Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ""

Transkripsi

1

2 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2007 Nomor Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 16,5 x 21 cm Jumlah Halaman : x Rumawi Halaman Naskah : Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat Penyunting : Bidang Integrasi Pengolahan Data dan Diseminasi Statistik BPS Provinsi Papua Barat Layout dan Design Cover: Bidang Integrasi Pengolahan Data dan Diseminasi Statistik BPS Provinsi Papua Barat Diterbitkan oleh: BPS Provinsi Papua Barat Dicetak oleh CV. ALIA JAYA Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya.

3 GUBERNUR PAPUA BARAT SAMBUTAN Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut gembira diterbitkannya publikasi Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2007 oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat. Data dan informasi statistik yang disajikan dalam publikasi ini sangat bermanfaat bagi Pemerintah Daerah Papua Barat di dalam merumuskan kebijaksanaan pembangunan, khususnya pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat serta mengevaluasi sejauh mana pe telah meningkatkan kualitas manusia terutama padaa derajat laksanaan program pembangunan manusiaa kesehatan, pendidikan dan kemampuan ekonomi masyarakat. Kepada Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat yang telah berupaya menerbitkan buku ini saya mengucapkan terima kasih dan semoga arah pembangunan manusia dapat lebih mendapatkann perhatian dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat Terima kasih. Manokwari, Agustus 2008 GUBERNUR PAPUAA BARAT ABRAHAM O. ATURURI i

4 KETUA BADAN PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN DAERAH (BP3D) PROVINSI PAPUA BARAT SAMBUTAN Meningkatnya usaha usaha pembangunan di segala bidang menuntut tersedianya data statistik yang lengkap, akurat, mutakhir, dan berkesinambungan terutama guna menunjang terwujudnya perencanaan yang tepat, pengawasan yang baik, serta evaluasi kritis terhadap hasil hasil pembangunan yang telah dicapai. Terutama pada pembangunan manusia, Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat berusaha menyajikan situasi sumber daya manusia dan komponen komponen penyusun pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat untuk memberikan gambaran perkembangan pembangunan manusia yang teraktualisasikan dalam publikasi Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat Tahun Data dan informasi statistik yang dicakup dalam publikasi ini, dibutuhkan tidak hanya oleh Badan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat, namun juga oleh berbagai konsumen data. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat dan semua pihak yang telah membantu terbitnya publikasi ini. Semoga publikasi ini bermanfaat. Manokwari, Agustus 2008 Badan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat K e t u a, DRS. ISHAK L. HALLATU Pembina Tingkat I ii

5 KATA PENGANTAR Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat Tahun 2007 ini tersaji atas kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua Barat dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Papua Barat. Secara garis besar publikasi ini memberikan gambaran umumm mengenai kondisi pembangunan masyarakat Provinsi Papua Barat. Adapun data dan informasi yang disajikan terdiri dari hasil penghitungan besaran IPM beserta komponen komponennya, hasil pengolahan Susenas dan data data sekunder pendukung lainnya. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi hingga terbitnya publikasi ini, kami sampaikan terima kasih. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan di masaa mendatang. Manokwari, Agustus 2008 BPS Provinsi Papua Barat K e p a l a, IR. DUDY S. SULAIMAN, M. ENG NIP iii

6 DAFTAR ISI Kata Pengantar Sambutan Gubernur Provinsi Papua Barat Sambutan Kepala BP3D Provinsi Papua Barat Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Hal. i ii Iv v vii ix I. Pendahuluan Latar Belakang Tujuan Manfaat Sistematika Penulisan 7 II. Metodologi Ringkasan Sejarah Penghitungan IPM Sumber Data Penghitungan IPM Metode Penghitungan IPM Pengelompokkan IPM 23 III. SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI PAPUA BARAT Kependudukan Situasi Kesehatan Akar Masalah Kesehatan Sarana Kesehatan Derajat Kesehatan Masyarakat HIV/AIDS Kondisi Pendidikan 3.3 Kondisi Pendidikan Angka Buta Huruf Dewasa Rata rata Lama Sekolah Angka Partisipasi Sekolah Angka Partisipasi Murni Angka Putus Sekolah 58 iv

