TEKNIK INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) UNTUK STRATEGI IMPLEMENTASI MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEKNIK INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) UNTUK STRATEGI IMPLEMENTASI MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA"

Transkripsi

1 Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2013 Vol. 2 No.1 Hal : ISSN Available online at: TEKNIK INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) UNTUK STRATEGI IMPLEMENTASI MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA (Interpretative Structural Modeling Technique for Implementing Strategy of Capture Fisheries Management Model in Karimunjawa National Park) Ririn Irnawati 1*, Domu Simbolon 2, Budy Wiryawan 2, Bambang Murdiyanto 2, Tri Wiji Nurani 2 1Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Raya Jakarta, KM 04. Pakupatan, Serang, Banten. 2Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor *Korespondensi: ririn_rienzible@yahoo.com Diterima: 25 April 2013 / Disetujui: 30 Mei 2013 ABSTRAK Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) merupakan kawasan prioritas dengan potensi sumberdaya ikan (SDI) yang masih memungkinkan untuk dikelola dan dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menunjang proses konservasi yang dilakukan. Penelitian dengan metode pendekatan sistem telah dilakukan dan menghasilkan model untuk pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ. Model akan berguna jika diimplementasikan dalam suatu sistem yang nyata. Tujuan penelitian ini adalah merumuskan strategi untuk keberhasilan implementasi model pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ. Strategi penerapan model dilakukan dengan teknik interpretative structural modelling (ISM), yaitu suatu teknik perencanaan strategis yang dapat memotret kondisi sistem secara komprehensif. Hasil penelitian menunjukkan untuk implementasi model, terdapat lima elemen sistem yang perlu diperhatikan. Lima elemen sistem dengan masing-masing subelemen kuncinya, yaitu (1) sektor masyarakat yang terpengaruh (nelayan); (2) kendala utama (konflik kepentingan pemanfaatan perairan); (3) tolok ukur (keberlanjutan SDI, berkurangnya konflik, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan); (4) aktivitas (koordinasi antar sektor, dan pembuatan rencana kerja pengelolaan zonasi dan SDI); dan (5) lembaga yang terlibat (DKP provinsi dan DKP kabupaten). Kata kunci: perikanan tangkap, strategi implementasi model, teknik ISM, TNKJ ABSTRACT Karimunjawa National Park (KNP) is a priority area with potential fish resources that possible to be managed and developed for increasing community welfare and supporting conservation process. Research conducted by using system approach and resulted a model for developing capture fisheries in KNP. A model will have benefit if could be implemented in a real system. The objective of the research is to formulate a strategy for the successful of implementing capture fisheries management model in KNP. ISM is a strategic planning technique that can

2 76 IRNAWATI ET AL. JIPP comprehensively capture the condition of the system. The result show that there are five elements of the system that should be considered. The five elements of the system with each key sub element are (1) affected community sector (fisherman); (2) the main constraint (conflict of interest in utilizing waters); (3) the measuring rod (sustainability of fish resources, reduced conflict, increasing fisherman incomes and welfare); (4) required activity (coordination between sector, developing working plans in zoning and fish resources management); and (5) the institution involved (marine and fisheries agency at district and province). Keywords: capture fisheries, implementing strategy, ISM, Karimunjawa PENDAHULUAN Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) merupakan kawasan prioritas karena fungsi lindung yang dimiliki dan keunikan karakteristik sebagai daerah pelestarian perairan. TNKJ memiliki potensi sumberdaya ikan (SDI) yang masih memungkinkan untuk dikelola dan dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menunjang proses konservasi yang dilakukan. TNKJ dihuni oleh penduduk yang mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Irnawati (2011) telah menghasilkan model pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ yang diberi nama PITASI. Model dihasilkan melalui penelitian dengan menggunakan metode pendekatan sistem. Model merekomendasikan beberapa hal, yaitu (1) pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ dilakukan dengan terlebih dahulu membagi kegiatan perikanan tangkap menjadi dua, yaitu usaha perikanan karang dan usaha perikanan pelagis; (2) pengelolan perikanan tangkap dilakukan sesuai dengan jenis komoditas unggulan perikanan tangkap terpilih di TNKJ, dengan memperhatikan potensi SDI dan peluang pengelolaannya lebih lanjut sesuai dengan prinsip pemanfaatan yang berkelanjutan; (3) pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ perlu memperhatikan fungsi kawasan Kepulauan Karimunjawa sebagai kawasan konservasi perairan, sehingga pemanfaatan potensi SDI yang dilakukan harus dapat mendukung keberlanjutan SDI tersebut; (4) peraturan perundangan dan kebijakan perikanan tangkap di TNKJ dibuat dengan mengakomodasikan tiga perundangan utama dalam pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ yaitu UU No. 5/1990, UU No. 45/2009, dan UU No. 32/2004; dan (5) peningkatan fungsi dan peran dari kebijakan dan kelembagaan di tingkat lokal Karimunjawa dan kabupaten. Model merekomendasikan perlunya penguatan kelembagaan yang ada sehingga kontribusi lembaga-lembaga tersebut terhadap kegiatan pengelolaan perikanan tangkap di Karimunjawa dapat lebih nyata dan optimal. Model PITASI merupakan suatu konsep untuk pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ. Implementasi model di dalam sistem, akan memiliki konsekuensi diperlukannya perbaikan-perbaikan dari kondisi sistem saat ini. Keberhasilan penerapan model juga memerlukan komitmen dan dukungan dari pemerintah dan semua pihak yang terlibat di dalam sistem. Keberhasilan implmentasi model di dalam sistem nyata memerlukan strategi yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi yang tepat dalam implementasi model pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ dengan menggunakan teknik interpretative structural modelling (ISM). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009-Oktober 2010 di TNKJ Kecamatan Karimunjawa Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Strategi implementasi model dilakukan melalui wawancara dengan stake-

