HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan dan Pemisahan Produk Fattyamida Sekunder Fattyamida sekunder merupakan produk antara pertama dalam pembuatan aditif Zn-difattyalkyldithiocarbamate yang diperoleh melalui reaksi antara asilklorida dengan fattyamina primer dalam CH 2 Cl 2 dan piridin. Reaksi berlangsung melalui substitusi Cl oleh gugus NH amina primer. Indikator terbentuknya fattyamida sekunder diverifikasi dan dievaluasi dari perubahan mutu pita serapan IR pada bilangan gelombang 3300 cm -1 untuk vibrasi regang gugus N- H, dan pada 1639 cm -1 untuk vibrasi regang gugus C=O (Pavia 2001). Hasil konversi fattyamina primer ke fattyamida sekunder ditandai dengan munculnya serapan kuat dan tajam dari vibrasi regang gugus C=O disekitar 1633 cm -1 dan pada 3301 cm -1 dari vibrasi regang ikatan N-H. Munculnya pita serapan tunggal N-H pada 3301 cm -1 juga merupakan indikator terbentuknya fattyamida sekunder yang merupakan pembeda dengan fattyamina primer dan asilklorida sebagai bahan bakunya. Serapan fattyamina primer pada bilangan gelombang 3300 cm -1 biasanya merupakan pita ganda, sedangkan asilklorida tidak memberikan pita serapan. Produk fattyamida sekunder memberikan satu puncak serapan pada 3301 cm -1 karena fattyamida sekunder hanya memiliki satu ikatan N-H, seperti diperlihatkan pada Gambar 13. Perbedaan spektrum IR produk fattyamida sekunder dibanding asilklorida sebagai bahan bakunya ditampilkan pada Gambar 13. Rendemen berbagai jenis produk antara fattyamida sekunder sesuai dengan individual fattyamina primer dan asilklorida yang digunakan sebagai bahan baku ditampilkan pada Tabel 6, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Setelah melalui proses pemisahan dengan ekstraksi pelarut dan pemisahan dalam kolom florisil, produk fattyamida sekunder yang diperoleh berupa serbuk padat halus berwarna putih keabuan, atau cairan minyak (oily) kuning kecoklatan. Pada kondisi reaksi yang sama, rendemen produk fattyamida sekunder yang dihasilkan bervariasi dari 10% sampai 87%, dan tidak terdapat pola hubungan yang khas antara panjang rantai senyawa yang dihasilkan dengan rendemennya. Dari pengulangan pembuatan dengan menggunakan berbagai panjang rantai individual fattyamina primer dan individual asilklorida, menunjukkan bahwa rendemen hasil sintesis lebih banyak ditentukan oleh proses pemisahan produk daripada ditentukan oleh panjang rantai fattyamina primer dan asilklorida yang digunakan sebagai bahan baku. Fattyamida sekunder adalah senyawa yang

2 berkarakteristik surfaktan, sehingga pada proses pemisahan menggunakan pelarut untuk pemurnian produk seringkali terbentuk sistem dispersi (emulsi) yang menyulitkan pemisahan dan mengakibatkan penurunan rendemen. Rendahnya produk fattyamida sekunder dari heksadesilamin dan oktadesilamin dengan laurilklorida, disebabkan oleh sangat tingginya daya emulsifikasi produk tersebut, membentuk sistem dispersi milky sehingga sulit untuk dipisahkan. Tabel 6 Rendemen produk antara fattyamida sekunder dengan metode reaktor tumpak terbuka tangki teraduk Rantai alkil Fattyamina (1º) Rantai alkil Acylklorida Rendemen Fattyamida (2º),%(b/b) Penampakkan Fisik C12:0 C18:1 50 (n= 11) Oily, kuning C16:0 C18:1 59 (n= 8) Serbuk padat kasar, kuning C18:0 C18:1 51 (n= 7) Serbuk padat kasar, kuning C12:0 C16:0 17 (n= 6) Serbuk padat halus, putih C16:0 C16:0 87 (n= 6) Serbuk padat halus, putih C18:0 C16:0 83 (n= 8) Serbuk padat halus, putih C12:0 C12:0 60 (n= 8) Serbuk padat halus, putih C16:0 C12:0 20 (n= 17) Serbuk padat halus, putih C18:0 C12:0 10 (n= 4) Serbuk padat halus, putih Keterangan: n adalah pengulangan produksi. Gambar 13 Spektrum serapan IR asilklorida dan fattyamida sekunder. Pembuatan dan Pemisahan Produk Fattyamina Sekunder Fattyamina sekunder diperoleh melalui proses reduksi fattyamida sekunder menggunakan reduktor LiAlH 4. Sebagai reduktor, LiAlH 4 merupakan reduktor yang lebih kuat dan spesifik dibandingkan dengan reduktor lainnya, seperti NaBH 4 40

3 (Newman & Fukunaga 1960). Reduksi fattyamida menjadi fattyamina berlangsung melalui serangan nukleofilik atom hidrogen dari LiAlH 4 pada karbon karbonil. Elektron dari ikatan C=O bergerak ke atom oksigen untuk menghasilkan zat antara berupa senyawa kompleks logam alkoksida. Logam alkoksida merupakan gugus pergi yang baik dan menghasilkan ion iminium yang sangat reaktif terhadap serangan nukleofilik dari atom hidrogen LiAlH 4 sehingga terbentuk fattyamina sekunder yang hasilnya bisa dimonitor dari perubahan pola absorpsi spektrum IR. Mekanisme proses reduksi fattyamida menjadi fattyamina oleh LiAlH 4 ditampilkan pada Gambar 14. Gambar 14 Skema reduksi fattyamida sekunder menjadi fattyamina sekunder. Tidak seperti produksi fattyamida sekunder yang dapat berlangsung mudah pada reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reduksi fattyamida sekunder ke fattyamina sekunder sangat dipengaruhi faktor lingkungan yang akan berdampak pada efektivitas kerja reduktor yang digunakan. Pemilihan reduktor sangat penting karena gugus alkil yang panjang pada fattyamida akan mengurangi kemampuan reduksi dari reduktor melalui halangan ruang. Efektivitas kerja reduktor dapat dioptimalkan dengan menciptakan/mengkondisikan lingkungan reaktor yang lebih lembam dengan pengaliran nitrogen menggantikan udara. Dengan pertimbangan tersebut, maka pada tahap pembuatan fattyamina sekunder dilakukan seleksi cara pembuatan yang optimal menggunakan teknik reaktor tumpak terbuka tangki teraduk, reaktor tumpak tertutup pemicu gelombang mikro, dan reaktor tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Keberhasilan konversi fattyamida sekunder ke fatyamina sekunder diantaranya dapat dilihat dari menghilangnya pita serapan vibrasi regang gugus 41

4 C=O pada bilangan gelombang 1639 cm -1, munculnya vibrasi regang ikatan N-H pada 3300 cm -1, dan munculnya serapan vibrasi tekuk N-H pada cm -1 Menghilangnya gugus C=O pada daerah 1639 cm -1 dianggap penting karena gugus ini merupakan pembeda utama fattyamina dari fattyamida, sedangkan keberadaan gugus N-H pada daerah 3300 cm -1 dapat merupakan pendukung karena berbedanya bentuk serapan untuk fattyamida dan fattyamina. Serapan fattyamida pada daerah 3300 cm -1 lebih kuat dan runcing, sedangkan serapan fattyamina sekunder lebih lemah dan berupa pita tunggal, yang juga berbeda dari fattyamina primer yang berupa pita ganda (Pavia 2001). Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Reaktor Tumpak Tertutup Pemicu Gelombang Mikro Pembuatan fattyamina sekunder dengan memanfaatkan panas yang dihasilkan dari gelombang mikro dilakukan dalam reaktor labu teflon tertutup. Gelombang mikro merupakan suatu gelombang elektromagnet dengan panjang gelombang antara 1,0 cm 1,0 m, dengan frekuensi antara 30 0,3 GHz. Pemanasan gelombang mikro adalah pemanasan yang disebabkan oleh pergerakan molekul berupa interaksi antara komponen listrik dari gelombang dengan partikel bermuatan yang menghasilkan migrasi ion-ion dan rotasi dari dipol-dipol dengan tidak mengubah struktur molekul (Whittaker 1994 & 1997). Perubahan energi gelombang mikro menjadi panas dapat diketahui dari dua mekanisme, yaitu konduksi ionik dan rotasi dipolar, sehingga hanya molekul ionik dan molekul yang memiliki dwikutub yang dapat berinteraksi dengan gelombang mikro untuk memproduksi panas. Pembuatan fattyamina sekunder dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro yang dilakukan pada penelitian ini dirancang dengan waktu reaksi yang sama dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk dan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, untuk membandingkan efektifitasnya. Namun sistem reaktor labu teflon tertutup yang dirancang tidak mampu menahan tekanan uap pelarut THF lebih lama yang dihasilkan oleh pemanasan gelombang mikro, sehingga waktu reaksi hanya bisa dilaksanakan selama 45, 60, dan 90 menit. Energi gelombang mikro yang dihasilkan mengakibatkan pemuaian reaktor labu teflon, sehingga uap THF yang berfungsi sebagai media reaksi bocor keluar. Pola spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder yang dihasilkan dari ketiga 42

