di Eropa, Australia, dan Asia, termasuk Indonesia Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia Krisis subprime mortgage di Amerika Serikat yang berimbas kepada sektor keuangan dan anjloknya pasar modal telah mempengaruhi potensi pertumbuhan ekonomi di berbagai negara dan global. Penurunan pertumbuhan ekonomi global tersebut terutama dipicu oleh potensi penurunan laju pertumbuhan ekonomi AS yang menopang hampir 30 persen laju pertumbuhan ekonomi dunia. Memasuki tahun 2008, berbagai indikator ekonomi yang ada telah memperlihatkan tanda-tanda melemahnya perekonomian AS. Penurunan tingkat penjualan rumah dan konsumsi, tingginya laju inflasi, serta peningkatan angka pengangguran memperkuat potensi melemahnya laju pertumbuhan ekonomi AS. Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) bulan April 2008, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menyampaikan perkiraan terakhir atas laju pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat tahun 2008 sebesar 0,5 persen. Nilai tersebut menunjukkan adanya koreksi yang cukup besar, dibanding dengan beberapa proyeksi awal yang telah disampaikan pada bulan-bulan sebelumnya. Perlambatan ekonomi AS yang semakin nyata memiliki dampak yang cukup besar pada laju pertumbuhan ekonomi global. APBN-P 2008 I-5

16 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Berdasarkan perkembangan yang ada, IMF juga telah melakukan perhitungan ulang terhadap proyeksi laju pertumbuhan ekonomi di beberapa negara lainnya. Dalam hal ini, perkiraan laju pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan melambat hingga hanya mencapai 3,7 persen, tingkat yang lebih rendah dibandingkan perkiraanperkiraan pada bulan Oktober 2007 dan Januari 2008 yaitu masing-masing sebesar 4,4 persen dan 4,2 persen. Persen (yoy) 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 Grafik I.4 Proyeksi Pertumbuhan Amerika Serikat di Tahun 2008 A pr. '07 Okt. '0 7 Jan. '0 8 Mar. '08 Dengan laju pertumbuhan ekonomi 3,7 persen tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2008 akan lebih rendah dari tahun sebelumnya yang diestimasi mencapai 5,2 persen. Menurunnya laju pertumbuhan tersebut juga diperkirakan akan dialami oleh negara-negara Uni Eropa. Proyeksi laju pertumbuhan ekonomi Uni Eropa diperkirakan mencapai 1,4 persen, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 1,6 persen. Beberapa pengamat memperkirakan potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama akan dialami oleh Inggris, yang antara lain tercermin pada jatuhnya harga saham dan anjloknya angka penjualan perumahan di Inggris. Tabel I.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia Tahun 2008 Apr. '07 Okt. '07 Jan. '08 Mar. '08 AS 2,8 1,9 1,5 0,5 EU 2,3 2,1 1,6 1,4 - Inggris 2,9 2,7 1,8 1,6 Jepang 1,9 1,7 1,5 1,4 China 9,5 10,0 10,0 9,3 India 7,8 8,4 8,2 7,9 Dunia 4,9 4,4 4,2 3,7 Sumber : World Economic Outlook, IMF, April 2008 Di kawasan Asia, dampak pelemahan pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan relatif rendah terkait dengan masih cukup tingginya potensi pertumbuhan ekonomi China dan India. Melambatnya ekonomi AS tentunya akan membuat ekspor Asia ke AS turun. Namun, pesatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara dalam kawasan tersebut dapat mendorong peningkatan perdagangan intra-asia. Menurut Lehman Brothers, kecuali Jepang, 43 persen ekspor Asia mengalir ke sesama negara di kawasan tersebut, naik dari 37 persen pada China dan India memperlihatkan peran yang lebih besar di panggung perdagangan dunia dibandingkan enam tahun lalu. Dengan kata lain perekonomian China bisa menjadi penyeimbang apa pun yang terjadi di AS Kenaikan Harga Minyak Mentah Lonjakan harga komoditi primer yang paling dirasakan adalah minyak mentah (crude oil) sebagai sumber energi utama bagi aktivitas berbagai industri di dunia. Di tahun 2007, harga minyak mentah internasional berada pada level yang cukup tinggi. Gejala ini berlanjut sampai dengan pertengahan Maret 2008 dimana harga minyak WTI mencapai level US$ 101 per barel. Tingginya harga minyak mentah ini selain dipengaruhi oleh faktor fundamental akibat I-6 APBN-P 2008

