MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-XIII/2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-XIII/2015"

Transkripsi

1 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I) J A K A R T A SELASA, 7 APRIL 2015

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi [Pasal 32 ayat (1) huruf c dan Pasal 32 ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Bambang Widjojanto ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Selasa, 7 April 2015, Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) I Dewa Gede Palguna (Ketua) 2) Patrialis Akbar (Anggota) 3) Wahiduddin Adams (Anggota) Sunardi Panitera Pengganti i

3 Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Abdul Fickar Fadjar 2. Budi Setyanto 3. Bahrain 4. Budi Wijajarjo 5. Ridwan Bakar ii

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Sidang Pemeriksaan Pendahuluan untuk Permohonan Nomor 40/PUU-XIII/2015 dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saudara Pemohon, sebelum kita mulai acara ini, silakan Saudara memperkenalkan diri dulu siapa yang hadir? 2. KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL FICKAR HADJAR Selamat siang, Majelis Hakim. Dari Tim Pengacara Bambang Widjojanto sebagai Pemohon, hadir lima orang pengacara. Yang paling kanan Saudara Bahrain, S.H. Kemudian yang berikutnya adalah Saudara Ridwan Bakar, S.H. Kemudian, saya sendiri Abdul Fickar Hadjar. Yang sebelah kiri saya, Budi Setyanto. Dan yang paling ujung adalah Budi Wijajarjo. Terima kasih. 3. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, terima kasih, Saudara. Jadi, ini permohonan sudah kami terima sesuai dengan tanggal registrasi 23 Maret 2015, jam Nah, silakan Saudara menyampaikan pokok-pokok permohonan Saudara pada Mahkamah sebelum nanti kita memasuki untuk sesi berikutnya, yaitu nasihat dari Mahkamah. Silakan. 4. KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL FICKAR HADJAR Majelis Yang Terhormat, kami akan menyampaikan pokok-pokok dari permohonan ini, yang mungkin nanti akan dilengkapi oleh rekan kami. Permohonan ini adalah permohonan pengujian terhadap Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 32 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Yang kami minta yang kami minta ujikan adalah pasal tersebut sehubungan dengan peristiwa pemberhentian sementara Saudara Bambang Widjojanto sebagai Pimpinan KPK, kaitannya dengan statusnya sebagai tersangka, itu yang pertama. Yang kedua, saya kira soal Kewenangan Mahkamah Mahkamah tidak akan kami bacakan lagi, ya. 1

5 Yang ketiga, mengenai kedudukan ya, kedudukan atau legal standing dari Pemohon. Saudara Bambang Widjojanto sebagai Warga Negara Indonesia seperti yang kami sebutkan tadi, dalam kapasitasnya sebagai Pimpinan KPK telah dinyatakan sebagai tersangka oleh Bareskrim melalui Surat Perintah Penyidikan Nomor Sp.Sidik/531/I/2015/Dittipideksus tanggal 20 Januari 2015 dan telah dilakukan penangkapan terhadapnya berdasarkan Surat Perintah Penangkapan atas nama Bambang Widjojanto Nomor Sp.Kap/07/I/2015/Dittipideksus. Berdasarkan ketentuan pasal undang-undang Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang MK, Pemohon termasuk kategori perorangan Warga Negara Indonesia yang memiliki kualifikasi sebagai penguji undangundang, mengingat kedudukan Termohon sebagai tersangka kedudukan Pemohon sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang diberhentikan karena statusnya sebagai tersangka sementara sebagai tersangka dan diberhentikan untuk sementara. Bahwa Pasal 32 ayat (2) dan (3) Undang-Undang KPK yang mengatur status Pimpinan KPK yang menjadi tersangka diberhentikan sementara dari jabatannya berpotensi menimbulkan kerugian terhadap hak-hak konstitusional Pemohon atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun Uraian lebih lanjut, akan kami uraikan mengenai korelasi antara penetapannya sebagai tersangka dengan hak-haknya yang dilanggar dalam Bab III permohonan ini. Kemudian yang apa yang menjadi objek permohonannya sebenarnya adalah Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (2) huruf c yang berbunyi, Dalam hal Pimpinan KPK yang menjadi tersangka tindak pidana akan diberhentikan sebagai diberhentikan sementara dari jabatannya, itu... itu pasal yang akan diujikan. Sedangkan alasanalasannya yang pertama, Pemohon tetap setuju sebenarnya dengan norma, tersangka diberhentikan sementara dalam pasal ini. Namun demikian, meskipun setuju pada norma Pimpinan KPK diberhentikan sementara jika berstatus sebagai tersangka, namun agar dalam pelaksanaannya tidak rentan atas pelanggaran dan menjadi diskriminatif, maka Pemohon memandang perlu pemaknaan frasa tersangka tindak pidana kejahatan dalam Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 32 ayat (1) huruf c Undang-Undang KPK dibatasi dengan norma-norma yang lebih jelas agar tidak justru bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun Apa saja argumentasi dan bagaimana pembatasan frasa tersangka tindak pidana kejahatan tersebut? Akan diuraikan dalam poinpoin berikut. Itu yang pertama. Jadi pada intinya, Pemohon tetap setuju isi pasal itu, hanya pengertian tersangkanya itu harus dibatasi. 2

6 Yang kedua, ketentuan pemberhentian sementara berpotensi melanggar hak konstitusional Pemohon atas persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, perlakuan yang sama di hadapan hukum, serta kepastian hukum yang adil yang dijamin oleh Undang- Undang Dasar Tahun Ketentuan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang KPK, memberikan perlakuan yang berbeda antara Pimpinan KPK dengan pejabat negara yang lain, atau pejabat negara lainnya. Khusus untuk Pimpinan KPK, maka hanya dengan menjadikan seorang Pimpinan KPK menjadi tersangka saja, sudah cukup untuk memberhentikannya secara sementara. Pemberhentian sementara tersebut pada kenyataannya, berupa pemberhentian yang bersifat tetap karena tidak ada mekanisme pengaturan dari pemberhentian sementara menjadi pemberhentian yang bersifat tetap. Sementara untuk pejabat negara yang lain, pemberhentian sementara itu dilakukan setelah ada status terdakwa, sebagaimana tercermin di dalam beberapa peraturan perundangan yang mengatur tentang pemberhentian sementara pejabat negara yang tersangkut perkara pidana, sebagaimana pertama. Untuk dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, untuk Hakim Konstitusi diberhentikan dengan tidak hormat apabila dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun. Ya. Kemudian demikian juga untuk Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Diberhentikan dengan tidak hormat dari keanggotaannya dan atas usul BPK atau DPR karena dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, yang ancaman hukumannya pidananya penjara 5 tahun atau lebih. Demikian juga dengan Komisi Hak Asasi Nasional (Komnas HAM), pemberhentian dilakukan... Anggota Komnas HAM diberhentikan antara waktu sebagai anggota karena dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan. Komisi Penyiaran, Anggota KPI berhenti karena dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Komisi Yudisial, dijatuhi pidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Kepolisian Republik Indonesia, Anggota Kepolisian diberhentikan dengan tidak hormat dari Dinas Kepolisian dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tidak berada dalam Dinas Kepolisian Negara. Artinya, selain sudah dipidana, ada juga pertimbangan yang lain. 3