5 waktu reaksi tersebut ditampilkan pada Gambar 15, sedangkan pola kurva perubahan intensitas serapan vibrasi C=O pada bilangan gelombang cm -1 ditampilkan pada Gambar 16. Gambar 15 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup gelombang mikro. A) 45 menit, B) 60 menit, dan C) 90 menit 43

6 Seperti tampak pada spektrum Gambar 15, produk yang diperoleh pada ketiga waktu reaksi menghasilkan penurunan intensitas spektrum serapan vibrasi regang gugus C=O pada bilangan gelombang 1633 cm -1 yang menandakan penurunan fattyamida sekunder yang digunakan sebagai bahan baku. Penurunan intensitas spektrum pada pada waktu reaksi 60 menit lebih besar jika dibandingkan dengan waktu pembuatan 45 menit dan 90 menit. Selain itu, spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder yang dihasilkan dengan waktu reaksi 60 menit juga menghasilkan pita serapan yang lebih kuat pada bilangan gelombang cm -1 (vibrasi tekuk N-H fattyamina sekunder) bila dibandingkan dengan spektrum produk pada 2 waktu reaksi lainnya. Perubahan intensitas serapan vibrasi regang C=O pada bilangan gelombang 1633 cm -1 dari produk fattyamina sekunder yang diukur dengan metode penarikan baseline ditampilkan pada Gambar 16. Gambar 16 mengisyaratkan setelah 60 menit reaksi dilangsungkan tidak terjadi lagi reduksi karena THF sebagai media reaksi telah habis menguap akibat kebocoran reaktor. Gambar 16 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi C=O pada 1633 cm -1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka Tangki Teraduk Pembuatan fattyamina sekunder metode tumpak terbuka tangki teraduk telah dilakukan sebelumnya oleh Affani & Dugat (2007) menggunakan reduktor LiAlH 4, yang juga diadopsi oleh Sidik (2007), dan Khotib (2010). Dalam penelitian ini, metode tumpak terbuka dilakukan untuk membandingkan pengaruh pengaliran gas nitrogen secara kontinyu dengan secara bertahap, sedangkan waktu 44

7 reaksi ditetapkan sama 24 jam sesuai acuan metode tersebut. Spektrum IR yang dihasilkan dari kedua cara tersebut ditampilkan pada Gambar 17 yang menunjukkan perbedaan intensitas serapan yang nyata pada bilangan gelombang 1637 cm -1 dan bilangan 3334 cm -1. Gambar 17 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder metode tumpak terbuka tangki teraduk purging kontinyu dan purging bertahap Penurunan intensitas spektrum serapan IR pada bilangan gelombang cm -1 (vibrasi regang C=O) menandakan hilangnya gugus karbonil fattyamida yang digantikan dengan atom hidrogen dari LiAlH 4 menjadi fattyamina sekunder. Perubahan tersebut tampak nyata pada spektrum dengan cara purging kontinyu. Selain itu, muncul juga intensitas serapan pada bilangan gelombang cm -1 dari vibrasi tekuk NH yang menandakan terbentuknya ikatan N-H fattyamina sekunder. Pembeda lain dari kedua cara pembuatan ini juga tampak jelas dari pita serapan pada 3334 cm -1 untuk vibrasi regang N-H yang sangat dominan muncul pada cara purging kontinyu. Perbandingan intensitas pita serapan IR pada kisaran bilangan gelombang cm -1 dan cm -1 yang diukur dengan metode penarikan baseline spektrum ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa cara reaksi dengan pengaliran nitrogen kontinyu menghasilkan kuantitas produk fattyamina yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara pengaliran nitrogen bertahap pada suhu dan waktu reaksi yang sama. Makin tinggi tingkat konversi fattyamida ke fattyamina, makin rendah intensitas serapan C=O, dan makin tinggi intensitas serapan C-H dan N-H pada spektrum produk yang dihasilkan. 45

8 Tabel 7 Pengaruh Kuantitas N 2 terhadap Intensitas Serapan C=O dan N-H pada Pembuatan Fattyamina Sekunder Metode Pembuatan Intensitas Serapan Vibrasi (%T) C=O ( cm -1 ) NH ( cm -1 ) Purging N 2 Kontinyu Purging N 2 Bertahap Rendahnya kuantitas produk yang dihasilkan dengan cara pengaliran gas nitrogen bertahap, dipengaruhi oleh adanya kontak sistem reaksi dengan udara ketika pengaliran nitrogen dihentikan. Hasil ini mengungkap tentang betapa pentingnya peran gas nitrogen dalam pembuatan fattyamina sekunder. Gas nitrogen yang lebih lembam dibandingkan udara (campuran N 2 dan O 2 ) akan meningkatkan kinerja reduktor LiAlH 4 dengan mengurangi peluang teroksidasi oleh lingkungan reaksi sehingga proses reduksi fattyamida sekunder menjadi fattyamina sekunder berlangsung lebih efektif. Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Tertutup Syncore Tangki Teraduk Pembuatan fattyamina sekunder dengan menggunakan metode tumpak tertutup dilakukan untuk mengetahui waktu sintesis yang menghasilkan kuantitas fattyamina sekunder terbaik yang dimonitoring melalui perubahan pita serapan spektrum IR-nya. Metode ini menggunakan variasi waktu sintesis selama 12.5, 24, dan 48 jam pada suhu 75 C dalam sistem reaktor tertutup tangki teraduk. Dari cara yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa pembuatan fattyamina sekunder yang terbaik dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk, adalah dengan pengaliran gas nitrogen secara kontinyu. Sementara itu, pada metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk ini, pengusiran udara dilakukan dengan cara purging gas nitrogen sesaat sebelum proses pembuatan dilakukan. Kelebihan dari metode ini adalah tidak adanya kemungkinan udara masuk kembali ke dalam sistem reaksi yang tertutup, sehingga efisiensi reaksi lebih baik, karena hanya dengan purging nitrogen sesaat menjelang reaksi dilaksanakan ternyata menghasilkan fattyamina sekunder dengan kuantitas yang lebih baik. Pita spektrum serapan IR yang dihasilkan dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk ditampilkan pada Gambar 18, sedangkan kurva pola perubahan intensitas serapan vibrasi regang C=O pada bilangan gelombang

9 cm -1, dan vibrasi regangan N-H pada bilangan gelombang 3334 cm -1, ditampilkan pada Gambar 19 dan Gambar 20. Dari ketiga Gambar tersebut tampak bahwa kuantitas produk yang diperoleh untuk waktu reaksi 24 jam dan 48 jam tidak begitu berbeda, namun sangat berbeda dibanding waktu reaksi 12.5 jam. Penurunan intensitas serapan pada bilangan gelombang 1639 cm -1 untuk vibrasi regang ikatan C=O, dan kenaikan intensitas serapan pada 3334 cm -1 untuk vibrasi regang N-H dari waktu reaksi 24 jam dan 48 jam tidak begitu berbeda, sehingga waktu reaksi 24 jam selanjutnya dipilih dan ditetapkan untuk pembuatan berbagai jenis fattyamina sekunder menggunakan individual fattyamida sekunder yang telah diproduksi sebelumnya. Gambar 18 Spektrum IR produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk Gambar 19 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi C=O pada 1639 cm -1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk 47

10 Gambar 20 Pengaruh waktu reaksi terhadap intensitas serapan vibrasi NH pada 3334 cm -1 produk fattyamina sekunder metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk Perbandingan Hasil Pembuatan Fattyamina Sekunder dengan Metode Tumpak Terbuka dan Tumpak Tertutup Berdasarkan ketiga cara yang digunakan untuk membuat fattyamina sekunder melalui jalur reaksi reduksi fattyamida sekunder dengan LiAlH 4, kondisi terbaik yang diperoleh pada penelitian ini untuk masing-masing metode, yaitu waktu pembuatan 60 menit dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro, purging gas nitrogen kontinyu 24 jam dengan metode tumpak terbuka tangki teraduk, dan waktu pembuatan 24 jam dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Spektrum serapan IR untuk ketiga cara tersebut ditampilkan pada Gambar 21. Gambar 21 Spektrum serapan IR produk fattyamina sekunder pada kondisi optimum tiga metode yang diujikan. 48

11 Mengacu pada Gambar 21, metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk menghasilkan intensitas spektrum serapan IR yang terbaik dibandingkan dengan metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro pada labu teflon, dan metode tumpak terbuka tangki teraduk dengan purging gas nitrogen kontinyu. Hal tersebut terlihat dari perbedaan penurunan intensitas spektrum serapan vibrasi regang gugus C=O pada bilangan gelombang 1635 cm -1, dan dari perbedaan kenaikan intensitas serapan vibrasi regang N-H pada 3334 cm -1. Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk menghasilkan intensitas serapan C=O paling rendah (1.8 %T) dan menghasilkan intensitas serapan NH tertinggi (3.3 %T) dibanding 2 metode lainnya. Perbandingan intensitas pita serapan pada kedua daerah bilangan gelombang tersebut ditampilkan pada Tabel 8, dan Gambar 22. Tabel 8 Perbandingan Intensitas Serapan C=O dan N-H Tiga Metode Pembuatan Fattyamina Sekunder Intensitas Vibrasi (%T) Metode Pembuatan C=O (1639 cm -1 ) NH(3300cm -1 ) Bahan baku fattyamida sekunder 13, Tumpak terbuka purging kontinyu Tumpak tertutup microwave Tumpak tertutup syncore Gambar 22 Profil perubahan intensitas serapan spektrum vibrasi C=O dan NH produk fattyamina pada 3 metode pembuatan 49

12 Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk merupakan metode terbaik untuk pembuatan fattyamina sekunder sehubungan efisiensi penggunaan gas nitrogen dan pelarut THF yang digunakan seperti ditampilkan pada Tabel 7. Pada metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro, adanya kesulitan teknis proses purging, masih terjadinya kontak pereaksi dengan udara yang berada di ruang reaktor, dan kebocoran labu reaktor teflon mengakibatkan tidak optimalnya fattyamina sekunder yang dihasilkan sehingga waktu pembuatan tidak bisa dilaksanakan sebagaimana metode tumpak terbuka tangki teraduk dan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk. Meskipun efektifitas metode tumpak tertutup berpemicu gelombang mikro masih dibawah metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, namun penggunaan gelombang mikro memiliki potensi yang menjanjikan jika kebocoran sistem reaktor dapat diatasi karena dapat menghemat penggunaan nitrogen, pelarut, dan waktu reaksi yang lebih singkat. Metode tumpak terbuka tangki teraduk purging kontinyu menghasilkan kualitas fattyamina sekunder yang paling rendah. Selain itu, metode ini juga membutuhkan konsumsi bahan nitrogen dan THF yang jauh lebih banyak. Pada metode tumpak terbuka, nitrogen dialirkan secara kontinyu selama proses reaksi, sedangkan THF harus ditambahkan sewaktu-waktu karena selama proses reaksi terjadi kehilangan pelarut pada sistem reaktornya yang terbuka. Emisi uap THF yang keluar selama proses reaksi, selain menurunkan efisiensi proses dan meningkatkan konsumsi bahan, juga menimbulkan masalah pencemaran lingkungan. Dilain pihak, metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk, hanya memerlukan konsumsi nitrogen yang sedikit untuk purging udara pada saat memulai sintesis, dan tidak perlu memberikan umpan THF tambahan. Metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk selanjutnya digunakan untuk membuat berbagai jenis fattyamina sekunder yang akan dijadikan sebagai bahan baku bagi pembuatan aditif kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate. Produk fattyamina sekunder yang diperoleh setelah melalui proses pemisahan dengan ekstraksi pelarut dan penguapan berupa padatan putih kekuningan, atau cairan minyak (oily) kekuningan. Rendemen hasil pembuatan fattyamina sekunder menggunakan berbagai jenis individual fattyamida sekunder ditampilkan pada Tabel 9, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan Tabel 9 tampak bahwa metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk dengan waktu reaksi 24 jam pada suhu 75ºC mampu menghasilkan produk 50

13 fattyamina sekunder. Namun demikian, efektifitas sintesis masih perlu ditingkatkan karena rendemen antar fattyamina sekunder yang dihasilkan masih beragam, dari 17% sampai 96%. Seperti halnya pada pembuatan fattyamida sekunder, selama melakukan pengulangan pembuatan fattyamina sekunder dengan menggunakan berbagai panjang rantai individual fattyamida sekunder menunjukkan bahwa rendemen pembuatan lebih banyak ditentukan oleh proses pemisahan produk daripada ditentukan oleh panjang rantai fattyamida sekunder yang digunakan sebagai bahan baku. Seperti fattyamida sekunder, fattyamina sekunder merupakan senyawa yang berkarakteristik surfaktan, sehingga pada proses pemisahan menggunakan pelarut untuk pemurnian produk seringkali terbentuk sistem dispersi yang menyulitkan pemisahan dan mengakibatkan penurunan rendemen. Dispersitas fattyamina sekunder dalam sistem pelarut selama proses pemisahan dan pemurnian bervariasi bergantung panjang rantai alkil dari asam lemak asalnya. Tabel 9 Rendemen produk fattyamina sekunder dengan metode tumpak tertutup syncore tangki teraduk pada suhu 75 0 C waktu reaksi 24 jam Rantai alkil Rantai alkil Rendemen Penampakkan Fisik Fatty Amina (1º) Acylklorida Fattyamina (2º), %(b/b) C12:0 C18:1 17 (n= 15) Oily, kuning C16:0 C18:1 84 (n= 27) Oily, kuning C18:0 C18:1 54 (n= 17) Oily, kuning C12:0 C16:0 96 (n= 9) Serbuk padat halus, putih C16:0 C16:0 18 (n= 27) Serbuk padat kasar, putih C18:0 C16:0 36 (n= 11) Serbuk padat kasar, putih C12:0 C12:0 63 (n= 15) Serbuk padat halus, putih C18:0 C12:0 53 (n= 5) Serbuk padat halus, putih Keterangan: n adalah pengulangan sintesis. Pembuatan dan Pemisahan Produk Zn-difattyalkylditiocarbamate Aditif pelumas Zn-difattyalkiltiokarbamat diperoleh dari reaksi antara ion logam Zn (ZnCl 2 ) dengan senyawa difattyalkyltiokarbamat dalam reaktor tumpak terbuka tangki teraduk. Komponen reaktan senyawa kompleks Zndifattyalkylditiokarbamat berdasarkan kajian retro-sintesis terdiri dari senyawa fattyamina sekunder, karbon disulfida, dan ion logam Zn. Komponen reaktan senyawa Zn-difattyalkylditiokarbamat adalah difattyalkylamina dan karbon disulfida untuk membentuk difattyalkylditiokarbamat dan selanjutnya beraksi dengan ZnCl 2 untuk membentuk senyawa kompleks Zn-difattyalkylditiokarbamat. 51