17 Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Bab I tidak imbangnya permintaan dan penawaran seperti gangguan pipa penyalur di Laut Utara dan pelemahan dolar AS, juga disebabkan oleh sentimen negatif sebagai akibat dari ketegangan geopolitik seperti isu program nuklir Iran, kerusuhan di Nigeria dan ketegangan di Turki. Harga rata-rata minyak mentah jenis Dated Brent di pasar internasional pada periode April Maret 2008 mencapai US$82,2 per barel atau naik US$17,8 per barel (27,6 persen) dibandingkan dengan harga pada periode yang sama tahun sebesar US$64,4 per barel. Harga rata-rata minyak mentah basket OPEC pada periode April 2007 Maret 2008 mencapai US$78,3 per barel atau mengalami kenaikan 29,4 persen dibanding periode yang sama pada tahun Pertumbuhan permintaan minyak dunia jauh melebihi kemampuan untuk meningkatkan produksi minyak oleh negara-negara penghasil minyak, baik yang tergabung dalam OPEC maupun Non-OPEC. Kendala yang dihadapi dalam meningkatkan kapasitas produksi minyak antara lain sebagian sumur-sumur yang ada telah berusia tua, konflik di Timur Tengah dan beberapa negara di Afrika yang berkepanjangan, serta bencana alam seperti badai Katerina yang menghancurkan kilang minyak di Texas, Amerika Serikat. 105,00 OPEC Brent ICP WTI Grafik I.5 Perkembangan Harga Minyak Mentah Internasional Dec Jan 2008 (US$/barrel) 95,00 85,00 75,00 65,00 55,00 45,00 Jan 06 Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 06 Jan 07 Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Kenaikan Harga Komoditi Primer Perkembangan lainnya yang juga mempengaruhi kondisi ekonomi global dan regional adalah tren peningkatan harga-harga komoditas primer di pasar internasional. Tren kenaikan hargaharga komoditi primer internasional, seperti minyak bumi, baja, tembaga, emas, dan lain- APBN-P 2008 I-7

18 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 lain, sudah mulai dirasakan sejak tahun 2004 dan terus berlanjut hingga awal tahun Kenaikan harga antara lain dipicu oleh meningkatnya kebutuhan komoditi tersebut seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi di negara-negara emerging market dan negara negara berkembang yang tercermin pada laju pertumbuhan ekonomi yang menurut WEO- IMF berada di atas 7,0 persen. Selain itu, ketidakstabilan pasar keuangan global telah mendorong beberapa investor untuk melakukan pengalihan dananya dari pasar modal ke aksi spekulatif di pasar komoditi guna memperoleh keuntungan yang lebih tinggi sehingga memperbesar lonjakan harga komoditi pasar internasional lebih tinggi dari harga fundamentalnya. Di sisi lain, tingginya harga minyak dunia ternyata mendorong upaya-upaya untuk mengembangkan sumber energi alternatif lain, khususnya bio-fuel dan bio-diesel. Langkahlangkah tersebut pada akhirnya akan mendorong peningkatan permintaan komoditas primer, seperti gandum, kedelai, serta komoditas hasil olahan seperti CPO. Kenaikan harga-harga komoditas tersebut sejak bulan Januari 2006 sampai dengan bulan Januari 2008 telah mencapai lebih dari 200 persen. Grafik I.6 Perkembangan Harga Komoditas Dunia Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar Palm oil Cotton Sugar Rubber Ber as Gandum Ke delai Jagung Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Alumunium Copper Gold Brent Oil I-8 APBN-P 2008

