BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009"

Transkripsi

1 Perkembangan Asumsi Makro BAB I BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN Pendahuluan Memasuki tahun 2009, efek lanjutan dari pelemahan ekonomi global semakin dirasakan di tanah air. Seiring dengan meningkatnya intensitas krisis keuangan global di tahun 2008 pertumbuhan ekonomi di beberapa negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS) sebagai episentrum krisis, mengalami penurunan tajam. Penurunan tersebut secara signifikan menyebabkan volume perdagangan dunia mengalami kontraksi. Setelah mengalami ekspansi rata-rata 8,1 persen selama 5 tahun terakhir, pada tahun 2008 pertumbuhan volume perdagangan dunia menurun tajam menjadi 4,1 persen. Indikasi merosotnya volume perdagangan dunia ini antara lain tercermin dari penurunan tajam Baltic Dry Index yang merupakan barometer volume perdagangan dunia. Pada tahun 2009 diperkirakan volume perdagangan dunia akan mengalami tingkat kontraksi yang lebih dalam yaitu minus 11,0 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan juga mengalami kontraksi sebesar 1,3 persen pada tahun Bagi Indonesia dampak negatifnya langsung tercermin dari penurunan atau perlambatan pertumbuhan perdagangan dan investasi. Namun dengan fundamental ekonomi yang kuat, kinerja perekonomian nasional tidak sampai mengalami pertumbuhan negatif seperti halnya sebagian besar negara di dunia. Transmisi dampak krisis ekonomi global ke perekonomian Indonesia sesungguhnya masuk melalui dua jalur, yakni jalur finansial (financial channel) dan jalur perdagangan (trade channel). Dampak krisis melalui jalur finansial dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Dampak secara langsung terjadi apabila suatu bank atau institusi keuangan di Indonesia membeli aset-aset yang bermasalah (toxic assets) dari perusahaan penerbit yang mengalami kesulitan likuiditas di luar negeri. Selain itu, transmisi dampak krisis melalui jalur finansial secara langsung juga bisa terjadi melalui aktivitas, dimana investor asing yang mengalami kesulitan likuiditas terpaksa harus menarik dananya yang ditanam di Indonesia (deleveraging). Selain kedua hal di atas, dampak secara langsung melalui jalur finansial juga bisa terjadi melalui aksi pemindahan portofolio investasi berisiko tinggi ke risiko lebih rendah (flight to quality). Sementara, dampak tidak langsung jalur finansial terjadi melalui munculnya hambatan-hambatan terhadap ketersediaan pembiayaan ekonomi. Dampak melalui jalur perdagangan muncul melalui melemahnya kinerja ekspor impor yang pada gilirannya berpengaruh pada sektor riil dan berpotensi memunculkan risiko kredit bagi perbankan. Hal tersebut juga berpotensi memberikan tekanan pada neraca pembayaran Indonesia (NPI). Ketahanan fundamental ekonomi Indonesia mulai menghadapi ujian sejak pertengahan tahun Di tengah derasnya arus krisis ekonomi global saat itu, ekonomi Indonesia masih mampu untuk melaju dan tumbuh pada level 6,3 persen. Kemudian, pada tahun 2008 ekonomi Indonesia juga masih berekspansi pada tingkat 6,1 persen. Terjaganya stabilitas ekonomi makro dan kepercayaan pasar menjadi faktor kunci keberhasilan Pemerintah dalam mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi pada level yang cukup tinggi. Laporan Semester I Tahun 2009 I-1

2 BAB I Perkembangan Asumsi Makro Dalam tahun 2009 tekanan terhadap perekonomian diperkirakan memasuki puncaknya dalam triwulan II sebesar 3,7 persen. Pada triwulan I, ekspor dan impor dalam PDB mengalami kontraksi yaitu masing-masing sebesar 19,1 persen dan 24,1 persen. Investasi juga tumbuh melambat menjadi sebesar 3,5 persen, jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 13,7 persen. Hal yang cukup membantu di dalam menopang perekonomian nasional adalah belanja pemerintah dan konsumsi masyarakat. Laju pertumbuhan tertinggi dialami oleh konsumsi pemerintah sebesar 19,3 persen, dengan adanya kenaikan pada belanja pegawai (kenaikan gaji PNS/ TNI/Polri), dan belanja barang untuk persiapan pelaksanaan pesta demokrasi Pemilu Sementara itu, konsumsi masyarakat mampu tumbuh 5,8 persen, lebih tinggi dibanding periode yang sama pada tahun 2008 sebesar 5,7 persen. Secara agregat pertumbuhan komponen PDB tersebut telah mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 4,4 persen. Dengan memperhatikan realisasi pada triwulan I tahun 2009, pertumbuhan PDB pada semester I diperkirakan mencapai 4,1 persen. Dari sisi stabilitas ekonomi, perkembangan laju inflasi tahunan pada bulan Mei 2009 tercatat mencapai 6,0 persen (yoy), sedangkan laju inflasi tahun kalender dari Januari hingga Mei 2009 mencapai 0,1 persen (ytd). Dengan memperhatikan perkembangan inflasi sampai dengan bulan Mei dan perkiraan inflasi pada bulan Juni, inflasi semester I tahun es2009 diperkirakan mencapai 4,2 persen (yoy). Berdasarkan perkiraan tersebut, inflasi semester I tahun 2009 jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi semester I tahun 2008 yang tercatat sebesar 11,0 persen (yoy). Rendahnya inflasi tersebut disebabkan oleh masih relatif rendahnya harga komoditi dunia, minimalnya kenaikan harga barang-barang strategis dalam kendali Pemerintah, tersedianya pasokan barang kebutuhan pokok di pasar, aman dan lancarnya pelaksanaan Pemilu Legislatif. Di samping itu, semakin harmonisnya koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi diperkirakan menjadi faktor positif yang mampu meredam gejolak harga. Pada akhir kuartal I tahun 2009, telah terjadi pembalikan tren penurunan harga minyak dunia, termasuk ICP. Jika pada Januari 2009 harga ICP sekitar US$40,0 per barel, maka pada Mei 2009 harga ICP meningkat menjadi US$58,0 per barel. Dengan kondisi tersebut realisasi rata-rata harga ICP dalam periode Januari Mei 2009 berada pada kisaran US$48,1 per barel. Sepanjang sisa tahun 2009 harga ICP diperkirakan semakin meningkat sejalan dengan mulai pulihnya perekonomian global. Sepanjang periode Januari Mei 2009 nilai tukar rupiah menunjukkan kecenderungan menguat yang didorong antara lain oleh kembali meningkatnya arus modal masuk. Kecenderungan penguatan diperkirakan masih berlanjut dan pada akhir semester I tahun 2009 mencapai kisaran Rp per dolar AS. Berdasarkan perkembangan realisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sampai dengan bulan Mei tahun 2009 dan memperhatikan kinerja perekonomian yang terkini, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sampai akhir semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp per dolar AS, atau terdepresiasi sekitar 20 persen dibandingkan semester I tahun sebelumnya. Rendahnya laju inflasi dan terjaganya pergerakan nilai tukar rupiah atas dolar AS pada level di bawah Rp akan menjadi faktor penguat pulihnya kondisi ekonomi nasional. Kondisi ini turut memberi ruang untuk penurunan suku bunga. Selama semester I tahun 2009, Bank Indonesia telah beberapa kali menurunkan suku bunga acuan BI Rate hingga mencapai level 7,0 persen pada awal Juni Rata-rata SBI 3 bulan pada semester I diperkirakan I-2 Laporan Semester I Tahun 2009

3 Perkembangan Asumsi Makro BAB I berada pada level 8,5 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2008 sebesar 8,2 persen. Kebijakan penurunan suku bunga ini menjadi sinyal bagi perbankan untuk meningkatkan peran intermediasinya ke sektor riil dengan menurunkan suku bunga kredit. Dari uraian di atas, tanda-tanda adanya perbaikan perekonomian nasional akan mulai dirasakan pada semester II tahun Indikasinya adalah kontraksi perdagangan diperkirakan mulai berkurang dan investasi diperkirakan dapat tumbuh lebih tinggi. Meskipun pertumbuhan ekspor dan impor masih akan negatif, dimana masing-masing sebesar 9,7 persen dan 9,2 persen, ini sedikit lebih baik dibanding semester sebelumnya. Investasi mulai menggeliat seiring dengan kembali masuknya investor asing dan pulihnya kepercayaan dunia usaha. Investasi diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 9,2 persen. Indikator lainnya, pertumbuhan belanja pemerintah diperkirakan mencapai 12,4 persen dan konsumsi masyarakat diperkirakan masih relatif stabil dengan pertumbuhan sebesar 5,0 persen. Perbaikan beberapa indikator dimaksud akan mendorong pertumbuhan PDB sebesar 4,6 persen di semester II tahun Faktor eksternal diperkirakan juga cukup kondusif. Pemulihan ekonomi global terlihat semakin nyata sebagai hasil dari diluncurkannya kebijakan stimulus fiskal di berbagai negara guna mendorong kembali bergairahnya perekonomian. Hal tersebut direspons pasar secara positif, yang pada gilirannya akan mendorong kegiatan investasi ke dalam negeri. Pemulihan ekonomi global juga mendorong kinerja ekspor. Permintaan beberapa komoditi ekspor unggulan diprediksi akan mengalami peningkatan seperti produk tembaga, minyak kelapa sawit, dan karet. Membaiknya perekonomian beberapa negara, terutama Cina dan India, juga akan mendorong kenaikan permintaan minyak mentah dunia yang pada akhirnya meningkatkan harga minyak di pasar internasional. Stabilitas ekonomi dalam semester II tahun 2009 diperkirakan semakin terjaga dan pergerakan harga secara umum relatif stabil. Relatif stabilnya nilai tukar rupiah, terjaganya pasokan dan kelancaran arus distribusi barang, minimalnya kenaikan harga barang-barang strategis dalam kendali Pemerintah akan mampu meredam laju inflasi. Dengan perkembangan tersebut, inflasi tahun 2009 diperkirakan berada pada level 5,0 persen. Sejalan dengan itu, kemungkinan meningkatnya investasi dan ekspor diharapkan akan menambah cadangan devisa, sehingga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan akan mengalami apresiasi dengan nilai rata-rata sebesar Rp pada tahun Terkait dengan suku bunga, suku bunga BI Rate diperkirakan mendekati 6 persen pada akhir tahun Sejalan dengan menurunnya suku bunga acuan tersebut, maka rata-rata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan mencapai 6,5 persen dalam semester II tahun Dengan demikian rata-rata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan mencapai 7,5 persen sepanjang tahun Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I Tahun Pertumbuhan Ekonomi Realisasi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada triwulan I tahun 2009 mencapai 4,4 persen, melambat bila dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2008 Laporan Semester I Tahun 2009 I-3

4 BAB I Perkembangan Asumsi Makro sebesar 6,3 persen (lihat Grafik I.1). Perlambatan pertumbuhan tersebut diperkirakan masih berlanjut pada triwulan II tahun 2009 yang diperkirakan tumbuh 3,7 persen. Perlambatan dalam triwulan II ini dikarenakan masih belum pulihnya ekspor Indonesia akibat melemahnya permintaan dunia. Di sisi lain konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah diperkirakan tetap 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% Q1 Q2 tinggi terkait dengan program stimulus fiskal, pembayaran gaji ke-13 bagi PNS/TNI/Polri/ Pensiunan, dan pelaksanaan Pemilu Presiden. Sumber-sumber pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun 2009 didukung oleh konsumsi rumah tangga (5,8 persen), konsumsi pemerintah (19,3 persen), dan pembentukan modal tetap bruto (3,5 persen). Sedangkan ekspor dan impor mengalami pertumbuhan negatif sebesar minus 19,1 persen dan minus 24,1 persen (lihat Grafik I.2). Memasuki triwulan II pertumbuhan konsumsi masyarakat diperkirakan masih cukup kuat meskipun melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya, yaitu tumbuh sebesar 5,7 persen. Konsumsi pemerintah juga diperkirakan masih cukup kuat untuk menopang laju pertumbuhan PDB dalam triwulan II yaitu sebesar 16,4 persen. Hal ini terkait dengan persiapan Pemilu Presiden dan pelaksanaan program stimulus fiskal. Sementara Q3 GRAFIK I.1 PERTUMBUHAN PDB (%) Q4 Q1 Q Q3 Q4 Q1 Q2 Grafik I.2 Sumber Pertumbuhan PDB Penggunaan (%) 15% 5% 5% Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q % 25% Kons. RT Kons. Pem PMTB Ekspor Impor I-4 Laporan Semester I Tahun 2009

5 Perkembangan Asumsi Makro BAB I pertumbuhan investasi diperkirakan meningkat cukup signifikan sebesar 7,6 persen, yang antara lain ditunjukkan oleh meningkatnya impor barang modal dan bahan baku, masuknya arus modal asing dalam bentuk investasi fisik (FDI) dan portofolio. Dalam periode tersebut, ekspor dan impor diperkirakan masih mengalami pertumbuhan negatif masing-masing sebesar minus 14,4 persen dan minus 20,4 persen (lihat Grafik I.2). Hal ini sejalan dengan belum pulihnya perekonomian dunia. Pada sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun 2009 (yoy) mengalami perlambatan di hampir semua sektor, kecuali sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor jasa-jasa. Perlambatan pertumbuhan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan sektor nontradable, diantaranya sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor konstruksi; dan sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan (lihat Tabel I.1). TABEL I.1 SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PRODUKSI Sektor Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2* Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan -2,1 5,6 7,7 2,0 6,3 4,8 3,4 4,7 4,8 4,0 Pertambangan dan penggalian 6,2 3,3 1,0-2,0-1,7-0,5 2,1 2,1 2,2 0,4 Industri Pengolahan 5,2 5,1 4,6 3,8 4,3 4,2 4,3 1,9 1,6 1,9 Listrik, Gas, & Air Bersih 8,2 10,2 11,3 11,6 12,4 11,8 10,4 9,3 11,4 10,0 Konstruksi 8,4 7,7 8,3 9,9 8,0 8,1 7,6 5,7 6,3 6,5 Perdagangan, Hotel dan Restoran 9,3 7,8 8,0 8,6 6,9 8,1 8,4 5,6 0,6 2,0 Pengangkutan & Komunikasi 13,0 13,7 14,8 14,5 18,3 17,3 15,5 15,8 16,7 10,7 Keuangan, real estate dan jasa perusahaan 8,1 7,6 7,6 8,7 8,3 8,7 8,6 7,4 6,3 6,4 Jasa-jasa 7,0 7,0 5,2 7,2 5,9 6,7 7,2 6,0 6,8 4,0 * Perkiraan Sumber : BPS Sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 16,7 persen, sedikit melambat bila dibandingkan triwulan I tahun 2008 yang sebesar 18,3 persen. Hal ini disebabkan menurunnya pertumbuhan subsektor pengangkutan terutama angkutan laut sebagai akibat menurunnya angkutan barang terkait melemahnya kinerja ekspor impor. Demikian pula sektor listrik, gas, dan air bersih juga mengalami perlambatan yaitu dari 12,4 persen pada triwulan I tahun 2008 menjadi sebesar 11,4 persen. Melambatnya pertumbuhan sektor ini antara lain disebabkan oleh menurunnya aktivitas industri sebagai dampak dari krisis global. Dalam triwulan II tahun 2009, pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor listrik, gas dan air bersih diperkirakan masih cukup tinggi, yaitu masing-masing tumbuh sebesar 10,7 persen dan 10,0 persen. Pertumbuhan sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan sebesar 6,3 persen, melambat dari 8,3 persen pada triwulan I tahun Dampak gejolak sektor keuangan dunia masih berpengaruh terhadap sektor keuangan domestik, sehingga pertumbuhannya pada triwulan II tahun 2009 diperkirakan sebesar 6,4 persen. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh sebesar 0,6 persen, menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I tahun 2008 sebesar 6,9 persen. Rendahnya pertumbuhan sektor ini antara lain disebabkan oleh menurunnya jumlah wisatawan dari Eropa dan Amerika. Dalam triwulan II tahun 2009, pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, namun masih lebih rendah Laporan Semester I Tahun 2009 I-5

6 BAB I Perkembangan Asumsi Makro bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun Sektor perdagangan pada triwulan II tahun 2009 diperkirakan tumbuh sebesar 2,0 persen. Pada triwulan I tahun 2009 sektor pertanian tumbuh sebesar 4,8 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,3 persen. Melambatnya pertumbuhan ini terutama disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan karena hasil panen raya pada triwulan I tahun 2009 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I tahun sebelumnya. Pertumbuhan sebesar 4,8 persen tersebut didorong oleh pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan sebesar 5,6 persen, subsektor tanaman perkebunan sebesar 4,9 persen, subsektor perikanan sebesar 5,3 persen, dan subsektor peternakan dan hasil-hasilnya sebesar 2,1 persen. Peningkatan signifikan terjadi pada subsektor tanaman bahan makanan yang disebabkan oleh pola panen raya tanaman padi tahun 2009 yang kembali terjadi pada triwulan I dan mencapai puncaknya pada bulan Maret. Pada triwulan II 2009 pertumbuhan di sektor ini diperkirakan melambat menjadi sebesar 4,0 persen. Sektor industri pengolahan pada triwulan I tahun 2009 tumbuh sebesar 1,6 persen, menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,3 persen. Rendahnya pertumbuhan sektor industri ini terutama disebabkan oleh menurunnya kegiatan industri ekspor sebagai akibat dari melemahnya permintaan dari negara-negara maju. Dilihat dari subsektor, perlambatan pertumbuhan terjadi di hampir semua subsektor kecuali sektor industri makanan dan minuman yang tumbuh 13,9 persen, serta industri barang dari kayu, industri kertas dan barang cetakan, dan industri pupuk masing-masing tumbuh 3,2 persen. Rendahnya pertumbuhan di subsektor industri tersebut juga terefleksikan dari menurunnya penjualan mobil dalam triwulan I tahun 2009 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dari 134,8 ribu mobil menjadi 100,6 ribu mobil pada triwulan I tahun Sementara penjualan motor turun dari 1.426,6 ribu motor pada triwulan I tahun 2008 menjadi 1.218,2 ribu pada triwulan I tahun Perlambatan pertumbuhan sektor 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% 2007 Q1 Q2 Sumber : Gaikindo GRAFIK I.3 PENJUALAN MOBIL (%) Q3 Q Q1 Q2 Perkuartal Perbulan Q3 Q Q1 A 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% 2007 Q1 Sumber: AISI Q2 GRAFIK I.4 PENJUALAN MOTOR (%) Q3 Q4 Per Kuartal 2008 Q1 Q2 Q3 Q4 Perbulan 2009 Q1 A industri ini diperkirakan terus berlanjut selama triwulan II tahun 2009, sehingga pertumbuhannya diperkirakan sebesar 1,9 persen. Sektor konstruksi pada triwulan I tahun 2009 tumbuh sebesar 6,3 persen, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,0 persen. Dalam triwulan II tahun 2009, sektor konstruksi diperkirakan masih akan tumbuh sejalan dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur. I-6 Laporan Semester I Tahun 2009

7 Perkembangan Asumsi Makro BAB I Konsumsi Swasta Indikator indikator konsumsi pada triwulan I dan II tahun 2009 pada umumnya menunjukkan peningkatan meskipun sedikit melambat. Pertumbuhan yang cukup signifikan diperkirakan terjadi pada konsumsi bukan makanan seperti pembelian kaos, spanduk dan perlengkapan kampanye lainnya. Sementara konsumsi makanan sedikit melambat yang ditunjukkan oleh melambatnya 50% 40% 30% 20% 10% 0% 10% 20% Sumber: Depkeu GRAFIK I.5 PERTUMBUHAN PPN BAHAN MAKANAN (%) 42% 40% 34% pertumbuhan PPN makanan dan minuman. Memasuki triwulan II tahun 2009, beberapa indikator konsumsi masih tumbuh positif meskipun tidak sebesar periode yang sama tahun sebelumnya. Investasi Hingga triwulan I tahun 2009, beberapa indikator investasi menunjukkan arah yang bervariasi. Berdasarkan pada data per Januari, realisasi PMA dan PMDN masing-masing mencapai US$712,8 juta dan Rp757,9 miliar. Bila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun 2008, maka realisasi PMA dan PMDN menunjukkan adanya peningkatan sebesar 33,1 persen dan 60,4 persen. Peningkatan realisasi dimaksud dapat terjadi karena tingginya persetujuan investasi pada beberapa tahun sebelumnya. Adapun dampak krisis global, diperkirakan berpengaruh signifikan pada realisasi PMA dan PMDN pada tahun 2010 dan % 40% 17% 0% 5% Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 13% % 100% 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% Sumber: BPS GRAFIK I.6 IMPOR BARANG MODAL Jan 08 Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan 09 Feb Mar Apr May Juta USD (RHS) 2,500 2,000 1,500 1, Pertumbuhan yoy 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% Sumber: CEIC GRAFIK I.7 PENJUALAN SEMEN Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q Nilai (RHS) yoy ytd 11 Juta Ton Pertumbuhan impor barang modal dalam triwulan I tahun 2009 mengalami penurunan sebesar minus 3,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada bulan Mei 2009 impor barang modal diperkirakan mulai meningkat. Sementara penjualan semen dalam negeri pada triwulan I tahun 2009 juga menunjukkan pertumbuhan negatif sebesar minus 5,8 persen (ytd). Dalam bulan Mei penjualan semen diperkirakan meningkat seiring dengan mulai meningkatnya kegiatan di sektor konstruksi. Laporan Semester I Tahun 2009 I-7

8 BAB I Perkembangan Asumsi Makro GRAFIK I.8 PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI DAN KREDIT MODAL KERJA 40% 30% 31.0% 20% 10% 19.0% KI KMK Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q Sumber: Bank Indonesia Dari sisi moneter, indikator pertumbuhan kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI) yang menjadi salah satu sumber aktivitas sektor riil juga menunjukkan perlambatan daya dukungnya terhadap aktivitas dunia usaha. Laju pertumbuhan KI dan KMK menunjukkan tren yang melambat selama kuartal terakhir tahun Memasuki tahun 2009, perlambatan pertumbuhan KI dan KMK masih berlangsung. Ke depan, sejalan dengan menurunnya suku bunga perbankan pertumbuhan kredit diperkirakan akan mengalami pemulihan sehingga dapat mendorong aktivitas investasi dan usaha di sektor riil. Triliun Rupiah GRAFIK I.9 BELANJA MODAL PEMERINTAH (triliun rupiah) Januari Februari Maret April Mei Stimulus fiskal yang dicanangkan Pemerintah melalui Dokumen Mengatasi Dampak Krisis Global Melalui Program Stimulus Fiskal (Dokumen Stimulus) diharapkan berjalan efektif seiring dengan upaya untuk mempercepat realisasi belanja negara. Realisasi belanja modal Pemerintah hingga triwulan I tahun 2009 telah mencapai 10,3 persen dari Dokumen Stimulus. Realisasi ini meningkat signifikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, dimana realisasinya hanya mencapai 5,7 persen. Besarnya investasi pemerintah pusat tersebut akan memberikan efek berganda (multiplier) yang cukup besar bagi perekonomian nasional. I-8 Laporan Semester I Tahun 2009

9 Perkembangan Asumsi Makro BAB I Perkembangan indikator-indikator investasi pada triwulan I tersebut di atas diperkirakan berlanjut pada triwulan II tahun Hal ini akan mendorong laju pertumbuhan investasi pada triwulan tersebut. Ekspor dan Impor Pada triwulan I tahun 2009 total nilai ekspor Indonesia mencapai US$22.902,2 juta atau mengalami pertumbuhan sebesar -32,1 persen (yoy). Pada bulan Mei nilai ekspor diperkirakan mencapai US$8.775,6 juta, meningkat sekitar 4 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar US$8.458,5 juta. Dengan demikian selama Januari hingga Mei tahun 2009 nilai ekspor Indonesia mencapai yoy 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% Sumber: BPS GRAFIK I.10 TOTAL EKSPOR IMPOR Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q US$40.263,2 juta atau tumbuh sebesar -30,1 persen (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Perlemahan nilai tukar rupiah pada awal tahun 2009 tidak cukup kuat untuk memberikan kontribusi positif bagi daya saing dan laju pertumbuhan ekspor. Dalam hal ini dampak penurunan permintaan dari negara China, Jepang dan AS sebagai negara utama tujuan ekspor, relatif cukup besar dalam memicu penurunan ekspor. Pada sisi impor, laju pertumbuhan tahunan total impor mencapai -35,9 persen (yoy). Nilai impor pada bulan Mei diperkirakan mencapai US$6.730,9 juta, sehingga selama Januari hingga Mei 2009 mencapai US$32.209,7 juta atau tumbuh -39,3 persen. Penurunan pertumbuhan tahunan ekspor dan impor tersebut terjadi baik pada komoditi migas maupun non migas. Seiring dengan penurunan harga minyak dunia, penurunan laju ekspor dan impor migas mengalami perlambatan sejak triwulan IV tahun Pertumbuhan ekspor dan impor migas pada triwulan I tahun 2009 mencapai -54,9 persen (yoy) dan -54,6 persen (yoy). Sementara pertumbuhan tahunan ekspor non migas pada triwulan I tahun 2009 mengalami penurunan sebesar -25,3 persen. Penurunan ekspor non migas terbesar dipicu oleh penurunan nilai ekspor CPO dan karet sebagai akibatnya turunnya harga komoditi tersebut di pasar internasional. Di sisi impor, laju pertumbuhan tahunan impor non migas mencapai -30,0 persen. Penurunan impor non migas tersebut antara lain disebabkan oleh turunnya impor mesin/pesawat mekanik (-14,2 persen), mesin dan peralatan listrik (-29,0 persen), besi dan baja (-58,7 persen), dan bahan kimia organik (-41,7 persen). Dengan memperhitungkan impor menurut golongan penggunaan barang, maka dapat diketahui bahwa penurunan total impor disebabkan oleh turunnya impor bahan baku/ penolong tersebut mencapai -42,3 persen. Impor bahan baku/penolong tersebut mempunyai kontribusi sekitar 70 persen dari total impor. Sementara pertumbuhan impor barang konsumsi dan barang modal masing-masing sebesar -33,1 persen dan -3,3 persen X M X yoy M yoy Miliar USD Laporan Semester I Tahun 2009 I-9

10 BAB I Perkembangan Asumsi Makro GRAFIK I.11 INDEKS HARGA KOMODITI INTERNASIONAL (JAN 2008 = 100) Bijih Besi Minyak Mentah Brent Tembaga CPO Kapas Karet 2007-J F M A M J J A S O N D 2008-J F M A M J J A S O N D 2009-J F M A M Berdasarkan realisasi triwulan I tahun 2009 dan perkiraan triwulan II tahun 2009 maka dalam semester I tahun 2009 laju pertumbuhan PDB diperkirakan sebesar 4,1 persen, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 6,3 persen. Dari sisi permintaan agregat (aggregate demand), konsumsi masyarakat diperkirakan tumbuh sebesar 5,8 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2008 yang sebesar 5,6 persen. Konsumsi pemerintah diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan semester I tahun 2008, yaitu sebesar 17,7 persen dari 4,4 persen. Investasi diperkirakan mengalami penurunan, dari 12,9 persen pada semester I tahun 2008 menjadi 5,6 persen pada semester I tahun Kontraksi yang cukup besar diperkirakan terjadi pada sisi eksternal dimana ekspor tumbuh -16,7 persen dan impor -22,2 persen. Dari sisi penawaran, hampir semua sektor mengalami perlambatan kecuali sektor pertambangan dan penggalian yang meningkat. Sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan mengalami pertumbuhan yang paling tinggi, yaitu dari 17,8 persen menjadi 15,3 persen. Sektor pertanian diperkirakan mengalami perlambatan dibandingkan semester I tahun 2008, yaitu dari 5,6 persen menjadi 4,4 persen. Sementara itu, penurunan yang Pertumbuhan yoy 90% 40% -10% GRAFIK I.12 EKSPOR DAN IMPOR NON MIGAS Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q Ekspor, Impor (Miliar USD) Pertumbuhan yoy 100% 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% -60% -80% GRAFIK I.13 EKSPOR DAN IMPOR MIGAS Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q Ekspor, Impor (Miliar USD) -60% Sumber: BPS X M X yoy M yoy -20 Sumber: BPS X M X yoy M yoy I-10 Laporan Semester I Tahun 2009

11 Perkembangan Asumsi Makro BAB I cukup besar diperkirakan terjadi pada sektor industri pengolahan. Dalam semester I tahun 2008, sektor ini tumbuh sebesar 4,3 persen dan diperkirakan turun menjadi 1,8 persen dalam semester I tahun Laju Inflasi Laju inflasi dalam lima bulan pertama tahun 2009 menunjukkan penurunan yang cukup tajam. Berdasarkan hasil pemantauan BPS di 66 kota, sampai bulan Mei 2009 laju inflasi kumulatif mencapai 0,10 persen (ytd), jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2008 yang mencapai 5,5 persen. Secara tahunan, inflasi bulan Mei 2009 mencapai 6,0 persen (yoy), lebih rendah 14.0% 12.0% 10.0% 8.0% 6.0% 4.0% 2.0% 0.0% GRAFIK I.14 PERKEMBANGAN LAJU INFLASI Inflasi yoy Inflasi mtm (RHS) 2.0% 6.04% 1.5% 0.5% 0.04% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,4 persen. Selama periode Januari Mei 2009 telah terjadi dua kali deflasi yaitu bulan Januari sebesar 0,1 persen dan bulan April sebesar 0,3 persen. Sebaliknya, tiga bulan lainnya mengalami inflasi yang relatif cukup rendah yaitu bulan Februari sebesar 0,21 persen, bulan Maret sebesar 0,22 persen, dan bulan Mei sebesar 0,04 persen. Semua laju inflasi tersebut tercatat jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan yang sama tahun sebelumnya dan rata-rata pola historisnya. Menurunnya tekanan inflasi selama lima bulan pertama tahun 2009 disebabkan oleh berbagai faktor baik dari luar negeri maupun dalam negeri. Dari luar negeri, kecenderungan penurunan harga komoditi di pasar internasional terutama minyak telah mendorong penurunan laju inflasi. Penurunan harga minyak dunia khususnya pada akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009 telah memberikan ruang gerak bagi Pemerintah untuk menurunkan harga BBM bersubsidi (solar dan premium) pada pertengahan Januari Total penurunan premium dan solar, termasuk dua kali penurunan sebelumnya (tanggal 1 dan 15 Desember 2008), masing-masing sebesar 25 persen dan 18,2 persen. Dari dalam negeri, tersedianya pasokan bahan makanan dan relatif lancarnya distribusi barang dan jasa telah berhasil menjaga stabilitas harga. Disamping itu, relatif terkendalinya Pemilu Legislatif yang dilaksanakan bulan April 2009 juga telah memicu sentimen positif terhadap laju inflasi. Berdasarkan kelompok pengeluaran, laju inflasi kumulatif sampai dengan Mei 2009 terjadi pada lima kelompok yaitu makanan jadi (3,3 persen), kesehatan (2,3 persen), kelompok sandang (2,2 persen), perumahan, air, listrik dan gas (0,6 persen), serta pendidikan dan rekreasi (0,4 persen). Sebaliknya, dua kelompok pengeluaran lainnya yaitu kelompok bahan makanan dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan tercatat mengalami deflasi masing-masing sebesar 0,2 persen dan 4,6 persen. Khusus pada bulan Mei 2009, 2.5% 1.0% 0.0% -0.5% Laporan Semester I Tahun 2009 I-11

12 BAB I Perkembangan Asumsi Makro GRAFIK I.15 INFLASI 2009 MENURUT KELOMPOK PENGELUARAN Transpor, Kom & Js Keu -4,6% Pendidikan, Rekreasi, dan OR Kesehatan Sandang Perumahan, Listrik, Air, Gas Makanan Jadi, Minuman, Rokok Bahan Makanan -0,5% -0,3% -0,2% 0,0% 0,1% 0,4% 0,6% 0,1% 0,6% 0,5% 2,3% 2,2% 3,3% -5% -4% -3% -2% -1% 0% 1% 2% 3% 4% Mei (mtm) Inflasi Kumulatif s.d Mei 2009 kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi adalah bahan makanan dan sandang masingmasing sebesar 0,3 persen dan 0,5 persen. Deflasi pada kelompok bahan makanan antara lain disebabkan oleh penurunan harga ikan segar, terlur ayam ras, dan cabe rawit. Sementara deflasi kelompok sandang terutama dipengaruhi oleh penurunan harga emas perhiasan. Sementara itu, dilihat dari komponen disagregasi inflasi, kecenderungan penurunan harga dalam tahun 2009 antara lain disebabkan penurunan komponen volatile food (harga makanan bergejolak). Komponen ini dalam tiga bulan terakhir terus mengalami deflasi sebagai dampak dari penurunan harga komoditi internasional dan minimalnya tekanan imported inflation. Dari dalam negeri, berkurangnya tekanan inflasi volatile food juga didukung oleh upaya pemerintah yang mampu menjaga pasokan bahan pangan seiring pelaksanaan panen raya sehingga harga pangan relatif stabil. Hal ini tercermin dari relatif stabilnya harga beberapa komoditi di pasar domestik antara lain seperti daging ayam broiler dan ras, telur ayam ras, tepung terigu, daging sapi, dan beras. Sampai bulan Mei 2009 komponen volatile food tercatat deflasi menjadi 0,5 persen (ytd), jauh lebih rendah dibandingkan 8.0% 6.0% 4.0% 2.0% 0.0% -2.0% -4.0% -6.0% Sumber: BPS 0.13% 0.04% -0.27% -0.45% dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 7,7 persen (ytd). Sementara itu, inflasi tahunan pada Mei 2009 tercatat sebesar 5,8 persen (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Mei 2008 yang mencapai 17,7 persen (yoy). 1.68% GRAFIK I.16 INFLASI 2009 MENURUT KOMPONEN 6.64% -4.60% 4.33% 5.84% Core/Inti Administered Price Volatile Food Inflasi Mei (mtm) Inflasi s.d Mei (ytd) Inflasi Mei (yoy) I-12 Laporan Semester I Tahun 2009

