NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN"

Transkripsi

1 NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 REPUBLIK INDONESIA

2 Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... i iii iv BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN TAHUN ANGGARAN Pendahuluan... Gambaran Umum Ekonomi Indonesia Tahun Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Pertumbuhan Ekonomi... Inflasi... Nilai Tukar Rupiah... Suku Bunga SBI 3 Bulan... Harga Minyak Internasional... Neraca Pembayaran BAB II ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA... Pendahuluan... Perkiraan Pendapatan Negara dan Hibah... Penerimaan Dalam Negeri... Penerimaan Perpajakan... Penerimaan PPh... Penerimaan PPN dan PPnBM... Penerimaan PBB dan BPHTB... Penerimaan Cukai dan Pajak Lainnya... Penerimaan Pajak Perdagangan Internasional... Penerimaan Negara Bukan Pajak... Hibah... Perkiraan Belanja Negara... Anggaran Belanja Pemerintah Pusat i

3 Daftar Isi Halaman Belanja Pemerintah Pusat menurut Jenis... Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi... Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi... Anggaran Belanja Ke Daerah... Dana Perimbangan... Dana Bagi Hasil... Dana Alokasi Umum... Dana Alokasi Khusus... Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian... Dana Otonomi Khusus... Dana Penyesuaian... Defisit Anggaran... Pembiayaan Anggaran LAMPIRAN : Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran ii

4 Daftar Tabel DAFTAR TABEL Halaman Tabel I.1 Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro, Tabel I.2 Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (y-0-y), Tabel I.3 Perkembangan Suku Bunga SBI dan Perbankan, Tabel I.4 Neraca Pembayaran Indonesia, Tabel II.1 Perkiraan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Tahun Tabel II.2 Perkiraan Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah, Tahun Tabel II.3 Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis, Tahun Tabel II.4 Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi, Tahun Tabel II.5 Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi, Tahun Tabel II.6 Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Untuk Daerah, Tahun Tabel II.7 Perkiraan Realisasi Pembiayaan Anggaran, Tahun iii

5 Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik I.1 Perkembangan Inflasi, Grafik I.2 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS dan REER, Grafik I.3 Perkembangan Harga Rata-rata Minyak Mentah di Pasar Internasional, Desember Mei iv

6 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN TAHUN ANGGARAN 2006 PENDAHULUAN Kebijakan ekonomi makro 2006 merupakan satu bagian integral dari kebijakan ekonomi jangka menengah tahun yang mengarah kepada tiga strategi dasar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, yaitu pro-growth, pro-employment, dan pro-poor. Kinerja ekonomi Indonesia tahun 2006 sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal, yang meliputi kinerja perekonomian dan kebijakan-kebijakan yang diambil dalam tahun-tahun sebelumnya. Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, kinerja ekonomi Indonesia tahun 2006 ini juga tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh eksternal, antara lain terjadinya global imbalances seperti kenaikan harga minyak mentah dunia dan kinerja ekonomi negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Kebijakan fiskal memiliki peran penting dalam mengelola perekonomian yang dapat dilihat dari kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menjalankan fungsi alokasi, distribusi, stabilisasi dan stimulasi dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Namun peran kebijakan fiskal sendiri tidak akan mencukupi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Peran yang lebih besar dari sektor swasta sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan menjadi suatu keharusan. Ada dua prakondisi yang diperlukan untuk menggerakkan sektor swasta yaitu stabilitas ekonomi yang terjaga dan iklim investasi yang kondusif, yang antara lain telah diupayakan oleh Pemerintah dengan regulasi kebijakan sektor riil melalui Inpres No. 3 Tahun Iklim investasi yang kondusif dapat diciptakan melalui koordinasi yang baik dan harmonis dari kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan perbankan, serta kebijakan di sektor riil. Pemerintah terus berusaha melakukan perbaikan dalam rancangan, pelaksanaan, dan koordinasi kebijakan-kebijakan di berbagai bidang tersebut agar momentum pertumbuhan ekonomi dapat terjaga dan terus terbangun. Undang-undang Nomor 13 tahun 2005 tentang APBN Tahun 2006 menetapkan bahwa penyusunan APBN 2006 didasarkan pada asumsiasumsi pertumbuhan ekonomi 6,2 persen, tingkat inflasi 8,0 persen (y-oy), rata-rata nilai tukar rupiah Rp9.900 per dolar Amerika Serikat, ratarata suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3 bulan 9,5 persen, rata- Kebijakan ekonomi makro 2006 merupakan bagian integral dari kebijakan ekonomi jangka menengah tahun Kebijakan fiskal memiliki peran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejak ditetapkannya UU No. 13 Tahun 2005 tentang APBN 2006 telah terjadi berbagai perubahan dan perkembangan. 1

7 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 Perubahan atas APBN 2006 juga dimaksud untuk mengakomodasikan tambahan kebutuhan dana. rata harga minyak mentah US$57 per barel, dan rata-rata volume lifting minyak mentah 1,05 juta barel per hari. Namun demikian, sejak ditetapkannya undang-undang tersebut telah terjadi berbagai perubahan dan perkembangan yang cukup berarti, baik yang bersumber dari perubahan faktor-faktor eksternal maupun internal yang mempengaruhi pokok-pokok kebijakan fiskal dan pelaksanaan APBN Berdasarkan perubahan dan perkembangan yang terjadi tersebut, Pemerintah mengajukan perubahan atas Undang-undang APBN 2006 dengan tujuan agar keberlangsungan kebijakan fiskal dapat terjaga dan sasaran pembangunan ekonomi 2006 dapat tercapai. Dengan memperhatikan kondisi terkini, asumsi dasar ekonomi makro yang terdapat dalam APBN 2006 perlu disesuaikan dalam APBN Perubahan (APBN-P) tahun 2006 sehingga menjadi sebagai berikut : pertumbuhan ekonomi 5,8 persen, inflasi 8,0 persen, rata-rata nilai tukar rupiah Rp9.300 per dolar Amerika Serikat, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan 12,0 persen, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$64 per barel, dan rata-rata lifting minyak 1,0 juta barel per hari. Perubahan asumsi dasar ekonomi makro, khususnya asumsi harga minyak mentah akan membawa perubahan APBN secara signifikan, terutama terhadap besaran penerimaan minyak dan gas (migas), dana bagi hasil untuk daerah, dan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Demikian pula dengan perubahan asumsi nilai tukar rupiah dan suku bunga yang akan berpengaruh terhadap besaran pengeluaran negara terutama pembayaran bunga surat utang negara. Perubahan atas APBN 2006 juga dimaksudkan untuk mengakomodasikan pertambahan kebutuhan dana yang diperlukan untuk anggaran pendidikan, subsidi terhadap PT Perusahaan Listrik Negara akibat tidak dinaikkannya tarif dasar listrik (TDL), rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias, serta penanganan bencana alam Yogyakarta dan Jawa Tengah serta beberapa daerah lainnya. GAMBARAN UMUM EKONOMI INDONESIA TAHUN 2006 Memasuki tahun 2006 kinerja ekonomi Indonesia cukup menggembirakan. Memasuki tahun 2006, kinerja perekonomian Indonesia diwarnai oleh dinamika berbagai perubahan baik yang menggembirakan maupun yang kurang menggembirakan. Salah satu aspek kinerja ekonomi yang cukup menggembirakan adalah cukup terkendalinya stabilitas ekonomi yang merupakan salah satu kondisi penting dalam upaya pemulihan kepercayaan 2