19 Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Bab I 1.6. Dampak Pada Perekonomian Indonesia Perkembangan ekonomi global selama tahun 2007 berdampak pada perkembangan perekonomian domestik. Dampak krisis subprime mortgage dan perubahan peta keuangan dunia dan regional akan membawa pengaruh terhadap arah pergerakan arus modal di pasar keuangan dan modal dalam negeri. Hal tersebut pada gilirannya akan membawa implikasi pada potensi arus modal dan perkembangan investasi di Indonesia. Sementara itu, gejolak harga komoditas internasional ikut mendorong harga komoditas dalam negeri sehingga terjadi tekanan baru pada tingkat inflasi. Gejala pelemahan laju pertumbuhan ekonomi AS dan global, sedikit banyak akan mempengaruhi pola perdagangan dan perekonomian internasional dan tentu saja perlu dipertimbangkan dampaknya terhadap perkembangan perekonomian domestik. Di sisi moneter, perubahan perubahan tingkat suku bunga dan pergerakan nilai tukar akan membawa implikasi terhadap perkembangan sektor riil dan moneter di Indonesia. Dengan menyadari hal-hal tersebut dan memperhatikan perkembangan global yang terjadi, maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap proyeksi indikator-indikator ekonomi Indonesia di tahun Pertumbuhan Ekonomi Pelemahan ekonomi global diperkirakan akan berdampak pada perkembangan ekonomi nasional 2008 terutama pada penurunan perkiraan pertumbuhan neraca perdagangan Indonesia dan investasi, sementara konsumsi domestik diperkirakan masih cukup kuat. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi di 2008 diperkirakan masih cukup tinggi, meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan perkiraan dalam APBN Pada tahun 2007, realisasi laju pertumbuhan ekonomi mencapai 6,32 persen (y-o-y), meningkat bila dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 5,51 persen. Tingginya angka realisasi tersebut, terutama disebabkan oleh meningkatnya daya beli masyarakat yang mendorong peningkatan permintaan dalam negeri, membaiknya iklim investasi, serta tingginya permintaan dunia terhadap produk ekspor Indonesia. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi tahun 2007 lebih bertumpu pada konsumsi masyarakat, investasi, dan ekspor, sementara pada sisi penawaran (sektoral) lebih ditopang oleh sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Pengeluaran konsumsi masyarakat tahun 2007 tumbuh sebesar 5,04 persen, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 3,17 persen, yang ditopang oleh meningkatnya konsumsi makanan dan non makanan. Meningkatnya daya beli masyarakat karena peningkatan pada pendapatan riil masyarakat tercermin pada semakin meningkatnya pertumbuhan kredit konsumsi sebesar 24,9 persen pada Sementara itu, indikator konsumsi yang lain yaitu penjualan listrik meningkat 7,0 persen dan penjualan kendaraan bermotor (mobil dan motor) yang meningkat sebesar 8,4 persen. Konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 3,89 persen, melambat dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 9,61 persen akibat menurunnya belanja barang. Pengeluaran investasi mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 9,16 persen lebih tinggi dibanding tahun 2006 yang hanya sebesar 2,46 persen sebagai respon atas APBN-P 2008 I-9

20 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 meningkatnya permintaan baik Grafik I.7 7% domestik maupun luar negeri Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan 6% serta peningkatan konsumsi swasta. Tumbuhnya 5% pengeluaran investasi tercermin 4% dari meningkatnya realisasi 3% PMA-PMDN yang mencapai 72,9 persen dan 67,7 persen, 2% penjualan semen 7,1 persen, 1% impor barang modal tumbuh 0% pesat 15,1 persen. Kredit Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 investasi dan kredit modal kerja 2005 : 5,69% 2006 : 5,51% 2007 : 6,32% yang tumbuh masing-masing sebesar 23,1 persen dan 28,6 persen juga menopang pertumbuhan investasi tahun Pertumbuhan ekspor barang dan jasa tahun 2007 masih tetap tinggi, yaitu sebesar 8,02 persen, meskipun lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 9,41 persen. Pertumbuhan ekspor tersebut terkait dengan tingginya pertumbuhan ekonomi dunia dan meningkatnya harga komoditas internasional sehingga meningkatkan permintaan dunia atas barang ekspor Indonesia. Kondisi eksternal sehubungan dengan berlanjutnya kasus subprime mortgage AS belum berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekspor Pertumbuhan impor 2007 yang mencapai 8,89 persen meningkat dibandingkan tahun 2006 sebesar 8,58 persen ditunjang oleh meningkatnya impor barang, baik barang konsumsi, bahan baku, maupun barang modal terkait dengan meningkatnya daya beli masyarakat, kegiatan produksi yang meningkat serta tingginya investasi. Dari sisi penawaran, kinerja pertumbuhan ekonomi tahun 2007 ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan hampir seluruh sektor ekonomi. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor-sektor nontradable, seperti sektor pengangkutan dan komunikasi (14,38 persen), sektor listrik, gas dan air bersih (10,4 persen), sektor bangunan (8,61 persen), dan sektor perdagangan (8,46 persen). Sementara sektor industri pengolahan dan pertanian yang merupakan penopang perekonomian tumbuh masing-masing sebesar 4,66 dan 3,5 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi tahun 2007 tumbuh sebesar 14,38 persen. Walaupun pertumbuhannya sama dengan tahun sebelumnya, tingginya mobilitas masyarakat serta perkembangan kemajuan teknologi dan inovasi di bidang komunikasi telah memberikan kontribusi yang positif dalam mendukung tingginya pertumbuhan di sektor ini. Subsektor pengangkutan tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya karena terjadinya kecelakaan beberapa moda transportasi (pesawat, kapal laut, kereta api) sehingga mengurangi minat masyarakat untuk bepergian Sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 4,66 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 4,59 persen meskipun tren pertumbuhannya yang terus melambat sejak triwulan I Perlambatan ini terutama dari industri nonmigas yang di semua subsektornya cenderung melambat kecuali alat angkutan mesin dan peralatannya yang meningkat sebesar 9,73 persen. Masih kondusifnya permintaan pasar, baik dari dalam maupun luar negeri, tingkat inflasi yang lebih rendah, dan penurunan suku bunga menjadi pendorong tumbuhnya sektor industri pengolahan. 5,96% 5,87% 5,84% 5,11% 5,13% 4,97% 5,90% 6,03% 6,09% 6,41% 6,51% 6,25% I-10 APBN-P 2008