13 Perkembangan Asumsi Makro BAB I Disisi lain, penurunan laju inflasi dalam periode Januari-Mei 2009 antara lain juga dipicu oleh deflasi komponen administered prices khususnya dalam dua bulan pertama tahun Kondisi ini merupakan dampak dari kebijakan pemerintah yang telah tiga kali melakukan penurunan harga BBM bersubsidi. Namun, dalam tiga bulan terakhir, komponen hargaharga yang diatur pemerintah ini mulai menunjukkan kenaikan, meskipun lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya. Inflasi kumulatif komponen ini sampai dengan Mei 2009 mencapai minus 4,6 persen (ytd) dan laju inflasi tahunan sebesar 4,3 persen (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi kumulatif dan inflasi tahunan bulan Mei 2008 yang masing-masing mencapai 6,5 persen dan 8,3 persen. Komponen inflasi lainnya yaitu inflasi inti (core inflation) juga mengalami penurunan yang cukup signifikan, seiring dengan penurunan inflasi pada komponen volatile food dan administered prices. Penurunan ini antara lain dipicu oleh menurunnya ekspektasi inflasi dan minimnya tekanan output gap ditengah melemahnya permintaan. Selain itu, cukup kondusifnya kondisi eksternal sejalan dengan penguatan nilai tukar rupiah juga memberikan dampak yang positif terhadap penurunan inflasi inti. Laju inflasi inti kumulatif sampai dengan Mei 2009 mencapai 1,7 persen (ytd) dan inflasi tahunan mencapai 6,6 persen (yoy). Relatif terkendalinya laju inflasi dalam tahun 2009 tercermin dari perkembangan harga domestik. Secara umum, perkembangan beberapa harga komoditi di dalam negeri relatif stabil antara lain seperti telur ayam ras, tepung terigu, daging ayam broiler, daging sapi, dan beras. Namun, beberapa komoditi lainnya seperti minyak goreng dan gula pasir relatif meningkat. Peningkatan harga komoditi tersebut antara lain dipicu oleh cenderung mulai meningkatnya harga komoditi dunia. Khusus pada harga minyak goreng, kenaikannya antara lain dipicu oleh kenaikan harga crude palm oil (CPO) di pasar internasional. Kenaikan harga CPO di pasar internasional tersebut mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga jual minyak goreng merek MinyaKita pada awal Mei 2009 dari Rp6.000 menjadi Rp7.000 per liter yang akhirnya meningkatkan harga minyak goreng curah dalam negeri. Dengan memperhatikan realisasi inflasi sampai dengan bulan Mei 2009, inflasi semester I tahun 2009 diperkirakan sebesar 4,2 persen (yoy) dengan laju inflasi tahun kalender sekitar 0,6 persen (ytd). Berdasarkan perkiraan tersebut, inflasi semester I tahun 2009 jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi semester I tahun 2008 yang tercatat sebesar 11,0 persen (yoy) dengan laju inflasi tahun kalender sebesar 7,4 persen. Terkendalinya harga komoditi dunia, minimalnya kebijakan pemerintah dibidang harga-harga strategis yang dikendalikan (administered prices), pelaksanaan Pemilu Legislatif yang telah berlangsung dengan aman dan tertib, serta koordinasi yang semakin harmonis antara Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi diperkirakan menjadi faktor positif yang mampu meredam gejolak harga Nilai Tukar Rupiah Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam periode Januari Mei 2009 berfluktuasi dengan kecenderungan yang menguat. Pada periode tersebut rata-rata nilai tukar rupiah sebesar Rp per dolar AS. Rata-rata tertinggi nilai tukar rupiah terjadi pada bulan Februari 2009 sebesar Rp per dolar AS, sedangkan rata-rata terendah terjadi pada bulan Mei 2009 sebesar Rp per dolar AS. Relatif membaiknya kinerja perekonomian dan terdapatnya sentimen positif di pasar global dan domestik mendorong penguatan nilai Laporan Semester I Tahun 2009 I-13

14 BAB I Perkembangan Asumsi Makro Kurs (Rp/US$) 13,000 12,000 11,000 10,000 9,000 GRAFIK I.17 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR DAN CADANGAN DEVISA , Jan 08 Feb Mar Apr May Cad. Devisa (Miliar USD) Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan 09 Feb Mar Apr Mei Sumber: Bank Indonesia Cadangan Devisa Nilai Tukar tukar rupiah dalam beberapa bulan terakhir. Apresiasi rupiah tersebut merupakan salah satu indikasi mulai meningkatnya kepercayaan masyarakat dan dunia usaha terhadap kesinambungan perekonomian Indonesia. Disamping itu, penguatan rupiah juga dipengaruhi peningkatan cadangan devisa seiring dengan adanya dukungan kerja sama antar bank sentral melalui Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA). Sampai akhir Mei 2009, posisi cadangan devisa berjumlah US$57,93 miliar, atau terjadi peningkatan sebesar US$6,29 miliar dibandingkan dengan posisi Desember 2008 yang mencapai US$51,64 miliar. Peningkatan cadangan devisa ini menunjukkan kemampuan kinerja perekonomian Indonesia dalam mengantisipasi gejolak nilai tukar rupiah. Pemerintah bersama Bank Indonesia sebagai otoritas moneter terus berkoordinasi melakukan berbagai upaya untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Untuk mengatasi kekurangan likuiditas valuta asing yang terjadi di pasar domestik, Bank Indonesia melakukan intervensi sesuai dengan kebutuhan pasar. Di sisi lain, pemerintah dan Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan yang mengatur jumlah permintaan valuta asing bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dengan berbagai kebijakan tersebut dan diikuti dengan membaiknya kinerja perekonomian nasional diharapkan mampu menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Berdasarkan perkembangan realisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sampai dengan Mei 2009 dan memperhatikan kinerja perekonomian terkini, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sampai akhir Semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp Dibandingkan Semester I tahun 2008, perkiraan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Semester I tahun 2009 tersebut terdepresiasi sekitar 19,6 persen Suku Bunga SBI 3 Bulan Perlambatan perekonomian global yang dalam beberapa bulan terakhir ini semakin mendalam telah berdampak pada menurunnya kegiatan perekonomian nasional yang mulai dirasakan sejak triwulan IV tahun Perlambatan pertumbuhan tersebut berdampak pada melemahnya permintaan domestik dan berkurangnya tekanan inflasi yang pada gilirannya memberikan ruang gerak bagi otoritas moneter untuk menurunkan BI Rate. I-14 Laporan Semester I Tahun 2009

15 Perkembangan Asumsi Makro BAB I 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% GRAFIK I.18 PERKEMBANGAN BI RATE, SBI 3 BULAN, DAN FFR Selisih BI Rate-FFR SBI 3 bulan BI Rate Fed Fund Rate Dengan kondisi tersebut di atas, sejak bulan Desember tahun 2008 Bank Indonesia mulai menurunkan BI Rate sebagai upaya untuk mengantisipasi penurunan kegiatan ekonomi lebih lanjut dan strategi Bank Indonesia untuk melonggarkan likuditas domestik. Setelah penurunan BI Rate sebesar 25 bps pada bulan Desember tersebut, Bank Indonesia kembali menurunkan BI Rate di bulan-bulan berikutnya hingga mencapai 7,0 persen pada awal Juni Penurunan BI Rate ini sejalan dengan menurunnya laju inflasi. Dengan demikian BI Rate sudah mengalami penurunan sebesar 225 bps dalam enam bulan pertama tahun 2009 (lihat Grafik I.18). Seiring dengan turunnya BI Rate, maka suku bunga SBI 3 bulan juga turun mengikuti pola penurunan BI Rate. Pada bulan Januari tahun 2009 rata-rata SBI 3 bulan berada pada level 10,3 persen dan terus menurun menjadi rata-rata 7,5 persen pada bulan Mei dan 7,1 persen pada awal Juni Dengan perkembangan tersebut selama semester I tahun 2009 ratarata SBI 3 bulan diperkirakan sekitar 8,5 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan ratarata pada semester I tahun 2008 yang sebesar 8,2 persen. Kebijakan penurunan suku bunga yang dilakukan oleh Bank Indonesia dapat dijadikan sinyal bagi penurunan suku bunga simpanan bank-bank yang pada akhirnya akan diikuti dengan penurunan suku bunga kredit. 18.0% 17.0% 16.0% 15.0% 14.0% 13.0% 12.0% Grafik I.19 PERKEMBANGAN SUKU BUNGA KREDIT Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei* Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Sumber: Bank Indonesia (diolah) KMK KI KK Laporan Semester I Tahun 2009 I-15

16 BAB I Perkembangan Asumsi Makro GRAFIK I.20 PERKEMBANGAN LDR, NPL dan DPK 80% 2,000 70% 79.0% 72.9% 1,900 60% 50% 63.9% 67.1% 1, ,800 1,700 40% 30% 20% 10% 0% 1, % 1, , % 3.8% 4.5% 1,600 1,500 1,400 1,300 1,200 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei* Jun* Sumber: Bank Indonesia, diolah LDR NPL DPK (RHS) Suku bunga kredit memerlukan waktu sekitar 4 sampai 5 bulan untuk merespons penurunan BI Rate. Hal ini dikarenakan bank masih berhati-hati dalam menyalurkan kredit terkait dengan masih tingginya risiko kegiatan usaha. Sejalan dengan menurunnya BI Rate sejak akhir tahun 2008, pada bulan April tahun 2009 suku bunga kredit mulai menurun (lihat Grafik I.19). (MBCD) GRAFIK I.21 PERKEMBANGAN PERMINTAAN, PENAWARAN DAN HARGA MINYAK DUNIA Jan-08 May-08 Sep-08 Jan-09 May (USD/barel) TOTAL DEMAND TOTAL SUPPLY WTI Brent ICP Upaya Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter telah menunjukkan hasil yang cukup positif. Hal ini dapat terlihat dari kinerja sektor perbankan sepanjang semester I 2009 yang secara umum membaik. Hal tersebut dapat dilihat dari indikator-indikator seperti Total Kredit, LDR, NPL dan DPK. Pada semester I tahun 2009 kredit perbankan diperkirakan meningkat sekitar 5 persen, DPK meningkat sekitar 7 persen, LDR menjadi sekitar 73 persen, dan NPL relatif stabil. (lihat Grafik I.20) I-16 Laporan Semester I Tahun 2009

17 Perkembangan Asumsi Makro BAB I Harga Minyak Mentah Internasional Pada tahun 2008, terjadi volatilitas harga minyak dunia yang cukup besar. Selama paruh pertama tahun tersebut, harga minyak dunia telah melonjak dari tingkat harga sekitar US$92 per barel di awal tahun 2008 hingga mencapai kisaran US$145 per barel di bulan Juli Pada periode selanjutnya, harga minyak dunia turun hingga mencapai kisaran US$31 per barel di akhir tahun Peningkatan harga minyak didorong oleh peningkatan permintaan dunia dan aksi spekulasi investor yang mulai mengalihkan dananya dari pasar saham ke pasar komoditi. Namun, seiring dengan semakin nyatanya perlemahan ekonomi global, harga minyak mengalami penurunan terkait dengan menurunnya permintaan minyak di pasar global (Lihat Grafik I.21). Seiring dengan kecenderungan pergerakan harga minyak global, harga minyak mentah Indonesia (ICP) juga mengalami volatilitas yang sama. Harga minyak ICP yang pada akhir 2007 berada pada tingkat US$91,5 per barel telah meningkat hingga mencapai harga ratarata US$134,9 per barel pada Juli Pada masa tersebut, peningkatan harga minyak telah mengganggu pelaksanaan APBN terkait dengan meningkatnya beban subsidi BBM. Memasuki semester II tahun 2008 seiring dengan menurunnya harga minyak global, harga ICP mengalami penurunan hingga mencapai harga rata rata US$38,5 per barel di Desember Secara rata-rata harga ICP di tahun 2008 sebesar US$97 per barel lebih tinggi dibanding dengan harga rata-rata tahun di 2007 sebesar US$72,3 per barel. Memasuki tahun 2009, tampak terjadi sedikit pembalikan terhadap tren penurunan harga minyak dunia, termasuk ICP. Pada bulan Mei tahun 2009, harga rata-rata ICP mencapai US$58 per barel. Harga minyak pada tahun 2009 telah mengalami pembalikan tren, namun, rata-rata harga minyak pada tahun 2009 masih di bawah harga tahun 2008, hal ini karena belum pulihnya krisis global. Energy Information Administration (EIA) Amerika Serikat memperkirakan pada tahun 2009 rata-rata harga minyak WTI berada pada level sekitar US$58,7 per barel. Realisasi rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) selama semester I tahun 2009 mencapai US$52 per barel Lifting Minyak Realisasi lifting minyak dalam semester I (Desember 2008 Mei 2009) mencapai 0,957 juta barel per hari, lebih tinggi dibandingkan realisasi semester I tahun 2008 yang sebesar 0,846 (diambil dari juta barel per hari. Berbagai kendala yang dihadapi dalam memenuhi target lifting minyak antara lain adalah masalah perijinan yang mengakibatkan mundurnya jadwal pemasangan pipa dan tertundanya pembangunan fasilitas produksi. Kendala lain diantaranya adalah kesulitan pengadaan fasilitas produksi apung (FSO), tidak berhasilnya program work over, dan GRAFIK II.23 LIFTING MINYAK MENTAH (Juta Barel/Hari) SM-I SM-II SM-I SM-II Laporan Semester I Tahun 2009 I-17

18 BAB I Perkembangan Asumsi Makro terjadinya pencurian fasilitas produksi. Walaupun begitu, Pemerintah tetap yakin bahwa dengan kerja keras target yang telah ditetapkan dapat dipenuhi. Program revitalisasi dan optimalisasi sumur minyak yang ada telah memberikan hasil yang cukup baik Neraca Pembayaran Sampai dengan semester I tahun 2009, perekonomian dunia masih berada periode krisis, antara lain ditunjukkan oleh menurunnya permintaan agregat dari negara-negara maju dan negara mitra dagang. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan ekspor Indonesia mengalami penurunan. Demikian pula impor barang modal dan bahan baku juga mengalami penurunan sejalan dengan menurunnya kegiatan industri di dalam negeri. Kondisi ini juga berimplikasi terhadap kinerja sektor eksternal (neraca pembayaran) Indonesia. Dalam semester I tahun 2009, kinerja neraca pembayaran diperkirakan surplus sebesar US$3.922 juta, lebih tinggi dibandingkan surplus dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar US$2.356 juta. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan kenaikan harga internasional beberapa komoditas strategis dan proses pemulihan global. Selain itu, terjadi surplus neraca modal dan finansial sebagai akibat adanya arus dana masuk melalui obligasi SBI dan pasar modal. Neraca Transaksi Berjalan Surplus transaksi berjalan dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai US$2.752 juta, mengalami kenaikan dibandingkan semester I tahun 2008 mencapai US$1.772 juta. Kinerja neraca transaksi berjalan ini tidak terlepas dari proses pemulihan global dan kenaikan harga internasional. Sementara itu, impor khususnya barang modal dan bahan baku belum pulih karena terjadi perlambatan ekonomi domestik. Nilai ekspor dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai US$ juta, atau menurun dibandingkan nilai ekspor dalam semester I tahun 2008 yang mencapai US$ juta. Penurunan ekspor bersumber dari ekspor migas dan nonmigas, terutama karena pengaruh penurunan permintaan dunia dan harga komoditi di pasar internasional cenderung turun hingga bulan Maret Tingkat harga minyak dunia yang cenderung turun sejak akhir tahun 2008 membawa pengaruh yang signifikan terhadap penurunan nilai ekspor migas. Menurunnya harga komoditi nonmigas seperti CPO, karet, batubara, dan tembaga di pasar dunia turut mendorong penurunan ekspor nonmigas. Sementara itu, nilai impor diperkirakan mencapai US$ juta, turun dibandingkan semester I tahun 2008 US$58.778, akibat turunnya impor migas dan nonmigas. Penurunan impor migas karena terpengaruh turunnya harga minyak dunia dan volume impor migas terkait akselerasi program konversi minyak tanah. Sementara itu, penurunan impor nonmigas terutama karena turunnya permintaan di dalam negeri seiring dengan melambatnya kegiatan produksi dan investasi. Jasa-jasa dalam semester I tahun 2009 diperkirakan masih mengalami defisit sebesar US$5.211 juta, atau turun dibandingkan defisit dalam periode yang sama tahun Penurunan ini terutama bersumber dari jasa transportasi (freight) sejalan dengan menurunnya impor, dan jasa-jasa lainnya. Selain itu, defisit pada pos pendapatan yang bersumber dari transfer pendapatan investasi asing juga mengalami penurunan. Dalam periode tersebut pos transfer masih mengalami surplus meskipun lebih rendah daripada surplus periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan tersebut bersumber dari menurunnya transfer Tenaga Kerja Indonesia (TKI). I-18 Laporan Semester I Tahun 2009

19 Perkembangan Asumsi Makro BAB I Neraca Modal dan Finansial Neraca modal dan finansial dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mengalami surplus sebesar US$1.373 juta, naik dibandingkan semester I tahun 2008 yang menunjukkan surplus sebesar US$1.129 juta. Kenaikan surplus neraca modal dan finansial ini disebabkan oleh surplus neraca modal, penarikan pinjaman program dan proyek, strategi front-loading penerbitan surat utang, penerbitan global medium term notes (GMTN) dan sukuk valas, serta kenaikan investasi di sektor migas dan pembelian saham Indosat oleh Qatar Telecom (Qtel). Pada sisi lain, terjadi aliran keluar modal swasta dalam bentuk investasi portofolio dan investasi lainnya, namun nilainya lebih kecil dibandingkan dengan aliran masuk modal sektor publik. Berdasarkan perkembangan besaran-besaran neraca pembayaran tersebut, dalam semester I tahun 2009 keseimbangan umum neraca pembayaran diperkirakan mengalami surplus US$3.922 juta sehingga cadangan devisa akan mencapai US$ juta atau setara dengan kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah selama 6,1 bulan. 1.3 Prognosis Ekonomi Indonesia Semester II Pertumbuhan Ekonomi Dalam semester II tahun 2009, prospek perekonomian Indonesia diperkirakan membaik seiring dengan mulai pulihnya perekonomian dunia. Hal ini ditunjukkan oleh terjaganya stabilitas ekonomi seperti rendahnya volatilitas nilai tukar rupiah dan inflasi yang relatif rendah. Kondisi tersebut diperkirakan memberikan ruang gerak bagi penurunan suku bunga yang pada akhirnya mendorong peningkatan kegiatan sektor riil. Selain itu, pelaksanaan Pemilu Presiden diperkirakan aman dan lancar sehingga memberikan sentimen positif bagi masuknya investasi baru. Keadaan tersebut diperkirakan mendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi dalam semester II tahun 2009 hingga mencapai 4,6 persen. Pertumbuhan pada semester II ini lebih rendah bila dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi dalam semester yang sama tahun sebelumnya yakni sebesar 5,8 persen. Dengan memperhatikan perkembangan realisasi semester I dan semester II tahun 2009, maka pertumbuhan ekonomi selama tahun 2009 diperkirakan mencapai 4,3 persen, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2008 sebesar 6,1 persen Pertumbuhan PDB Menurut Permintaan Agregat Konsumsi Dari sisi permintaan, konsumsi masyarakat dalam semester II tahun 2009 diperkirakan tumbuh sebesar 5,0 persen. Laju pertumbuhan tersebut tidak jauh berbeda dengan pertumbuhannya pada semester II tahun 2008 yang sebesar 5,3 persen. Sementara konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh sebesar 12,4 persen lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 15,2 persen. Hal ini dikarenakan tingginya beban belanja subsidi dan belanja sosial pada semester I tahun Secara keseluruhan, dalam tahun 2009 pertumbuhan total konsumsi diperkirakan sebesar 6,6 persen (lihat Tabel I.2). Laporan Semester I Tahun 2009 I-19

20 BAB I Perkembangan Asumsi Makro TABEL I.2 PERTUMBUHAN PDB TAHUN (%) Sem I Sem II Tahunan Sem I Sem II Tahunan PDB (%, yoy) 6,3 5,8 6,1 4,1 4,6 4,3 Konsumsi 5,5 6,4 5,9 7,1 6,0 6,6 Konsumsi Masyarakat 5,6 5,1 5,3 5,8 5,0 5,4 Konsumsi Pemerintah 4,4 15,2 10,4 17,7 12,4 14,7 Investasi 12,9 10,6 11,7 5,6 9,2 7,4 Ekspor 13,0 6,2 9,5-16,7-9,7-13,2 Impor 17,0 3,7 10,0-22,2-9,2-15,8 Investasi Dalam semester II tahun 2009, pertumbuhan investasi diperkirakan sedikit melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meskipun tingkat suku bunga telah menurun, masih ketatnya aliran likuiditas ke dalam negeri diperkirakan menghambat kegiatan investasi. Mencermati hal-hal tersebut, dalam semester II tahun 2009 pertumbuhan investasi diperkirakan mencapai 9,2 persen atau melambat dibandingkan semester II tahun lalu yang mencapai 10,6 persen. Secara keseluruhan investasi dalam tahun 2009 diperkirakan tumbuh 7,4 persen (lihat Tabel I.2). Ekspor Barang dan Jasa Dalam semester II tahun 2009, ekspor barang dan jasa diperkirakan masih mengalami pertumbuhan negatif sebesar minus 9,7 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008 yang tumbuh 6,2 persen. Secara keseluruhan, dalam tahun 2009 pertumbuhan ekspor diperkirakan sebesar minus 13,2 persen. Impor barang dan jasa dalam semester II tahun 2009 diperkirakan tumbuh negatif sebesar minus 9,2 persen lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008 yang tumbuh sebesar 3,7 persen. Berdasarkan perkembangan tersebut, impor barang dan jasa dalam tahun 2009 diperkirakan tumbuh minus 15,8 persen (lihat Tabel I.2) Pertumbuhan PDB Menurut Sektor Dalam semester II tahun 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan didominasi oleh sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor listrik, gas, dan air bersih. Sementara itu sektor pertanian yang banyak menyerap tenaga kerja diperkirakan tumbuh sebesar 3,6 persen. Sektor industri pengolahan masih merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB. Dalam semester II 2009, pertumbuhan sektor industri pengolahan diperkirakan sebesar 2,9 persen, sedikit melambat bila dibandingkan semester yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,1 persen. Sektor lainnya yang diperkirakan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, yaitu sebesar 12,9 persen. Tingginya pertumbuhan sektor tersebut sejalan dengan meningkatnya jumlah penumpang pada berbagai jenis angkutan, terutama pada hari raya Lebaran dan Natal, serta meningkatnya penggunaan telepon seluler. Sektor konstruksi diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar I-20 Laporan Semester I Tahun 2009

21 Perkembangan Asumsi Makro BAB I 7,1 persen, sementara sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan tumbuh sebesar 3,9 persen. Secara keseluruhan dalam tahun 2009 sektor pertanian diperkirakan tumbuh 4,0 persen, sektor industri pengolahan tumbuh 2,3 persen, serta sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 13,3 persen. Pertumbuhan PDB tahun 2008 dan proyeksi PDB tahun 2009 menurut sektor disajikan dalam Tabel I.3. TABEL I.3 PERTUMBUHAN PDB MENURUT SEKTOR (%) Sem I Sem II Tahunan Sem I Sem II Tahunan PDB (%, yoy) 6,3 5,8 6,1 4,1 4,6 4,3 Pertanian, peternakanan, kehutanan, dan perikanan 5,6 4,1 4,8 4,4 3,6 4,0 Pertambangan dan Penggalian -1,1 2,1 0,5 1,3 0,8 1,0 Industri Pengolahan 4,3 3,1 3,7 1,8 2,9 2,3 Listrik, Gas dan Air bersih 12,1 9,9 10,9 10,7 9,7 10,2 Konstruksi 8,1 6,6 7,3 6,4 7,1 6,8 Perdagangan, Hotel dan Restoran 7,5 7,0 7,2 1,3 3,9 2,6 Pengangkutan dan Komunikasi 17,8 15,7 16,7 13,6 12,9 13,3 Keuangan, real estate dan jasa perusahaan 8,5 8,0 8,2 6,3 6,7 6,5 Jasa-jasa 6,3 6,6 6,5 5,4 4,3 4, Inflasi Dalam semester II tahun 2009 pergerakan harga secara umum diperkirakan relatif stabil. Tekanan inflasi kemungkinan akan terjadi pada bulan Juli tahun 2009 terkait pelaksanaan Pemilu Presiden. Inflasi musiman seperti pembayaran uang sekolah dan meningkatnya kebutuhan pokok masyarakat terkait dengan adanya hari raya keagamaan (Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru) diperkirakan memberi tekanan pada inflasi semester II tahun Sementara itu, relatif stabilnya nilai tukar rupiah, terjaganya pasokan dan kelancaran arus distribusi barang, serta minimalnya dampak kebijakan harga-harga komoditas strategis dalam kendali Pemerintah diperkirakan mampu menghambat laju inflasi dalam semester II tahun Dengan perkembangan tersebut, inflasi dalam tahun 2009 diperkirakan berada di bawah level 5 persen, lebih rendah dari asumsi yang ditetapkan dalam Dokumen Stimulus sebesar 6 persen Nilai Tukar Pulihnya perekonomian global diperkirakan mulai terjadi pada semester II tahun 2009 sebagai dampak positif dari stimulus fiskal global yang diluncurkan berbagai negara, realisasi rencana tindak G20 dalam meregulasi sektor keuangan, dan penyelesaian toxic asset serta rekapitalisasi perbankan di Amerika Serikat dan Eropa. Membaiknya sektor keuangan pada gilirannya akan mengembalikan kepercayaan pasar dan meningkatkan likuiditas di sektor keuangan. Dengan meningkatnya likuiditas tersebut diharapkan terjadi aliran modal ke negara berkembang. Selain itu membaiknya perekonomian global akan mendorong permintaan ekspor dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Dengan meningkatnya investasi dan ekspor diharapkan cadangan devisa akan semakin meningkat, sehingga nilai tukar rupiah Laporan Semester I Tahun 2009 I-21

22 BAB I Perkembangan Asumsi Makro terhadap dolar AS diprediksi akan mengalami apresiasi. Dalam semester II tahun 2009 ratarata nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai Rp per dolar AS, dengan demikian ratarata nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2009 mencapai Rp per dolar AS Suku Bunga SBI 3 Bulan Menurunnya ekspektasi inflasi serta rendahnya volatilitas nilai tukar rupiah telah memberi ruang kepada Bank Indonesia untuk melanjutkan kebijakan menurunkan BI Rate. Penurunan BI Rate tersebut juga diarahkan untuk dapat merangsang terjadinya penurunan suku bunga kredit sehingga diharapkan dapat meningkatkan kembali kegiatan ekonomi tahun BI Rate pada awal Juni 2009 berada pada level 7,0 persen, dan pada akhir semester II 2009 diperkirakan sekitar 6 persen. Sejalan dengan menurunnya suku bunga acuan tersebut, maka rata-rata suku bunga SBI 3 bulan di semester II 2009 diperkirakan mencapai 6,5 persen. Dengan demikian rata-rata suku bunga SBI 3 bulan pada tahun 2009 diperkirakan mencapai 7,5 persen Harga Minyak Internasional dan Lifting Minyak Mulai pulihnya perekonomian di beberapa negara terutama China dan India akan mendorong meningkatnya permintaan minyak mentah dan pada gilirannya harga minyak mentah di pasar global mengalami kenaikan. Energy Information Administration (EIA) Amerika Serikat memperkirakan pada semester II tahun 2009 rata-rata harga minyak WTI berada pada level US$67,0 per barel. Berdasarkan perkembangan harga minyak ICP selama bulan Mei tahun 2009 yang mencapai rata-rata US$57,9 per barel Pemerintah memperkirakan harganya dalam semester II tahun 2009 akan mencapai US$70,0 per barel. Berkaitan dengan prediksi tersebut maka harga ICP rata-rata tahun 2009 diperkirakan mencapai US$61,0 per barel. Perkiraan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan harga ICP di tahun 2008 yaitu US$96,8 per barel. Guna mencapai target produksi minyak, Pemerintah mendorong kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk mempercepat produksi sumur-sumur baru seperti Lapangan Tangguh dan Blok Kangean. Lapangan Tangguh diharapkan dapat berproduksi pada awal Juli Dalam semester II tahun 2009 lifting minyak diperkirakan mencapai 0,963 juta barel per hari, lebih tinggi daripada realisasi semester II tahun 2008 yang mencapai 0,939 juta barel per hari. Dengan memperhitungkan prediksi lifting dalam semester II tahun 2009, maka diperkirakan rata-rata lifting minyak mentah dalam tahun 2009 akan mencapai 0,960 juta barel per hari Neraca Pembayaran Seiring dengan pemulihan krisis global pada semester II tahun 2009, neraca pembayaran diperkirakan mengalami surplus lebih tinggi dibandingkan dengan semester sebelumnya. Surplus tersebut terutama didukung oleh meningkatnya surplus pada neraca modal dan finansial. Transaksi berjalan pada semester II tahun 2009 diperkirakan mengalami defisit sebesar US$1.850 juta. Defisit ini disebabkan oleh menurunnya surplus neraca perdagangan terkait dengan kenaikan nilai impor khususnya impor barang modal dan bahan baku belum pulih dibandingkan semester II tahun Dalam periode tersebut sektor jasa-jasa dan I-22 Laporan Semester I Tahun 2009

23 Perkembangan Asumsi Makro BAB I pendapatan mengalami defisit masing-masing sebesar US$6.123 juta dan US$7.371 juta, sedangkan pos transfer mengalami surplus sebesar US$2.270 juta. Surplus transfer antara lain terkait dengan transfer dari tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Sama halnya dengan transaksi berjalan, kinerja neraca modal dan finansial dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mengalami surplus, setelah menunjukkan defisit dalam semester II tahun sebelumnya. Perbaikan ini didorong oleh peningkatan aliran modal masuk sektor publik berupa bantuan program dan proyek, dan penarikan pinjaman siaga, serta aliran masuk modal sektor swasta. Peningkatan aliran masuk modal sektor swasta terutama terjadi pada penanaman modal langsung dan investasi portofolio, sedangkan investasi lainnya diperkirakan masih mengalami defisit. Ringkasan Neraca Pembayaran Indonesia tahun dapat dicermati pada Tabel I Prospek Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2009 Secara umum kinerja perekonomian Indonesia dalam tahun 2009 diperkirakan dapat bertahan dari hantaman krisis global, namun perlambatan pertumbuhan ekonomi tidak dapat dielakkan. Dalam semester II 2009, prospek perekonomian Indonesia diperkirakan mulai membaik seiring dengan mulai pulihnya perekonomian dunia. Stabilitas ekonomi yang terjaga seperti rendahnya volatilitas nilai tukar rupiah dan inflasi yang relatif rendah akan memberikan ruang gerak bagi penurunan suku bunga. Kondisi ini akan mendorong peningkatan kegiatan sektor riil. Selain itu, aman dan lancarnya pelaksanaan Pemilu Presiden akan memberikan dampak positif bagi masuknya investasi baru. Faktor-faktor pendukung tersebut diperkirakan mendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi dalam semester II tahun 2009 hingga mencapai 4,6 persen. Pertumbuhan ekonomi pada semester II ini lebih rendah bila dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi dalam semester yang sama tahun sebelumnya yakni sebesar 5,8 persen. Dengan memperhatikan perkiraan realisasi semester I dan semester II tahun 2009, pertumbuhan ekonomi selama tahun 2009 diperkirakan mencapai 4,3 persen, lebih rendah bila dibandingkan asumsi pertumbuhan ekonomi dalam Dokumen Stimulus sebesar 4,5 persen. Pergerakan inflasi selama tahun 2009 diperkirakan relatif stabil. Namun perlu diwaspadai adanya tekanan dari inflasi musiman. Inflasi musiman seperti kenaikan uang sekolah dan meningkatnya kebutuhan pokok masyarakat terkait dengan adanya hari raya keagamaan (Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru) diperkirakan turut memberi tekanan pada inflasi semester II tahun Relatif stabilnya nilai tukar rupiah, terjaganya pasokan dan kelancaran arus distribusi barang, serta minimalnya dampak kebijakan harga-harga komoditas strategis dalam kendali Pemerintah diperkirakan mampu menghambat laju inflasi dalam semester II tahun Dengan memperhatikan laju inflasi dalam semester I tahun 2009 sebesar 4,2 persen dan perkiraan inflasi dalam semester II, laju inflasi selama tahun 2009 diperkirakan mencapai level di bawah 5 persen, lebih rendah dibandingkan dengan asumsi inflasi dalam Dokumen Stimulus sebesar 6 persen. Sejalan dengan menurunnya laju inflasi, BI Rate diperkirakan juga akan diturunkan. Penurunan BI Rate ini akan diikuti oleh penurunan suku bunga perbankan lainnya termasuk suku bunga SBI 3 bulan. Dalam semester I tahun 2009 rata-rata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan sebesar 8,5 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun 2008 sebesar 8,2 persen. Selama semester II tahun 2009 rata-rata suku bunga SBI 3 Laporan Semester I Tahun 2009 I-23

24 BAB I Perkembangan Asumsi Makro TABEL I.4 PROYEKSI NERACA PEMBAYARAN INDONESIA 2009 (juta USD) ITEM 2008* 2009** Sem. I Sem. II Total Sem. I Sem. II Total A. TRANSAKSI BERJALAN Neraca Perdagangan a. Ekspor, fob Migas Non Migas b. Impor, fob Migas Non Migas Jasa-jasa Pendapatan Transfer B. NERACA MODAL DAN FINANSIAL Sektor Publik Neraca modal Neraca finansial: a. Investasi portofolio b. Investasi lainnya: Pinjaman program Pinjaman proyek Pinjaman siaga Pelunasan pinjaman Sektor Swasta Neraca modal Neraca finansial: a. Penanaman modal langsung, neto b. Investasi portofolio c. Investasi lainnya C. TOTAL (A + B) D. SELISIH YANG BELUM DIPERHITUNGKAN E. KESEIMBANGAN UMUM (C + D) F. PEMBIAYAAN Perubahan cadangan devisa 1/ Cadangan devisa Transaksi berjalan/pdb (%) 1,3-1,3 0,1 1,1-0,7 0,2 */ Perkiraan Realisasi; **/ Perkiraan; 1 / Karena transaksi NPI ; Negatif (-) berarti Surplus, Positif (+) berarti Defisit Sumber: Bank Indonesia I-24 Laporan Semester I Tahun 2009