3 Vol. 2, 2013 Teknik Interpretative Structural Modelling 77 holders kegiatan perikanan tangkap di TNKJ. Stakeholder meliputi nelayan, pengelola TNKJ, Dinas Kelautan dan Perikanan, pengelola pelabuhan perikanan, PEMDA, serta peneliti dan pakar di bidang perikanan. Keberhasilan implementasi model pengelolaan dianalisis dengan teknik ISM. ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) di mana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. ISM menganalisis elemen-elemen sistem dan memecahkannya dalam bentuk grafik dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hierarki. Aspek yang terkait dalam implementasi model dibagi menjadi elemen-elemen, dimana setiap elemen diuraikan menjadi sejumlah subelemen (Eriyatno 2003; Marimin 2004; Nurani 2010). HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk dapat menerapkan model dengan baik, terdapat lima elemen sistem yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) sektor masyarakat yang terpengaruh; (2) kendala utama; (3) tolok ukur keberhasilan; (4) aktivitas yang diperlukan; dan (5) lembaga yang terlibat. Keberhasilan kegiatan pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ perlu lebih memprioritaskan pada subelemen kunci dari masing-masing elemen sistem. Elemen kunci tersebut akan mampu menggerakkan subelemen yang lainnya untuk mendukung keberhasilan program pengembangan dan pengelolaan yang dilakukan. Posisi antar sub elemen yang berbeda dalam kuadran, menjadikan hubungan antar subelemen menjadi sangat dinamis dan saling terkait, sehingga perlu dicermati dengan seksama dalam implementasinya di lapangan. Sektor Masyarakat yang Terpengaruh Elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari kegiatan pengembangan perikanan tangkap di TNKJ terdiri dari 10 sub elemen, disajikan dalam bentuk hirarki pada Gambar 1. Level satu pada elemen sektor masyarakat terdapat pengusaha (pemilik kapal); penyedia jasa transportasi laut; buruh pelabuhan; dan masyarakat sekitar pelabuhan. Pada level dua terdapat pemilik bengkel. Pada level ketiga terdapat pedagang perbekalan dan pengrajin alat tangkap bubu. Pada level empat terdapat eksportir, dan bakul ikan pada level lima. Pada level enam terdapat nelayan. Elemen kunci dari sektor masyarakat adalah nelayan. Hal ini berarti nelayan merupakan sektor masyarakat yang paling terpengaruh dari kegiatan pengembangan dan pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ. Nelayan merupakan elemen kunci yang akan dapat mempengaruhi atau menggerakkan subelemen-subelemen dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh lainnya (Gambar 1). Ikan hasil tangkapan yang dihasilkan oleh nelayan akan mendukung usaha yang dilakukan oleh bakul (pengumpul ikan). ikan hasil tangkapan dari pengumpul (bakul) kemudian dipasarkan, dan ada yang dijual ke eksportir. Kegiatan perikanan tangkap membutuhkan penyediaan perbekalan untuk melaut dan alat tangkap ikan. Pengembangan perikanan tangkap akan mendorong berkembangnya perekonomian masyarakat di TNKJ, karena akan menarik pengusaha jasa transportasi untuk melakukan aktivitas pendistribusian hasil tangkapan, serta memberikan lapangan pekerjaan bagi buruh di pelabuhan. Kegiatan perikanan tangkap juga akan memberikan lapangan pekerjaan bagi pemilik bengkel untuk perbaikan mesin kapal dan pemilik kapal untuk mengusahakan kapalnya di Karimunjawa.

4 78 IRNAWATI ET AL. JIPP Tabel 1 Elemen dan elemen kunci strategi implementasi model pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ No. Elemen Elemen Kunci Sektor III Sektor IV 1. Sektor Nelayan Bakul Ikan, penyedia Perbekalan, Nelayan masyarakat industri pembuat alat tangkap, yang industri pembuat kapal, industri terpengaruh pembuat mesin, eksportir, pengusaha jasa transportasi laut, buruh pelabuhan, masyarakat sekitar 2. Kendala utama Konflik kepentingan pemanfaatan perairan 3. Tolok ukur Keberlanjutan SDI, berkurangnya konflik, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan Kualitas teknologi yang terbatas, kualitas SDM rendah Keberlanjutan SDI dan habitatnya; berkurangnya konflik pemanfaatan perairan dan SDI; pemanfaatan SDI optimal, koordinasi antar sektor, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan Konflik kepentingan pemanfaatan perairan, konflik kepentingan antar sektor - 4. Aktivitas yang diperlukan 5. Lembaga yang terlibat Pembentukan kelembagaan bersama; pembuatan peraturan pengelolaan; dan koordinasi antar sektor DKP propinsi, DKP kabupaten Koordinasi antar sektor; pembuatan peraturan zonasi dan pengelolaan perikanan; pembuatan rencana kerja pengelolaan zonasi dan SDI; pengembangan teknologi penangkapan dan pengawasan; penyedian sarana dan prasarana perikanan tangkap; pengembangan akses informasi dan pasar. Pembentukan kelembagaan perikanan bersama Pemerintah Daerah, LSM DKP Provinsi, DKP Kabupaten, BTNKJ Level 1 5. Pengusaha (Pemilik Kapal) 8. Pengusaha Jasa Transportasi Laut 9. Buruh Pelabuhan 10. Masyarakat Sekitar Pelabuhan Level 2 6. Pemilik Bengkel Level 3 3. Pedagang Perbekalan 4. Pengrajin AT (Bubu) Level 4 7. Eksportir Level 5 2. Bakul Ikan Level 6 1. Nelayan Gambar 1 Diagram model struktural dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh pada pengembangan perikanan tangkap di TNKJ.