21 Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Bab I Sementara itu, sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 8,46 persen, lebih tinggi dibanding pertumbuhan tahun 2006 sebesar 6,42 persen. Meningkatnya daya beli masyarakat ikut mendorong pertumbuhan sektor ini dan pertumbuhan konsumsi masyarakat. Sektor pertanian menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 3,36 persen tahun 2006 menjadi 3,50 persen tahun Peningkatan ini terutama disebabkan meningkatnya pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan khususnya padi yang merupakan penopang utama pertumbuhan sektor ini. Target pertumbuhan sektor pertanian terlampaui karena peningkatan pada produksi padi/beras dan jagung hingga melebihi sasaran yang telah ditetapkan. Sementara itu, subsektor kehutanan mengalami penurunan karena kerusakan hutan akibat masih banyaknya illegal logging sehingga produksi kayu berkurang dan industri hasil hutan banyak yang tutup. Tabel I. 3 Laju Pertumbuhan PDB (persen, y-o-y) Uraian 2006 (realisasi) 2007 (APBN-P) 2007 (realisasi) 2008 (APBN) 2008 (APBN-P) Produk Domestik Bruto 5,5 6,3 6,3 6,8 6,4 Menurut Penggunaan Pengeluaran Konsumsi 3,9 5,6 4,9 5,9 5,4 Masyarakat 3,2 5,1 5,0 5,9 5,5 Pemerintah 9,6 8,9 3,9 6,2 4,5 Pembentukan Modal Tetap Bruto 2,5 12,3 9,2 15,5 11,5 Ekspor Barang dan Jasa 9,4 9,9 8,0 12,7 10,5 Impor Barang dan Jasa 8,6 14,2 8,9 17,8 13,2 Menurut Lapangan Usaha Pertanian 3,4 2,7 3,5 3,7 3,3 Pertambangan dan Penggalian 1,7 2,9 2,0 3,2 3,0 Industri Pengolahan 4,6 7,2 4,7 7,7 7,3 Listrik, gas, air bersih 5,8 6,2 10,4 8,2 6,7 Bangunan 8,3 9,4 8,6 10,0 8,8 Perdagangan, hotel, dan restoran 6,4 7,0 8,5 7,2 6,9 Pengangkutan dan komunikasi 14,4 13,7 14,4 14,0 13,5 Keuangan, persewaan, jasa perush. 5,5 6,0 8,0 6,2 5,9 Jasa-jasa 6,2 4,2 6,6 4,0 4,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Memasuki tahun 2008, berbagai perubahan dalam perekonomian dunia mulai membawa dampak pada perekonomian domestik. Pertumbuhan ekonomi domestik mengalami perubahan seiring dengan perkembangan yang terjadi pada perekonomian global meskipun diperkirakan menguat dibandingkan tahun Terjadi perkiraan penurunan sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 2008 dari 6,8 persen menjadi 6,4 persen yang didorong oleh pertumbuhan konsumsi masyarakat dan investasi. Konsumsi masyarakat dalam tahun 2008 diperkirakan akan mengalami penurunan dibandingkan target pada APBN 2008, yaitu dari 5,9 persen menjadi 5,5 persen. Hal ini disebabkan menurunnya daya beli masyarakat karena kenaikan harga-harga (inflasi) yang membumbung tinggi. Pada triwulan I 2008 terjadi peningkatan harga pada beberapa bahan APBN-P 2008 I-11