25 Perkembangan Asumsi Makro BAB I bulan diperkirakan turun menjadi 6,5 persen. Secara keseluruhan dalam tahun 2009 ratarata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan mencapai 7,5 persen, sama dengan asumsi ratarata suku bunga SBI 3 bulan dalam Dokumen Stimulus sebesar 7,5 persen. Mulai pulihnya sektor keuangan akan mengembalikan kepercayaan pasar dan meningkatkan likuiditas di sektor keuangan. Longgarnya likuiditas tersebut akan menjadi faktor pendorong mengalirnya modal ke emerging market. Di sisi lain perbaikan perekonomian global akan meningkatkan permintaan ekspor dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Meningkatnya investasi dan ekspor tersebut diharapkan menambah cadangan devisa sehingga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam semester II tahun 2009 diprediksi akan mengalami apresiasi. Sepanjang semester I tahun 2009 rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai Rp11.070,00 sedangkan dalam semester II tahun rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai Rp10.130,00. Dengan demikian secara keseluruhan dalam tahun 2009 rata-rata nilai tukar rupiah akan mencapai Rp10.600,00 atau menguat dibandingkan dengan asumsi dalam Dokumen Stimulus sebesar Rp11.000,00. Indikator Makro Dokumen Stimulus Fiskal Perkiraan Realisasi S-I 2009 Prognosis S-II 2009 Perkiraan Realisasi 2009 Pertumbuhan Ekonomi (%) 4,5 4,1 4,6 4,3 Inflasi (%,yoy) 6,0 4,2 5,0 5,0 SBI 3 bulan rata-rata (%) 7,5 8,5 6,5 7,5 Nilai Tukar rata-rata (%) ICP rata-rata (US$/barel) 45,0 52,0 70,0 61,0 Lifting rata-rata (MBCD) 0,960 0,957 0,963 0,960 * Untuk perhitungan penerimaan negara semester I menggunakan angka pada periode Des'08-Mei'09 dengan realisasi ICP = US$46,5/barel. Sumber: Depkeu Tabel I.5 Proyeksi Ekonomi Nasional 2009 Harga minyak ICP yang pada awal tahun cenderung menurun, kembali meningkat pada akhir semester I tahun Dengan kondisi tersebut realisasi harga minyak ICP pada semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai US$52,0 per barel, sedangkan dalam semester II diperkirakan mencapai US$70,0 per barel. Dengan demikian sepanjang tahun 2009 harga rata-rata ICP diperkirakan mencapai US$61,0 per barel, lebih tinggi dibandingkan asumsi harga ICP dalam Dokumen Stimulus sebesar US$45,0. Realisasi lifting minyak dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai rata-rata 0,957 juta barel per hari. Dalam semester II 2008 lifting minyak diperkirakan dapat mencapai rata-rata 0,963 juta barel per hari. Dengan demikian realisasi lifting minyak dalam tahun 2009 diperkirakan mencapai 0,960 juta barel per hari atau sama dengan asumsi dalam Dokumen Stimulus Laporan Semester I Tahun 2009 I-25

26 Pendapatan Negara dan Hibah Bab II BAB II PERKEMBANGAN ANGGARAN PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN Pendahuluan Secara umum kinerja keuangan negara semester I 2009 diperkirakan cukup baik di tengah kondisi krisis global. Realisasi pendapatan negara dan hibah hingga Mei 2009 mencapai Rp ,7 miliar atau 34,8 persen dari rencananya dalam Dokumen Stimulus Realisasi penerimaan tersebut terdiri dari penerimaan dalam negeri sebesar Rp ,9 miliar atau 34,9 persen dari target dalam Dokumen Stimulus 2009, dan hibah yang mencapai Rp146,8 miliar atau 15,6 persen dari rencananya. Masih rendahnya pencapaian realisasi pendapatan negara dan hibah perlambatan perekonomian dunia dan dalam negeri yang mengakibatkan penurunan sumber penerimaan utama negara dari perpajakan. Sebagian besar penerimaan dalam negeri sampai dengan Mei 2009 merupakan kontribusi dari penerimaan perpajakan, yaitu Rp ,6 miliar dan sisanya Rp55.769,3 miliar merupakan kontribusi dari PNBP. Apabila dibandingkan dengan rencana dalam Dokumen Stimulus 2009, penerimaan perpajakan dan PNBP masing-masing mencapai 36,2 persen dan 30,0 persen. Dari total penerimaan perpajakan tersebut, penerimaan PPh nonmigas dan PPN mendominasi dengan kontribusi masing-masing sebesar Rp ,4 miliar dan Rp66.407,4 miliar. Pencapaian tersebut merupakan 42,3 persen dari rencananya dalam Dokumen Stimulus 2009 untuk PPh nonmigas, dan 28,4 persen untuk PPN. Penerimaan PPh nonmigas ditopang oleh sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan yang memberikan kontribusi sebesar Rp28.991,1 miliar. Sementara itu, baik PPN dalam negeri maupun PPN impor didukung dari sektor industri pengolahan masing-masing sebesar Rp13.510,7 miliar dan Rp10.335,0 miliar. Di sisi lain, realisasi penerimaan dari kepabeanan dan cukai mencapai Rp29.066,0 miliar atau 39,3 persen dari rencananya dalam Dokumen Stimulus Realisasi penerimaan tersebut terutama dari pencapaian penerimaan cukai sebesar Rp21.618,0 miliar, sedangkan bea masuk dan bea keluar masing-masing Rp7.056,5 miliar dan Rp391,6 miliar. Adapun realisasi PNBP sampai dengan Mei 2009 mencapai Rp55.769,3 miliar, atau 30,0 persen dari rencana yang ditetapkan dalam Dokumen Stimulus Realisasi PNBP tersebut bersumber dari pendapatan SDA sebesar Rp33.942,5 miliar, bagian Pemerintah atas laba BUMN sebesar Rp465,9 miliar, PNBP lainnya sebesar Rp20.479,4 miliar, dan pendapatan badan layanan umum (BLU) sebesar Rp881,6 miliar. Sementara itu, penerimaan dari hibah sampai dengan Mei 2009 mencapai Rp146,8 miliar, terdiri dari pendapatan hibah dalam negeri sebesar Rp5,2 miliar dan hibah luar negeri sebesar Rp141,6 miliar. Hibah luar negeri sebagian besar bersumber dari hibah multilateral sebesar Rp108,9 miliar dan hibah bilateral sebesar Rp32,5 miliar. Penerimaan dari hibah tersebut berarti mencapai 15,6 persen dari rencana yang ditetapkan dalam Dokumen Stimulus Berdasarkan perkembangan realisasi penerimaan selama periode Januari Mei 2009 tersebut serta proyeksi penerimaan di bulan Juni 2009, realisasi pendapatan negara dan hibah sampai dengan semester I 2009 diperkirakan mencapai Rp ,4 miliar atau 43,1 persen dari Laporan Semester I Tahun 2009 II-1

27 Pendapatan Negara dan Hibah Bab II rencana dalam Dokumen Stimulus Perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah tersebut direncanakan Rp ,8 miliar merupakan penerimaan dalam negeri dan Rp190,6 miliar dari hibah. Secara proporsi terhadap rencananya dalam Dokumen Stimulus 2009, pencapaian penerimaan dalam negeri adalah sebesar 43,2 persen, sedangkan hibah 20,3 persen. Sampai dengan semester I 2009, penerimaan perpajakan diperkirakan mencapai Rp ,3 miliar atau 44,0 persen dari rencana dalam Dokumen Stimulus Penerimaan perpajakan tersebut diperkirakan dari penerimaan PPh sebesar Rp ,3 miliar atau 51,3 persen dari rencananya. Perkiraan realisasi penerimaan PPh tersebut terdiri dari PPh migas sebesar Rp24.698,2 miliar atau 63,7 persen dari rencananya, dan PPh nonmigas sebesar Rp ,1 miliar atau 49,6 persen dari targetnya. Dilihat secara sektoral, PPh nonmigas diperkirakan masih ditopang dari sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan, yaitu sebesar Rp52.129,5 miliar. Sementara itu, PPN dalam periode yang sama diperkirakan akan mencapai Rp85.466,8 miliar atau 36,6 persen dari rencananya. Penerimaan PPN yang terdiri dari PPN dalam negeri dan PPN impor, diperkirakan berasal dari sektor industri pengolahan dengan nilai masing-masing sebesar Rp18.650,8 miliar dan Rp12.270,7 miliar. Selanjutnya, di sisi penerimaan kepabeanan dan cukai, proyeksi penerimaan untuk cukai pada semester I 2009 adalah sebesar Rp25.319,5 miliar atau 46,5 persen dari rencananya. Sedangkan untuk bea masuk dan bea keluar diperkirakan realisasinya dalam periode yang sama akan mencapai Rp8.432,5 miliar dan Rp512,9 miliar, atau 49,2 persen dan 21,5 persen dari rencananya dalam Dokumen Stimulus Demikian pula halnya dengan PNBP, hingga semester I tahun 2009 realisasinya diperkirakan akan mencapai Rp74.863,4 miliar atau 40,3 persen dari rencananya. Perkiraan realisasi PNBP tersebut bersumber dari perkiraan PNBP SDA sebesar Rp46.984,7 miliar, penerimaan dari dividen BUMN sebesar Rp1.883,2 miliar, PNBP lainnya sebesar Rp24.629,8 miliar, dan pendapatan BLU sebesar Rp1.365,8 miliar. Untuk penerimaan hibah, dalam semester I tahun 2009 diperkirakan realisasi sebesar Rp190,6 miliar atau 20,3 persen dari rencananya dalam Dokumen Stimulus Secara keseluruhan, perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah dalam semester I 2009 lebih rendah Rp59.100,9 miliar atau turun 13,9 persen jika dibandingkan dengan realisasi dalam semester I Penerimaan dalam negeri mengalami penurunan sebesar Rp58.805,9 miliar atau turun 13,8 persen. Hal ini terutama akibat harga minyak mentah dunia yang turun dari rata-rata US$102,6/barel pada semester I 2008 (Desember 2007 Mei 2008) menjadi US$46,5/barel pada semester I Selain terjadinya penurunan harga minyak dunia, beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan penerimaan perpajakan adalah melemahnya nilai tukar rupiah, melambatnya pertumbuhan ekonomi, penerapan kebijakan penghapusan tarif bea keluar, peningkatan PTKP, dan penurunan tarif PPh OP dan badan. Dari sisi PNBP, perkiraan realisasi semester I tahun 2009 menunjukkan penurunan sebesar Rp42.233,1 miliar atau 36,1 persen dibandingkan realisasi PNBP dalam semester I Penurunan PNBP tersebut terutama disebabkan oleh penurunan pendapatan SDA Migas karena rendahnya ICP dalam tahun 2009 serta menurunnya penerimaan dari dividen BUMN. Perkiraan realisasi penerimaan Hibah dalam semester I 2009 lebih rendah Rp295,0 miliar atau 60,7 persen jika dibandingkan dengan realisasi pada semester I 2008 sebesar Rp485,6 miliar. Hal ini lebih disebabkan menurunnya komitmen hibah dari luar negeri pada tahun Laporan Semester I Tahun 2009 II-2

28 Pendapatan Negara dan Hibah Bab II Berdasarkan perkiraan realisasi dalam semester I 2009 maka prognosa pendapatan negara dan hibah dalam semester II 2009 diperkirakan mencapai Rp ,4 miliar atau 59,7 persen dari rencana dalam Dokumen Stimulus Penerimaan dalam negeri diperkirakan mencapai Rp ,4 miliar pada semester II 2009, dengan persentase pencapaian 59,7 persen dari rencananya. Dari penerimaan Rp ,4 miliar tersebut, penerimaan perpajakan diperkirakan sebesar Rp ,5 miliar atau 54,6 persen dari targetnya. Sementara itu, PNBP diperkirakan akan mencapai Rp ,9 miliar atau 77,8 persen dari rencananya. Perkiraan PNBP semester II dimaksud lebih tinggi jika dibandingkan dengan perkiraan semester I tahun 2009 terutama didorong oleh peningkatan dalam penerimaan SDA minyak bumi dan penerimaan dari dividen BUMN setelah selesainya RUPS di sebagian besar BUMN. Sementara itu, penerimaan hibah dalam periode yang sama diperkirakan mencapai Rp801,0 miliar. Berdasarkan perkiraan realisasi pada semester I dan II tersebut maka realisasi pendapatan negara dan hibah dalam tahun 2009 diperkirakan sebesar Rp ,7 miliar atau 102,8 persen dari rencana dalam Dokumen Stimulus Perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah tersebut terdiri dari penerimaan dalam negeri Rp ,1 miliar dan hibah Rp991,6 miliar. Selanjutnya, realisasi penerimaan perpajakan dalam tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar atau 98,5 persen dari rencananya, sedangkan realisasi PNBP dalam tahun 2009 diperkirakan sebesar Rp ,3 miliar atau 118,1 persen dari rencananya. Apabila dibandingkan dengan realisasi dalam tahun 2008, perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2009 masih lebih rendah 11,1 persen, terutama akibat penurunan dari penerimaan dalam negeri yang mencapai 11,0 persen. Penurunan perkiraan realisasi penerimaan tersebut terjadi pada penerimaan PPh migas, PPN, PBB, bea masuk, dan bea keluar. Faktor utama yang berpengaruh pada menurunnya penerimaan PPh migas adalah rendahnya harga minyak mentah di pasar internasional pada tahun 2009 jika dibandingkan dengan rata-rata tahun Terkait dengan krisis ekonomi yang terjadi secara global, menyebabkan kegiatan perdagangan internasional menjadi berkurang. Sebagai dampaknya, baik volume maupun nilai ekspor-impor mengalami penurunan secara signifikan yang selanjutnya berdampak pada menurunnya bea masuk dan bea keluar masing-masing 18,2 persen dan 89,7 persen. Khusus untuk bea keluar, turunnya penerimaan dari pos tersebut pada tahun 2009 juga sangat erat kaitannya dengan adanya kebijakan pemberlakuan tarif 0 (nol) persen terhadap ekspor komoditi CPO selama periode Januari Juni Kebijakan ini sejalan dengan rendahnya harga CPO di pasar internasional. Meskipun terjadi penurunan pada ketiga penerimaan dalam negeri tersebut, penerimaan dalam negeri yang berasal dari PPh nonmigas masih mengalami peningkatan sebesar 16,1 persen. Hal ini dipengaruhi oleh kebijakan pembaharuan di bidang perpajakan yang ditempuh dalam semester I Di bidang perpajakan, kebijakan sunset policy yang diperpanjang hingga Februari 2009 membawa dampak pada meningkatnya penerimaan PPh nonmigas. Selain itu, kenaikan penerimaan PPh nonmigas tersebut juga didukung oleh perbaikan sistem administrasi perpajakan. Di bidang cukai, adanya peraturan baru tentang kenaikan tarif cukai tembakau yang berlaku mulai 1 Februari 2009 merupakan faktor utama yang menyebabkan kenaikan penerimaan cukai sebesar 6,4 persen dalam tahun Pemerintah juga akan terus melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan pendapatan negara pada semester II 2009, seperti intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan perpajakan, efisiensi BUMN, dan peningkatan produksi sumber daya alam. Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan pendapatan negara dalam semester II 2009 dapat lebih baik jika Laporan Semester I Tahun 2009 II-3

29

30 Pendapatan Negara dan Hibah Bab II Realisasi Penerimaan Dalam Negeri dalam Semester I 2009 Sumber penerimaan dalam negeri dipengaruhi oleh dua sumber penerimaan utama, yaitu penerimaan perpajakan dan PNBP. Kedua sumber penerimaan dalam negeri tersebut sangat dipengaruhi oleh perkembangan perekonomian nasional, pembaharuan kebijakan di bidang perpajakan, serta perkembangan harga dan produksi minyak mentah Indonesia. Hingga Mei 2009, realisasi penerimaan dalam negeri mencapai Rp ,9 miliar atau 34,9 persen dari rencana dalam Dokumen Stimulus Dengan mempertimbangkan kondisi perekonomiaan saat ini dan perkembangan realisasi selama periode Januari-Mei 2009 tersebut, diperkirakan realisasi Penerimaan Dalam Negeri akan mencapai Rp ,8 miliar pada akhir semester I Perkiraan realisasi tersebut mencapai 43,2 persen dari rencana yang ditetapkan dalam Dokumen Stimulus Sementara itu, dalam periode yang sama tahun 2008, realisasi Penerimaan Dalam Negeri mencapai Rp ,6 miliar. Apabila dibandingkan realisasi penerimaan yang sama dalam semester I 2008, pencapaian Penerimaan Dalam Negeri pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar Rp58.805,9 miliar atau 13,8 persen Penerimaan Perpajakan dalam Semester I Tahun 2009 Memasuki tahun 2009, penerimaan perpajakan menghadapi tekanan yang cukup berat. Melambatnya pertumbuhan ekonomi, baik di dalam maupun di luar negeri menyebabkan penerimaan dari berbagai jenis pajak mengalami penurunan. Selain itu, relatif rendahnya harga minyak mentah dan CPO pada tiga bulan pertama 2009 turut berpengaruh pada menurunnya penerimaan perpajakan, khususnya PPh migas dan bea keluar. Sampai dengan Mei 2009, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp ,6 miliar atau 36,2 persen dari rencana dalam Dokumen Stimulus Dari jumlah tersebut, Rp ,5 miliar merupakan kontribusi dari pajak dalam negeri yang terdiri dari pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), pajak lainnya, dan cukai. Selanjutnya, Rp7.448,1 miliar merupakan kontribusi dari pajak perdagangan internasional yang terdiri dari bea masuk dan bea keluar sebagaimana terlihat pada Tabel II.2. Berdasarkan angka penerimaan perpajakan pada periode Januari Mei 2009, diperkirakan dalam semester I 2009, penerimaan perpajakan akan mencapai Rp ,3 miliar atau 44,0 persen dari rencananya. Apabila dibandingkan dengan realisasi pada semester I 2008, realisasi penerimaan perpajakan pada semester I 2009 sedikit mengalami penurunan. Pada semester I 2008, penerimaan perpajakan mencapai Rp ,1 miliar terdiri dari pajak dalam negeri Rp ,1 miliar dan pajak perdagangan internasional Rp18.755,0 miliar. Secara umum, faktor utama penyebab turunnya penerimaan perpajakan adalah perlambatan laju pertumbuhan ekonomi yang secara langsung berdampak pada melambatnya pertumbuhan pada semua sektor. Selain itu, perkembangan besaran ekonomi makro penurunan impor barang modal dan bahan baku yang mengalami tekanan akibat koreksi perdagangan global juga turut memberikan andil pada menurunnya penerimaan perpajakan. Laporan Semester I Tahun 2009 II-5

31 Pendapatan Negara dan Hibah Bab II KETERANGAN TABEL II.2 PENERIMAAN PERPAJAKAN (miliar Rupiah) 2008 Realisasi Sem. I APBN Dok. Stimulus Realisasi s.d. Mei % thd. Dok. Stim. Perk. Sem. I a. Pajak Dalam Negeri , , , ,5 36, ,0 43,9 i. Pajak Penghasilan , , , ,4 43, ,3 51,3 - Migas , , , ,0 55, ,2 63,7 - Non Migas , , , ,4 42, ,1 49,6 ii. Pajak Pertambahan Nilai , , , ,4 28, ,8 36,6 iii. Pajak Bumi dan Bangunan , , , ,2 5, , iv. BPHTB 2.224, , , ,8 23, ,5 32,0 v. Cukai , , , ,0 39, ,5 46,5 vi. Pajak Lainnya 1.435, , , ,8 33, ,3 41,4 b. Pajak Perdagangan Internasional , , , ,1 38, ,4 45,8 i. Bea Masuk , , , ,5 41, ,5 49,2 ii. Bea Keluar 8.669, , ,6 391,6 16,4 512,9 21,5 Total , , , ,6 36, ,3 44,0 Sumber : Departemen Keuangan 2009 % thd. Dok. Stim. Namun demikian, total penerimaan pajak nonmigas selama periode mengalami kenaikan ratarata 20,3 persen. Hal ini terutama disebabkan oleh diterapkannya kebijakan modernisasi perpajakan yang berdampak pada membaiknya sistem administrasi perpajakan. Perkembangan Penerimaan pajak nonmigas selama periode dapat dilihat pada Grafik II.2. triliun Rp GRAFIK II.2 PERKEMBANGAN PENERIMAAN PAJAK NONMIGAS APBN 2009 Dok. *) tidak termasuk cukai, bea masuk dan bea keluar. Sumber : Departemen Keuangan Stimulus 2009 Pajak Penghasilan (PPh) Komponen pendapatan yang memberikan kontribusi paling besar terhadap penerimaan perpajakan adalah PPh. Realisasi PPh hingga Mei 2009 mencapai sebesar Rp ,4 miliar. Secara lebih terperinci, penerimaan tersebut terdiri atas PPh migas sebesar Rp21.378,0 miliar (15,3 persen) dan PPh nonmigas sebesar Rp ,4 miliar (84,7 persen). Apabila dibandingkan dengan rencana dalam Dokumen Stimulus 2009, realisasi PPh tersebut mencapai 43,8 persen, terdiri atas PPh migas 55,1 persen dan PPh nonmigas 42,3 persen. Sesuai dengan perkembangan realisasi pada tahun 2009, sampai dengan semester I 2009 penerimaan PPh diperkirakan mencapai Rp ,3 miliar yang terdiri dari PPh migas Rp24.698,2 miliar (14,6 persen) dan PPh nonmigas sebesar Rp ,1 miliar (84,9 persen). Dengan demikian, untuk penerimaan PPh pada semester I 2009 diperkirakan akan mencapai 51,3 persen dari rencana. Perkembangan PPh migas dan nonmigas pada semester I tahun 2008 dan 2009 dapat dilihat pada Grafik II.3. Laporan Semester I Tahun 2009 II-6

32 Pendapatan Negara dan Hibah Bab II Melihat pada pencapaian 2009, diketahui bahwa realisasi penerimaan PPh pada semester I 2009 diperkirakan lebih rendah Rp27,7 miliar jika dibandingkan dengan realisasi pada semester I PPh migas mengalami penurunan sebesar Rp9.651,9 (28,1 persen), sementara PPh nonmigas mengalami peningkatan Rp9.624,2 (7,4 persen). Melambatnya kenaikan penerimaan PPh nonmigas pada semester I terutama disebabkan oleh lambatnya pertumbuhan ekonomi sebagai imbas 0 krisis ekonomi global. Pada semester I Sem. I 2008 Sem. II 2008 Perk. Real. Sem. I 2008, pertumbuhan ekonomi mencapai ,35 persen, sedangkan pada semester I Sumber : Departemen Keuangan 2009 diperkirakan hanya 4,1 persen. Faktor lain yang berpengaruh terhadap turunnya PPh adalah rendahnya harga minyak mentah pada awal tahun 2009 yang menyebabkan penerimaan PPh dari PPh migas berkurang. PPh Migas Sejumlah Rp21.378,0 miliar dari penerimaan PPh sampai dengan Mei 2009 berasal dari PPh migas. Apabila dibandingkan dengan rencana dalam Dokumen Stimulus 2009, realisasi PPh migas dalam lima bulan pertama 2009 mencapai 55,1 persen. Realisasi penerimaan PPh migas tersebut berasal dari PPh gas alam sebesar Rp13.706,3 miliar (64,1 persen), serta PPh minyak bumi dan PPh migas lainnya masing-masing mencapai Rp7.671,6 miliar (35,9 persen) dan Rp0,2 miliar. triliun Rp GRAFIK II.3 KOMPOSISI PPh Non Migas 2009 Dengan mempertimbangkan Sumber : Departemen Keuangan pergerakan harga minyak mentah di pasar internasional, diperkirakan penerimaan PPh migas akan mencapai Rp24.698,2 miliar sampai dengan akhir Juni 2009, atau sebesar 63,7 persen dari rencananya dalam Dokumen Stimulus. PPh migas yang berasal dari PPh gas alam diperkirakan mencapai Rp15.834,9 miliar (64,1 persen), PPh minyak bumi Rp8.863,1 miliar (35,9 persen), dan PPh migas lainnya Rp0,2 miliar. Perkembangan PPh migas pada tahun 2008 dan 2009 dapat dilihat pada Grafik II.4. triliun Rp Migas GRAFIK II.4 KOMPOSISI PPh MIGAS PPh Gas Alam PPh Minyak Bumi Sem. I 2008 Sem. II 2008 Perk. Real. Sem. I Laporan Semester I Tahun 2009 II-7

33

34 Pendapatan Negara dan Hibah Bab II miliar, PPh pasal 21 naik Rp688,8 miliar, dan PPh final naik Rp4.553,7 miliar, sedangkan PPh pasal 22, pasal 22 impor, pasal 23, pasal 25/29 orang pribadi, pasal 26, PPh fiskal dan PPh nonmigas lainnya secara total naik Rp1.427,5 miliar. Secara langsung, PPh nonmigas terkait erat dengan tingkat pendapatan perorangan dan badan. Adanya kebijakan sunset policy mampu mendorong meningkatnya kesadaran masyarakat untuk taat pajak. Kemudahan-kemudahan dan keringanan yang diberikan dalam kebijakan tersebut mampu meningkatkan jumlah wajib pajak baru dan mendorong wajib pajak yang memiliki tunggakan pembayaran pajak untuk segera memenuhi kewajibannya. PPh Nonmigas Sektoral Dilihat dari sektoral, sebagian besar realisasi penerimaan PPh nonmigas sampai dengan Mei 2009 berasal dari sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan yang mencapai Rp28.991,1 miliar (28,1 persen). Penerimaan di sektor tersebut terutama berasal dari pasal 25/29 badan dengan nilai sebesar Rp18.671,0 miliar (46,6 persen) dan pasal 21 sebesar Rp5.053,1 miliar (12,6 persen). Sementara itu, dilihat dari masing-masing subsektor yang berkontribusi terhadap penerimaan sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan, kontribusi terbesar berasal dari subsektor perantara keuangan kecuali asuransi dan dana pensiun dengan nilai Rp21.619,2 miliar. Dua sektor utama lainnya yang berperan penting dalam penerimaan PPh nonmigas adalah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar Rp25.882,9 miliar (25,1 persen) dan Rp10.490,6 miliar (10,2 persen). Realisasi penerimaan PPh nonmigas dari 12 sektor secara lengkap dapat dilihat pada Tabel II.3. Hingga akhir semester I 2009, realisasi penerimaan PPh nonmigas dari sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan diperkirakan mencapai Rp52.129,5 miliar (33,7 persen). Berdasarkan perkiraan realisasi penerimaan tersebut, realisasi penerimaan PPh pasal 25/29 badan dan PPh pasal 21 masing-masing diperkirakan Rp21.020,4 miliar (40,3 persen) dan Rp5.997,4 miliar (11,5 persen). Selanjutnya, sektor industri pengolahan dan sektor TABEL II.3 PENERIMAAN PPh NONMIGAS (miliar Rupiah) No SEKTOR Real. s.d. % Thd. Sem. I Mei Total Perk Sem. I YoY (%) 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 5.452, ,1 4, ,2 8,4 2 Pertambangan Migas 8.993, ,0 6, ,1-13,2 3 Pertambangan Bukan Migas 6.685, ,8 5, ,0 101,2 4 Penggalian 338,3 244,8 0,2 263,3-22,1 5 Industri Pengolahan , ,9 25, ,8 16,4 6 Listrik, Gas dan Air Bersih 2.821, ,7 2, ,5 19,8 7 Konstruksi 2.367, ,6 2, ,6 33,6 8 Perdagangan, Hotel dan Restoran , ,6 10, ,0 39,2 9 Pengangkutan dan Komunikasi , ,2 8, ,3-7,6 10 Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan , ,1 28, ,5 60,5 11 Jasa Lainnya 5.443, ,9 4, ,7 26,9 12 Kegiatan yang belum jelas batasannya 1.937, ,1 1,4 969,6-49,9 TOTAL , ,7 100, ,6 30,6 Sumber : Departemen Keuangan Laporan Semester I Tahun 2009 II-9

35 Pendapatan Negara dan Hibah Bab II perdagangan, hotel dan restoran masing-masing diperkirakan akan mencapai Rp34.870,8 miliar (22,5 persen) dan Rp16.446,0 miliar (10,6 persen). Dengan besaran perkiraan tersebut menjadikan kontribusi sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran termasuk dalam tiga sektor terbesar. Apabila dibandingkan dengan realisasi pada semester I 2008, perkiraan realisasi sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan pada semester I 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp19.652,0 miliar atau 60,5 persen. Peningkatan itu terutama berasal dari penerimaan PPh pasal 25/29 Badan yang terutama berasal dari subsektor perantara keuangan kecuali asuransi dan dana pensiun. Secara nominal, penerimaan dari subsektor tersebut meningkat dari Rp15.844,0 miliar pada semester I 2008 menjadi Rp21.020,4 miliar pada semester I Hal ini terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan kredit perbankan yang masih cukup tinggi. PPN dan PPnBM PPN dan PPnBM merupakan penyumbang terbesar kedua bagi penerimaan perpajakan. Berdasarkan data realisasi hingga Mei 2009, PPN dan PPnBM telah mencapai sebesar Rp66.407,4 miliar atau 28,4 persen dari rencananya. Sampai dengan akhir Juni 2009, PPN dan PPnBM diperkirakan akan mencapai Rp85.466,8 miliar atau 36,6 persen dari rencananya. Perkembangan PPN dan PPnBM pada tahun 2008 dan perkiraan realisasi semester I 2009 dapat dilihat pada Grafik II.6. Sementara itu, pada semester I 2008, penerimaan PPN dan PPnBM mencapai Rp87.117,3 miliar. Dari perbandingan angka realisasi penerimaan pada semester I 2008 terlihat bahwa penerimaan PPN PPN PPnBM PPN PPnBM PPN PPnBM dan PPnBM pada semester I 2009 mengalami penurunan 1,9 persen. Faktor Sem. I 2008 Sem. II 2008 Perk. Sem I 2009 utama yang menyebabkan penurunan Sumber : Departemen Keuangan penerimaan tersebut adalah dampak lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi pada tahun Pencapaian penerimaan PPN dan PPnBM terkait erat dengan aktivitas ekonomi, terutama konsumsi. Melambatnya pertumbuhan ekonomi berpengaruh pada menurunnya konsumsi di dalam negeri. Selain itu, krisis ekonomi yang terjadi di seluruh dunia turut mendorong turunnya konsumsi barangbarang impor yang secara langsung akan membawa dampak pada menurunnya penerimaan PPN. PPN Dalam Negeri Sektoral triliun Rp Realisasi penerimaan PPN dalam negeri sektoral hingga Mei 2009 sebesar Rp47.745,5 miliar, sektor yang paling banyak memberikan kontribusi adalah dari sektor industri pengolahan sebesar Rp13.510,7 miliar (28,3 persen). Sebagian besar penerimaan pada sektor industri pengolahan berasal dari industri pengolahan hasil tembakau, industri makanan dan minuman, 150 GRAFIK II.6 PERKEMBANGAN PPN DAN PPnBM Impor dan Lainnya Dalam Negeri Laporan Semester I Tahun 2009 II-10

36 Pendapatan Negara dan Hibah Bab II serta industri kimia (lihat Grafik II.7). Selanjutnya, sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan kontribusi sebesar Rp8.899,3 miliar (18,6 persen) dan sektor pertambangan migas sebesar Rp7.760,7 miliar (16,3 persen). Sebaliknya, sektor yang paling sedikit memberikan kontribusi adalah sektor penggalian yang hanya mencapai Rp50,5 miliar (0,1 persen). GRAFIK II.7 PPN DALAM NEGERI SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN, 2009 miliar Rp Pengolahan Hasil Tembakau Sumber : Departemen Keuangan Makanan dan Minuman Industri Kimia Real s.d Mei 09 Perk.Real Sem.I 09 Elektronik Hingga akhir Juni 2009, penerimaan PPN dalam negeri diperkirakan mencapai Rp59.092,5 miliar. Berdasarkan perkiraan realisasi tersebut, penerimaan dari sektor industri pengolahan diperkirakan sebesar Rp18.650,8 miliar (31,6 persen), sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar Rp10.504,8 miliar (17,8 persen) dan sektor pertambangan migas sebesar Rp9.543,1 miliar (16,1 persen). Sementara itu, sektor penggalian diperkirakan realisasinya mencapai Rp69,7 miliar (0,1 persen). Kontribusi dari 12 sektor terhadap penerimaan PPN dalam negeri sektoral semester I 2008 dan 2009 secara lengkap tercantum dalam Tabel II.4. No TABEL II.4 PENERIMAAN PPN DALAM NEGERI SEKTORAL (miliar Rupiah) SEKTOR Sem. I Real. s.d. Mei % thd. Total Perk Sem. I YoY (%) 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 1.824, ,6 2, ,4-37,4 2 Pertambangan Migas 6.514, ,7 16, ,1 27,7 3 Pertambangan Bukan Migas 640,8 425,3 0,9 478,7-28,3 4 Penggalian 69,6 50,5 0,1 69,7 0,3 5 Industri Pengolahan , ,7 28, ,8-0,6 6 Listrik, Gas dan Air Bersih 275,0 343,2 0,7 415,5 49,2 7 Konstruksi 4.591, ,8 9, ,8 8,1 8 Perdagangan, Hotel dan Restoran 9.293, ,3 18, ,8 12,1 9 Pengangkutan dan Komunikasi 4.305, ,5 7, ,8-5,1 10 Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 4.538, ,5 8, ,5 5,3 11 Jasa Lainnya 1.143, ,7 2, ,3-0,5 12 Kegiatan yang belum jelas batasannya 2.848, ,7 5, ,1 11,7 TOTAL , ,5 100, ,5 5,5 Sumber : Departemen Keuangan Apabila dibandingkan dengan pencapaian pada semester I 2008, realisasi PPN dalam negeri sektor industri pengolahan pada semester I 2009 tersebut sedikit mengalami peningkatan sebesar Rp2.920,0 miliar atau 18,6 persen. Meningkatnya penerimaan PPN dalam negeri Laporan Semester I Tahun 2009 II-11

37 Pendapatan Negara dan Hibah Bab II sektor industri pengolahan tersebut terutama terjadi pada subsektor pengolahan hasil tembakau, makanan dan minuman, industri kimia, dan elektronik. Di sisi lain, penerimaan PPN dalam negeri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor pertambangan migas mengalami peningkatan masing-masing Rp1.211,0 miliar atau 13,1 persen dan Rp3.028,2 miliar atau 46,5 persen. PPN Impor Sektoral Sampai dengan Mei 2009, realisasi penerimaan PPN impor mencapai Rp21.845,2 miliar yang berasal dari 12 sektor. Dari kedua belas sektor tersebut terdapat beberapa sektor yang memiliki proporsi terbesar, yaitu sektor industri pengolahan; perdagangan, hotel, dan restoran; dan pertambangan migas. Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 47,3 persen atau senilai Rp10.335,0 miliar. Kemudian, penerimaan PPN impor dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 29,4 persen atau senilai Rp6.413,6 miliar, dan sektor pertambangan migas sebesar 15,8 persen atau Rp3.453,8 miliar. Selanjutnya, pada Grafik II.8 dapat dilihat penerimaan PPN impor secara sektoral. miliar Rp GRAFIK II.8 PPN IMPOR SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN, 2009 Re al s.d Me i 09 Perk.Real Sem.I 09 0 Kimia Makanan dan Minuman Sumber : Departemen Keuangan Kendaraan Bermotor Logam Dasar Hingga akhir semester I 2009, diperkirakan penerimaan PPN impor akan mencapai Rp26.809,5 miliar. Perkiraan realisasi penerimaan tersebut diharapkan berasal dari sektor industri pengolahan sebesar 45,8 persen atau senilai Rp ,7 miliar, perdagangan, hotel, dan restoran dengan kontribusi sebesar 29,9 persen atau senilai Rp8.024,4 miliar, dan sektor pertambangan migas sebesar 17,1 persen atau Rp4.588,8 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi pada semester I 2008 terlihat bahwa pencapaian PPN impor pada tahun 2009 menunjukkan penurunan 31,0 persen. Lebih rendahnya perkiraan realisasi pada tahun 2009 erat kaitannya dengan lebih rendahnya realisasi impor sebagai dampak lesunya perekonomian global. Kontribusi dari 12 sektor terhadap penerimaan PPN impor sektoral semester I 2008 dan 2009 dapat dilihat dalam Tabel II.5. PBB dan BPHTB Realisasi PBB dan BPHTB hingga Mei 2009 masing-masing mencapai Rp1.347,2 miliar dan Rp1.671,8 miliar yang berarti sebesar 5,6 persen dan 23,3 persen dari rencananya. Berdasarkan angka realisasi tersebut, pencapaian hingga akhir semester I 2009 diperkirakan mencapai Laporan Semester I Tahun 2009 II-12