7 Untuk jaksa... kejaksaan. Jaksa diberhentikan dengan tidak hormat, dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Hakim berdasarakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, Ketua, Wakil Ketua, Wakil Ketua Muda Hakim Anggota Mahkamah Agung, diberhentikan tidak dengan hromat dari jabatannya oleh presiden atas usul Mahkamah Agung dengan alasan dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang ancaman hukumannya 5 tahun penjara. Bank Indonesia, Anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya, kecuali karena yang bersangkutan mengundurkan diri, terbukti melakukan tindak pidana kejahatan atau berhalangan tetap. Menteri. Menteri diberhentikan, dinyatakan karena dari jabatannya dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang lebih memperoleh... yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Uraian di atas, menegaskan bahwa sangat jelas bahwa pejabat negara yang diduga melakukan tindak pidana tidak dapat diberhentikan sementara, sebelum berstatus terdakwa. Hal tersebut membuktikan bahwa ketentuan yang terdapat dalam Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang KPK bertentangan dengan prinsip persamaan di hadapan hukum, sebagaimana dilindungi oleh Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tentang hak setiap orang atas persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, serta hak atas perlakuan yang sama di depan hukum, serta kepastian hukum yang adil. Lebih jauh, bukan hanya berbeda dalam hal pemberhentian sementara, ketika hanya berstatus tersangka, namun juga dalam menghadapi tindakan polisional dan perlindungan hukum Pimpinan KPK yang tidak mempunyai perlindungan yang sama, bahkan termasuk yang paling lemah dibandingkan dengan lembaga negara lainnya. Bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, ya. Kepala daerah dan wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam lima tahun dan seterusnya. Mahkamah Konstitusi, Hakim Konstitusi hanya dapat dikenakan tindakan kepolisian atas perintah jaksa agung setelah mendapat persetujuan tertulis presiden, kecuali dalam hal tertangkap tangan dan berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau tindak pidana kejahatan keamanan negara. Hakim, Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Agung, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan dari Presiden, kecuali tertangkap tangan dan seterusnya. 4

8 Badan Pemeriksa Keuangan, tindakan kepolisian terhadap badan... Anggota BPK guna pemeriksaan suatu perkara dilakukan dengan perintah Jaksa Agung setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden. Kemudian Komisi Yudisial, Ketua/Wakil Ketua dan Anggota Komisi Yudisial dapat ditangkap dan ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden, kecuali dalam hal tertangkap tangan dan seterusnya. Uraian pasal-pasal di atas, menegaskan dengan sangat jelas bahwa pejabat negara yang dilindungi secara hukum dalam hal tindakan polisional, perlindungan mana tidak dimiliki oleh Pimpinan KPK, meskipun juga mempunyai tugas negara yang tidak sangat berat dalam pemberantasan korupsi, yang sudah terjadi secara masif, sistematis, dan terstruktur. Bahkan frasa tersangka tindak pidana kejahatan dalam Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang KPK berpotensi menjadikan Pimpinan KPK diberhentikan sementara tanpa perlindungan, sehingga bertentangan dengan prinsip persamaan di hadapan hukum. Pada konteks Pemohon, ada fakta yang sulit diingkari bahwa Pemohon dijadikan tersangka ketika dan pasca-pemohon menjalankan tugasnya sebagai Pimpinan KPK untuk menetapkan seorang sebagai tersangka karena diduga melakukan tindak pidana korupsi yang rinciannya akan dikemukakan di bagian bawah. Pada keseluruhan konteks itu, Pemohon dan Pimpinan KPK lainnya yang menjadikan... yang menjalankan tugas dan kewajiban yang sangat berat dalam melakukan pemberantasan korupsi, justru tidak memiliki perlindungan hukum dan dapat diperlakukan secara diskriminatif karena frasa tersangka tindak pidana kejahatan tidak melindungi polisi... tidak melindungi posisi hukum Pemohon dan bahkan bertentangan dengan prinsip dasar dari pasal-pasal konstitusi dan seperti tersebut di atas. Ketentuan pem... yang alasan C, alasan ketiga, ketentuan pemberhentian sementara ketika dinyatakan sebagai tersangka dapat melanggar hak Pemohon atas pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Tahun Ada rangkaian fakta yang dapat dijadikan indikasi kuat bahwa penetapan Pemohon sebagai tersangka tidak berkaitan dengan tindak pidana penyalahgunaan kewenangan Pemohon dalam menjalankan hak dan kewajiban sebagai Pimpinan KPK, tetapi justru Pemohon dijadikan tersangka melalui rekayasa, dugaan sangkaan atas kasus yang terjadi lima tahun yang lalu, ketika menangani sengketa pemilihan kepala daerah di tempat ini atau di Mahkamah Konstitusi. Pemohon berkeyakinan bahwa Pemohon dijadikan tersangka karena Pemohon adalah Pimpinan KPK dan Pemohon tidak akan dijadikan tersangka bila saja Pemohon bukan Pimpinan KPK yang pada tanggal 13 Januari 2015 telah menjalankan salah satu kewajibannya 5