22 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 pokok (sembako) antara lain tepung terigu, minyak goreng, dan kedelai. Sementara itu, konsumsi pemerintah juga diperkirakan menurun menjadi 4,5 persen dibandingkan APBN 2008 yang sebesar 6,2 persen. Penurunan ini disebabkan adanya penghematan dan penajaman prioritas belanja kementerian negara/lembaga pada tahun Dengan menurunnya perkiraan pertumbuhan konsumsi masyarakat sebagaimana disebutkan di atas, maka permintaan domestik diperkirakan juga akan mengalami penurunan sehingga penambahan kapasitas produksi di sektor riil cenderung melambat. Hal itu pada gilirannya akan mengurangi dorongan pada pertumbuhan investasi. Dalam tahun 2008, pertumbuhan investasi diperkirakan mencapai 11,5 persen lebih rendah dibandingkan APBN 2008 sebesar 15,5 persen. Implementasi paket kebijakan investasi, termasuk proyek infrastruktur diperkirakan belum menampakkan hasil yang signifikan. Proses pelaksanaan public private partnerships (PPPs) yang pada tahun 2008 difokuskan pada pembangunan infrastruktur jalan tol dan pembangkit listrik masih membutuhkan upaya yang keras untuk pelaksanaannya meskipun telah dilakukan dukungan pemerintah sepenuhnya. Melambatnya pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang dan negara maju diperkirakan mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Pertumbuhan ekspor dalam tahun 2008 diperkirakan menjadi 10,5 persen, atau lebih rendah dari perkiraan awal sebesar 12,7 persen. Sejalan dengan lebih rendahnya kinerja ekspor, maka pertumbuhan impor diperkirakan sebesar 13,2 persen, atau lebih rendah dari perkiraan dalam APBN 2008 yang sebesar 17,8 persen. Secara sektoral, laju pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan masih tetap sama sebesar 3,7 persen meskipun revitalisasi sektor pertanian belum berjalan secara optimal. Kondisi iklim yang buruk di beberapa daerah dan masih relatif rendahnya laju pertumbuhan kredit perbankan ke sektor pertanian juga menyebabkan kegiatan produksi pertanian belum mampu tumbuh pesat. Sementara itu, pertumbuhan sektor industri pengolahan cenderung mengalami koreksi dari 7,7 persen menjadi 6,3 persen. Penurunan sektor ini dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi global, turunnya investasi, keterbatasan infrastruktur dan pasokan energi, serta belum memadainya peran perbankan dalam mengucurkan kredit. Krisis keuangan global masih mempengaruhi kondisi sektor keuangan nasional sehingga terjadi koreksi yang cukup tajam dari 6,2 persen menjadi 5,9 persen Inflasi Tingkat inflasi (y-o-y) pada bulan Maret 2008 mencapai sebesar 8,17 persen, lebih besar dari laju inflasi Maret 2007 (y-o-y) yang mencapai sebesar 6,52 persen. Berdasarkan komponennya, inflasi inti di bulan Maret 2008 (y-o-y) mencapai sebesar 8,07 persen, meningkat dibanding dengan 5,87 persen pada Maret 2007 (y-o-y). Inflasi administered price mencapai sebesar 4,24 persen meningkat dibanding dengan 2,40 persen pada Maret Sementara itu, inflasi volatile food menurun dari 13,73 persen di bulan Maret 2007 menjadi 12,76 persen pada bulan Maret Dari sisi inflasi inti, peningkatan inflasi terutama didorong oleh meningkatnya tekanan inflasi impor (imported price), seperti kenaikan harga komoditi di pasar dunia, khususnya minyak. Sementara itu, pengaruh ekspektasi inflasi cenderung menurun, dimana hal tersebut merupakan hasil dari kebijakan bersama antara Bank Indonesia dan Pemerintah yang I-12 APBN-P 2008