8 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 para pelaku pasar dan investor di Indonesia. Secara kumulatif, dalam periode Januari Oktober 2006, inflasi terkendali di tingkat 4,96 persen, lebih rendah dibandingkan inflasi kumulatif pada periode yang sama tahun 2005 (15,65 persen). Selain itu, pada periode Januari Oktober 2006 rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika mencapai Rp9.177 per US$, relatif lebih kuat dibandingkan dengan nilai tukar rupiah periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp9.705 per US$. Dalam kurun waktu tersebut, nilai tukar rupiah bahkan pernah mencapai level terkuat sebesar Rp8.775/US$ pada akhir April Demikian pula dengan suku bunga SBI 3 bulan yang menunjukkan kecenderungan menurun sejak awal tahun Sementara itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta juga menunjukkan kenaikan yang cukup menggembirakan, dimana pada penutupan perdagangan pada akhir Oktober 2006 mencapai 1.583, lebih baik dibandingkan akhir tahun 2005 yang mencapai 1.162,63. Di pihak lain, data dari sisi penanaman modal riil, memperlihatkan bahwa persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dalam periode Januari Oktober 2006 mencapai nilai investasi sekitar Rp143,7 triliun, lebih besar dari persetujuan PMDN dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang besarnya sekitar Rp44,6 triliun, atau meningkat sekitar 222,2 persen. Terkendalinya stabilitas ekonomi makro ini diiringi pula dengan meningkatnya posisi cadangan devisa dibandingkan dengan posisi tahun sebelumnya. Bila dalam tahun 2005 cadangan devisa mencapai US$34,7 miliar, maka pada tahun 2006 cadangan devisa diperkirakan naik sebesar US$4,8 miliar menjadi US$39,5 miliar, yang antara lain disebabkan oleh meningkatnya surplus neraca transaksi berjalan (current accounts) dalam tahun 2006 dibandingkan dengan perkiraan neraca transaksi berjalan dalam APBN 2006 yang mengalami defisit sebesar US$1,66 miliar. Walaupun dari aspek stabilitas perekonomian Indonesia tahun 2006 memperlihatkan kinerja yang cukup menggembirakan, namun dari sisi pertumbuhan ekonomi dan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, kinerja perekonomian Indonesia dihadapkan pada kendala dan tantangan yang cukup berat. Pertumbuhan ekonomi dalam semester I tahun 2006 tercatat hanya mencapai 5,0 persen, lebih rendah dari angka pertumbuhan semester I tahun 2005 sebesar 6,0 persen. Angka pertumbuhan yang relatif rendah ini diiringi dengan jumlah pengangguran dan jumlah penduduk miskin yang relatif masih cukup tinggi. Sampai akhir tahun 2006, jumlah pengangguran terbuka diperkirakan mencapai 11,4 juta orang (10,6 persen IHSG dan persetujuan PMDN meningkat. Dari sisi pertumbuhan ekonomi dan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, ekonomi Indonesia dihadapkan pada kendala dan tantangan yang cukup besar. 3

9 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 Rendahnya angka pertumbuhan dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Masih ada peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi baik dari sisi eksternal maupun internal. Perlu diwujudkan pemulihan kepercayaan pelaku dunia usaha. dari total angkatan kerja) lebih tinggi dari jumlah pengangguran tahun 2005 yang sebesar 10,9 juta (10,3 persen dari total angkatan kerja). Peningkatan jumlah pengangguran ini diperkirakan akan menambah jumlah penduduk miskin yang tercatat sebesar 35,1 juta jiwa pada akhir tahun Relatif rendahnya angka pertumbuhan ini tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor internal maupun eksternal yang berkembang dalam tahun ini maupun dalam tahun-tahun sebelumnya. Dari sisi internal, hal tersebut terutama disebabkan oleh terbatasnya Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) akibat belum terciptanya iklim investasi dan usaha yang kondusif, menurunnya aktivitas konsumsi masyarakat, serta terbatasnya ketersediaan infrastruktur yang memadai. Rendahnya pertumbuhan ekonomi dan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat ini juga disebabkan oleh berbagai musibah dan bencana alam, seperti merebaknya penyakit flu burung, gempa bumi dan banjir yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Di lain pihak, faktor-faktor eksternal, seperti naiknya harga minyak mentah dunia dan kenaikan Fed Rate telah memberikan tambahan pengaruh yang kurang menguntungkan bagi perekonomian domestik, antara lain meningkatkan tekanan inflasi sehingga mengurangi daya beli dan konsumsi rumah tangga, dan sekaligus meningkatkan ongkos produksi sektor usaha di dalam negeri. Di tengah beratnya kendala dan tantangan yang dihadapi perekonomian Indonesia saat ini, masih ada peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia yang diperkirakan masih cukup kuat di tahun 2006, khususnya di negara-negara mitra dagang utama Indonesia, diharapkan mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi ekspor. Dari sisi internal, kebijakan pengendalian inflasi yang cukup efektif dalam enam bulan pertama tahun 2006 dapat diharapkan memberikan sedikit ruang kepada otoritas moneter untuk menurunkan suku bunga secara bertahap, di tengah tekanan meningkatnya Fed Rate. Hal ini sekaligus diharapkan dapat menjadi langkah awal pemulihan kepercayaan pasar bagi dunia usaha dan mendorong kembali daya beli masyarakat untuk meningkatkan konsumsi. Dalam kondisi dan situasi seperti yang digambarkan di atas, pemulihan kepercayaan pelaku dunia usaha untuk kembali melakukan dan mengembangkan investasi di dalam negeri merupakan suatu keharusan yang perlu diwujudkan. Salah satu langkah penting dalam upaya tersebut adalah mempercepat penyelesaian, penyempurnaan dan pelaksanaan paket-paket kebijakan reformasi sektor riil seperti di bidang investasi, 4

10 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 perpajakan, bea cukai, perburuhan, dan perbaikan kinerja birokrasi, disamping pembangunan infrastruktur yang perlu segera direalisasikan. Untuk itu diperlukan suatu langkah kebersamaan dan koordinasi yang erat dan konsisten di kalangan otoritas fiskal dan moneter, pemerintah daerah, kalangan dunia usaha, politisi, dan masyarakat pada umumnya. PERKEMBANGAN INDIKATOR EKONOMI MAKRO Beberapa variabel ekonomi makro tahun 2006 yang digunakan sebagai asumsi dasar penyusunan APBN 2006 adalah tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi, rata-rata nilai tukar rupiah, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan, rata-rata harga dan volume lifting minyak mentah. Perkembangan indikator-indikator ekonomi makro tersebut dapat dilihat dalam Tabel I.1. Tabel I.1 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro, Indikator Realisasi APBN APBN-P 1 Pertumbuhan ekonomi (%) 5,6 6,2 5,8 2 Tingkat inflasi (%) 17,11 8,0 8,0 3 Rata-rata Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) Suku bunga SBI-3 bulan (%) 9,09 9,5 12,0 5 Harga Minyak ICP (US$/Barel) 51,81 57, Lifting Minyak (Juta Barel/Hari) 0,999 1,050 1,000 Pertumbuhan Ekonomi Dalam tahun 2005, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai sebesar 5,6 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan banyak kalangan dan lembaga-lembaga internasional sebelumnya. Meskipun demikian, angka pertumbuhan tersebut masih berada di bawah sasaran asumsi pertumbuhan ekonomi dalam APBN-P 2005 sebesar 6,0 persen. Lebih rendahnya angka realisasi laju pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2005 tersebut, terutama disebabkan oleh tekanan tingginya biaya produksi terkait dengan tingginya harga minyak dunia, naiknya ongkos angkut (freight), naiknya harga barang modal, serta bahan baku dan penolong yang sebagian harus diimpor. Selain itu, tingginya harga minyak dunia juga menyebabkan Pemerintah memandang perlu untuk menaikkan harga BBM domestik guna mengurangi beban pengeluaran APBN 2005 pada bulan Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,6 persen dalam tahun