9 untuk menjelaskan kepala publik hasil ekspos KPK yang memberitahu bahwa telah dikeluarkannya surat perintah penyidikan. Ada rangkaian fakta yang menunjukkan rekayasa kasus tindak pidana kriminalisasi tidak hanya ditujukan kepada dan untuk kepentingan Pemohon saja, tetapi juga pihak lain di KPK dengan cara-cara tertentu. Kesemuanya itu dapat menjelaskan bahwa lembaga KPK yang harus dijaga independensinya, ternyata menjadi sangat rentan dan dari pengaruh intervensi dan kepentingan satu kekuatan atau kekuasaan lainnya. Kesemuanya pada akhirnya akan mempunyai dampak yang serius bagi independensi lembaga, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang KPK. Lebih dari itu, dampak dimaksud juga punya pengaruh dan akibat langsung pada kinerja serta akuntabilitas lembaga KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi. 5. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Saya kira, tidak perlu dibaca semuanya untuk hal-hal yang ini karena kami sudah menerima permohonannya. Poin yang menjadi apa namanya poin fundamental atau krusial yang hendak Saudara kemukakan untuk mendukung argumen petitum Anda, itu saja saya kira. 6. KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL FICKAR HADJAR Ya, oke. Apa dari poin 4 ini, meskipun ada potensi perbedaan dan diskriminasi atas rumusan pemberhentian sementara jika menjadi tersangka bagi Pimpinan KPK, sebagaimana diuraikan pada butir-butir di atas, serta ada fakta yang jelas adanya dugaan kriminalisasi melalui rekayasa sangkaan kasus atas Pemohon. Tetapi, rumusan itu tetap layak dipertahankan untuk menjaga standar moralitas KPK yang tetap tinggi, tetapi harus pula diberikan batasan yang jelas atas jenis dan kualifikasi tindak pidana semacam apa yang Pimpinan KPK dapat dijadikan dasar sangkaan dan kemudian dijadikan dilanjutkan dengan pemberhentian sementara. Di dalam Undang-Undang KPK, dikemukakan secara jelas dan tegas bahwa lembaga antikorupsi ini mendapatkan tugas untuk secara luar biasa memberantas tindak pidana korupsi. Maka, standar moral Pimpinan KPK memang harus dijaga agar pada level yang tertinggi. Karenanya, kalau menjadi tersangka atas tindak kejahatan, memang sebaiknya diberhentikan sementara. Namun dengan standar moral yang lebih tinggi demikian, maka menjadi adil seimbang jika tindak pidana kejahatan yang dijadikan dasar pemberhentian sementara adalah juga tindak pidana yang terbatas dan dengan kualifikasi tertentu. Atau tidaklah semua tindak pidana dimana Pimpinan KPK menjadi tersangka dapat dijadikan sebagai dasar untuk pemberhentian sementara. 6

10 Jika tanpa pembatasan, jelas, tegas, maka melalui tindak pidana kejahatan apa pun, Pimpinan KPK mudah dilegitimasi dan dilumpuhkan dengan modus pemberhentian sementara melalui status tersangka. Pada kasus pada kasusnya tersebut, bisa saja satu sangkaan yang sifatnya kriminalisasi atau tindak pidana yang diada-adakan atau dicari sematamata ditujukan untuk pentersangkaan Pimpinan KPK. Nah, berdasarkan apa yang alasan-alasan yang dikemukakan di atas, maka pembatasan tindak pidana untuk pemberhentian sementara Pimpinan KPK, sebagaimana diuraikan di atas sebagaimana uraian, alasan, dan argumentasi di atas, pembatasan atas tersangka atas frasa tersangka tindak pidana kejahatan adalah sesuatu yang wajib untuk dilakukan agar tidak menabrak prinsip independensi KPK dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun Berdasarkan prinsip persamaan dan di hadapan hukum dan contoh norma yang ada, maka meskipun dapat diberhentikan sementara, maka frasa tersangka tindak pidana kejahatan harus dibatasi berdasarkan dua hal, yaitu kesatu, jenis dan kualifikasi tindak pidananya. Kedua, prosedur atau tata cara penetapan tersangkanya. Pada konteks itu, maka frasa tersangka tindak pidana kejahatan dimaknai terbatas, yaitu melakukan tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara, perdagangan manusia, dan tindak pidana yang terkait dengan kewenangannya yang dilakukan pada masa jabatannya. Serta frasa diberhentikan sementara dari jabatannya itu seyogianya dimaknai terbatas, yaitu dapat diberhentikan sementara dari jabatannya. Serta penetapan tersangka itu dilakukan setelah mendapat izin presiden. Kesimpulannya, Ketentuan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang KPK, ya, yang mengatur Pimpinan KPK diberhentikan sementara jika ditetapkan sebagai tersangka harus dibatasi agar tidak menjadi modus melumpuhkan KPK yang menabrak prinsip independensi KPK dan karenanya bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun Pembatasan itu menyangkut satu, jenis tindak pidananya, yaitu hanya untuk tertangkap tangan, melakukan tindak pidana berat, dan tindak pidana yang terkait pelaksanaannya. Serta dua, cara penetapan tersangkanya harus mendapat izin presiden terlebih dahulu. Karena itu, Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang KPK itu harus dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, kecuali dengan syarat atau conditionally constitutional frasa tersangka tindak pidana kejahatan dimaknai terbatas, sebagaimana diuraikan dalam poin di atas. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas karena dalil-dalil Pemohon berdasarkan hukum, maka cukup alasan Pemohon, sudi 7

11 kiranya Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk menjatuhkan putusan dengan amar putusan sebagai berikut. 7. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Silakan. 8. KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL FICKAR HADJAR Disambung. 9. KUASA HUKUM PEMOHON: RIDWAN BAKAR Dalam provisi. Di dalam Pasal 58 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, mengatur bahwa putusan Mahkamah tidak berlaku surut, maka untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap hak konstitusional Para Pemohon, Pemohon memohon agar Majelis Hakim Konsitusi menerbitkan putusan sela yang memerintahkan Kepolisian Republik Indonesia untuk tidak melakukan pelimpahan perkara dugaan tindak pidana yang diduga ditujukan Pemohon karena Pemohon menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai Pimpinan KPK. Dan/atau memerintahkan Kejaksaan Agung untuk menolak pelimpahan perkara dugaan tindak pidana yang diduga ditujukan Pemohon dan/atau memerintahkan Kejaksaan Agung untuk tidak melimpahkan perkara dugaan tindak pidana yang diduga ditujukan Pemohon ke pengadilan. Dan/atau memerintahkan Presiden Republik Indonesia untuk memerintahkan menganulir penerbitan penetapan pemberhentian sementara Pemohon. Walaupun Undang-Undang MK tidak mengatur secara spesifik mengenai putusan provisi, menurut Pemohon, undangundang tidak melarang Mahkamah Konstitusi untuk mengintrodusir mekanisme ini dalam perkara pengujian undang-undang. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran atas Undang-Undang Dasar 1945 yang paling tidak ketika pemeriksaan pendahuluan dilakukan potensi pelanggaran tersebut telah terdeteksi oleh Mahkamah Konstitusi. Selain itu, perintah untuk menghentikan sementara suatu pelaksanaan tindakan hukum yang terkait dengan perkara yang sedang diuji oleh Mahkamah Konstitusi dikenal di dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi untuk perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Pasal 63 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi menyatakan, Mahkamah Konstitusi dapat mengeluarkan penetapan yang memerintahkan kepada Pemohon dan/atau Termohon untuk menghentikan sementara pelaksanaan kewenangan yang dipersengketakan sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi. Ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi di atas terkait dengan 8