23 Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Bab I berkoordinasi dalam upaya meredam tekanan inflasi. Di sisi lain, fluktuasi nilai tukar rupiah dapat diredam melalui komunikasi yang baik antara Bank Indonesia dengan para pelaku pasar sehingga diperoleh persepsi yang positif terhadap stabilisasi nilai tukar. Sementara itu, meningkatnya permintaan agregat yang terjadi masih dapat diimbangi oleh penawaran agregat karena belum terpakainya secara maksimal kapasitas produksi yang ada sehingga produsen masih dapat meningkatkan produksinya. Laju inflasi pada awal tahun 2008 juga dipengaruhi oleh faktor kenaikan administered price. Kenaikan tersebut antara lain didorong oleh kenaikan tarif jalan tol, serta faktor-faktor nonkebijakan, seperti kelangkaan minyak tanah dan gas elpiji. Namun demikian, tekanan inflasi dari sisi administered price terhadap total inflasi relatif minimal. Sementara itu, inflasi volatile foods mengalami tekanan yang berasal dari meningkatnya harga minyak goreng terkait dengan meningkatnya harga CPO di pasar global. Meski demikian, laju inflasi volatile food masih relatif terjaga sejalan dengan terkendalinya harga beras sebagaimana terlihat dari lebih rendahnya inflasi kelompok barang ini dibandingkan tahun sebelumnya. Grafik I.8 Perkem ban ga n Infla si Perkembangan ekonomi global yang mendorong peningkatan harga beberapa komoditi internasional, seperti CPO, gandum, dan kedelai secara signifikan (Aginflation) sejak akhir tahun 2007 berimbas kepada kenaikan harga beberapa komoditi domestik. Terkait dengan komoditas minyak goreng, pemerintah telah menerapkan kebijakan pengenaan tarif pungutan ekspor untuk CPO dan operasi pasar minyak goreng. Di tahun 2008, masih tingginya permintaan domestik dan belum optimalnya program konversi minyak tanah ke gas elpiji akan berdampak pada peningkatan tekanan inflasi. Di sisi lain, ketergantungan hasil panen terhadap faktor cuaca yang sulit diprediksi merupakan salah satu variabel ketidakpastian yang dapat memberikan tekanan tambahan pada laju inflasi. Terkait dengan faktor eksternal, terganggunya fundamental ekonomi seperti nilai tukar rupiah sebagai dampak dari goncangan ekonomi global akan memberi efek terhadap kenaikan inflasi inti sehingga laju inflasi juga akan meningkat. Dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut di atas dan realisasi inflasi bulan Maret 2008 sebesar 0,95 persen, maka asumsi laju inflasi untuk APBN-P 2008 adalah sebesar 6,5 persen In fla si Y -o-y Adm Prices Y-o-Y Sumber: BPS (diolah) Jan-06 Mar-06 May-06 Jul-06 Sep-06 Nov-06 Jan-07 Mar-07 May-07 Jul-07 Sep-07 Nov-07 Jan-08 Mar-08 Core Y-o-Y V ol Foods Y-o-Y Nilai Tukar Rupiah Rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat di Semester II 2007 menunjukkan kecenderungan melemah dan lebih fluktuatif dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di akhir periode tahun 2007 Rupiah mencapai posisi Rp9.140 per dolar atau melemah sebesar 4,6 persen dibandingkan posisi akhir tahun Meskipun demikian, secara rata-rata tahunan, nilai tukar rupiah menguat tipis sebesar 0,30 persen dari Rp9.167 APBN-P 2008 I-13