38

39

40

41

42

43

44

45

46 Pendapatan Negara dan Hibah Bab II Perkiraan realisasi penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN dalam semester I 2009 masih sangat rendah bila dibandingkan dengan rencananya dalam tahun 2009, disebabkan karena sebagian besar BUMN belum melaksanakan rapat umum pemegang saham (RUPS) untuk menentukan besaran dividen di tahun RUPS biasanya dilakukan pada bulan Juni, sehingga sebagian besar BUMN diperkirakan akan menyetor dividen pada sekitar bulan Juli-Agustus. Penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN dikelompokkan ke dalam penerimaan bagian atas laba BUMN perbankan dan nonperbankan. Hingga Mei 2009, realisasi penerimaan bagian atas laba BUMN perbankan dan nonperbankan masing-masing sebesar Rp50,0 miliar dan Rp415,9 miliar. Sejumlah BUMN yang telah menyetor dividen dalam semester I 2009 antara lain adalah PT Krakatau Steel, Perum Pegadaian, dan PT Inhutani I. Perkiraan realisasi penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN semester I dapat dilihat pada Grafik II.23. PNBP Lainnya GRAFIK II.23 REALISASI PENERIMAAN BAGIAN PEMERINTAH ATAS LABA BUMN SEM. I 2008, SEM. II 2008 DAN SEM. I 2009 (miliar rupiah) Sumber: Departemen Keuangan PNBP lainnya terutama berasal dari kegiatan-kegiatan pelayanan dan pengaturan yang dilaksanakan oleh masing-masing K/L kepada masyarakat, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi K/L tersebut. Sampai dengan Mei 2009 realisasi PNBP lainnya mencapai Rp20.479,4 miliar atau 40,4 persen dari rencananya dalam tahun PNBP lainnya diperkirakan akan mencapai Rp24.629,8 miliar dalam semester I 2009 atau meningkat Rp2.327,5 miliar atau sebesar 10,4 persen dibandingkan realisasi semester I Sumber realisasi PNBP lainnya sampai dengan Mei 2009 berasal dari (a) pendapatan penjualan dan sewa sebesar Rp3.379,3 miliar, (b) pendapatan jasa sebesar Rp8.328,2 miliar; (c) pendapatan bunga sebesar Rp1.200,9 miliar, (d) pendapatan kejaksaan dan peradilan Rp64,8 miliar, (e) pendapatan pendidikan Rp1.128,8 miliar, (f) pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi Rp38,4 miliar, (g) pendapatan iuran dan denda Rp233,0 miliar; dan (h) pendapatan lain-lain sebesar Rp6.105,9 miliar, yang antara lain terdiri dari penerimaan belanja tahun yang lalu dan penerimaan surplus BI. Komposisi realisasi PNBP lainnya sampai dengan 29 Mei 2009 dapat dilihat pada Grafik II.24. Porsi terbesar dalam PNBP lainnya bersumber dari pendapatan jasa (40,7 persen) yang antara lain berasal dari pendapatan hak dan perijinan sebesar Rp3.744,4 miliar atau 45,0 persen dari pendapatan jasa, terutama yang berasal dari pungutan biaya hak penyelenggaraan (BHP) telekomunikasi yang dipungut oleh Depkominfo. Selain itu, pendapatan jasa juga berasal dari pendapatan jasa kepolisian yang hingga Mei 2009 mencapai Rp609,5 miliar atau 7,3 persen dari total pendapatan jasa. 1, , ,883.2 Sem. I 2008 Sem. II 2008 Sem. I 2009 Laporan Semester I Tahun 2009 II-21

47 Pendapatan Negara dan Hibah Bab II 1.1% 0.2% GRAFIK II.24 KOMPOSISI REALISASI PNBP LAINNYA s.d. 29 MEI % 0.3% 5.9% Pen. Penjualan dan Sewa Pen. Bunga Pen. Pendidikan Pen. Iuran dan Denda 29.8% Selain itu, sumber PNBP lainnya yang memberi andil cukup besar adalah pendapatan lain-lain sebesar Rp6.105,9 miliar. Jumlah tersebut sudah termasuk penerimaan dari surplus BI sebesar Rp2.646,4 miliar. Penerimaan dari surplus BI tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, yang dalam pasal 62 disebutkan bahwa surplus yang disetorkan kepada Pemerintah merupakan selisih antara surplus dari hasil kegiatan BI dikurangi dengan penjumlahan antara cadangan tujuan sebesar 30 persen dan cadangan umum sehingga jumlah modal dan cadangan umum menjadi 10 persen terhadap total kewajiban moneter Bank Indonesia. Sumber penerimaan lainnya yang cukup besar adalah pendapatan penjualan dan sewa, yaitu sebesar Rp3.379,3 miliar, terutama berasal dari pendapatan penjualan dari kegiatan hulu migas Rp2.501,2 miliar dan pendapatan penjualan hasil tambang Rp741,5 miliar. Pendapatan BLU 40.7% 16.5% Pen. Jasa Pen. Kejaksaan dan Peradilan Pen. Gratifikasi & uang sitaan hasil korupsi Pen. Lain-lain Badan layanan umum (BLU) adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. BLU dibentuk untuk mempromosikan peningkatan layanan publik melalui fleksibilitas pengelolaan keuangan BLU, yang dikelola secara profesional dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Rp miliar 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, GRAFIK II.25 REALISASI PENDAPATAN BLU , Smt.I 2008 Smt.II 2008 Smt.I 2009 Sumber: Departemen Keuangan Pendapatan BLU sampai dengan Mei 2009 mencapai Rp881,6 miliar atau 16,2 persen dari rencananya dalam tahun Pendapatan BLU tersebut meliputi: (a) pendapatan jasa BLU, (b) pendapatan hibah BLU, (c) pendapatan hasil kerjasama BLU, dan (d) pendapatan BLU lainnya. Realisasi masing-masing jenis pendapatan BLU tersebut sampai dengan Mei 2009 masing-masing sebesar Rp812,5 miliar, Rp2,1 miliar, Rp14,6 miliar, dan Rp52,4 miliar. Laporan Semester I Tahun 2009 II-22

48 Pendapatan Negara dan Hibah Bab II Dalam semester I 2009, realisasi pendapatan BLU diperkirakan mencapai Rp1.365,8 miliar atau meningkat Rp1.312,9 miliar jika dibandingkan dengan realisasi semester I 2008 sebesar Rp52,9 miliar. Perkembangan pendapatan BLU tahun 2008 dan 2009 dapat dilihat pada Grafik II Penerimaan Hibah Penerimaan hibah yang dicatat di dalam APBN adalah penerimaan negara yang bersumber dari sumbangan atau donasi (grant) dari negara-negara asing, lembaga/badan internasional, lembaga/badan nasional, serta perorangan yang tidak diikuti kewajiban untuk membayar kembali. Perkembangan penerimaan negara yang berasal dari hibah ini tergantung pada komitmen dan kesediaan negara atau lembaga donor dalam memberikan donasi (bantuan) kepada Pemerintah Indonesia. Selain itu, pada umumnya penggunaan dana hibah harus sesuai dengan kesepakatan bersama yang tertuang dalam nota kesepahaman (memorandum of understanding) antara Pemerintah dengan pihak donor. Dilihat dari sumbernya, hibah dapat dibedakan menjadi hibah yang berasal dari bilateral dan multilateral. Hibah bilateral adalah hibah yang berasal dari pemerintah suatu negara melalui suatu lembaga/badan keuangan yang ditunjuk oleh pemerintah negara yang bersangkutan untuk melaksanakan hibah, sedangkan hibah multilateral adalah hibah yang berasal dari lembaga multilateral atau hibah yang berasal dari donor lainnya jika pihak yang memberikan hibah tidak termasuk di dalam lembaga bilateral ataupun multilateral. Sampai dengan akhir Mei 2009, realisasi penerimaan hibah mencapai Rp146,8miliar atau 15,6 persen dari rencana dalam tahun Perkiraan realisasi penerimaan hibah sampai dengan akhir semester I sebesar Rp190,6 miliar atau 20,3 persen dari rencananya. Perkiraan realisasi tersebut lebih rendah sebesar Rp295,0 miliar atau 60,7 persen apabila dibandingkan dengan realisasi GRAFIK II.26 REALISASI PENERIMAAN HIBAH (miliar rupiah) Sumber: Departemen Keuangan semester I 2008 sebesar Rp485,6 miliar. Dari jumlah tersebut, sebagian besar dialokasikan untuk mendanai program-program mitigasi dan perubahan iklim, sedangkan sebagian lainnya merupakan hibah yang diterima oleh K/L. Realisasi penerimaan hibah semeter I 2008 dan 2009 dapat dilihat pada Grafik II Prognosis Pendapatan Negara dan Hibah dalam Semester II Tahun 2009 Prognosis pendapatan negara dan hibah dalam semester II tahun 2009 akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, perkembangan perekonomian dunia dan Indonesia, termasuk ketahanan dan antisipasi dunia usaha di dalam negeri menghadapi perkembangan krisis 1, Sem. I 2008 Sem. II 2008 Sem. I 2009 Laporan Semester I Tahun 2009 II-23

49

50 Pendapatan Negara dan Hibah Bab II Prognosis Penerimaan Perpajakan dalam Semester II 2009 Perkembangan penerimaan perpajakan dalam semester II 2009 sangat dipengaruhi oleh ketahanan kondisi perekonomian nasional menghadapi dampak krisis ekonomi global di tahun Selain itu, juga ditentukan oleh perkembangan asumsi ekonomi makro tahun 2009 serta pelaksanaan kebijakan perpajakan yang telah direncanakan sebelumnya. Melihat kondisi tersebut serta realisasi penerimaan perpajakan dalam semester I 2009 maka penerimaan perpajakan dalam semester II 2009 diperkirakan mencapai Rp ,5 miliar. Dengan demikian, hingga akhir tahun 2009 realisasi penerimaan perpajakan diperkirakan akan mencapai Rp ,8 miliar atau 98,5 persen dari rencananya. Penerimaan PPh pada semester II 2009 diperkirakan mencapai Rp ,0 miliar. Prognosis penerimaan tersebut bila dibandingkan dengan perkiraan realisasi semester I 2009 menunjukkan peningkatan sebesar 7,6 persen. Peningkatan penerimaan tersebut terutama bersumber dari penerimaan PPh nonmigas. Peningkatan tersebut diperkirakan akan didukung dengan stabilitas pertumbuhan ekonomi di semester II Selain itu, mulai merangkaknya harga minyak mentah dunia pada semester II membawa dampak pada meningkatnya penerimaan PPh migas. Secara keseluruhan, penerimaan PPh diperkirakan mencapai Rp ,2 miliar dalam tahun 2009, atau mencapai 106,5 persen dari rencananya dalam tahun Dari jumlah tersebut, realisasi PPh nonmigas diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar (103,6 persen dari rencananya) dan penerimaan PPh migas sebesar Rp49.500,4 miliar (127,7 persen dari rencananya). Pencapaian perkiraan realisasi penerimaan PPh tersebut terutama didukung dengan adanya pemulihan awal pertumbuhan ekonomi di semester II 2009 perbaikan administrasi dalam pengumpulan pajak dan adanya peningkatan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajibannya (tax compliance), serta kenaikan harga minyak mentah di pasar dunia. Realisasi penerimaan PPN dan PPnBM pada semester II 2009 diperkirakan mencapai Rp ,2 miliar. Hal ini berarti terjadi peningkatan sebesar 37,6 persen dibandingkan dengan perkiraan realisasi semester I Dengan demikian, total penerimaan PPN dan PPnBM pada tahun anggaran 2009 diperkirakan mencapai Rp ,0 miliar atau 86,9 persen dari rencananya. Tidak maksimalnya pencapaian penerimaan PPN dan PPnBM dalam tahun 2009 lebih dipengaruhi oleh penurunan nilai impor. Penerimaan PBB dan BPHTB diperkirakan akan mengalami kenaikan pada semester II Penerimaan PBB diperkirakan mencapai Rp20.375,0 miliar dan BPHTB Rp4.683,5 miliar. Berdasarkan prognosis tersebut, realisasi PBB dan BPHTB pada semester II masing-masing lebih tinggi 484,0 persen dan 103,9 persen jika dibandingkan dengan perkiraan realisasi semester I Secara umum adanya ekspektasi akan membaiknya perekonomian pada paruh kedua tahun 2009 merupakan faktor pendorong meningkatnya penerimaan PBB dan BPHTB. Selain itu, terlambatnya pembayaran PBB pertambangan pada semester I dapat diperbaiki pada semester II tahun Sampai dengan akhir tahun 2009, penerimaan PBB dan BPHTB diperkirakan masing-masing mencapai Rp23.863,6 miliar (100 persen dari rencananya) dan Rp6.980,0 miliar (97,4 persen dari rencananya). Perkiraan realisasi penerimaan cukai pada paruh kedua tahun 2009 adalah sebesar Rp29.225,5 miliar. Dengan demikian, terjadi peningkatan pencapaian 15,4 persen dari perkiraan realisasi semester I Hingga akhir tahun 2009, penerimaan cukai diperkirakan mencapai Laporan Semester I Tahun 2009 II-25

51 Pendapatan Negara dan Hibah Bab II Rp54.545,0 miliar atau 100,3 persen dari rencananya. Pencapaian penerimaan tersebut terutama didukung oleh adanya kenaikan tarif cukai tembakau rata-rata 7 persen yang mulai berlaku mulai tanggal 1 Februari Sementara itu, penerimaan pajak lainnya pada semester II diperkirakan mencapai Rp1.785,7 miliar. Prognosis tersebut mengalami peningkatan 21,9 persen dari perkiraan realisasinya dalam semester I Dengan demikian, total penerimaan pajak lainnya dalam tahun 2009 diperkirakan sebesar Rp3.250,0 miliar atau 91,8 persen dari rencananya. Perkiraan realisasi bea masuk pada semester II 2009 diharapkan sebesar Rp10.191,0 miliar, yang berarti mengalami kenaikan 20,9 persen dari perkiraan realisasi semester I Dengan pencapaian tersebut, penerimaan bea masuk pada 2009 diperkirakan akan mencapai Rp18.623,5 miliar atau 108,6 persen dari rencananya dalam tahun Lebih baiknya pencapaian bea masuk dari yang direncanakan pada awalnya didasarkan pada prediksi akan meningkatnya impor barang konsumsi pada semester II Perkiraan realisasi penerimaan bea keluar pada paruh kedua tahun 2009 diharapkan mencapai Rp886.7 miliar, yang berarti lebih tinggi 72,9 persen dari perkiraan realisasi pada semester I Dengan demikian, selama tahun 2009, total penerimaan bea keluar diperkirakan sebesar Rp1.399,6 miliar atau 58,8 persen dari rencananya. Peningkatan penerimaan bea keluar dalam semester II 2009 diperkirakan dari adanya kenaikan harga CPO di atas batas dikenakan bea keluar sejalan dengan proyeksi kenaikan harga minyak mentah di pasar dunia Prognosis PNBP Semester II Tahun 2009 Prognosis PNBP dalam semester II 2009 sangat dipengaruhi oleh perkembangan harga minyak yang cenderung mengalami peningkatan sejak semester I Selain itu, selesainya RUPS BUMN juga akan berpengaruh pada penyetoran bagian pemerintah atas laba BUMN. Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut realisasi PNBP dalam semester II 2009 diperkirakan sebesar Rp ,9 miliar atau mengalami kenaikan 93,2 persen dari perkiraan realisasi PNBP dalam semester I Berdasarkan perkiraan pencapaian tersebut maka PNBP dalam tahun 2009 diperkirakan akan mencapai Rp ,3 miliar atau 118,1 persen dari rencananya dalam tahun Meningkatnya perkiraan PNBP tahun 2009 tersebut didorong oleh peningkatan perkiraan PNBP SDA terutama dari migas. Gambaran tentang perkiraan PNBP untuk tahun 2009 dapat dilihat dalam Tabel II.9. Dalam semester II tahun 2009, PNBP SDA diperkirakan akan mencapai Rp93.011,9 miliar, yang terdiri dari PNBP SDA migas sebesar Rp88.943,0 miliar dan PNBP SDA nonmigas Rp4.068,9 miliar. Hingga akhir tahun 2009, PNBP SDA secara keseluruhan diperkirakan akan mencapai Rp ,6 miliar atau 135,0 persen dari rencananya dalam tahun Perkiraan PNBP SDA tersebut didasarkan pada perkiraan (a) pencapaian target produksi minyak mentah sebesar 960 ribu barel/hari, (b) perkembangan harga ICP yang cenderung meningkat pada kisaran US$70/barel, dan (c) upaya optimalisasi PNBP pertambangan umum, kehutanan, perikanan, dan pertambangan panas bumi. Penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN dalam semester II 2009 diperkirakan mencapai Rp27.331,6 miliar atau meningkat lebih dari 11 kali lipat bila dibandingkan dengan perkiraan realisasi semester I Hal itu disebabkan dalam semester II 2009 sebagian besar BUMN telah menyelesaikan RUPS termasuk dari BUMN besar, seperti PT Pertamina, Laporan Semester I Tahun 2009 II-26

52 Pendapatan Negara dan Hibah Bab II PT Bank Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia, PT Bank Negara Indonesia, PT Telkom, dan PT Aneka Tambang. Dengan demikian, perkiraan total realisasi penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN sampai dengan akhir tahun 2009 adalah sebesar Rp29.214,7 miliar atau 111,9 persen dari rencananya dalam tahun TABEL II.9 PERKEMBANGAN PNBP TAHUN 2009 (miliar Rupiah) APBN Dok. Stimulus Realisasi s.d. Mei Perkiraan Real Smt I Prognosis Smt II Perkiraan Realisasi 2009 % thd Dok. Stimulus Penerimaan Negara Bukan Pajak , , , , , ,3 118,1 a. PNBP SDA , , , , , ,6 135,0 I. Pendapatan SDA Migas , , , , , ,1 140,3 -Pendapatan Minyak Bumi , , , , , ,4 148,2 -Pendapatan Gas Bumi , , , , , ,7 123,6 II. Pendapatan SDA Non Migas , , , , , ,5 93,3 -Pendapatan Pertambangan Umum 8.723, , , , , ,5 100,0 -Pendapatan Kehutanan 2.500, ,0 664,7 775,6 939, ,0 68,6 -Pendapatan Perikanan 150,0 150,0 38,7 51,1 98,9 150,0 100,0 -Pendapatan Pertambangan Panas Bum 0,0 320,0 160,5 160,5 159,5 320,0 100,0 b. Bagian Laba BUMN , ,0 465, , , ,7 111,9 c. PNBP Lainnya , , , , , ,1 87,7 d. Pendapatan BLU 5.442, ,2 881, , , ,9 108,2 Sumber : Departemen Keuangan PNBP lainnya dalam semester II 2009 diperkirakan mencapai Rp19.786,3 miliar yang berarti mengalami penurunan 19,7 persen dari perkiraan realisasi dalam semester I Berdasarkan perkiraan realisasi semester I dan prognosis semester II tahun 2009, total penerimaan PNBP lainnya dalam tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp44.416,1 miliar atau 87,7 persen dari rencananya dalam tahun Perkiraan jumlah penerimaan PNBP lainnya secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: (a) penetapan beberapa peraturan baru tentang jenis dan tarif PNBP di beberapa K/L; (b) optimalisasi dan perbaikan administrasi PNBP K/L; dan (c) peningkatan penerimaan dari pendapatan jasa. Pendapatan BLU dalam semester II 2009 diperkirakan mencapai Rp4.525,1 miliar, yang berarti meningkat lebih dari 3 kali lipat perkiraan realisasi dalam semester I Peningkatan ini mengikuti pola periode sebelumnya dimana biasanya terjadi peningkatan realisasi penerimaan pada semester II. Dengan demikian, perkiraan realisasi pendapatan BLU sampai dengan akhir tahun 2009 adalah sebesar Rp5.890,9 miliar atau 108,2 persen dari rencananya Prognosis Hibah Semester II tahun 2009 Perkiraan penerimaan hibah dalam semester II 2009 mencapai Rp801,0 miliar, atau meningkat lebih dari 4 kali lipat perkiraan realisasi dalam semester I Dengan demikian, realisasi keseluruhan penerimaan hibah dalam tahun 2009 diperkirakan Rp991,6 miliar atau 105,6 persen dari rencananya dalam tahun Laporan Semester I Tahun 2009 II-27

53 Belanja Pemerintah Pusat BAB III BAB III PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN Pendahuluan Kinerja pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal. Di sisi internal, faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 antara lain adalah upaya perbaikan mekanisme penganggaran, perbaikan administrasi, penyederhanaan prosedur pengadaan barang dan jasa pemerintah, daya serap anggaran, dan lain-lain. Di sisi eksternal, faktor-faktor penting yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 antara lain adalah penurunan harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia, volatilitas nilai tukar (kurs) berbagai mata uang asing, terutama mata uang-mata uang yang menjadi denominasi atas utang luar negeri pemerintah (seperti yen Jepang, dolar Australia, poundsterling Inggris) terhadap dolar Amerika Serikat maupun antara mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan berbagai perkembangan yang terjadi pada perekonomian global. Krisis finansial global yang kemudian berlanjut menjadi krisis ekonomi global sangat dirasakan dampaknya pada perekonomian Indonesia terutama pada kuartal I Meskipun secara umum fundamental ekonomi Indonesia cukup kuat dalam menahan krisis global, namun terdapat sektor-sektor tertentu dalam perekonomian yang mengalami dampak cukup berat. Pada triwulan I 2009, pertumbuhan ekspor dan impor mengalami kontraksi secara tajam masingmasing sebesar 19,1 persen dan 24,1 persen. Imbas krisis ekonomi juga terlihat pada tingkat konsumsi, yang tercermin pada penerimaan pajak pertambahan nilai dalam negeri, konsumsi listrik, dan penjualan motor dan mobil yang mengalami pertumbuhan melambat. Pada triwulan I 2009, pertumbuhan PDB mencapai 4,37 persen, dengan laju pertumbuhan investasi mencapai 3,5 persen, lebih rendah dibanding dengan laju pertumbuhan investasi triwulan I 2008 sebesar 13,7 persen. Memburuknya prospek perekonomian global diperkirakan membawa tekanan baru terhadap prospek penyerapan tenaga kerja dan tingkat pengangguran di tahun Sampai dengan tanggal 15 Mei 2009, tercatat telah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak ribu pekerja, dan sebanyak ribu pekerja telah dirumahkan di beberapa perusahaan dan industri seperti industri tekstil dan garmen, perkebunan, industri kertas, elektronik dan alas kaki. Dalam rangka memperkecil dampak negatif dari krisis keuangan global tersebut, Pemerintah telah melakukan langkah-langkah penyesuaian darurat di bidang fiskal, guna menyelamatkan perekonomian nasional tahun 2009 dari krisis global, antara lain dengan memperluas program stimulus ekonomi melalui APBN Kebijakan stimulus fiskal tersebut ditujukan terutama untuk: (a) memelihara dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat untuk menjaga agar konsumsi rumah tangga tumbuh 4,0 persen sampai dengan 4,7 persen; (b) menjaga daya tahan Laporan Semester I Tahun 2009 III-1

54 BAB III Belanja Pemerintah Pusat perusahaan/sektor usaha menghadapi krisis global; serta (c) menciptakan kesempatan kerja dan menyerap dampak PHK melalui kebijakan pembangunan infrastruktur padat karya. Pada progam stimulus fiskal, dalam rangka peningkatan daya beli masyarakat telah dilakukan pemberian subsidi harga untuk obat generik, PPN ditanggung Pemerintah (DTP) untuk produk akhir, dan penurunan harga BBM. Sementara itu, dalam rangka peningkatan daya saing dan daya tahan usaha dan ekspor telah dilakukan kebijakan pemberian fasilitas bea masuk DTP, PPh pasal 21 dan 25 DTP, PPN DTP, potongan tarif listrik untuk industri, dan penurunan harga solar. Dalam rangka penciptaan lapangan kerja dan pencegahan/pengamanan dampak PHK telah dilakukan penambahan alokasi anggaran untuk infrastruktur yang terkait dengan bencana alam, proyek tahun jamak, jaringan kereta api, instalasi pengolahan air minum, perumahan rakyat, pembangkit dan transmisi listrik, rehabilitasi jalan usaha tani, pelabuhan pasar, serta pembangunan infrastruktur pergudangan pangan. Selain ditujukan untuk meredam dampak krisis ekonomi global, langkah-langkah penyesuaian darurat di bidang fiskal tersebut juga dimaksudkan untuk mempersiapkan fondasi yang lebih kuat dalam rangka mempercepat laju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta meletakkan dasar-dasar yang lebih kuat dan memperkokoh sendi-sendi perekonomian nasional. Langkah-langkah penyesuaian darurat di bidang fiskal tersebut telah diusulkan kepada Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang APBN Tahun 2009, dan telah dibahas bersama dan disetujui oleh Panitia Anggaran DPR-RI pada akhir Februari Dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 tersebut, dilakukan perubahan terhadap asumsi dasar ekonomi makro yang telah ditetapkan dalam APBN tahun 2009 guna menyesuaikan dengan kondisi ekonomi domestik dan global mutakhir. Perubahan asumsi dasar ekonomi makro tersebut antara lain: (i) pertumbuhan ekonomi turun dari 6,0 persen menjadi 4,5 persen; (ii) harga minyak mentah Indonesia (ICP) turun dari semula US$80 per barel menjadi US$45 per barel; (iii) nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, melemah dari Rp9.400 menjadi Rp per dolar Amerika Serikat; dan (iv) tingkat inflasi turun dari 6,2 persen menjadi 6,0 persen. Sebagai implikasi dari langkah-langkah penyesuaian asumsi dasar ekonomi makro, dan paket kebijakan stimulus fiskal APBN 2009 tersebut, maka volume anggaran belanja pemerintah pusat mengalami perubahan yang cukup signifikan, terutama pada subsidi energi dan bunga utang, masing-masing sebagai dampak dari penurunan asumsi harga minyak mentah Indonesia dari perkiraan semula US$80 per barel seperti ditetapkan dalam APBN 2009 menjadi sekitar US$45 per barel, dan depresiasi nilai tukar rupiah dari Rp9.400 per dolar Amerika Serikat seperti ditetapkan dalam APBN 2009 menjadi Rp per dolar Amerika Serikat. Langkah-langkah penyesuaian fiskal melalui pelebaran defisit dan perluasan penyediaan stimulus fiskal, dan perkembangan berbagai indikator ekonomi makro dalam semester I tahun 2009, telah mempengaruhi perkembangan pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun Perkembangan indikator ekonomi makro yang diperkirakan mempengaruhi realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 tersebut diantaranya adalah: (i) pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 4,1 persen; (ii) laju inflasi 4,2 persen; (iii) tingkat suku bunga SBI 3 bulan rata-rata 8,5 persen; (iv) nilai tukar (kurs) rupiah rata-rata Rp per dolar Amerika Serikat; (v) harga minyak mentah Indonesia (ICP) di pasar internasional US$52,0 per barel dan lifting minyak 957 ribu barel per hari. III-2 Laporan Semester I Tahun 2009

55 Belanja Pemerintah Pusat BAB III 3.2 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat dalam Semester I Tahun 2009 Dalam APBN tahun 2009 sebagaimana ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008, pagu anggaran belanja pemerintah pusat direncanakan mencapai Rp ,3 miliar. Namun, sejalan dengan ditempuhnya langkah-langkah penyesuaian APBN 2009, sebagai respon untuk mengatasi dampak krisis ekonomi global yang mulai berpengaruh pada kinerja ekonomi makro Indonesia sejak akhir tahun 2008, dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009, pagu alokasi anggaran belanja pemerintah pusat menurun menjadi Rp ,5 miliar. Sejalan dengan perkembangan kondisi ekonomi nasional dan internasional, serta ditempuhnya berbagai langkah dan kebijakan sebagaimana diuraikan di atas, realisasi anggaran belanja pemerintah pusat sampai dengan akhir Mei 2009 mencapai Rp ,5 miliar, yang berarti menyerap 24,2 persen dari pagu anggaran belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 25,3 persen dari pagu anggaran belanja pemerintah pusat dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp ,5 miliar. Berdasarkan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat sampai dengan 29 Mei tahun 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran, serta berbagai langkah kebijakan yang sedang dan akan ditempuh pemerintah sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp ,1 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 32,0 persen dari pagu alokasi anggaran belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 33,4 persen dari pagu anggaran belanja pemerintah pusat dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun Bila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp ,9 miliar, maka perkembangan perkiraan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 tersebut lebih rendah sebesar Rp17.759,9 miliar atau sekitar 7,2 persen. Lebih rendahnya perkembangan perkiraan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 tersebut terutama berkaitan dengan lebih rendahnya perkembangan realisasi belanja subsidi, terkait dengan penurunan realisasi harga minyak mentah Indonesia. Perbandingan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 terhadap semester I tahun 2008 disajikan Tabel III.1. TABEL III.1 PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT (BPP), *) (triliun rupiah) No. Uraian APBN-P % thd PDB Real s.d 30 Mei Jumlah Real Sem I % thd % thd APBN-P Jumlah APBN-P APBN % thd PDB Dok. Stimulus % thd PDB Jumlah Real s.d 29 Mei % thd APBN % thd Dok. Stimulus Jumlah Perk Real Sem I % thd APBN % thd Dok. Stimulus 1 Belanja Pegawai 123,5 2,8 44,0 35,6 59,1 47,8 140,2 2,6 140,2 2,6 51,7 36,9 36,9 62,2 44,4 44,4 2 Belanja Barang 67,5 1,5 12,0 17,8 15,7 23,3 91,7 1,7 95,7 1,7 17,1 18,6 17,8 21,4 23,3 22,4 3 Belanja Modal 79,1 1,8 12,5 15,8 16,6 20,9 72,0 1,4 79,4 1,4 14,6 20,3 18,4 18,4 25,6 23,2 4 Pembayaran Bunga Utang 94,8 2,1 31,4 33,1 45,2 47,7 101,7 1,9 110,6 2,0 37,2 36,6 33,7 50,0 49,2 45,2 5 Subsidi 234,4 5,2 37,3 15,9 91,7 39,1 166,7 3,1 123,5 2,3 24,0 14,4 19,5 42,8 25,7 34,6 6 Belanja Hibah Bantuan Sosial 59,7 1,3 10,2 17,1 13,0 21,8 79,0 1,5 79,0 1,4 16,4 20,8 20,8 19,3 24,5 24,5 8 Belanja lain-lain 38,1 0,8 4,9 12,8 5,5 14,5 65,1 1,2 56,6 1,0 12,3 18,9 21,8 14,8 22,8 26,2 Jumlah 697,1 15,5 152,2 21,8 246,9 35,4 716,4 13,4 685,0 12,5 173,4 24,2 25,3 228,9 32,0 33,4 *) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan adalah karena pembulatan. Sumber : Departemen Keuangan Laporan Semester I Tahun 2009 III-3

56 BAB III Belanja Pemerintah Pusat Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan realisasi daya serap anggaran belanja pemerintah pusat dalam periode yang sama tahun-tahun sebelumnya, maka perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 yang mencapai 32,0 persen dari pagu APBN maupun 33,4 persen dari pagu belanja pemerintah pusat dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 tersebut, secara umum masih lebih tinggi (lihat Grafik III.1.). miliar Rp GRAFIK III.1 BELANJA PEMERINTAH PUSAT (BPP) MENURUT JENIS, TAHUN APBN-P II Sem I APBN-P Sem I APBN-P Sem I APBN-P Sem I APBN Sem I Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Pembayaran Bunga Utang Subsidi Bantuan Sosial Belanja Lain-lain Sumber: Departemen Keuangan Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis dalam Semester I Tahun 2009 Menurut jenisnya, belanja pemerintah pusat terdiri dari: (i) belanja pegawai, (ii) belanja barang, (iii) belanja modal, (iv) pembayaran bunga utang, (v) subsidi, (vi) bantuan sosial, dan (vii) belanja lain-lain. Belanja Pegawai Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi belanja pegawai mencapai Rp51.693,3 miliar, yang berarti 36,9 persen dari pagu anggaran belanja pegawai yang ditetapkan dalam APBN maupun dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp ,7 miliar. Berdasarkan realisasinya sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran dalam bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja pegawai dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp62.187,1 miliar, atau 44,4 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN Apabila dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp59.058,3 miliar (47,8 persen dari APBNP-nya), maka perkiraan realisasi anggaran belanja pegawai dalam semester I tahun 2009 tersebut, lebih tinggi Rp3.128,8 miliar atau 5,3 persen. III-4 Laporan Semester I Tahun 2009