12 SKLN, namun ketentuan ini dapat menjadi rujukan bagi Mahkamah Konstitusi untuk memerintahkan penghentian sementara suatu pelaksaan tindakan hukum yang terkait dengan perkara yang sedang diuji. Permohonan ini adalah permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, namun tidak dapat dipungkiri bahwa secara substansial permohonan ini mengandung sengketa kewenangan lembaga negara. Dalam perkara pidana yang melibatkan Para Pemohon, lembaga Kepolisian telah mengkriminalkan atau setidaknya mengkontestasi kewenangan KPK yang juga merupakan lembaga penegak hukum. Tindakan dimaksud dapat dikualifikasi dalam perspektif sengketa kewenangan lembaga negara. Dalam hal ini, kewenangan institusional KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dikontestasi secara pidana oleh lembaga lain dengan kualifikasi penyalahgunaan kewenangan. Fakta ini dapat menjadi dasar dan alasan diterimanya permohonan provisi yang diajukan oleh Para Pemohon. Permohonan provisi ini penting untuk diajukan oleh Para Pemohon untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum atas proses yang sedang dijalani Pemohon. Apabila Kepolisian Republik Indonesia, atau Kejaksaan Republik Indonesia, atau Presiden Republik Indonesia melakukan tindakantindakan hukum yang dapat membuat norma yang sedang diuji menjadi terlaksana, maka hak konstitusional Para Pemohon menjadi terlanggar secara aktual. Dengan demikian, berdasarkan hal tersebut di atas, kami berpendapat bahwa Majelis Mahkamah Konstitusi yang terhormat berwenang untuk menjatuhkan putusan provisi dalam perkara a quo. Dalam petitum. Berdasarkan uraian tersebut di atas, oleh karena dalil-dalil Pemohon berdasarkan hukum, maka cukup alasan Pemohon untuk kiranya Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menjatuhkan putusan provisi pada saat pemeriksaan permohonan sedang berjalan dan putusan akhir dengan amar putusan antara lain sebagai berikut. Dalam putusan provisi. Memerintahkan pada lembaga Kepolisian Republik Indonesia atau Polri dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia menghentikan sementara pelaksanaan tindakan hukum yang terkait dengan perkara yang sedang diuji. Dalam putusan akhir. Menerima dan mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, kecuali frasa tindak pidana kejahatan dimaknai terbatas untuk melakukan tindak pidana korupsi, terorisme, perdagangan manusia, dan tindak pidana yang terkait dengan kewenangannya yang dilakukan pada masa jabatannya. 9

13 Menyatakan bahwa Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya, kecuali frasa tersangka tindak pidana kejahatan dimaknai terbatas untuk melakukan tindak pidana korupsi, terorisme, perdagangan manusia, dan tindak pidana yang terkait dengan kewenangannya yang dilakukan pada masa jabatannya, serta penetapan tersangka itu setelah mendapatkan izin presiden. Menyatakan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, kecuali frasa diberhentikan sementara dari jabatannya dimaknai terbatas dapat diberhentikan sementara dari jabatannya. Menyatakan bahwa Pasal 32 ayat (1) huruf c Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akbat hukumnya, kecuali frasa diberhentikan sementara dari jabatannya dimaknai terbatas dapat diberhentikan sementara dari jabatannya. Memerintahkan pemuatan Putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan a quo dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang terhormat memandang perlu dan layak, maka kami mohonkan agar perkara a quo dapat diputuskan seadil-adilnya. 10. KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL FICKAR HADJAR Majelis, sebelum diakhiri, tadi ada beberapa kata yang menyebut kata para itu mohon dianggap tidak ada. Karena Pemohonnya cuma satu. Terima kasih, Majelis. 11. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Baik. Itu catatan pertama tadi yang sebenarnya mau saya sampaikan, tapi sudah... sudah Saudara koreksi sendiri. Baiklah. Sesuai dengan ketentuan undang-undang, maka kami diwajibkan untuk memberikan nasihat berkenaan dengan perkara ini. Maka kesempatan pertama, sebelum kami sampaikan kepada yang lain, saya akan menyampaikan dulu selaku Ketua Panel. Jadi begini, Saudara, coba Anda lihat di permohonan di halaman 6 sampai dengan sampai dengan halaman 12, ya. Di situ Saudara membuat tabel tentang pejabat atau person yang menduduki jabatan kenegaraan, gitu ya? Yang konteksnya adalah pemberhentian secara tetap. Ya begitu, kan? Itu yang diberhentikan secara tetap. Misalnya, pertama Anda mengutip Hakim Konstitusi diberhentikan tidak dengan hormat. Bukan hanya tetap, tapi tidak... bahkan diberhentikan tidak dengan hormat apabila dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan dan seterusnya. Tetapi di halaman 12, Anda tiba-tiba 10

14 meloncat ke kesimpulan. Uraian pasal-pasal di atas menegaskan dengan sangat jelas. Bahwa pejabat negara yang diduga melakukan... diduga melakukan tindak pidana tidak dapat diberhentikan sementara sebelum status terdakwa. Ini bagaimana ini? Ini... ndak, nanti... nanti saya mau inikan... itu konteksnya, itu kan berkaitan dengan pemberhentian tetap, bahkan pemberhentian tidak dengan hormat. Tapi, ini kok Anda mengaitkan ini hubungannya sangat jelas bahwa pejabat negara yang diduga melakukan tindak pidana tidak dapat diberhentikan sementara sebelum berstatus terdakwa. Itu jauh itu, lompatan kesimpulannya itu menjadi ini... menjadi... apa... tidak masuk akal kalau bagi saya itu, ndak ada logika. Bagaimana Anda menjelaskan ini? 12. KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL FICKAR HADJAR Begini, Majelis, nanti ditambahi oleh rekan yang lain. Kalimat ini sebenarnya dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa di dalam rentetan peraturan yang kami paparkan tadi, pada pejabat-pejabat negara itu tidak ada pemberhentian sementara, itu. Jadi, dia langsung setelah ada putusan setelah jadi terdakwa, langsung di apa pemberhentian tetap. Sedangkan ketika tersangka, tidak ada pemberhentian sementaranya. Itu sebenarnya maksud dari kalimat itu, gitu. 13. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, nanti diperbaiki itu kalau memang maksudnya demikian. Tapi saya kira, konteksnya menjadi lain, ya? Akan menjadi sangat berbeda apa maksud dari pernyataan Saudara dengan apa yang tertulis di sini. Nah, itu. Dan kemudian, yang berikutnya juga lalu, Anda mengutip di situ tentang tindakan kepolisian. Anda membandingkan ya tindakan kepolisian yang dapat diambil oleh ini ya yang dia kepada sejumlah pejabat negara. Nah, ini. Nah, lalu di di bagian halaman 14, kemudian Anda menyimpulkan, katakanlah begitu, membuat semacam konklusi di angka 24 itu. Bahwa uraian pasal-pasal di atas menegaskan dengan sangat jelas bahwa pejabat negara yang lain dilindungi secara hukum, dalam hal ini dalam hal tindakan polisional. Perlindungan mana tidak dimiliki oleh Pimpinan KPK, meskipun juga mempunyai tugas negara yang sangat tidak eh, ini yang me anu ya saya kira Anda salah ketik di sini, nanti diperbaikilah itu. Yang sudah tidak sudah terjadi secara masif, sistematis, dan terstruktur. Jadi begini, ini bisa menimbulkan apa bisa menimbulkan kesan gimana caranya supaya ndak timbul kesan bahwa Anda justru minta supaya diperlakukan ada ini? Gimana caranya itu? Supaya ndak ter timbul argumentum a contrario yang seperti itu jadinya kalau kalau begini sususan kalimatnya. Kan Anda padahal maksud Anda bukan begitu, kan? Coba 11