7 3.3.6 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Kondisi Perekonomian Pertumbuhan Ekonomi regional PDRB per Kapita 69 IV Perkembangan Komponen IPM Perkembangan Kesehatan Perkembangan Pendidikan Perkembangan Angka Melek huruf Perkembangan Rata rata Lama Sekolah Paritas Daya Beli 80 V Perkembangan IPM Provinsi Papua Barat Perkembangan IPM Posisi Relatif IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Posisi Relatif IPM Kabupaten/Kota secara Nasional Reduksi Shortfall Analisis Kuadran 94 IV Kesimpulan 105 Daftar Pustaka 107 Lampiran 110 v

8 DAFTAR TABEL No Judul Tabel Hal Indikator dan Sumber Data IPM Dimensi Indikator dan Indeks Konversi Tingkat Pendidikan menjadi Variabel Lama Sekolah Daftar Paket Komoditi yang Digunakan untuk Menghitung Paritas Daya Beli Skor Variabel Kualitas dan Fasilitas Rumah Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber 31 Air Minum dirinci Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat 32 Pembuangan Air Tinja dirinci Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun Jumlah Penduduk, Jumlah Dokter, dan Rasio Dokter Penduduk di Provinsi Papua Barat Tahun Angka Partisipasi Murni menurut Jenis 56 Kelamin, Tipe Daerah dan Jenjang Pendidikan, Tahun Angka Putus Sekolah menurut Tipe Daerah, 59 Jenis Kelamin dan Kelompok Umur, Tahun Angka Putus Sekolah menurut Kabupaten/kota 60 dan Jenis Kelamin dan kelompok Umur Tahun Persentase Penduduk Berumur 5 tahun ke atas menurut Jenjang Pendidikan Tertinggi 64 yang Ditamatkan, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin Tahun PDRB Provinsi Papua Barat ADHB dan ADHK dengan Migas dan Tanpa Migas (Juta Rupiah).. 64 vi

9 3.9 PDRB per Kapita Serta Pertumbuhannya di Provinsi Papua Barat Tahun Tabel Angka Harapan Hidup Provinsi Papua Barat Tahun Persentase Wanita Berumur 10 Tahun atau Lebih Menurut Jumlah Anak Lahir Hidup menurut Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat Tahun Persentase Wanita Berumur 10 Tahun atau Lebih Menurut Jumlah Anak Masih Hidup menurut Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat Tahun Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten/Kota Tahun vii

10 DAFTAR GAMBAR No. Judul Gambar Hal. 3.1 Jumlah Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun Pertumbuhan Penduduk per Tahun Provinsi Papua Barat Tahun (%) Distribusi Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun Piramida Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun Jumlah Rumah Sakit di Provinsi Papua Barat Tahun Jumlah Puskesmas, Pustu, dan Balai 37 Pengobatan di Provinsi Papua Barat, Tahun Persentase Penduduk Yang Mengalami 38 Keluhan Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun Prevalensi HIV di Tanah Papua, Tahun Angka Buta Huruf Dewasa (ABHD) menurut Tipe Daerah, 2006 dan Angka Buta Huruf Dewasa (ABHD) menurut 49 Jenis Kelamin dan Tipe Daerah, 2006 dan Rata Rata Lama Sekolah (tahun) menurut Jenis 51 Kelamin, Tahun Angka Partisipasi Sekolah menurut Kelompok 53 Umur, 2006 dan Pertumbuhan Ekonomi Regional Provinsi Papua 70 Barat Tahun Perkembangan Angka Melek Huruf (%) menurut Kabupaten/Kota Papua Barat Rata rata lama sekolah (thn) menurut Kabupaten/Kota di Papua Barat Tahun Boxplot IPM Papua Barat Tahun Posisi Relatif IPM Kab/Kota di Papua Barat viii

11 Tahun Reduksi Shortfall IPM Kab/Kota di Papua Barat Tahun Posisi Kab/Kota di Papua Barat pada Kuadran PDRB dan IPM Tahun Posisi Kab/Kota di Papua Barat pada Kuadran Pertumbuhan Ekonomi dan IPM Posisi Kab/Kota di Papua Barat pada Kuadran PDRB per kapita dan IPM Tahun Posisi Kab/Kota di Papua Barat pada Kuadran Reduksi Shortfall dan IPM Tahun ix