11 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 Tekanan pada stabilitas ekonomi makro di penghujung tahun 2005 tercermin pada terjadinya perlambatan di hampir semua komponen permintaan agregat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun 2005 ditandai dengan pertumbuhan positif pada hampir semua lapangan usaha. Laju pertumbuhan ekonomi pada semesteri 2006 mencapai 5,0 persen. Maret dan Oktober Hal ini, telah menyebabkan meningkatnya tekanan inflasi secara keseluruhan. Meningkatnya inflasi tersebut selain telah menyebabkan penurunan daya beli masyarakat juga mendorong kenaikan upah buruh yang harus ditanggung sektor produksi. Pada sisi lain, depresiasi rupiah yang mulai terjadi sejak akhir triwulan III hingga akhir tahun 2005 menjadi faktor lain yang mendorong meningkatnya inflasi. Sebagai reaksi naiknya tekanan inflasi dan depresiasi rupiah tersebut, Bank Indonesia telah melakukan kebijakan menaikkan suku bunga (BI Rate). Dari sisi penggunaan, tekanan terhadap ekonomi makro di penghujung tahun 2005 tercermin pada terjadinya perlambatan di hampir semua komponen permintaan agregat. Konsumsi rumah tangga melambat dari 5,0 persen pada tahun 2004 menjadi 4,0 persen dalam tahun 2005 terkait dengan melemahnya daya beli masyarakat. Sementara itu, investasi yang telah menunjukkan pemulihan yang cukup berarti dalam tahun 2004 yang tumbuh sebesar 14,1 persen, mengalami perlambatan menjadi 9,9 persen dalam tahun Dari sisi sektoral, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun 2005 ditandai dengan pertumbuhan positif pada hampir semua lapangan usaha. Pertumbuhan tinggi masih ditunjukkan oleh sektor-sektor nontradable seperti pengangkutan dan komunikasi (13 persen), bangunan (7,4 persen), keuangan, real estat dan jasa perusahaan (6,8 persen), serta listrik, gas, dan air bersih (6,3 persen). Sementara itu, kinerja sektor industri manufaktur mengalami perlambatan dari 6,4 persen menjadi 4,6 persen disebabkan oleh menurunnya kegiatan subsektor industri migas yang tumbuh negatif sebesar 5,9 persen. Pada saat yang sama juga terjadi perlambatan pada subsektor industri non-migas dari 7,5 persen pada tahun 2004 menjadi 5,9 persen disebabkan oleh meningkatnya ongkos produksi akibat penyesuaian harga BBM domestik serta tekanan stabilitas ekonomi makro pada paroh kedua tahun Memasuki paroh pertama tahun 2006, laju pertumbuhan ekonomi mencapai 5,0 persen, lebih rendah dibanding laju pertumbuhan ekonomi periode yang sama tahun Dari sisi permintaan agregat, pengeluaran konsumsi yang masih memberikan kontribusi tertinggi dalam pembentukan PDB menunjukkan kecenderungan menurun khususnya dalam tiga triwulan terakhir. Penurunan ini disebabkan oleh besarnya tekanan inflasi yang menyebabkan turunnya daya beli masyarakat sebagai dampak dari penyesuaian harga BBM dalam negeri pada bulan Oktober 2005 serta tingginya tingkat suku bunga domestik. Terkait dengan tingginya suku bunga 6

12 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 domestik, laju pertumbuhan kredit konsumsi dalam bulan Agustus 2006 hanya mencapai sebesar 11,8 persen (y-o-y), lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 46,5 persen (y-o-y). Menurunnya tingkat konsumsi masyarakat tercermin pada menurunnya penjualan mobil dan motor dalam tujuh bulan pertama tahun 2006 masingmasing sebesar 50,2 persen dan 25,5 persen dibanding periode yang sama tahun Di lain pihak, konsumsi pemerintah meningkat yang disebabkan karena pembenahan pada sistem penganggaran baru yang mulai berlaku sejak tahun 2005 yang berdampak positif pada kelancaran proses pencairan anggaran pemerintah. Dalam semester I tahun 2006, konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 20,4 persen, lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yakni tumbuh negatif sebesar 8,1 persen. Namun, tingginya konsumsi Pemerintah ini belum dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi seperti yang diharapkan. Sementara itu, pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) mengalami penurunan yang cukup berarti dari semula 15,8 persen dalam semester I tahun 2005 menjadi 1,1 persen dalam semester I tahun Perlambatan kinerja investasi (PMTB) tersebut juga tercermin pada perlambatan yang terjadi pada pertumbuhan kredit investasi. Kredit investasi dalam bulan Oktober 2006 hanya tumbuh sebesar 6,3 persen, jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2005 sebesar 17,9 persen. Menurunnya tingkat PMTB disebabkan oleh belum terealisasinya program percepatan pembangunan infrastruktur, meningkatnya suku bunga, dan tertundanya upaya perbaikan iklim investasi, meskipun kemajuan telah dicapai dalam bentuk peluncuran paket kebijakan reformasi di bidang investasi dan pembangunan infrastruktur. Pembenahan di sektor riil terutama yang berkaitan dengan perubahan kebijakan, regulasi seperti di bidang investasi, pajak, bea cukai, perburuhan, dan perbaikan kinerja birokrasi membutuhkan waktu cukup lama untuk menghasilkan dampak langsung dan segera. Upaya perbaikan tata pengelolaan publik (good public governance) serta pemberantasan korupsi telah menyebabkan beberapa ekses perlambatan pelaksanaan kebijakan di sektor publik. Dengan meningkatnya prinsip kehati-hatian dan munculnya kekhawatiran yang tinggi terhadap tindakan law enforcement, telah menyebabkan berbagai kelambatan dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaan anggaran. Kondisi ini menjadi salah satu penyebab menurunnya kegiatan investasi swasta baik dari dalam maupun dari luar negeri. Kinerja ekspor barang dan jasa dalam semester I tahun 2006 masih cukup menjanjikan di tengah gejolak eksternal terkait dengan tingginya harga minyak dunia. Laju pertumbuhan ekspor barang dan jasa dalam semester PMTB pada semester I tahun 2006 mengalami penurunan yang cukup berarti. Kinerja ekspor barang dan jasa dalam semester I tahun 2006 masih cukup menjanjikan. 7