15 nanti diinikan itu. Karena nanti kaitannya Anda akan mengaitkan itu dengan Pasal 27 ayat (1), kan? Nah ini, persamaan di hadapan hukum. Nah, berikutnya, yang kaitannya dengan independensi KPK, di di halaman 24 itu, ya. Tanpa pembatasan, frasa tersangka tindak pidana kejahatan untuk pemberhentian sementara Pimpinan KPK dapat merusak independensi KPK dan karenanya bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Anda di sini menekankan pada apanya ini? Kalau Pasal 27 ayat (1) itu kan persamaan kedudukan di hadapan hukum dan kepastian hukum kan yang di anunya. Padahal, yang Anda persoalkan di sini adalah persoalan independensi. Ya, kan? Yang berikutnya ini, yang uraian Anda ini kan mau menekankan kepada persoalan independensi, tetapi pasal Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang Anda pasangkan untuk mendukung uraian itu, itu Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1). Coba dipikirkan kembali itu, apakah itu sudah benar kalau Anda memasangkannya ke sana? Atau kalau memang Anda ingin memasangkan ke situ, apa uraiannya memang soal independensi yang kemudian masuk ke dalam pengertian itu? Ini soal-soal yang demikian, saya kira penting untuk diini. Nah, kemudian yang kedua. Maaf ini, ini bagaimana caranya supaya Anda tidak menimbulkan kesan di mata publik? Bagaimana kalau pejabat yang lain tertangkap, kok boleh begini? Tapi giliran KPK yang tertangkap, Anda buru-buru mengajukan permohonan supaya itu di mana Anda bisa memberikan penjelasan itu dalam permohonan ini supaya tidak tampak kesan demikian di mata masyarakat? Walaupun putusan Mahkamah belum ada dalam soal ini, tapi apa penilaian negatif kepada permohonan ini nanti bisa... apa bisa hadir karena ini nanti ini kan sidang terbuka, ini akan dimuat oleh media dan sebagainya. Nah, itu di mana Anda harus menyampaikan semacam entah prolog atau alasan apa yang digunakan itu supaya tidak timbul kesan ini ini giliran yang bersangkutan karena kalau jadi Anda buru-buru ke sini, giliran orang lain bagaimana? Supaya ndak ada kesan itu. Nah, itulah itu lagi. Dan Anda juga ndak memberikan pembatasan ya tentang tindak pidana apa. Intinya, Anda tidak menolak pemberhentian sementata itu, kan begitu? Hanya saja Anda perlu membatasi, kan gitu. Nah, itulah yang Anda kemudian kaitkan dengan soal independensi tadi. Nah, itu yang enggak nyambungnya lalu tadi itu, yang soal Pasal 27 dan anu itu kan, kecuali soal independensi KPK, itu apa kaitannya ke sana, gitu? Satu. Dan kemudian yang barusan saya sampaikan supaya ndak timbul kesan itu bagaimana caranya? Nah, di sini di halaman 24, Anda menyampaikan bahwa pembatasan itu adalah misalnya melakukan tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan/atau tidak pidana terhadap keamanan negara, perdagangan manusia, dan tindak pidana yang terkait dengan kewenangan yang dilakukan pada masa jabatan. Ini apa maksud Anda? 12

16 Yang tindak pidana yang terkait dengan kewenangannya yang dilakukan pada masa jabatannya? 14. KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL FICKAR HADJAR Komisioner KPK. 15. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Sebagai Komisioner KPK? 16. KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL FICKAR HADJAR Ya. 17. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Artinya, apa maksud Anda, apakah ( ) 18. KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL FICKAR HADJAR Penyalahgunaan kewenangan. 19. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Penyalahgunaan kewenangan? 20. KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL FICKAR HADJAR He eh. 21. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Penyalahgunaan kewenangan atau dia melakukan tindak pidana ketika dia sedang menjabat, walaupun bukan penyalahgunaan kewenangan? 22. KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL FICKAR HADJAR Ya. 23. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya itu beda jadi pengertiannya dengan yang Anda maksud di sini. Ya, nanti itu tolong diinikan, lain nanti artinya ini. Kalau di sini karena 13

17 itu kan penyalahgunaan kewenangan hanya salah satu saja. Tetapi kalau Anda maksudkan itu, lain lagi maksudnya. Nah, kemudian ya, Anda sudah menyebutkan di sini apa namanya bahwa dalam pengujian undang-undang, itu sebenarnya tidak dikenal apa namanya putusan sela yang juga tidak ada putusan provisi berkenaan dengan itu. Dan jadi sebenarnya saya menyarankan itu tidak usahlah ada, tapi kalau Anda tetap bertahan, ya namanya nasihat ya. Walaupun sebenarnya begini, tidak pas juga kalau Saudara Pemohon menyampaikan ini seolah-olah itu sengketa kewenangan lembaga negara karena formatnya agak berbeda. Lain halnya kalau misalnya sama-sama menangani tindak pidana korupsi dan kemudian ada sengketa, misalnya Kejaksaan Agung mau merebut juga bukan merebut, mau menangani juga, polisi mau menangani juga, KPK mau menangani juga. Nah, itu sengketa kewenangan. Tapi bahwa dalam kasus ini, agak lain karena ini tindak pidana biasa dan itu memang dilakukan sesuai dengan prosedur KUHAP. Tetapi biarlah itu nanti kalau kalau saya sendiri selaku ketua, saya menyarankan itu tidak perlu ada provisi itu, tapi nanti juga silakan apa anggota Majelis yang lain nanti mungkin akan memberikan catatan tambahan barangkali. Dari saya selaku Ketua, demikian dulu nasihat yang saya berikan atau saran yang saya berikan kepada Saudara sesuai dengan Pasal 39 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya, saya minta kepada Yang Mulia, mungkin Yang Mulia Pak Patrialis? Pak Wahiduddin dulu. Yang Mulia Pak Wahiduddin Adams, silakan, kalau ada. 24. HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik. Terima kasih, Pak Ketua. Menambah apa yang disampaikan Yang Mulia Ketua Panel. Pertama, ya ini karena permohonan setelah disusun formatnya, kemudian tadi beberapa nasihat disampaikan oleh Ketua Panel sudah disampaikan. Ada tambahan yang ingin saya sampaikan terkait sesi sidang agenda pendahuluan ini. Itu pertama dalil argumentasi Pemohon di halaman 6 di angka 21, itu Pemohon mendalilkan, Ketentuan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang KPK, memberikan perlakuan yang berbeda antara Pimpinan KPK dengan penjabat negara lainnya. Khusus untuk Pimpinan KPK, maka hanya dengan menjadikan seorang Pimpinan KPK menjadi tersangka saja, sudah cukup untuk memberhentikannya secara sementara. Lalu, Pemohon tadi sedikit disinggung, menyajikan perbandingan pemberhentian sementara dalam jabatan negara lainnya dalam tabel, ya tadi dari halaman 6 sampai 12. Persoalannya adalah alasan kata pemberhentian sementara dalam jabatan-jabatan negara lain itu sangat 14

