BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 20 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Petani yang mengikuti program Koperasi Hutan Jaya Lestari di Desa Lambakara ini berjumlah 579 orang. Untuk pengambilan sampel digunakan statistik parametrik yang membutuhkan sampel minimal 30 sampel. Dari total petani tersebut diambil sampel sebanyak 55 orang sebagai responden. Dasar yang digunakan di dalam pengambilan sampel adalah luasan lahan hutan rakyat, dimana petani dibagi kedalam tiga strata yaitu strata I dengan luasan lahan <0,5 ha dengan jumlah responden 14 orang (25,45%), strata II dengan luasan lahan 0,5-1 ha dengan jumlah responden 11 orang (20%), dan strata III yang mempunyai luasan lahan lebih dari 1 ha dengan jumlah responden 30 orang (54,55%). Responden mempunyai tingkat pendidikan tergolong sedang. Dari 55 responden, yang menyelesaikan sekolah sampai tingkat SMP dan SMA masing-masing sebesar 13 orang dan 15 orang. Sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan SD dengan jumlah 18 responden dan 5 orang melanjutkan ke jenjang kuliah dengan beragam tingkat seperti D1, D3, dan S1. Sedangkan responden yang tidak pernah sekolah sebanyak 4 orang (Tabel 2). Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan Strata Responden Pendidikan I (<0,5 ha) II (0,5-1 ha) III (>1 ha) Jumlah n % n % n % n % Tidak Sekolah SD SMP SMA Kuliah Jumlah Dari data di atas dapat diketahui tingkat pendidikan responden tergolong rendah, karena masih banyak orang yang lulusan SD tinggal di daerah tersebut. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi pola pikir responden dalam menjawab soalsoal quisioner serta di dalam mengelola hutan rakyatnya.

2 21 Seluruh responden mempunyai status sudah berkeluarga dengan jumlah anggota keluarga rata-rata 4-5 jiwa. Mata pencaharian pokok yaitu sebagai petani baik pada strata I (64%), strata II (91%), maupun pada strata III (53,33%). Mata pencaharian pokok yang menempati urutan kedua yaitu mata pencaharian yang berhubungan dengan wiraswasta. Dalam hal ini wiraswasta dapat diartikan mereka yang memperoleh hasil dari membuka lapangan pekerjaan sendiri seperti warung, ataupun sebagai pengrajin dan penjual jasa. Dari tabel 3 terlihat bahwa pada strata I sebanyak 3 responden (21%) bermata pencaharian sebagai wiraswasta, strata II sebanyak 1 responden (9%), strata III sebanyak 8 responden (26,67%). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian pokok Strata Responden Mata I (<0,5 ha) II (0,5-1 ha) III (>1 ha) Jumlah Pencaharian n % n % n % n % PNS Guru Tani Wiraswasta Karyawan Kades Total Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Pola Tanam dan Jenis Tanaman Masyarakat di sana umumnya menanam tanaman jati diselingi dengan tanaman tumpang sari. Tanaman tumpang sari yang banyak diminati oleh para petani yang mengikuti koperasi KHJL ini umumnya lada. Bibit lada yang mereka dapat berasal dari bantuan-bantuan, sehingga mereka tidak perlu mengeluarkan uang lagi untuk membeli bibit lada. Untuk jarak tanam, petani hutan rakyat sudah punya inisiatif untuk menanam jati dalam ukuran 3x3m. Biasanya mereka menanam dengan menyelingi tanaman tumpang sari, sehingga mereka memperoleh manfaat ganda dan penghasilan tambahan dalam mengelola hutan rakyat.

3 22 Petani hutan rakyat Desa Lambakara umumnya menanam jati. Mereka berpikir bahwa jati akan memberikan pendapatan yang tinggi di masa depan dibandingkan tanaman lain. Petani memperoleh benih jati dari BPDAS Sampara. Benih diberikan secara gratis tanpa dipungut biaya sedikitpun. Namun sering kali benih yang sampai ke tangan masyarakat busuk. Hal ini dikarenakan oleh lamanya benih yang didistribusikan ke masyarakat dan tempat penyimpanan benih yang tidak layak karena benih hanya di bungkus dengan kantong plastik yang tidak kedap udara. Dalam penyimpananya, sering kali benih terjemur terlalu lama dan terkena hujan. Ini terjadi karena pihak koperasi tidak mempunyai tempat khusus dalam penyimpanan benih sehingga benih diletakkan di halaman depan koperasi. Untuk menutupi kekurangan bibit di masyarakat, kebanyakan masyarakat mencari bibitbibit jati yang berasal dari pohon induk. Biasanya mereka menunggu musim dimana pohon jati berbunga. Dalam mengambil bibit yang jatuh pun ada perhitungannya. Umumnya masyarakat di sana mempunyai pohon induk yang digunakan dalam memperoleh bibit jati Tahapan Pembangunan Hutan Rakyat Pembangunan hutan rakyat di desa Lambakara ini terdiri dari beberapa kegiatan antara lain : Penyediaan benih, pembersihan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran. 1. Pengadaan benih Benih jati diperoleh dari BPDAS yang dibagikan secara gratis. Ada juga yang memanfaatkan benih jati yang petani ambil saat jati memasuki musim berbunga. Benih-benih yang diberikan tadi terlebih dahulu dilakukan seleksi, sehingga di mana benih yang diberikan secara gratis itu benar-benar benih yang bagus. Sering kali benih yang diberikan itu kondisinya sudah rusak dan jelek dikarenakan jarak yang ditempuh dan waktu yang dibutuhkan untuk sampainya benih itu ke tangan masyarakat cukup lama. 2. Persiapan lahan Kegiatan persiapan lahan ini dilakukan dengan cara membersihkan alangalang maupun gulma lain yang ada di sekitar hutan rakyat. Setelah pembersihan

4 23 lahan selesai baru dipasang ajir, dengan jarak tanam 3x3m. Setelah pemasangan ajir selesai dilakukan maka langkah selanjutnya adalah pembuatan lubang tanam, dimana lubang tanam dibuat dengan ukuran 1x1x1m. Setelah pembuatan lubang tanam maka bibit siap untuk ditanam. 3. Penanaman dan Pemupukan Setelah penebangan dilakukan, para anggota koperasi diwajibkan untuk menanami kembali tanah-tanah mereka yang terdaftar dengan jumlah bibit yang memadai untuk menggantikan pohon-pohon yang telah ditebang. Keberhasilan penyemaian (penanaman) yang ditanami oleh anggota koperasi dipantau secara dekat selama tiga tahun pertama untuk memastikan tercapainya tujuan yang ingin dicapai. Di kawasan hutan jati rakyat, dengan pohon dan anak jati yang tumbuh secara berdekatan, para anggota akan diajari untuk senantiasa memperjarang penanaman (hanya untuk pohon jati) agar tingkat pertumbuhan pohon maksimal dan berkualitas tinggi. Sesuai dengan standar SOP yang ada bahwa dalam proses penanaman, bibit yang siap ditanam dimasukkan di dalam lubang yang telah disiapkan, setelah dikeluarkan dari polybag dengan cara disobek dengan hati-hati agar tidak merusak akar. Bibit itu haruslah ditanam bersama tanahnya agar akar jati tidak terlambat pertumbuhannya. Dalam menanam jati, hendaknya kita membuat lubang yang dalam untuk menghindari kekeringan akar dan akar tidak terlipat. Setelah bibit di masukkan ke dalam lubang, timbun lubang tanam itu dengan tanah dan tinggikan di sekitar batang tanaman agar genangan air tidak terkumpul di akar jati yang baru ditanam. Bila jati ditanam terlambat pada musim kemarau, maka di sekitar batang jati ± 1m di sekeliling batang tanahnya dibuat lebih rendah (cekungan) agar air yang ada terkumpul di sekitar akar pohon dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Dalam perawatannya, bibit jati seharusnya diberi perlakuan yang baik. Perlakuan itu meliputi pemindahan bibit dari persemaian ke lokasi penanaman harus dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak akar dan mengakibatkan stres. Selama proses pemindahan, usahakan bibit tidak mengalami proses kekeringan. Penanaman harus dilakukan setelah bibit dipindahkan ke lokasi penanaman dan