13 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 Dalam tahun 2006 seluruh sektor usaha diperkirakan mengalami pertumbuhan positif, kecuali subsektor industri pengolahan migas. Laju pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan lebih tinggi dari tahun sebelumnya. I tahun 2006 mencapai sebesar 11,4 persen. Meskipun mengalami perlambatan bila dibandingkan laju pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya, ekspor barang dan jasa mencatat angka tertinggi dalam tiga triwulan terakhir. Pada sisi lain, seiring dengan perlambatan pada konsumsi dan investasi riil, kinerja impor barang dan jasa juga mengalami perlambatan. Laju pertumbuhan impor barang dan jasa dalam semester I tahun 2006 hanya sebesar 5,2 persen, lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan impor barang dan jasa periode yang sama tahun 2005 sebesar 22,8 persen. Sementara itu, kecenderungan penguatan kinerja ekspor barang dan jasa dalam semester I tahun 2006 diperkirakan terus berlanjut dalam semester berikutnya guna menopang kinerja pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dalam tahun Laju pertumbuhan ekspor barang dan jasa dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai sebesar 9,4 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 8,6 persen. Seiring menurunnya investasi, impor barang dan jasa diperkirakan akan menurun dari sekitar 12,3 persen dalam tahun 2005 menjadi 8,4 persen dalam tahun Dari sisi penawaran, dalam tahun 2006, seluruh sektor usaha diperkirakan mengalami pertumbuhan positif, kecuali subsektor industri pengolahan minyak dan gas yang dalam dua tahun terakhir mengalami pertumbuhan negatif terkait dengan menurunnya investasi untuk kegiatan eksplorasi migas. Walaupun hampir semua sektor mengalami pertumbuhan, namun hanya beberapa sektor yang diperkirakan akan mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan yang melambat ini terkait dengan kecenderungan menurunnya kinerja subsektor pengangkutan akibat kebijakan penyesuaian harga BBM pada bulan Maret dan Oktober tahun 2005 yang lalu terutama pengangkutan laut dan udara serta jenis-jenis usaha terkait lainnya. Pada sisi lain, subsektor komunikasi masih mencatat laju pertumbuhan yang cukup tinggi dalam beberapa triwulan terakhir dengan rata-rata sekitar 24 persen, dan sektor bangunan diperkirakan akan tumbuh sebesar 7,4 persen. Laju pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan mencapai sekitar 2,6 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 2,5 persen. Dengan iklim berusaha yang relatif kondusif serta harga produk pertanian yang cukup fleksibel diharapkan dapat mendorong kinerja sektor pertanian dalam tahun Sampai dengan semester I tahun 2006, laju pertumbuhan sektor pertanian mencapai sebesar 3,9 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya, sebesar 0,9 persen. 8

14 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 Sementara itu, dalam tahun 2006, laju pertumbuhan sektor industri pengolahan khususnya non migas diperkirakan dapat tumbuh sebesar 5,0 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan tahun sebelumnya. Faktor pendorong meningkatnya sektor manufaktur ini diperkirakan bersumber dari meningkatnya pasar domestik bagi produk lokal yang disebabkan oleh mulai meningkatnya daya beli masyarakat akibat menurunnya tekanan inflasi dan tingkat suku bunga pada paroh kedua tahun Di sisi lain, meningkatnya permintaan untuk ekspor pada semester I tahun 2006 diharapkan dapat berlanjut dalam periodeperiode berikutnya sehingga dapat memacu kinerja sektor industri pengolahan. Realisasi dan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun dapat dilihat dalam Tabel I.2. Sektor industri pengolahan nonmigas diperkirakan tumbuh 6,2 persen. Tabel I.2 Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (y-o-y), (persen) Uraian Produk Domestik Bruto 4,9 5,6 5,8 Menurut Penggunaan Pengeluaran Konsumsi 4,9 4,4 4,7 Masyarakat 5,0 4,0 3,5 Pemerintah 4,0 8,1 13,4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 14,1 9,9 7,7 Ekspor Barang dan Jasa 11,1 8,6 9,4 Impor Barang dan Jasa 25,6 12,3 8,4 Menurut Lapangan Usaha Pertanian 2,1 2,5 2,6 Pertambangan dan Penggalian -4,9 1,6 2,0 Industri Pengolahan 6,4 4,6 5,0 Migas -1,9-5,3-3,1 Non migas 7,5 5,9 6,0 Listrik, gas, air bersih 4,2 6,5 6,3 Bangunan 6,9 7,3 7,6 Perdagangan, hotel, dan restoran 5,8 8,6 8,3 Pengangkutan dan komunikasi 14,0 13,0 12,9 Keuangan, persewaan, jasa perush. 7,9 7,1 6,3 Jasa-jasa 5,4 5,2 5,6 Sumber: BPS, diolah Prospek ekonomi Indonesia dalam paroh kedua 2006 diperkirakan akan membaik sejalan dengan berkurangnya tekanan inflasi yang juga diharapkan akan diikuti dengan menurunnya suku bunga secara bertahap. 9

15 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 Sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 2006 sekitar 5,8 persen. Selain itu stabilitas nilai tukar rupiah yang terkendali, kemajuan realisasi percepatan pembangunan infrastruktur dan pembenahan sektor riil, serta tambahan stimulasi yang berasal dari dana luncuran anggaran tahun 2005, juga diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi tahun Dari sisi eksternal, kinerja perekonomian global yang masih relatif cukup kuat diharapkan akan memberikan peluang bagi perekonomian Indonesia. Dengan demikian, sasaran pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai sekitar 5,8 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar 6,2 persen. Inflasi Inflasi pada tahun 2006 diperkirakan menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Laju inflasi pada bulan Februari, Maret, dan April relatif rendah. Inflasi pada bulan Juni 2006 mencapai 0,45 persen atau inflasi y-o-y sekitar 15,53 persen. Inflasi pada tahun 2006 diperkirakan cenderung menurun, setelah mengalami peningkatan pada tahun 2005 yang mencapai 17,11 persen (y-o-y). Tingginya inflasi pada tahun 2005 tersebut disebabkan oleh penyesuaian harga BBM dalam negeri pada bulan Maret dan Oktober Pada bulan-bulan tersebut inflasi masing-masing mencapai 1,91 persen pada bulan Maret dan 8,70 persen pada bulan Oktober Memasuki tahun 2006 harga beras mengalami peningkatan yang disebabkan antara lain oleh meningkatnya harga pembelian beras (HPB) sebesar 28 persen. Hal tersebut juga diperkuat dengan meningkatnya harga bumbu-bumbuan, tarif telepon, dan air minum, yang telah menyebabkan inflasi pada bulan Januari 2006 mencapai 1,36 persen, atau inflasi y-o-y sebesar 17,03 persen. Namun, seiring dengan datangnya musim panen di beberapa daerah pada bulan Februari, Maret, dan April 2006, harga bahan makanan seperti beras, bumbu-bumbuan, sayur-sayuran, daging dan telor ayam ras, serta lainnya mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya. Penurunan harga tersebut menyebabkan laju inflasi pada bulan Februari, Maret, April relatif rendah, masing-masing menjadi sebesar 0,58 persen, 0,03 persen, dan 0,05 persen, atau inflasi y-o-y masing-masing sebesar 17,92 persen, 15,74 persen, dan 15,40 persen. Sementara itu, inflasi inti (core inflation) pada bulan Februari, Maret, dan April masing-masing mencapai 0,63 persen, 0,26 persen, dan 0,32 persen. Setelah tercatat mengalami peningkatan indeks harga yang cukup rendah di bulan-bulan tersebut di atas, pada bulan Juni 2006, hampir semua indeks harga kelompok pengeluaran kecuali kelompok sandang, mengalami sedikit peningkatan sehingga inflasi pada bulan tersebut mencapai 0,45 persen, atau inflasi y-o-y sebesar 15,53 persen. Beberapa kelompok barang menunjukkan peningkatan indeks harga antara 0,1 persen sampai dengan 1,12 persen. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok bahan 10