57 Belanja Pemerintah Pusat BAB III Anggaran belanja pegawai tersebut digunakan untuk pembayaran gaji dan tunjangan, honorarium dan vakasi, serta kontribusi sosial. Realisasi gaji dan tunjangan sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 mencapai Rp28.701,6 miliar, atau 40,9 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp70.163,4 miliar. Berdasarkan realisasinya sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran dalam bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja gaji dan tunjangan sampai dengan akhir semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp35.759,0 miliar, atau 51,0 persen dari pagu anggaran belanja gaji dan tunjangan yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN Perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja gaji dan tunjangan dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti mengalami peningkatan sekitar 13,7 persen bila dibandingkan dengan realisasi penyerapannya dalam periode yang sama tahun Sementara itu, realisasi anggaran untuk honorarium, vakasi, lembur, dan lain-lain sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 baru mencapai Rp755,3 miliar, yang berarti hanya 4,0 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp19.000,3 miliar. Berdasarkan realisasinya sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran selama bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja untuk honorarium, vakasi, lembur, dan lain-lain sampai dengan akhir semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp1.122,6 miliar, atau 6,0 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN Apabila dibandingkan dengan realisasi belanja honorarium, vakasi, lembur, dan lain-lain dalam periode yang sama tahun sebelumnya, maka realisasi penyerapan anggaran belanja honorarium, vakasi, lembur, dan lain-lain dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti mengalami penurunan sekitar 78,4 persen. Penurunan perkiraan realisasi penyerapannya belanja honorarium, vakasi, lembur, dan lain-lain tersebut selain disebabkan oleh adanya efisiensi pada pos honorarium, vakasi, lembur, dan lain-lain, juga terutama berkaitan dengan rendahnya realisasi belanja pegawai transito yang diperkirakan baru akan meningkat dalam semester II tahun Selanjutnya, realisasi anggaran belanja untuk kontribusi sosial sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp22.236,4 miliar, atau menyerap 43,6 persen dari pagu anggaran belanja kontribusi sosial yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN Berdasarkan realisasinya sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan perkiraan daya serap anggaran kontribusi sosial selama bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja kontribusi sosial dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp25.305,6 miliar, atau 49,6 persen dari pagu anggaran kontribusi sosial yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN Apabila dibandingkan dengan realisasi penyerapannya pada periode yang sama tahun sebelumnya, maka perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja kontribusi sosial dalam semester I tahun 2009 tersebut mengalami penurunan sekitar 13,1 persen. Belanja Barang Realisasi belanja barang sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 mencapai Rp17.061,4 miliar, atau 18,6 persen dari pagu anggaran belanja barang yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009, atau 17,8 persen dari pagu anggaran belanja barang dalam dokumen stimulus fiskal Laporan Semester I Tahun 2009 III-5

58 BAB III Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan realisasinya sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran belanja barang selama bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja barang pada semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp21.406,3 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 23,3 persen dari pagu anggaran belanja barang yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009 sebesar Rp91.731,1 miliar, atau sekitar 22,4 persen dari pagu alokasi anggaran belanja barang yang ditetapkan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp95.674,6 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp15.743,8 miliar (23,3 persen dari pagu APBN-P-nya), maka tingkat penyerapan anggaran belanja barang dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti relatif stabil, yaitu sekitar 23,3 persen. Realisasi anggaran belanja barang tersebut digunakan untuk belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan, dan belanja perjalanan. Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi anggaran belanja barang dan jasa mencapai Rp11.497,4 miliar atau 16,7 persen dari pagu anggaran belanja barang yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009, atau 15,8 persen dari pagu anggaran belanja barang dalam dokumen stimulus fiskal APBN Berdasarkan realisasinya sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 tersebut, serta dengan memperhatikan daya serap anggaran belanja barang dalam bulan Juni 2009, dan perkembangan indikator ekonomi yang mempengaruhi belanja barang dan jasa, maka realisasi anggaran belanja barang dan jasa dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp14.274,9 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 20,8 persen dari pagu anggaran belanja barang yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp68.744,6 miliar, atau 19,6 persen dari pagu alokasi anggaran dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp72.688,1 miliar. Jika dibandingkan dengan realisasi penyerapan anggaran belanja barang dan jasa pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 21,9 persen dari pagu anggarannya dalam APBN-P 2008, maka perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja barang dan jasa dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti menunjukkan sedikit penurunan. Sementara itu, sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi anggaran belanja pemeliharaan mencapai Rp1.803,7 miliar atau 24,1 persen dari pagu anggaran belanja pemeliharaan yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN Berdasarkan realisasinya sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 tersebut, dan sekaligus memperhitungkan perkiraan daya serap anggaran belanja pemeliharaan dalam bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja pemeliharaan dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp2.321,6 miliar, yang berarti menyerap 31,1 persen dari pagu anggarannya dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp7.474,8 miliar. Jika dibandingkan dengan realisasi penyerapan anggaran belanja pemeliharaan pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 30,8 persen dari pagu anggarannya dalam APBN-P 2008, maka perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja pemeliharaan dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti menunjukkan peningkatan sekitar 0,3 persen. Selanjutnya, realisasi anggaran belanja perjalanan sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 mencapai Rp3.760,4 miliar, atau menyerap 24,2 persen dari pagu anggaran belanja perjalanan yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009 dan dokumen stimulus fiskal APBN Berdasarkan realisasinya sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran belanja perjalanan dalam bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja perjalanan dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai III-6 Laporan Semester I Tahun 2009

59 Belanja Pemerintah Pusat BAB III Rp4.809,8 miliar, atau menyerap sekitar 31,0 persen dari pagu anggaran belanja perjalanan yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp15.511,8 miliar. Jika dibandingkan dengan realisasi penyerapannya pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 26,0 persen dari pagu anggarannya dalam APBN-P 2008, maka perkiraan realisasi anggaran belanja perjalanan dalam semester I tahun 2009 tersebut menunjukkan peningkatan sekitar 5,0 persen. Belanja Modal Secara umum belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah yang dibelanjakan dalam rangka pembelian, pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 1 (satu) tahun untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti pengadaan tanah, peralatan dan mesin, pembangunan gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Suatu pengeluaran pemerintah dapat dikategorikan sebagai belanja modal jika memenuhi persyaratan sebagai berikut: (i) pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya sehingga menambah aset pemerintah; (ii) nilai pengeluaran tersebut melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah; (iii) perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual; dan (iv) pengeluaran tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas dan volume aset yang telah dimiliki. Realisasi anggaran belanja modal sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 mencapai Rp14.603,8 miliar, atau menyerap 20,3 persen dari pagu anggaran belanja modal yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 18,4 persen terhadap pagu alokasi anggaran belanja modal dalam dokumen stimulus fiskal tahun Selanjutnya, berdasarkan realisasinya sampai dengan 29 Mei 2009, dan dengan memperhitungkan kecenderungan yang akan terjadi pada sisa waktu hingga 30 Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja modal dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp18.412,4 miliar. Jumlah ini berarti menyerap sekitar 25,6 persen dari pagu alokasi anggaran belanja modal yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp71.991,5 miliar, atau sekitar 23,2 persen dari pagu alokasi anggaran belanja modal yang ditetapkan dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp79.383,0 miliar. Perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja modal dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti menunjukan peningkatan bila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja modal dalam semester I tahun 2008 yang mencapai 20,9 persen dari pagu-nya dalam APBN-P Peningkatan penyerapan belanja modal tersebut, selain merupakan dampak dari semakin membaiknya proses pengadaan barang dan jasa pada berbagai instansi pemerintah (K/L), juga disebabkan oleh adanya peningkatan tambahan dana stimulus fiskal untuk infrastruktur. Pembayaran Bunga Utang Pembayaran bunga utang merupakan biaya yang wajib dikeluarkan karena penggunaan utang, baik utang yang diperoleh dari sumber dalam negeri maupun dari sumber luar negeri. Utang tersebut dilakukan untuk membiayai anggaran negara pada saat ini maupun pada masa lalu, untuk mengelola portofolio utang, dan untuk menutup kekurangan kas pada saat terjadi cash mismatch. Besaran pembayaran bunga utang antara lain dipengaruhi oleh outstanding utang, tingkat bunga mengambang yang dimiliki (misalnya SBI 3 bulan dan Libor US$ 6 bulan), nilai Laporan Semester I Tahun 2009 III-7

60 BAB III Belanja Pemerintah Pusat tukar, credit rating/country risk classification, dan kemampuan penyerapan dana pada proyek yang dibiayai dari pinjaman. Untuk meminimalkan biaya utang terutama dalam jangka panjang, pemerintah telah melakukan beberapa langkah-langkah kebijakan pengelolaan utang, seperti pengadaan utang baru dengan bunga tetap dan mata uang yang sesuai dengan kondisi portofolio risiko, melakukan debt swap pinjaman luar negeri, menjaga kredibilitas Indonesia di mata investor dalam dan luar negeri, dengan selalu berupaya untuk dapat memenuhi seluruh kewajiban pembayaran bunga utang secara tepat waktu, dan menerapkan kriteria kesiapan kegiatan untuk proyek yang dibiayai dari utang. Dengan memanfaatkan dan mengelola utang secara hati-hati, transparan, efisien, akuntabel dan tepat sasaran, maka diharapkan beban pembayaran bunga (dan cicilan pokok) utang di masa-masa mendatang tetap dalam batas kemampuan ekonomi, dan tidak menimbulkan tekanan terhadap APBN dan neraca pembayaran. Realisasi pembayaran bunga utang sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 mencapai Rp37.245,8 miliar, atau menyerap 36,6 persen dari pagu anggaran pembayaran bunga utang yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 33,7 persen terhadap pagu anggarannya dalam dokumen stimulus fiskal APBN Selanjutnya, dengan memperhatikan beban pembayaran bunga utang yang jatuh tempo pada bulan Juni 2009, dan perkembangan indikator ekonomi yang mempengaruhinya, maka pada semester I tahun 2009, realisasi pembayaran bunga utang diperkirakan mencapai Rp49.990,6 miliar atau 49,2 persen dari pagu anggarannya dalam APBN 2009 sebesar Rp ,8 miliar, atau 45,2 persen dari alokasi anggaran yang ditetapkan dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp ,8 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran pembayaran bunga utang dalam semester I tahun 2008 sebesar Rp45.248,3 miliar, maka perkiraan realisasi anggaran pembayaran bunga utang dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti menunjukkan peningkatan Rp4.742,3 miliar, atau 10,5 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam semester I tahun 2009 tersebut terutama disebabkan oleh lebih besarnya realisasi pembayaran bunga utang baik dalam negeri maupun luar negeri. Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi anggaran pembayaran bunga utang dalam negeri mencapai Rp25.211,6 miliar, yang berarti menyerap 36,4 persen terhadap pagu anggaran pembayaran bunga utang dalam negeri dalam APBN 2009, atau 36,0 persen terhadap pagu alokasi anggaran pembayaran bunga utang dalam negeri dalam dokumen stimulus fiskal Dengan memperhatikan jadwal jatuh tempo serta perkembangan indikator ekonomi yang mempengaruhi pembayaran bunga utang dalam negeri pada bulan Juni 2009, maka dalam semester I tahun 2009 realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri diperkirakan mencapai Rp33.957,4 miliar, atau 49,0 persen dari pagu anggarannya dalam APBN 2009 sebesar Rp69.340,0 miliar, atau 48,5 persen dari alokasi anggaran yang ditetapkan dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp70.070,0 miliar. Jika dibandingkan dengan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri dalam semester I tahun 2008 sebesar Rp31.080,0 miliar, maka perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti mengalami peningkatan Rp2.877,4 miliar, atau 9,3 persen. Peningkatan perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri dalam semester I tahun 2009 tersebut, terutama dipengaruhi oleh semakin besarnya outstanding SBN domestik akibat penerbitan SBN tahun sebelumnya dan tingginya realisasi penerbitan surat berharga negara (SBN) dalam negeri (neto) yang sampai dengan semester I 2009 III-8 Laporan Semester I Tahun 2009

61 Belanja Pemerintah Pusat BAB III mencapai Rp52.558,9 miliar, naik sebesar Rp10.868,8 miliar dari penerbitan SBN domestik (neto) pada semester I tahun 2008, meningkatnya yield SBN yang berdampak pada tingginya diskon dan kupon SBN baru, dan lebih tingginya realisasi tingkat bunga SBI 3 bulan untuk pembayaran bunga obligasi negara seri variable rate (VR) dan surat utang kepada BI seri SU-005 pada periode semester I 2009 sebesar 10,60% dibandingkan semester I 2008 sebesar 7,89%. TABEL III.2 TINGKAT SUKU BUNGA SBI-3 BULAN (dalam persen) Bulan Semester I 2008 Semester I 2009 Januari 7,83 11,00 Februari 7,83 11,49 Maret 7,83 11,24 April 7,83 10,09 Mei 7,99 9,20 Juni 8,03 8,74 *) Rata-rata 7,89 10,60 *) Proyeksi Sumber: Departemen Keuangan Sementara itu, realisasi pembayaran bunga utang luar negeri sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp12.034,2 miliar atau 37,2 persen terhadap pagu APBN 2009, atau 29,7 persen terhadap pagu dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun Selanjutnya, dengan memperhatikan jadwal jatuh tempo serta perkembangan indikator ekonomi yang mempengaruhinya, maka perkiraan realisasi pembayaran bunga utang luar negeri pada semester I tahun 2009 mencapai Rp16.033,2 miliar, atau 49,6 persen dari pagu anggaran pembayaran bunga utang luar negeri yang ditetapkan dalam APBN 2009 atau 39,5 persen dari alokasi anggaran pembayaran bunga utang luar negeri dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp40.565,8 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi pembayaran bunga utang luar negeri dalam semester I tahun 2008 sebesar Rp14.168,3 miliar, maka perkiraan realisasi pembayaran bunga utang luar negeri dalam semester I tahun 2009 mengalami kenaikan Rp1.864,9 miliar, atau 13,2 persen. Penyebab utama meningkatnya beban pembayaran bunga utang luar negeri dalam semester I 2009 adalah lebih tingginya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing yang dominan seperti mata uang yen-jepang dan dolar Amerika Serikat pada semester I tahun 2009 dibandingkan dengan nilai tukar pada semester I tahun 2008, peningkatan outstanding SBN valas yang cukup besar akibat penerbitan SBN valas tahun 2008 sebesar US$4.200 juta dan semester I tahun 2009 sebesar US$3.650 juta, dan peningkatan yield SBN valas akibat peningkatan credit risk Indonesia, dimana credit default swap Indonesia pada semester I 2008 berada pada kisaran bps meningkat menjadi pada kisaran bps pada semester I Laporan Semester I Tahun 2009 III-9

62 BAB III Belanja Pemerintah Pusat Perkembangan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri dan luar negeri dalam semester I, dapat dilihat dalam Tabel III.3. TABEL III.3 RINCIAN PEMBAYARAN BUNGA UTANG SEMESTER I TAHUN 2009 *) (miliar rupiah) Keterangan APBN-P Sem I % thd. APBN-P APBN Dok. Stimulus Real s.d 29 Mei Perkiraan Juni Perk Real Sem I % thd APBN % thd Dok. Stim I. Utang dalam negeri , ,0 47, , , , , ,4 49,0 48,5 II. Utang luar negeri , ,3 48, , , , , ,2 49,6 39,5 a. Pinjaman Luar Negeri , ,4 50, , , , , ,5 48,4 41,3 b. SBN Valas 7.029, ,9 44, , , ,7 247, ,7 52,5 36,1 Pembayaran Bunga Utang , ,3 47, , , , , ,6 49,2 45,2 *) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan adalah karena pembulatan. Sumber: Departemen Keuangan Subsidi Subsidi, yang dalam anggaran belanja negara dialokasikan dengan tujuan untuk menjaga stabilitas harga, dan membantu masyarakat kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, dibagi menjadi subsidi energi dan subsidi non-energi. Alokasi anggaran subsidi energi dipengaruhi oleh perkembangan faktor eksternal, terutama harga minyak mentah dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, sementara subsidi non-energi dipengaruhi oleh perubahan parameter, sasaran dan jenis subsidi yang diberikan. Realisasi anggaran pembayaran subsidi sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp24.045,7 miliar, yang berarti menyerap 14,4 persen dari pagu anggaran belanja subsidi yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp ,6 miliar, atau menyerap sekitar 19,5 persen dari pagu anggaran subsidi dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp ,1 miliar. Berdasarkan realisasinya sampai dengan 29 Mei 2009, dan sekaligus memperhitungkan tagihan beban subsidi yang direncanakan akan dibayarkan hingga 30 Juni 2009, maka realisasi pembayaran subsidi dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp42.777,0 miliar. Jumlah ini berarti menyerap sekitar 25,7 persen dari pagu anggaran subsidi yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 34,6 persen dari pagu anggaran subsidi dalam dokumen stimulus fiskal APBN Jika dibandingkan dengan realisasi pembayaran subsidi dalam semester I tahun 2008 sebesar Rp91.721,8 miliar, maka perkiraan realisasi pembayaran subsidi dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti lebih rendah Rp48.944,9 miliar, atau 53,4 persen. Lebih rendahnya perkiraan realisasi pembayaran subsidi dalam semester I tahun 2009 tersebut terutama disebabkan oleh lebih rendahnya realisasi subsidi BBM, subsidi listrik, dan subsidi bunga kredit program. Dampak perubahan harga minyak mentah dunia menyebabkan lebih rendahnya harga minyak mentah Indonesia (ICP) dari US$109,36 per barel pada tahun 2008 menjadi US$52,0 per barel pada tahun 2009 telah mengakibatkan menurunnya beban anggaran subsidi BBM dan subsidi listrik, sedangkan lebih rendahnya SBI 3 bulan dalam periode yang sama dari 9,2 persen pada tahun 2008 menjadi 7,5 persen pada tahun 2009 telah menyebabkan lebih rendahnya beban subsidi bunga kredit program. Sebagian besar, yaitu sekitar 67,6 persen dari realisasi anggaran subsidi III-10 Laporan Semester I Tahun 2009

63 Belanja Pemerintah Pusat BAB III tersebut, merupakan pembayaran untuk subsidi energi, sedangkan sisanya, sekitar 32,4 persen merupakan pembayaran subsidi non-energi. Perkembangan realisasi subsidi dalam semester I, disajikan dalam Tabel III.4 dan Grafik III.2. TABEL III.4 SUBSIDI, *) (miliar rupiah) U R A I A N APBN-P Semester I % thd APBN-P APBN Dokumen Stimulus Perk. Semester I % thd Dok. Stimulus Total Subsidi , ,8 39, , , ,0 34,6 1. Subsidi Energi , ,5 46, , , ,7 43,1 a. BBM , ,1 47, , , ,7 34,8 b. Listrik , ,4 43, , , ,0 48,0 2. Subsidi Non-Energi , ,3 10, , , ,3 24,5 a. Pangan 8.589, ,1 16, , , ,5 50,0 b. Pupuk 7.809, ,4 31, , , ,0 37,9 c. Benih 1.021, , ,4 - - d. PSO 1.729,1 369,9 21, , ,0 309,1 22,7 e. Kredit Program 2.148,4 571,7 26, , ,5 372,7 7,9 f. Bahan Baku Kedele 500, g. Minyak Goreng 500,0 44,2 8, h. Pajak , , ,0 - - i. Obat Generik ,0 50,0 14,3 *) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan adalah karena pembulatan. Sumber : Departemen Keuangan GRAFIK III.2 SUBSIDI BBM, SEMESTER I ,7% ,7% ,3% ,4% Miliar Rp SMT-I APBN-P Sumber:Departemen Keuangan Laporan Semester I Tahun 2009 III-11

64 BAB III Belanja Pemerintah Pusat Subsidi Energi Realisasi anggaran subsidi energi, yang terdiri dari subsidi BBM dan subsidi listrik, sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp19.318,3 miliar, yang berarti menyerap 18,7 persen dari dari pagu anggaran subsidi energi yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp ,6 miliar, atau 28,8 persen dari pagu anggaran subsidi energi dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp67.017,1 miliar. Berdasarkan realisasinya sampai dengan 29 Mei 2009, dan sekaligus memperhitungkan tagihan beban subsidi energi yang direncanakan akan dibayarkan hingga 30 Juni 2009, maka realisasi pembayaran anggaran subsidi energi dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp28.911,7 miliar, atau menyerap 27,9 persen dari pagu anggaran subsidi energi yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 43,1 persen dari pagu anggaran subsidi dalam dokumen stimulus fiskal APBN Realisasi anggaran subsidi energi dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti mengalami penurunan sebesar Rp57.960,8 miliar atau 66,7 persen apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran subsidi energi dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp86.872,5 miliar. Penurunan realisasi anggaran subsidi energi dalam semester I tahun 2009 tersebut terutama disebabkan oleh masih rendahnya realisasi anggaran subsidi BBM. Subsidi BBM, diberikan dengan maksud untuk mengendalikan harga jual BBM di dalam negeri, sebagai salah satu jenis komoditas strategis bagi kebutuhan dasar masyarakat, sedemikian rupa sehingga dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini dikarenakan harga jual BBM dalam negeri sangat dipengaruhi oleh perkembangan berbagai faktor eksternal, terutama harga minyak mentah di pasar dunia, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Mengingat perkembangan harga minyak mentah dunia periode akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009 mengalami penurunan, maka dalam bulan Januari 2009 Pemerintah telah menurunkan harga jual eceran premium dari semula Rp5.000/liter menjadi Rp4.500/liter, dan harga jual eceran minyak solar dari semula Rp4.800/liter menjadi Rp4.500/liter. Sementara itu, harga jual eceran minyak tanah tidak berubah (tetap). Pada saat ini, BBM bersubsidi hanya diberikan pada beberapa jenis BBM tertentu, yaitu meliputi Premium, Minyak tanah (kerosene), minyak solar, dan LPG. Subsidi LPG diberikan dengan maksud untuk mengurangi anggaran subsidi BBM jenis minyak tanah. Pengalihan penggunaan minyak tanah ke LPG tersebut dilakukan untuk menjamin penyediaan dan pengadaan bahan bakar di dalam negeri. Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi pembayaran subsidi BBM kepada PT. Pertamina mencapai Rp5.802,7 miliar, yang berarti menyerap 10,1 persen dari pagu anggaran subsidi energi yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 23,7 persen dari pagu anggaran subsidi BBM dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp24.517,1 miliar. Berdasarkan realisasi subsidi BBM sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan dengan memperhitungkan rencana pembayaran subsidi BBM sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi subsidi BBM dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp8.521,7 miliar, yang berarti menyerap 14,8 persen dari pagu anggaran subsidi BBM yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 34,8 persen dari pagu anggaran subsidi BBM dalam dokumen stimulus fiskal APBN Perkiraan realisasi pembayaran subsidi BBM dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti Rp51.988,4 miliar, atau 85,9 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi anggaran subsidi BBM dalam periode yang sama dalam tahun 2008 sebesar Rp60.510,1 miliar. Ada dua faktor utama penyebab lebih rendahnya perkiraan realisasi pembayaran subsidi BBM dalam semester I tahun Pertama, lebih rendahnya realisasi III-12 Laporan Semester I Tahun 2009

65 Belanja Pemerintah Pusat BAB III harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia pada periode tersebut apabila dibandingkan dengan asumsi yang ditetapkan dalam APBN Dalam semester I tahun 2009 (Januari Juni 2009), harga rata-rata ICP mencapai US$52,0 per barel, lebih rendah US$57,36 per barel atau 52,45 persen bila dibandingkan dengan rata-rata ICP dalam semester I tahun 2008 yang mencapai US$109,36 per barel (lihat Tabel III.5 dan Grafik III.3). Kedua, lebih rendahnya perkiraan realisasi volume konsumsi BBM selama semester I tahun 2009, yang mencapai 18,0 juta kilo liter apabila dibandingkan dengan realisasi volume konsumsi BBM selama semester I tahun 2008 sebesar 19,6 juta kilo liter (Grafik III.4). TABEL III.5 SUBSIDI BBM, Uraian Asumsi dan Parameter : 1. ICP (US$/barel) - Asumsi APBN-P 64,00 60,00 95, Realisasi Sem-I (Jan-Juni) 65,33 62,93 109, Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) - Asumsi APBN-P 9.300, , , Realisasi Sem-I (Jan-Juni) Volume BBM (ribu kiloliter) - Asumsi APBN-P , , , ,4 - Realisasi Sem-I (Jan-Juni) , , , ,5 Beban Anggaran (miliar Rp) - Pagu APBN-P , , , ,1 - Realisasi Sem-I 4.740, , , ,7 *) *) Perkiraan realisasi Sumber : Departemen Keuangan 160,00 GRAFIK III.3 PERKEMBANGAN ICP, SEMESTER I ,00 US$/barel 80,00 40,00 0,00 Januari Februari Maret April Mei Juni ,26 61,19 61,72 68,92 70,01 67, ,81 57,62 61,49 67,91 68,60 69, ,09 94,64 103,11 109,31 124,67 132, ,89 43,1 46,95 50,62 57,86 70 Sumber:Departemen Keuangan Anggaran subsidi listrik dialokasikan dalam anggaran belanja negara dengan tujuan agar harga jual listrik dapat terjangkau oleh pelanggan dengan golongan tarif tertentu (masyarakat berpenghasilan rendah dan industri kecil menengah). Dengan pemberian subsidi listrik, maka Laporan Semester I Tahun 2009 III-13

66 BAB III Belanja Pemerintah Pusat GRAFIK III.4 VOLUME KONSUMSI BBM SEMESTER I, Jun Mei Apr Mar Feb Jan Jun Mei Apr Mar Feb Jan Jun Mei Apr Mar Feb Jan Jun Mei Apr Mar Feb Jan Premium Kerosene Solar - 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4, Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Premium 1,3 1,2 1,4 1,3 1,4 1,4 1,4 1,3 1,4 1,4 1,5 1,5 1,6 1,4 1,6 1,6 1,7 1,5 1,7 1,5 1,7 1,7 1,6 1,6 Kerosene 0,8 0,8 0,8 0,8 0,9 0,9 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,5 0,5 0,4 0,4 0,5 0,5 Solar 0,8 0,8 0,9 0,8 0,9 0,9 0,9 0,8 0,9 0,8 0,9 0,9 1,0 0,9 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 0,5 0,7 0,9 1,1 1,0 Sumber: Departemen Keuangan Juta KL rata-rata harga jual tenaga listrik (HJTL) lebih rendah dari biaya pokok produksi (BPP) tenaga listrik pada tegangan di golongan tarif tersebut. Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi pembayaran subsidi listrik kepada PT PLN mencapai Rp13.515,6 miliar, yang berarti 29,4 persen dari pagu anggaran subsidi listrik yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 31,8 persen dari pagu anggaran subsidi listrik dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp42.500,0 miliar. Berdasarkan realisasi subsidi listrik sampai dengan 29 Mei tahun 2009 tersebut, dan memperhitungkan rencana penyelesaian beban tagihan pembayaran subsidi listrik sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi anggaran subsidi listrik dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp20.390,0 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 44,4 persen dari pagu anggaran subsidi listrik yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 48,0 persen dari pagu anggaran subsidi listrik yang ditetapkan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun Perkiraan realisasi pembayaran subsidi listrik dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti Rp5.972,4 miliar atau 22,7 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi subsidi listrik pada periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp26.362,4 miliar (Grafik III.5). Lebih rendahnya perkiraan realisasi pembayaran subsidi listrik dalam semester I tahun 2009 tersebut, terutama berkaitan dengan turunnya biaya pokok produksi listrik seiring dengan turunnya harga minyak mentah dunia. Subsidi Non-energi Subsidi non-energi dalam anggaran belanja negara menampung alokasi anggaran untuk subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi atau bantuan PSO, subsidi bunga kredit program, dan subsidi pajak ditanggung pemerintah (DTP). Dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009, pemerintah mengalokasikan jenis subsidi baru, yaitu subsidi obat generik, dan subsidi bunga untuk air bersih (kredit program). Selain itu, dalam rangka membantu meringankan beban masyarakat, pemerintah juga menganggarkan subsidi pajak berupa pajak penghasilan (PPh) DTP pasal 21. Realisasi anggaran belanja subsidi non-energi sampai III-14 Laporan Semester I Tahun 2009

67 Belanja Pemerintah Pusat BAB III GRAFIK III.5 SUBSIDI LISTRIK, SEMESTER I ,3% ,7% ,9% ,4% SMT-I ,0 APBN-P ,6 Sumber: Departemen Keuangan miliar rupiah GRAFIK III.6 PENJUALAN TENAGA LISTRIK, Juni Mei April Maret Februari ribu Kwh Januari 9.400, , , , , , , , ,0 Januari Februari Maret April Mei Juni , , , , , , , , , , , ,2 Sumber: Departemen Keuangan dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp4.727,4 miliar, yang berarti menyerap 7,5 persen dari pagu anggaran subsidi non-energi yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp63.133,0 miliar, atau 8,4 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp56.509,0 miliar. Berdasarkan realisasinya sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan sekaligus memperhitungkan rencana penyelesaian tagihan atas beban subsidi non-energi Laporan Semester I Tahun 2009 III-15

68 BAB III Belanja Pemerintah Pusat pada sisa waktu hingga 30 Juni 2009, maka realisasi pembayaran subsidi non-energi dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp13.865,3 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 22,0 persen dari pagu anggaran subsidi non-energi yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 24,5 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun Perkiraan realisasi pembayaran subsidi non-energi dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti Rp9.016,0 miliar, atau 185,9 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi pembayaran subsidi non-energi dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp4.849,3 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi anggaran subsidi non-energi dalam semester I tahun 2009 terutama disebabkan oleh penyerapan subsidi pangan dan subsidi pupuk dalam semester I tahun 2009 yang lebih tinggi dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun 2008, dan adanya jenis subsidi baru berupa subsidi obat generik dan subsidi bunga untuk air bersih (kredit program) dalam tahun Subsidi pangan yang dialokasikan dalam APBN bertujuan untuk membantu masyarakat yang kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan pokok berupa beras murah, melalui kebijakan penjualan beras dengan harga dibawah harga pasar, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Perum Bulog. Besar kecilnya alokasi anggaran subsidi pangan tergantung kepada penetapan banyaknya rumah tangga sasaran (RTS) yang dapat membeli beras, besarnya jumlah yang dapat dibeli per RTS per bulan, durasi penjualan beras, harga jual beras, dan harga pembelian beras oleh Perum Bulog. Sampai dengan 29 Mei 2009 realisasi pembayaran subsidi pangan masih nihil, namun dengan memperhitungkan tagihan beban subsidi pangan yang direncanakan akan dibayarkan hingga 30 Juni 2009, maka realisasi pembayaran subsidi pangan dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp6.493,5 miliar, yang berarti menyerap sekitar 50,0 persen dari dari pagu anggaran subsidi pangan yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp12.987,0 miliar. Perkiraan realisasi anggaran subsidi pangan dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti Rp5.069,4 miliar, atau 356,0 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan pembayaran subsidi pangan dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp1.424,1 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi subsidi pangan dalam semester I tahun 2009 tersebut, berkaitan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 99/PMK.02/2009, yang mengatur penugasan pemerintah kepada Perum Bulog dimana kepada Perum Bulog dapat diberikan pembayaran tahap pertama maksimal separuh dari pagu anggaran subsidi pangan program Raskin dengan dilampiri berita acara verifikasi, sedangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.02/2008 tidak diatur pembayaran tahap pertama. Sementara itu, subsidi pupuk dialokasikan dalam rangka mendukung program revitalisasi pertanian sebagaimana diamanatkan dalam PP No.7 Tahun 2005 tentang RPJM. Penyediaan pupuk ini, selain bertujuan untuk meringankan beban petani dalam memenuhi kebutuhan pupuk dengan harga murah, juga dimaksudkan untuk mendukung program ketahanan pangan secara berkesinambungan. Anggaran subsidi pupuk ini, selain dialokasikan dan disalurkan melalui produsen maupun distributor pupuk, yaitu PT Pupuk Sriwijaya, PT Pupuk Kaltim, PT Pupuk Kujang Cikampek, dan PT Pupuk Petrokimia Gresik, juga disalurkan ke PT Pertani dan PT Sang Hyang Seri berupa bantuan langsung pupuk, serta untuk biaya pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi. Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi anggaran subsidi pupuk mencapai Rp4.525,7 miliar, yang berarti menyerap 25,8 persen dari pagu anggaran subsidi pupuk yang ditetapkan dalam APBN 2009, dan dokumen stimulus fiskal III-16 Laporan Semester I Tahun 2009

69 Belanja Pemerintah Pusat BAB III TABEL III.6 SUBSIDI PANGAN, Uraian Subsidi Pangan (miliar Rp) - APBN-P Semester I *) Parameter yang mempengaruhi Kuantum (ton) - APBN-P Real Sem-I (Jan-Juni) RTS (KK) HPB (Rp/Kg) Harga Jual (Rp/Kg) *) Perkiraan realisasi Sumber: Departemen Keuangan GRAFIK III.7 SUBSIDI PANGAN, SEMESTER I ,0% ,6% ,1% ,7% , , , , , , ,0 Miliar Rp SMT-I 1.117, , , ,5 APBN-P 5.965, , , ,0 Sumber: Departemen Keuangan APBN tahun 2009 sebesar Rp17.537,0 miliar. Berdasarkan realisasinya sampai dengan 29 Mei 2009, dan sekaligus memperhitungkan tagihan beban subsidi yang direncanakan akan dibayarkan hingga 30 Juni 2009, maka realisasi pembayaran subsidi pupuk dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp6.640,0 miliar, atau menyerap sekitar 37,9 persen dari pagu anggaran subsidi pupuk yang ditetapkan dalam APBN 2009, dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun Perkiraan realisasi pembayaran subsidi pupuk dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti Rp4.200,6 miliar atau 172,2 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi pembayaran subsidi pupuk dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp2.439,4 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi anggaran subsidi pangan Laporan Semester I Tahun 2009 III-17

70 BAB III Belanja Pemerintah Pusat dalam semester I tahun 2009 tersebut, selain karena musim tanam sudah dimulai pada awal tahun, juga disebabkan oleh pendistribusian maupun dokumen pencairan yang dibutuhkan dapat disampaikan lebih awal dibandingkan dengan tahun sebelumnya. TABEL III.7 PERKEMBANGAN HARGA GAS UNTUK PUPUK UREA, (US$/MMBTU) Produsen PT Pupuk Sriwidjaja 2,15 2,33 3,3 3,48 - PT Pupuk Kaltim 2,59 2,79 6,91 3,79 - PT Pupuk Kujang Cikampek 2,55 3,2 3,8 4 - PT Pupuk Petrokimia Gresik 2,3 2,3 2,75 2,5 - PT Pupuk Iskandar Muda Sumber: Departemen Keuangan Di samping melalui subsidi pupuk, dukungan terhadap program revitalisasi pertanian, juga dilakukan melalui penyediaan anggaran untuk subsidi benih, khususnya guna membantu meringankan beban petani dalam melengkapi kebutuhan akan sarana produksi pertanian di bidang benih. Dengan demikian, pengalokasian anggaran subsidi benih dalam APBN 2009 direncanakan untuk mendukung peningkatan produktifitas pertanian melalui penyediaan benih unggul untuk padi, jagung, dan kedelai dengan harga terjangkau, dan pendistribusiannya dilakukan oleh PT Sang Hyang Sari dan PT Pertani. Seperti pada tahuntahun sebelumnya, realisasi anggaran subsidi benih hingga akhir semester I tahun 2009 diperkirakan masih nihil. Hal tersebut lebih dikarenakan belum selesainya proses administrasi dan aturan teknis pembayaran subsidi benih yang terkait dengan proses penyelesaian dokumen yang dibutuhkan. Selanjutnya, dalam rangka memberikan kompensasi finansial kepada BUMN-BUMN tertentu yang diberikan tugas untuk menjalankan kewajiban pelayanan umum (public service obligation, PSO), seperti penyediaan jasa di daerah tertentu dan/atau dengan tingkat tarif yang relatif lebih murah dari harga pasar, dalam APBN tahun 2009 juga dialokasikan anggaran untuk subsidi/bantuan PSO. Alokasi anggaran subsidi/bantuan PSO tersebut antara lain diberikan kepada PT Kereta Api untuk penugasan layanan jasa angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi; PT Pelni untuk penugasan layanan jasa angkutan penumpang laut kelas ekonomi; dan PT Posindo untuk tugas layanan jasa pos di daerah terpencil. Dalam APBN 2009, subsidi/bantuan PSO juga diberikan kepada PT LKBN Antara untuk penugasan layanan berita berupa teks, foto, radio, multimedia, english news, dan TV. Sampai dengan 29 Mei tahun 2009, realisasi pembayaran bantuan PSO kepada beberapa BUMN tersebut, belum terdapat realisasi. Berdasarkan mekanisme pencairan subidi PSO pada tahun-tahun sebelumnya, dan dengan memperhitungkan rencana penyelesaian beban pembayaran bantuan PSO sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi subsidi/bantuan dalam rangka pelaksanaan penugasan kewajiban layanan umum (PSO) dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp309,1 miliar, atau 22,7 persen dari pagu bantuan PSO dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal tahun Perkiraan realisasi pembayaran bantuan PSO dalam semester I tahun 2009 tersebut, berarti Rp60,9 miliar atau 16,5 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi anggaran subsidi/bantuan PSO pada periode yang III-18 Laporan Semester I Tahun 2009