5 24 jangan sekali-kali memangkas akar bibit jati yang akan ditanam. Semakin banyak akar akan membuat pertumbuhan semakin baik. Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu diberi pupuk kandang pada lubang tanaman, kemudian baru bibit ditanam. Untuk lahan yang dikelola secara tumpang sari penanaman bibit tanaman pokok diikuti dengan penanaman tanaman pertanian di sela-sela tanaman pokok, dengan jenis tanaman jagung, lada, dan singkong. 4. Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan dengan cara pemangkasan cabang. Untuk lahan yang dikelola secara tumpangsari, pemangkasan cabang dilakukan sepanjang lahan masih ditanami tanaman pertanian yaitu sampai tahun ke tiga. Sedangkan untuk lahan yang dikelola secara monokultur pemangkasan cabang hanya dilakukan pada tahun pertama saja. 5. Pemanenan Tahapan perencanaan panen dimulai dari up-date data inventarisasi dan menetapkan JTT kemudian dikeluarkan data layak panen untuk keseluruhan anggota KHJL. Koordinator unit akan mengajukan permohonan panen yang dilampiri dengan permohonan uang muka. Setelah dihitung biaya dan menyesuaikan jumlah volume yang akan dikirim, maka KHJL akan mengeluarkan ijin panen. Pelaksanaan panen akan dimulai apabila uang muka telah diberikan sebesar 60% dari estimasi volume pohon berdiri dan pemanenan diawasi oleh tim Grading yang siap memberi identitas COC pada setiap potongan kayu yang akan dibentuk square. 6. Pemasaran Untuk pemasaran tanaman pokok hutan rakyat, koperasi mewajibkan para anggotanya untuk menjual kayunya kepada koperasi. Jika ada anggotanya yang menjual kayunya kepada orang lain, maka koperasi berhak untuk memberi sanksi kepada yang melanggar. Dan si pelanggar bisa dicabut status keanggotaannya oleh pengurus koperasi KHJL.

6 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Hutan Rakyat Pendapatan Rumah Tangga Petani Dari 55 responden, sebanyak 53 responden memperoleh penghasilan dari bertani. Baik itu petani sawah yang menghasilkan padi,maupun petani lahan kering yang menghasilkan hasil bumi seperti palawija maupun buah-buahan. Penghasilan petani sangat beragam. Hal ini tergantung dari luasan lahan yang mereka garap dan mereka punyai. Seluruh responden yang mengikuti KHJL ini umumnya semua mempunyai mata pencaharian sampingan. Perbedaan sumber-sumber mata pencaharian responden akan berpengaruh langsung terhadap jumlah pendapatan responden. Pendapatan masyarakat selama setahun terakir dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Pendapatan rata-rata responden dari berbagai sumber pada tahun 2008 Sumber I (<0,5 ha) II (0,5-1 ha) III (>1 ha) Pendapatan (Rp/th) (%) (Rp/th) (%) (Rp/th) (%) Usaha tani 4,130, ,854, ,476, Hutan rakyat 2,207, ,309, ,715, Peternakan 821, , , Sumber lain 3,714, ,500, ,041, Jumlah 10,872, ,918, ,544, Dari tabel 4 strata I dapat diketahui bahwa pendapatan petani terbesar diperoleh dari usaha tani sebesar Rp per tahun (38%). Tidak terlalu berbeda jauh dengan sumber pendapatan dari sumber lain seperti wiraswasta dan gaji bulanan pekerjaan lain seperti guru, PNS, dan lain-lain, yaitu sebesar Rp , per tahun (34,2%). Pendapatan paling kecil terdapat di sektor peternakan yaitu Rp per tahun (7,6%). Hal ini terjadi karena banyak responden yang tidak mau menjual ternak mereka dan kebanyakan ternak mereka dikonsumsi sendiri. Sehingga dapat kita ketahui bahwa pada strata I responden lebih memprioritaskan pada pertanian dan sumber lain. Pada strata II dapat kita ketahui bahwa pendapatan terbesar dari sektor pertanian atau usaha tani sebesar Rp per tahun (53,1%). Sedangkan sumber pendapatan terkecil terletak pada sektor peternakan yaitu Rp per tahun (2%). Pada strata II terlihat bahwa selain dari sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama, mata pencaharian sumber lain memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan total petani.

7 26 Pada strata III sektor pertanian tidak memberikan kontribusi yang banyak terhadap pendapatan petani. Hal ini terlihat pada sektor pertanian yang tidak terlalu besar yaitu Rp per tahun (29,5%). Sedangkan dari sumber pendapatan lain seperti wiraswasta dan gaji bulanan pekerjaan lain seperti guru, PNS, dan lain-lain, memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan total petani yaitu sebesar Rp per tahun (48,8%). Hal ini terlihat bahwa responden pada strata III menjadikan bertani sebagai mata pencaharian sampingan. Maksud arti dari mata pencaharian pokok adalah responden menjadikan suatu jenis pekerjaan sebagai sumber pendapatan keluarga yang utama. Sedangkan arti dari pekerjaan sampingan adalah responden menjadikan pekerjaaan yang ada selain pekerjaan pokok sebagai salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan dalam upaya memenuhi kebutuhan keluarga. Tabel 5. Kontribusi Pendapatan Responden Hutan Rakyat terhadap pendapatan Total Rata-rata pada Tahun 2008 Strata Pendapatan Rata-Rata Hutan Rakyat (Rp/thn/Ha) Total (Rp/thn/Ha) Kontribusi (%) I 2,207,143 10,872, II 2,309,091 12,918, III 3,715,000 18,544, Pada tabel 5 menjelaskan kontribusi pendapatan responden hutan rakyat terhadap pendapatan total. Pada strata I memberikan kontribusi sebesar 20,3%; strara II sebesar 17,87%; dan strata III sebesar 20,03%. Pendapatan pertanian lebih besar daripada pendapatan hutan rakyat namun lebih kecil daripada pendapatan lain-lain / non pertanian. Ini menunjukkan bahwa pengusahaan hutan rakyat hanya merupakan pekerjaan tambahan atau dapat dikatakan pekerjaan waktu luang saja sedangkan para petani hutan rakyat mengandalkan pendapatannya pada pekerjaan luar pertanian. Hal ini dikarenakan hutan rakyat mempunyai pertumbuhan tegakan yang lama sehingga tidak dapat memberi hasil yang cepat dan rutin. Hutan rakyat ini digunakan untuk keperluan mendesak serta sebagai tabungan untuk masa depan.

8 Pengeluaran Rumah Tangga Petani Pengeluaran setiap responden masing-masing strata berbeda-beda hal ini dipengaruhi oleh pola konsumsi, tingkat pengetahuan, jumlah tanggungan setiap keluarga dan faktor lainnya. Jenis-jenis pengeluaran masyarakat untuk semua responden hampir sama yaitu untuk memenuhi kebutuhan beras dan non beras, biaya pendidikan, biaya transportasi, biaya usaha tani, dan untuk pengeluaran lainlain. Responden diklasifikasikan berdasarkan luasan hutan rakyatnya, bukan berdasarkan luasan pertanian sehingga pengeluaran rata-rata tiap responden berbeda-beda. Rata-rata pengeluaran petani per tahun dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Rata-rata pengeluaran responden pertahun Sumber I (<0,5 ha) II (0,5-1 ha) III (>1 ha) Pengeluaran (Rp/th) (%) (Rp/th) (%) (Rp/th) (%) Beras 2,292, ,774, ,619, Non beras 2,171, ,022, ,958, Input usaha tani 745, , , Pendidikan 1,002, ,063, , Lain-lain 4,047, ,797, ,079, Jumlah 10,260, ,412, ,565, Pada strata I pengeluaran terbanyak pada kebutuhan hal lain-lain seperti pakaian, perumahan, kesehatan, transportasi, rekreasi, peralatan rumah tangga, pajak, dan biaya tak terduga lainnya, yaitu Rp per tahun (39.4%). Dan pengeluaran terkecil pada kebutuhan akan input usaha tani yaitu sebesar Rp ,- per tahun (7.3%). Hal ini terjadi karena banyak responden yang enggan atau tidak mau menggunakan pupuk dalam kegiatan penanaman. Dan jarang sekali responden melakukan perawatan terhadap tanaman yang mereka punyai sehingga kebutuhan mereka akan input usaha tani sangat kecil. Besarnya nilai kebutuhan akan hal-hal lain itu terjadi karena banyak responden mempunyai pengeluaran yang tiba-tiba di dalam kurun waktu satu tahun ini. Selain itu juga kebutuhan responden akan kendaraan sangat tinggi sehingga memerlukan konsumsi bahan bakar yang tinggi pula. Rumah juga mempunyai sumber pengeluaran yang tinggi dikarenakan harga material yang harganya cukup mahal di pasaran. Pada strata II pengeluaran terbesar masih pada kebutuhan lain-lain yaitu sebesar Rp per tahun (36,5%). Sedangkan untuk pengeluaran paling