16 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 makanan, dan terendah terjadi pada kelompok transport dan komunikasi. Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan cukup tajam antara lain adalah beras, daging ayam ras, cabe rawit, dan tarif kontrak rumah. Peningkatan indek harga, terutama untuk kelompok bahan makanan kembali terjadi pada bulan Oktober 2006 hingga mencapai 2,17 persen. Perkembangan inflasi tahun dapat dilihat pada Grafik I.1 m-t-m, % Grafik I.1 Perkembangan Inflasi Umum, Bahan Makanan dan Inflasi Inti, Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt y-o-y, % Sumber: Badan Pusat Statistik Umum (y-o-y) Umum (m-t-m) Bahan Makanan Dengan perkembangan tersebut, inflasi kumulatif selama Januari Oktober 2006 sebesar 4,96 persen, lebih rendah dibandingkan inflasi kumulatif pada periode yang sama tahun 2005 (15,65 persen). Berdasarkan kelompok pengeluaran, inflasi kumulatif selama Januari-Oktober 2006 bersumber dari peningkatan indeks harga kelompok bahan makanan (8,81 persen), pendidikan, rekreasi dan olah raga (8,02 persen), sandang (5,96 persen), makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (4,70 persen), kesehatan (4,33 persen), perumahan (3,76 persen), serta transpor, komunikasi dan jasa keuangan (1,12 persen). Dilihat dari komponennya, selama sepuluh bulan pertama tahun 2006 inflasi inti sebesar 5,02 persen, inflasi volatile foods sebesar 10,08 persen, dan inflasi administered prices sebesar 1,42 persen. Selama Januari - Oktober 2006, laju inflasi tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 1,36 persen dan laju inflasi terendah terjadi pada bulan Maret sebesar 0,03 persen. Sementara itu dilihat menurut daerah, inflasi tertinggi terjadi di kota Banjarmasin dan inflasi terendah terjadi di Sibolga. Penundaan rencana penyesuaian tarif dasar listrik (TDL) diperkirakan akan mengurangi tekanan inflasi pada tahun Meskipun demikian, terdapat beberapa faktor yang perlu diwaspadai yang diperkirakan berpotensi memberi tekanan inflasi pada dua bulan mendatang, seperti masih tingginya harga minyak dunia dan adanya tekanan musiman akibat meningkatnya permintaan barang kebutuhan pokok masyarakat terkait dengan Natal dan Tahun Baru. Inflasi kumulatif selama Januari Oktober 2006 sekitar 4,96 persen. 11

17 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 Asumsi laju inflasi sebesar 8,0 persen dalam APBN 2006 diperkirakan dapat dicapai. Dalam rangka pengendalian laju inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia senantiasa meningkatkan koordinasi dalam melakukan pemantauan dan pengendalian inflasi, yang ditempuh melalui berbagai kebijakan, antara lain menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, menjaga kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi kebutuhan bahan pokok, menurunkan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi, dan meminimalkan gejolak harga yang berasal dari kebijakan administered prices. Dengan mempertimbangkan realisasi laju inflasi sampai dengan bulan Oktober 2006, berbagai kebijakan yang dilakukan, dan perkiraan inflasi pada dua bulan ke depan, maka asumsi laju inflasi dalam APBN-P diperkirakan sama dengan APBN 2006 yaitu sebesar 8 persen. Nilai Tukar Rupiah Selama tahun 2005 ratarata nilai tukar rupiah mencapai Rp9.705/US$. Selama Januari Oktober 2006 rata-rata nilai tukar rupiah mencapai Rp9.177/ US$. Nilai tukar rupiah yang pada awal tahun 2005 rata-rata sebesar Rp9.195/ US$ cenderung melemah hingga bulan November 2005, bahkan pernah mencapai Rp10.345/US$ pada awal September Namun, seiring dengan meningkatnya aliran masuk investasi portofolio, rupiah kembali menguat dari bulan sebelumnya, hingga mencapai rata-rata Rp9.841/US$ pada bulan Desember Dengan perkembangan tersebut, selama tahun 2005 rata-rata nilai tukar rupiah mencapai Rp9.705/US$. Memasuki tahun 2006, penguatan nilai tukar rupiah tersebut terus berlanjut dengan volatilitas yang menurun. Sampai dengan akhir Oktober 2006, rupiah menguat cukup signifikan, yaitu dari sekitar Rp9.841/US$ pada Desember tahun 2005, menjadi sekitar Rp9.170/US$ atau mengalami apresiasi sekitar 6,8 persen. Dengan perkembangan tersebut selama Januari Oktober 2006, rata-rata nilai tukar rupiah mencapai sebesar Rp9.177 per US$, menguat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp9.705 per US$. Secara fundamental, penguatan rupiah tersebut didukung oleh membaiknya pasokan valas terkait dengan surplus neraca pembayaran. Surplus neraca pembayaran didukung oleh terjadinya surplus, baik pada kinerja neraca transaksi berjalan maupun neraca modal. Surplus neraca berjalan terutama disebabkan oleh rendahnya impor, dan surplus pada neraca modal terutama terkait dengan meningkatnya pemasukan modal langsung dan investasi portofolio di pasar saham, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), serta Surat Utang Negara (SUN). Meskipun nilai tukar rupiah mengalami penguatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, namun masih terdapat beberapa faktor negatif yang perlu diwaspadai. Hal ini disebabkan karena sebagian besar investasi yang masuk didominasi oleh investasi portofolio jangka pendek yang mempunyai potensi risiko terjadinya pembalikan (capital 12

18 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 reversal). Selain itu, meningkatnya harga minyak mentah dunia juga berpotensi meningkatnya kebutuhan valas. Dua hal di atas pada gilirannya dapat menekan nilai tukar rupiah. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, Bank Indonesia terus melanjutkan kebijakan moneter yang tight bias, yang tercermin pada masih tingginya suku bunga Bank Indonesia. Kebijakan lainnya adalah melakukan sterilisasi valas, pengelolaan risiko bank, pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit dalam valas oleh bank, serta memperkuat sistem monitoring transaksi devisa yang terintegrasi serta meningkatkan koordinasi antara Pemerintah dan Otoritas Moneter khususnya untuk memperkuat pasokan valas dan mengelola permintaan valas. Melalui kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan transaksi valas yang bersifat fluktuatif akan berkurang dan sekaligus dapat memperkuat struktur valas domestik Indeks nilai tukar rupiah secara riil (real effective exchange rate, REER) dengan tahun dasar tahun 2003 menunjukkan peningkatan, yaitu dari 105,38 pada Desember 2005 menjadi 117,30 pada Oktober Demikian pula indeks nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (bilateral regional exchange rate, BRER) juga menunjukkan peningkatan dari 70,21 pada Desember 2005 menjadi 78,57 pada Oktober Peningkatan BRER terhadap dolar Amerika juga terjadi pada mata uang bath Thailand, ringgit Malaysia, dolar Singapura, dan won Korea. Diantara negara-negara tersebut, indeks nilai tukar riil won Korea terhadap dolar Amerika merupakan yang tertinggi, disusul kemudian oleh nilai tukar rupiah. Hal ini mengindikasikan bahwa daya saing Indonesia cenderung menurun dan sedikit lebih rendah dibandingkan negara-negara kawasan regional kecuali Korea. Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dapat dilihat pada Grafik I.2 Kebijakan dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Daya saing Indonesia cenderung menurun dan sedikit lebih rendah dibandingkan negaranegara sekawasan, kecuali Korea Jan 04 Sumber : Bank Indonesia Grafik I.2 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS dan REER, Apr Jul Okt Jan 05 Apr Jul Okt Jan 06 Nominal REER Apr Jul Okt