24 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 per dolar di 2006 menjadi Rp9.139,50 per dolar pada tahun Sementara itu, volatilitas Rupiah di 2007 meningkat menjadi 1,43 persen dibandingkan dengan 1,33 persen di tahun Peningkatan volatilitas rupiah ini searah dengan pergerakan rupiah yang cenderung fluktuatif khususnya di semester II Kondisi tersebut merupakan dampak negatif dari krisis subprime yang berpengaruh pada kondisi pasar keuangan dalam negeri. Selain itu fluktuasi yang terjadi juga diakibatkan oleh peningkatan harga beberapa komoditi di pasar internasional, khususnya minyak. Memasuki tahun 2008 rupiah relatif stabil dengan kecenderungan meningkat, yaitu dari rata-rata Rp9.334 pada akhir tahun 2007, menguat hingga mencapai rata-rata Rp9.178 per dolar Amerika Serikat. Penguatan nilai tukar rupiah ini diikuti pula oleh menurunnya volatilitas Rupiah dari 1,43 persen pada tahun 2007 menjadi 1,12 persen pada tiga bulan pertama tahun Kondisi ini antara lain disebabkan oleh meningkatnya arus masuk modal asing, yang antara lain tercermin pada terjadinya surplus net beli asing pada instrumen domestik. Perkembangan rupiah ini berbeda dibandingkan perkembangan nilai tukar di beberapa negara Asia lainnya yang cenderung menguat. Penguatan nilai tukar di berbagai negara Asia tersebut sejalan dengan meningkatnya surplus neraca perdagangannya. Sementara untuk Indonesia, surplus neraca berjalan yang terjadi tidak diikuti dengan penguatan nilai tukar Rupiah yang signifikan. Fenomena ini terkait nilai tukar yang cenderung berfluktuasi yang mendorong eksportir menyimpan dananya di luar negeri. Dengan demikian, fluktuasi nilai tukar rupiah tahun 2007, lebih banyak disebabkan oleh pergerakan arus modal asing ke dalam negeri yang tercermin pada net beli asing di pasar keuangan domestik. Kurs, Rp/USD Grafik I.9 Volatilitas Perkembangan Nilai T ukar Rupiah dan Volatlitas ,0 Kurs Harian 9,0 Volatilitas 8, Rata-rata Volatilitas Tahunan 7,0 6, ,0 4, ,32% 3,0 1,43% 1,12% 2,0 1, Jan-06 Feb-06 Mar-06 Apr-06 May-06 Jun-06 Jul-06 Aug-06 Sep-06 Oct-06 Nov-06 Dec-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 I-14 APBN-P 2008

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2008

BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2008 Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Bab I BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2008 1.1. Pendahuluan Memasuki

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global...

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global... Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2009 1.1 Pendahuluan... 1.2 Ekonomi Global... 1.3 Dampak pada Perekonomian

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2008 4. Outlook Perekonomian Di tengah gejolak yang mewarnai perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 diprakirakan mencapai 6,2% atau melambat

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Kinerja CARLISYA PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 1,728,431,985.66 Pasar Uang 0-80% Deposito Syariah 6.12% 93.88% Infrastruktur 87.50% Disetahunkaluncuran Sejak pe- Deskripsi Jan-16 YoY Keuangan 12.50% Yield 0.64% 7.66%

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1 Umum... 1.2 Pokok-pokok Perubahan Asumsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN

NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2007

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009 Perkembangan Asumsi Makro BAB I BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009 1.1 Pendahuluan Memasuki tahun 2009, efek lanjutan dari pelemahan ekonomi global semakin dirasakan

Lebih terperinci

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Kinerja CENTURY PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 3,058,893,148.56 - Keuangan - Infrastruktur 0-80% AAA A - 66.33% 15.52% 18.15% - Inflasi (Jan 2016) - Inflasi (YoY) - BI Rate 0.51% 4.14% 7.25% Kinerja Sejak pe- Deskripsi

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 Prospek ekonomi tahun 2007 lebih baik dari tahun 2006. Stabilitas ekonomi diperkirakan tetap terjaga dengan nilai tukar rupiah yang stabil, serta laju inflasi dan suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Grafik... iv BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2010 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR DAN POKOK- POKOK KEBIJAKAN

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan masih akan terus berlangsung pada 2008, melanjutkan perkembangan yang membaik selama 2007. Pertumbuhan ekonomi 2008 diprakirakan mencapai

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran 29-Jan-16 NAV: 1,949.507 Total Dana Kelolaan 3,914,904,953.34 Pasar Uang 0-90% Ekuitas 77.38% Efek Pendapatan Tetap 10-90% Obligasi 12.93% Efek Ekuitas 10-90% Pasar Uang 8.82% 0.87% Keuangan A Deskripsi

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global 2015 Vol. 2 Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Pertumbuhan Ekonomi P erkembangan indikator ekonomi pada kuartal