18 beragam. Misalnya, bagi Hakim Konstitusi yang tidak menghadiri selama 5 kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, ini kan beda alasannya ya, bisa menjadi alasan untuk diberhentikan sementara, untuk diperiksa oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi sebelum diberhentikan dengan tidak hormat, ini disandingkan tadi, kok begitu ya? Yang saya ingin sampaikan sedikit. Tabel perbandingan alasan pemberhentian sementara yang Pemohon sajikan, ini tidak sebanding, tidak apple to apple gitu. Oleh kenapa? Dalil kesimpulan yang Pemohon ungkap pada halaman 22 angka 22 ya, halaman 12 disebutkan, Pasal-pasal di atas menegaskan dengan sangat jelas bahwa pejabat negara yang diduga melakukan tindak pidana tidak dapat diberhentikan sementara sebelum berstatus terdakwa. Ini menjadi semacam (suara tidak terdengar jelas) ya, nanti diluruskan, baik apa kesimpulannya atau kemudian membandingkan sajiannya itu apple to apple-nya itu ya. Yang kalau menurut saya, yang diungkapkan itu tidak adanya mekanisme lanjutan setelah seorang Pimpinan KPK diberhentikan sementara ya, itu kan juga tidak diatur. Kelanjutan dari pemberhentian sementara adalah kepastian akan berhenti atau diberhentikan. Karena dalam Undang-Undang KPK, tidak ada mekanisme yang mengatur tindakan yang harus dilakukan setelah status diberhentikan sementara, tidak ada itu. Nah, ini ya mungkin perlu diungkapkan ya, ya misalnya setelah Pimpinan KPK tidak lagi ditetapkan sebagai tersangka, tidak ada mekanisme rehabilitasi atau pemulihan nama baiknya, dan apakah dia dapat kembali menyandang jabatan sebagai Pimpinan KPK lagi, ya. Kemudian, ada dari segi redaksi saja ya, ini beberapa kali ditulis ya, kata polisional di halaman 12 angka 23, halaman 24, halaman 23 ya angka 37, ini mungkin bisa dicari lain, polisional, polisional, gitu ya. Kemudian yang terakhir ini, redaksi saya simak tadi, apakah karena di tulisan saja, di petitum enam. Memerintahkan pemuatan putusan dalam Lembaran Negara, saya... okelah apa mungkin tertulis saja, tapi tadi diucapkan juga Lembaran negara juga ya, kan Berita Negara kan di undang-undang di Pasal 57 ayat (3) itu kan dimuatnya di Berita Negara bukan di Lembaran Negara, ya, saya lihat tadi di tertulisnya, kemudian waktu diucapkannya juga belum sempat diralat ya. Saya kira itu saja, terima kasih. 25. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Yang Mulia. Silakan, Yang Mulia Pak Patrialis. 15

19 26. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua Panel. Ini giliran saya ini, ini Abdul Fickar Hadjar ini teman seperjuangan ini, Pak, dari muda. 27. KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL FICKAR HADJAR (Suara tidak terdengar jelas), Pak. 28. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR (Suara tidak terdengar jelas). Kita sama-sama berjuang dan alhamdulillah ketemu di sini dan sering sebetulnya, cuma beracara baru kali ini. Saya sebetulnya enggak enak juga ini, tapi karena tugas, saya ingin menyampaikan beberapa saran, ya beberapa saran. Karena tadi banyak juga disarankan, dinasihatkan ini untuk demi kesempurnaan permohonan ini. Jadi, walaupun sebetulnya ini ibarat membuang air ke dalam laut saya ini, tapi apa boleh buat. Pertama, mengenai persoalan Kewenangan Mahkamah. Jadi, yang ringan-ringan saja. Pak Palguna sama Pak Wahiduddin Adams sudah yang berat-berat. Pertama, saya tidak menemukan di dalam Kewenangan Mahkamah itu keberadaan Kewenangan MK berdasarkan undang-undang nomor berapa, jadi masih belum dicantumkan, ya. Jadi ada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 24 Tahun Jadi, tolong itu jangan lupa karena nanti Mahkamah enggak berwenang nanti kan, ini ringan-ringan, tapi cukup mempengaruhi. Yang kedua, begitu juga dengan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, ini juga belum ada ini. Ini istilahnya kalau kawan saya itu, tembak langsung ini. Jadi, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2009 kekuasan kehakiman, khususnya Pasal 29 ayat (1) huruf a, ini belum kelihatan juga. Kemudian, di dalam halaman 2, saya membaca baik-baik ini permohonan Saudara saya ini kan harus saya baca baik-baik. Saya juga melihat adanya masih menulis Undang-Undang Nomor 10 Tahun Kalau saya enggak salah, itu sudah diganti, undang-undang nomor berapa itu? Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, nah mestinya kan itu kan. Nanti ketinggalan, bagaimana? Ringan-ringan juga ini. Itu tiga. Yang keempat, sesuai dengan... apa namanya... mekanisme yang ada di Mahkamah, walaupun kita sudah mengetahui sepenuhnya siapa Pemohon yang Prinsipal, tapi tolong KTP-nya dilampirkan, ya, sebagai kelengkapan administrasi. Begitu juga para Kuasa Pemohon ini kan tidak ada yang enggak dikenal nih, tetap semua, tapi kartu anggota advokatnya lupa dilampirkan. Tolong, ya. 16