14 Rendemen produk kompleks Zn-difattyalkylditiokarbamat untuk masing-masing bahan baku individual fattyamina sekunder yang direaksikan ditampilkan pada Tabel 10, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Tabel 10 Rendemen produk aditif kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate. Fattyamina Sekunder Produk yang Dihasilkan Penampakkan Fisik Rendemen (%) Dilaurilamina Zn-bis(dilauril)ditiokarbamat oily,kecoklatan 78 (n=8) Laurilpalmitilamina Zn-bis(laurilpalmitil)ditiokarbamat oily,kekuningan 87 (n=3) Lauriloleilamina Zn-bis(lauriloleil)ditiokarbamat oily,kekuningan 79 (n=3) Laurilstearilamina Zn-bis(laurilstearil)ditiokarbamat oily, jernih 85 (n=3) Palmitiloleilamina Zn-bis(palmitiloleil)ditiokarbamat oily,kekuningan 77 (n=4) Palmitilstearilamina Zn-bis(palmitilstearil)ditiokarbamat serbuk padat, kekuningan 81(n=4) Steariloleilamina Zn-bis(steariloleil)ditiokarbamat oily,kekuningan 80 (n=7) Keterangan: n adalah ulangan sintesis Dalam pembentukan Zn-difattyalkylditiokarbamat, difattyalkylditiokarbamat direaksikan dengan NaOH untuk meningkatkan reaktivitas atom sulfurnya dan mengikat klorida dari ZnCl 2. Selain itu, penggunaan suasana basa (NaOH) akan meningkatkan reaktivitas atom nitrogen difattyalkilamina. Atom nitrogen dari difattyalkilamina dalam kondisi basa memiliki elektron bebas yang siap bereaksi, tetapi jika dalam kondisi asam atom nitrogen akan membentuk garam fattyamina sehingga tidak reaktif. Ion logam Na termasuk jenis asam Lewis kuat dan klorida termasuk jenis basa Lewis kuat sehingga pembentukan NaCl lebih disukai dari pada pengikatan logam Na oleh atom sulfur. Atom sulfur dalam bentuk ditiokarbamat termasuk jenis basa lemah sehingga akan lebih cenderung melepaskan ion logam Na untuk membentuk senyawa kompleks dengan ion logam Zn. Tahapan reaksi pembentukan Zn-difattyalkylditiokarbamat dari fattyamina sekunder ditampilkan pada Gambar 23. Gambar 23 Reaksi pembentukan senyawa Zn-difattyalkylditiokarbamate. 52

15 Identifikasi keberhasilan pembuatan aditif pelumas Zndifattyalkylditiokarbamat dipantau menggunakan FTIR. Pita penting serapan inframerah untuk kompleks ditiokarbamat menurut Thirumaran dalam (Awang et al. 2006), yaitu vibrasi C-N dan C-S. Serapan vibrasi tioureida C-N biasanya berada pada bilangan gelombang cm -1 sedangkan vibrasi C-S pada bilangan gelombang cm -1. Pita serapan yang tajam pada bilangan gelombang cm -1 merupakan hasil regangan ikatan C-N. Keberadaan pita serapan ini menunjukkan bahwa ligan difattyalkyltiokarbamat telah bertindak sebagai ligan bidentat. Pita serapan vibrasi C-S pada bilangan gelombang cm -1 juga menunjukkan bahwa kumpulan difattyalkyltiokarbamat bertindak sebagai ligan bidentat. Jalur pita serapan yang berada pada kawasan inframerah jauh ( cm -1 ) diketahui sebagai serapan vibrasi regangan ikatan logamsulfur (M-S). Hasil verifikasi dan evaluasi terhadap produk aditif yang disintesa menunjukkan terdapatnya jalur pita serapan pada kawasan inframerah pada kisaran bilangan gelombang cm -1 yang merupakan serapan regangan CH 3 asimetri, pada cm -1 yang menunjukkan serapan C-N, dan pada bilangan gelombang 968 cm -1 yang menunjukkan serapan C-S, yang juga diketahui sebagai kumpulan difattyalkyltiokarbamat yang bertindak sebagai ligan bidentat. Selain itu, muncul juga jalur pita serapan yang berada pada kawasan inframerah jauh, yaitu pada bilangan gelombang 351 cm -1 dan 387 cm -1 yang diketahui sebagai vibrasi ikatan Zn-S. Gambar 24 dan Gambar 25 menunjukkan spektrum serapan vibrasi IR produk aditif Zn-difattyalkylditiokarbamat dan bahan baku fattyamina sekunder. Gambar 24 Spektrum IR fattyamina sekunder dan Zn-difattyalkylditiocarbamate. 53

16 Gambar 25 Spektrum IR jauh fattyamina sekunder dan Zn-difattyalkylditiokarbamate Selain menggunakan spektrum serapan IR, pemantauan keberhasilan pembuatan aditif juga dilakukan melalui pengujian kandungan logam Zn dalam beberapa produk Zn-difattyalkylditiocarbamate, dan dalam fase air bekas proses pencucian produk tersebut. Data hasil uji temu balik logam Zn dalam produk aditif Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate dan Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate ditampilkan pada Tabel 11, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 5. Hasil uji temu balik Zn dengan AAS ini menunjukkan bahwa kompleks Znbis(dilauryl)dithiocarbamate dan Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate terkonversi dengan baik, sebagaimana juga dinyatakan oleh spektrum serapan IRnya. Rendahnya kandungan Zn dalam fase air bekas proses pencucian (0.030 mgram) menunjukkan sebagian besar Zn sudah terkomplekkan, dan masuk ke fase minyak sebagai produk Zn-difattyalkylditiocarbamate. Tabel 11 Hasil uji temu balik Zn dalam produk Zn-difattyalkylditiocarbamate Rantai alkil dalam produk Zn-difattyalkylditiocarbamate Zn (ZnCl 2 ) awal (Gram) Zn dalam Produk (Gram) Recovery (%) C12:0-C12:0 65,2 48,41 74,13 C12:0-C16:0 65,2 48,48 74,25 Konfirmasi tingkat kemurnian produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dilakukan dengan metode HPLC berdasarkan perbedaan waktu retensi dan luas puncak kromatogramnya. Luas pita kromatogram HPLC produk Zndifattyalkylditiocarbamate dan bahan baku fattyamina sekunder ditampilkan pada Tabel 12 sedangkan beberapa contoh kromatogramnya disajikan pada Lampiran 6. 54

17 Seperti tampak pada Tabel 12, produk aditif Zn-difattyalkylditiokarbamate memiliki tingkat kemurnian rerata 92%, sehingga tidak memerlukan pemurnian lanjutan. Angka tersebut juga menunjukkan bahwa pada kondisi reaksi yang dijalankan, fattyamina sekunder terkonversi dengan baik dan hanya menyisakan rerata 5.9% fattyamina yang belum terkonversi dan masih bercampur dalam produknya. Tabel 12 Tingkat Kemurnian Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Senyawa tr (menit) Luas Puncak Komposisi (%) Dilaurylamine Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate Lauryloleylamine ,9 Zn-bis(lauryloleyl)dithiocarbamate 3, ,6 Laurylpalmitylamine 2, ,5 Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate 3, ,9 Pengujian Daya Antioksidan Produk Aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate Stabilitas oksidasi merupakan kriteria penting untuk performa yang baik dari suatu minyak pelumas. Udara dan lingkungan yang lembab dan disertai panas yang ditimbulkan oleh proses friksi pada saat perputaran mesin merupakan penyebab oksidasi. Produk dari proses oksidasi minyak pelumas mencakup asam karboksilat, keton, alkohol dan bahan polimer lainnya yang berkumpul membentuk lumpur, komponen tak jenuh dan tingkat keasaman yang menyebabkan meningkatnya viskositas dan akhirnya menurunkan performa mesin. Telaah literatur menyatakan bahwa saat oksidasi dimulai, pembentukan karbonil dipercepat. Bilangan asam terbentuk oleh pembentukan asam karboksilat setelah perpanjangan proses oksidasi dan meningkat dengan meningkatnya pembentukan senyawa karbonil. Untuk mencegah atau menunda oksidasi pelumas, aditif antioksidan ditambahkan sehingga pembentukan lumpur dihambat, mesin tetap bersih yang berdampak positif pada peningkatan performa mesin. Banyak macam senyawa yang telah digunakan sebagai aditif pelumas, diantaranya logam ditiokarbamat, amina dan senyawa fenolik, dan logam ditiofosfat (Gogoi & Sonowal 2005). 55