5 Vol. 2, 2013 Teknik Interpretative Structural Modelling 79 Analisis mendalam pada matriks driver power dependence (Gambar 2), subelemen terdistribusi dalam dua sektor, yaitu sektor III dan sektor IV. Nelayan berada di sektor IV (independent atau peubah bebas), yang berarti nelayan memiliki daya dorong atau kekuatan penggerak (driver power) yang besar, namun memiliki sedikit ketergantungan terhadap sistem. Semua subelemen yang lainnya berada pada sektor III (linkage), yang berarti saling berpengaruh dengan subelemen lainnya. Subelemen yang berada di sektor III merupakan subelemen yang labil. Kurangnya perhatian pada subelemen tersebut akan menjadi penghambat keberhasilan pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Elemen Kendala dalam Pengembangan Perikanan Tangkap TNKJ Elemen kendala pengembangan perikanan tangkap di TNKJ terdiri dari lima subelemen kendala, yang disajikan dalam bentuk hirarki pada Gambar 3. Level satu pada elemen kendala terdapat kualitas teknologi penangkapan yang terbatas dan akses serta informasi pasar yang terbatas. Kendala selanjutnya adalah kualitas SDM yang rendah dan konflik kepentingan antar sektor, yang berada di level dua dan tiga. Konflik kepentingan pemanfaatan perairan berada di level empat, yang sekaligus menjadi elemen kunci yang menjadi kendala dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Konflik kepentingan pemanfaatan perairan merupakan elemen kunci dari elemen kendala pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Kendala utama ini harus terlebih dahulu diatasi, sebelum mengatasi kendala yang lain. Kendala berikutnya yang harus ditangani adalah konflik kepentingan antar sektor dan kualitas SDM yang rendah. Teratasinya kendala tersebut akan dapat mengatasi kendala selanjutnya, yaitu kualitas teknologi penangkapan yang masih terbatas, serta akses dan informasi pasar yang terbatas. Penanganan berkendala tersebut akan menjadikan kegiatan perikanan tangkap di TNKJ berjalan optimal dan berkelanjutan. Sektor IV Sektor III Sektor I Sektor II Keterangan: (1) Nelayan (6) Pemilik bengkel (2) Bakul (pengumpul) (7) Eksportir (3) Pedagang perbekalan (8) Penyedia jasa transportasi laut (4) Pengrajin alat tangkap (bubu) (9) Buruh pelabuhan (5) Pengusaha (pemilik kapal) (10) Masyarakat sekitar pelabuhan Gambar 2 Matriks driver power-dependence untuk elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan perikanan tangkap di TNKJ.

6 80 IRNAWATI ET AL. JIPP Level 1 3. Kualitas teknologi penangkapan yang terbatas 5. Akses dan informasi pasar terbatas Level 2 4. Kualitas sumberdaya manusia rendah Level 3 2. Konflik kepentingan antar sektor Level 4 1. Konflik kepentingan pemanfaatan perairan Gambar 3 Diagram model struktural dari elemen kendala utama dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Sektor IV Sektor III Sektor I Sektor II Keterangan: (1) Konflik kepentingan pemanfaatan perairan (2) Konflik kepentingan antar sektor (3) Kualitas teknologi penangkapan ikan yang terbatas (4) Kualitas SDM yang rendah (5) Akses dan informasi pasar terbatas Gambar 4 Matriks driver power-dependence untuk elemen kendala dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Matriks driver power dependence (Gambar 4) menunjukkan sub elemen konflik kepentingan pemanfaatan perairan dan konflik kepentingan antar sektor menempati sektor IV, yang berarti kedua subelemen tersebut mempunyai daya dorong yang kuat, tetapi memiliki sedikit ketergantungan terhadap sistem. Subelemen kendala yang memiliki daya dorong kuat dan saling mempengaruhi terhadap subelemen lain adalah kualitas teknologi yang terbatas dan kualitas SDM yang rendah, yang berada di sektor III (linkage), sehingga diperlukan kehatihatian dalam menangani kendala tersebut. Sektor II (peubah terikat atau dependent) terdapat akses dan informasi pasar terbatas akibat lokasi yang terisolir dan transportasi yang terbatas,

7 Vol. 2, 2013 Teknik Interpretative Structural Modelling 81 yang berarti kendala tersebut memiliki daya dorong yang cukup lemah dan dipengaruhi oleh sub elemen yang lain. Elemen tolok ukur pengembangan perikanan tangkap di TNKJ Elemen tolok ukur pengembangan perikanan tangkap di TNKJ terdiri dari enam sub elemen yang terbagi dalam empat level, disajikan pada Gambar 5. Elemen kunci dari elemen tolok ukur adalah keberlanjutan SDI dan habitatnya; berkurangnya konflik pemanfaatan perairan dan SDI; dan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Hal tersebut menunjukkan bahwa subelemen dari tolok ukur keberhasilan memiliki prioritas yang hampir sama sebagai penentu keberhasilan pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Prioritas tolok ukur selanjutnya adalah pemanfaatan SDI yang optimal dan koordinasi antar sektor dan antar instansi. Dengan tercapainya tolok ukur tersebut, diharapkan kegiatan perikanan tangkap dapat berjalan dengan optimal yang mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian daerah. Jika dilihat dari matriks driver power-dependence (Gambar 6), maka semua subelemen, kecuali elemen peningkatan perekonomian daerah, berada pada sektor III. Hal ini berarti subelemen tersebut memiliki daya dorong yang kuat atau tinggi sebagai tolok ukur keberhasilan pengembangan perikanan tangkap di TNKJ, serta bersifat linkage yang berarti memiliki ketergantungan yang sangat kuat di dalam sistem. Subelemen peningkatan perekonomian daerah berada di sektor II, yang berarti subelemen tersebut memiliki daya dorong yang cukup lemah atau kecil untuk keberhasilan sistem, namun memiliki keterkaitan yang kuat dengan subelemen yang lain. Level 1 6. Peningkatan perekonomian daerah Level 2 3. Pemanfaatan SDI yang optimal 4. Koordinasi antar instansi dan sektor 5. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan Level 3 2. Berkurangnya konflik pemanfaatan perairan dan SDI Level 4 1. Keberlanjutan SDI dan habitatnya Gambar 5 Diagram model struktural dari elemen tolok ukur untuk pengembangan perikanan tangkap di TNKJ.

8 82 IRNAWATI ET AL. JIPP Sektor IV Sektor III Sektor I Sektor II Keterangan: (1) Keberlanjutan SDI dan habitatnya (2) Berkurangnya konflik pemanfaatan perairan dan SDI (3) pemanfaatan SDI yang optimal (4) Koordinasi antar instansi dan antar sektor (5) Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan (6) Peningkatan perekonomian daerah Gambar 6 Matriks driver power-dependence tolok ukur untuk pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Elemen Aktivitas yang Dibutuhkan Untuk Pengembangan Perikanan Tangkap di TNKJ Elemen aktivitas yang dibutuhkan untuk pengembangan perikanan tangkap di TNKJ disusun dari delapan subelemen yang terbagi dalam lima level (Gambar 7). Elemen kunci dari elemen aktivitas yang akan mendorong aktivitas yang lain adalah pembentukan kelembagaan bersama; pembuatan peraturan pengelolaan; dan koordinasi antar sektor. Ketiga aktivitas tersebut harus ada terlebih dahulu sebelum akivitas yang lainnya, yang berada di level di atasnya. Aktivitas berikutnya adalah pengembangan teknologi penangkapan ikan dan pengawasan agar kegiatan perikanan tangkap dapat terus berkelanjutan dan ramah lingkungan. Pembuatan rencana kerja dan penyediaan sapras perikanan tangkap merupakan aktivitas selanjutnya yang berada satu level di atasnya. Aktivitas selanjutnya adalah pengembangan akses informasi dan pasar, serta penciptaan iklim yang kondusif agar kegiatan perikanan tangkap dapat berkembang dengan optimal dan berkelanjutan. Pada matriks driver power-dependence (Gambar 8), subelemen penciptaan iklim yang kondusif untuk usaha perikanan berada di sektor II, yang berarti sub elemen ini memiliki daya dorong yang cukup lemah dan dipengaruhi oleh sub elemen yang lainnya. Sub elemen pembentukan kelembagaan perikanan bersama berada pada sektor IV, yang berarti sub elemen ini memiliki daya dorong yang kuat tetapi memiliki sedikit ketergantungan di dalam sistem. Sedangkan subelemen yang lain berada di sektor III (linkage) yang berarti memiliki daya dorong yang kuat dan saling terikat satu sama lain.