12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan identik dengan pertumbuhan ekonomi positif. Pertumbuhan ekonomi sebagai gambaran dari perubahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada tahun 2006, PDRB Provinsi Papua Barat tercatat 8,94 triliun rupiah. Angka ini meningkat menjadi 10,37 triliun rupiah pada tahun Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat pada tahun 2006 dan masing masing 4,55 dan 6,95 persen. Pertumbuhan ekonomi yang cukup fantastis ini ternyata tidak diikuti oleh distribusi pendapatan penduduknya. Survei sosial ekonomi nasional (Susenas) 2007 mencatat gini ratio Provinsi Papua Barat sebesar 0,33 pada skala 0 1. Artinya, masih terdapat ketimpangan pendapatan penduduk meskipun bukan dalam kategori ketimpangan tinggi. Dalam Konferensi Internasional bertema Asia 1 BPS Provinsi Papua Barat, (2008), PDRB Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008 Hal. 1

13 2015 di London pada 6 7 Maret 2006 terungkap bahwa pertumbuhan ekonomi yang tidak diikuti perbaikan ketimpangan pendapatan kurang efektif dalam mengentaskan kemiskinan dan pengangguran. Jumlah penduduk miskin dan pengangguran di Provinsi Papua Barat tidak sedikit. Jumlah penduduk miskin diperkirakan mencapai 284,1 ribu jiwa atau 41,34 persen pada tahun Jumlah ini berkurang menjadi 266,8 ribu jiwa pada tahun 2007 atau berkurang 2,03 persen. Sementara itu, angka pengangguran Provinsi Papua Barat cukup tinggi. Pada Agustus 2007, angka pengangguran Provinsi Papua Barat diperkirakan 9,46 persen. Angka ini lebih tinggi dari pengangguran nasional yang tercatat 9,11 persen 2. Tingginya persentase penduduk miskin dan angka pengangguran merupakan dua hal yang kontraproduktif dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Pada saat kesempatan ekonomi diperluas, kelompok penduduk miskin tidak dapat terlibat aktif dalam menciptakan produk barang atau jasa yang dapat mengangkat derajat 2 BPS Provinsi Papua Barat, (2008), Berita Resmi Statistik, Provinsi Papua Barat Tahun 2007 Hal. 2

14 kehidupannya. Pada akhirnya mereka akan menjadi sumber masalah masalah sosial yang juga menghambat pertumbuhan ekonomi. Hal ini tidak mungkin terjadi apabila negara/pemerintah tidak lalai dalam menginvestasikan sumber dana yang dimiliki untuk pembangunan manusia. Manusia adalah kekayaan yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi manusia untuk menikmati umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif. Pembangunan manusia adalah suatu proses memperluas pilihan pilihan bagi manusia. Di antara pilihan pilihan hidup yang terpenting adalah pilihan untuk hidup sehat, untuk menikmati umur panjang dan sehat, untuk hidup cerdas, dan berkehidupan mapan. Paradigma pembangunan manusia 3 terdiri dari empat komponen yang utama: Produktivitas. Masyarakat harus dapat meningkatkan produktivitas mereka dan berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan pekerjaan 3 HDR 1995, halaman 12 Hal. 3

15 berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah satu bagian dari jenis pembangunan manusia. Ekuitas. Masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi di dalam dan memperoleh manfaat dari kesempatan kesempatan ini. Kesinambungan. Akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Segala bentuk permodalan fisik, manusia, lingkungan hidup harus dilengkapi. Pemberdayaan. Pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat, dan bukan hanya untuk mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses proses yang mempengaruhi kehidupan mereka. Dengan demikian, konsep pembangunan manusia lebih luas dari sekedar mengejar pertumbuhan ekonomi. Konsep pembangunan Hal. 4

16 manusia lebih memanusiakan manusia agar dapat mempunyai lebih banyak pilihan dalam hidupnya. Konsep pembangunan manusia harus dapat diukur. Pengukuran keberhasilan pembangunan manusia penting agar dapat diamati antar waktu dan dapat dibandingkan antar wilayah. Salah satu ukuran yang merefleksikan pilihan hidup mendasar yaitu pendidikan, kesehatan, dan kemampuan ekonomi adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Bagi suatu wilayah angka IPM yang diperoleh menggambarkan kemajuan pembangunan manusia di daerah itu. Untuk mendapatkan gambaran pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat pada tahun 2006 dan 2007 perlu disusun publikasi Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat Tahun Tujuan Tujuan penyusunan publikasi Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat Tahun menyajikan analisis deskriptif perkembangan pembangunan manusia selama tahun Publikasi ini memberikan Hal. 5

17 gambaran capaian pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat dan perubahan perubahan komponen penting penghitungan IPM yang secara rinci bertujuan untuk: Menggambarkan situasi pembangunan manusia khususnya pada bidang pendidikan dan kesehatan di Provinsi Papua Barat tahun Melihat perkembangan IPM dan masingmasing komponen penghitungan IPM tahun Manfaat Manfaat yang ingin dicapai dari penyusunan publikasi ini adalah: Tersedianya data dan informasi yang dibutuhkan dalam memantau proses pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat secara kesinambungan. Selain sebagai sumber informasi dalam pemantauan pembangunan manusia, data dan informasi dalam publikasi ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam Hal. 6

18 perencanaan pembangunan manusia pada tahap pembangunan selanjutnya. Publikasi ini dapat dijadikan rujukan atau referensi keilmuan bagi masyarakat pendidikan. 1.4 Sistematika Penulisan Agar diperoleh alur pembahasan yang baik, publikasi ini disusun dengan mempertimbangkan sistematika sebagai berikut. Bab I Pendahuluan merupakan bab permulaan yang dimulai dengan latar belakang pentingnya penyusunan publikasi yang memantau proses pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat. Ulasan selanjutnya dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat dari publikasi ini. Bab ini ditutup dengan sistematika penulisan. Bab II Metodologi mengulas sumber data, sejarah penghitungan IPM dan metode penghitungan IPM. Metode penghitungan masingmasing komponen IPM juga disertakan dalam sub bab metode penghitungan IPM. Bab III Kondisi Pembangunan Manusia di Provinsi Papua Barat memberikan gambaran secara Hal. 7

19 lengkap hasil hasil pembangunan manusia. Pembahasan difokuskan bidang pendidikan, kesehatan dan perekonomian. Bab selanjutnya menganalisis perkembangan komponen IPM Pembahasan diperluas dengan melakukan komparasi pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat Indonesia. Dengan demikian dapat diketahui posisi relatif Provinsi Papua Barat di Indonesia. Bab V mengulas perkembangan IPM Provinsi Papua Barat Ulasan IPM difokuskan pada perkembangan IPM, reduksi shortfall, peringkat capaian IPM kabupaten/kota menurut peringkat nasional dan provinsi. Analisis IPM diperdalam dengan melakukan perbandingan keberhasilan ekonomi dan pembangunan manusia. Publikasi ini ditutup dengan Bab VI. Bab Penutup ini terdiri dari sub bab kesimpulan dan saran yang berisi ringkasan dari paparan pada Bab III dan bab VI sekaligus sebagai jawaban atas tujuan dari penyusunan publikasi ini. Hal. 8

20 BAB II METODOLOGI 2.1 Ringkasan Sejarah Penghitungan IPM IPM pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) melalui laporan pembangunan manusia (Human Development Report) yang pertama tahun Tujuan IPM untuk mengetahui perkembangan pembangunan kualitas manusia di 177 negara. Di Indonesia, pemantauan pembangunan manusia mulai dilakukan pada tahun Laporan pembangunan manusia tahun 1996 memuat informasi pembangunan manusia untuk kondisi tahun 1990 dan Cakupan laporan pembangunan manusia terbatas pada level provinsi. Mulai tahun 1999, informasi pembangunan manusia telah disajikan sampai level kabupaten/kota. IPM Provinsi Papua Barat mulai dihitung sejak tahun Provinsi Papua Barat merupakan provinsi pemekaran berdasarkan Undang Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Hal. 9

21 Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. Provinsi Irian Jaya Barat memenuhi kelengkapan syarat sebuah pemerintahan provinsi paska pemilihan gubernur dan wakil gurbernur yang menetapkan Abraham Octavianus Atururi (Brigjen Marinir Purn.) dan Drs. Rahimin Katjong, M.Ed sebagai gubernur dan wakil gurbernur yang dilantik pada tanggal 26 Juli Publikasi IPM ini mengawali penerbitan rutin buku IPM Provinsi Papua Barat. 2.2 Sumber Data Penghitungan IPM Sumber data yang digunakan dalam publikasi ini adalah: Susenas Kor: digunakan untuk menghitung indikator seperti angka harapan hidup, ratarata lama sekolah, angka melek huruf, dan penghitungan pengeluaran per kapita. Susenas Modul Konsumsi: digunakan untuk menghitung daya beli masyarakat Provinsi Papua Barat yang didasarkan pada 27 komoditi. Provinsi Papua Barat Dalam Angka 2008: digunakan untuk melihat hasil hasil Hal. 10

22 pembangunan manusia pada kurun waktu PDRB Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007/2008: digunakan untuk melihat PDRB Provinsi Papua Barat, pertumbuhan ekonomi, dan pendapatan per kapita sebagai gambaran pembangunan perkenomian. Tabel 2.1 Indikator dan Sumber Data IPM Hal. 11

23 2.3 Metode Penghitungan IPM IPM mengukur pencapaian pembangunan manusia dalam tiga dimensi. Ketiga dimensi tersebut dapat diamati pada diagram di halaman berikut. Dimensi umur panjang dan sehat (lama hidup sehat) diukur dengan angka harapan hidup pada saat lahir. Dimensi pengetahuan diukur dengan angka melek huruf dan rata rata lama sekolah. Dimensi kehidupan yang layak diukur dengan paritas daya beli (purchasing power parity) yang telah disesuaikan. Penjelasan rinci metode penghitungan masing masing komponen IPM sebagai berikut: Tabel 2.2 Dimensi, Indikator, dan Indeks (Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 2004 hal. 200) Hal. 12

24 Angka harapan hidup pada saat lahir Angka harapan hidup pada saat lahir adalah perkiraan lama hidup rata rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut kelompok umur. Adapun langkah langkah penghitungan angka harapan hidup adalah: a. Mengelompokkan umur wanita dalam interval 15 19, 20 24, 25 29, 30 34, 35 39, 40 44, dan tahun. b. Menghitung rata rata anak lahir hidup dan rata rata anak masih hidup dari wanita pernah kawin menurut kelompok umur pada huruf a di atas. c. Input rata rata anak lahir hidup dan anak masih hidup pada huruf b pada paket program MORTPACK sub program CEBCS. d. Gunakan metode Trussel untuk mendapatkan angka harapan hidup saat lahir. Referensi waktu yang digunakan 3 atau 4 tahun sebelum survei. e. Untuk mendapatkan angka harapan hidup pada tahun 2006 dan 2007 dilakukan dengan ekstrapolasi. Hal. 13

25 Angka Melek Huruf Angka melek huruf adalah proporsi penduduk berumur 15 tahun atau lebih yang dapat membaca huruf latin atau huruf lainnya. Adapun langkah langkah penghitungan angka melek huruf adalah: a. Menghitung jumlah penduduk berumur 15 tahun atau lebih. b. Menghitung jumlah penduduk 15 tahun atau lebih yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. c. Membagi jumlah penduduk pada huruf b dengan jumlah penduduk pada huruf a dikalikan 100. Rata rata lama sekolah Rata rata lama sekolah adalah rata rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berumur 15 tahun atau lebih untuk menempuh suatu jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani. Langkah langkah penghitungan rata rata lama sekolah sebagai berikut: a. Menghitung jumlah penduduk berumur 15 tahun atau lebih. Hal. 14

26 b. Melakukan konversi variabel tingkat pendidikan yang ditamatkan ke variabel lama sekolah seperti pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Konversi Variabel Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan menjadi Variabel Lama Sekolah c. Menghitung rata rata lama sekolah dengan melakukan agregat data menggunakan fungsi mean. Untuk menghitungnya dapat menggunakan paket Program SPSS. Hal. 15

27 Paritas Daya Beli yang Disesuaikan Langkah langkah menghitung paritas daya beli adalah: a. Menghitung pengeluaran per kapita, y. b. Menghitung pengeluaran per kapita yang dimark up 20 persen, y 1 = y x (1,20). c. Menghitung pengeluaran riil, y 2 dengan membagi y 1 dengan indeks harga konsumen. d. Menghitung paritas daya beli dari 27 komoditi seperti pada Tabel 2.4 dengan persamaan: Hal. 16

28 Tabel 2. 4 Daftar Paket Komoditi yang Digunakan untuk Menghitung Paritas Daya Beli. Hal. 17

29 Dengan: PPP = paritas daya beli, E i,j = Pengeluaran komoditas ke j di Kabupaten ke i Provinsi Papua Barat, P 9, j = Harga komoditas ke j di Jakarta Selatan, Q i, j = volume komoditi j (unit) yang dikonsumsi di di Kabupaten ke i Provinsi Papua Barat. Khusus komoditi rumah sewa, unit kualitasnya ditentukan berdasarkan indeks kualitas rumah. Indeks kualitas rumah dihitung berdasarkan kualitas dan fasilitas rumah tinggal dari tujuh variabel. Ketujuh variabel ini diberi skor berdasarkan karakteristik yang sesuai seperti ditampilkan pada Tabel 2.5: Hal. 18

30 Tabel 2.5. Skor Variabel Kualitas dan Fasilitas Rumah Indeks kualitas rumah merupakan penjumlahan skor dibagi dengan delapan. Sebagai contoh, sebuah rumah tangga menempati rumah berlantai tanah (0), berdinding kayu (0), luas lantai per kapita 18 meter per segi (1), beratap seng (0), menggunakan penerangan listrik (1), minum dari air hujan (0), jamban milik sendiri (1). Maka skor indeks kualitas rumah adalah 4/8 = 0,50. Artinya, Hal. 19

31 kuantitas rumah yang dikonsumsi rumah tangga tersebut adalah 0,50 unit. e. Menghitung y 3 = y 2 /PPP. f. Mengurangi y 3 dengan formula Atkinson sebagai berikut: Formula Atkinson C * () i C() jika C() < Z i i ( () ) ( 12 Z ) + 2 C jika () 2 i Z Z < C i Z = ( ) ( 12 ) ( () ) ( 13 Z ) + Z + C jika 2 () 3 i Z Z < C i Z ( ) ( 12 ) ( ) ( 13 ) ( () ) ( 14 Z 2 Z 3 Z 4 C 3Z ) jika 3Z C() 4Z i < i Dengan: C (i) = PPP dari pengeluaran riil per kapita, y 3. Z = Batas pengeluaran yang ditetapkan, biasanya garis kemiskinan. Menghitung IPM a. Setelah masing masing komponen IPM dihitung, maka masing masing indeks dihitung dengan persamaan: Hal. 20

32 Dengan: X (i,j j) = Indeks komponen ke-i dari kabupaten ke j; X (i-m min) = Nilai minimum dari X i X (i-m maks) = Nilai maksimum dari X i Nilai maksimum dan minimum dari masing masing indeks tercantum pada Tabel 2.6 berikut. Tabel 2.6 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM b. Menghitung indeks pengetahuan : X = 2 2 ( 21 ) 3 X + 1 ( 22 ) 3 X Dengan: X =Indeks 21 Melek Huruf = Indeks Lama Sekolah X 22 2 Hal. 21

33 c. Nilai IPM dapat dihitung sebagai: 1 IPM = Indeks X 3 Dengan Indeks X (i) = Indeks komponen IPM ke i; i = 1 (Indeks angka harapan hidup), 2 (Indeks pendidikan), 3 (Indeks daya beli). Menghitung Reduksi Shortfall (r) : digunakan untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu tertentu. Dengan: r = reduksi shortfall, IPM t + n = IPM pada tahun (t + n) IPM t = IPM pada tahun (t) j () i Hal. 22

34 2.4 Pengelompokkan IPM IPM suatu wilayah dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok. Keempat kelompok itu adalah: IPM Tinggi apabila IPM sama dengan 80,00 atau lebih IPM Menengah Atas apabila IPM antara 66,00 79,90 IPM Menengah Bawah apabila IPM antara 50,00 65,90 IPM Rendah apabila IPM kurang dari 50,00 Hal. 23

35 BAB III SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI PAPUA BARAT Kependudukan Penduduk menjadi faktor dominan dalam pembangunan. Selain sebagai objek, penduduk menjadi subjek pembangunan. Jumlah penduduk yang besar berpotensi menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Tetapi, tanpa disertai pengembangan kualitas penduduk, penduduk bisa menjadi faktor penghambat pembangunan. Pada waktu masih menjadi bagian Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat hanya dihuni oleh 221,46 ribu jiwa pada tahun Jumlah ini terus bertambah menjadi 283,49 ribu jiwa pada Hasil sensus penduduk terakhir tahun 2000, penduduk Papua Barat tercatat 571,11 ribu jiwa. Penduduk Papua Barat diproyeksikan akan terus bertambah pesat. Hasil Proyeksi Penduduk Indonesia mencatat jumlah penduduk Provinsi Papua Barat pada tahun 2006 dan 2007 adalah 702,10 dan 716,00 ribu jiwa. Hal. 24

36 Gambar 3..1 Jumlah Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun Selama kurun 1971 hingga 2007 penduduk Provinsi Papua Barat rata rata penduduk antar dua periode sensus berkisar antara 2,78 hingga 4,01 persen per tahun. Berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia , pertumbuhan penduduk antara diproyeksikan 3,50 persen per tahun. Sementara pertumbuhan penduduk antara diproyeksikan 3,28 persen per tahun. tumbuh 3,31 persen per tahun. Pertumbuhan Pertumbuhan penduduk di suatu wilayah dipengaruhi oleh tingkat fertilitas, mortalitas dan migrasi. Derajat kesehatan masyarakat yang semakin membaik menurunkan tingkat mortalitas. Di sisi lain, kesadaran rumah tangga untuk memiliki Hal. 25

37 Gambar 3.2 Pertumbuhan Penduduk per Tahun Provinsi Papua Barat Tahun (%) anak berkualitas menurunkan tingkat fertilitas. Pertumbuhan penduduk Provinsi Papua Barat kemungkinan lebih banyak dipengaruhi faktor migrasi. Meskipun pertumbuhan penduduk tergolong cepat namun dibandingkan dengan luas wilayah Provinsi Papua Barat, jumlah penduduk yang ada sebarannya tidak merata. Kabupaten Manokwari dan Kota Sorong merupakan dua kabupaten/kota yang menjadi pusat hunian penduduk. Pada tahun 2007, Kota Sorong dengan luas Km 2 dihuni oleh 165,90 ribu jiwa. Kota Sorong dikenal sebagai Kota paling padat penduduk di Provinsi Papua Barat. Kepadatan penduduk Kota Sorong 150 jiwa Hal. 26

38 per Km 2. Dibandingkan dengan Kabupaten Manokwari, kepadatan penduduk Kota Sorong lebih dari sepuluh kali lipat. Kabupaten Sorong Selatan sebagai kabupaten terluas pada tahun 2007 hanya dihuni oleh 60,40 ribu jiwa dengan kepadatan dua jiwa per Km 2. Gambar 3.3 Distribusi Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun 2007 Perbedaan perkembangann perekonomian antar kabupaten/kota mengakibatkan perbedaan daya tarik migran untuk datang dan mengembangkan perekenomian. Kota Sorong telah memainkan peran penting perekonomian Provinsi Papua Barat sejak menjadi bagian dari Kabupaten Sorong. Sebagai pintu gerbang memasuki pulau papua (pulau cendrawasih), Kota Sorong telah lebih Hal. 27

39 Gambar 3.4 Piramida Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun 2007 dulu berkembang. Kantor perusahaan minyak pada masa penjajahan Belanda didirikan di Kota Sorong. Hal ini menjadi salah satu daya tarik migran untuk menetap di Kota Sorong. Dilihat dari struktur umur, penduduk Provinsi Papua Barat pada tahun 2007 tergolong penduduk muda. Proporsi penduduk berumur 0 14 tahun 37,4 persen dan hanya 1,6 persen penduduk berumur 65 tahun atau lebih. Dengan banyaknya anak di usia belia, maka permintaan terhadap Hal. 28

40 barang dan jasa seperti fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sekolah, dan pengadaan guru sangat penting untuk dipenuhi karena berhubungan dengan perkembangan dan pertumbuhan anak. Selain itu, pada fase struktur umur muda rasio ketergantungan cukup besar. Satu orang penduduk usia produktif harus menanggung satu hingga dua orang anak. Konsumsi rumah tangga akan didominasi oleh pemenuhan kebutuhan anak seperti susu dan makanan pendamping, kebutuhan pendidikan dasar dan fasilitasnya seperti TK, SD dan SMP dan kebutuhan pemeliharaan kesehatan anak. 3.2 Situasi Kesehatan Akar Masalah Kesehatan Kesehatan merupakan salah satu hal terpenting dalam hal penentuan tingkat pembangunan manusia di suatu daerah. Ada tiga penyebab yang menjadi akar masalah kesehatan, antara lain adalah: Penyebab Mendasar. Penyebab Tak Langsung. Penyebab Langsung. Hal. 29