20 Kemudian, saya juga ingin saran beberapa hal, ya, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi 006 Tahun 2005 dan Nomor 11 Tahun 2007, serta Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, khususnya dalam Pasal 51 ayat (1), bagaimana caranya dalam permohonan ini betul-betul bisa menampilkan performance-nya bahwa sesungguhnya ini bukan masalah konkret, gitu. Karena MK kan tidak menilai masalah konkret. Kalau masalah konkret, nanti MK berubah posisi, tetapi ini betul-betul persoalan konstitusional norma. Jadi kita sesuaikan di situ, sehingga... apa namanya... arahnya kelihatan. Sebab kalau konkret, nanti kita capek membuat permohonan, tapi dengan mudah nanti dinilai kurang pas, kan juga enggak baik, ini urun rembuknya. Kemudian, di dalam permohonan ini, saya juga enggak melihat ya, ini kan Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, itu juga tolong dilengkapi dengan penulisan terhadap Lembaran Negara, Lembaran Negara, Tambahan Lembaran Negara terhadap undang-undang itu. Kemudian, saya kira juga tidak ada salahnya, tidak ada salahnya di dalam posita, sekali lagi, Pemohon mencoba untuk lebih fokus sedikit mempersandingkan dengan beberapa pertimbangan hukum Mahkamah dalam Putusan 133 Tahun 2009, ya, itu kan ada beberapa pertimbangapertimbangan hukum yang cukup jelas ya. Bahwa antara lain Mahkamah tidak berwenang untuk memerintahkan kepolisian, tidak berwenang untuk memerintahkan kejaksaan, ada pertimbangan Mahkamah yang bersifat erga omnes dan itu berlaku untuk siapa pun dan sampai kapan pun. Walaupun saya dalam beberapa sisi semula, banyak juga yang tidak setuju dengan putusan MK semula, tapi saya diberitahukan bahwa putusan MK itu bersifat erga omnes, walaupun saya tidak setuju, saya harus tunduk dengan putusan itu. Nah, ini bagaimana mendesain lebih lanjut terhadap harapan yang diajukan oleh Pemohon di dalam permohonan ini. Kemudian, hal yang juga saya kira sangat penting, sehingga permohonan ini betul-betul lebih sempurna dan di dalam persidangannya kita juga dapat mencari nilainilai yang terbaik sesuai dengan konstitusi, tolong juga dijelaskan dan diyakinkan dengan sungguh-sungguh terhadap penjelasan yang Saudara katakan tadi bahwa Pemohon Prinsipal ini dijadikan tersangka pada saat atau sedang melaksanakan tindakan hukum tindak pidana korupsi kepada seseorang yang dijadikan tersangka. Apa, benang merahnya atau relasinya itu di mana? Jadi, kalau bisa jangan satu asumsi, ya, jangan satu indikasi, konkret ininya apa namanya kerugian konstitusionalnya itu. Ya itu bukan persoalan bukan persoalan kasus konkret, tetapi ada kerugian konstitusional yang dirasakan oleh Pemohon bahwa Pemohon dijadikan tersangka karena menjadikan seseorang menjadi tersangka. Dan itu harus jelas karena KPK ini menjadikan orang tersangka kan banyak sekali. Jadi, yang dimaksudkan itu siapa? Kan begitu. 17

21 Jadi, Pak Abdul Fickar tadi menjelaskan dan saya sempat mencatat itu. Dan alangkah lebih baiknya, itu didukung dengan pembuktian. Apakah itu buktinya tulisan, apakah nanti bisa dijelaskan dengan keterangan ahli atau saksi, terserah, tapi di disampaikan di situ bahwa ini bukan satu asumsi. Kemudian juga, banyak kita mendapatkan satu masukan dan pikiran-pikiran yang berkembang selama ini, di tengah-tengah masyarakat bahwa kalau seseorang dijadikan sebagai tersangka, itu luar biasa dukungan masyarakat agar yang bersangkutan itu harus mengundurkan diri. Banyak sekali, luar biasa moralitas yang ada di tengah-tengah bangsa kita ini dan fakta menunjukkan bahwa beberapa orang menteri yang sedang bertugas yang dijadikan tersangka dan luar biasa kita melihat apa namanya gebrakan-gebrakan yang dilakukan oleh KPK, sehingga betul-betul menjadikan sesuatu yang semua penyelenggara negara sangat berhati-hati, ya. Dan pada saat mereka menjadi tersangka, semua orang mengatakan, Sebaiknya dia fokus untuk mempersiapkan diri agar dia mundur dulu. Nah, ini kira-kira bisa diadopsi juga enggak sebagai satu pertanda adanya satu tindakan moral? Tadi Pak Palguna dan Pak Wahiduddin Adams juga mengatakan seperti saya misalnya, saya ini sudah tiga kali lho dilaporkan ke Dewan Etik dan saya disidang di Dewan Etik karena saya diduga telah melakukan pelanggaran etik, bukan tindak pidana, dan banyak sekali orang yang minta supaya saya berhenti, enggak bisa memimpin sidang karena saya melanggar etik. Dan saya pikir, itu sesuatu yang terbaik koreksi bagi diri kita, apakah kita sanggup apa enggak, bisa masih tugas apa enggak. Tapi, alhamdulillah Dewan Etik mengklarifikasi tidak terbukti dan dipulihkan nama baik saya. Ini satu imbauan moral yang juga sangat luar biasa. Pelanggaran etik saja baru dugaan, itu sudah banyak dorongan dan dukungan seperti itu. Nah, saya kira, persandingan apple to apple ini juga sangat penting, Pak Abdul Fickar, ya. Terus terang, kami di sisi lain, tentu memang sangat membanggakan apa yang dilakukan Pemohon Prinsipal ini. Saya waktu itu adalah sebagai Ketua Pansel, panitia seleksi, dan tidak mungkin Saudara Bambang Widjojanto lulus kalau memang tidak memenuhi kualifikasi, kan begitu. Jadi, gebrakan-gebrakannya kita puji selama ini, tapi di sisi lain, tentu kita juga harus mencoba melihat persoalan ini secara komprehensif. Itu yang bisa saya catat dalam beberapa hal. Sekali lagi, ini dalam rangka penyempurnaan permohonan ini, agar kami yang menyidangkannya pun juga perdebatannya tidak begitu panjang nanti di dalam Rapat Permusyawaratan Hakim. Demikian, Pak Ketua, terima kasih. 18

22 29. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Yang Mulia Pak Patrialis Akbar. Jadi, Saudara Pemohon, itu yang sudah kami sampaikan, apakah ada hal yang mau enggak disampaikan kira-kira? Ada lagi berkaitan dengan permohonan ini? Cukup? 30. KUASA HUKUM PEMOHON: ABDUL FICKAR HADJAR Cukup. 31. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Ada tambahan sedikit dari Yang Mulia Wahiduddin. 32. HAKIM ANGGOTA: WAHIDDUDIN ADAMS Ya, koreksi saja, Pak Fickar. Itu halaman 12, ya matriks karena ini penting karena dihadapkan satu per satu, ini update undang-undangnya, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kan sudah diubah sekarang dengan undang-undang dan juga pasalnya supaya disamakan, ya. Juga kelengkapan nama undang-undangnya, tidak hanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dan juga hal-hal lain, supaya update ininya, baik namanya, nomornya, dan LN-nya, ya. Terima kasih, itu saja. 33. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Saya kira itu benar, ya, supaya kita membaca dokumen yang sama. Dan juga begini, saya ini penting mengingatkan, saya kira Anda tidak perlulah lagi, tapi biarlah kami ingatkan saja. Misalnya, nanti kalau ada menggunakan alat bukti atau undang-undang, usahakan yang dari Lembaran Negara, ya, jangan dari toko buku atau apa. Nanti kalau ada salah ketik, ada salah cetak, itu kan jadi lain nanti ininya. Jadi, usahakan yang langsung dapat resmi dari Lembaran Negara kalau ada digunakan sebagai alat bukti. Kalau tidak ada permasalahan yang lain, saya ingin menyampaikan saja bahwa hingga saat ini Anda mengajukan 23 bukti, ya. Nanti itu kalau ada anu dari bukti-bukti itu ada yang memerlukan updating, silakan diubah dulu dan nanti kita akan sahkan pada waktu perbaikan permohonan nanti. Sehingga pada waktu itu kita sudah update semua, kita sudah memegang dokumen yang sama dan dokumen yang masih sama-sama berlaku, gitu. Sesuai dengan ketentuan 19