9 28 kecil ada pada kebutuhan akan input usaha tani sebesar Rp per tahun (7,2%). Pada strata III pengeluaran terbesar juga pada kebutuhan akan lain-lain dengan rata-rata sebesar Rp per tahun (40.4%) dan kebutuhan terkecil pada imput usaha tani yaitu dengan rata-rata sebesar Rp per tahun (7.5%). Tingkat pengeluaran responden akan sangat berpengaruh pada pendapatan per kapita responden. Dengan pengeluaran yang besar maka pendapatan per kapita responden akan berkurang, apabila pengeluaran lebih besar daripada pendapatan maka responden akan mengalami defisit yang mengakibatkan responden harus mengeluarkan sejumlah uang dari tabungannya untuk memenuhi kebutuhannya, sedangkan jika pengeluaran lebih kecil daripada pendapatan maka responden akan mendapatkan sisa yang dapat ditabung untuk kebutuhan yang akan datang. Pada tabel 7 secara keseluruhan dari ketiga kelas, presentase pendapatan terhadap pengeluaran adalah 125,9%. Dengan kata lain masyarakat di Desa Lambakara dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, bahkan mempunyai sisa. Sisa dari pendapatan tersebut biasanya mereka gunakan untuk membeli barang yang bersifat monumental seperti membangun rumah, membeli tanah, dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya presentase pendapatan total rata-rata terhadap pengeluaran total rata-rata dapat dilihat di table 7. Tabel 7. Presentase Pendapatan Total Rata-rata terhadap Pengeluaran Total Ratarata Kelas Pendapatan Pengeluaran Presentase Pendapatan Rata-rata Rata-rata Terhadap Pengeluaran (%) I 10,872,857 10,260, II 12,918,182 10,412, III 18,544,667 12,565, Rata-rata 14,111,902 11,079, Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Untuk mengetahui kelayakan pengusahaan hutan rakyat dilakukan analisis finansial dengan menggunakan metode analisis aliran kas dari biaya dan pendapatan yang telah didiskonto. Besarnya suku bunga yang digunakan adalah

10 29 18% yaitu suku bunga yang berlaku tahun 2008 di daerah penelitian pada saat dilakukan penelitian. Biaya pengusahaan hutan rakyat terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang ada dalam pengusahaan hutan rakyat yaitu biaya sewa/pajak tanah. Sedangkan biaya variabel yang terdapat dalam pengusahaan hutan rakyat yaitu : biaya pengadaan bibit dan benih, biaya tanam, biaya pemeliharaan, biaya pemanenan, dan biaya tak terduga lainnya. Kriteria Kelayakan yang digunakan dalam analisis adalah Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara present value daripada benefit dan present value daripada biaya, Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR). Berdasarkan lampiran 4 dapat dilihat bahwa biaya pengusahaan hutan rakyat di Desa Lambakara terdiri dari : A. Biaya tetap 1. Biaya pajak rata-rata pada strata I sebesar Rp ,00 per tahun, pada strata II sebesar Rp ,00 per tahun, dan pada strata III sebesar Rp ,00 per tahun. Biaya pajak ini dikeluarkan terus setiap tahunnya. Besar kecilnya biaya pajak ini tergantung dari luasan lahannya. B. Biaya variabel 1. Biaya pengadaan bibit dengan menghitung upah pekerja dan jasa yang dikeluarkan. Pada strata I, biaya bibit yang diperoleh sebesar Rp ,00 per tahun, pada strata II sebesar Rp ,00 per tahun, dan strata III sebesar Rp ,00 per tahun. 2. Biaya pembuatan ajir pada strata I sebesar Rp ,00 per tahunnya, strata II sebesar Rp ,00 per tahun, dan pada strata III sebesar Rp ,00 per tahunnya. 3. Biaya tanam yang terdiri dari pembuatan lubang tanam, pengadaan pupuk, serta upah tukang. Biaya tanam pada strata I sebesar Rp ,00 per tahun, pada strata II biaya tanamnya sebesar Rp ,00 per tahunnya, dan pada strata III biaya tanamnya sebesar Rp ,00 per tahunnya. 4. Biaya pemeliharaan terdiri dari biaya pemangkasan cabang, pengadaan alat, serta biaya pemberian pupuk tambahan. Biaya tersebut di total dan mendapatkan rata-rata pertahunnya yang dikeluarkan petani pada strata I

11 30 sebesar Rp ,00 per tahun, pada strata II sebesar Rp ,00 per tahun, dan pada strata III sebesar Rp ,00 per tahun. 5. Biaya pemanenan terdiri dari biaya penyewaan alat serta upah tukang. Biaya pada strata I sebesar Rp ,00 per tahunnya, pada strata II sebesar Rp ,00 per tahunnya, dan pada strata III sebesar Rp ,00 per tahun. Biaya panen ini akan berubah ketika volume tebangan bertambah. 6. Untuk biaya lain-lain seperti pengadaan makanan kecil ataupun rokok pada strata I sebesar Rp ,00 per tahunnya, strata II sebesar Rp ,00 per tahunnya, dan pada strata III sebesar Rp ,00 per tahunnya. C. Perkiraan Nilai Tegakan Sisa pada Tahun 2008 Perkiraan nilai tegakan sisa ini merupakan perkiraan biaya yang dikeluarkan oleh petani saat pertama kali orang tua mereka menanam jati hingga sekarang. Nilai ini diperoleh dari jumlah volume sisa yang ada saat sekarang atau volume yang belum ditebang hingga tahun 2008 saat penelitian ini dilakukan dikalikan dengan harga tegakan yang berlaku di pasar. Harga tegakan saat pohon berdiri diperoleh dengan pengurangan harga log yang berlaku di pasar dengan biaya pemanenan. Harga log yang berlaku di pasar saat ini adalah Rp ,00/m3. Tabel 8. Rincian biaya pemanenan Biaya sewa chainsaw : Upah buruh angkut : Biaya Penampungan di TPN : Pengangkutan dari TPN ke TPK : Biaya Total Pemanenan : Dari tabel terlihat bahwa total biaya pemanenan sebesar Rp ,00 /m3. Setelah diketahui volume sisa rata-rata dari masing-masing strata, maka dapat diperoleh nilai tegakan sisa pada tahun 2008 dengan cara mengkalikan harga tegakan pada tahun 2008 dengan volume tegakan sisa. Nilai tegakan sisa ini dikalikan lagi dengan 50% mengingat bahwa tegakan jati di Konawe Selatan ini umumnya berupa tegakan jati sisa penebangan. Selain itu juga jika dilihat dari hasil panen yang mereka peroleh, banyak yang terbuang daripada yang terpakainya. Rata-rata pohon jati yang dimiliki warga juga banyak yang cacat growong. Maka dari itu, pengkalikan 50% dari nilai tegakan sisa ini