18 Salah satu cara untuk mengukur aktivitas antioksidan adalah metode Rancimat. Prinsip ujinya adalah proses oksidasi sampel yang dipercepat dengan adanya aliran udara dan panas (suhu 120 C). Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan waktu induksi, yaitu waktu yang diperlukan untuk terjadinya oksidasi bahan uji dalam sel sampel. Makin lama waktu induksi suatu bahan, makin stabil bahan tersebut, makin tahan bahan tersebut terhadap oksidasi. Hasil uji dengan Rancimat ditunjukkan dengan waktu induksi (jam) (Tensiska et al. 2003). Sebelum dilakukan uji daya antioksidan terhadap produk aditif Zndifattyalkylditiocarbamate, terlebih dahulu dilakukan verifikasi kemampuan rentang pengukuran dari alat yang digunakan untuk mendapatkan interval konsentrasi yang memberikan sensitifitas pengukuran terbaik. Hasil verifikasi kemampuan rentang pengukuran diperoleh pada kisaran konsentrasi ppm sebagaimana ditampilkan pada Gambar 26. Dari rentang kemampuan pengukuran yang diperoleh, dipilih konsentrasi 125 ppm sebagai dosis yang memberikan sensitifitas pengukuran terbaik, yang selanjutnya digunakan sebagai dosis untuk melakukan uji daya antoksidan aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan 7 varian produk aditif Zndifattyalkylditiocarbamate ditunjukkan pada Gambar 27, sedangkan data lengkapnya disajikan pada Lampiran 7. Gambar 26 Rentang kemampuan ukur daya antioksidan Zn-difattyalkyldithiocabamate metode rancimat Kurva pada Gambar 26 mengikuti pola regresi linear menurut persamaan Y = 0.029X dengan koefisien korelasi r 2 = Selain menjelaskan kemampuan rentang pengukuran, kurva tersebut juga menjelaskan kenaikan daya 56

19 antioksidan senyawa Zn-difattyalkyldithiocabamate yang makin tinggi dengan kenaikan dosis-konsentrasinya. Gambar 27 Daya antioksidan Zn-difattyalkylditiocarbamate dengan metode rancimat model metrhom 743 Semakin lama waktu periode induksi, maka semakin lama produk tersebut menahan laju oksidasi, sehingga daya-aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Dengan melihat waktu induksi (waktu oksidasi dimana diperoleh kenaikan kurva secara tiba-tiba) yang dihasilkan tersebut, maka kompleks Zndifattyalkylditiocarbamate yang berasal dari bahan baku dodesilamin-lauril klorida (C12:C12), oktadesilamin-lauril klorida (C18:C12), dan heksadesilamin-lauril klorida (C16:C12), merupakan aditif yang memiliki daya antioksidan terbaik dari tujuh jenis aditif yang dihasilkan, dengan daya aktivitas antioksidan tertinggi dipenuhi oleh Zn-bis(dilauryl)ditiocarbamate yang berasal dari fattyamina (dodesillaurilamin). Aktivitas antioksidan aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate juga dibandingkan dengan zat aditif komersil, yaitu BHA, BHT, aditif 1, aditif 2, dan aditif 3. Pada dosis konsentrasi pengujian 125 ppm, aktifitas antioksidan tertinggi dari keempat jenis zat aditif pembanding dihasilkan oleh BHT. Nilai aktivitas antioksidan BHT lebih baik dibandingkan BHA dikarenakan BHA memiliki kemampuan antioksidan yang baik terhadap lemak hewani dalam sistem makanan panggang, namun relatif tidak efektif pada minyak nabati. Penggunaan BHA dan 57

20 BHT cukup berbahaya untuk tubuh sehingga terdapat ambang batas pemakaian yang aman. Batasan penggunaan suatu bahan berdasarkan resiko adalah ADI (acceptable daily intake) yaitu batasan yang tidak menimbulkan resiko atau bahaya jika dikomsumsi oleh manusia. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ADI penggunaan BHA dan BHT per kg bobot tubuh, yaitu 0-0,3 mg dan 0-0,125 mg, sedangkan ADI penggunaan BHT menurut PERMENKES sebesar mg per kg makanan. Pada dosis 125 ppm yang diujikan, kecuali Znbis(stearylpalmityl)ditiocarbamate, seluruh varian Zn-difattyalkylditiocarbamate mempunyai daya-aktifitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding BHT, dan seluruh varian Zn-difattyalkylditiocarbamate memiliki daya-aktifitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding aditif pelumas 1 (aditif antioksidan), dan aditif pelumas 2 (aditif anti friksi), dan aditif pelumas 3 (aditif extreme pressure). Hasil uji anova dan uji Tukey menggunakan program SPSS yang disajikan pada Lampiran 11, diperoleh bahwa pada tingkat kepercayaan 95% aditif Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate dan Zn-bis(laurylstearyl)dithiocarbamate keduanya memiliki aktivitas antioksidan yang paling besar dan bebeda nyata dari blanko serta aditif komersial lainnya. Selain itu, varian aditif yang lainnya juga memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari blanko serta berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Dari ketujuh varian produk Zn-difattyalkylditiocarbamate yang diuji, gugus alkil(lauryl) ternyata menunjukkan karakter daya antioksidan yang baik, dibanding rantai alkil lainnya. Makin panjang rantai gugus asamlemak pada kompleks ditiokarbamat, nilai aktivitas antioksidannya semakin rendah. Kehadiran ikatan rangkap ternyata lebih dominan efeknya terhadap peningkatan stabilitas antioksidan dibandingkan penambahan jumlah rantai karbon gugus alkil pada senyawa kompleks yang diujikan. Faktor simetri panjang rantai karbon tampak memberikan kontribusi positif terhadap daya antioksidan. Znbis(dilauryl)ditiocarbamate yang panjang rantai karbonnya simetri mempunyai daya antioksidan terbaik dibanding dua kompleks linear asimetrinya Znbis(laurylpalmityl)ditiocarbamate, dan Zn bis(laurylstearyl)ditiocarbamate. Hasil ini menyatakan prospek aplikasi Zn-difattyalkylditiocarbamate yang sangat menjanjikan sebagai aditif antioksidan dalam sistem pelumasan, karena ternyata memiliki kinerja yang lebih baik dibanding aditif 1, padahal aditif 1 merupakan aditif antioksidan komersil untuk sistem pelumas motor. Selain itu, 58

21 dengan dosis penggunaan yang rendah (125 ppm), Zn-difattyalkylditiocarbamate juga sangat prospektif dijadikan aditif antioksidan dalam sistem pangan, farmasi dan kosmetik karena berpeluang lolos jika diuji toksisitasnya. Mekanisme antioksidan dalam pelumas dibagi menjadi dua, yaitu antioksidan primer (penangkapan radikal) dan antioksidan sekunder (penguraian peroksida). Menurut Rudnick (2009) kerja dari antioksidan diawali dengan reduksi alkil hidroperoksida untuk menurunkan reaktifitasnya menjadi alkohol, dengan sulfida yang teroksidasi menjadi intermediet sulfoksida. Mekanisme yang lebih disukai untuk reaksi subsekuen dari intermediet sulfoksida adalah eliminasi intramolekuler beta-hidrogen, yang terpenting untuk pembentukan asam sulfenik (RSOH), yang selanjutnya dapat bereaksi dengan hidroperoksida untuk membentuk asam sulfur-oksi. Pada suhu yang dinaikkan, asam sulfinik (RSO 2 H) mungkin terurai menjadi bentuk sulfurdioksida (SO 2 ), yang terutama sekali membantu dekomposisi asam lewis hidroperoksida melalui pembentukan sulfur trioksida aktif dan asam sulfat. Penelitian sebelumnya menunjukkan satu ekuivalen SO 2 dapat mengkatalisis pembentukan kembali sampai ekuivalen dari kumena hidroperoksida. Dengan meningkatkan antioksidasi dari komponen sulfur ini, pada kondisi tertentu, intermediet asal sulfur oksi (RSOxH) dapat mencari radikal peroksi, hal ini memberikan petunjuk bahwa senyawa sulfur termasuk golongan ditiokarbamat memberikan karakteristik antioksidan primer. Faktor pendukung lain tingginya efektifitas daya antioksidan senyawa Zndifattyalkylditiocarbamate adalah struktur molekulnya yang berkarakteristik surfaktan. Gugus Zn-ditio yang merupakan bagian hidrofilik akan teradsorpsi ke permukaan cairan minyak/pelumas atau ke antarmuka cairan minyak/pelumaslogam, sementara gugus alkil asam lemak yang merupakan bagian lipofilik akan masuk ke badan cairan minyak/pelumas. Model orientasi adsorpsi molekul Zndifattyalkylditiocarbamate pada antarmuka logam-cairan minyak/pelumas ditampilkan pada Gambar 28. Orientasi adsorpsi kedua gugus molekul Zn-difattyalkylditiocarbamate dalam cairan minyak dan permukaan logam akan bertindak sebagai pelindung permukaan cairan minyak yang efektif dari proses oksidasi yang berdampak positif pada kinerjanya yang lebih baik dari mekanisme penangkapan radikal yang ditunjukkan oleh BHA dan BHT. Molekul Zn-difattyalkylditiocarbamate akan membentuk barisan/lapisan monolayer yang massive pada antar muka 59