19 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 Dengan memperhatikan realisasi Januari Oktober 2006, dan perkiraan dua bulan ke depan, maka dalam APBN-P tahun 2006 rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai sekitar Rp9.300/US$, lebih rendah dari perkiraan APBN sebesar Rp9.900/US$. Suku Bunga SBI 3 Bulan Dalam tahun 2005 ratarata suku bunga SBI 3 bulan mencapai 9,09 persen. Rata-rata suku bunga SBI 3 bulan Januari- Oktober 2006 mencapai 12,18 persen. Dalam tahun 2005, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan mencapai 9,09 persen, lebih tinggi dari rata-rata tahun 2004 sebesar 7,39 persen. Hal ini disebabkan karena Bank Indonesia menempuh kebijakan moneter yang cenderung ketat terkait dengan masih tingginya ekses likuiditas di sektor perbankan, tingginya laju inflasi, melemahnya nilai tukar rupiah, dan meningkatnya suku bunga internasional. Kebijakan tersebut dilakukan melalui peningkatan suku bunga Bank Indonesia (BI rate) dari 8,25 persen pada bulan Juni menjadi 12,75 persen pada akhir tahun Seiring dengan meningkatnya suku bunga Bank Indonesia, suku bunga SBI 3 bulan juga meningkat dari 8,05 persen pada bulan Juni menjadi 12,83 persen pada Desember Memasuki tahun 2006 (Januari dan Februari), suku bunga SBI 3 bulan masih cukup tinggi yaitu 12,92 persen. Seiring dengan menurunnya inflasi dan menguatnya nilai tukar rupiah maka sejak Mei 2006, Bank Indonesia secara hati-hati dan terukur mulai menurunkan suku bunga BI Rate (cautious easing), sehingga pada bulan Oktober 2006 BI Rate mencapai 10,75 persen, atau lebih rendah 200 basis points dibanding posisi pada akhir tahun 2005 sekitar 12,75 persen. Penurunan ini diikuti oleh menurunnya suku bunga SBI 3 bulan secara bertahap, yaitu dari 12,83 persen pada akhir tahun 2005 menjadi 11,36 persen pada bulan Oktober Dengan perkembangan tersebut, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan selama Januari - Oktober 2006 mencapai 12,18 persen. Meskipun suku bunga SBI 3 bulan cenderung menurun dalam periode Januari - Oktober 2006, namun masih lebih tinggi 382 basis points (bps) dibandingkan periode yang sama tahun 2005 sebesar 8,36 persen. Pada bulan-bulan mendatang, suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan akan menurun seiring dengan menurunnya BI Rate dan laju inflasi (y-o-y), sehingga perkiraan suku bunga rata-rata SBI 3 bulan sebesar 12,0 persen dalam APBN-P tahun 2006 optimis dapat dicapai atau bahkan bisa lebih rendah dari 12 persen. Sama halnya dengan SBI 3 bulan, suku bunga SBI 1 bulan juga mengalami penurunan, walaupun masih berada pada level yang cukup tinggi, yaitu dari 12,75 persen pada akhir Januari 2006 menjadi 10,75 persen pada akhir Oktober Penurunan suku bunga SBI ini juga direspon oleh turunnya 14

20 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 suku bunga deposito pada semua tenor. Suku bunga deposito yang cenderung meningkat sejak Juli 2005 hingga mencapai 12,01 persen pada Januari 2006, sejak bulan Februari 2006 mulai menunjukkan penurunan menjadi 11,85 persen dan terus berlanjut hingga menjadi 10,01 persen pada Oktober Namun demikian, penurunan BI Rate dan suku bunga SBI tersebut masih ditransmisikan secara terbatas ke suku bunga kredit dalam arti penurunan suku bunga kredit berlangsung lebih lambat daripada penurunan BI Rate dan SBI. Hal ini terlihat pada penurunan suku bunga kredit modal kerja (KMK) dari 16,32 persen pada Januari 2006 menjadi 15,62 persen pada Oktober Demikian pula dengan suku bungan kredit investasi (KI), dalam periode yang sama juga mengalami penurunan dari 15,81 persen pada Januari 2006 menjadi 15,54 persen pada Oktober Sedangkan suku bunga kredit konsumsi (KK) dalam periode yang sama justru menunjukkan peningkatan, yaitu dari 17,08 persen menjadi 17,85 persen. Perkembangan suku bunga SBI dan perbankan dapat dilihat pada Tabel I.3 Tabel I.3 Perkembangan Suku Bunga SBI dan Perbankan Periode SBI Kredit Deposito PUAB 1 Bln 3 Bln KMK KI KK 1 Bulan 2001 Desember 17,62 17,60 15,66 19,19 17,90 19,85 16, Desember 12,99 13,12 8,89 18,25 17,82 20,21 12, Desember 8,31 10,16 4,65 15,07 15,68 18,69 6, Desember 7,43 7,29 3,76 13,41 14,05 16,57 6, Januari 7,42 7,30 5,21 13,40 13,98 16,32 6,46 Februari 7,43 7,27 5,20 13,37 13,87 16,23 6,46 Maret 7,44 7,31 5,95 13,31 13,78 16,33 6,50 April 7,70 7,51 6,21 13,31 13,74 16,23 6,58 Mei 7,95 7,81 6,07 13,20 13,68 16,17 6,76 Juni 8,25 8,05 6,95 13,36 13,65 16,04 6,98 Juli 8,49 8,45 5,29 13,42 13,65 16,02 7,22 Agustus 8,75 8,54 8,55 13,40 13,62 15,96 7,55 September 10,00 9,25 6,92 14,51 14,47 16,27 9,16 Oktober 11,00 12,09 7,79 15,18 14,92 16,33 10,43 Nopember 12,25 12,6892 7,73 15,92 15,43 16,6 11,46 Desember 12,75 12,83 9,44 16,23 15,66 16,83 11,98, 2006 Januari 12,75 12,91 9,32 16,32 15,81 17,08 12,01 Februari 12,74 12,92 10,09 16,34 15,87 17,28 11,85 Maret 12,73 12,73 10,28 16,35 15,90 17,52 11,61 April 12,74 12,65 10,59 16,29 15,90 17,65 11,51 Mei 12,50 12,15 10,35 16,25 15,89 17,77 11,45 Juni 12,50 12,15 10,23 16,15 15,94 17,82 11,34 Juli 12,25 12,15 10,95 16,14 15,91 17,87 11,09 Agustus 11,75 11,36 11,00 16,05 15,85 17,83 10,80 September 11,75 11,36 8,90 15,82 15,66 17,88 10,47 Oktober 10,75 11,36 6,75 15,62 15,54 17,85 10,01 Sumber: Bank Indonesia 15