71 Belanja Pemerintah Pusat BAB III sama tahun 2008 sebesar Rp369,9 miliar. Lebih rendahnya perkiraan realisasi bantuan/ subsidi PSO dalam semester I tahun 2009 tersebut, terutama dipengaruhi oleh belum adanya rencana penarikan dana PSO selama semester I tahun 2009 oleh PT Pelni, sedangkan dalam periode yang sama tahun 2008 dana PSO PT Pelni sudah dicairkan. Sementara itu, untuk membantu meringankan beban masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan sumber dana dengan bunga yang relatif lebih rendah, dalam APBN juga dialokasikan anggaran untuk subsidi bunga kredit program. Subsidi bunga kredit program tersebut diberikan antara lain untuk skim kredit ketahanan pangan dan energi (KKP-E), skim kredit program eks-klbi yang dikelola oleh PT PNM, imbal jasa penjaminan atas penyaluran kredit usaha rakyat (IJP KUR), skim kredit pemilikan rumah sederhana sehat (KPRSh) dan rumah susun sederhana milik (Rusunami), skim beban pemerintah atas risk sharing terhadap KKP-E yang bermasalah, serta skim kredit pengembangan energi nabati dan revitalisasi perkebunan sebagai salah satu upaya untuk mendukung program diversifikasi energi. Selain dari berbagai skim kredit program yang telah berjalan selama ini sebagaimana diuraikan di atas, dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 juga dialokasikan anggaran subsidi bunga untuk air bersih dalam rangka meningkatkan penyediaan sarana air bersih kepada masyarakat. Sampai dengan tanggal 29 Mei 2009, realisasi subsidi bunga kredit program mencapai Rp201,7 miliar, atau 4,3 persen dari pagu anggaran subsidi bunga kredit program dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp4.709,5 miliar. Berdasarkan realisasi anggaran subsidi bunga kredit program sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan dengan memperhitungkan rencana penarikan dan tagihan beban pembayaran subsidi bunga kredit program sampai dengan akhir bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran subsidi bunga kredit program dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp372,7 miliar, yang berarti menyerap 8,0 persen dari pagu anggaran subsidi bunga kredit program yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp4.683,6 miliar, atau 7,9 persen dari pagu anggaran subsidi bunga kredit program dalam dokumen stimulus fiskal APBN Perkiraan realisasi pembayaran subsidi bunga kredit program dalam semester I tahun 2009 tersebut, berarti Rp199,0 miliar atau 34,8 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi subsidi bunga kredit program pada periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp571,7 miliar. Lebih rendahnya perkiraan realisasi anggaran subsidi bunga kredit program dalam semester I tahun 2009 tersebut, terutama disebabkan oleh rendahnya penarikan dana subsidi untuk KPRSh terkait dengan proses verifikasi dokumen sedang berjalan, sedangkan untuk alokasi subsidi bunga kredit program yang baru pada tahun 2009 yaitu subsidi bunga untuk air bersih, resi gudang, dan kredit usaha sektor peternakan masih menunggu peraturan pelaksanaannya. Selain dari berbagai jenis subsidi harga tersebut, dalam APBN 2009 juga disediakan anggaran untuk subsidi pajak yang akan dialokasikan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatankegiatan atau program-program tertentu yang mendapatkan insentif pajak, berupa pajak yang ditanggung pemerintah (DTP). Pada dasarnya pemberlakuan pajak DTP dalam pelaksanaan APBN bersifat in-out, dalam arti, di sisi pendapatan akan tercatat sebagai penerimaan perpajakan, sementara di sisi belanja tercatat sebagai belanja subsidi pajak. Dalam APBN 2009, anggaran subsidi pajak ditetapkan sebesar Rp25.250,0 miliar, sedangkan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 alokasi anggaran subsidi pajak mengalami penurunan sebesar Rp7.000,0 miliar menjadi sebesar Rp18.250,0 miliar. Dalam semester I tahun 2009 belum terdapat realisasi anggaran subsidi pajak. Laporan Semester I Tahun 2009 III-19

72 BAB III Belanja Pemerintah Pusat Program pemberian subsidi obat generik dilaksanakan untuk meringankan beban hidup masyarakat. Subsidi obat generik ini telah disepakati bersama antara Pemerintah dan Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat RI dalam paket stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp350,0 miliar. Realisasi anggaran subsidi obat generik sampai dengan 29 Mei 2009 masih nihil, sedangkan realisasi subsidi obat generik dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp50,0 miliar, atau sekitar 14,3 persen dari pagu anggaran subsidi obat generik dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun Subsidi obat generik diberikan untuk mensubsidi 48 item bahan baku obat dan subsidi untuk menurunkan harga atas 13 item obat jadi dengan selisih perhitungan nilai tukar yang berlaku saat pembayaran importasi bahan baku dengan asumsi APBN tahun Bantuan Sosial Bantuan sosial merupakan pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. Tujuan diberikannya bantuan sosial adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada individu, kelompok atau komunitas yang secara ekonomi lemah (miskin). Bantuan ini bisa bersifat sementara (misalnya untuk korban bencana), atau bersifat tetap (misalnya untuk penyandang cacat). Bantuan dapat diberikan langsung kepada penerima dalam bentuk uang atau barang (in-cash transfers). Sifat bantuan bisa diberikan dengan syarat (conditional) atau tanpa syarat (unconditional). Secara umum, belanja bantuan sosial dikelompokkan menjadi empat jenis: (1) bantuan dan pelayanan kesejahteraan sosial, meliputi antara lain pelayanan pendidikan melalui bantuan operasional sekolah (BOS), penyediaan beasiswa pendidikan bagi siswa/mahasiswa miskin, pelayanan kesehatan gratis di puskesmas maupun rumah sakit kelas III melalui askeskin/ jamkesmas; (2) bantuan sosial bidang pemberdayaan masyarakat, diberikan berbasis masyarakat, yang dialokasikan untuk menciptakan atau meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya; (3) bantuan uang tunai, yang diberikan kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang telah memenuhi persyaratan dalam program keluarga harapan; dan (4) bantuan bagi kelompok masyarakat yang mengalami kehilangan pendapatan dan harta karena peristiwa tiba-tiba seperti bantuan bagi korban bencana alam. Realisasi anggaran bantuan sosial sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 mencapai Rp16.424,6 miliar, yang berarti menyerap 20,8 persen dari pagu anggaran bantuan sosial dalam APBN 2009 atau dalam dokumen stimulus fiskal tahun Selanjutnya, dengan memperhitungkan perkiraan daya serap anggaran selama bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja bantuan sosial pada semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp19.313,1 miliar, atau 24,5 persen dari pagu anggarannya dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal 2009 sebesar Rp78.973,1 miliar. Perkiraan realisasi anggaran bantuan sosial dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti menunjukan peningkatan Rp6.304,6 miliar atau 48,5 persen bila dibandingkan dengan realisasi bantuan sosial dalam semester I tahun 2008 yang mencapai Rp13.008,4 miliar atau 21,8 persen dari pagu-nya dalam APBN-P Lebih tingginya perkiraan realisasi belanja bantuan sosial dalam semester I tahun 2009 tersebut terutama disebabkan oleh adanya pencairan dana pada triwulan I tahun 2009 untuk program dan kegiatan tahun 2008 yang diluncurkan ke tahun III-20 Laporan Semester I Tahun 2009

73 Belanja Pemerintah Pusat BAB III Belanja Lain-lain Belanja Lain-lain dalam anggaran belanja pemerintah pusat menampung antara lain alokasi anggaran untuk cadangan risiko fiskal seperti risiko asumsi makro, dan belanja lainnya terkait dengan berbagai kebijakan pemerintah seperti program konversi minyak tanah ke LPG dan program bantuan langsung tunai. Realisasi anggaran belanja lain-lain sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp12.338,9 miliar, yang berarti menyerap 18,9 persen dari pagu anggaran belanja lain-lain yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp65.123,5 miliar, atau 21,8 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp56.645,2 miliar. Berdasarkan realisasinya sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan sekaligus memperhitungkan berbagai program dan langkah-langkah kebijakan yang sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah hingga 30 Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja lain-lain dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp14.819,7 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 22,8 persen dari pagu anggaran belanja lain-lain yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 26,1 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun Perkiraan realisasi anggaran belanja lain-lain dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti Rp9.292,9 miliar, atau 168,1 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja lain-lain dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp5.526,8 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi anggaran belanja lain-lain dalam semester I tahun 2009 tersebut terutama disebabkan oleh adanya penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) pada bulan Januari dan Februari tahun 2009, dan berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu legislatif, dan adanya persiapan pelaksanaan dan pengawasan Pemilu pada bulan April dan Juli Perkiraan realisasi anggaran belanja lain-lain dalam semester I tahun 2009 tersebut antara lain meliputi: (1) belanja keperluan mendesak sebesar Rp75,2 miliar; (2) pembayaran surveyor sebesar Rp33,8 miliar; (3) biaya pemungutan PBB sebesar Rp13,9 miliar; (4) belanja penunjang sebesar Rp177,4 miliar, dan (5) pengeluaran terprogram sebesar Rp14.519,4 miliar, yaitu antara lain meliputi realisasi anggaran TVRI dan RRI masing-masing sebesar Rp195,4 miliar dan Rp228,8 miliar, serta realisasi bantuan langsung tunai sebesar Rp3.807,8 miliar Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi dalam Semester I Tahun 2009 Belanja pemerintah pusat menurut organisasi secara garis besar terdiri dari dua bagian anggaran (BA) umum, yaitu: (i) BA kementerian negara/lembaga (K/L), dan (ii) bagian anggaran yang dikelola oleh Bendahara Umum Negara (BA-BUN). BA K/L merupakan bagian anggaran belanja pemerintah pusat yang dikelola oleh K/L dalam rangka pelaksanaan program-program pemerintah yang telah digariskan dalam rencana kerja pemerintah (RKP). Sementara itu, BA APP merupakan bagian anggaran belanja pemerintah pusat yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, dalam rangka pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang bersifat lintas sektoral, atau tidak dapat dilaksanakan secara langsung oleh K/L sebagai pengguna anggaran, seperti subsidi dan pembayaran bunga utang. Sebagaimana diketahui, bahwa dalam rangka mengatasi dan atau memperkecil dampak negatif dari krisis ekonomi global, Pemerintah bersama-sama dengan Panitia Anggaran Laporan Semester I Tahun 2009 III-21

74 BAB III Belanja Pemerintah Pusat Dewan Perwakilan Rakyat telah menyepakati langkah-langkah penyesuaian kebijakan fiskal, dengan antara lain memperluas program stimulus fiskal APBN Kebijakan stimulus fiskal tersebut dilakukan antara lain melalui tambahan alokasi anggaran belanja K/L dalam rangka penciptaan kesempatan kerja serta penyerapan dampak PHK yang dilakukan melalui pembangunan infrastruktur padat karya di berbagai bidang. Dengan langkah-langkah penyesuaian tersebut, belanja negara mengalami penurunan sebesar Rp48.980,0 miliar, yaitu dari Rp ,3 miliar dalam APBN 2009 menjadi Rp ,3 miliar dalam dokumen stimulus fiskal APBN Penurunan tersebut terjadi pada belanja pemerintah pusat sebesar Rp31.340,8 miliar, dan transfer ke daerah sebesar Rp17.639,2 miliar, terutama sebagai dampak perubahan asumsi makro, harga minyak mentah Indonesia dan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masing-masing dari US$80 per barel dan Rp9.400 per US$ dalam APBN 2009 menjadi masing-masing US$45 per barel dan US$ per US$ dalam dokumen stimulus fiskal APBN Walaupun volume anggaran belanja pemerintah pusat secara total mengalami penurunan yang cukup besar, akan tetapi alokasi anggaran belanja kementerian negara/lembaga tetap dipertahankan, bahkan dengan adanya stimulus fiskal, maka alokasi anggaran belanja kementerian negara/lembaga (K/L) justru mengalami peningkatan Rp11.335,0 miliar menjadi Rp ,4 miliar dari semula sebesar Rp ,4 miliar dalam APBN Tetap dipertahankannya anggaran belanja K/L tersebut terutama dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan dan program yang telah direncanakan dapat berjalan secara tepat waktu, dan kecepatan penyerapan anggaran belanja dapat ditingkatkan, sehingga diharapkan mampu memberikan stimulasi bagi kegiatan ekonomi. Selain melalui stimulus fiskal, dalam mengatasi dampak negatif dari krisis ekonomi global tersebut, pemerintah juga telah melakukan berbagai upaya untuk mempercepat penyerapan APBN. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan daya serap anggaran adalah dengan mempercepat lelang dan tender pengadaan barang dan jasa pemerintah bahkan sebelum tahun anggaran 2009 dimulai. Berdasarkan berbagai langkah kebijakan tersebut, sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi anggaran belanja K/L mencapai Rp77.299,1 miliar, yang berarti menyerap 24,0 persen dari pagu alokasi belanja K/L yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 23,2 persen dari pagu anggaran belanja K/L dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp ,4 miliar. Berdasarkan realisasi belanja K/L sampai dengan 29 Mei tahun 2009 tersebut, dan memperhitungkan perkiraan daya serap anggaran dan berbagai langkah kebijakan yang sedang dan akan dilakukan pemerintah sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja K/L dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp95.914,6 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 29,8 persen dari pagu alokasi belanja K/L yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 28,7 persen dari pagu anggaran belanja K/L dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun Perkiraan realisasi anggaran belanja K/L dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti Rp13.267,8 miliar atau 16,1 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja K/L pada periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp82.646,8 miliar (28,5 persen dari pagunya). Lebih tingginya perkiraan realisasi anggaran belanja K/ L dalam semester I tahun 2009 tersebut, terutama berkaitan dengan adanya kebijakan pemerintah untuk mempercepat proses penyerapan anggaran, yang sudah dimulai sejak kuartal II Realisasi Belanja 10 K/L terbesar dalam Semester I tahun dapat dilihat pada Grafik III.8 dan Grafik III.9. III-22 Laporan Semester I Tahun 2009

75 Belanja Pemerintah Pusat BAB III GRAFIK III.8 DAYA SERAP 10 K/L TERBESAR, SEMESTER I Persen 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 - Rata Rata Rata Rata Rata Rata Rata Rata Rata Rata DEPDAGRI DEPHAN DEPKEU DEPTAN DEP HUB DEPDIKNAS DEPKES DEPAG DEP PU POLRI Sumber: Depa rtemen Keuanga n miliar rupiah GRAFIK III.9 BELANJA 10 K/L TERBESAR, SEMESTER I , , , , , , , , , ,0 - DEPDIKNAS DEPHAN POLRI DEP PU DEPAG DEPKES DEPKEU DEPHUB DEPTAN DEPDAGRI Sumber: Departemen Keuangan Secara lebih rinci, perkiraan realisasi anggaran belanja dari masing-masing K/L terbesar tersebut dalam semester I tahun 2009 adalah (1) Departemen Pertahanan Rp17.520,0 miliar (52,0 persen dari pagunya); (2) Departemen Pendidikan Nasional Rp18.187,9 miliar (29,3 persen dari pagunya); (3) Kepolisian Negara RI Rp10.784,2 miliar (43,5 persen dari pagunya); (4) Departemen Pekerjaan Umum Rp9.408,3 miliar (26,9 persen dari pagunya); dan (5) Departemen Agama Rp7.848,7 miliar (29,4 persen dari pagunya). Realisasi anggaran belanja Departemen Pertahanan sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp14.127,0 miliar, yang berarti menyerap 42,0 persen dari pagu alokasi belanja Departemen Pertahanan yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dokumen stimulus fiskal Laporan Semester I Tahun 2009 III-23

76 BAB III Belanja Pemerintah Pusat APBN tahun 2009 sebesar Rp33.667,6 miliar. Dari realisasi anggaran belanja Departemen Pertahanan tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp7.594,4 miliar (53,8 persen), belanja barang mencapai Rp3.020,4 miliar (21,4 persen), dan belanja modal mencapai Rp3.512,3 miliar (24,9 persen). Berdasarkan realisasi belanja Departemen Pertahanan sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja Departemen Pertahanan dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp17.520,0 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 52,0 persen dari pagu alokasi belanja Departemen Pertahanan yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp33.667,6 miliar. Perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja Departemen Pertahanan dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti lebih tinggi 7,5 persen bila dibandingkan dengan realisasi penyerapan anggaran belanja Departemen Pertahanan pada periode yang sama tahun 2008, sebesar 44,6 persen. Perkiraan realisasi anggaran tersebut antara lain digunakan untuk membiayai program penerapan keperintahan yang baik, program pengembangan industri pertahanan, program pengembangan pertahanan matra darat, dan program pengembangan pertahanan matra laut, serta program pengembangan pertahanan matra udara. Pada program pengembangan industri pertahanan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatankegiatan: (1) pengembangan sistem industri pertahanan; (2) pengembangan materiil industri pertahanan; dan (3) pengadaan alutsista TNI. Sementara, pada program pengembangan matra darat, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pelayanan publik atau birokrasi; (2) pengembangan personil matra darat; dan (3) perbaikan/pemeliharaan/perbaikan alutsista TNI. Pada program pengembangan matra laut, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) perbaikan/pemeliharaan/perbaikan alutsista TNI; (2) pengembangan personil matra laut; dan (3) pengembangan materiil matra laut. Adapun, pada program pengembangan matra udara, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) perbaikan/pemeliharaan/perbaikan alutista TNI; (2) pengembangan personil matra udara; dan (3) pelayanan publik atau birokrasi. Sementara itu, realisasi anggaran belanja Departemen Pendidikan Nasional sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp14.864,7 miliar, yang berarti menyerap 23,9 persen dari pagu alokasi belanja Departemen Pendidikan Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp62.098,3 miliar. Dari realisasi anggaran belanja Departemen Pendidikan Nasional tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp2.052,1 miliar (13,8 persen), belanja barang mencapai Rp1.971,2 miliar (13,3 persen), belanja modal mencapai Rp212,5 miliar (1,4 persen), dan bantuan sosial mencapai Rp10.628,9 miliar (71,5 persen). Berdasarkan realisasi anggaran belanja Departemen Pendidikan Nasional sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi belanja Departemen Pendidikan Nasional dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp18.187,9 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 29,3 persen dari pagu alokasi belanja Departemen Pendidikan Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun Perkiraan realisasi penyerapan belanja Departemen Pendidikan Nasional dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti relatif sama bila dibandingkan dengan realisasi penyerapan pada tahun 2008, sebesar 29,3 persen. Sebagian besar dari perkiraan realisasi anggaran belanja Departemen Pendidikan Nasional dalam semester I tahun 2009 tersebut digunakan antara III-24 Laporan Semester I Tahun 2009

77 Belanja Pemerintah Pusat BAB III lain untuk membiayai program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, program pendidikan menengah, program pendidikan tinggi, dan program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Pada program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) bantuan operasional sekolah (BOS); (2) subsidi tunjangan profesi guru; (3) pengembangan sekolah dengan standar nasional dan internasional; dan (4) pembinaan pendidikan tenaga pendidik. Sementara, pada program pendidikan menengah, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) subsidi tunjangan profesi guru; (2) bantuan operasional peningkatan mutu siswa SMK; dan (3) perencanaan peningkatan mutu dan evaluasi SMK. Adapun, pada program pendidikan tinggi, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) peningkatan penelitian dan pengabdian masyarakat; (2) pembinaan tridharma perguruan tinggi; dan (3) penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp8.986,8 miliar yang berarti menyerap 36,2 persen dari pagu alokasi belanja Kepolisian Negara RI yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp24.816,7 miliar. Dari realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp6.712,0 miliar (74,7 persen), belanja barang mencapai Rp1.858,8 miliar (20,7 persen), dan belanja modal mencapai Rp416,0 miliar (4,6 persen). Berdasarkan realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp10.784,2 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 43,5 persen dari pagu alokasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun Perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja Kepolisian Negara RI dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti lebih rendah 2,6 persen bila dibandingkan dengan realisasi penyerapan anggaran belanja Kepolisian Negara RI pada tahun 2008 sebesar 46,0 persen. Sebagian besar dari perkiraan realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI tersebut digunakan antara lain untuk membiayai program pemeliharaan Kamtibmas, program pengembangan sarana dan prasarana kepolisian, program penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, dan program pengembangan SDM kepolisian. Pada program pemeliharaan Kamtibmas, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pelayanan keamanan; (2) pelayanan publik atau birokrasi; dan (3) pengaturan dan penertiban kegiatan masyarakat/instansi. Sementara itu, pada program pengembangan sarana dan prasarana kepolisian, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pembangunan materiil dan fasilitas Polri; (2) penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran; dan (3) pelayanan publik atau birokrasi. Adapun, pada program penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, alokasi anggaran digunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan publik atau birokrasi. Sementara itu, realisasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp7.840,3 miliar, yang berarti menyerap 22,4 persen dari pagu alokasi belanja Departemen Pekerjaan Umum yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp34.987,5 miliar, atau menyerap 18,9 persen dari pagu anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp41.588,7 miliar. Dari realisasi Laporan Semester I Tahun 2009 III-25

78 BAB III Belanja Pemerintah Pusat anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum sampai 29 Mei 2009 tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp271,5 miliar (3,5 persen), belanja barang mencapai Rp937,5 miliar (12,0 persen), belanja modal mencapai Rp6.358,6 miliar (81,1 persen), dan bantuan sosial mencapai Rp272,6 miliar (3,5 persen). Berdasarkan realisasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran serta berbagai langkah kebijakan yang sedang dan akan dilakukan sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp9.408,3 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 26,9 persen dari pagu alokasi belanja Departemen Pekerjaan Umum yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 22,6 persen dari pagu anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun Perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam semester I tahun 2009 tersebut lebih rendah 4,3 persen bila dibandingkan dengan realisasi penyerapan anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 26,9 persen. Sebagian besar dari realisasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam semester I tahun 2009 tersebut digunakan antara lain untuk membiayai program peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan, program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan, program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan, program pengendalian banjir dan pengamanan pantai, serta program pengembangan, pengelolaan, dan konservasi sungai, danau, dan sumber air. Pada program peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan lintas; (2) penyelesaian pembangunan jembatan Suramadu; (3) pengembangan jalan nasional; dan (4) peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan nonlintas. Sementara itu, pada program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pemeliharaan jalan nasional; (2) rehabilitasi jalan nasional; dan (3) pemeliharaan jembatan ruas jalan nasional. Adapun, pada program pengembangan jalan, rawa dan jaringan pengairan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pembangunan/peningkatan jaringan irigasi; (2) rehabilitasi jaringan irigasi; dan (3) rehabilitasi jaringan rawa. Sementara itu, realisasi anggaran belanja Departemen Agama sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp5.973,9 miliar, yang berarti menyerap 22,4 persen dari pagu alokasi belanja Departemen Agama yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp26.656,6 miliar. Dari realisasi anggaran belanja Departemen Agama sampai 29 Mei 2009 tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp2.998,2 miliar (50,2 persen), belanja barang mencapai Rp848,6 miliar (14,2 persen), belanja modal mencapai Rp258,8 miliar (4,3 persen), dan bantuan sosial mencapai Rp1.868,3 miliar (31,3 persen). Berdasarkan realisasi belanja Departemen Agama sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan berbagai kebijakan yang sedang dan akan dilakukan sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi belanja Departemen Agama dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp7.848,7 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 29,4 persen dari pagu Departemen Agama yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun Perkiraan realisasi penyerapan belanja Departemen Agama dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti lebih rendah 6,0 persen bila dibandingkan dengan penyerapan anggaran belanja Departemen Agama pada periode yang sama tahun 2008, sebesar 35,4 persen. Sebagian besar dari realisasi anggaran belanja Departemen Agama dalam III-26 Laporan Semester I Tahun 2009

79 Belanja Pemerintah Pusat BAB III semester I tahun 2009 tersebut digunakan antara lain untuk membiayai program manajemen pelayanan pendidikan, program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, program peningkatan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, dan program peningkatan pelayanan kehidupan beragama. Pada program manajemen pelayanan pendidikan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pelayanan publik atau birokrasi; (2) pengembangan manajemen informasi kependidikan (EMIS); (3) pembinaan/ koordinasi/pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan; serta (4) peningkatan fasilitas pelayanan umum dan operasional. Sementara itu, pada program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatankegiatan: (1) penyediaan bantuan operasional sekolah (BOS) pendidikan dasar; (2) pelayanan publik atau birokrasi; dan (3) penyelenggaraan kegiatan wajar pendidikan dasar 9 tahun pada MI/MTs. Adapun, pada program peningkatan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pembinaan lembaga pendidikan agama; (2) penyelenggaraan pendidikan keagamaan dan pondok pesantren; dan (3) penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pengembangan. Selain K/L dengan alokasi anggaran yang cukup besar tersebut, berdasarkan daya serap anggaran dari pagu yang ditetapkan, dalam semester I tahun 2009 terdapat beberapa K/L yang memiliki kinerja daya serap anggaran yang relatif lebih baik dari berbagai K/L lainnya, yaitu antara lain: (1) Lembaga Ketahanan Nasional; (2) Badan Koordinasi Keluarga Berencana; (3) Dewan Ketahanan Nasional; dan (4) Kementerian Negara BUMN (Grafik III.10). Pe rse n 70,0 65,4 GRAFIK III.10 DAYA SERAP TERBESAR BELANJA 10 K/L, ,0 50,0 40,0 52,0 50,3 46,4 45,1 43,5 41,2 40,0 39,5 38,8 30,0 20,0 10,0 - LEMHANAS DEPHAN BKKBN DKN MENEG BUMN POLRI LIPI KOMNAS HAM LAPAN BPKP Sumber: Departemen Keuangan Laporan Semester I Tahun 2009 III-27

80 BAB III Belanja Pemerintah Pusat Realisasi anggaran belanja Lembaga Ketahanan Nasional sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp26,1 miliar, yang berarti menyerap 20,3 persen dari pagu alokasi belanja Lembaga Ketahanan Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp128,2 miliar. Berdasarkan realisasi anggaran belanja Lembaga Ketahanan Nasional sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan daya serap anggaran sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi belanja Lembaga Ketahanan Nasional sampai dengan semester I 2009 diperkirakan mencapai Rp83,8 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 65,4 persen dari pagu alokasi belanja Lembaga Ketahanan Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun Penyerapan perkiraan realisasi anggaran belanja Lembaga Ketahanan Nasional dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti lebih tinggi 50,9 persen bila dibandingkan dengan realisasi penyerapan belanja Lembaga Ketahanan Nasional dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar 14,5 persen. Sebagian besar realisasi belanja Lembaga Ketahanan Nasional dalam semester I 2009 tersebut, terutama digunakan untuk melaksanakan program penerapan kepemerintahan yang baik, program pengelolaan sumber daya manusia, dan program pengembangan ketahanan nasional. Pada program penerapan keperintahan yang baik, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk membiayai kegiatan: (1) penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran; dan (2) peningkatan fasilitas pelayanan umum dan operasional. Pada program pengelolaan sumber daya manusia, realisasi anggaran belanja digunakan seluruhnya untuk membiayai kegiatan penyelenggaraan pendidikan kader pimpinan nasional. Sementara itu, pada program pengembangan ketahanan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk: (1) pengadaan peralatan dan perlengkapan gedung; dan (2) penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Selanjutnya, realisasi anggaran belanja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp487,8 miliar, yang berarti menyerap 40,8 persen dari pagu alokasi belanja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp1.196,0 miliar. Berdasarkan realisasi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut dan memperhitungkan daya serap dan berbagai langkah kebijakan yang sedang dan akan dilakukan sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi belanja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp601,3 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 50,3 persen dari pagu alokasi belanja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp1.196,0 miliar. Penyerapan perkiraan realisasi anggaran belanja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar 4,8 persen apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar 45,4 persen. Sebagian besar dari perkiraan realisasi anggaran belanja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional tersebut digunakan antara lain untuk melaksanakan program keluarga berencana dan program penerapan kepemerintahan yang baik. Pada program keluarga berencana, alokasi anggaran antara lain digunakan untuk membiayai kegiatan: (1) jaminan pelayanan KB berkualitas bagi rakyat miskin; dan (2) peningkatan jejaring pelayanan KB Pemerintah dan swasta/non-pemerintah. Pada program penerapan kepemerintahan yang baik, alokasi anggaran antara lain digunakan untuk membiayai kegiatan pengelolaan gaji, honorarium, III-28 Laporan Semester I Tahun 2009

81 Belanja Pemerintah Pusat BAB III dan tunjangan, dan kegiatan penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran. Selanjutnya, dalam periode yang sama, realisasi anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp9,4 miliar, yang berarti menyerap 36,8 persen dari pagu alokasi belanja Dewan Ketahanan Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp25,6 miliar. Berdasarkan realisasi anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi belanja Dewan Ketahanan Nasional dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai sebesar Rp11,9 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 46,4 persen dari pagu alokasi anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp25,6 miliar. Perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti mengalami peningkatan 0,8 persen apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar 45,6 persen. Dalam perkiraan realisasi anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional tersebut, terdapat dua program yang dilakukan yaitu program penerapan kepemerintahan yang baik dan program pengembangan sistem dan strategi pertahanan. Pada program penerapan kepemerintahan yang baik, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk membiayai kegiatan: (1) pengelolaan gaji, honorarium, dan tunjangan; (2) penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran; dan (3) pelayanan publik atau birokrasi. Pada program pengembangan sistem dan strategi, alokasi anggaran digunakan untuk membiayai kegiatan perumusan kebijakan pertahanan keamanan nasional. Selanjutnya, realisasi anggaran belanja Kementerian Negara BUMN sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp66,3 miliar yang berarti menyerap 37,6 persen dari pagu alokasi belanja Kementerian Negara BUMN yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp176,4 miliar. Berdasarkan realisasi anggaran belanja Kementerian Negara BUMN sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran selama bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja Kementerian Negara BUMN dalam semester I 2009 diperkirakan mencapai sebesar Rp79,6 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 45,1 persen dari pagu alokasi belanja Kementerian Negara BUMN yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN sebesar Rp176,4 miliar. Perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Negara BUMN dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti mengalami peningkatan 37,7 persen, apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja Kementerian Negara BUMN pada periode yang sama tahun 2008 sebesar 7,4 persen. Dari perkiraan realisasi anggaran belanja Kementerian Negara BUMN dalam semester I tahun 2009 tersebut, terdapat empat program yang dilakukan, yaitu program penerapan kepemerintahan yang baik, program peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara, program peningkatan kualitas pelayan publik, program peningkatan sarana dan prasarana aparatur negara, dan program pembinaan dan pengembangan BUMN. Sebagian besar dari perkiraan realisasi belanja Kementerian Negara BUMN sampai dengan semester I tersebut, digunakan untuk melaksanakan program peningkatan sarana dan prasarana aparatur negara dan program penerapan kepemerintahan yang baik. Pada program peningkatan sarana dan prasarana aparatur negara, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk membiayai kegiatan pengadaan peralatan dan perlengkapan gedung, dan kegiatan pengadaan/pembelian gedung kantor. Sementara itu, pada program penerapan kepemerintahan yang baik, alokasi anggaran digunakan antara Laporan Semester I Tahun 2009 III-29

82 BAB III Belanja Pemerintah Pusat lain untuk membiayai kegiatan pengelolaan gaji, honorarium, dan tunjangan, dan kegiatan penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran. Realisasi belanja K/L dalam semester I tahun 2009 dibandingkan realisasi belanja K/L dalam semester I tahun 2008 disajikan dalam Tabel III Prognosis Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dalam Semester II Tahun 2009 Perkiraan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat, baik dalam semester II maupun dalam keseluruhan tahun 2009, selain dipengaruhi oleh kinerja penyerapannya dalam semester I tahun 2009, juga akan sangat dipengaruhi oleh: (i) proyeksi perkembangan berbagai indikator ekonomi makro terutama harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia maupun nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat; (ii) perkiraan daya serap anggaran pada paruh kedua tahun 2009; dan (iii) langkah-langkah kebijakan (policy measures) yang akan ditempuh dalam sisa waktu hingga akhir tahun Memperhatikan perkembangan berbagai faktor-faktor eksternal yang masih akan bergerak dengan sangat dinamis, maka harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price, ICP) dalam semester II 2009 diperkirakan mencapai rata-rata US$ 70 per barel sehingga ratarata ICP dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai US$61,0 per barel. Sementera itu, nilai tukar (kurs) dalam semester II tahun 2009 diperkirakan akan makin menguat (apresiasi) menjadi rata-rata Rp per dolar Amerika Serikat, sehingga rata-rata kurs rupiah dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan menjadi Rp10.600,0 per dolar Amerika Serikat. Selanjutnya, respon kebijakan yang akan ditempuh oleh pemerintah akan sangat berpengaruh pada realisasi APBN, baik dalam semester II maupun dalam keseluruhan tahun Berdasarkan perkembangan berbagai faktor tersebut, dan dengan memperhatikan perkiraan realisasi dan daya serap anggaran belanja pemerintah pusat dalam pelaksanaan APBN selama semester I tahun 2009, maka realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp ,3 miliar, atau 65,2 persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009, atau 68,2 persen dari volume anggaran belanja pemerintah pusat dalam dokumen stimulus fiskal Dengan prognosis anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester II seperti itu, maka realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp ,4 miliar, atau 97,2 persen dari pagu anggaran belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009 sebesar Rp ,3 miliar. Lebih rendahnya perkiraan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2009 tersebut, terutama bersumber dari lebih rendahnya perkiraan realisasi belanja subsidi akibat menurunnya harga minyak mentah Indonesia. Perkembangan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester II dan perkiraan realisasi semester II tahun 2009 disajikan dalam Tabel III.9 dan Grafik III.11. III-30 Laporan Semester I Tahun 2009

83 Belanja Pemerintah Pusat BAB III TABEL III.8 BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA SEMESTER I TAHUN ) (miliar Rupiah) KODE KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA APBN-P Smt. I % Thd APBN-P APBN Dok. Stimulus Perk. Smt. I % Thd Stim. Dok. % kenaikan thd S-I MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 195,4 67,2 34,4 337,7 337,7 54,3 16,1 (19,2) 2 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 1.653,9 493,5 29, , ,4 477,9 24,5 (3,2) 4 BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 1.484,3 406,1 27, , ,5 492,4 28,5 21,2 5 MAHKAMAH AGUNG 5.808, ,6 29, , , ,5 36,7 15,8 6 KEJAKSAAN AGUNG 1.840,7 574,7 31, , ,2 560,0 29,3 (2,6) 7 SEKRETARIAT NEGARA 1.412,3 280,4 19, , ,9 301,5 19,7 7,5 10 DEPARTEMEN DALAM NEGERI 5.712,8 542,6 9, , , ,4 13,5 116,3 11 DEPARTEMEN LUAR NEGERI 5.055, ,3 23, , , ,0 22,4 (0,2) 12 DEPARTEMEN PERTAHANAN , ,5 44, , , ,0 52,0 19,6 13 DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM 4.413, ,9 28, , , ,6 34,1 17,7 15 DEPARTEMEN KEUANGAN , ,8 27, , , ,3 30,4 14,7 18 DEPARTEMEN PERTANIAN 8.305, ,1 15, , , ,6 14,9 0,1 19 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN 1.800,4 321,9 17, , ,0 349,1 19,8 8,5 20 DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 5.508,1 877,1 15, , ,1 638,2 8,8 (27,2) 22 DEPARTEMEN PERHUBUNGAN , ,7 21, , , ,2 18,1 4,6 23 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL , ,1 29, , , ,9 29,3 37,2 24 DEPARTEMEN KESEHATAN , ,7 14, , , ,8 20,6 60,2 25 DEPARTEMEN AGAMA , ,2 35, , , ,7 29,4 38,7 26 DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI 2.643,4 502,7 19, , ,1 476,2 15,2 (5,3) 27 DEPARTEMEN SOSIAL 3.462,5 774,6 22, , , ,8 30,0 32,9 29 DEPARTEMEN KEHUTANAN 3.857,9 493,5 12, , ,9 552,6 21,1 12,0 32 DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN 3.019,1 548,7 18, , ,6 785,8 22,2 43,2 33 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM , ,4 26, , , ,3 22,6 6,6 34 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN 202,1 61,0 30,2 207,4 207,4 62,5 30,1 2,5 35 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN 119,1 18,1 15,2 129,1 129,1 26,1 20,2 44,2 36 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT 146,6 28,7 19,6 99,3 99,3 25,2 25,4 (12,3) 40 DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 1.078,1 227,3 21, , ,2 258,9 23,2 13,9 41 KEMENTERIAN NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA 186,9 13,8 7,4 176,4 176,4 79,6 45,1 475,8 42 KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI 466,0 112,8 24,2 424,4 424,4 105,8 24,9 (6,2) 43 KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP 534,0 127,2 23,8 376,4 376,4 133,2 35,4 4,7 44 KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH 1.098,7 132,6 12,1 749,8 849,8 119,2 14,0 (10,1) 47 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN 192,6 17,5 9,1 117,0 117,0 43,7 37,3 148,9 48 KEMENTERIAN NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA 136,7 20,2 14,8 121,8 121,8 26,5 21,7 31,1 50 BADAN INTELIJEN NEGARA 970,0 302,6 31,2 982,9 982,9 327,3 33,3 8,2 51 LEMBAGA SANDI NEGARA 605,1 296,5 49,0 497,9 497,9 28,8 5,8 (90,3) 52 DEWAN KETAHANAN NASIONAL 26,6 12,1 45,6 25,6 25,6 11,9 46,4 (2,0) 54 BADAN PUSAT STATISTIK 1.426,1 472,7 33, , ,3 505,8 29,6 7,0 55 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BAPPENAS 392,5 68,0 17,3 393,1 393,1 73,7 18,7 8,4 56 BADAN PERTANAHAN NASIONAL 2.520,0 618,8 24, , ,4 734,9 25,7 18,8 57 PERPUSTAKAAN NASIONAL 320,4 28,8 9,0 366,6 366,6 34,6 9,4 20,3 59 DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA 2.128,9 227,5 10, , ,0 365,3 17,7 60,6 60 KEPOLISIAN NEGARA , ,0 46, , , ,2 43,5 10,5 63 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 638,4 127,5 20,0 661,4 661,4 156,0 23,6 22,4 64 LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL 184,3 26,7 14,5 128,2 128,2 83,8 65,4 214,1 65 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 383,3 106,6 27,8 376,8 376,8 134,8 35,8 26,4 66 BADAN NARKOTIKA NASIONAL 295,9 50,8 17,2 324,8 324,8 59,6 18,4 17,4 67 KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 922,5 112,2 12, , ,8 259,0 23,7 130,9 68 BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL 1.196,6 543,8 45, , ,0 601,3 50,3 10,6 74 KOMISI NASIONAL HAK AZASI MANUSIA 51,0 8,9 17,4 55,1 55,1 22,0 40,0 148,3 75 BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA 721,3 154,8 21,5 801,1 801,1 195,2 24,4 26,1 76 KOMISI PEMILIHAN UMUM 714,8 199,6 27,9 956,6 956,6 182,3 19,1 (8,7) 77 MAHKAMAH KONSTITUSI 177,1 34,3 19,4 193,2 193,2 37,3 19,3 8,8 78 PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN 96,3 10,0 10,4 113,2 113,2 11,2 9,9 12,1 79 LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 522,6 247,7 47,4 478,6 478,6 197,0 41,2 (20,5) 80 BADAN TENAGA NUKLIR 327,0 129,0 39,4 382,0 382,0 145,4 38,1 12,8 81 BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 572,9 127,8 22,3 523,0 523,0 145,5 27,8 13,8 82 LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL 191,9 71,9 37,5 206,2 206,2 81,4 39,5 13,2 83 BADAN KOORDINASI SURVEY DAN PEMETAAN NASIONAL 243,3 42,0 17,3 359,5 359,5 70,4 19,6 67,6 84 BADAN STANDARISASI NASIONAL 69,1 17,1 24,8 74,1 74,1 15,7 21,2 (8,4) 85 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NASIONAL 56,0 16,2 28,9 55,6 55,6 16,3 29,3 0,8 86 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 188,8 42,3 22,4 193,9 193,9 56,9 29,3 34,3 87 ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 119,1 22,9 19,2 115,0 115,0 30,3 26,4 32,7 88 BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA 401,2 94,6 23,6 360,1 360,1 102,8 28,6 8,7 89 BADAN PENGAWAS KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN 594,3 218,2 36,7 610,2 610,2 237,1 38,8 8,7 90 DEPARTEMEN PERDAGANGAN 1.410,2 285,4 20, , ,4 266,8 16,3 (6,5) 91 KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT 674,5 82,2 12,2 964, ,2 231,2 16,9 181,2 92 KEMENTERIAN NEGARA PEMUDA DAN OLAH RAGA 748,0 222,0 29,7 858,1 858,1 255,4 29,8 15,0 93 KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI 237,8 63,2 26,6 315,2 315,2 96,7 30,7 53,1 94 BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI NAD DAN NIAS , ,6 27, (100,0) 95 DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) 281,2 97,7 34,7 462,2 462,2 106,7 23,1 9,2 100 KOMISI YUDISIAL RI 91,7 10,8 11,7 99,8 99,8 34,6 34,7 221,6 103 BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGANAN BENCANA 111,3 41,4 37,3 147,5 147,5 21,7 14,7 (47,6) 104 BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI (BNP2TKI) 246,2 40,0 16,3 262,5 262,5 42,8 16,3 6,8 105 BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO 1.100,0 57,5 5, , ,7 75,3 6,6 31,1 J U M L A H , ,9 28, , , ,6 28,7 16,1 1) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan adalah karena pembulatan Sumber : Departemen Keuangan Laporan Semester I Tahun 2009 III-31

84 BAB III Belanja Pemerintah Pusat TABEL III.9 PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT (BPP), 2009 *) (triliun rupiah) APBN Dok. Stimulus Perk Real Sem I Prognosis Semester II Perkiraan Realisasi No. Uraian Jumlah % thd PDB Jumlah % thd % thd PDB Jumlah APBN % thd Dok. Stimulus Jumlah % thd APBN % thd Dok. Stimulus Jumlah % thd APBN % thd Dok. Stimulus 1 Belanja Pegawai 140,2 2,6 140,2 2,6 62,2 44,4 44,4 71,5 51,0 51,0 133,7 95,4 95,4 2 Belanja Barang 91,7 1,7 95,7 1,7 21,4 23,3 22,4 65,6 71,5 68,6 87,0 94,8 90,9 3 Belanja Modal 72,0 1,4 79,4 1,4 18,4 25,6 23,2 55,9 77,6 70,4 74,3 103,2 93,6 4 Pembayaran Bunga Utang 101,7 1,9 110,6 2,0 50,0 49,2 45,2 60,1 59,1 54,3 110,1 108,3 99,5 5 Subsidi 166,7 3,1 123,5 2,3 42,8 25,7 34,6 117,2 70,3 94,9 160,0 96,0 129,5 6 Belanja Hibah , , Bantuan Sosial 79,0 1,5 79,0 1,4 19,3 24,5 24,5 58,5 74,0 74,0 77,8 98,5 98,5 8 Belanja lain-lain 65,1 1,2 56,6 1,0 14,8 22,8 26,2 38,5 59,1 67,9 53,3 81,9 94,1 Jumlah 716,4 13,4 685,0 12,5 228,9 32,0 33,4 467,3 65,2 68,2 696,2 97,2 101,6 *) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan adalah karena pembulatan. Sumber : Departemen Keuangan miliar rupiah GRAFIK III.11 BELANJA PEMERINTAH PUSAT, APBN-P Semester II LKPP APBN-P Semester II LKPP APBN-P Semester II LKPP APBN-P Semester II LKPP Dok. Stimulus Semester II Perk. Realisasi Sumber: Departemen Keuangan Prognosis Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis Belanja dalam Semester II tahun 2009 Dari prognosis realisasi anggaran belanja pemerintah pusat baik dalam semester II maupun dalam keseluruhan tahun 2009 sebagaimana diuraikan di atas, realisasi anggaran belanja pegawai dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp71.522,1 miliar, atau menyerap 51,0 persen dari pagunya baik dalam APBN 2009 maupun dokumen stimulus fiskal tahun Jumlah tersebut terdiri atas: (i) gaji dan tunjangan sebesar Rp34.241,9 miliar (48,8 persen dari APBN dan dokumen stimulus tahun 2009); (ii) honorarium, vakasi, lembur, dll sebesar Rp12.680,6 miliar (66,7 persen dari APBN dan dokumen stimulus tahun 2009); dan (iii) kontribusi sosial sebesar Rp24.599,5 miliar (48,2 persen dari APBN dan dokumen stimulus tahun 2009). Memperhatikan berbagai perkembangan tersebut, maka III-32 Laporan Semester I Tahun 2009

85 Belanja Pemerintah Pusat BAB III dalam keseluruhan tahun 2009 realisasi anggaran belanja pegawai diperkirakan mencapai Rp ,2 miliar, atau lebih rendah Rp6.488,5 miliar (4,6 persen) dari pagu anggaran belanja pegawai yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus tahun Perkiraan realisasi anggaran belanja pegawai tersebut dipengaruhi antara lain oleh telah diberlakukannya Perpres Nomor 10 Tahun 2009 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Menteri dan Pejabat Tertentu serta realisasi belanja pegawai transito yang diperkirakan lebih rendah. Sementara itu, realisasi belanja barang dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp65.597,7 miliar, yang berarti menyerap 71,5 persen dari pagu anggaran belanja barang yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009, atau 68,6 persen dari alokasi anggaran belanja barang dalam dokumen stimulus fiskal tahun Tingginya perkiraan penyerapan anggaran belanja barang dalam semester II tersebut terutama berkaitan dengan mulai dilaksanakan proyek-proyek fisik serta pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dengan arah perkembangan tersebut, maka realisasi anggaran belanja barang dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp87.004,0 miliar. Jumlah ini berarti lebih rendah 5,2 persen dari pagu alokasi anggaran belanja barang yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009, atau lebih rendah 9,1 persen dari alokasi anggaran belanja barang dalam dokumen stimulus fiskal tahun Lebih rendahnya perkiraan realisasi anggaran barang tahun 2009 tersebut terutama berkaitan dengan upaya pemerintah untuk melakukan efisiensi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Selanjutnya, dengan memperhatikan perkembangan pelaksanaan belanja modal dalam semester I, serta daya serap anggaran dan langkah-langkah kebijakan dalam mempercepat penyerapan anggaran yang akan ditempuh dalam sisa waktu hingga akhir tahun 2009, maka realisasi anggaran belanja modal dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp55.868,3 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 77,6 persen dari pagu anggaran belanja modal dalam APBN 2009, atau sekitar 70,4 persen dari alokasi anggaran belanja modal dalam dokumen stimulus fiskal Tingginya perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja modal dalam semester II tahun 2009 tersebut terutama disebabkan mulai dilaksanakan proyek-proyek fisik serta pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dengan prognosis perkembangan realisasi belanja modal dalam semester II tersebut di atas, maka realisasi anggaran belanja modal dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp74.280,7 miliar. Jumlah ini berarti lebih tinggi Rp2.289,2 miliar (3,2 persen) dari pagu anggaran belanja modal yang ditetapkan dalam APBN, atau sekitar 93,6 persen dari alokasi anggaran belanja modal dalam dokumen stimulus fiskal Lebih tingginya perkiraan realisasi anggaran belanja modal dibandingkan dengan pagu anggarannya dalam APBN 2009 tersebut terutama disebabkan oleh adanya tambahan dana stimulus fiskal untuk infrastruktur yang dialokasikan pada tahun Prognosis pembayaran bunga utang pada semester II tahun 2009, baik pembayaran bunga utang dalam negeri maupun bunga utang luar negeri antara lain dipengaruhi oleh dinamika perkembangan kondisi pasar keuangan, dan indikator-indikator makro ekonomi, seperti perkiraan inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah terhadap beberapa mata uang asing. Dengan melihat perkembangan indikator-indikator ekonomi yang mempengaruhi dan faktor lainnya serta jadwal jatuh tempo pembayaran bunga utang pada enam bulan berikutnya, maka beban pembayaran bunga utang pada periode semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp60.060,3 miliar, atau 59,1 persen dari pagu anggaran pembayaran bunga utang Laporan Semester I Tahun 2009 III-33

86 BAB III Belanja Pemerintah Pusat yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 54,3 persen dari pagu anggaran pembayaran bunga utang dalam dokumen stimulus fiskal tahun Berdasarkan proyeksi bunga utang dalam semester II 2009 tersebut, dan memperhatikan perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam semester I 2009, maka beban pembayaran bunga utang dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp ,9 miliar. Jumlah ini berarti lebih tinggi sebesar Rp8.393,1 miliar atau 8,3 persen dari pagu anggaran pembayaran bunga utang yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp ,8 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam tahun 2009 dibandingkan dengan pagu yang telah ditetapkan dalam APBN, antara lain disebabkan oleh (i) depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, yaitu dari Rp9.400 per US$ pada asumsi APBN 2009 menjadi Rp per US$; (ii) adanya tambahan pembiayaan utang; dan (iii) perkiraan realisasi rata-rata SBI 3 bulan yang lebih tinggi dari asumsi yang ditetapkan. Pada semester II tahun 2009, pembayaran bunga utang dalam negeri diperkirakan mencapai Rp36.899,7 miliar, atau 53,2 persen dari pagu alokasi pembayaran bunga utang dalam negeri yang dianggarkan dalam APBN tahun 2009, atau 52,7 persen dari anggaran bunga utang dalam negeri dalam dokumen stimulus fiskal tahun Dengan perkembangan ini, maka beban pembayaran bunga utang dalam negeri secara keseluruhan pada tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp70.857,1 miliar. Jumlah ini berarti Rp1.517,1 miliar atau 2,2 persen melampaui pagu alokasi anggaran untuk pembayaran bunga utang dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp69.340,0 miliar, atau Rp787,1 miliar atau 1,1 persen dari lebih tinggi dari alokasi anggaran bunga utang dalam negeri dalam dokumen stimulus fiskal Hal ini terutama berkaitan dengan meningkatnya jumlah penerbitan SBN domestik untuk memenuhi sebagian tambahan pembiayaan utang yang di-back up oleh pinjaman siaga. Sementara itu, prognosis beban pembayaran bunga utang luar negeri pada semester II 2009 diperkirakan mencapai Rp23.160,6 miliar, atau 71,7 persen dari pagu alokasi pembayaran utang luar negeri yang dianggarkan dalam APBN tahun 2009, atau 57,1 persen dari alokasi anggaran dalam dokumen stimulus fiskal tahun Hal ini berkaitan dengan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing yang cenderung semakin menguat jika dibandingkan dengan realisasi nilai tukar pada semester I, yield SBN yang diperkirakan semakin menurun akibat credit risk Indonesia yang semakin baik, dan tingkat bunga Libor 6 bulan yang semakin menurun sebagai dampak dari kecenderungan kebijakan penetapan suku bunga rendah di negara-negara maju. Dengan berbagai perkembangan tersebut, maka beban pembayaran bunga utang luar negeri dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp39.193,8 miliar, yang berarti lebih tinggi Rp 6.876,0 miliar atau 21,3 persen dari pagu alokasi pembayaran bunga utang luar negeri yang dianggarkan dalam APBN tahun 2009 sebesar Rp32.317,8 miliar. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan alokasi anggaran pembayaran bunga utang pada dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp40.565,8 miliar, maka perkiraan realisasi pembayaran bunga utang luar negeri dalam keseluruhan tahun 2009 tersebut berarti lebih rendah sebesar Rp1,372,0 miliar atau 3,4 persen. Perkiraan realisasi dan prognosis pembayaran bunga utang tahun 2009 sebagaimana Tabel III.10. Dalam hal subsidi energi, berdasarkan perkembangan ICP, konsumsi BBM dalam negeri, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dalam semester II, maka beban anggaran subsidi BBM dalam semester II tahun 2009 diperkirakan akan mencapai III-34 Laporan Semester I Tahun 2009

87 Belanja Pemerintah Pusat BAB III TABEL III.10 PERKIRAAN PEMBAYARAN BUNGA UTANG TAHUN 2009 *) (miliar rupiah) Keterangan APBN Dok. Stimulus 2009 Perk Real Sem I Perk Sem II Total I. Utang dalam negeri , , , , ,1 II. Utang luar negeri , , , , ,8 a. Pinjaman Luar Negeri , , , , ,3 b. SBN Valas 9.587, , , , ,5 Pembayaran Bunga Utang , , , , ,9 *) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan adalah karena pembulatan. Sumber: Departemen Keuangan Rp45.778,3 miliar, yang berarti 79,5 persen dari pagu anggaran subsidi BBM yang dianggarkan dalam APBN 2009, atau sekitar 186,7 persen dari pagu anggaran subsidi BBM dalam dokumen stimulus fiskal Dengan perkembangan ini, dan memperhatikan realisasi subsidi BBM dalam semester I tahun 2009, maka beban anggaran subsidi BBM dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp54.300,1 miliar. Jumlah ini berarti 5,7 persen lebih rendah dari pagu anggaran subsidi BBM yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp57.605,0 miliar, namun sekitar 121,5 persen lebih tinggi dari pagu alokasi anggaran subsidi BBM dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp24.517,1 miliar. Sejalan dengan itu, berdasarkan perkembangan ICP dan nilai tukar rupiah dalam semester II tahun 2009, maka beban anggaran subsidi listrik dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp27.771,6 miliar. Jumlah ini berarti 60,4 persen dari pagu anggaran subsidi listrik yang dianggarkan dalam APBN 2009, atau sekitar 65,3 persen dari pagu anggaran subsidi listrik dalam dokumen stimulus fiskal Dengan perkembangan ini, dan memperhitungkan realisasi anggaran subsidi listrik dalam semester I tahun 2009 sebesar Rp20.390,0 miliar, maka beban anggaran subsidi listrik dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp48.161,6 miliar. Jumlah ini berarti 4,8 persen lebih tinggi dari pagu anggaran subsidi listrik yang dianggarkan dalam APBN 2009, atau sekitar 13,3 persen melampaui pagu alokasi anggaran subsidi listrik dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp42.500,0 miliar. Perkiraan lebih tingginya beban subsidi listrik dalam tahun 2009 tersebut, selain berkaitan dengan lebih tingginya volume penjualan tenaga listrik bersubsidi, juga disebabkan oleh perkembangan harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang masih terus meningkat. Dengan perkembangan subsidi BBM dan subsidi listrik sebagaimana diuraikan di atas, maka beban anggaran subsidi energi dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp73.550,0 miliar, atau 71,0 persen dari pagu anggaran subsidi energi yang dianggarkan dalam APBN 2009, atau sekitar 109,7 persen dari pagu anggaran subsidi energi dalam dokumen stimulus fiskal Berdasarkan prognosis subsidi energi dalam semester II tersebut, dan memperhatikan realisasi subsidi energi dalam semester I tahun 2009 sebesar Rp28.911,7 miliar, maka beban anggaran subsidi energi dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp ,7 miliar. Jumlah ini berarti 1,1 persen lebih rendah dari Laporan Semester I Tahun 2009 III-35

88 BAB III Belanja Pemerintah Pusat GRAFIK III.12 SUBSIDI BBM, ,9% ,5% 142,2% 150,7% ,4% ,0% 92,6% LKPP SEM-II APBN-P Sumber: Departemen Keuangan miliar rupiah pagu alokasi subsidi energi yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp ,6 miliar, atau 52,9 persen melampaui pagu alokasi anggaran subsidi energi dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp67.017,1 miliar. Dalam upaya meringankan beban anggaran subsidi energi tersebut, maka dalam semester II tahun 2009 akan terus dilakukan berbagai upaya dan langkah-langkah kebijakan untuk menurunkan beban subsidi BBM dan subsidi listrik, serta mengintensifkan pelaksanaan kampanye Gerakan Penghematan BBM dan listrik kepada masyarakat luas melalui antara lain penggunaan lampu hemat energi, penggunaan BBM non-subsidi, serta penggunaan energi alternatif dan biofuel. GRAFIK III.13 SUBSIDI LISTRIK, ,2% 139.2% ,5% ,0% 101,9% ,3% 85,9% miliar rupiah LKPP ,5 - SEM-II , ,3 APBN-P , ,6 Sumber: Departemen Keuangan III-36 Laporan Semester I Tahun 2009

89 Belanja Pemerintah Pusat BAB III Pada subsidi non-energi, prognosis realisasi anggaran subsidi pangan dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp6.493,5 miliar, atau 50,0 persen dari pagu alokasi anggaran subsidi pangan yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dokumen stimulus fiskal tahun Dengan perkembangan prognosis subsidi pangan dalam semester II seperti itu, dan memperhatikan perkiraan realisasinya dalam semester I tahun 2009, maka realisasi anggaran subsidi pangan dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp12.987,0 miliar atau sama dengan pagu alokasi anggaran subsidi pangan yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN Sementara itu, prognosis realisasi anggaran subsidi pupuk dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp11.797,0 miliar, yang berarti 67,3 persen dari pagu anggaran subsidi pupuk yang dianggarkan dalam APBN 2009, dan dokumen stimulus fiskal Dengan prognosis beban subsidi pupuk dalam semester II tersebut, dan memperhatikan perkiraan realisasi subsidi pupuk dalam semester I tahun 2009 sebesar Rp6.640,0 miliar, maka beban anggaran subsidi pupuk dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp18.437,0 miliar. Jumlah ini berarti lebih tinggi Rp900,0 miliar apabila dibandingkan dengan dengan pagu anggaran subsidi pupuk dalam APBN 2009 dan dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp17.537,0 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi anggaran subsidi pupuk dalam tahun 2009 tersebut, terutama berkaitan dengan adanya rencana pembayaran sebagian kekurangan subsidi pupuk tahun 2008 sesuai hasil audit BPK. Selanjutnya, prognosis realisasi anggaran subsidi benih, yang pendistribusiannya dilakukan melalui PT Sang Hyang Seri, dan PT Pertani, dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp1.315,4 miliar. Berdasarkan prognosis beban subsidi benih dalam semester II tersebut, dan memperhatikan perkiraan realisasi subsidi benih dalam semester I tahun 2009, maka beban subsidi benih dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp1.315,4 miliar, atau sama dengan pagu anggaran subsidi benih yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal Demikian pula, beban anggaran subsidi/bantuan PSO dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp1.050,9 miliar, atau 77,3 persen dari pagu alokasi subsidi/bantuan PSO yang dianggarkan dalam APBN 2009 dan dokumen stimulus fiskal tahun Berdasarkan prognosis semester II tersebut, dan memperhatikan realisasi pembayaran subsidi/bantuan PSO dalam semester I tahun 2009, maka beban anggaran subsidi/bantuan PSO dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp1.360,0 miliar, atau sama dengan pagu alokasi subsidi/bantuan PSO yang dianggarkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal 2009 sebesar Rp1.360,0 miliar. Subsidi/bantuan PSO tersebut diberikan sebagai kompensasi finansial kepada BUMN-BUMN yang diberikan tugas untuk menjalankan kewajiban pelayanan umum (public service obligation, PSO). Subsidi/bantuan PSO tersebut antara lain diberikan kepada PT Kereta Api untuk penugasan layanan jasa angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi; PT Pelni untuk penugasan layanan jasa angkutan penumpang laut kelas ekonomi; PT Posindo untuk tugas layanan jasa pos di daerah terpencil; dan PT LKBN Antara untuk penugasan layanan berita berupa teks, foto, radio, multimedia, english news, dan TV. Dalam semester II tahun 2009, realisasi anggaran subsidi bunga kredit program diperkirakan mencapai Rp4.336,8 miliar, atau 92,6 persen dari alokasi subsidi bunga kredit program dalam APBN 2009 sebesar Rp4.683,6 miliar, atau 92,1 persen dari alokasi subsidi bunga kredit program yang dialokasikan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp4.709,5 Laporan Semester I Tahun 2009 III-37

90 BAB III Belanja Pemerintah Pusat miliar. Berdasarkan prognosis realisasi subsidi bunga kredit program dalam semester II tahun 2009 tersebut, dan memperhatikan realisasi subsidi bunga kredit program semester I sebesar Rp372,7 miliar, maka realisasi subsidi bunga kredit program dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp4.709,5 miliar, atau sama dengan pagu anggaran subsidi bunga kredit program dalam dokumen stimulus tahun Jumlah alokasi anggaran subsidi bunga kredit program dalam tahun 2009 tersebut terdiri dari subsidi bunga eks pola KLBI sebesar Rp66,4 miliar, subsidi bunga kredit ketahanan pangan dan energi sebesar Rp628,0 miliar, risk sharing KKP-E sebesar Rp216,0 miliar, subsidi bunga KPRSh dan rusunami sebesar Rp2.513,6 miliar, subsidi bunga kredit pengembangan energi nabati dan revitalisasi perkebunan sebesar Rp640,6 miliar, subsidi bunga bagi pengusaha NAD sebesar Rp60,0 miliar, subsidi bunga kredit usaha sektor peternakan sebesar Rp145,0 miliar, resi gudang sebesar Rp50,0 miliar, subsidi bunga untuk air bersih Rp15,0 miliar, dan imbal jasa penjaminan kredit usaha rakyat (IJP KUR) sebesar Rp375,0. Kewajiban IJP KUR kepada perusahaan penjamin, yaitu PT. Askrindo dan Perum Jamkrindo tersebut merupakan konsekwensi atas pelaksanaan program kredit usaha rakyat (KUR) yang dilancarkan pemerintah dalam rangka meningkatkan akses usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) pada sumber pembiayaan, dengan tujuan untuk penanggulangan/pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja, melalui pemberian penjaminan kredit/pembiayaan. Sementara itu, beban anggaran subsidi pajak (tax expenditure) dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp18.330,0 miliar. Berdasarkan prognosis realisasi subsidi pajak dalam semester II tahun 2009 tersebut, dan memperhatikan perkiraan realisasi subsidi pajak dalam semester I yang masih nihil, maka prognosis realisasi subsidi pajak dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp18.330,0 miliar, atau 72,6 persen bila dibandingkan dengan pagu anggaran subsidi pajak dalam yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 100,4 persen dari alokasi subsidi pajak dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp18.250,0 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi subsidi pajak tahun 2009 dari yang ditetapkan dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 terutama karena adanya tambahan jenis PPh DTP baru, yaitu untuk Program Tropical Forest Conservation Act (TFCA) sebesar Rp80,0 miliar. Subsidi obat generik, yang diberikan dalam kerangka program stimulus fiskal tahun 2009 untuk meringankan beban hidup masyarakat, prognosis realisasinya dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp300,0 miliar. Berdasarkan prognosis subsidi obat generik dalam semester II tahun 2009 tersebut, dan memperhatikan realisasinya dalam semester I tahun 2009, maka realisasi anggaran subsidi obat generik dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp350,0 miliar, atau sama dengan pagu anggaran subsidi obat generik yang ditetapkan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun Selanjutnya, belanja hibah merupakan semua pengeluaran negara dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Pemerintah Negara lain, atau Lembaga/Organisasi Internasional yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus. Belanja Hibah meskipun dalam UU Nomor 41 Tahun 2008 tentang APBN 2009, dialokasikan nihil. Namun, dalam perkembangannya terdapat beberapa penerimaan hibah yang direncanakan akan diterushibahkan kepada daerah. Jumlah hibah tersebut adalah Rp31,6 miliar yang terdiri atas (1) hibah untuk pendidikan dasar, yang berasal dari Bank Dunia, III-38 Laporan Semester I Tahun 2009

91 Belanja Pemerintah Pusat BAB III yang merupakan realokasi anggaran dari pagu belanja Departemen Pendidikan Nasional sebesar Rp22,50 miliar dan (2) hibah baru untuk peningkatan pelayanan jasa kesehatan, yang berasal dari World Health Organization (WHO) sebesar Rp9,08 miliar. Dengan demikian, dalam semester II dan keseluruhan Tahun 2009, hibah ke daerah diperkirakan mencapai Rp31,6 miliar. Selanjutnya, perkiraan realisasi anggaran belanja bantuan sosial dalam semester II tahun 2009 mencapai Rp58.452,3 miliar, yang berarti menyerap 74,0 persen dari pagu anggaran bantuan sosial yang ditetapkan dalam APBN dan anggaran bantuan sosial dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun Dengan prognosis realisasi bantuan sosial dalam semester II dan memperhatikan perkiraan realisasi bantuan sosial dalam semester I, maka realisasi anggaran belanja bantuan sosial dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai sebesar Rp77.765,3 miliar, atau lebih rendah 1,5 persen dari pagu anggaran bantuan sosial yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dari pagu anggaran bantuan sosial dalam dokumen stimulus fiskal tahun Lebih rendahnya perkiraan realisasi anggaran belanja bantuan sosial dibandingkan dengan pagunya tersebut, terutama berkaitan dengan kemampuan penyerapan K/L terhadap alokasi belanja bantuan sosial. Prognosis realisasi belanja lain-lain pada semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp38.489,3 miliar, atau menyerap 59,1 persen dari pagu alokasi belanja lain-lain yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 67,9 persen dari alokasi anggaran belanja lain-lain dalam dokumen stimulus fiskal tahun Berdasarkan prognosis belanja lain-lain dalam semester II tersebut, dan memperhatikan perkiraan realisasi belanja lain-lain dalam semester I 2009 yang mencapai Rp14.819,7 miliar, maka realisasi belanja lain-lain dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp53.309,0 miliar. Jumlah ini berarti lebih rendah sebesar Rp11.814,6 miliar atau 18,1 persen dari pagu alokasi anggaran belanja lain-lain yang ditetapkan dalam APBN, atau 5,9 persen dibawah pagu anggaran belanja lain-lain dalam dokumen stimulus fiskal 2009 sebesar Rp56.645,2 miliar Prognosis Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi dalam Semester II tahun 2009 Dari prognosis realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester II dan dalam keseluruhan tahun 2009, realisasi anggaran belanja K/L dalam semester II diperkirakan mencapai Rp ,4 miliar, atau menyerap 68,6 persen dari pagu alokasi anggaran belanja K/L yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp ,4 miliar, atau 66,3 persen dari pagu anggaran belanja K/L dalam dokumen stimulus fiskal APBN Dengan demikian, dalam keseluruhan tahun 2009, realisasi anggaran belanja K/L diperkirakan mencapai Rp ,0 miliar, yang berarti menyerap 98,3 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 95,0 persen dari pagu alokasi anggaran belanja K/L dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp ,4 miliar. Lebih rendahnya perkiraan realisasi anggaran belanja K/L dalam tahun 2009 tersebut terutama disebabkan oleh adanya upaya peningkatan efisiensi belanja dari masing-masing kementerian negara/lembaga. Sementara itu, realisasi anggaran belanja non-k/l atau yang dikenal dengan anggaran pembiayaan dan perhitungan dalam semester II diperkirakan mencapai Rp ,0 miliar, yang berarti menyerap 62,5 persen dari pagu alokasi anggaran belanja non-k/l yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp ,9 miliar, atau 70,0 persen dari pagu Laporan Semester I Tahun 2009 III-39