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 1 2 3 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May-13 Jul-13 Sep-13 Nov-13 Jan-14 Mar-14 May-14 Jul-14 Sep-14 Nov-14 Jan-15 35.0 30.0

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 4-8 Juni 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 4-8 Juni 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Tekanan pasar dan kenaikan tingkat suku bunga surat utang telah mendorong pemerintah Spanyol untuk secara resmi mengajukan permintaan dana talangan kepada Uni Eropa pada pekan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN April 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN April 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Negara-negara G20 telah berkomitmen untuk memberikan pinjaman sebesar $430 miliar kepada IMF. Komitmen tersebut dilatarbelakangi oleh keadaan krisis di Eropa, sehingga pinjaman

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012

ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012 ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012 A. Nilai Tukar Realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah dalam tahun 2010 mencapai Rp9.087/US$, menguat dari asumsinya dalam APBN-P sebesar rata-rata

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. yang sedang berkembang (emerging market), kondisi makro ekonomi

BAB I PENDAHULAN. yang sedang berkembang (emerging market), kondisi makro ekonomi BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini pasar modal merupakan instrumen penting dalam perekonomian suatu negara. Pasar modal yang ada di Indonesia merupakan pasar yang sedang

Lebih terperinci

Proyeksi pertumbuhan

Proyeksi pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis finansial global yang bermula dari krisis subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2007, dalam waktu yang relatif singkat berubah menjadi krisis ekonomi

Lebih terperinci

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Overview Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) dalam RDG 13-14 Januari 2016 telah memutuskan untuk memangkas suku bunga

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Mei 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Mei 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama.

IV. GAMBARAN UMUM. diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama. 45 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Sejarah Perminyakan Indonesia Minyak bumi merupakan salah satu jenis sumber energi yang tidak dapat diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama. Minyak

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. 10-Mar-2004 Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Optimisme pemulihan perekonomian Amerika Serikat (AS) yang terjadi sejak awal tahun tampaknya akan memudar. Saat ini pasar mengkhawatirkan bahwa pemulihan ekonomi telah kehilangan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% BII (TD)

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang, dimana adanya perubahan tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap stabilitas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 World Economic Report, September 2001, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2001 hanya mencapai 2,6% antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kredit macet sektor perumahan di Amerika Serikat menjadi awal terjadinya krisis ekonomi global. Krisis tersebut menjadi penyebab ambruknya pasar modal Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi perekonomian global, ditandai dengan meningkatnya harga minyak dunia sampai menyentuh harga tertinggi $170

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002 Pada bulan April 2002 pemerintah berhasil menjadwal ulang cicilan pokok dan bunga utang luar negeri pemerintah dalam Paris Club

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 23 Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 23 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax: KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Prospek Ekspor

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 28 April 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. April 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH Asumsi nilai tukar rupiah terhadap US$ merupakan salah satu indikator makro penting dalam penyusunan APBN. Nilai tukar rupiah terhadap US$ sangat berpengaruh

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: Peserta mempunyai kebebasan untuk memilih penempatan Dana Investasinya pada portfolio investasi Syariah yang disediakan pihak perusahaan. (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pertumbuhan dunia industri menjadi fokus utama negara negara di

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pertumbuhan dunia industri menjadi fokus utama negara negara di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pertumbuhan dunia industri menjadi fokus utama negara negara di dunia. Suatu negara dengan tingkat pertumbuhan industri yang tinggi menandakan tingkat

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN

NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 REPUBLIK

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Maret 2017 Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Maret 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1 5,01 4,0 3,61 5,3 5,2 13.300 13.348

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2007, keadaan ekonomi di Indonesia dapat dikatakan baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2007, keadaan ekonomi di Indonesia dapat dikatakan baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun 2007, keadaan ekonomi di Indonesia dapat dikatakan baik dan stabil. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator yang memberikan nilai-nilai yang

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN Juni 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN Juni 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Para pimpinan di negara-negara maju tampaknya menyiapkan berbagai strategi untuk menangani krisis global, terutama untuk mengantisipasi hasil pemilu Yunani pada 17 Juni mendatang.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT DESEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER 2016 MENCAPAI USD 2,29 MILYAR No. 08/02/32/Th.XIX, 01

Lebih terperinci