21 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 Dengan memperhatikan realisasi SBI 3 bulan dalam sepuluh bulan pertama tahun 2006 dan perkiraan dalam dua bulan kedepan, maka selama tahun 2006 rata-rata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan sekitar 12 persen, lebih tinggi dari perkiraan semula dalam APBN sebesar 9,5 persen. Harga Minyak Internasional Dalam tahun 2006 harga minyak mentah internasional diperkirakan masih tinggi. Dalam tahun 2006, harga minyak mentah internasional diperkirakan masih akan berada pada level yang cukup tinggi. Beberapa faktor yang mempengaruhi kenaikan harga minyak adalah kondisi geopolitik yang masih belum menentu di Irak, Nigeria, dan sengketa pengembangan teknologi nuklir oleh Iran. Konflik politik yang terjadi sampai saat ini di Irak telah menimbulkan gangguan terhadap pasokan minyak mentah dari negara tersebut. Pasokan minyak dari Nigeria juga mengalami gangguan sebagai akibat serangan yang dilakukan oleh kelompok militan terhadap fasilitas minyak di negara tersebut. Penolakan Iran atas permintaan dari negara-negara barat khususnya Amerika Serikat untuk menghentikan program nuklirnya menimbulkan ketegangan politik internasional yang berujung kepada meningkatnya harga minyak mentah internasional. Di samping faktor ketidakstabilan geopolitik di atas, tingginya harga minyak mentah internasional juga didorong oleh tetap kuatnya kinerja perekonomian Cina dan India yang menyebabkan tingginya permintaan minyak dari negara-negara tersebut. Meningkatnya harga minyak dunia juga disebabkan oleh kecemasan pasar atas menurunnya spare capacity produksi minyak dunia, dan kekhawatiran akan terbatasnya pasokan minyak mentah internasional di masa depan. Dalam tahun 2006 permintaan minyak dunia diperkirakan meningkat sebesar 1,9 persen, lebih tinggi dari peningkatan permintaan yang terjadi selama tahun 2005 sebesar 1,7 persen. Sementara itu dari sisi pasokan, dalam tahun 2006 diperkirakan meningkat sebesar 800 ribu barel per hari (0,95 persen) dibandingkan tahun 2005, dari 84,4 juta barel per hari menjadi 85,2 juta barel per hari, yang terutama bersumber dari produksi minyak di negara-negara bekas Uni Soviet. Harga rata-rata minyak mentah jenis Dated Brent di pasar internasional pada periode Desember Oktober 2006 mencapai US$63,33 per barel atau meningkat US$12,89 per barel (24,58 persen) dibanding harga pada periode Desember 2004 Oktober 2005 yang mencapai US$52,44 per barel. Harga rata-rata minyak mentah basket OPEC pada periode Desember Oktober 2006 juga mengalami kenaikan dibanding periode Desember 2004 Oktober 2005, yaitu dari US$49,43 per barel menjadi US$61,02 per barel (naik 23,44 persen). 16

22 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 Sejalan dengan meningkatnya harga minyak mentah internasional tersebut, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ ICP) dalam periode Desember Oktober 2006 juga menunjukkan kecenderungan peningkatan yang relatif tinggi. Realisasi harga rata-rata minyak mentah ICP dalam periode tersebut sebesar US$64,52 per barel atau meningkat US$12,79 per barel (24,73 persen) dibandingkan periode Desember 2004 Oktober Dengan memperhatikan perkembangan harga minyak yang terjadi di pasar internasional dalam periode Desember Oktober 2006, maka realisasi harga minyak mentah ICP dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai US$64 per barel. Perkembangan harga rata-rata minyak mentah di pasar internasional dapat dilihat pada Grafik I.3. Harga minyak mentah Indonesia(ICP) cenderung meningkat. 80 Grafik I.3 Perkembangan Harga Minyak Indonesia ICP, Desember Oktober US$/barel Des '04 Jan'05 Peb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan'06 Peb Mrt Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Dated Brent OPEC ICP Sumber: ESDM, Bloomberg Volume lifting minyak mentah Indonesia dalam APBN-P 2006 diperkirakan mencapai 1,0 juta barel per hari atau sama dengan realisasi tahun 2005, namun lebih rendah dibanding asumsi lifting dalam APBN 2006 sebesar 1,05 juta barel per hari. Belum berkembangnya lifting minyak tersebut terkait dengan cukup tingginya natural declining rate sumur-sumur minyak di Indonesia yang sudah tua yang mencapai sekitar 10 persen per tahun, sementara minyak dari sumur-sumur baru seperti Blok Cepu dan Lapangan Jeruk masih belum dapat berproduksi secara optimal. Dalam tahun 2006 volume lifting ICP diperkirakan sebesar1,0 juta barel per hari. Neraca Pembayaran Perkiraan membaiknya perekonomian dunia tahun 2006 dan terjaganya stabilitas ekonomi makro Indonesia berdampak terhadap kinerja neraca pembayaran. Hal ini terlihat pada posisi cadangan devisa yang diperkirakan meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Bila Pada tahun 2006 cadangan devisa diperkirakan meningkat. 17

23 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 Dalam tahun 2006, realisasi surplus neraca transaksi berjalan (current accounts) diperkirakan lebih tinggi. Realisasi surplus neraca perdagangan dalam tahun 2006 diperkirakan meningkat. Realisasi neraca jasajasa dalam tahun 2006 diperkirakan defisit. dalam tahun 2005 cadangan devisa mencapai US$ juta, maka dalam APBN-P 2006 cadangan devisa diperkirakan naik sebesar US$4.780 juta menjadi US$ juta. Meningkatnya posisi cadangan devisa tersebut antara lain disebabkan oleh meningkatnya ekspor terkait dengan menguatnya permintaan dunia dan meningkatnya arus masuk modal asing. Dalam APBN-P 2006, realisasi surplus neraca transaksi berjalan (current accounts) diperkirakan sebesar US$4.864 juta, yang berarti lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan neraca transaksi berjalan di dalam APBN 2006 yang mengalami defisit sebesar US$1.661 juta. Meningkatnya surplus transaksi berjalan tersebut terutama bersumber dari meningkatnya surplus neraca perdagangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan meningkatnya defisit neraca jasa-jasa. Realisasi surplus neraca perdagangan dalam APBN-P 2006 diperkirakan mencapai US$ juta atau meningkat dari perkiraan dalam APBN 2006 sebesar US$ juta. Kenaikan tersebut terkait dengan peningkatan ekspor di satu sisi dan di sisi lain impor mengalami penurunan. Realisasi nilai ekspor diperkirakan mencapai US$ juta, atau 9,98 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan APBN Meningkatnya ekspor tersebut antara lain bersumber dari ekspor nonmigas dan migas sebagai akibat dari perkiraan lebih tingginya harga beberapa komoditas dan harga minyak di pasar internasional. Sementara itu, realisasi nilai impor diperkirakan mencapai US$ juta atau lebih rendah 4,53 persen dari perkiraan pada APBN 2006 sebesar US$ juta. Nilai impor yang lebih rendah tersebut terutama didorong oleh menurunnya impor migas sebagai dampak dari kenaikan harga BBM yang dapat menahan laju kebutuhan konsumsi BBM dalam negeri. Sedangkan penurunan impor nonmigas diperkirakan karena adanya penurunan domestic demand. Dari sisi neraca jasa-jasa, dampak Bom Bali II masih dirasakan di daerah tujuan wisata utama yang menyebabkan penerimaan devisa dari sektor pariwisata mengalami penurunan yang cukup signifikan. Di samping itu, cukup besarnya transfer ke luar negeri atas pendapatan investasi asing yang berasal dari PMA berdampak pada semakin besarnya defisit neraca jasa-jasa secara keseluruhan. Realisasi neraca jasa-jasa dalam APBN-P 2006 diperkirakan defisit sebesar US$ juta atau lebih besar daripada defisit pada tahun 2005 yang mencapai sebesar US$ juta. Dalam APBN-P 2006, realisasi neraca modal secara keseluruhan diperkirakan surplus sebesar US$3.255 juta dibandingkan dengan APBN 18