92 BAB III Belanja Pemerintah Pusat anggaran belanja non-k/l dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp ,1 miliar. Dengan prognosis realisasi anggaran belanja non-k/l dalam semester II 2009 tersebut, dan memperhitungkan perkiraan realisasi anggaran belanja non-k/l dalam semester I 2009 yang sebesar Rp ,4 miliar, maka dalam keseluruhan tahun 2009 realisasi anggaran belanja non-k/l diperkirakan mencapai Rp ,4 miliar. Jumlah ini berarti Rp14.946,5 miliar atau 3,8 persen lebih rendah dari pagu anggaran belanja non-k/l yang ditetapkan dalam APBN 2009, namun berarti Rp27.729,3 miliar atau 7,9 persen lebih tinggi dari pagu alokasi anggaran belanja non-k/l dalam dokumen stimulus fiskal APBN Sebagai ilustrasi dari perkembangan tersebut, dalam Grafik III.14 disajikan perkembangan realisasi dan perkiraan realisasi tahun 2009 dari belanja 10 K/L terbesar. Triliun Rupiah 70,0 GRAFIK III.14 PERKEMBANGAN REALISASI 10 K/L TERBESAR, ,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 - DIKNAS DEP PU DEPHAN DEPAG POLRI DEPKES DEPHUB DEPKEU DEPDAGRI DEPTAN 2005 LKPP 2006 LKPP 2007 LKPP 2008 LKPP (unaudited) 2009 Perkiraan Realisasi Sumber : Departemen Keuangan Pada anggaran belanja K/L, prognosis realisasi anggaran belanja Departemen Pendidikan Nasional dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp42.121,2 miliar, atau menyerap 67,8 persen dari pagu alokasi anggaran Departemen Pendidikan Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN Selanjutnya, mengingat realisasi anggaran belanja Departemen Pendidikan Nasional dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp18.187,9 miliar, maka dengan perkembangan prognosis daya serap anggaran dalam semester II tersebut, realisasi anggaran belanja Departemen Pendidikan Nasional dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp60.309,0 miliar, atau 97,1 persen terhadap pagunya dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp62.098,3 miliar. Perkiraan realisasi anggaran belanja Departemen Pendidikan Nasional tahun 2009 tersebut digunakan antara lain untuk melaksanakan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, program pendidikan tinggi, dan program pendidikan menengah. Pada program wajib belajar pendidikan dasar sembilan III-40 Laporan Semester I Tahun 2009

93 Belanja Pemerintah Pusat BAB III tahun, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk: (1) bantuan operasional sekolah (BOS); (2) subsidi tunjangan profesi guru; (3) penyediaan beasiswa bagi siswa miskin jenjang SD dan SMP; dan (4) penyelenggaraan paket B setara SMP. Sementara itu, alokasi anggaran pada program pendidikan tinggi, digunakan antara lain untuk: (1) peningkatan penelitian dan pengabdian masyarakat; (2) pembangunan gedung dan laboratorium baru di perguruan tinggi; serta (3)penyediaan sarana dan prasarana perguruan tinggi. Pada program pendidikan menengah, kegiatan yang akan dilakukan antara lain adalah: (1) pembangunan gedung pendidikan; (2) perluasan dan peningkatan mutu SMA; (3) bantuan operasional manajemen mutu (BOMM) SMK dan SMA; dan (4) tunjangan profesi guru. Sementara itu, realisasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp29.648,6 miliar, atau menyerap 84,7 persen dari pagu alokasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 71,3 persen dari pagu alokasi anggaran Departemen Pekerjaan Umum dalam dokumen stimulus fiskal APBN Berdasarkan prognosis semester II tersebut, dan dengan memperhatikan perkiraan realisasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam semester I tahun 2009 sebesar Rp9.408,3 miliar, maka realisasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp39.056,9 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 111,6 persen dari pagunya dalam APBN 2009, atau sekitar 93,9 persen dari pagu anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam dokumen stimulus fiskal APBN Alokasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum tersebut digunakan antara lain untuk melaksanakan program peningkatan/ pembangunan jalan dan jembatan, serta program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan. Pada program peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk: (1) peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan lintas; (2) pembangunan jalan nasional; (3) peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan non lintas; dan (4) perencanaan dan pengawasan teknis jalan dan jembatan. Sementara itu, pada program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk: (1) pemeliharaan jalan nasional; (2) rehabilitasi jalan nasional; dan (3) bantuan penanggulangan darurat jalan dan jembatan. Selanjutnya, realisasi anggaran Departemen Pertahanan dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai sebesar Rp15.341,1 miliar, atau menyerap sekitar 45,6 persen dari pagu alokasi anggaran Departemen Pertahanan yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN Dengan perkembangan ini, dan memperhatikan realisasi anggaran dalam semester I tahun 2009, maka berarti realisasi anggaran belanja Departemen Pertahanan dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp32.861,1 miliar, atau 97,6 persen dari pagu alokasi anggaran Departemen Pertahanan yang ditetapkan dalam APBN Perkiraan realisasi anggaran belanja Departemen Pertahanan tersebut antara lain digunakan untuk melaksanakan program pengembangan industri pertahanan, serta program pengembangan pertahanan matra darat. Pada program pengembangan industri pertahanan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatankegiatan: (1) pengadaan alutsista TNI; (2) pengembangan materiil industri pertahanan; (3) pengembangan industri pertahanan; dan (4) pengembangan sistem pertahanan. Pada program pengembangan pertahanan matra darat, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pengembangan personil matra darat dan pembangunan/pengadaan/peningkatan sarana dan prasarana. Laporan Semester I Tahun 2009 III-41

94 BAB III Belanja Pemerintah Pusat Dalam semester II tahun 2009, realisasi anggaran belanja Departemen Agama diperkirakan mencapai sebesar Rp17.204,8 miliar, atau 64,5 persen dari pagu alokasi anggaran belanja Departemen Agama yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp26.656,6 miliar. Dengan perkembangan ini, dan memperhatikan perkiraan realisasi anggaran belanja Departemen Agama dalam semester I tahun 2009 sebesar Rp7.848,7 miliar, maka realisasi anggaran belanja Departemen Agama dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp25.053,4 miliar, atau 94,0 persen dari pagunya dalam APBN Alokasi anggaran belanja Departemen Agama tersebut digunakan antara lain untuk melaksanakan program manajemen pelayanan pendidikan, serta program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Pada program manajemen pelayanan pendidikan, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk: (1) peningkatan fasilitas pelayanan umum dan operasional; (2) pengembangan manajemen informasi kependidikan; dan (3) penyelenggaraan pengawasan dan pemeriksaan akuntabilitas kementerian/lembaga. Sementara itu, pada program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk: (1) penyediaan BOS pada MI/MTs; (2) rehabilitasi MI/MTs; dan (3) beasiswa untuk siswa miskin di MI/MTs. Selanjutnya, realisasi anggaran Kepolisian Negara RI dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai sebesar Rp13.900,8 miliar, atau menyerap 56,0 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp24.816,7 miliar. Mengingat realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp10.784,2 miliar, maka dengan perkembangan prognosis daya serap anggaran dalam semester II tersebut, berarti realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp24.685,0 miliar, atau 99,5 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam APBN Alokasi anggaran tersebut digunakan antara lain untuk melaksanakan program pemeliharaan Kamtibmas, serta program pengembangan sarana dan prasarana kepolisian. Pada program pemeliharaan Kamtibmas, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk: (1) layanan keamanan; (2) pengaturan dan penertiban kegiatan masyarakat/instansi; dan (3) dukungan umum. Sementara itu, pada program pengembangan sarana dan prasarana kepolisian, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk: (1) pembangunan materiil dan fasilitas polisi; (2) penyelenggaraan operasional dan penyelenggaraan perkantoran. Pada Departemen Kesehatan, realisasi anggaran dalam semester II tahun 2009, diperkirakan mencapai Rp14.677,2 miliar atau 72,4 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp20.273,5 miliar, atau 71,9 persen dari pagu anggaran belanja Departemen Kesehatan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp20.423,5 miliar. Dengan prognosis realisasi anggaran belanja Departemen Kesehatan dalam semester II tersebut, dan mengingat bahwa realisasi anggaran belanja Departemen Kesehatan dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai sebesar Rp4.211,8 miliar, maka prognosis realisasi anggaran belanja Departemen Kesehatan dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp18.889,0 miliar. Jumlah ini berarti 93,2 persen dari pagunya dalam APBN 2009, atau 92,5 persen dari pagu anggaran belanja Departemen Kesehatan dalam dokumen stimulus fiskal APBN Alokasi anggaran belanja Departemen Kesehatan dalam tahun 2009 tersebut antara lain digunakan untuk melaksanakan program upaya kesehatan perorangan, serta upaya kesehatan masyarakat. Pada program upaya kesehatan perorangan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk membiayai kegiatan-kegiatan: (1) pelayanan III-42 Laporan Semester I Tahun 2009

95 Belanja Pemerintah Pusat BAB III kesehatan bagi penduduk miskin kelas III rumah sakit; (2) peningkatan operasional tumah sakit; serta (3) peningkatan pelayanan kesehatan rujukan. Sementara itu, pada program upaya kesehatan masyarakat, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk membiayai kegiatan-kegiatan: (1) pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk di puskesmas dan jaringannya; (2) peningkatan kesehatan masyarakat; serta (3) peningkatan kesehatan Ibu. Dalam semester II 2009, realisasi anggaran belanja Departemen Perhubungan diperkirakan mencapai Rp15.151,6 miliar, yang berarti menyerap 89,2 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp16.977,8 miliar, atau sekitar 79,0 persen dari alokasi anggaran belanja Departemen Perhubungan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp19.176,6 miliar. Berdasarkan prognosis realisasi anggaran Departemen Perhubungan dalam semester II 2009 tersebut, dan memperhitungkan realisasi anggarannya dalam semester I tahun 2009 yang diperkirakan mencapai Rp3.463,2 miliar, maka realisasi anggaran belanja Departemen Perhubungan dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp18.614,7 miliar. Jumlah ini berarti 109,6 persen dari pagu alokasi anggaran belanja Departemen Perhubungan yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 97,1 persen dari alokasi anggaran belanja Departemen Perhubungan dalam dokumen stimulus fiskal APBN Alokasi anggaran belanja Departemen Perhubungan tersebut digunakan antara lain untuk melaksanakan program peningkatan dan pembangunan prasarana dan sarana kereta api, serta program pembangunan transportasi laut. Pada program peningkatan dan pembangunan prasarana dan sarana kereta api, alokasi anggaran digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan, antara lain: (1) pembangunan double track dan double-double track, (2) peningkatan jalan dan prasarana kereta api; (3) peningkatan dan rehabilitasi sistem sinyal dan telekomunikasi, serta (4) pengembangan perkeretaapian. Sementara itu, pada program pembangunan transportasi laut, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk membiayai kegiatan-kegiatan, antara lain: (1) pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan; (2) pembangunan dermaga laut; (3) pelayanan pelayaran perintis; serta (4) pembangunan sarana bantu navigasi pelayaran. Sementara itu, realisasi anggaran belanja Departemen Keuangan dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp9.776,2 miliar, atau 63,6 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN Dengan prognosis realisasi anggaran dalam semester II tersebut, dan memperhitungkan perkiraan realisasi anggaran dalam semester I tahun 2009 sebesar Rp4.674,3 miliar, maka realisasi anggaran belanja Departemen Keuangan dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp14.450,5 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 94,0 persen dari pagunya dalam APBN 2009 maupun dalam dokumen stimulus fiskal tahun Perkiraan realisasi anggaran belanja Departemen Keuangan dalam tahun 2009 tersebut digunakan antara lain untuk melaksanakan program peningkatan penerimaan dan pengamanan keuangan negara, serta program peningkatan efektivitas pengeluaran negara. Alokasi anggaran pada program peningkatan penerimaan dan pengamanan keuangan negara digunakan untuk terutama membiayai kegiatan-kegiatan, antara lain: (1) pemantapan modernisasi administrasi perpajakan; (2) modernisasi administrasi kepabeanan dan cukai; (3) peningkatan sarana dan prasarana kepabeanan; dan (4) pengembangan sistem informasi kepabeanan dan cukai. Pada program peningkatan efektivitas pengeluaran negara, alokasi anggaran digunakan terutama untuk membiayai kegiatan-kegiatan, antara lain: (1) pengelolaan dan pengendalian anggaran; (2) penyempurnaan dan pengembangan manajemen keuangan pemerintah; (3) penyelenggaraan dan peningkatan sistem informasi keuangan daerah; dan (4) pengkajian Laporan Semester I Tahun 2009 III-43

96 BAB III Belanja Pemerintah Pusat dan pengembangan sistem informasi. Selanjutnya, realisasi anggaran belanja Departemen Pertanian dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp miliar, yang berarti menyerap sekitar 72,1 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 66,8 persen dari alokasi anggaran belanja Departemen Pertanian dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp8.820,8 miliar. Dengan prognosis realisasi anggaran belanja Departemen Pertanian dalam semester II tahun 2009 tersebut, dan dengan mempertimbangkan realisasi anggaran belanja Departemen Pertanian dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp1.310,6 miliar, maka realisasi anggaran belanja Departemen Pertanian dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp7.200,4 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 88,1 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 81,6 persen dari alokasi anggaran belanja Departemen Pertanian dalam dokumen stimulus fiskal APBN Alokasi anggaran belanja Departemen Pertanian tahun 2009 tersebut digunakan untuk melaksanakan program peningkatan kesejahteraan petani dan program peningkatan ketahanan pangan. Pada program peningkatan kesejahteraan petani, alokasi anggaran digunakan terutama untuk membiayai kegiatan-kegiatan, antara lain: (1) penguatan kelembagaan ekonomi petani melalui PMUK dan LM3; (2) pembinaan dan penyelenggaraan penyuluhan pertanian; dan (3) pemberdayaan petani, pelaku agribisnis, dan penyuluhan pertanian. Sementara itu, pada program peningkatan ketahanan pangan, alokasi anggaran digunakan terutama untuk membiayai kegiatan-kegiatan, antara lain: (1) penyediaan dan perbaikan insfrastruktur pertanian; (2) bantuan benih/bibit, sarana produksi pertanian, dan penguatan kelembagaan perbenihan; (3) pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), penyakit hewan, karantina, dan peningkatan keamanan pangan; dan (4) penelitian dan diseminasi inovasi pertanian. Pada Departemen Dalam Negeri, realisasi anggaran belanja dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp6.949,3 miliar, atau 79,9 persen dari pagu alokasi anggaran Departemen Dalam Negeri yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal Mengingat realisasi anggaran belanja Departemen dalam negeri dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp1.173,4 miliar, maka dengan perkembangan prognosis daya serap anggaran belanja Departemen Dalam Negeri dalam semester II 2009 tersebut, berarti realisasi anggaran belanja Departemen Dalam Negeri dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp8.122,7 miliar, atau menyerap 93,3 persen dari pagunya dalam APBN 2009 maupun dalam dokumen stimulus fiskal tahun Alokasi anggaran belanja Departemen Dalam Negeri dalam tahun 2009 tersebut digunakan antara lain untuk melaksanakan program peningkatan keberdayaan masyarakat perdesaan, dan program pengembangan wilayah tertinggal. Pada program peningkatan keberdayaan masyarakat perdesaan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk: (1) peningkatan keberdayaan masyarakat dan PNPM perdesaan dengan kecamatan; (2) peningkatan kapasitas Pemda dan masyarakat dalam pembangunan kawasan perdesaan; (3) pemantapan kelembagaan pemerintah desa dalam pengelolaan pembangunan. Sementara itu, alokasi anggaran pada program pengembangan wilayah tertinggal, digunakan antara lain untuk: (1) fasilitasi pembangunan wilayah tertinggal; (2) pengembangan kapasitas/kualitas SDM aparatur; serta (3) pembinaan/penyelenggaraan kerjasama internasional. Realisasi anggaran belanja K/L dalam semester I, dan prognosisnya dalam semester II, dan dalam keseluruhan tahun 2009 dapat diikuti dalam Tabel III.11. III-44 Laporan Semester I Tahun 2009

97 Belanja Pemerintah Pusat BAB III Tabel III.11 BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA SEMESTER I dan PROGNOSA SEMESTER II TAHUN ) (miliar Rupiah) KODE KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA Dok. Stimulus Real. Smt. I % Thd Dok. Stim. Prognosa Smt II % Thd Dok. Stim Perk. Real. % Thd Dok. Stim. 1 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 337,7 54,3 16,1 262,0 77,6 316,3 93,7 2 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 1.948,4 477,9 24, ,3 65, ,2 89,9 4 BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 1.725,5 492,4 28, ,6 63, ,0 92,0 5 MAHKAMAH AGUNG 5.473, ,5 36, ,0 56, ,5 92,8 6 KEJAKSAAN AGUNG 1.911,2 560,0 29, ,2 95, ,1 125,1 7 SEKRETARIAT NEGARA 1.532,9 301,5 19,7 942,7 61, ,2 81,2 10 DEPARTEMEN DALAM NEGERI 8.702, ,4 13, ,4 79, ,8 93,3 11 DEPARTEMEN LUAR NEGERI 5.221, ,0 22, ,5 56, ,5 78,8 12 DEPARTEMEN PERTAHANAN , ,0 52, ,1 45, ,1 97,6 13 DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM 4.391, ,6 34, ,8 65, ,4 100,0 15 DEPARTEMEN KEUANGAN , ,3 30, ,2 63, ,5 94,0 18 DEPARTEMEN PERTANIAN 8.820, ,6 14, ,8 66, ,4 81,6 19 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN 1.763,0 349,1 19, ,8 76, ,0 96,7 20 DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 7.245,1 638,2 8, ,7 93, ,8 102,0 22 DEPARTEMEN PERHUBUNGAN , ,2 18, ,6 79, ,8 97,1 23 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL , ,9 29, ,2 67, ,0 97,1 24 DEPARTEMEN KESEHATAN , ,8 20, ,2 71, ,0 92,5 25 DEPARTEMEN AGAMA , ,7 29, ,8 64, ,4 94,0 26 DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI 3.128,1 476,2 15, ,5 79, ,7 94,3 27 DEPARTEMEN SOSIAL 3.427, ,8 30, ,3 65, ,1 95,4 29 DEPARTEMEN KEHUTANAN 2.616,9 552,6 21, ,8 62, ,4 83,8 32 DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN 3.547,6 785,8 22, ,6 65, ,4 87,5 33 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM , ,3 22, ,6 71, ,9 93,9 34 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN 207,4 62,5 30,1 124,5 60,0 187,0 90,1 35 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN 129,1 26,1 20,2 63,6 49,2 89,7 69,5 36 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT 99,3 25,2 25,4 40,0 40,3 65,2 65,7 40 DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 1.118,2 258,9 23,2 934,1 83, ,0 106,7 41 KEMENTERIAN NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA 176,4 79,6 45,1 52,2 29,6 131,9 74,8 42 KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI 424,4 105,8 24,9 312,3 73,6 418,1 98,5 43 KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP 376,4 133,2 35,4 216,2 57,4 349,4 92,8 44 KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH 849,8 119,2 14,0 637,1 75,0 756,3 89,0 47 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN 117,0 43,7 37,3 62,7 53,6 106,3 90,9 48 KEMENTERIAN NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA 121,8 26,5 21,7 85,4 70,1 111,8 91,8 50 BADAN INTELIJEN NEGARA 982,9 327,3 33,3 655,6 66,7 982,9 100,0 51 LEMBAGA SANDI NEGARA 497,9 28,8 5,8 469,1 94,2 497,9 100,0 52 DEWAN KETAHANAN NASIONAL 25,6 11,9 46,4 13,7 53,6 25,6 100,0 54 BADAN PUSAT STATISTIK 1.706,3 505,8 29, ,2 59, ,0 88,9 55 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BAPPENAS 393,1 73,7 18,7 303,7 77,3 377,4 96,0 56 BADAN PERTANAHAN NASIONAL 2.858,4 734,9 25, ,5 69, ,4 94,9 57 PERPUSTAKAAN NASIONAL 366,6 34,6 9,4 314,8 85,9 349,5 95,3 59 DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA 2.061,0 365,3 17, ,7 82, ,0 100,0 60 KEPOLISIAN NEGARA , ,2 43, ,8 56, ,0 99,5 63 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 661,4 156,0 23,6 453,8 68,6 609,8 92,2 64 LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL 128,2 83,8 65,4 44,4 34,6 128,2 100,0 65 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 376,8 134,8 35,8 208,0 55,2 342,7 91,0 66 BADAN NARKOTIKA NASIONAL 324,8 59,6 18,4 242,7 74,7 302,3 93,1 67 KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1.091,8 259,0 23, ,4 94, ,4 118,4 68 BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL 1.196,0 601,3 50,3 565,6 47, ,9 97,6 74 KOMISI NASIONAL HAK AZASI MANUSIA 55,1 22,0 40,0 33,1 60,0 55,1 100,0 75 BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA 801,1 195,2 24,4 574,1 71,7 769,3 96,0 76 KOMISI PEMILIHAN UMUM 956,6 182,3 19,1 688,4 72,0 870,7 91,0 77 MAHKAMAH KONSTITUSI 193,2 37,3 19,3 122,8 63,6 160,1 82,9 78 PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN 113,2 11,2 9,9 94,1 83,1 105,3 93,0 79 LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 478,6 197,0 41,2 274,4 57,3 471,4 98,5 80 BADAN TENAGA NUKLIR 382,0 145,4 38,1 216,9 56,8 362,3 94,8 81 BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 523,0 145,5 27,8 361,0 69,0 506,5 96,8 82 LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL 206,2 81,4 39,5 119,7 58,1 201,1 97,5 83 BADAN KOORDINASI SURVEY DAN PEMETAAN NASIONAL 359,5 70,4 19,6 275,9 76,8 346,4 96,3 84 BADAN STANDARISASI NASIONAL 74,1 15,7 21,2 52,4 70,6 68,0 91,8 85 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NASIONAL 55,6 16,3 29,3 35,2 63,4 51,6 92,7 86 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 193,9 56,9 29,3 128,0 66,0 184,8 95,3 87 ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 115,0 30,3 26,4 81,4 70,7 111,7 97,1 88 BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA 360,1 102,8 28,6 231,2 64,2 334,0 92,8 89 BADAN PENGAWAS KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN 610,2 237,1 38,8 325,6 53,3 562,6 92,2 90 DEPARTEMEN PERDAGANGAN 1.637,4 266,8 16, ,3 73, ,0 89,8 91 KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT 1.364,2 231,2 16, ,6 81, ,8 98,7 92 KEMENTERIAN NEGARA PEMUDA DAN OLAH RAGA 858,1 255,4 29,8 551,2 64,2 806,6 94,0 93 KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI 315,2 96,7 30,7 197,9 62,8 294,6 93,5 95 DEWAN PERWAKILAN DAERAH 462,2 106,7 23,1 283,6 61,4 390,3 84,4 100 KOMISI YUDISIAL RI 99,8 34,6 106,9 40,3 8,7 74,9 391,1 103 BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGANAN BENCANA 147,5 21,7 23,5 86,2 86,4 107,9 50,8 104 BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI 262,5 42,8 8,3 201,9 136,9 244,7 41,1 105 BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO 1.147,7 75,3 3,7 516,7 196,8 592,0 21,3 J U M L A H 1) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan adalah karena pembulatan Sumber : Departemen Keuangan , ,6 28, ,5 66, ,1 95,0 Laporan Semester I Tahun 2009 III-45

98 Transfer ke Daerah Bab IV BAB IV PERKEMBANGAN TRANSFER KE DAERAH SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN Pendahuluan Pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal bertujuan untuk: (1) mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance) serta antardaerah (horizontal fiscal imbalance); (2) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional; (3) meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah; (4) meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; (5) meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah; (6) mendukung kesinambungan fiskal nasional dalam kerangka kebijakan ekonomi makro; dan (7) mendukung kegiatan prioritas pembangunan nasional yang juga merupakan urusan daerah. Sementara itu, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan fiskal secara nasional, kebijakan alokasi anggaran transfer ke daerah, yang merupakan implementasi dari kebijakan perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, dalam tahun 2009, diarahkan untuk mendukung program/prioritas nasional, dengan tetap menjaga konsistensi dan keberlanjutan pelaksanaan desentralisasi fiskal guna menunjang penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Sejalan dengan arah kebijakan alokasi anggaran transfer tersebut, telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21/PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. PMK tersebut secara teknis telah mengatur periode waktu penyaluran, besaran setiap penyaluran, dan penatausahaan dokumen dalam penyaluran anggaran transfer ke daerah. Pengaturan mekanisme penyaluran anggaran transfer tersebut diharapkan akan memberikan kepastian terhadap cash flow APBD, sehingga daerah dapat segera mempercepat pelaksanaan APBD guna mendanai berbagai kegiatan yang terkait dengan pelayanan publik maupun pembangunan ekonomi daerah Perkembangan Realisasi Transfer ke Daerah dalam Semester I Tahun 2009 Realisasi transfer ke daerah hingga 29 Mei 2009 telah mencapai Rp ,9 miliar, yang berarti 35,4 persen dari pagunya dalam APBN 2009 sebesar Rp ,0 miliar atau 37,5 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus 2009 sebesar Rp ,9 miliar. Berdasarkan realisasi sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhatikan ketentuan penyaluran sebagaimana yang tertuang dalam PMK Nomor 21/PMK.07/2009, serta memperhitungkan kecenderungan yang terjadi dalam tahun-tahun sebelumnya, maka realisasi anggaran transfer ke daerah dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp ,2 miliar, yang Laporan Semester I Tahun 2009 IV-1

99 Bab IV Transfer ke Daerah berarti mencapai 43,5 persen dari pagunya dalam APBN 2009, atau 46,0 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus fiskal Dibandingkan dengan realisasi anggaran transfer ke daerah dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp ,2 miliar, perkiraan realisasi tersebut lebih tinggi Rp22.664,0 miliar. Perkiraan realisasi anggaran transfer yang relatif lebih tinggi tersebut selain disebabkan oleh lebih besarnya pagu anggaran transfer ke daerah dalam tahun 2009, juga terkait dengan adanya peraturan Menteri Keuangan mengenai mekanisme penyaluran anggaran transfer ke daerah yang dapat diterbitkan secara lebih cepat. Perkiraan realisasi anggaran transfer sebesar Rp ,2 miliar tersebut, 97,3 persen diantaranya merupakan penyaluran Dana Perimbangan dan selebihnya merupakan penyaluran Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Perkembangan realisasi transfer ke daerah semester I tahun dapat dilihat pada Grafik IV Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Realisasi dana perimbangan, yang terdiri dari dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK), sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp ,7 miliar, yang berarti mencapai 37,1 persen dari pagunya dalam APBN 2009 sebesar Rp ,4 miliar atau 39,4 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus 2009 sebesar Rp ,3 miliar. Berdasarkan realisasi 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan kecenderungan pada tahun-tahun sebelumnya, realisasi dana perimbangan dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp ,8 miliar, yang berarti mencapai 45,7 persen dari pagunya dalam APBN 2009 atau 48,5 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus fiskal Jika dibandingkan dengan realisasi dana perimbangan dalam periode yang sama tahun sebelumnya, perkiraan Triliun rupiah ,3% 153,4 realisasi tersebut menunjukkan peningkatan pencapaian sebesar 4,9%. Peningkatan ini terkait dengan peningkatan pencapaian DAU. Dari perkiraan realisasi semester I tersebut, 80,1 persen merupakan realisasi DAU, 14,4 persen realisasi DBH, dan 5,5 persen realisasi DAK. Proporsi Dana Perimbangan semester I tahun 2009 dapat dilihat pada Grafik IV.2. 63,4 GRAFIK IV.1 REALISASI TRANSFER KE DAERAH, ,9% 220,8 254,2 42,0% 103,6 106,8 292,4 39,9% 116,8 320,7 43,5% 139, (APBN) APBN P SEMESTER I % THD APBN P Catatan: Semester I Tahun 2009 menggunakan angka perkiraan realisasi. GRAFIK IV.2 PROPORSI DANA PERIMBANGAN, PERKIRAAN REALISASI SEMESTER I 2009 DAK 5,5% DAU 80,1% DBH 14,4% 48,0% 46,0% 44,0% 42,0% 40,0% 38,0% 36,0% Persen IV-2 Laporan Semester I Tahun 2009

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global...

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global... Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2009 1.1 Pendahuluan... 1.2 Ekonomi Global... 1.3 Dampak pada Perekonomian

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED 29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Kinerja CARLISYA PRO SAFE 29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2007 REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2007 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2007 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 23 Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 23 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN

NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2007

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi wa April Pertumbuhan likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) mengalami akselerasi pada April. Posisi M2 tercatat sebesar Rp5.042,1

Lebih terperinci

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Kinerja CENTURY PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 3,058,893,148.56 - Keuangan - Infrastruktur 0-80% AAA A - 66.33% 15.52% 18.15% - Inflasi (Jan 2016) - Inflasi (YoY) - BI Rate 0.51% 4.14% 7.25% Kinerja Sejak pe- Deskripsi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK

Lebih terperinci

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Kinerja CARLISYA PRO FIXED 29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 1,728,431,985.66 Pasar Uang 0-80% Deposito Syariah 6.12% 93.88% Infrastruktur 87.50% Disetahunkaluncuran Sejak pe- Deskripsi Jan-16 YoY Keuangan 12.50% Yield 0.64% 7.66%

Lebih terperinci

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini 2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Penguatan pertumbuhan ekonomi diprakirakan berlanjut pada triwulan II-2007. Setelah mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi pada triwulan I-2007, PDB diprakirakan tumbuh

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 1 2 3 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May-13 Jul-13 Sep-13 Nov-13 Jan-14 Mar-14 May-14 Jul-14 Sep-14 Nov-14 Jan-15 35.0 30.0

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2010 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR DAN POKOK- POKOK KEBIJAKAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA April 2015 Tim Riset SPMD Overview The Fed siap menaikan suku bunga acuan kapan saja yang berpotensi menarik dana tiba-tiba (sudden reversal) dari emerging market termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2008 4. Outlook Perekonomian Di tengah gejolak yang mewarnai perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 diprakirakan mencapai 6,2% atau melambat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002 Pada bulan April 2002 pemerintah berhasil menjadwal ulang cicilan pokok dan bunga utang luar negeri pemerintah dalam Paris Club

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur 1 Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur ALUR PIKIR 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

Ekonomi, Moneter dan Keuangan

Ekonomi, Moneter dan Keuangan Ekonomi, Moneter dan Keuangan T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t e r 0 I. TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER Januari 2014 T i n j a u a n K e b i j a k a n M o n e t er 1 T i n j a u a n K e b i j a k

Lebih terperinci

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR (M2) dan Faktor yang Mempengar aruhi wa ember Pertumbuhan likuiditas perekonomian M2 ( dalam arti luas) pada ember mengalami peningkatan. Posisi M2 pada ember tercatat sebesar Rp4.076,3 T, atau tumbuh

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan 01 02 03 Perkembangan Perekonomian Terkini Peluang Pengembangan Perekonomian Proyeksi Perekonomian Ke depan 2 Produk Domestik Regional Bruto Nasional Balikpapan Kaltim Industri Konstruksi Transportasi

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN

NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 REPUBLIK

Lebih terperinci

meningkat % (yoy) Feb'15

meningkat % (yoy) Feb'15 Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar aruhi wa ruari Pertumbuhan likuiditas perekonomian M2 (Uang Beredar dalam arti luas) pada ruari meningkat. Pada ruari, posisi M2 tercatat sebesar Rp4.230,7 T,

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran 29-Jan-16 NAV: 1,949.507 Total Dana Kelolaan 3,914,904,953.34 Pasar Uang 0-90% Ekuitas 77.38% Efek Pendapatan Tetap 10-90% Obligasi 12.93% Efek Ekuitas 10-90% Pasar Uang 8.82% 0.87% Keuangan A Deskripsi

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar (M2) dan Faktor yang Mempengar aruhi wa Desember Uang beredar (M2) Desember tumbuh melambat dibanding ember. Posisi M2 tercatat sebesar Rp4.170,7 T, atau tumbuh 11,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH Asumsi nilai tukar rupiah terhadap US$ merupakan salah satu indikator makro penting dalam penyusunan APBN. Nilai tukar rupiah terhadap US$ sangat berpengaruh

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan masih akan terus berlangsung pada 2008, melanjutkan perkembangan yang membaik selama 2007. Pertumbuhan ekonomi 2008 diprakirakan mencapai

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar Mar Apr'15 % (yoy)

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar Mar Apr'15 % (yoy) Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar aruhi wa il Pertumbuhan likuiditas perekonomian M2 (Uang Beredar dalam arti luas) pada il mengalami perlambatan. Posisi M2 akhir il sebesar Rp4.274,9 T, atau

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN PERKEMBANGAN PERDAGANGAN BULAN JULI 2011

RINGKASAN LAPORAN PERKEMBANGAN PERDAGANGAN BULAN JULI 2011 RINGKASAN LAPORAN PERKEMBANGAN PERDAGANGAN BULAN JULI 20 DIREKTORAT PERDAGANGAN, INVESTASI DAN KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL 20 Perkembangan Ekspor Nilai ekspor

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012

ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012 ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012 A. Nilai Tukar Realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah dalam tahun 2010 mencapai Rp9.087/US$, menguat dari asumsinya dalam APBN-P sebesar rata-rata

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN Juni 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN Juni 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Para pimpinan di negara-negara maju tampaknya menyiapkan berbagai strategi untuk menangani krisis global, terutama untuk mengantisipasi hasil pemilu Yunani pada 17 Juni mendatang.

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax: KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Prospek Ekspor

Lebih terperinci

KAJIAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA: Dampak Kenaikan BBM. A.PRASETYANTOKO Kantor Chief Economist

KAJIAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA: Dampak Kenaikan BBM. A.PRASETYANTOKO Kantor Chief Economist KAJIAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA: Dampak Kenaikan BBM A.PRASETYANTOKO Kantor Chief Economist Isi Presentasi Mengapa perlu kenaikan harga BBM? Beban Anggaran Kemiskinan dan BLSM Benarkah keputusan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Overview Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) dalam RDG 13-14 Januari 2016 telah memutuskan untuk memangkas suku bunga

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Penurunan Harga BBM dan Panen Raya Dorong Deflasi Bulan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 58/08/35/Th. XII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. dan Struktur Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Ekonomi Jawa Timur Triwulan II - 2014 (y-on-y)

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2006 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006 Kondisi moneter selama triwulan IV-2006 menunjukkan perkembangan yang semakin baik. Hal ini tercermin

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARAA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2010 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR DAN POKOK- POKOK KEBIJAKAN FISKAL

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012 HIGHLIGHT PEREKONOMIAN GLOBAL Optimisme pemulihan perekonomian Amerika Serikat (AS) yang terjadi sejak awal tahun tampaknya akan memudar. Saat ini pasar mengkhawatirkan bahwa pemulihan ekonomi telah kehilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. yang sedang berkembang (emerging market), kondisi makro ekonomi

BAB I PENDAHULAN. yang sedang berkembang (emerging market), kondisi makro ekonomi BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini pasar modal merupakan instrumen penting dalam perekonomian suatu negara. Pasar modal yang ada di Indonesia merupakan pasar yang sedang

Lebih terperinci

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH Produksi Minyak Mentah Produksi Kondensat Produksi Kendaraan Non Niaga Produksi Kendaraan Niaga Produksi Sepeda Motor Ekspor Besi Baja Ekspor Kayu Lapis Ekspor Kayu Gergajian Penjualan Minyak Diesel Penjualan

Lebih terperinci