22 minyak/pelumas-logam, sehingga akan merupakan pelindung yang efektif bagi antarmuka logam tersebut, sekaligus akan menghalangi interupsi oksigen ke bulk minyak pelumas sehingga kontak permukaan logam dan pelumas dasar dengan oksigen diminimalisir, sehingga proses oksidasi terhadap permukaan logam dan terhadap pelumas dapat diminimalisir. Dengan orientasi adsorpsi molekul seperti itu, senyawa Zn-difattyalkylditiocarbamate juga diharapkan akan berfungsi sebagai bantalan pada sistem pelumasan dengan pembebanan sehingga akan memiliki aktifitas lain sebagai antiwear-antifriksi dalam sistem pelumasan pembebanan. Gambar 28 Model orientasi adsorpsi molekul Zn-difattyalkylditiocarbamate pada antarmuka logam-cairan minyak pelumas Pengujian Daya Antiwear-antifriksi Kompleks Zn-difattyalkylditiocarbamate Ada dua parameter uji yang dijadikan sebagai indikator kemampuan antiwear-antifriksi produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate yaitu welding point, dan load wear index. Weld point adalah beban/tekanan tertinggi yang diberikan kepada pelumas (Kg) yang menghasilkan pengelasan bola baja yang berputar diantara ketiga bola baja yang stasioner, sedangkan load wear index adalah indek kemampuan pelumas untuk meminimalisasi keausan permukaan bola baja pada saat diberikan beban dalam mesin fourball. Load wear index merupakan nilai beban rata-rata yang diperoleh dari deretan variasi pengulangan pembebanan yang dihitung dengan mengukur diameter goresan bola baja yang ditimbulkan oleh setiap beban yang diberikan. Makin tinggi nilai kedua parameter tersebut, makin tinggi aktifitas antiwear-antifriksinya, makin efektif pelumas tersebut sebagai aditif tekanan ekstrim. 60

23 Seperti halnya pada uji aktifitas antioksidan, tahap awal yang dilakukan dalam uji antiwear-antifriksi produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate adalah verifikasi rentang konsentrasi pengukuran dari alat four ball untuk mendapatkan rentang konsentrasi yang memberikan respon-sensitifitas pengukuran terbaik untuk produk aditif yang diuji. Pada kondisi pengukuran tersebut, sekecil apapun perbedaan respon yang dihasilkan diharapkan akan terekam, sehingga pengaruh perbedaan panjang rantai alkyl dalam produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate terhadap aktifitasnya sebagai antiwear-antifriksi dapat dipetakan secara akurat. Data lengkap hasil verifikasi nilai weld point, dan load wear index pada kisaran konsentrasi % ditampilkan pada Lampiran 8, sedangkan kurva welding point, dan load wear index ditampilkan pada Gambar 29. Gambar 29 menunjukkan kenaikan angka weld point, dan load wear index yang makin besar dengan meningkatnya konsentrasi-dosis aditif yang digunakan. Namun demikian respon kedua parameter uji tersebut sehubungan dengan kenaikan konsentrasi aditif tidak menghasilkan hubungan linear seperti kurva antioksidan. Pada konsentrasi rendah, respon aktifitas antiwear-antifriksi naik dengan kenaikan konsentrasi mencapai konsentrasi kritis tertentu, namun setelah mencapai konsentrasi kritis tersebut, kenaikan konsentrasi selanjutnya tidak memberikan peningkatan daya antiwear yang signifikan. Tampak ada nilai konsentrasi efisien yang efektif memberikan respon daya antiwear-antifriksi. Gambar 29 Rentang Pengukuran Daya Antiwear-antifriksi Zn-difattyalkylditio carbamate Metode Four Ball 61

24 Mintorogo (2000) menyatakan dosis efisien yang efektif menghasilkan daya antiwear dari aditif Zn-dialkilditiofosfat adalah 0.5 % (b/b). Fenomena yang sama terjadi pada aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate. Dari kurva weld point pada Gambar 29 tampak bahwa konsentrasi kritis yang efisien dan efektif memberikan respon antiwear-antifriksi adalah 1.2% (b/b). Meskipun kurva load wear index tidak terlalu jelas memperlihatkan konsentrasi kritis tersebut, namun kurva tersebut juga tidak mengikuti pola regresi linear. Uji linearitas kurva weld point, dan load wear index berturut-turut menghasilkan persamaan Y=1541X+127, dan Y=408X+16, dengan koefisien korelasi r 2 = 0.73, dan 0.93 yang belum memenuhi kriteria linear karena r 2 <0.99. Berdasarkan hal tersebut, konsentrasi 1.2% dipilih sebagai dosis konsentrasi kritis yang memberikan sensitifitas pengukuran terbaik, yang selanjutnya dipilih sebagai dosis untuk melakukan uji daya antiwearantifriksi produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate. Diagram nilai welding point dan load wear index dari 6 varian produk aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate dan pembanding aditif komersil 2 dan aditif komersil 3 ditampilkan pada Gambar 30 dan Gambar 31, sedangkan data lengkap hasil pengujian kurva weld point, dan load wear index disajikan pada Lampiran 9, dan Lampiran 10. Gambar 30 Welding point aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate metode four ball Seperti tampak pada Gambar 30 dan Gambar 31, seluruh varian aditif Zndifattyalkyldithiocarbamate menunjukkan aktifitas antiwear-antifriksi yang ditunjukkan dengan nilai load wear index dan welding point yang lebih tinggi 62

25 dibanding blanko pelumas dasar HVI 60. Dari dua parameter uji yang dijadikan sebagai indikator kinerja, hanya load wear index yang memberikan perbedaan respon terhadap perbedaan panjang rantai alkil dalam produk aditif Zndifattyalkylditiocarbamate yang diuji. Welding point dari seluruh varian aditif Zndifattyalkylditiocarbamate dan aditif komersil yang diuji memberikan nilai yang sama, yaitu 160 kg, dan hanya berbeda (lebih tinggi) dari blanko pelumas dasar HVI 60 yaitu 126 kg. Dari Gambar 31 tampak bahwa Znbis(laurilpalmityl)ditiocarbamate (C12-C16) memiliki nilai load wear index tertinggi dibanding lima varian Zn-difattyalkylditiocarbamate lainnya, meskipun nilainya masih lebih rendah dibanding 2 produk aditif komersil sebagai pembanding. Jika dibandingkan dengan standar US Steel 136 yang merupakan salah satu standar aditif hidraulik tekanan ekstrem yang menetapkan batas minimal load wear index dan welding point 30 kg dan 150 kg, maka dua variant adititif Znbis(laurylpalmityl)ditiocarbamate, dan Zn-bis(lauryloleyl)ditiocarbamate memenuhi standar tersebut. Gambar 31 Load wear index aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate metode four ball Penambahan panjang rantai alkil dari C12-C12 ke C12-C16, berkontribusi positif terhadap kenaikan load wear index, namun peningkatan rantai alkil selanjutnya dari C12-C16 ke C12-C18:1, C12-C18:1 ke C16-C18:1 ke C18-C18:1 mengakibatkan penurunan load wear index. Kebalikan dari aktifitas antioksidan, 63