24 Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006 tahun 2006 yang mengalami defisit sekitar US$68 juta. Surplus tersebut juga lebih baik dibandingkan dengan realisasi neraca modal tahun sebelumnya yang mengalami defisit sebesar US$3.064 juta. Membaiknya posisi neraca modal tersebut terkait dengan membaiknya perkiraan realisasi neraca modal sektor publik yang mengalami surplus sebesar US$836 juta dibandingkan dengan APBN 2006 yang mengalami defisit sebesar US$2.493 juta. Surplus neraca modal sektor publik tersebut disebabkan karena penerbitan obligasi pemerintah dalam valuta asing (global bond) pada bulan Maret 2006 dan tingginya pembelian surat utang negara (SUN) oleh investor luar negeri. Realisasi neraca modal sektor swasta dalam APBN-P 2006 diperkirakan mencatat surplus sebesar US$2.419 juta, lebih tinggi dari realisasi tahun 2005 yang mencatat defisit sebesar US$7.069 juta, namun lebih rendah apabila dibandingkan dengan perkiraan dalam APBN tahun 2006 sebesar US$2.425 juta. Aliran masuk penanaman modal asing (PMA) diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan APBN 2006 antara lain karena belum kondusifnya iklim investasi di Indonesia. Dengan demikian, PMA dalam APBN-P 2006 diperkirakan mengalami penurunan surplus menjadi US$121 juta dibandingkan dengan APBN 2006 sebesar US$2.874 juta. Investasi jangka pendek (portfolio investment) diperkirakan masih surplus sebesar US$1.110 juta, lebih baik dibandingkan dengan posisi tahun 2005, meskipun tidak sebesar APBN 2006 yang mencapai US$2.449 juta. Sementara itu, investasi lainnya (neto) dalam APBN-P 2006 diperkirakan mengalami surplus sebesar US$1.188 juta, lebih baik dibandingkan dengan APBN 2006 yang mengalami defisit sebesar US$2.898 juta. Hal tersebut terutama disebabkan oleh berkurangnya kewajiban pembayaran luar negeri yang telah jatuh tempo. Ringkasan neraca pembayaran Indonesia tahun 2005, APBN dan APBN-P tahun 2006 dapat dicermati pada Tabel I.4. Dalam tahun 2006, realisasi neraca modal secara keseluruhan diperkirakan surplus. 19

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN

NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2007

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 disempurnakan untuk memberikan gambaran ekonomi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 110, 2005 APBN. Pendapatan. Pajak. Bantuan. Hibah. Belanja Negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009 Perkembangan Asumsi Makro BAB I BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009 1.1 Pendahuluan Memasuki tahun 2009, efek lanjutan dari pelemahan ekonomi global semakin dirasakan

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2007 REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2007 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2007 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global...

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global... Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2009 1.1 Pendahuluan... 1.2 Ekonomi Global... 1.3 Dampak pada Perekonomian

Lebih terperinci

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 World Economic Report, September 2001, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2001 hanya mencapai 2,6% antara lain

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 Bab ini membahas prospek ekonomi Indonesia tahun 2004 dalam dua skenario, yaitu skenario dasar dan skenario dimana pemulihan ekonomi berjalan lebih lambat. Dalam skenario

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012

ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012 ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012 A. Nilai Tukar Realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah dalam tahun 2010 mencapai Rp9.087/US$, menguat dari asumsinya dalam APBN-P sebesar rata-rata

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 23 Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 23 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

UMKM & Prospek Ekonomi 2006 UMKM & Prospek Ekonomi 2006 Oleh : B.S. Kusmuljono Ketua Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia (Komnas PKMI) Komisaris BRI Disampaikan pada : Dialog Ekonomi 2005 & Prospek Ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN

CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN 2013 Asumsi ekonomi makro yang dijadikan sebagai dasar dalam perhitungan berbagai besaran RAPBN tahun 2013 adalah sebagai berikut: Pertumbuhan ekonomi 6,8 %, laju

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002 Pada bulan April 2002 pemerintah berhasil menjadwal ulang cicilan pokok dan bunga utang luar negeri pemerintah dalam Paris Club

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 Kondisi moneter selama triwulan IV-2006 menunjukkan perkembangan yang semakin baik. Hal ini tercermin

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 A. TANTANGAN DAN UPAYA POKOK TAHUN 2005 Meskipun secara umum pertumbuhan ekonomi semakin meningkat dan stabilitas moneter dalam keseluruhan tahun 2004 relatif terkendali,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang, dimana adanya perubahan tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap stabilitas

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Kinerja CARLISYA PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 1,728,431,985.66 Pasar Uang 0-80% Deposito Syariah 6.12% 93.88% Infrastruktur 87.50% Disetahunkaluncuran Sejak pe- Deskripsi Jan-16 YoY Keuangan 12.50% Yield 0.64% 7.66%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Perkembangan Terkini, Tantangan, dan Prospek Ekonomi Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Disampaikan pada MUSRENBANG RKPD 2017 KOTA BALIKPAPAN OUTLINE 2 Perekonomian Nasional Perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001 Kondisi ekonomi makro bulan Juni 2001 tidak mengalami perbaikan dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Kepercayaan masyarakat

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... vi Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Mei 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Mei 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 Prospek ekonomi tahun 2007 lebih baik dari tahun 2006. Stabilitas ekonomi diperkirakan tetap terjaga dengan nilai tukar rupiah yang stabil, serta laju inflasi dan suku

Lebih terperinci

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Kinerja CENTURY PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 3,058,893,148.56 - Keuangan - Infrastruktur 0-80% AAA A - 66.33% 15.52% 18.15% - Inflasi (Jan 2016) - Inflasi (YoY) - BI Rate 0.51% 4.14% 7.25% Kinerja Sejak pe- Deskripsi

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 1 2 3 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May-13 Jul-13 Sep-13 Nov-13 Jan-14 Mar-14 May-14 Jul-14 Sep-14 Nov-14 Jan-15 35.0 30.0

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran 29-Jan-16 NAV: 1,949.507 Total Dana Kelolaan 3,914,904,953.34 Pasar Uang 0-90% Ekuitas 77.38% Efek Pendapatan Tetap 10-90% Obligasi 12.93% Efek Ekuitas 10-90% Pasar Uang 8.82% 0.87% Keuangan A Deskripsi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2003, Bank Indonesia Sampai dengan triwulan III-2003, kondisi perekonomian Indonesia masih mengindikasikan

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005

NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2010 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR DAN POKOK- POKOK KEBIJAKAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang menggunakan sistem perekonomian terbuka dalam menjalankan aktivitas perekonomiannya sehingga hal tersebut memungkinkan terjadinya interaksi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA April 2015 Tim Riset SPMD Overview The Fed siap menaikan suku bunga acuan kapan saja yang berpotensi menarik dana tiba-tiba (sudden reversal) dari emerging market termasuk

Lebih terperinci

PRUlink Quarterly Newsletter

PRUlink Quarterly Newsletter PRUlink Quarterly Newsletter Kuartal Kedua 2014 PT Prudential Life Assurance terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Sekilas Ekonomi dan Pasar Modal Indonesia Informasi dan analisis yang tertera merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 Tim Penulis Laporan triwulan I-2003, Bank Indonesia Kondisi moneter selama triwulan I-2003 tetap stabil dan terkendali meskipun belum

Lebih terperinci