12 31 mempunyai maksud memperoleh nilai yang bersih untuk dimasukkan ke dalam tabel aliran cash flow. Dengan pendekatan tersebut, nilai tegakan sisa pada strata I diperoleh sebesar Rp ,00 (untuk 23,56m 3) ; Strata II sebesar Rp ,00 (untuk 37,45m 3) ; Strata III sebesar Rp ,00 (untuk 58,36m 3). D. Simulasi Proyeksi Hasil Tanam Pada Lampiran 6 dapat dijelaskan bahwa penghitungan dilakukan hingga tahun ke-33 atau tahun Diperkirakan pada tahun 2023, tanaman jati yang sekarang baru berumur 3 tahun sudah mencapai umur 18 tahun dan sudah dapat di panen. 1. Strata I Terlihat pada lampiran 6 strata I pada tahun 2005 hingga tahun 2018 masih menggunakan atau masih memanen tegakan sisa tanaman jati yang lama yaitu sebesar 2,12 m 3. Tahun 2019, volume tegakan sisa sudah habis. Maka untuk kontinyuitas penghasilan petani dari hutan rakyatnya sejat tahun tersebut (2019) hingga tahun 2022 akan memanfaatkan tanaman jati yang akan dipanen pada tahun Pada tahun 2023 volumenya sudah berkurang karena dimanfaatkan pada tahun 2019 hingga tahun 2022 menjadi 11,76 m 3. Dari tahun 2024 hingga tak terhingga sudah memanfaatkan tegakan jati yang mereka tanam tahun 2005 yaitu sebesar 20 m Strata II Pada strata II tahun 2005 hingga tahun 2022 masih memanfaatkan jati sisa sebesar 2,5m 3 /th. Pada tahun 2023 hingga tahun selanjutnya sudah bisa memanen jati yang mereka tanam di tahun 2005 sebesar 24m 3 /th. 3. Strata II Pada strata III tahun 2005 hingga tahun 2025 masih memanfaatkan jati tahun 2005 yaitu sebesar 3,16m 3 /ha. Namun tahun 2026 volume sisanya menjadi 1,48m 3. Pada tahun 2023 sudah bisa memanfaatkan tanaman jati yang ditanam tahun 2005, sehingga tahun tersebut volume yang ditebang menjadi 28,13m 3 hingga tahun Tahun 2026 dipanen sebesar 26,78m 3. Selanjutnya dari tahun 2027 hingga tahun seterusnya dipanen sebesar 32m 3.

13 32 Setelah diketahui pendapatan kotor hutan rakyat dan biaya pengusahaan hutan rakyat, maka dapat dilakukan perhitungan analisis finansial pada masingmasing strata Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Pada Periode Pembenahan Pada periode pembenahan ini dihitung hingga tahun 2023 dikarenakan tegakan jati yang baru ditanam pada tahun 2005 sudah mencapai umur 18 tahun dan sudah siap panen pada tahun tersebut. Pada periode ini masyarakat Konawe lebih memfokuskan pada kegiatan penanaman dan diharapkan pada tahun 2023 tanaman yang mereka tanam sudah dapat mereka panen. Sedangkan pemungutan hasil selama periode ini merupakan pemanfaatan tanaman sisa hasil penanaman waktu yang lalu. Berdasarkan lampiran 7 untuk strata 1 dapat dijelaskan bahwa sumber yang masuk dalam aliran kas ini berasal dari penjualan log. Pada strata 1 biaya penjualan log sebesar Rp ,00 per tahunnya hingga tahun 2022 dan pada tahun 2023 sudah memanfaatkan tanaman jati baru yang di tanam tahun 2005 sebesar Rp ,00. Nilai ini didapat dari penjualan rata-rata kayu jati rakyat per tahunnya. Untuk arus kas keluar pada dasarnya merupakan proyeksi biaya-biaya yang akan dan atau yang telah dikeluarkan selama periode analisis investasi yang ditetapkan. Pada strata ini kas yang keluar pada tahun ke-0 adalah perkiraan nilai tegakan sisa pada tahun 2008 yang besarnya Rp ,00. Biaya operasional pada tahun ke-1 (2009) sampai tahun ke-14 (2022) besarnya sama yaitu sebesar Rp ,00 dan pada tahun ke-15 (2023) besarnya Rp ,00. Setelah semuanya dihitung, didapat bahwa kas keluar pada tahun 2008 sebesar Rp ,00. Pada tahun ke-1 hingga tahun ke-14 kas keluarnya jumlahnya sama yaitu Rp. 693,107,00 dan tahun ke-15 sebesar Rp ,00. Setelah di hitung cash balancenya dan di kalikan dengan discount rate, di dapat NPV sebesar -Rp ,00; BCR sebesar 1,00; dan IRR sebesar 17,94%. Pada lampiran 8 strata II kas masuk pada tahun ke-1 hingga tahun ke-13 sebesar Rp ,00 sedangkan tahun ke-14 besarnya Rp ,00 dan tahun ke-15 sebesar Rp ,00. Kas yang keluar pada tahun ke-0 merupakan nilai tegakan sisa pada tahun Volume tegakan sisa pada tahun

14 sebesar 37,45m 3. Nilai tegakan sisa pada tahun tersebut strata II sebesar Rp ,00. Biaya operasional pada tahun ke-1 (2009) sampai tahun ke-13 (2021) besarnya sama yaitu sebesar Rp ,00. Pada tahun ke-14 nilainya Rp ,00 dan tahun ke-15 sebesar Rp ,00. Setelah di hitung cash balancenya dan di kalikan dengan discount rate, di dapat NPV sebesar -Rp ,00; BCR sebesar 0,78; dan IRR sebesar 12,37%. Pada lampiran 9 strata III kas masuk pada tahun ke-1 hingga tahun ke-14 sebesar Rp ,00 dan tahun ke-15 sebesar Rp ,00. Kas yang keluar pada tahun ke-0 merupakan nilai tegakan sisa pada tahun Volume tegakan sisa pada tahun 2008 sebesar 58,36m 3. Nilai tegakan sisa pada tahun tersebut strata II sebesar Rp ,00. Biaya operasional pada tahun ke-1 (2009) sampai tahun ke-14 (2022) besarnya sama yaitu sebesar Rp ,00 sedangkan pada tahun ke-15 besarnya Rp ,00. Setelah di hitung cash balancenya dan di kalikan dengan discount rate, di dapat NPV sebesar -Rp ,00; BCR sebesar 0,67; dan IRR sebesar 10%. Suku bunga yang digunakan adalah suku bunga yang dipakai di daerah penelitian, yaitu sebesar 18% (2008). Dari hasil perhitungan analisis finansial dalam satu periode pembangunan hutan rakyat pada masing-masing strata maka diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 9. Analisis Finansial pada Periode Pembenahan Strata Analisis Finansial Status NPV BCR IRR I ,00 17,94 Impas II ,78 12,37 Tidak Layak III ,67 10,00 Tidak Layak Dari tabel 8 di atas, terlihat bahwa pengusahaan hutan rakyat pada strata II dan III tidak layak secara finansial untuk diusahakan di desa Lambakara. Pada penilaian finansial pengusahaan hutan rakyat di Desa Lambakara strata I didapatkan hasil NPV negatif sebesar Rp ,00. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan hutan rakyat di strata I impas karena nilai negatif Rp ,00 jika dibandingkan dengan nilai pendapatan dari hutannya tidak terlalu berpengaruh. Nilai NPV negatif di dapat pada strata II dan strata III dengan masing-masing nilai NPV sebesar Rp ,00 dan -Rp ,00. BCR pada strata II dan III