9 Vol. 2, 2013 Teknik Interpretative Structural Modelling 83 Level 1 7. Pengembangan akses informasi dan pasar 8. Penciptaan iklim kondusif Level 2 4. Pembuatan rencana kerja 6. Penyediaan sapras perikanan tangkap Level 3 5. Pengembangan teknologi dan pengawasan Level 4 1. Koordinasi antar sektor Level 5 3. Pembuatan peraturan pengelolaan Level 6 2. Pembentukan kelembagaan bersama Gambar 7 Diagram model struktural dari elemen aktivitas yang dibutuhkan untuk pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Sektor IV Sektor III Sektor I Sektor II Keterangan: (1) Koordinasi antar sektor yang terlibat (2) Pembentukan kelembagaan bersama untuk pengelolaan SDI dan zonasi (3) Pembuatan peraturan zonasi dan pengelolaan (4) Pembuatan rencana kerja pengelolaan zonasi dan sumberdaya (5) Pengembangan teknologi penangkapan dan pengawasan (6) Penyediaan sarana dan prasarana perikanan tangkap (7) Pengembangan akses informasi dan pasar (8) Penciptaan iklim yang kondusif untuk berusaha di bidang perikanan tangkap Gambar 8 Matriks driver power-dependence aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan dalam pengembangan perikanan tangkap.

10 84 IRNAWATI ET AL. JIPP Elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap Elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap terdiri dari delapan subelemen yang terbagi dalam empat level (Gambar 9). Level pertama dari elemen lembaga terdapat Dinas Perhubungan Laut (Dishubla), aparat penegak hukum dan LSM. Kelompok nelayan menduduki level dua, sedangkan Pemda Kab. Jepara berada di level tiga. Pada level empat terdapat Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi; DKP Kabupaten; dan BTNKJ. Elemen kunci dari elemen lembaga adalah DKP Provinsi dan DKP Kabupaten. Analisis lebih lanjut pada matriks driver power-dependence, seperti yang disajikan pada Gambar 10, menunjukkan subelemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ terbagi ke dalam tiga sektor. Pada sektor II terdapat subelemen Dinas Perhubungan Laut (Dishubla), yang berarti Dishubla memiliki daya dorong yang cukup lemah atau kecil untuk keberhasilan sistem, namun memiliki keterkaitan yang kuat dengan subelemen yang lain di dalam sistem. Pada sektor III terdapat subelemen Pemda Kab. Jepara, kelompok nelayan, aparat penegak hukum, dan LSM, yang berarti subelemen-subelemen tersebut memiliki daya dorong yang tinggi dan memiliki keterkaitan yang kuat dengan subelemen yang lain untuk keberhasilan sistem. Pada sektor VI terdapat subelemen DKP Provinsi, DKP Kabupaten, dan BTNKJ, yang berarti ketiga subelemen tersebut mempunyai daya dorong yang kuat untuk keberhasilan sistem, tetapi memiliki keterkaitan yang rendah dengan subelemen yang lain di dalam sistem. Elemen kunci dari elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap di Karimunjawa adalah DKP Provinsi dan DKP Kabupaten, yang berarti kedua subelemen tersebut akan dapat menggerakkan subelemen yang lain di level atasnya untuk keberhasilan program pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Pada level yang sama terdapat BTNKJ dan level selanjutnya terdapat Pemda Kab. Jepara. Berdasarkan model struktural tersebut, terlihat bahwa kelembagaan pemerintah memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Level 1 7. Penegak 5. Dishubla 8. LSM Hukum Level 2 6. Kelompok Nelayan Level 3 4. Pemda Level 4 1. DKP Provinsi 2. DKP Kabupaten 3. BTNKJ Gambar 9 Diagram model struktural dari elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ.

11 Vol. 2, 2013 Teknik Interpretative Structural Modelling 85 Sektor IV Sektor III Sektor I Sektor II Keterangan: (1) DKP Provinsi Jawa Tengah (2) DKP Kabupaten Jepara (3) Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ) (4) Pemda Kab. Jepara (5) Dinas Perhubungan Laut (6) Kelompok nelayan (7) Aparat penegak hukum (8) Lembaga swadaya masyarakat Gambar 10 Matriks driver power-dependence elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Pengelolaan kawasan konservasi saat ini menurut Sutono (2005) telah mengalami pergeseran menjadi kawasan yang berfungsi untuk mendukung kepentingan ekologis, ekonomi, dan sosial budaya, sehingga memberikan akses bagi masyarakat untuk menerima manfaat sekaligus bertanggung jawab dalam melestarikan dan menjaga manfaat tersebut. Namun pada kenyataannya pengelolaan tersebut belum berjalan secara optimal di wilayah konservasi laut. Masalah kesejahteraan masyarakat nelayan yang masih kurang baik di dalam TNL merupakan akar permasalahan yang perlu ditanggulangi. Bagaimana cara atau upaya memberdayakan dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat nelayan di sekitar kawasan konservasi, sehingga mampu membalikkan posisi masyarakat. Masyarakat nelayan yang tadinya dianggap sebagai ancaman terhadap keberlanjutan kawasan konservasi menjadi faktor pendukung melalui kemitraan yang saling menguntungkan semua pihak. Pengelolaan perikanan tangkap harus dilakukan secara komprehensif, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan kegiatan lainnya harus melibatkan stakeholders terutama para nelayan, pengusaha perikanan (bakul, pengolah dan pedagang), kelembagaan daerah, instansi terkait, maupun pengelola TNKJ. Mereka dapat dihimpun dalam suatu forum yang secara reguler memberikan saran pertimbangan kepada pemerintah maupun pengelola TNKJ. Pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ harus semakin diarahkan kepada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan yang ada di dalam kawasan TNKJ, hal ini karena masyarakat nelayan merupakan sektor yang paling terpengaruh terhadap kegiatan pengelolaan yang dilakukan. Pelibatan masyarakat nelayan di dalam kegiatan pengambilan keputusan, pengelolaan dan

12 86 IRNAWATI ET AL. JIPP pengawasan akan semakin memberikan kesadaran terhadap nelayan mengenai pentingnya menjaga kelestarian SDI dan lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Purwanti (2008) menyatakan terdapat disharmonisasi antar instansi dalam pengelolaan TNKJ. Karenanya, kelembagaan dinas diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam mengadakan forum koordinasi dengan semua stakeholder yang terlibat sehingga kebutuhan masing-masing stakeholder dapat terakomodasi. Kelembagaan dalam konsep pengelolaan SDI merupakan faktor penting yang menggerakkan kinerja dari pengelolaan (Nurani 2010). Kelembagaan sebagai aturan main (rule of the game) mencakup himpunan aturan mengenai tata hubungan di antara orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan. Komunikasi yang efektif dengan semua stakeholder akan berdampak pada terciptanya tata hubungan yang serasi dan seimbang, sehingga kegiatan pengelolaan dapat dilakukan dengan lebih terencana dan dapat mencapai tujuan konservasi yang telah ditetapkan, dengan tetap memperhatikan aspek pemanfaatan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. KESIMPULAN DAN SARAN Terdapat lima elemen sistem yang perlu diperhatikan dalam implementasi model pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ, yaitu (1) sektor masyarakat yang terpengaruh, (2) kendala utama; (3) tolok ukur; 4) aktivitas yang diperlukan; dan (5) lembaga yang terlibat. Subelemen kunci sebagai faktor yang berperan penting bagi keberhasilan implementasi model dari masing-masing elemen secara berurut yaitu nelayan, konflik kepentingan pemanfaatan perairan, keberlanjutan SDI, berkurangnya konflik, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan, koordinasi antar sektor, dan pembuatan rencana kerja pengelolaan zonasi dan SDI, serta DKP provinsi dan DKP kabupaten. Saran yang perlu dipertimbangkan adalah teknik ISM perlu lebih banyak diaplikasikan dalam kajian di bidang perikanan tangkap karena bidang perikanan merupakan suatu sistem yang memiliki kompleksitas tinggi dan melibatkan banyak stakeholder. DAFTAR PUSTAKA Eriyatno Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid 1. Bogor: IPB Press. 175 hlm. Irnawati R Model Pengembangan Taman Nasional Laut: Optimalisasi Pengelolaan Perikanan Tangkap di Taman Nasional Karimunjawa [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Marimin Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Bogor: IPB Press dengan Program Pascasarjana IPB. 197 hlm. Nurani TW Model Pengelolaan Perikanan: Suatu Kajian Pendekatan Sistem. Bogor: Departemen PSP FPIK IPB. 298 hlm. Purwanti F Konsep Co- Management TNKJ [Disertasi]. Bogor: IPB. 162 hlm. Sutono D Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut untuk Mendukung Produksi Perikanan yang Lestari. Prosiding Seminar Nasional Membangun Teluk Bintuni Berbasis Sumberdaya Alam. Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Trisakti. 168 hlm.

BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL

BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL Pencapaian sasaran tujuan pembangunan sektor perikanan dan kelautan seperti peningkatan produktivitas nelayan dalam kegiatan pemanfaatan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh

Lebih terperinci

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8.1 Perumusan Kebijakan Strategis Pengembangan Perikanan Kajian Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik dari Potensi Daerah menghasilkan dua

Lebih terperinci

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA Leading commodity analysis of capture fisheries in Karimunjawa National Park Ririn Irnawati 1), Domu Simbolon 2), Budy Wiryawan

Lebih terperinci

MANFAAT EKONOMI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

MANFAAT EKONOMI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA MANFAAT EKONOMI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA (The Economic Benefits of Karimunjawa National Park) Ririn Irnawati 1), Domu Simbolon 2), Budy Wiryawan 2), Bambang Murdiyanto 2), Tri Wiji Nurani 2) 1) Staf

Lebih terperinci

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN 5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN Dalam bab ini akan membahas mengenai strategi yang akan digunakan dalam pengembangan penyediaan air bersih di pulau kecil, studi kasus Kota Tarakan. Strategi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

Analisis kelembagaan Pengembangan Agroindustri (Studi kasus kabupaten Tebo, Jambi)

Analisis kelembagaan Pengembangan Agroindustri (Studi kasus kabupaten Tebo, Jambi) Analisis kelembagaan Pengembangan Agroindustri (Studi kasus kabupaten Tebo, Jambi) Institutional Analysis of Agroindustrial Development (A Case Study at Tebo egency, Jambi) Ammar Sholahuddin Peneliti Kelembagaan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl.

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Heri Apriyanto NRP. P062100201 Dadang Subarna NRP. P062100081 Prima Jiwa Osly NRP. P062100141 Program Studi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pembangunan daerah merupakan langkah yang ditempuh dalam mewujudkan visi dan misi yang ingin dicapai oleh Kota Depok, pembangunan daerah memiliki

Lebih terperinci

VI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU RAWA PENING

VI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU RAWA PENING 86 VI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU RAWA PENING 6.1 Identifikasi Stakeholders dalam Pengelolaan Danau Rawa Pening Secara umum, stakeholders kunci yang terlibat dalam pengelolaan Danau Rawa

Lebih terperinci

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN KARANG DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA. (Management Model of Reef Fisheries in Karimunjawa National Park) ABSTRACT

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN KARANG DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA. (Management Model of Reef Fisheries in Karimunjawa National Park) ABSTRACT Model Pengelolaan Perikanan Karang di Taman Nasional Karimunjawa (R. Irnawati et al.) MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN KARANG DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA (Management Model of Reef Fisheries in Karimunjawa

Lebih terperinci

STRATEGI PERENCANAAN IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PENGOLAHAN DATA PENANGKAPAN IKAN DI KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

STRATEGI PERENCANAAN IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PENGOLAHAN DATA PENANGKAPAN IKAN DI KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 8, No. 2, November 2017 Hal: 149-162 STRATEGI PERENCANAAN IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PENGOLAHAN DATA PENANGKAPAN IKAN DI KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN 140 MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN Model kelembagaan klaster agroindustri minyak nilam dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode ISM (Interpretative Structural Modelling). Gambar 47 menunjukkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu sebagai lokasi proyek minapolitan perikanan tangkap.

Lebih terperinci

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara

Lebih terperinci

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KOLABORATIF TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA. Frida Purwanti Universitas Diponegoro

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KOLABORATIF TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA. Frida Purwanti Universitas Diponegoro PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KOLABORATIF TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA Frida Purwanti Universitas Diponegoro Permasalahan TNKJ Tekanan terhadap kawasan makin meningkat karena pola pemanfaatan

Lebih terperinci

MODEL PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN PENANGKAPAN DAN BUDIDAYA LAUT DI PULAU PANJANG KABUPATEN SERANG BANTEN

MODEL PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN PENANGKAPAN DAN BUDIDAYA LAUT DI PULAU PANJANG KABUPATEN SERANG BANTEN Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2014 Vol. 3 No.1 Hal : 55-62 ISSN 2302-6308 Available online at: http://umbidharma.org/jipp MODEL PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN PENANGKAPAN DAN BUDIDAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

Kata Kunci: Analisis stuktur, kemitraan, agribisnis sayuran

Kata Kunci: Analisis stuktur, kemitraan, agribisnis sayuran ANALISIS STRUKTUR SISTEM KEMITRAAN PEMASARAN AGRIBISNIS SAYURAN (Studi Kasus di Kecamatan Nongkojajar Kabupaten Pasuruan) Teguh Sarwo Aji *) ABSTRAK Pemikiran sistem adalah untuk mencari keterpaduan antar

Lebih terperinci

STRATEGI INTEGRASI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DAN PERIKANAN BUDIDAYA (STUDI KASUS DI TELUK LAMPUNG) TRI HARIYANTO

STRATEGI INTEGRASI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DAN PERIKANAN BUDIDAYA (STUDI KASUS DI TELUK LAMPUNG) TRI HARIYANTO STRATEGI INTEGRASI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DAN PERIKANAN BUDIDAYA (STUDI KASUS DI TELUK LAMPUNG) TRI HARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

HUBUNGAN DINAMIKA GAPOKTAN DENGAN KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

HUBUNGAN DINAMIKA GAPOKTAN DENGAN KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Desember 2013 Vol. 2 No.2 Hal : 93-97 ISSN 2302-6308 Available online at: http://umbidharma.org/jipp HUBUNGAN DINAMIKA GAPOKTAN DENGAN KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN AIR TANAH YANG BERKELANJUTAN DI KOTA SEMARANG ABSTRAK

ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN AIR TANAH YANG BERKELANJUTAN DI KOTA SEMARANG ABSTRAK ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PEMANFAATAN AIR TANAH YANG BERKELANJUTAN DI KOTA SEMARANG Agus Susanto FMIPA Universitas Terbuka Email Korespondensi: Sugus_susanto@yahoo.com ABSTRAK Kota Semarang yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini penulis menyatakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xvii DADTAR LAMPIRAN... xviii DAFTAR SINGKATAN... xix

DAFTAR ISI. Halaman. DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xvii DADTAR LAMPIRAN... xviii DAFTAR SINGKATAN... xix DAFTAR ISI DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xvii DADTAR LAMPIRAN... xviii DAFTAR SINGKATAN... xix 1. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Formulasi Permasalahan... 8 1.3.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia yang tidak dapat lepas dengan aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam. Sumberdaya perikanan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN RAPFISH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA, IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) DI PERAIRAN TANJUNGPANDAN ABSTRAK

ANALISIS KEBERLANJUTAN RAPFISH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA, IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) DI PERAIRAN TANJUNGPANDAN ABSTRAK BULETIN PSP ISSN: 251-286X Volume No. 1 Edisi Maret 12 Hal. 45-59 ANALISIS KEBERLANJUTAN RAPFISH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA, IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) DI PERAIRAN TANJUNGPANDAN Oleh: Asep Suryana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Data pokok kelautan dan perikanan 2010 1 menggolongkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang banyak.

Lebih terperinci

BAB 9 IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB 9 IMPLIKASI KEBIJAKAN BAB 9 IMPLIKASI KEBIJAKAN Kegiatan perikanan tangkap sangat tergantung pada tersedianya sumberdaya perikanan, baik berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun sumberdaya buatan (sarana dan prasarana

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013 Analisis Terhadap Kendala Utama Serta Perubahan yang Dimungkinkan dari Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Ziarah Umat Katholik Gua Maria Kerep Ambarawa Ari Wibowo 1) *, Boedi Hendrarto 2), Agus Hadiyarto

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pendekatan Konsep yang diajukan dalam penelitian ini adalah konsep pengelolaan wilayah pesisir terpadu secara partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders yang

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY Oleh: Kevin Yoga Permana Sub: Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Cilacap Tanpa tindakan konservasi dan pengelolaan, sektor

Lebih terperinci

SISTEM PENGEMBANGAN BUNGA HIAS DI BALI

SISTEM PENGEMBANGAN BUNGA HIAS DI BALI SISTEM PENGEMBANGAN BUNGA HIAS DI BALI I Putu Restu Wiana 1, I.A. Mahatma Tuningrat 2,A.A.P.Agung Suryawan Wiranatha 2 Email: restuwiana@ymail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk membuat model struktural

Lebih terperinci

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DALAM PENATAAN RUANG

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DALAM PENATAAN RUANG Karya Tulis KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DALAM PENATAAN RUANG Oleh : ANITA ZAITUNAH NIP 132 259 574 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KATA PENGANTAR Puji dan syukur

Lebih terperinci

MODEL SISTEM KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN INDUSTRI TALAS

MODEL SISTEM KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN INDUSTRI TALAS AGROINTEK Vol 4, No. 2 Agustus 21 87 MODEL SISTEM KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN INDUSTRI TALAS Iffan Maflahah Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Korespondensi : Jl.

Lebih terperinci

VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK. Kata kunci: Selat Rupat, pencemaran minyak, pengendalian pencemaran.

VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK. Kata kunci: Selat Rupat, pencemaran minyak, pengendalian pencemaran. 104 VIII. STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK Abstrak Industri pengolahan minyak, transportasi kapal di pelabuhan serta input minyak dari muara sungai menyebabkan perairan Selat

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGI KEGIATAN INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DI KABUPATEN SUKABUMI

RENCANA STRATEGI KEGIATAN INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DI KABUPATEN SUKABUMI RENCANA STRATEGI KEGIATAN INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DI KABUPATEN SUKABUMI Kerjasama BPLHD Propinsi Jawa Barat BLH Kabupaten Sukabumi PKSPL IPB Oleh: Yudi Wahyudin, S.Pi. Mujio, S.Pi. Renstra ICM 1

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Nilai Ekonomi Taman Nasional Alam seisinya memiliki nilai ekonomi yang dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia. Nilai ekonomi ini dapat diperoleh jika alam dilestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya alam maupun kebudayaan unik dan tidak dimiliki oleh Negara lain. Oleh karena itu, Indonesia menjadi

Lebih terperinci

PERAN DAN KOORDINASI LEMBAGA LINTAS SEKTORAL DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA AIR (STUDI KASUS DAS GUMBASA KABUPATEN DONGGALA PROVINSI SULAWESI TENGAH)

PERAN DAN KOORDINASI LEMBAGA LINTAS SEKTORAL DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA AIR (STUDI KASUS DAS GUMBASA KABUPATEN DONGGALA PROVINSI SULAWESI TENGAH) PERAN DAN KOORDINASI LEMBAGA LINTAS SEKTORAL DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA AIR (STUDI KASUS DAS GUMBASA KABUPATEN DONGGALA PROVINSI SULAWESI TENGAH) MUH. ANSAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN 2009

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN 2009 LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN 2009 Kajian Pengembangan Kompetensi Masyarakat dalam Mengelola Usaha Pariwisata Berdimensi Ekologis Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Dr. Hamidah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA DANAU YANG BERKELANJUTAN (STUDI KASUS DANAU MANINJAU SUMATERA BARAT)

ANALISIS KEBIJAKAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA DANAU YANG BERKELANJUTAN (STUDI KASUS DANAU MANINJAU SUMATERA BARAT) Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol. No. (Juli 0): - ANALISIS KEBIJAKAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA DANAU YANG BERKELANJUTAN (STUDI KASUS DANAU MANINJAU SUMATERA BARAT) Analysis of Lake Resources

Lebih terperinci

VII KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU

VII KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU 137 VII KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU 7.1 Pendahuluan Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sumberdaya alam milik bersama atau Common pool resources (CPRs). Sebagai CPRs,

Lebih terperinci

Oleh: Diterima: 18 Februari 2009; Disetujui: 1 September 2009 ABSTRACT

Oleh: Diterima: 18 Februari 2009; Disetujui: 1 September 2009 ABSTRACT PRIORITAS PEMILIHAN LOKASI PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN DI KABUPATEN REMBANG Location Selection Priority of Fishing Port Development at Rembang Regency Oleh: Iin Solihin 1* dan Muhammad Syamsu Rokhman

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT. Syahril Nedi 1)

STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT. Syahril Nedi 1) Jurnal Perikanan dan Kelautan 17,1 (2012) : 26-37 STAKESHOLDER YANG BERPERAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN MINYAK DI SELAT RUPAT ABSTRACT Syahril Nedi 1) 1) Staf Pengajar Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

TESIS. Dr. Ir. Indratmo Soekarno, MSc. Pembimbing :

TESIS. Dr. Ir. Indratmo Soekarno, MSc. Pembimbing : ANALISIS PENENTUAN PRIORITAS PENGEMBANGAN SUMBERDAYA AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIMANUK PROPINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN METODA ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) TESIS Pembimbing : Dr. Ir. Indratmo Soekarno,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI (Lanjutan) DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI (Lanjutan) DAFTAR TABEL 17 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Pertanyaan Penelitian 7 Tujuan Penelitian 7 Kebaruan Penelitian 7 Manfaat Penelitian 8 Ruang

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut dalam dekade terakhir ini menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat, bahkan telah mendekati kondisi yang membahayakan kelestarian

Lebih terperinci

V. ANALISIS KEBIJAKAN

V. ANALISIS KEBIJAKAN V. ANALISIS KEBIJAKAN 5.1. Pendekatan Kebijakan Kegiatan pertambangan mineral di Kabupaten Mimika secara signifikan telah memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar, pemerintah daerah dan pusat

Lebih terperinci

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP Jakarta, 21 April 2015 I. PENDAHULUAN 1. Hasil kajian KPK (Gerakan Nasional Penyelamatan SD Kelautan) merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di enam pulau Kawasan Kapoposan Kabupaten Pangkep (Sulawesi Selatan) meliputi: (1) Pulau Kapoposan, (2) Pulau Gondongbali, (3) Pulau Pamanggangan,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Muhammad AA. et al, Selama Kearifan Adalah Kekayaan; Eksistensi Hukum Adat Laot di Aceh, Lembaga Panglima Laot, Banda Aceh.

DAFTAR PUSTAKA. Muhammad AA. et al, Selama Kearifan Adalah Kekayaan; Eksistensi Hukum Adat Laot di Aceh, Lembaga Panglima Laot, Banda Aceh. 105 DAFTAR PUSTAKA Muhammad AA. et al, 2006. Selama Kearifan Adalah Kekayaan; Eksistensi Hukum Adat Laot di Aceh, Lembaga Panglima Laot, Banda Aceh. Ahdiat KM. 2010.Strategi Pembangunan Perikanan Tangkap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional (TN) Gunung Merapi ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

MEMBANGUN MODEL DESA KONSERVASI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENYELAMATAN KAWASAN KONSERVASI. Oleh : Kusumoantono Widyaiswara Madya BDK Bogor ABSTRACT

MEMBANGUN MODEL DESA KONSERVASI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENYELAMATAN KAWASAN KONSERVASI. Oleh : Kusumoantono Widyaiswara Madya BDK Bogor ABSTRACT MEMBANGUN MODEL DESA KONSERVASI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENYELAMATAN KAWASAN KONSERVASI Oleh : Kusumoantono Widyaiswara Madya BDK Bogor ABSTRACT The conservation village is a conservation initiative that

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI UTARA DAERAH KABUPATEN CIREBON

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI UTARA DAERAH KABUPATEN CIREBON PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI UTARA DAERAH KABUPATEN CIREBON Oleh : H. Mardjoeki, Drs., MM. ABSTRAKSI Pemberdayaan masyarakat pesisir pantai Kapetakan (Bungko) sampai pesisir pantai Mertasinga

Lebih terperinci

X. ANALISIS KEBIJAKAN

X. ANALISIS KEBIJAKAN X. ANALISIS KEBIJAKAN 10.1 Alternatif Kebijakan Tahapan analisis kebijakan pada sub bab ini merupakan metode pengkajian untuk menghasilkan dan mentransformasikan flow of thinking dari serangkaian analisis

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Bogor dan lingkungan industri Kota Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

PERAN PERENCANAAN TATA RUANG

PERAN PERENCANAAN TATA RUANG PERAN PERENCANAAN TATA RUANG DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM INDRA BUDIMAN SYAMWIL 1 Spatial Planning Specialist November, 2003 Tata Ruang di Indonesia merupakan produk Sistem Tata Ruang Nasional yang

Lebih terperinci

IX. STRUKTURISASI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KOPI RAKYAT DI KUPK SIDOMULYO, KABUPATEN JEMBER

IX. STRUKTURISASI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KOPI RAKYAT DI KUPK SIDOMULYO, KABUPATEN JEMBER IX. STUKTUISASI PENGEMBANGAN AGOINDUSTI KOPI AKYAT DI KUPK SIDOMULYO, KABUPATEN JEMBE 9.1. Pendahuluan Sistem pengolahan kopi obusta rakyat berbasis produksi bersih yang diupayakan untuk diterapkan di

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

III. LANDASAN TEORETIS

III. LANDASAN TEORETIS III. LANDASAN TEORETIS 1. Pemodelan Deskriptif dengan Metode ISM (Interpretative Structural Modeling) Eriyatno (1999) mengemukakan bahwa dalam proses perencanaan strategik seringkali para penyusunnya terjebak

Lebih terperinci

Oleh : LINDA SETIONINGRUM E

Oleh : LINDA SETIONINGRUM E STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN PANGALENGAN BKPH PANGALENGAN, KPH BANDUNG SELATAN PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN Oleh : LINDA SETIONINGRUM E 14102034 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA KARANGANTU KOTA SERANG PROVINSI BANTEN

STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA KARANGANTU KOTA SERANG PROVINSI BANTEN Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Desember 2013 Vol. 2 No. 2 Hal : 159-169 ISSN 2302-6308 Available online at: http://umbidharma.org/jipp STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA KARANGANTU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi alam Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah tropis merupakan tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan hewan sehingga Indonesia dikenal sebagai

Lebih terperinci

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung 6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung Supaya tujuh usaha perikanan tangkap yang dinyatakan

Lebih terperinci

SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN

SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN 2013/11/02 08:31 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan PEMANTAPAN SISTEM PENYULUHAN PERIKANAN MENUNJANG INDUSTRIALISASI KP SEJUMLAH MASUKAN PEMIKIRAN Mendiskusikan sistem penyuluhan perikanan yang membumi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/KEPMEN-KP/2014 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN WISATA PERAIRAN PULAU GILI AYER, GILI MENO DAN GILI TRAWANGAN DI PROVINSI

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT. Rika Astuti, S.Kel., M. Si

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT. Rika Astuti, S.Kel., M. Si STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT Rika Astuti, S.Kel., M. Si rika.astuti87@yahoo.com Simposium Nasional Konservasi Perairan Pesisir dan

Lebih terperinci

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE (Environmental Study of University of Pattimura) Memiliki 1.340 pulau Pulau kecil sebanyak 1.336 pulau Pulau besar (P. Seram,

Lebih terperinci

BAB II VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB II VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB II VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. Visi Visi yang telah ditetapkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan adalah Menjadi Fasilitator dan Penggerak Ekonomi Masyarakat Perikanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dengan lokasi meliputi kawasan DKI Jakarta dan Perairan Teluk Jakarta yang dilaksanakan pada bulan Agustus 005-April 006. Teluk Jakarta,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

PEMILIHAN MODEL CO-MANAGEMENT PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP (SELECTION OF CO-MANAGEMENT MODEL CAPTURE FISHERIES MANAGEMENT)

PEMILIHAN MODEL CO-MANAGEMENT PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP (SELECTION OF CO-MANAGEMENT MODEL CAPTURE FISHERIES MANAGEMENT) Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 2 No. 1 November 2011: 61-70 ISSN 2087-4871 PEMILIHAN MODEL CO-MANAGEMENT PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP (SELECTION OF CO-MANAGEMENT MODEL CAPTURE FISHERIES

Lebih terperinci

ANALYSIS THE MODEL OF MANAGEMENT OCEAN IN TELUK PAMBANG VILLAGE OF BENGKALIS DISTRICT, RIAU PROVINCE (SOSIOLOGY AND INSTITUTION ANALYSIS)

ANALYSIS THE MODEL OF MANAGEMENT OCEAN IN TELUK PAMBANG VILLAGE OF BENGKALIS DISTRICT, RIAU PROVINCE (SOSIOLOGY AND INSTITUTION ANALYSIS) Prosiding Seminar Antrabangsa Ke-4 Ekologi, Habitat Manusia & Perubahan Persekitaran di Alam Melayu 75 ANALYSIS THE MODEL OF MANAGEMENT OCEAN IN TELUK PAMBANG VILLAGE OF BENGKALIS DISTRICT, RIAU PROVINCE

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

Analisis Elemen Kunci untuk Pengembangan Usaha dengan Metode Interpretative Structural Modelling (ISM) (Studi Kasus di KUD Dau, Malang)

Analisis Elemen Kunci untuk Pengembangan Usaha dengan Metode Interpretative Structural Modelling (ISM) (Studi Kasus di KUD Dau, Malang) Analisis Elemen Kunci untuk Pengembangan Usaha dengan Metode Interpretative Structural Modelling (ISM) (Studi Kasus di KUD Dau, Malang) Enggar D. Kartikasari 1), Wike A. P. Dania 2), Rizky L. R. Silalahi

Lebih terperinci