MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 94/PUU-XIV/2016

Transkripsi

1 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 94/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I) J A K A R T A SELASA, 18 OKTOBER 2016

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 94/PUU-XIV/2016 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana [Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 82 ayat (1) huruf d] dan Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak [Pasal 7 ayat (2) huruf a dan Pasal 32 ayat (2) huruf b] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Moch. Dyono ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Selasa, 18 Oktober 2016 Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Patrialis Akbar (Ketua) 2) Maria Farida Indrati (Anggota) 3) I Dewa Gede Palguna (Anggota) Ida Ria Tambunan Panitera Pengganti i

3 Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Muhammad Sholeh ii

4 1. KETUA: PATRIALIS AKBAR SIDANG DIBUKA PUKUL WIB Bismillahirrahmanirrahim. Pemeriksaan Pendahuluan dalam Perkara Nomor 94/PUU-XIV/2016 dibukan dan dinyatakan terbuka untuk umum. Silakan, Pemohon perkenalkan diri. 2. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Terima kasih, Yang Mulia. Nama saya Muhammad Sholeh, Kuasa dari Muhammad Dyono. Terima kasih. 3. KETUA: PATRIALIS AKBAR KETUK PALU 3X Oke, baik. Biasa dalam pemeriksaan pendahuluan, Saudara diminta untuk menjelaskan poin permasalahan, ya. Jadi kalau bisa langsung kontekstual, ya, langsung kontekstual supaya... Saudara sudah paham dan Saudara tinggal menjelaskan. Silakan. 4. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Terima kasih, Yang Mulia. Waktunya juga sudah sore, jadi tidak boleh ke mana-mana, harus fokus. Kami akan menjelaskan terkait pengujian terhadap Pasal 20 ayat (1), ayat (2), Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP juga Pasal 7 ayat (2) huruf a dan Pasal 32 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Kebetulan anak Pemohon ini usianya baru 17 tahun 9 bulan yang dalam hal ini masih mengikuti di dalam proses pidananya tentang Undang-Undang Sistem Peradilan Anak. Tentang legal standing-nya anak Pemohon ini pada tanggal 22 Juli telah dilakukan penahanan oleh Polsek Gayungsari. Dimana anak Pemohon ini dituduh melakukan pencurian sepeda motor dan dihajar oleh massa, setelah itu diserahkan ke Polsek dan oleh pihak kepolisian pun dihajar lagi, sehingga harus dirawat di rumah sakit anak itu. Yang awalnya anak ini dituduh melakukan pencurian Pasal KUHP tiba-tiba diubah, padahal surat penahanan yang diterima oleh Pemohon itu 362. Tetapi, dalam berkasnya sudah berkas yang dikirim ke kejaksaan sudah berubah menjadi Pasal 363. Akhirnya kita gugat praperadilan saat itu, tetapi sayang sekali sebelum praperadilan ini berjalan, tiba-tiba pokok perkaranya sudah berjalan di Pengadilan Negeri Surabaya. 1

5 Yang kami persoalkan adalah terkait dengan kewenangan penyidik maupun penuntut umum melakukan penahanan yang diatur dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2). Dimana menurut Pemohon bahwa argumentasi selalu yang dipakai oleh baik penyidik maupun penuntut umum di dalam melakukan penahanan adalah supaya tidak mempersulit penyidikan, tidak menghilangkan barang bukti, dan dikhawatirkan melarikan diri, ini beberapa argumentasi yang selalu dipakai. Tetapi, setelah Pemohon pelajari ternyata penahanan dengan pidana penjara itu pada hakikatnya sama, yaitu sama-sama di tempatkan pada ruang dimana kemerdekaan seseorang itu sudah dirampas oleh penyidik maupun oleh penuntut umum dalam satu tempat dengan apa ya... ruang yang hampir sama, kan gitu. Tetapi bagi Pemohon, KUHAP itu tidak berlaku adil karena untuk persoalan penyitaan penyidik harus meminta persetujuan terhadap ketua pengadilan, itu sesuai dengan Pasal 38 KUHAP, dimana memang ada sarana kontrol pengadilan kepada pihak penyidik yang melakukan penyitaan. Tetapi, yang menjadi persoalan, kenapa pada saat penahanan itu sama sekali tidak ada kontrol? Penyidik maupun penuntut umum diberikan kekuasaan yang sangat luas, apalah kondisi sakit dan sebagainya, kalau memang harus ditahan, ya harus dilakukanlah penahanan. Dan dalam kacamata Pemohon sering kali hal-hal seperti menjadi transaksional ketika sesuatunya jelas segala macamnya meskipun ancamannya 5 tahun tidak dilakukan penahanan dengan argumentasi untuk kooperatif tapi kalau tidak ada kejelasan, ya itulah dilakukan penahanan. Bagi Pemohon, penahanan itu hakikatnya adalah penghukuman. Terbukti di dalam setiap amar putusan selalu mengatakan bahwa diputus terdakwa bersalah dengan hukuman 1 tahun potong masa tahanan. Ini menjadi pembenar bahwa penahanan itu sebenarnya adalah penghukumanan. Maka, kalau itu bicara penghukuman yang berhak melakukan penghukuman bukan penyidik maupun penuntut umum. Yang berhak melakukan penghukuman hanyalah hakim. Oleh karena itu, Pemohon berpendapat bahwa kewenangan penahanan yang dilakukan... yang diberikan KUHAP kepada penyidik maupun penuntut umum itu melanggar hak asasi dan mengandung ketidakpastian hukum dan ini dibenarkan di dalam rancangan KUHAP. Rancangan KUHAP nanti itu dikenal namanya... adanya hakim komisaris, sehingga siapapun yang ditangkap oleh polisi maka yang berhak apakah tersangka ini harus ditahan atau tidak, itu adalah wewenang hakim, bukan lagi wewenangnya penyidik maupun penuntut umum. Yang kedua, terkait dengan Pasal 82 ayat (1) huruf d, dimana mengatur, Dalam hal suatu perkara sudah dimulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan praperadilannya belum selesai, maka permintaan ini gugur. Nah, pasal ini merugikan anak Pemohon, dimana pada saat itu sudah dijadwalkan sidang praperadilan itu tanggal 15 Agustus, tiba-tiba tanggal 11-nya 2

6 pokok perkara sudah jalan, kan itu. Sehingga kalau menurut ketentuan ini menjadi menjadi gugur. Padahal di dalam KUHAP itu sudah jelas, durasi waktu persidangan praperadilan itu hanya 7 hari. Artinya begini, Yang Mulia, mestinya ketika ada proses peradilan, maka untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka supaya betul-betul terlaksana sesuai dengan ketentuan undang-undang, maka proses praperadilan ini tidak boleh terganggu. Maka penyidikan idelnya harus berhenti dulu, tidak boleh ada pengiriman berkas, dan sebagainya. Karena kalau itu terjadi, tentu proses praperadilan yang dipersoalkan oleh Pemohon terkait penetapan tersangkanya, terkait penahanannya, terkait penangkapannya, ini menjadi gugur. Padahal kami meyakini proses penetapan tersangka, perubahan pasal dari 362 menjadi 363 itu sudah di luar ketentuan undang-undang yang sangat merugikan anak Pemohon. Dan ini sejalan dengan pertimbangan di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78 Tahun 2013 yang menyatakan, Mahkamah perlu memberikan penilaian bahwa seharusnya ketentuan tersebut tidak dijadikan celah oleh penyidik maupun penuntut umum untuk menggugurkan praperadilan dengan cara segera melimpahkan berkas perkara ke pengadilan negeri. Ini hampir sama dengan sejalan pemikiran kami dengan pertimbangan Mahkamah, kan gitu. Yang ketiga, terkait kami menguji Pasal 7 ayat (2) huruf a, dimana ada kewajiban dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Anak yang terkait persoalan anak ini harus dilakukan diversi pada semua tingkatan, baik itu penyidikan, penuntutan, maupun pada saat proses sidang, tetapi harus diancam dengan pidana penjara 7 tahun. Nah, ini persoalannya muncul, Yang Mulia. Dimana ketika masih menggunakan Pasal 362 ancamannya cuma 5 tahun, maka penyidik saat itu dalam kasus anak Pemohon ini berkewajiban melakukan diversi. Untuk menghindari diversi, pasalnya diubah dari 362 menjadi 363 dengan ancaman 7 tahun, sehingga dia tidak punya kewajiban penyidik ini maupun penuntut maupun dalam sidang praperadilan tidak punya kewajiban untuk melakukan diversi. Pada saat sidang pokok perkara, kami sudah menyampaikan hal ini kepada hakim tunggal yang menangani kasus anak Pemohon ini, tapi ya tetap di apa tidak dihiraukan karena ini sudah menyangkut pokok perkara, mereka menyampaikan begitu. 5. KETUA: PATRIALIS AKBAR Oke. Jadi sudah paham, duduk masalahnya sudah jelas, ya. 6. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Yang terakhir, Yang Mulia. 3

7 7. KETUA: PATRIALIS AKBAR Petitumnya apa? 8. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Oh, petitum. Inggih, inggih. Petitumnya: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. 2. Pasal menyatakan Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 82 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, juga Pasal 7 ayat (2) huruf a, Pasal 32 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun Menyatakan Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP, Pasal 7 ayat (2) huruf a, Pasal 32 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. Demikian, Yang Mulia. Kami mohon masukan, kritik, saran untuk perbaikan di dalam permohonan kami. Terima kasih. 9. KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya. Terima kasih, Saudara Muhammad Sholeh, ya. Itu yang Saudara maksudkan tadi waktu praperadilan itu jalan, itu perkaranya dilimpahkan atau disidangkan? 10. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Disidangkan, Yang Mulia. 11. KETUA: PATRIALIS AKBAR Disidangkan. Berarti perkaranya sudah dilimpahkan? 12. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH kali. Ya, dilimpahkan. Pas kebetulan tanggal 11 itu sidang pertama 4

8 13. KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya, pertanyaan saya adalah berarti perkaranya sudah dilimpahkan? 14. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Betul. 15. KETUA: PATRIALIS AKBAR Saudara baru mengajukan praperadilan? 16. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Bukan. Jadwal panggilan praperadilannya tanggal 15 Agustus. 17. KETUA: PATRIALIS AKBAR Tanggal 15 Agustus. 18. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Itu sudah jadwal. Tanggal 11-nya sidang sudah dimulai. 19. KETUA: PATRIALIS AKBAR Perkara dilimpahkan kapan? 20. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Kami tidak tahu karena ini menggunakan Undang-Undang Sistem Peradilan Anak, memang sistemnya agak cepat, Yang Mulia. 21. KETUA: PATRIALIS AKBAR Baik. Oke, ya. Itu kan tadi kan Saudara sudah menyebutkan juga ada Putusan Mahkamah kan, ya dipelajari Nomor 78 Tahun Bahkan di sini apa namanya Mahkamah minta memang masalah praperadilan ini supaya sangat hati-hati kan. Bahkan di sini Mahkamah mengatakan antara lain terakhir oleh karenanya atasan dari pihak-pihak tersebut kepolisian dapat memberikan sanksi kepada aparat yang terhormat yang tidak menghormati persidangan, tapi ini okelah ya, ini sudah ada beberapa kasus pengujian. Sekarang juga masih ada dalam 5

9 proses dan juga akan diputus hal yang sama dengan permohonan Saudara. Baik, silakan Bunda memberikan masukan. 22. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya. Saya rasa permohonannya sudah cukup jelas dan juga penjelasannya sudah cukup jelas, tapi saya hanya mengomentari pada petitum. Kalau Anda melihat tadi bahwa kasus dari Pemohon ini adalah anak yang di bawah umur sehingga Anda melihat bahwa harusnya ini disesuaikan dengan Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Untuk Anak, ya. Nah, permasalahannya adalah dalam petitum Anda meminta Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 82 ayat (1) Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Jadi, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Bagaimana dengan apabila itu terjadi bagi orang yang sudah dewasa karena ini kan kalau KUHAP ini kan untuk semuanya lebih umum, tapi kalau Anda mengatakan itu harus dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan kemudian tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bagaimana dengan perkaraperkara di mana yang menjadi pihak itu adalah mereka yang sudah cukup umur atau dewasa, ya. Itu satu dan kemudian ini kasus konkret walaupun kemudian ada pasal yang Anda permasalahkan tetapi juga Anda mengaitkan ini dengan adanya suatu rancangan undang-undang. Kalau rancangan undangundang kan belum tentu itu akan jadi undang-undang seperti itu. Sehingga mestinya Anda menjelaskan kalau seandainya rancangan undang-undang itu bunyinya tidak seperti itu bagaimana alasannya, ya? Jadi, saya melihat pada permohonan Anda hanya lihat pada petitumnya saja, ya. Kalau petitumnya ini Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) itu hilang, maka kemudian bagaimana perkara-perkara terhadap mereka yang sudah berusia dewasa. Itu saja, Pak Ketua. 23. KETUA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Bunda. Silakan, Pak Palguna. 24. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Ya, tadi saya juga mau menyoroti soal petitum itu tapi yang begini, Saudara, di permohonan ini memang yang dijelaskan itu kan soal legal standing ini, ya. Sebenarnya yang menderita kerugian itu kan si anak itu kan, tapi ini yang maju orang tuanya. Tentu agak berbeda dalam perumusan kerugian hak konstitusional dong, itu. Itu bagaimana itu karena di sini cuma Anda mengatakan di dalam ini bahwa anak Pemohon yang baru sudah baru 6

10 berusia berapa 18 tahun, itu ya tapi kemudian tidak dijelaskan lalu apa kaitannya antara hubungan ayah dan anak ini sehingga jadi ayahnya yang menderita kerugian konstitusional dan mengajukan permohonan ke sini. Itu kan harus harus jelas juga dulu. Nah, itu bagian mananya yang dirugikan itu, itu yang apa namanya yang penting untuk diuraikan. Yang kedua, kalau dari dari yang Saudara uraikan tadi memang tidak terhindarkan bahwa ini jadi lebih tampak sebagai persoalan penerapan hukum daripada persoalan konstitusionalitas norma, itu yang jadi yang jadi masalah dari dari penjelasan yang Saudara sampaikan karena pada dasarnya Saudara berangkat dari ini dari apa namanya dari kasus konkret itu dan kemudian dari sanalah baru kemudian dikonstruksikan ada pertentangan dengan anu norma dengan Undang- Undang Dasar, kan begitu. Jadi, harusnya kan sebaliknya. Ada satu norma yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar sehingga mengakibatkan kasus konkret itu terjadi, itu ya itu dari dua dua cara berpikir yang berbeda meskipun tampaknya seolah-olah sama tapi itu berbeda sama sekali. Salah satu kemudian yang membuktikan perbedaan itu adalah tadi yang disampaikan oleh Yang Mulia Prof. Maria. Nah, ini kalau dihapuskan atau dinyatakan seperti pertitum Saudara, ini nanti jadi jadi berlaku umum semua orang terkena, bukan hanya yang ini kan. Nah, ini itu itu salah satu dari apa namanya perbedaan antara cara berpikir yang dari konkret ke umum atau yang dari umum ke konkret itu yang yang yang sehingga tiba pada kesimpulan bahwa ini merupakan persoalan konstitusionalitas norma. Nah, itu yang menurut saya perlu Saudara pertimbangkan kembali argumentasinya ya di dalam perbaikan permohonan nanti. Kalau sepanjang yang menyangkut kasus konkretnya apalagi ada kutipan Mahkamah juga bukan kutipan pendapat Mahkamah juga tadi yang Saudara sampaikan, tentu itu adalah bagian dari argumentasi yang akan memperkuat permohonan Saudara, tetapi yang... yang penting di balik itu yang tadi saya sampaikan bahwa yang Saudara pertama-tama harus jelaskan itu adalah bahwa ada persoalan inkonstitusional... inkonstitusionalitas norma, paling tidak menurut analisis Saudara atau menurut dalil Saudara, dan dari itu kemudian itulah yang menyebabkan kasus yang seperti itu. Nah, jadi ini norma yang bersifat umum, gitu, bukan kita mengadili kasus konkret. Ya, saya kira itu, Yang Mulia, yang terpenting dari saya. 25. KETUA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Yang Mulia Pak Palguna. Jadi, ini ada yang menarik memang, jadi tadi Saudara jelaskan bahwa apa pun kondisinya, kalau perkaranya belum disidangkan, kalau ada praperadilan, biarkan jalan dulu karena waktunya cuma 7 hari. Nah ini menarik juga karena ada 7

11 juga permohonannya, perkara dilimpahkan, ada juga permohonanya perkara sudah disidangkan. Kalau ini, kalau sudah ada praperadilan, sudahlah perkara jangan jalan dulu karena waktu praperadilan cuma 7 hari, kan gitu ya? Nah, ini menarik juga. Oke, terus saya terakhir sama dengan Yang Mulia Bunda, sama Pak Palguna ya ini akan terjadi kekosongan hukum justru, kalau ini dilibas semua, ya kan? Kekosongan hukum, kan kalau terjadi kekosongan hukum repot juga kan? Termasuk pengaturan upaya deversi bagi anak itu, 7 tahun itu hilang itu, kalau ini dihilangkan. Ya kan? Coba diinikan nanti. Tapi, pada dasarnya karena Saudara Muhammad Sholeh sudah mondar mandir ke sini, permohonannya sudah baguslah, dasarnya sudah bagus. Cuma kan perlu juga ketelitian tadi, supaya lebih mantap, ya. Ada hal yang mau disampaikan? 26. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Sedikit saja, Yang Mulia. Terkait apa nanti kalau ini dikabulkan, juga berlaku untuk orang dewasa? Di dalam diskusi kami dengan temanteman Advokat di Surabaya, saya malah, Oh, jangan-jangan ini ada titipan koruptor? Orang-orang yang ditahan KPK, nanti kalau ini dibatalkan, enggak punya kewenangan KPK menahan? Pada prinsipnya memang, yang kami mohonkan, meskipun anak Pemohon ini masih anak-anak, tapi konstitusionalitas Pasal 20 itu, menurut kami kewenangan itu adalah domainnya Hakim, penyidik, polisi, maupun jaksa, hanya berwenang untuk melakukan penangkapan. Setelah penahanannya itu, domainnya itu adalah domain dari Hakim, kan gitu. Itu yang pertama, Yang Mulia. Yang kedua terkait kenapa bukan anaknya? Jadi begini, pada saat kami mengajukan gugatan praperadilan, kita yang menggunakan tanda tangan adalah tanda tangan anak, tetapi dikoreksi oleh Hakim tunggal, tidak boleh karena belum 18 tahun, maka itu harus orang tua. Sehingga pada saat mengajukan permohonan di sini untuk menghindari itu, kami orang tua yang kami gunakan karena memang anak ini masih belum genap 18 tahun. 27. KETUA: PATRIALIS AKBAR Dijelaskanlah tadi di dalam permohonannya. 28. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Inggih, inggih, itu, itu, terus untuk lain-lainnya nanti kami tambahkan, Yang Mulia, di dalam perbaikan. Yang terakhir soal diversi, Yang Mulia. Sudah kami ingatkan kepada Hakim, kasihan, anak ini SMA kelas 3 sehingga tidak bisa sekolah sampai sekarang. Sekarang kami 8

12 mengajukan kasasi, apalagi pencuriannya itu tidak ada bukti, hanya karena dia datangnya itu sama-sama beli siomay, sama-sama bawa sepeda motor, kebetulan sepeda motor yang dituduh pencuri, mau dicuri itu lebih dekat kepada tukang jual siomay, sehingga duduk di atas sepedanya orang, sambil ngacung-ngacungkan kontak, tapi tiba-tiba yang punya sepeda motor menuduh dia mau mencuri, maka dihajarlah dia itu. Padahal dia bawa sepeda juga di situ. Sehingga terus terang kami membela itu karena perjuangan di tingkat PN, tetap anak ini dihukum 2 tahun, sekarang banding dikuatkan, prosesnya lagi kasasi sekarang. Demikian, Yang Mulia. 29. KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya, oke enggak apa-apa. Maunya Saudara kan termasuk masalah penahanan tadi itu memang harus panjang itu. Maling kan juga luar biasa banyaknya, ya kan? Kejahatan-kejahatan ini luar biasa, ketangkap terus besok dia keluar, apa polisi enggak tujuh keliling carinya nanti itu. Oke, tapi enggak apa-apa. Silakan saja karena itu adalah bagian dari pikiran ya, silakan. Dengan demikian ya, Saudara punya waktu 14 hari paling lama, paling lambat itu tanggal... hari Senin, tanggal 31 Oktober 2016, pukul WIB. Seperti biasa boleh diserahkan langsung. Cukup, ya. Muhammad Amin? 30. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Muhammad Sholeh, Yang Mulia. 31. KETUA: PATRIALIS AKBAR Eh, Muhammad Sholeh. 32. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Ya, cukup, Yang Mulia. 33. KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya, Muhammad Amin Nomor 93 tadi, Amin Sholeh ada lagi soalnya. 34. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Ya. 9

13 35. KETUA: PATRIALIS AKBAR Muhammad Amin, Muhammad Sholeh, Muhammad Amin Sholeh ada lagi. 36. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD SHOLEH Tapi, kayaknya kalau soal kegantengannya saya lebihlah gitu, Yang Mulia. 37. KETUA: PATRIALIS AKBAR Cukup, ya. Oke, jadi sidang hari ini cukup dan sidang ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 18 Oktober 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 10