15 34 nilainya kurang dari satu. Berarti hutan tersebut tidak layak untuk di usahakan. IRR strata II dan III lebih kecil dari discount rate (18%) maka usaha hutan rakyat tersebut tidak layak Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat Selama Daur Pertama Pembenahan (Periode Pembenahan + Periode Mantap) 1. Skenario 1 Pada skenario satu ini terlihat pada lampiran 6 dimana tanaman jati yang ditanam oleh petani pada strata I, strata II, dan strata III masing-masing sebanyak 25 pohon per tahun, 30 pohon per tahun, dan 40 pohon per tahun (sesuai dengan yang dianjurkan oleh KHJL yaitu apabila melakukan pemanenan sebanyak 1 pohon maka petani diwajibkan menanam 10 pohon). Pada lampiran 10 strata I biaya penjualan log sebesar Rp ,00 per tahunnya hingga tahun 2022 dan pada tahun 2023 sudah memanfaatkan tanaman jati baru yang di tanam tahun 2005 sebesar Rp ,00. Pada tahun ke-16 (2024) hingga tahun ke-33 (2041) di peroleh penghasilan sebesar Rp ,00. Nilai ini didapat dari penjualan rata-rata kayu jati rakyat per tahunnya. Untuk arus kas keluar pada dasarnya merupakan proyeksi biaya-biaya yang akan dan atau yang telah dikeluarkan selama periode analisis investasi yang ditetapkan. Pada strata ini kas yang keluar pada tahun ke-0 adalah perkiraan nilai tegakan sisa pada tahun Nilai tegakan sisa pada tahun 2008 diperoleh dari perkalian antara volume tegakan sisa dengan harga tegakan. Volume tegakan sisa pada strata I sebesar 23,55m 3. Nilai tegakan sisanya sebesar Rp ,00. Biaya operasional pada tahun ke-1 (2009) sampai tahun ke-14 (2022) besarnya sama yaitu sebesar Rp ,00 sedangkan pada tahun ke-15 (2023) besarnya Rp ,00. Pada tahun ke-16 (2024) hingga tahun ke-33 (2041) besarnya biaya operasional sebesar Rp ,00. Setelah di hitung cash balancenya dan di kalikan dengan discount rate, di dapat NPV sebesar Rp ,00; BCR sebesar 1,59; dan IRR sebesar 25,08%. Pada lampiran 11 strata II kas masuk pada tahun ke-1 hingga tahun ke-13 sebesar Rp ,00 sedangkan tahun ke-14 besarnya Rp ,00 dan tahun ke-15 hingga tahun ke-33 sebesar Rp ,00. Kas yang keluar pada tahun ke-0 merupakan nilai tegakan sisa pada tahun Volume tegakan sisa

16 35 pada tahun 2008 sebesar 37,45m 3. Nilai tegakan sisa pada tahun tersebut strata II sebesar Rp ,00. Biaya operasional pada tahun ke-1 (2009) sampai tahun ke-13 (2021) besarnya sama yaitu sebesar Rp ,00. Pada tahun ke- 14 nilainya Rp ,00 dan tahun ke-15 hingga tahun ke-33 sebesar Rp ,00. Setelah di hitung cash balancenya dan di kalikan dengan discount rate, di dapat NPV sebesar Rp ,00; BCR sebesar 1,24; dan IRR sebesar 20,82%. Pada lampiran 12 strata III kas masuk pada tahun ke-1 hingga tahun ke-14 sebesar Rp ,00 dan tahun ke-15 hingga tahun ke-17 sebesar Rp ,00. Pada tahun ke-18 diperoleh penjualan log sebesar Rp ,00 dan pada tahun ke-19 hingga tahun ke-33 sebesar Rp ,00. Kas yang keluar pada tahun ke-0 merupakan nilai tegakan sisa pada tahun Volume tegakan sisa pada tahun 2008 sebesar 58,36m 3. Nilai tegakan sisa pada tahun tersebut strata II sebesar Rp ,00. Biaya operasional pada tahun ke-1 (2009) sampai tahun ke-14 (2022) besarnya sama yaitu sebesar Rp ,00 sedangkan pada tahun ke-15 hingga tahun ke-17 besarnya Rp ,00. Pada tahun ke-18 besarnya biaya operasional sebesar Rp ,00 dan pada tahun ke-19 hingga tahun ke-33 besarnya Rp ,00. Setelah dihitung cash balancenya dan di kalikan dengan discount rate, di dapat NPV sebesar Rp ,00; BCR sebesar 1,11; dan IRR sebesar 19,23%. Tabel 10. Analisis Finansial Selama Daur Pertama Pembenahan Berdasarkan Strata Luasan Lahan (Periode Pembenahan + Periode Mantap) Strata Analisis Finansial Status NPV BCR IRR I ,59 25,08 Layak II ,24 20,82 Layak III ,11 19,23 Layak Dari tabel 9 di atas, terlihat bahwa pengusahaan hutan rakyat pada strata I, II, III layak secara finansial untuk diusahakan di desa Lambakara. Pada penilaian finansial pengusahaan hutan rakyat di Desa Lambakara strata I didapatkan hasil NPV sebesar Rp ,00. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan hutan rakyat layak di usahakan. Nilai NPV positif juga di dapat pada strata II dan strata

17 36 III dengan masing-masing nilai NPV sebesar Rp ,00 dan Rp ,00. Strata III memperoleh NPV terkecil dikarenakan pada strata tersebut JPT rata-rata yang diperoleh sangat kecil dan tidak sebanding dengan luasan lahannya yang di atas satu hektar. Dapat juga dilihat bahwa BCR pada strata I lebih dari satu (BCR>1), ini berarti bahwa setiap pengeluaran Rp. 1.- akan memperoleh keuntungan sebesar nilai BCR yang dihasilkan. BCR pada strata II dan III nilainya juga lebih dari satu. Berarti hutan tersebut layak untuk di usahakan. IRR strata I, II, III lebih besar dari discount rate (18%) maka usaha hutan rakyat tersebut layak. Terlihat bahwa NPV pada strata II dan III nilainya lebih kecil dari strata I, hal ini diduga karena pihak koperasi mewajibkan adanya sistem tebang satu tanam sepuluh. Karena berlakunya sistem tersebut mengakibatkan strata II dan III hanya melakukan penanaman sangat sedikit. Banyak lahan yang tidak termanfaatkan secara maksimal. Pada strata II terlihat hanya melakukan kegiatan penanaman sebanyak 30 tanaman baru pertahunnya, sedangkan strata III melakukan kegiatan penanaman sebanyak 40 pohon. Hal ini mengakibatkan banyak lahan yang tidak termanfaatkan secara maksimal dan hasilnya juga kurang maksimal. Maka untuk memenuhi lahan yang belum termanfaatkan itu, KHJL hendaknya menambah jumlah tanaman yang akan di tanam pada strata II dan III. Pada strata II jumlah yang ditanam sebanyak 30 tanaman, sedangkan rata-rata luasan lahan yang diperoleh strata II sebesar 0,84 ha. Seharusnya jumlah tanaman yang ditanam di strata II sebanyak 924 tanaman, tetapi kenyataan di lapangan hanya sebanyak 540 tanaman yang diperoleh dari 30 tanaman dikalikan dengan 18 tahun (daur dari tanaman ditanam hingga dipanen). Maka untuk memenuhi kekurangan itu perlu adanya penanaman lagi sebanyak 384 tanaman atau sekitar 20 tanaman lagi pertahun.pada strata III juga terlihat adanya kekurangan penanaman. Luasan lahan rata-rata yang dimiliki strata III sebesar 2,19 ha. Seharusnya jumlah tanaman yang ditanam di strata III sebanyak 2409 tanaman, tetapi kenyataan di lapangan hanya sebanyak 720 tanaman yang diperoleh dari 40 tanaman dikalikan dengan 18 tahun (daur dari tanaman ditanam hingga dipanen). Maka untuk memenuhi kekurangan itu perlu adanya penanaman lagi sebanyak 1680 tanaman atau sekitar 95 tanaman lagi pertahun.

18 37 2. Skenario 2 Pada skenario 2 dilakukan peningkatan kegiatan penanaman. Pada strata II dilakukan peningkatan penanaman tanaman jati yang tadinya ditanam sebanyak 30 tanaman baru per tahunnya menjadi 50 tanaman. Pada strata III dilakukan juga peningkatan kegiatan penanaman dari yang ditanam sebanyak 40 tanaman baru per tahunnya menjadi 135 tanaman. Pada lampiran 13 strata II kas masuk pada tahun ke-1 hingga tahun ke-13 sebesar Rp ,00 sedangkan tahun ke-14 besarnya Rp ,00 dan tahun ke-15 hingga tahun ke-33 sebesar Rp ,00. Kas yang keluar pada tahun ke-0 merupakan nilai tegakan sisa pada tahun Volume tegakan sisa pada tahun 2008 sebesar 37,45m 3. Nilai tegakan sisa pada tahun tersebut strata II sebesar Rp ,00. Biaya operasional pada tahun ke-1 (2009) sampai tahun ke-13 (2021) besarnya sama yaitu sebesar Rp ,00. Pada tahun ke- 14 nilainya Rp ,00 dan tahun ke-15 hingga tahun ke-33 sebesar Rp ,00. Setelah di hitung cash balancenya dan di kalikan dengan discount rate, di dapat NPV sebesar Rp ,00; BCR sebesar 1,42; dan IRR sebesar 22,35%. Pada lampiran 14 strata III kas masuk pada tahun ke-1 hingga tahun ke-14 sebesar Rp ,00 dan tahun ke-15 hingga tahun ke-17 sebesar Rp ,00. Pada tahun ke-18 diperoleh penjualan log sebesar Rp ,00 dan pada tahun ke-19 hingga tahun ke-33 sebesar Rp ,00. Kas yang keluar pada tahun ke-0 merupakan nilai tegakan sisa pada tahun Volume tegakan sisa pada tahun 2008 sebesar 58,36m 3. Nilai tegakan sisa pada tahun tersebut strata II sebesar Rp ,00. Biaya operasional pada tahun ke-1 (2009) sampai tahun ke-14 (2022) besarnya sama yaitu sebesar Rp ,00 sedangkan pada tahun ke-15 hingga tahun ke-17 besarnya Rp ,00. Pada tahun ke-18 besarnya biaya operasional sebesar Rp ,00 dan pada tahun ke-19 hingga tahun ke-33 besarnya Rp ,00. Setelah dihitung cash balancenya dan di kalikan dengan discount rate, di dapat NPV sebesar Rp ,00; BCR sebesar 1,6; dan IRR sebesar 23,22%.

19 38 Dari hasil tersebut terlihat bahwa strata II dan strata III telah mengalami peningkatan nilai NPV dengan masing-masing sebesar Rp ,00 dan Rp ,00. Ini terbukti bahwa semakin luas lahan yang dimiliki masyarakat, maka semakin besar pula nilai NPV yang dimiliki oleh masyarakat. Tabel 11. Analisis Finansial Selama Daur Pertama Pembenahan Berdasarkan Strata Luasan Lahan Setelah Mengalami Peningkatan Pemanaman Pada Strata II dan III Strata Analisis Finansial Status NPV BCR IRR I ,59 25,08 Layak II ,42 22,35 Layak III ,60 23,22 Layak 5.5 Analisis Sensitivitas Analisis kepekaan (sensitivity analysis) adalah suatu teknik untuk menguji sejauh mana hasil analisis yang telah dilakukan peka terhadap perubahan faktorfaktor yang berpengaruh (Nugroho 2007). Analisis ini hanya dilakukan pada usaha yang layak dijalankan berdasarkan analisis finansial sebelumnya. Dalam hal ini hanya strata I yang layak dalam pelaksanaan hutan rakyat. A. Analisis Sensitivitas Pada Periode Pembenahan Hutan Rakyat Ada berbagai alternatif yang dapat dipilih agar usaha yang dijalankan oleh masyarakat di Konawe Selatan ini dapat layak dijalankan selama periode pembenahan hutan rakyat. Salah satunya bisa dengan menaikkan harga kayu. Untuk mengusahakan agar hutan di strata I, II dan III dapat layak dijalankan, maka perlu adanya peningkatan harga penjualan kayu yang berlaku di Konawe Selatan. Pada strata I dilakukan peningkatan harga kayu dengan kisaran 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisis kepekaan dapat diketahui bahwa nilai IRR untuk masing-masing peningkatan biaya harga kayu dengan presentase 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% berturut-turut adalah 20,56; 23,12; 25,64; 28,14; dan 30,61. Hal ini menunjukkan bahwa apabila harga kayu di tingkatkan maka usaha tersebut menjadi layak untuk diusahakan sebab nilai IRR yang dihasilkan pada presentase kenaikan biaya tersebut lebih besar dari pada suku bunga yang berlaku yaitu 18%.

20 39 Pada strata II dilakukan peningkatan harga kayu dengan kisaran 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisis kepekaan dapat diketahui bahwa nilai IRR untuk masing-masing peningkatan biaya harga kayu dengan presentase 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% berturut-turut adalah 14,4; 16,35; 18,24; 20,09; dan 21,91. Hal ini menunjukkan bahwa apabila harga kayu naik 30% keatas, statusnya menjadi layak diusahakan sebab nilai IRR yang dihasilkan pada presentase kenaikan biaya tersebut lebih besar dari pada suku bunga yang berlaku yaitu 18%. Pada strata III dilakukan peningkatan harga kayu dengan kisaran 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisis kepekaan dapat diketahui bahwa nilai IRR untuk masing-masing peningkatan biaya harga kayu dengan presentase 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% berturut-turut adalah 11,82; 13,51; 15,13; 16,7; dan 18,23. Hal ini menunjukkan bahwa apabila harga kayu naik 50% keatas, statusnya menjadi layak diusahakan sebab nilai IRR yang dihasilkan pada presentase kenaikan biaya tersebut lebih besar dari pada suku bunga yang berlaku yaitu 18%. Adapun grafik perubahan IRR sebagai akibat dari peningkatan produksi atau volume dan peningkatan biaya pengusahaan hutan di Konawe Selatan strata I, strata II dan strata III pada gambar 1, 2 dan gambar strata I Nilai IRR (%) strata I 0 10% 20% 30% 40% 50% Gambar 1. Grafik Perubahan IRR (%) Akibat kenaikan harga (%) Strata I

21 40 Nilai IRR (%) strata II 10% 20% 30% 40% 50% strata II Gambar 2. Grafik Perubahan IRR (%) Akibat kenaikan harga (%) Strata II 20 strata III Nilai IRR (%) strata III 0 10% 20% 30% 40% 50% Gambar 3. Grafik Perubahan IRR (%) Akibat kenaikan harga (%) Strata III B. Analisis Sensitifitas Selama Daur Pertama Pembenahan Hutan Rakyat Perubahan biaya pengusahaan tanaman rakyat akan berpengaruh terhadap penerimaan dan tingkat keuntungan. Biaya pengusahaan tanaman diasumsikan akan naik pertahunnya dengan presentase peningkatan biaya pengusahaan yang dirancang pada kisaran 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Berdasarkan hasil perhitungan pada strata I dilakukan peningkatan biaya pengusahaan dengan kisaran 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisis kepekaan dapat diketahui bahwa nilai IRR untuk masing-masing peningkatan biaya pengusahaan hutan dengan presentase 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% berturut-turut adalah 24,65; 24,23; 23,81; 23,40; dan 22,99. Hal ini menunjukkan bahwa apabila biaya pengusahaan naik sebesar 50%, usaha tersebut masih layak untuk diusahakan sebab nilai IRR yang dihasilkan pada presentase kenaikan biaya tersebut masih lebih besar dari pada suku bunga yang berlaku yaitu 18%.

22 41 Pada strata II dilakukan peningkatan biaya pengusahaan dengan kisaran 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisis kepekaan dapat diketahui bahwa nilai IRR untuk masingmasing peningkatan biaya pengusahaan hutan dengan presentase 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% berturut-turut adalah 20,42; 20,02; 19,63; 19,24; dan 18,85. Hal ini menunjukkan bahwa apabila biaya pengusahaan naik sebesar 50%, usaha tersebut masih layak untuk diusahakan sebab nilai IRR yang dihasilkan pada presentase kenaikan biaya tersebut masih lebih besar dari pada suku bunga yang berlaku yaitu 18%. Pada strata III dilakukan peningkatan biaya pengusahaan dengan kisaran 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisis kepekaan dapat diketahui bahwa nilai IRR untuk masingmasing peningkatan biaya pengusahaan hutan dengan presentase 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% berturut-turut adalah 18,89; 18,54; 18,2; 17,86; dan 17,52. Hal ini menunjukkan bahwa apabila biaya pengusahaan naik sebesar 30%, usaha tersebut masih layak untuk diusahakan sebab nilai IRR yang dihasilkan pada presentase kenaikan biaya tersebut masih lebih besar dari pada suku bunga yang berlaku yaitu 18%. Sedangkan apabila biaya pengusahaan naik diatas 30%, maka pengusahan hutan rakyat tidak layak untuk diusahakan sebab nilai IRR lebih kecil dari suku bunga yang berlaku. Adapun grafik perubahan IRR sebagai akibat dari peningkatan biaya pengusahaan hutan di Konawe Selatan pada masing-masing strata pada gambar 4, 5, dan 6. strata I 25 Nilai IRR (%) % 20% 30% 40% 50% strata I Gambar 4. Grafik Perubahan IRR (%) Akibat Kenaikan Biaya Pengusahaan (%) Strata I

23 42 strata II 21 Nilai IRR (%) % 20% 30% 40% 50% strata II Gambar 5. Grafik Perubahan IRR (%) Akibat Kenaikan Biaya Pengusahaan (%) Strata II strata III Nilai IRR (%) % 20% 30% 40% 50% strata III Gambar 6. Grafik Perubahan IRR (%) Akibat Kenaikan Biaya Pengusahaan (%) Strata III 5.6 Analisis Pola Kemitraan Kemitraan antara KHJL dengan Masyarakat KHJL dan petani hutan rakyat melakukan kemitraan dengan pola kemitraan jangka panjang yang ditandai dengan adanya hubungan jual beli antara KHJL dengan petani hutan rakyat yang mengharuskan anggotanya menjual kayunya pada KHJL. Hubungan ini juga bisa dilihat dari tanggungan biaya yang dibagi-bagi antara KHJL dengan masyarakat. Misalnya dalam kegiatan pengangkutan kayu, jasa TPK, dan ongkos-ongkos lain selama kayu tersebut dalam perjalanan kluar ke TPK. Kisaran pembagian biayanya yaitu 50% masyarakat dan 50% KHJL, sehingga rakyat tidak terlalu menanggung biaya yang besar. Selain melakukan kemitraan dengan petani dalam pemanenan kayu rakyat, KHJL juga melakukan kemitraan dengan pihak lain yang masih berhubungan

24 43 dengan kegiatan pemanenan terutama pada tempat penyewaan truk, karena KHJL belum memiliki aset atau peralatan pemanenan yang memadai. Hal ini menjadi kelemahan industri pemanenan hutan yang ada di lokasi karena hingga saat ini KHJL belum memiliki aset berupa kendaraan operasional dalam pengangkutan kayu sehingga biaya yang dikeluarkan cukup besar. Ini termasuk dalam pola kemitraan jangka pendek atau insidental, karena KHJL hanya memerlukan jasa tersebut selama proses pemanenan saja Kemitraan Antara TFT dengan KHJL Kerjasama antara TFT (Tropical Forest Trust) dengan KHJL (Koperasi Hutan Jaya Lestari) termasuk dalam pola kemitraan jangka panjang. Karena kedua belah pihak saling bergantungan. Dari pihak TFT, mereka membantu dalam hal pemasaran. TFT akan mendapatkan fee atau persenan dari setiap kayu yang laku terjual ke luar. Pihak KHJL pun sangat mengharapkan bantuan dari pihak TFT dalam hal pemasaran dan pemberian materi-materi juga pelatihan dalam bidang kehutanan. Seperti dinyatakan dalam MOU bahwa TFT menyanggupi untuk memberi pelatihan dan petunjuk kepada pengurus KHJL mengenai pengelolaan hutan secara berkesinambungan serta memberi pinjaman dana sebagai modal awal untuk mengelola hutan. TFT juga memfasilitasi KHJL untuk memperoleh sertifikat FSC, juga membantu dalam menjual kayu jati yang mereka produksi. 5.7 Pemasaran Hasil Hutan Rakyat Pemasaran kayu hasil produksi KHJL dilakukan berdasarkan pesanan dan produksi yang dilakukan KHJL tidak melebihi jatah tebangan tahunan sesuai perhitungan data potensi layak panen. Target pemasaran kayu dalam bentuk square bersertifikat FSC KHJL berdasarkan RAT 2007 bahwa pada tahun 2008 sebesar 300 M 3 dengan kisaran nilai Rp. 1,8 Milyar. Metode pemasaran dilakukan dengan beberapa cara antara lain : melalui fasilitasi pendamping dalam melakukan pertemuan dengan buyer, penyebaran leflet/brosur. Tetapi umumnya para buyer mengetahui informasi kayu FSC KHJL dari browsing internet.

25 44 KHJL sejak menerima sertifikat atau dalam proses penilaian telah memproduksi sebanyak 1714,6583M 3 (berdasarkan pendekatan volume pohon berdiri saat inventrisasi) atau square log 1168,1059 M 3 dan telah dipasarkan ke industri di Pulau Jawa antara lain: Solo, Jepara, Semarang, Surabaya dan Tangerang. Khusus tahun 2007, KHJL berhasil memasarkan 11 kontainer square log sebesar 244,8511 M3. KHJL hanya membeli kayu dari milik anggota dengan tetap mengacu pada sistem yang sudah terbangun di internal KHJL dalam bingkai prinsip-prinsip FSC. KHJL tidak pernah melakukan pembelian tegakan jati yang belum terdaftar sebagai anggota.

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Wangunjaya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama satu

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT ANALISIS FINANSIAL PERBANDINGAN USAHA HUTAN RAKYAT MONOKULTUR DENGAN USAHA HUTAN RAKYAT CAMPURAN (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI SULAWESI TENGGARA L. BINTANG SETYADI B. DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Jenis Bambang Lanang Analisis Ekonomi dan Finansial Pembangunan Hutan Tanaman penghasil kayu Jenis bawang Analisis

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penurunan produktivitas hutan alam telah mengakibatkan berkurangnya suplai hasil hutan kayu yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri kehutanan. Hal ini mendorong

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai dengan 30 tahun tergantung dengan letak topografi lokasi buah naga akan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai dengan 30 tahun tergantung dengan letak topografi lokasi buah naga akan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kelayakan Usahatani Buah Naga Buah naga merupakan tanaman tahunan yang sudah dapat berbuah 1 tahun sampai dengan 1,5 tahun setelah tanam. Buah naga memiliki usia produktif

Lebih terperinci

KUESIONER RESPONDEN PEMILIK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU PENGENALAN TEMPAT PETUGAS PROGRAM STUDI KEHUTANAN

KUESIONER RESPONDEN PEMILIK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU PENGENALAN TEMPAT PETUGAS PROGRAM STUDI KEHUTANAN Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN PEMILIK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU Dusun PENGENALAN TEMPAT Desa Kecamatan Kabupaten Provinsi Sumatera Utara No urut sampel PETUGAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadan Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat Lokasi Penelitian Pada tahun 2003 Desa Salilama dimekarkan menjadi tiga desa, dimana Salilama bagian selatan berdiri menjadi

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989. V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil dan Kelembagaan UBH-KPWN Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan koperasi yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu pada bulan Agustus 2013. B. Alat dan Objek Penelitian Alat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yang merupakan suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis ( ) Kelompok : 11

MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis ( ) Kelompok : 11 MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis (07.00-10.00) Kelompok : 11 MODEL PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT NYAMPLUNG DENGAN SISTEM AGROFORESTRI SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIOFUEL Disusun

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kota depok yang memiliki 6 kecamatan sebagai sentra produksi Belimbing Dewa. Namun penelitian ini hanya dilakukan pada 3 kecamatan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL VII. ANALISIS FINANSIAL Usaha peternakan Agus Suhendar adalah usaha dalam bidang agribisnis ayam broiler yang menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Skala usaha peternakan Agus Suhendar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pada potensi hutan rakyat yang terdapat di desa/kelurahan yang bermitra dengan PT. Bina Kayu Lestari Group.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantatif

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan, dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya sebagian besar bergantung pada sektor pertanian. Sektor pertanian yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT ANALISIS FINANSIAL KEMIRI RAKYAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY (STUDI KASUS: DESA PERBESI KECAMATAN TIGABINANGA KABUPATEN KARO) Dusun Desa Kecamatan Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Jati Unggul Nusantara (JUN) UBH-KPWN Kabupaten Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Jati Unggul Nusantara (JUN) UBH-KPWN Kabupaten Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Jati Unggul Nusantara (JUN) UBH-KPWN Kabupaten Bogor Analisis kelayakan finansial bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan usaha JUN UBH-KPWN

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Usaha warnet sebetulnya tidak terlalu sulit untuk didirikan dan dikelola. Cukup membeli beberapa buah komputer kemudian menginstalnya dengan software,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Lindung Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada kelompok