23 undang-undang, pada Saudara diberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan permohonan selama 14 hari. Dan demikian, menurut hitungan kami, Saudara harus sudah menyampaikan permohonan perbaikan permohonannya di Mahkamah Konstitusi ini pada hari Senin, tanggal 20 April 2015, paling lambat itu ya, paling lambat. Paling lambat pukul 14.00, ya. Sekali lagi saya ulangi, Anda harus menyampaikan perbaikan permohonan paling lambat hari Senin, tanggal 20 April 2015, pukul WIB, termasuk perbaikan bukti, ya. Atau kalau ada tambahan, boleh, tapi pada saat itu disampaikan juga kalau ada tambahan alat bukti. Jelas, Saudara, ya? Ada yang mau disampaikan lagi kira-kira? Cukup? Baik. Sudah dipandang cukup, maka dari Yang Mulia ada lagi? Cukup. Kalau demikian, maka sidang untuk hari ini dinyatakan selesai dan sidang dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 7 April 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 20

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 20/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 20/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 20/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 125/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 125/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 125/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 91/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 91/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 91/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 14 Tahun

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DAN UNDANG- UNDANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi I. PEMOHON Dr. Bambang Widjojanto, sebagai Pemohon. KUASA HUKUM Nursyahbani Katjasungkana,

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 89/PUU-XI/2013

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 89/PUU-XI/2013 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 89/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika [Pasal 111 ayat ( 2), Pasal 112 ayat

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 43/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 43/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 43/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 66/PUU-XV/2017 PERKARA NOMOR 67/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 126/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 126/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 126/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 86/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 86/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 86/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM TERHADAP UNDANG-

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 8/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 8/PUU-XV/2017 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 8/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat [Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3)] terhadap

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 113/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 113/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 113/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XI/2013

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XI/2013 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XI/2013 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 139/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 139/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 139/PUU-XII/2014 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAHAKAM ULU DI

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 68/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 68/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 68/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERRUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG- UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 85/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 85/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 85/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 9/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 9/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 9/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 29/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 29/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 29/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA TERHADAP

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 8/PUU-XI/2013

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 8/PUU-XI/2013 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 8/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi [Pasal 41

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 50/PUU-IX/2011

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 50/PUU-IX/2011 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 50/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-X/2012

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-X/2012 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-X/2012 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-IX/2011

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-IX/2011 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 139/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 139/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 139/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 91/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 91/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 91/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 116/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 116/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 116/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik [Pasal 29 ayat

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 23/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 23/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 23/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN PERPU NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 99/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 99/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 99/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UNDANG- UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 80/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 80/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 80/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA TERHADAP

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 76/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 76/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 76/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 49/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 49/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 49/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 129/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 129/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 129/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana [Pasal 77 huruf a] terhadap

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 34/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 34/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 34/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 123/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 123/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 123/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 41/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 41/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 41/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana [Pasal

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 89/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 89/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 89/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 31/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 31/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 31/PUU-XII/2014 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 68/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 68/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 68/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 10/PUU-XVI/2018

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 10/PUU-XVI/2018 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 10/PUU-XVI/2018 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 49/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 49/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 49/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 50/PUU-IX/2011

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 50/PUU-IX/2011 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 50/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 105/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 105/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 105/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAKAMAH KONSTITUSI SEBAGAIMANA DIUBAH

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 47/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 47/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 47/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 109/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 109/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 109/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XI/2013

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XI/2013 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana [Pasal 77 huruf a Pasal

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 62/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 62/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 62/PUU-XII/2014 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 80/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 80/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 80/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan [Pasal 27 ayat (1) huruf e ] terhadap

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 61/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 61/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 61/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 109/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 109/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 109/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 78/PUU-X/2012

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 78/PUU-X/2012 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 78/PUU-X/2012 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana [Pasal 195, Pasal 197 ayat

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 48/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 48/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 48/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM TERHADAP

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 94/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 94/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 94/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 3/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 3/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 3/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK TERHADAP

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 7/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 7/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 7/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 2/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 2/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 2/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 3/PUU-XVI/2018

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 3/PUU-XVI/2018 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 3/PUU-XVI/2018 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TERHADAP

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 120/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 120/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 120/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 13/PUU-X/2012

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 13/PUU-X/2012 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 13/PUU-X/2012 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 28/PUU-V/2007

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 28/PUU-V/2007 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 28/PUU-V/2007 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN TERHADAP

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 139/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 139/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 139/PUU-XII/2014 PERIHAL PENGUJIAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAHAKAM

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 4/PUU-XVI/2018

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 4/PUU-XVI/2018 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 4/PUU-XVI/2018 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 123/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 123/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 123/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 110/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 110/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 110/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Pasal 231 ayat (3)] Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 33/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 33/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 33/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 43/PUU-IX/2011

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 43/PUU-IX/2011 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 43/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 64/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 64/PUU-XV/2017 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 64/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 94/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 94/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 94/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL, UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 61/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 61/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 61/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN TERHADAP

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 89/PUU-XI/2013

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 89/PUU-XI/2013 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 89/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika [Pasal 111 ayat ( 2), Pasal 112 ayat

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 21/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 21/PUU-XV/2017 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 21/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN JUNCTO UNDANG- UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 71/PUU-X/2012

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 71/PUU-X/2012 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 71/PUU-X/2012 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 128/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 128/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 128/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 22/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 22/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 22/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 69/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 69/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 69/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 110/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 110/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 110/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 125/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 125/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 125/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 23/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 23/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 23/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 55/PUU-XI/2013

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 55/PUU-XI/2013 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 55/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan [Pasal 8 ayat (5)] terhadap Undang-Undang

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 78/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 78/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 78/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TERHADAP

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2015

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 100/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 100/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 100/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 34/PUU-IX/2011

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 34/PUU-IX/2011 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 34/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 16/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 16/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 16/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN TERHADAP UNDANG-

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 110/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 110/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 110/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Pasal 231 ayat (3)] Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci