MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi

1 Nomor : 072,073/PUU-II/2004 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH PEMERIKSAAN PENDAHULUAN PERKARA 072/PUU-II/2004 PERKARA 073/PUU-II/2004 PENGUJIAN UU NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA RI TAHUN 1945 JUMAT, 07 JANUARI 2005 JAKARTA 2005

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH PEMERIKSAAN PENDAHULUAN PERKARA 072/PUU-II/2004 PERKARA 073/PUU-II/2004 PENGUJIAN UU NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA RI TAHUN 1945 KETERANGAN 1. H a r i : Jumat 2. Tanggal : 07 Januari Waktu : WIB 4. Tempat : Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi Jl. Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat 5. Susunan Persidangan : 1. MARUARAR SIAHAAN, S.H. ( K e t u a ) 2. Prof. H. A. SYARIFUDDIN NATABAYA, S.H., LLM ( Anggota ) 3. I DEWA GEDE PALGUNA, S.H., MH. ( Anggota ) 6. Pemohon : Smita Notosusanto (CETRO) 15 Ketua KPU Provinsi 7. Panitera Pengganti : Teuku Umar, S.H., M.H. Widi Astuiti, S.H. 8. Acara : Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan 2

3 JALANNYA SIDANG SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA MARUARAR SIAHAAN, S.H. Saudara-saudara, Sidang Perkara Nomor 072 dan 073/PUU-II/2004 kita buka dan kita nyatakan dibuka untuk umum. KETUK 3 X Sebelum dimulai, kami mengumumkan terlebih dahulu permohonan maaf. Seharusnya, seyogyanya yang memimpin sidang ini adalah Bapak Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, S.H. sendiri, tapi karena beliau ada halangan yang mendadak, maka dilimpahkan kepada Panel, Panelnya yang kami pimpin. Sebelum kita mulai, sebagaimana kelaziman di Mahkamah Konstitusi, kami mohon/kami harapkan supaya yang hadir bisa memberitahu terlebih dahulu siapa saja. Kami persilakan. 2. PEMOHON TODUNG MULYA LUBIS, S.H. Terima kasih, Ketua Majelis. Kami mewakili sejumlah warga negara dan badan hukum privat yang mengajukan salah satu dari permohonan uji materiil terhadap Undang-undang Nomor 32. Kami ada 4 Kuasa Hukum mewakili para Pemohon, yaitu saya sendiri Todung Mulya Lubis. Kemudian, sebelah kanan saya ada Saudara Bambang Wijayanto. Kemudian, di sebelah Bambang, Saudara Iskandar Sonhaji, kemudian sebelah Iskandar Sonhaji, adalah Saudara Abdul Fikar Hajar dan namanama dari semua Pemohon, yang memberikan kuasa kepada kami itu ada dalam surat kuasa dan sudah disampaikan kepada Mahkamah Konstitusi. Mungkin, apakah perlu dibacakan atau tidak, Hakim Ketua? 3. KETUA MARUARAR SIAHAAN, S.H. Tapi, sebagai informasi saja, kami mohonkan apakah Perkara Nomor 072 itu dengan 073 ini, nama-nama itu sama atau maksud saya kelompoknya sama atau ada yang berbeda? 4. PEMOHON BAMBANG WIJAYANTO Terima kasih, Bapak Ketua. Untuk Perkara Nomor 073 pemberi kuasanya adalah 16 KPUD Provinsi dan ditambah 5 KPUD lagi yang baru, jadi ada sekitar 21 KPUD, jadi yang memberikan kuasa ada 21 KPUD, yang menjadi kuasa dalam perkara Nomor O73 ada 4 orang yaitu 3

4 saya sendiri Bambang Wijayanto, Iskandar Sonhaji dan Abdul Fikar Hajar serta Diana Fauziah, jadi ada 4 orang. Sedangkan teman yang di sebelah Abdul Fikar Hajar itu, Saudara Mufrizal. Dia dari KPU Daerah dan tadi mungkin KPU Daerah Jakarta tadi yang belum dikemukakan juga diperkenalkan Saudara Sasmita Pemberi Kuasa dalam registrasi Perkara Nomor 072, kalau Mufrizal itu salah seorang Pemberi Kuasa dari Perkara Nomor KETUA MARUARAR SIAHAAN, S.H. Jadi, kalau bisa kita simpulkan ada 2 kelompok sebenarnya, dari KPU tapi KPU dari Provinsi, dan kemudian kelompok dari Pemantau Pemilu. Baiklah, pada Sidang hari ini adalah Sidang Pendahuluan, jikalau perlu mungkin Majelis atau Panel memberikan saran-saran perbaikan. Saran itu tentu tidak mengikat, oleh karena apabila Sidang Pendahuluan telah selesai dan memasuki Sidang, maka perbaikan tidak akan diberi kesempatan lagi hanya pada saat ini nanti. Oleh karena itu, untuk yang pertama, kami beri kesempatan kepada Perkara Nomor 072 diikuti Perkara Nomor 073. Kalau sama, boleh sekaligus saja untuk mengungkapkan dulu pokok-pokok permohonan yang diajukan ini. Kami beri kesempatan. 6. PEMOHON TODUNG MULYA LUBIS, S.H. Terima kasih, Hakim Ketua. Untuk Perkara Nomor 072 dalam permohonan yang sudah kami sampaikan kepada Majelis, pada intinya kami menginginkan, karena komitmen kami sebagai Pemantau Pemilu, sebagai warga negara adalah pemilihan umum yang demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Esensi dari Pemilu yang kami inginkan tersebut adalah Pemilu yang betul-betul dikelola secara independen. Dilaksanakan secara independen oleh sebuah Lembaga Pelaksana Pemilihan Umum. Dalam hal ini, KPU pada tingkat nasional. Kemudian, KPUD pada tingkat daerah. Dalam konteks ini, kami melihat ada potensi yang sangat besar, bahwa pelaksanaan Pemilu yang independen itu, bisa ternegasikan, bisa digerogoti, dan bisa diciderai oleh kemungkinan adanya campur tangan pihak-pihak Pemerintah yang mungkin dilakukan di dalam Peraturan Pemerintah yang akan dikeluarkan. Saya bicara dalam konteks ini mengenai PILKADA pada tingkat Provinsi dan Kabupaten, yang didasarkan pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang sudah diundangkan, yang mengatur bahwa pada bulan Juni nantinya akan ada Pilkadapilkada pada daerah-daerah yang sudah melakukan itu. Pilkada ini, akan dilakukan oleh pihak-pihak KPUD, tapi dengan sangat potensial dicampuri oleh pihak Pemerintah, karena pihak Pemerintah akan mengeluarkan sejumlah Peraturan Pemerintah sebagai konsekuensi dari hak yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 32 kepada pihak Pemerintah. Dalam konteks ini kami melihat, karena pelaksanaan Pemilu yang sudah diputuskan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dilaksanakan oleh KPU sebagai lembaga negara dan dalam Undang-undang Pemilihan umum legislatif DPR, DPRD maupun DPRD Tingkat II termasuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, semua pelaksanaan itu dilakukan oleh KPU. Kami berpendapat, bahwa semangat pelaksanaan Pemilu yang independen ini juga harus dilakukan pada tingkat PILKADA di daerah. Bahwa dalam Undang-undang Nomor 32 KPUD itu, 4

5 bertanggungjawab kepada DPRD ini menunjukkan kerancuan. Apakah KPUD yang diharuskan dan diasumsikan sebagai lembaga yang mandiri/independen itu masih bisa disebut mandiri dan independen. Sebab, KPUD seharusnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan bahkan bagian integral dari Lembaga KPU. Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah yang notabene merupakan intervensi dan campur tangan yang memungkinkan independensi dari pelaksanaan Pemilu itu, terganggu atau terciderai ini juga suatu isu, karena kami tidak menyangkal bahwa mungkin saja diperlukan peraturan-peraturan pelaksanaan PILKADA. Akan tetapi, peraturan pelaksanaan PILKADA itu tidak seharusnya dikeluarkan oleh Peraturan Pemerintah, tapi dikeluarkan oleh KPU itu sendiri yang memang berwenang untuk melakukan dan mengeluarkan peraturan-peraturan pelaksanaan ini. Dan karena dalam Undang-undang Nomor 32 itu yang akan dikeluarkan oleh Peraturan Pemerintah yang bisa jadi bertentangan dengan semangat independensi itu, maka kami menganggap yang paling berhak dan paling layak melakukan ini adalah pihak KPU itu sendiri, sehingga kita bisa menjamin independensi integritas dan kemandirian dari proses PILKADA yang akan berlangsung itu. Ini beberapa poin yang ingin saya kemukakan supaya pokokpokok ini, pikiran yang bisa kami sampaikan, tapi tidak membaca dan tidak detail, mungkin Saudara Bambang bisa menambahkan beberapa hal, mungkin? Silakan. 7. PEMOHON BAMBANG WIJAYANTO Bapak Ketua yang saya hormati, saya juga ingin menggunakan kesempatan ini, selain melengkapi juga dalam standing mewakili kepentingan dari Perkara Nomor 073. Berbeda dengan Perkara Nomor 072, berkaitan dengan legal standing. Temanteman KPU Daerah ini adalah terdiri dari para ketua, baik dalam kapasitasnya sebagai Ketua KPUD maupun dalam kapasitasnya sendiri yang mengajukan permohonan ini. Dasarnya, sebenarnya di dalam Undang-undang OTSUS. Otonomi Daerah ini, memang KPU Daerah adalah sebagai lembaga yang akan menyelenggarakan pemilihan Kepala Daerah langsung. Itu bagian yang pertama. Bagian yang kedua, isu yang hendak dikemukakan atau materi yang hendak dipersoalkan adalah temanya memang soal independensi. Independensi yang ingin kami kemukakan adalah bagaimana mungkin Partai Politik sebagai pihak yang melegalisasi calon untuk PILKADA dan mempunyai organ di DPR, yaitu DPRD. KPU juga harus bertanggungjawab kepada DPRD, jadi ada di situlah konflik-konflik interes terjadi, sehingga kemungkinan independensi tidak akan mungkin terjadi dalam situasi conflict of interest. Tema umumnya sebenarnya sama dengan yang dikemukakan oleh Bapak Mulya Lubis. Yang ketiga yang hendak saya kemukakan, ada 9 pasal yang hendak dipersoalkan yaitu Pasal 1 angka 21, Pasal 57 ayat (1), Pasal 65 ayat (4), Pasal 66 ayat (3), 67 ayat (1e), Pasal 82 ayat (2), Pasal 89 ayat (3), Pasal 94 ayat (2), Pasal 114 ayat (4). Kesemua pasal itu, menurut hemat kami bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 terutama Pasal 18 ayat (4), Pasal 22E ayat (1) dan Pasal 22E ayat (5). Singkatnya, PILKADA adalah bagian dari Pemilihan Umum, jadi tidak dipisah-pihah. Jadi, melihat Undang-Undang Dasar itu harus secara utuh/secara konprehensif. Itu sebenarnya logika berfikirnya. Tapi kemudian konsekuensi dari tuntutan dinyatakannya beberapa pasal yang sudah saya kemukakan itu, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Maka di dalam petitum juga, kami memasukan Pasal 106 ayat (1) sampai dengan (7) dari Undang-undang Otonomi Daerah itu, karena pasal-pasal itu 5

6 memberikan kewenangan kepada Mahkamah Agung untuk menjadi lembaga yang menyelesaikan sengketa PILKADA. Kalau kemudian PILKADA ini, bagian dari Pemilihan Umum, maka kemudian Mahkamah Konstitusilah yang mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa itu. Itu konsekuensi dari 9 pasal yang kami kemukakan, maka di dalam petitumnya, terutama Pasal 106 ayat (1) sampai dengan (7) membawa konsekuensi Mahkamah Konstitusilah, nanti yang menjadi lembaga yang akan menyelesaikan sengketa pemilihan Kepala Daerah. Kira-kira, itu yang ingin saya tambahkan dan lengkapi dari apa yang sudah dikemukakan oleh kolega saya. Terima kasih. 8. KETUA MARUARAR SIAHAAN, S.H. Apakah dengan tambahan ini dari Pemohon, sudah dianggap selesai apa yang ingin diungkapkan? Atau masih ada dari rekan Saudara yang masih mau menambahkan? Tetapi tentunya tidak ke luar dari permohonan ini yang mungkin terlupa, begitu. 9. PEMOHON BAMBANG WIJAYANTO Mewakili perkara registrasi 072 dan 073, para Pemohon asli menyatakan,, bahwa apa yang saya sampaikan itu sudah cukup. Terima kasih. 10. KETUA MARUARAR SIAHAAN, S.H. Baiklah. Jadi, secara tertulis sebenarnya sudah lengkap di sini, tetapi tentu sebagai suatu mekanisme yang sudah lazim, telah diungkapkan beberapa poin yang dipandang sangat penting. Sebagai Sidang Pendahuluan, tentu saja kita mendiskusiakan dulu beberapa hal yang mungkin dilihat oleh para Hakim dianggap perlu diperbaikikah, atau hanya sekadar saran, supaya nanti tidak ada lagi perbaikan setelah Sidang Pendahuluan. Untuk itu, saya serahkan kepada rekan saya kalau ada beberapa yang hendak dikemukakan. 11. HAKIM Prof. H. A. S. NATABAYA, S.H., LLM. Saudara Pemohon, ada beberapa hal yang perlu diminta klarifikasi. Pertama adalah mengenai kedudukan sebagai Pemohon. Di dalam halaman 3, di paragraf paling akhir, Permohonan Nomor 72. Di sini dikatakan, Para Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang dan badan hukum privat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a dan huruf c). Pertanyaannya adalah yang mana yang merupakan badan hukum privat daripada Pemohon ini? Antara lain, pertanyaan saya adalah centre of report Apakah ini badan hukum privat? Kedua adalah Jaringan Masyarakat Pemilu Indonesia. Ketiga, di sini adalah Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat, Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi, Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch. Ini minta penjelasan dulu, ini kata dan. 6

7 12. KETUA MARUARAR SIAHAAN, S.H. Langsung. 13. PEMOHON BAMBANG WIJAYANTO Terima kasih, Pak Ketua. Jadi, nama-nama yang tadi disebutkan adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mempunyai bentuk hukum yayasan. 14. HAKIM Prof. H. A. S. NATABAYA, S.H., LLM. Kalau dia yayasan, tolong nanti diberikan nama, beserta dengan akte, dan pengesahan dari Departemen Kehakiman, DEPKEU, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. 15. PEMOHON BAMBANG WIJAYANTO Pertanyaannya, Bapak Hakim Anggota. Apakah kami harus menyebutkan kualifikasi itu di dalam permohonan itu, atau kami mengemukakannya di dalam satu bukti alat? Jadi, keterangan lampiran dalam bukti-bukti. Apakah ini harus disebutkan secara limitatif, tegas, maka Wakil Koordinator Jaringan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), disebutkan misalnya, yayasannya, yang di dalam permohonan ini atau? 16. HAKIM Prof. H. A. S. NATABAYA, S.H., LLM. Yayasan itu, bentuknya itu, yayasan itu, itu dia. Lantas yang kedua adalah mengenai kerugian. Apa yang dirugikan terhadap ini, hak konstitusional yang dirugikan itu apa, terhadap ini? 17. PEMOHON BAMBANG WIJAYANTO Terima kasih Pak Ketua. Dalam Perkara Registrsi Nomor 72, para Pemohon asli hampir keseluruhannya adalah teman-teman yang bergerak di bidang Pemantauan Pemilu. Oleh karena itu, kami menggunakan standing potition Pasal 28C ayat (2), yaitu Setiap orang berhak memajukan dirinya dalam hal memperjuangkan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat bangsa dan negaranya. Argumentasinya kenapa kemudian kami mengajukan permohonan ini, teman-teman Pemantau Pemilu ini, memahami betul dan mengikuti proses sejak dari undangundang ini dibuat, Undang-undang Nomor 32 Tahun KPUD sebagai lembaga penyelenggara Pemilu dalam Pilkada itu, harus independen. Independensi ini, menjadi penting untuk menjamin dan memastikan penyelenggaraan Pemilu itu berkualitas. 18. HAKIM Prof. H. A. S. NATABAYA, S.H., LLM. Pasal 28 berapa tadi? 7

8 19. PEMOHON BAMBANG WIJAYANTO Tadi, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28C ayat (2), Pak. Hubungannya dengan Lembaga Penyelenggara Pemilu, Pilkada itu, harus independen. Independensi ini, harus dijamin untuk memastikan kualitas Pemilu. Pilkada itu, kalau sedari awal independensi ini tidak dijamin, maka lembaga Pemantau Pemilu memandang, sedari awal proses ini, bisa mengakibatkan problematik di dalam penyelenggaraan. Itu sebabnya, sebagai lembaga Pemantau Pemilu yang mempunyai kepentingan langsung terhadap proses penyelenggaraan Pemilu yang berkualitas itu, mengajukan permohonan ini. Karena dalam pengalaman teman-teman di Pemantau, Pemilu yang independen saja, masih bisa bermasalah di beberapa sektornya. Apalagi kalau Pemilu itu, punya indikasi kuat tidak independen. Jadi, sebenarnya logika standing potition-nya di situ. 20. HAKIM Prof. H. A. S. NATABAYA, S.H., LLM. Sebab kalau kita baca Pasal 28C ini, setiap orang berhak, termasuk yayasan. Kita mengartikan setiap orang itu, natural person juga adalah merupakan badan hukum. Berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan hak secara kolektif untuk membangunnya. Apanya undang-undang ini yang mambatasi yayasan itu untuk memajukan dirinya sebagai badan privat? Apakah undang-undang ini, menghalangi untuk memajukan dirinya, untuk memperjuangkan haknya? 21. PEMOHON BAMBANG WIJAYANTO Kata kuncinya, sebenarnya undang-undang ini, melalui mekanisme yang tidak independen itu, menghalangi lembaga ini untuk bisa mendapatkan prose penyelenggaraan Pemilu yang berkualitas. 22. HAKIM Prof. H. A. S. NATABAYA, S.H., LLM. Tapi ini hak. Jadi, hak itu melekat kepada subyek hukum itu. Apakah itu pribadi, apakah yayasan? Sebab, human right itu adalah mengenai hak. Jadi, bukan mengenai masalah lain. Jadi, ini kita harus perhatikan betul. 23. PEMOHON BAMBANG WIJAYANTO Ada yang ingin menambahkan, Pak. 24. PEMOHON TODUNG MULYA LUBIS, S.H. Boleh saya tambahkan? 25. HAKIM Prof. H. A. S. NATABAYA, S.H., LLM. Boleh. 8

9 26. PEMOHON TODUNG MULYA LUBIS, S.H. Hakim yang Mulia. Saya rasa penjelasan yang disampaikan oleh kolega saya, Saudara Bambang, itu mesti dikaitkan juga dengan Bab 7B, Pasal 22E yang menyangkut Pemilu. Karena saya kira, kita harus melihat Undang-Undang Dasar itu secara utuh. Karena itu, berkaitan satu dengan yang lain. Dalam Pasal 22E dikatakan, bahwa Pemilu dilaksanakan secara Langsung, Umum, Bebas, Jujur, dan Adil setiap 5 tahun sekali, itu yang ayat (1)-nya. Kemudian, dalam ayat (5)-nya dikatakan, bahwa Pemilu diselenggarakan oleh satu komisi Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Untuk menjamin, apakah Pemilu dalam konteks ini Pilkada, akan diselenggarakan oleh Komisi Pemilu yang betul-betul bersifat mandiri. Apakah hak konstitusional ini, tidak akan tercederai atau ternegasi oleh kemungkinan intervensi yang dilakuakan pihak eksekutif pemerintah melalui Peraturan Pemerintah yang akan dikeluarkan sebagai konsekuensi dari Undang-undang Nomor 32 Tahun Jadi, saya ingin menambahkan itu. Penjelasan Bambang tadi, harus dilihat juga dalam konteks hak untuk mendapatkan Pemilu yang dikelola secara independen oleh satu komisi itu. Terima kasih. 27. PEMOHON BAMBANG WIJAYANTO Singkatnya adalah para Pemohon ini, berkepentingan terhadap terlaksananya Pemilu yang demokratif dan Pemilu yang disarankan seperti yang tadi dikemukakan. Seperti yang diamanatkan pada saat itu. jadi, prinsipnya itu sebenarnya. 28. HAKIM Prof. H. A. S. NATABAYA, S.H., LLM. Jadi, kita melihatkan mengenai hak dan mengenai kepentingan. Jadi, saya melihat kita berkepentingan. Ini, ada kaiatan daripada Saudara Pemohon dari Pak Mulya Lubis yang mengkaitkan dengan Pasal 22. Walaupun itu bukan merupakan hak yang sebagaiman dimaksud dengan Undang-undang Nomor 24, bahwa hak itu adalah sebagaimana hak yang diatur di dalam Undang-Undang Dasar, Penjelasan daripada Pasal 51 ayat (1). Dalam kaitan, kalau dikaitkan di dalam Undang-undang Nomor 12 juga dengan pasal yang dikemukakan tadi, Pasal 22E. Pemilihan Umum yang diselenggarakan komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Pasal 24 dan Pasal 25 ini, sebagaimana yang ada kaitan dengan Pasal 6 daripada undang-undang itu sendiri, dikatakan ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum yang diatur dalam undang-undang, maka undang-undang yang lahir adalah Undangundang Nomor 12 tahun Di dalam Undang-undang Nomor 12, sebagaimana dikutip dalam permohonan ini, yang mengatakan Pasal 3 ayat (1), Pasal 1 angka 3, dan Pasal 1 angka 4, saya bacakan, Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disebut KPU adalah lembaga yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri untuk melakukan Pemilu. Angka 4, Komisi Pemilihan Umum provinsi, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kota, yang selanjutnya KPU provinsi KPU, Komisi Kabupaten atau Kota adalah pelaksana Pemilu di Provinsi dan Kabupaten Kota ini yang merupakan bagian dari KPU. Kalau yang dibaca ini, maka KPU daerah itu adalah merupakan bagian 9

10 pelaksanaan daripada KPU itu. Apabila Saudara mempersoalkan angka 1, Pasal 1 angka 21, maka persoalannya ini adalah persoalan pertentangan antara Undangundang Nomor 32 dengan Undang-undang Nomor PEMOHON BAMBANG WIJAYANTO Jadi, saya kira Hakim yang Mulia, kami tidak melihat bahwa ini adalah antara Undang-undang Nomor 32 dengan Undang-undang Nomor HAKIM Prof. H. A. S. NATABAYA, S.H., LLM. Tunggu dulu. Jadi, di dalam di sini angka 21, mengatakan komisi Pemilu daerah yang selanjutnya disebut KPU disebut KPU Provinsi Kabupaten Kota bagaimana dimaksud Undang-undang Nomor 12 Tahun Yang diberi wewenang hukum khusus oleh undang-undang ini untuk menyelenggarakan Pemilihan Umum. Di dalam ini semua, seolah-olah Undang-undang Nomor 32 ini, tidak mencerminkan sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 yang merupakan pelaksana daripada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22 angka 5 tadi, juncto Pasal 6. KPU itu, harus merupakan nasional, sehingga adalah pelaksana. Jadi, kalau dilihat di sini, persoalan ini adalah persoalan mengenai, antara Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun Lantas, mengenai yang saya mau tanya Pasal 57 ayat (1), Pemilihan Umum kepada daerah yang melewati daerah dan waktu daerah yang berdasarkan kasturi yang bertanggung jawab kepada DPRD. Di sini, seolah-olah dipersoalkan mengenai masalah mandiri. Apa kira-kira yang dimaksud oleh Pemohon mengenai mandiri ini? 31. KETUA MARUARAR SIAHAAN, S.H. Jadi, jangan dianggap bahwa kita sudah punya pendirian, tapi barangkali sebagai brainstorming, mungkin inilah yang akan terlihat nanti, problematik yang akan dihadapi oleh Pemohon. Saya kira bisa ditanggapi. 32. PEMOHON TODUNG MULYA LUBIS, S.H. Terima kasih, Hakim Ketua. Saya kira Undang-undang Nomor 12 tadi yang dikutip, itu adalah derivasi dari Pasal 22E ayat (5) dan saya kira Undang-undang 12 ini sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Dasar, itu memang mengulangi kembali prinsip-prinsip yang dimuat dalam Undang-Undang Dasar bahwa Pemilu itu harus dilaksakan oleh satu komisi pemilihan yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Jadi persis dengan ketentuan umum Pasal 1 yang dibacakan oleh Hakim Anggota tadi, Pasal 1 angka 3, kemudian Pasal 1 angka 4 dan Pasal 1 angka 5. Dan kalau kita mau melihat lebih jauh, sebetulnya Undang-undang Nomor 12 Pasal 15 juga mengulangi kembali apa yang ditulis Pasal 22E tersebut, karena dalam Pasal 15 dikatakan, Pemilu diselenggarakan oleh KPU yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. 10

11 Jadi Majelis yang kami hormati, kami lebih melihat bahwa kemungkinan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah dan ketentuan Pasal 57 tadi yang dipertanyakan oleh Hakim Anggota, yang dikatakan pada Pasal 57 di sini bahwa KPUD bertanggung jawab kepada DPRD. Kami melihat di sini, ketentuan-ketentuan ini potensial bisa menggerogoti independensi dari KPU, yang seharusnya bersifat mandiri itu. Bahwa kadar intervensi itu sejauh apa, itu kita tidak tahu, karena itu sangat tergantung kepada substansi Peraturan Pemerintah yang akan dikeluarkan nantinya. Apakah Peraturan Pemerintah akan dikeluarkan itu betul-betul akan menggerogoti dan membuka pintupintu campur tangan. Itulah yang kami takutkan dan itulah yang kami persoalkan dan itulah alasan kami mengajukan permohonan uji materiil ini. Terima kasih. 33. HAKIM Prof. H. A. S. NATABAYA, S.H., LLM. Selanjutnya, mengapa saya menyangkut mengenai permasalahan ini? Adalah sebenarnya yang paling berkepentingan di sini ada kaitannya, karena Undang-undang Nomor 12, ini dikatakan dari angka 4, karena KPUD itu adalah merupakan bagian pelaksana daripada KPU Nasional, yang paling berkepentingan sebetulnya adalah KPU Nasional, sebab KPU Nasional menurut Undang-Undang Dasar maupun undangundang itu sendiri yang dijamin, ada kewenangannya yang diambil alih oleh badan yang lain, karena sebagaimana dikatakan, salah satu kewenangan daripada Mahkamah Konstitusi adalah menyelesaikan apabila ada perselisihan kewenangan antar lembaga negara yang diatur menurut Undang-Undang Dasar. Jadi di situ saya melihat sebetulnya yang betul-betul mempunyai kewenangan di dalam pelaksanaan Pemilu ini, baik nasional maupun daerah, karena dia merupakan bagian pelaksana kata Undang-undang Nomor 12 itu yang merupakan penjabaran daripada Undang-Undang Dasar Pasal 22 angka 5 juncto ayat (6), ini sebetulnya yang paling itu. Saya mau melihat di sini apakah Pemohon nantinya mempunyai pemikiran di dalam perbaikan ini untuk merubah itu? Hanya di situ yang saya katakan tadi, mengapa saya menguraikan tadi mengenai hak yang menurut Undang-Undang Dasar mengenai masalah apa yang dikerjakan ini tadi. Ini sebetulnya yang saya mau lihat. 34. PEMOHON BAMBANG WIJAYANTO Bapak Hakim Anggota, terima kasih. Masukan ini tentu akan kita pelajari lebih jauh, itu yang pertama. Lalu yang kedua, mungkin baik juga kami ajukan beberapa argumen untuk menambah khasanah brainstorming kita. Yang pertama, kalau alasan yang mempunyai legal standing itu adalah KPU Nasional, itu sebagiannya bisa dimengerti. Kalau isu pokok yang hendak dikemukakan adalah sengketa kewenangan antar lembaga. Tapi di dalam Undang-undang Otonomi Nomor 32 Tahun 2004, secara tegas disebutkan di situ, bahwa KPUD diberikan kewenangan. Jadi dia tidak bisa lagi kemudian diletakkan bekerja atas nama KPU Nasioanl. Sesungguhnya harusnya seperti itu, tapi kemudian undang-undang mengaturnya tidak, persoalan besarnya di situ,. Yang ketiga, yang juga harus dimengerti adalah teman-teman KPUD sudah mendesakkan, bahwa supaya KPU Nasional bersama-sama dengan KPUD menjadi 11

12 pihak dalam permohonan ini. Tetapi problem utamanya, kalau KPU Nasional belum bisa mengambil sikap, padahal ketentuan mengenai Pilkada di dalam undang-undang disebutkan, paling akhir Juni 2004, maka tidak ada pilihan lain, Pemohon dari KPU Daerah mempunyai kewajiban untuk mengajukan permohonan ini. Jadi, kalau pihak yang satu tidak mau, apakah kemudian hak konstitusional dari pihak ini berakhir? Itu sebabnya kemudian KPU Daerah, teman-teman Pemantau Pemilu mempunyai kewajiban untuk mengajukan itu. Yang keempat atau yang terakhir, dalam konteks teman-teman pemantau, akreditasi, pemantau itu dikeluarkan oleh KPUD. Jadi, bayangkan kalau kemudian pemantau ini, KPUD harus bertanggung jawab kepada DPRD, apakah kemudian tidak ada problematik bagi pemantau ini kalau konsistensi dari proses tidak bisa dijamin? Jadi, ada soal-soal seperti itu? Jadi, ini sebenarnya tadi yang saya kemukakan poin keempat, apa alasan teman-teman pemantau mengajukan permohonannya. Jadi kira-kira itu, terima kasih atas masukannya, tapi saya ingin ajukan beberapa argumen lain. Ada tambahan dari Mufrizal, dari Pemohon asli untuk registrasi gugat permohonan. 35. KETUA MARUARAR SIAHAAN, S.H. Jadi sebenarnya begini saja, ini bukan pendirian, tapi melihat problematiknya, barangkali dengan itulah Saudara menambah argumen itu tadi untuk nanti bisa dilihat secara lebih jelas oleh pemerintah maupun DPR. Saya kira itu saja, kalau terlihat penjelasan yang akan diberikan itu untuk menambah argumen yang dimaksudkan ingin ditambahkan, saya kira nanti bisa ditampung saja. Ini hanya membaca saja, begitu bukan? Untuk Saudara nanti tidak memperbaiki lagi ketika proses persidangan sudah berjalan. Barangkali lebih dahulu saya beri kesempatan kepada rekan saya. Silakan. 36. HAKIM I DEWA GEDE PALGUNA, S.H., M.H. Terima kasih Pak Ketua. Saya ingin meminta klarifikasi dari permohonan ini, hanya klarifikasi saja sehingga menjadi jelas akhirnya permohonan ini tentang kerangka berpikirnya. Jadi kalau saya lihat dari permohonan ini sendiri yang tertulis, maupun dari penjelasan dari Saudara Pemohon tadi, Saudara berpendirian bahwa pemilihan kepala daerah adalah bagian dari pemilihan umum, betul? Baik. Oleh karena itu, Saudara berpendirian bahwa adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa ini dalam hal terjadi sengketa mengenai soal itu, dalam sengketa mengenai Pemilu dan oleh karena undang-undang yang menurut Saudara berkaitan dengan soal pemilihan umum, maka Saudara mengajukan ke Mahkamah Konstitusi, demikian? Oleh karena itulah lalu Saudara menambahkan petitum di belakangnya, yang berkaitan dengan kewenangan yang kemudian diberikan kepada Mahkamah Agung. Pertanyaan saya adalah untuk klarifikasi, apakah dengan demikian Saudara menganggap undangundang tentang pemerintahan daerah, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 itu sebagai lex specialis dari Undang-undang Pemilu? 12

13 37. KETUA MARUARAR SIAHAAN, S.H. Silakan, bisa ditampung? 38. PEMOHON ISKANDAR SONHAJI Menurut pendapat kami, saya kira tidak. Justru kami berpandangan begini Pak, seperti dalam permohonan kami di dalam 73, itu disebutkan dalam pembentukan Pasal 18 Undang-Undang Dasar, itu tercatat. 39. HAKIM I DEWA GEDE PALGUNA, S.H., M.H. Kalau tidak, saya kira tidak apa-apa, itu pendirian saja. Ini mengapa saya tanyakan, karena ini berkaitan dengan permohonan 72 di halaman 8 poin C itu yang angka 1 itu. 40. PEMOHON BAMBANG WIJAYANTO Jadi, sebenarnya kami ingin berpikir secara kohesif dan koherensif, itu sebabnya ini bukan lex specialis. Seharusnya ada suatu asas yang dipakai dan ditempati. Satu contoh, misalnya apa yang disebut dengan pemerintah daerah? Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dalam Pasal 1 angka 2, Yang disebut pemerintah daerah adalah kepala eksekutifnya gubernur, bupati dan DPRD. Sehingga kemudian pemilihan-pemilihan terhadap unsur-unsur kepala daerah, itu sebaiknya mengikuti asas yang sama. Jadi, tidak dibuat dikotomi seperti itu. 41. HAKIM I DEWA GEDE PALGUNA, S.H., M.H. Ya, saya justru itu yang mau saya tanyakan, karena penjelasannya, sebab tentu konsekuensinya akan berbeda. Kalau Saudara menganggap ini lex specialis daripada Undang-undang Pemilihan Umum, maka pertanyaan berikut, lex specialis dari undang-undang yang mana? Apakah Undang-undang Nomor 12 atau 23? Sebab nanti pengertian lex specialis-nya akan menjadi sepanjang ini kalau tidak jelas pengaturannya di dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah, maka berlaku ketentuan Pemilu, begitu jadinya. Nanti jadi lain akhirnya permohonan itu, sehingga standing position dari permohonan ini menjadi jelas. Hanya itu saja. Terima kasih Pak Ketua. 42. KETUA MARUARAR SIAHAAN, S.H. Baiklah, barangkali dari semua pertanyaan tadi dan permintaan klarifikasi, ditampung saja. Kalau dirasakan perlu, saya kira bisa ditambahkan argumentasinya dan Sidang Pendahuluan itu, hanya sekadar masih menyangkut ini dan kalau dirasakan perlu perbaikannya, kita akan memberikan waktu, sesuai dengan Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Mahkamah Konstitusi, dalam 14 hari paling lambat perbaikan kalau dirasa perlu atau tambahan argumentasi bisa dimasukkan. Setelah mana Panel akan melaporkan ke Pleno untuk kemudian menentukan sidang 13

14 selanjutnya. Apakah masih ada yang ingin ditambahkan barangkali dari Saudara Pemohon? 43. PEMOHON TODUNG MULYA LUBIS, S.H. Hakim Ketua, kami berterima kasih atas masukan-masukan yang diberikan kepada kami. Kami akan mendiskusikan dan mempertimbangkan ini dan kami akan menggunakan hak kami selama 14 hari yang diberikan oleh undang-undang kepada kami. Kalau kami bisa menyelesaikan lebih cepat dari 14 hari, kami akan lakukan. Mungkin ada yang mau ditambahkan sedikit? Terima kasih. 44. KETUA MARUARAR SIAHAAN, S.H. Silakan. 45. PEMOHON MUFRIZAL (KPU DKI) Terima kasih, Hakim Yang Mulia. Saya Mufrizar dari KPUD DKI, sekadar mau menambahkan saja dalam nomor perkara 73, menyangkut gugatan ini. Yang pertama adalah keberadaan kami, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota diatur oleh Undang-undang Nomor 12 Tahun Jadi kami adalah bagian dari institusi nasional penyelenggara pemilihan umum yang disebut Komisi Pemilihan Umum. Keberadaan kami itulah kemudian ketika Undang-undang Nomor 32 dinyatakan berlaku, sementara dalam Undang-undang Nomor 32 disebutkan bahwa pemilihan kepala daerah itu hanya pemilihan, bukan pemilihan umum. Dan Undangundang Nomor 32 memberi mandat kepada kami, kepada KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota menyelenggarakan pemilihan umum, tetapi sebagai isntitusi yang terpisah dari KPU Nasional. Ini yang menjadi pokok keberatan kami dan kami dalam Pasal 57, disebutkan bahwa KPU yang disebut dalam Undang-undang Nomor 32 adalah KPU Daerah. Sementara Undang-undang Nomor 12 adalah KPU Provinsi, yang keduanya adalah sama maksudnya. Kami bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ini kami anggap bertentangan juga dengan Undangundang Nomor12. Mengapa? Keberadaan kami adalah struktural hirarki ke KPU Nasional. Jadi, tidak ada pertanggungjawaban kami yang diperlukan untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, karena kami tidak dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kemudian juga, beberapa hal lainnya adalah menyangkut aturan-aturan di Undang-undang Nomor 32 itu yang kami anggap seperti dalam Pasal 89, 94 dan lainlain. Dalam Pemilu 2004 kemarin, kami sebagai pelaksana pemilihan umum sudah mempunyai mekanisme sendiri yang menegaskan bahwa keberadaan kami adalah bagian dari KPU Nasional yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Dalam Undangundang Nomor 32, itu sangat dimungkinkan seluruh teknis penyelenggaraan Pemilu, baik dari pendaftaran pemilih, kampanye, sampai pada penetapan hasil pemilihan umum, beberapa bagian di antaranya diatur melalui Peraturan Pemerintah. Ini yang menjadi bagian dari keberatan kami sebagai penyelenggaran Pemilu. 14

15 Jadi, kami meminta posisi kami adalah juga merupakan bagian dari KPU. Jadi tidak bisa dipisah-pisahkan seperti itu, hanya memang level kami berada pada tingkat provinsi dan kami adalah pihak yang paling berkepentingan dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 32. Jadi, atas nama KPU dan atas nama Perkara Nomor 73, kami menyatakan keberatan-keberatan kami, karena ada pertentangan antara Undang-undang Nomor 32 tentang Pemerintah Daerah di mana Pemilihan Kepala Daerah di dalamnya dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 yang mengatur Pemilu dan keberadaan kami di penyelenggaraan Pemilu. Saya kira demikian Pak Hakim. Terima Kasih. 46. KETUA MARUARAR SIAHAAN, S.H. Jadi, saya kira ini argumen juga. Mngkin dengan mensarikan termasuk hal yang penting mungkin untuk dimasukkan, Saudara sudah bisa melihat dari sudut mana nanti Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah melihatnya, yaitu dari sudut standing tadi, bisa dilihat dari sudut kewenangan. Juga dalam soal hubungan dengan KPU. Saya kira sudah bisa dipahami semuanya itu. Jadi, kita memberi kesempatan selambatlambatnya dalam 14 hari Saudara Pemohon kalau merasa perlu memperbaiki dan kemudian, kita akan melaporkan kepada Pleno. Setelah itu, kita akan menentukan sidang selanjutnya. Dengan berakhirnya pemberitahuan ini, sidang akan kita letakkan, ditutup dan akan ditentukan sidang kemudian. Dengan ini, sidang kita nyatakan ditutup. KETUK 3 X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB 15