Lebih terperinci

ASPEK FINANSIAL Skenario I

ASPEK FINANSIAL Skenario I VII ASPEK FINANSIAL Setelah menganalisis kelayakan usaha dari beberapa aspek nonfinansial, analisis dilanjutkan dengan melakukan analisis kelayakan pada aspek finansial yaitu dari aspek keuangan usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan pembesaran ikan lele sangkuriang kolam terpal. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aspek finansial

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengertian Usahatani Bachtiar Rifai dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT KOPERASI HUTAN JAYA LESTARI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI SULAWESI TENGGARA L. BINTANG SETYADI B. DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit III. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif, yang banyak membahas masalah biayabiaya yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit yang diterima, serta kelayakan

Lebih terperinci

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR

IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR IV. DESKRIPSI USAHA PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR 4.1 Gambaran Umum Kelompok Tani Hurip Kelompok Tani Hurip terletak di Desa Cikarawang Kecamatan Darmaga. Desa Cikarawang adalah salah satu Desa di Kecamatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Petani PENDAHULUAN umumnya lebih memusatkan pada Hutan rakyat merupakan hutan yang pendapatan atau faktor ekonominya

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Petani PENDAHULUAN umumnya lebih memusatkan pada Hutan rakyat merupakan hutan yang pendapatan atau faktor ekonominya 1 PENDAHULUAN Hutan rakyat merupakan hutan yang dibangun oleh masyarakat pada lahan milik rakyat. Hutan rakyat tetap penting, karena selain secara ekologi dapat mendukung lingkungan (menahan erosi, mengurangi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada akhirnya setelah penulis melakukan penelitian langsung ke perusahaan serta melakukan perhitungan untuk masing-masing rumus dan mencari serta mengumpulkan

Lebih terperinci

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Aspek finansial merupakan aspek yang dikaji melalui kondisi finansial suatu usaha dimana kelayakan aspek finansial dilihat dari pengeluaran dan pemasukan usaha tersebut selama

Lebih terperinci

KELAYAKAN FINANSIAL BUDIDAYA POHON PENGGANTI SONOR

KELAYAKAN FINANSIAL BUDIDAYA POHON PENGGANTI SONOR KELAYAKAN FINANSIAL BUDIDAYA POHON PENGGANTI SONOR Oleh: Mamat Rahmat dan Bastoni 1) 2) ABSTRAK Sonor adalah pola penanaman padi pada lahan gambut yang sudah terbakar. Persiapan lahan sonor dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Kopi (Copea spp.) dikenal sebagai bahan minuman yang memiliki aroma harum, rasa nikmat yang khas, serta dipercaya memiliki

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Capital Budgeting, Payback Period, Net Present Value, dan Internal Rate of Return. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata Kunci: Capital Budgeting, Payback Period, Net Present Value, dan Internal Rate of Return. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Citra Jaya Putra Utama merupakan salah satu perusahaan jasa yang bergerak di bidang distribusi farmasi. Perusahaan saat ini ingin melakukan investasi modal dalam bentuk cabang baru di Surabaya

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL PADA PROYEK ROYAL GARDEN RESIDENCE NUSA DUA TUGAS AKHIR

ANALISIS FINANSIAL PADA PROYEK ROYAL GARDEN RESIDENCE NUSA DUA TUGAS AKHIR ANALISIS FINANSIAL PADA PROYEK ROYAL GARDEN RESIDENCE NUSA DUA TUGAS AKHIR Oleh: Candra Santosa 1119151001 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2016 PERNYATAAN Yang bertanda tangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya pola hidup masyarakat secara global yang semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya pola hidup masyarakat secara global yang semakin hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bergesernya pola hidup masyarakat secara global yang semakin hari semakin menginginkan pola hidup yang sehat, membuat adanya perbedaan dalam pola konsumsi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha pengembangan kerupuk Ichtiar merupakan suatu usaha yang didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Melihat dari adanya peluang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinjauan Umum Lokasi Penggilingan Padi Kelurahan Situ Gede adalah suatu kelurahan yang berada di Kecamatan Bogor Barat. Berdasarkan data monografi Kelurahan Situ Gede pada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Kesimpulan Kuantitatif Setelah mengadakan pengamatan dan wawancara terhadap suatu unit bisnis salon X, penulis melakukan beberapa

Lebih terperinci

FORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN ALAM

FORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN ALAM Lampiran : I Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : 51/KPTS/VI-PHP/2003 Tanggal : 28 Oktober 2003 BENTUK DAN ISI A. Bentuk FORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan

Lebih terperinci

Nomor : Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Unit UBH-KPWN, yang selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai PIHAK PERTAMA.

Nomor : Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Unit UBH-KPWN, yang selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai PIHAK PERTAMA. PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA UNIT USAHA BAGI HASIL KOPERASI PERUMAHAN WANABAKTI NUSANTARA DENGAN MITRA USAHA PESERTA USAHATANI JATI UNGGUL POLA BAGI HASIL TENTANG PENGEMBANGAN USAHATANI JATI UNGGUL POLA

Lebih terperinci

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo Di bawah ini penulis akan sampaikan gambaran umum tentang keadaan Desa Bendoharjo Kecamatan Gabus Kabupaten

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. dengan membangun suatu tempat pengelolaan sampah, tetapi yang dapat

KERANGKA PEMIKIRAN. dengan membangun suatu tempat pengelolaan sampah, tetapi yang dapat III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai semula (Tandjung, 1982 dalam Suprihatin et al,1999). Dibutuhkan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Packing House Packing house ini berada di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Packing house dibangun pada tahun 2000 oleh petani diatas lahan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sarnpai bulan Juni 200 1. Lokasi penelit~an berlokasi di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Parung Panjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka. IV. METODOLOGI 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Sukahaji merupakan salah satu

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II.1 Tinjauan Pustaka Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan tanaman buah daerah tropis dan dapat juga tumbuh

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Internet

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Internet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Internet Secara harfiah, internet (kependekan dari interconnectednetworking) ialah rangkaian komputer yang terhubung di dalam beberapa rangkaian. Internet juga berarti

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN PENELITIAN

BAB III LAPORAN PENELITIAN BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Gapoktan Kelompok Tani Bangkit Jaya adalah kelompok tani yang berada di Desa Subik Kecamatan Abung Tengah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Usaha Kecil Menengah (UKM) pengolahan pupuk kompos padat di Jatikuwung Innovation Center, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan HTI Sengon 5.1.1 Pembibitan Bibit merupakan komponen input penting dalam pembangunan hutan tanaman yang sejak awal harus diperhitungkan pengadaannya, baik

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONDISI UMUM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KAMPUS IPB DRAMAGA Penyelenggaraan kegiatan pendidikan di kampus IPB Dramaga tidak bisa terlaksana tanpa adanya air bersih. Saat ini pemenuhan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 26 BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 6.1 Analisis Perkembangan Produksi Kayu Petani Hutan Rakyat Produksi kayu petani hutan rakyat pada penelitian ini dihitung berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

ANALISIS COST-BENEFIT

ANALISIS COST-BENEFIT ANALISIS COST-BENEFIT USAHA RAKYAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENINGKATAN KESEMPATAN KERJA (STUDI KASUS PADA PROGRAM SAPI BERGULIR DI DESA ARJANGKA, KECAMATAN PRINGGARATA, KABUPATEN LOMBOK TENGAH) Juwita

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2011, bertempat di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Manfaat dan Biaya Dalam menganalisa suatu usaha, tujuan analisa harus disertai dengan definisi-definisi mengenai biaya-biaya dan manfaat-manfaat.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK A. Profil Desa Lundo 1. Letak geografis Desa Lundo merupakan salah satu desa yang terletak

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanankan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Juli - September 2010. Objek yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah usaha

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 46 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan Tebang Habis Jati Kegiatan tebang habis jati di Perum Perhutani dilaksanakan setelah adanya teresan. Teresan merupakan salah satu dari beberapa rangkaian kegiatan

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. (2012) penelitian deskriptif adalah metode pencarian fakta dengan interpretasi

METODE PENELITIAN. (2012) penelitian deskriptif adalah metode pencarian fakta dengan interpretasi III. METODE PENELITIAN Penelitian tentang analisis kelayakan usahatani salak nglumut di Gapoktan Ngudiluhur dilakukan di Desa Kaliurang, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele phyton, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada

Lebih terperinci