26 tampaknya kehadiran ikatan rangkap menyebabkan penurunan load wear index sehingga C16-C18 memiliki nilai load wear indek lebih tinggi dari C16-C18:1, sementara pengaruh faktor simetri molekul tidak terekam dari uji kinerja yang diperoleh. Load wear index keenam varian aditif Zn-difattyalkylditiocarbamate lebih rendah dan berbeda nyata dari 2 produk aditif komersil pada tingkat kepercayan 95% berdasarkan uji Tukey menggunakan SPSS sebagaimana disajikan pada Lampiran 12. Namun demikian, keenam varian produk aditif Zndifattyalkylditiocarbamate memiliki nilai load wear index yang lebih tinggi dan berbeda nyata dari blanko pelumas dasar HVI 60 pada tingkat kepercayaan 95% (P<0.05). Aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate dan Znbis(lauryloleyl)dithiocarbamate memiliki load wear index yang tinggi, tidak berbeda nyata satu sama lain pada tingkat kepercayaan 95%, namun keduanya berbeda nyata dengan varian aditif lainnya. Seleksi Produk Aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate Rekapitulasi data hasil pembuatan dan hasil uji aktivitas antioksidan dan antiwear produk aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate disajikan pada Tabel 13 berikut. Tabel 13 Data aktivitas antioksidan dan antiwear-antifriksi aditif Zn-difattyalkyl dithiocabamate Gugus fattyalkyl dalam aditif Rendemen total (%) Antioksidan (jam) Load wear index (Kg) C12 C C12 C C12 C18: C16 C C16 C18: C18 C18: BHT Aditif 1-antioksidan Aditif 2-antifriksi Aditif 3-EP US Steel Blanko RBDPO Blanko HVI

27 Zn-bis(dilauryl)dithiocarbamate merupakan varian aditif yang memiliki aktifitas antioksidan tertinggi, sedangkan daya antiwear-antifriksi tertinggi dipenuhi oleh varian Zn-bis(lauriylpalmityl)dithiocarbamate. Daya antiwear Znbis(dilauryl)dithiocarbamate lebih rendah dan berbeda nyata dari Znbis(laurylpalmityl)dithiocarbamate (Lampiran 12), daya antioksidan Znbis(laurylpalmityl)dithiocarbamate lebih rendah dan juga berbeda nyata dari Znbis(dilauryl)dithiocarbamate pada tingkat kepercayaan 95% (Lampiran 11). Bukti tersebut menunjukkan tidak ada varian aditif yang sekaligus memiliki aktifitas antioksidan dan antiwear-antifriksi yang maksimum. Namun demikian tampak bahwa aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate merupakan varian aditif yang memiliki kinerja optimum, dapat berfungsi ganda sebagai antioksidan, dan antiwear-antifriksi, yang tidak ditunjukkan oleh aditif komersil 1, 2, dan 3. Sebagai aditif antiwear-antifriksi, aditif 2 memang memiliki kinerja yang dominan, tetapi tidak menunjukkan aktifitas antioksidan bahkan menurunkan daya antioksidan, hal yang sama berlaku pada aditif 3. Aktivitas antioksidan aditif 2 dan aditif 3 lebih rendah dibanding blanko RBDPO. Fakta ini memperkuat bukti empiris di pasar bahwa belum ada aditif yang bersifat multifungsi dikomersialisasi, sementara Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate menujukkan prospek sebagai aditif yang memiliki kinerja sebagai antioksidan yang kuat dan sekaligus dapat berfungsi sebagai antiwear-antifriksi, dan hal tersebut merupakan kebaruan dari hasil penelitian ini. Gambar 32 Kontur permukaan kinerja aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate 65

28 Plot kontur permukaan 3 dimensi menggunakan program Statistica versi 6:2 yang disajikan pada Gambar 32, menunjukkan bahwa rantai optimum gugus alkyl asam lemak yang memberikan aktivitas antioksidan dan antiwear-antifriksi terbaik adalah C12 dan C16, yang dipenuhi oleh Znbis(laurylpalmityl)dithiocarbamate. Rendemen total tertinggi produk aditif Zn-difattyalkyldithiocabamate yang dihitung mulai dari bahan baku awal fattyamina primer dipenuhi oleh Znbis(palmityloleyl)dithiocarbamate sebesar 38.18%, sayang tingginya rendemen tidak berkorelasi positif dengan kinerjanya. Meskipun rendemen total aditif Znbis(laurylpalmityl)dithiocarbamate hanya 15%, namun karena diantara kriteria utama yang menentukan layak tidaknya suatu produk dikomersialisasi adalah kinerjanya, maka Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate merupakan aditif terpilih dengan kinerja antioksidan dan antiwear optimum, yang selanjutnya dijadikan sebagai prototype untuk analisis nilai tambah produknya. Kendala rendahnya rendemen produk aditif Zn-bis(laurylpalmityl)dithiocarbamate dapat diatasi dengan menggunakan rancangan reaktor yang lebih baik, misalnya dengan mengubah dari proses tumpak ke proses sinambung, sehingga efisiensi dan efektifitas proses pembuatannya meningkat, terutama reaktor pembuatan fattyamida dan fattyamina. Analisis Nilai Tambah Nilai tambah merupakan salah satu kriteria yang penting untuk diverifikasi dalam perancangan atau pengembangan suatu produk. Nilai tambah agroindusti adalah nilai yang tercipta dari kegiatan mengubah hasil pertanian menjadi produk industri atau yang tercipta dari kegiatan mengolah hasil pertanian menjadi produk akhir. Dalam penelitian ini analisis nilai tambah produk aditif pelumas dilakukan terhadap Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate, yang merupakan varian produk aditif dengan kinerja antioksidan dan antiwear-antifriksi terbaik menggunakan metode Hayami dan Kawagoe (1993). Meskipun pembuatan aditif Znbis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dalam penelitian ini dimulai dari bahan baku hexadecylamine, namun untuk analisis nilai tambahnya dihitung dari bahan baku CPO. Pemilihan CPO sebagai bahan baku awal dimaksudkan untuk mengetahui nilai tambah keseluruhan yang tercipta dari konversi produk hulu (CPO) ke produk hilir (aditif pelumas Zn-difattyalkyldithiocarbamate). 66

29 Jumlah bahan baku, bahan pembantu, dan jenis reaktor yang diperlukan untuk pembuatan Zn-difattyalkyldithiocarbamate dari fattyamina primer dihitung mengacu pada proses yang diperoleh pada penelitian ini, sedangkan jumlah bahan baku, bahan pembantu dan jenis reaktor yang diperlukan untuk produksi fattyamine primer dari asam lemak (asam palmitat), dan produksi asam lemak dari CPO, mengacu ke Amaludin (2007) dan Gregorio C.G(2005). Beberapa asumsi digunakan dalam melakukan analisis nilai tambah produk aditif pelumas Zn-bis(laurilpalmityl)dithiocarbamate. Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Kapasitas produksi dirancang 50 kg Zn-bis(laurilpalmityl) dithiocarbamate/hari. Jumlah hari kerja adalah 25 hari/bulan atau 300 hari/tahun, sehingga kapasitas produksi pertahun adalah kg. 2. Bahan baku dan bahan pembantu yang digunakan berkualitas teknis (industrial grade). Pelarut seperti kloroform, diklorometan, dietil eter, THF, yang digunakan pada proses reaksi, dan pemisahan produk di daur ulang dan digunakan kembali dengan persentasi susut persiklus 20%, sehingga tingkat konsumsinya hanya 20% dari jumlah yang dihitung dalam neraca bahan. 3. Produksi dilakukan 24 jam/hari dengan 3 line produksi, sehingga dibutuhkan 3 shift operator/hari. Penetapan 3 line produksi/hari mengacu pada waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi aditif yaitu 3 hari, sehingga untuk memenuhi target produksi/hari,dibutuhkan 3 line reaktor yang beroperasi berurutan. 4. Jumlah tenaga kerja langsung yang dilibatkan adalah: 6 operator/shift, atau 18 operator/hari, atau 18 orang/hari x 300 hari/tahun = HOK/tahun. 5. Upah tenaga kerja mengacu ke upah minimum lokal. Upah rerata tenaga kerja langsung adalah: Rp ,-/tahun x 1 tahun/300 hari x 1 hari/18 HOK = Rp ,-/HOK, sebagaimana disajikan pada Lampiran Rendemen konversi/pembuatan CPO ke RBDPO, RBDPO ke asam lemak, dan asam lemak ke fattyamine primer berturut-turut 98%, 95% (dengan fraksi asam palmitat 40%), dan 80%, sedangkan rendemen pembuatan Znbis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dari fattyamine primer (hexadecylamine) adalah 20%, sehingga rendemen keseluruhan pembuatan Znbis(laurilpalmityl)dithiocarbamate dari CPO adalah 7.5%. Dari angka tersebut, maka jumlah bahan baku CPO yang dibutuhkan untuk memproduksi 50 kg produk aditif adalah kg/hari atau kg/tahun. 67

METODA PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODA PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian METODA PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium, menggunakan bahan dan peralatan untuk proses pembuatan, pemisahan, dan pengujian produk yang dihasilkan. Selain Lube Base Oil, RBDPO

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu produk utama pertanian Indonesia. Usaha agribisnis di bidang ini (terutama minyak sawit) telah memberikan kontribusi bagi perekonomian negara,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran bilangan peroksida sampel minyak kelapa sawit dan minyak kelapa yang telah dipanaskan dalam oven dan diukur pada selang waktu tertentu sampai 96 jam

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Sintesis amina sekunder rantai karbon genap dan intermediat-intermediat sebelumnya dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor. Sedangkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Surfaktan Gemini 12-2-12 Sintesis surfaktan gemini dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan metode termal. Reaksi yang terjadi adalah reaksi substitusi bimolekular

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Katalis Katalis Ni/Al 2 3 diperoleh setelah mengimpregnasikan Ni(N 3 ) 2.6H 2 0,2 M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis PSDVB-PAR Senyawa 4-(2 Piridilazo) Resorsinol merupakan senyawa yang telah lazim digunakan sebagai indikator logam pada analisis kimia karena kemampuannya membentuk

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. asil dan Pembahasan 4.1 Analisis asil Sintesis Pada penelitian ini aldehida didintesis dengan metode reduksi asam karboksilat menggunakan reduktor ab 4 / 2 dalam TF. 4.1.1 Sintesis istidinal dan Fenilalaninal

Lebih terperinci

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon 4 Pembahasan 4.1 Sintesis Resasetofenon O HO H 3 C HO ZnCl 2 CH 3 O Gambar 4. 1 Sintesis resasetofenon Pada sintesis resasetofenon dilakukan pengeringan katalis ZnCl 2 terlebih dahulu. Katalis ZnCl 2 merupakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat, mengisolasi dan mengkarakterisasi derivat akrilamida. Penelitian diawali dengan mereaksikan akrilamida dengan anilin sulfat.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, gangguan

Lebih terperinci

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 1. Pada suhu dan tekanan sama, 40 ml P 2 tepat habis bereaksi dengan 100 ml, Q 2 menghasilkan 40 ml gas PxOy. Harga x dan y adalah... A. 1 dan 2 B. 1 dan 3 C. 1 dan 5 Kunci : E D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 Persamaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Sebelum dilakukan sintesis katalis Cu/ZrSiO 4, serbuk zirkon (ZrSiO 4, 98%) yang didapat dari Program Studi Metalurgi ITB dicuci terlebih dahulu menggunakan larutan asam nitrat 1,0

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Proses pembuatan MCT dapat melalui dua reaksi. Menurut Hartman dkk (1989), trigliserida dapat diperoleh melalui reaksi esterifikasi asam lemak kaprat/kaprilat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 ASIL PECBAAN DAN PEMBAASAN Transesterifikasi, suatu reaksi kesetimbangan, sehingga hasil reaksi dapat ditingkatkan dengan menghilangkan salah satu produk yang terbentuk. Penggunaan metil laurat dalam

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 1. Semua pernyataan berikut benar, kecuali: A. Energi kimia ialah energi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kualitas udara yang dipergunakan untuk kehidupan tergantung dari lingkungannya. Udara

I. PENDAHULUAN. Kualitas udara yang dipergunakan untuk kehidupan tergantung dari lingkungannya. Udara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas udara yang dipergunakan untuk kehidupan tergantung dari lingkungannya. Udara mengandung sejumlah oksigen, yang merupakan komponen esensial bagi kehidupan,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

ETER dan EPOKSIDA. Oleh : Dr. Yahdiana Harahap, MS

ETER dan EPOKSIDA. Oleh : Dr. Yahdiana Harahap, MS ETER dan EPOKSIDA Oleh : Dr. Yahdiana Harahap, MS ETER Senyawa yang mempunyai 2 gugus organik melekat pada atom O tunggal R1 O R 2 atau Ar O R Atau Ar O Ar Ket : R : alkil Ar : fenil atau gugus aromatis

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

Chapter 20 ASAM KARBOKSILAT

Chapter 20 ASAM KARBOKSILAT Chapter 20 ASAM KARBOKSILAT Pengantar Gugus fungsi dari asam karboksilat terdiri atas ikatan C=O dengan OH pada karbon yang sama. Gugus karboksil biasanya ditulis -COOH. Asam alifatik memiliki gugus alkil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuatan mesin pada awalnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan.

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. Lampiran 1 Prosedur analisis surfaktan APG 1) Rendemen Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. % 100% 2) Analisis

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI

KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI 1. Untuk membuat 500 ml larutan H 2 SO 4 0.05 M dibutuhkan larutan H 2 SO 4 5 M sebanyak ml a. 5 ml b. 10 ml c. 2.5 ml d. 15 ml e. 5.5 ml 2. Konsentrasi larutan yang

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Sintesis dan Karakterisasi Resin Pengkhelat Sintesis resin pengkhelat dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari karakteristik retensi ion logam Cu 2+ pada resin PSDVB-NN. Untuk

Lebih terperinci

contoh-contoh sifat Pengertian sifat kimia perubahan fisika perubahan kimia ciri-ciri reaksi kimia percobaan materi

contoh-contoh sifat Pengertian sifat kimia perubahan fisika perubahan kimia ciri-ciri reaksi kimia percobaan materi MATA DIKLAT : KIMIA TUJUAN : 1. Mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis peserta didik terhadap lingkungan, alam dan sekitarnya. 2. Siswa memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter Sulistyani, M.Si sulistyani@uny.ac.id Konsep Dasar Senyawa Organik Senyawa organik adalah senyawa yang sumber utamanya berasal dari tumbuhan, hewan, atau sisa-sisa organisme

Lebih terperinci

1. Werthein E, A Laboratory Guide for Organic Chemistry, University of Arkansas, 3 rd edition, London 1953, page 51 52

1. Werthein E, A Laboratory Guide for Organic Chemistry, University of Arkansas, 3 rd edition, London 1953, page 51 52 I. Pustaka 1. Werthein E, A Laboratory Guide for Organic Chemistry, University of Arkansas, 3 rd edition, London 1953, page 51 52 2. Ralph J. Fessenden, Joan S Fessenden. Kimia Organic, Edisi 3.p.42 II.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Penentuan Kadar Air Pada pengukuran inframerah dari pelumas ini bertujuan untuk membandingkan hasil spektra IR dari pelumas yang bebas air dengan pelumas yang diduga memiliki

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 16 Sesi NGAN HIDROKARBON (BAGIAN II) Gugus fungsional adalah sekelompok atom dalam suatu molekul yang memiliki karakteristik khusus. Gugus fungsional adalah bagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA Ramadoni Syahputra 6.1 HIDROGEN 6.1.1 Pendahuluan Pada pembakaran hidrokarbon, maka unsur zat arang (Carbon, C) bersenyawa dengan unsur zat asam (Oksigen, O) membentuk karbondioksida

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin

Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin Laporan Praktikum Senyawa Organik Polifungsi KI2251 1 Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin Antika Anggraeni Kelas 01; Subkelas I; Kelompok C; Nurrahmi Handayani

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dimetil Eter Dimetil Eter (DME) adalah senyawa eter yang paling sederhana dengan rumus kimia CH 3 OCH 3. Dikenal juga sebagai methyl ether atau wood ether. Jika DME dioksidasi

Lebih terperinci