41 Penyebab Mendasar Yang menjadi penyebab mendasar untuk masalah kesehatan adalah masalah lingkungan. Masalah lingkungan tersebut bisa dilihat dari bagaimana kondisi dan fasilitas air bersih, bagaimana kondisi tempat buang air tinjanya, dan sanitasi. Dari data Susenas 2007 bisa dilihat beberapa masalah lingkungan tersebut. Berdasarkan tabel 1, bisa dilihat bahwa persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih sebagai sumber air minumnya sebesar 57,90 persen. Sedangkan rumah tangga yang tidak menggunakan air bersih sebagai sumber air minumnya ada sebesar 42,10 persen. Ini berarti masih ada hampir separuh dari penduduk Provinsi Papua Barat yang menggunakan sumber air minum selain air bersih. Jika ini berkelanjutan akan mengakibatkan dampak yang kurang baik terhadap tingkat kesehatan masyarakat. Hal. 30

42 Tabel 3.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum dirinci Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 Kabupaten/ Kota Perkotaan Air Bersih Bukan Air Bersih Perdesaan Air Bersih Bukan Air Bersih Air Bersih Kota dan Desa Bukan Air Bersih Fakfak 100,00 0,00 52,89 47,11 70,98 29,02 Kaimana 90,30 9,70 68,32 31,68 74,78 25,22 Teluk Wondama 52,05 47,95 52,05 47,95 Teluk Bintuni 84,97 15,03 11,88 88,12 23,38 76,62 Manokwari 81,37 18,63 58,25 41,75 64,48 35,52 Sorong Selatan 86,25 13,75 41,10 58,90 45,69 54,31 Sorong 11,28 88,72 11,28 88,72 Raja Ampat 59,81 40,19 59,81 40,19 Kota Sorong 87,89 12,11 72,11 27,89 86,33 13,67 PROVINSI PAPUA BARAT 88,56 11,44 46,01 53,99 57,90 42,10 Sumber: Hasil Pengolahan Susenas 2007 Kabupaten/kota yang lebih dari 50 persen penduduknya menggunakan sumber air minum selain air bersih dan perlu mendapatkan perhatian yaitu Kabupaten Teluk Bintuni (76,62 persen) dan Kabupaten Sorong (88,72 persen). Hal. 31

43 Tabel 3.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Pembuangan Air Tinja dirinci Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 Kabupaten/ Kota Tangki/SPAL Tempat Pembuangan Air Tinja Kolam/sawah Sungai/ danau/ laut Lobang tanah Pantai/tanah lapang/kebun Fakfak 42,32 7,81 37,97 11,02 0,88 100,00 Kaimana 34,18 9,97 29,62 26,23 100,00 Teluk Wondama 5,47 2,34 45,31 12,11 34,77 100,00 Teluk Bintuni 25,26 1,16 19,81 32,73 11,28 9,76 100,00 Manokwari 48,35 1,28 10,93 12,99 21,53 4,92 100,00 Sorong Selatan 52,96 0,54 9,56 9,23 17,38 10,32 100,00 Sorong 37,84 4,32 7,03 41,62 9,19 100,00 Raja Ampat 32,81 0,52 9,90 10,42 41,67 4,69 100,00 Kota Sorong 81,30 3,61 4,21 5,46 5,11 0,30 100,00 PROVINSI PAPUA BARAT Sumber: Hasil Pengolahan Susenas 2007 Lainnya Total 50,03 1,86 10,21 18,40 16,28 3,21 100,00 Sedangkan untuk kondisi tempat buang air tinja dan sanitasi bisa dilihat dari kebiasaan masyarakat tentang tempat pembuangan air tinja. Karena dengan kondisi ini bisa diketahui seberapa besar kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan. Secara umum masyarakat di Papua Barat tempat pembuangan air tinjanya di tangki Hal. 32

44 atau SPAL (50,03 persen) dan sisanya adalah sawah/kolam, sungai, dll. Semua penyebab mendasar tersebut sebenarnya berawal dari kurangnya budaya hidup sehat dari masyarakatnya sendiri. Sebagus apa pun fasilitas yang tersedia, kalau dari masyarakatnya kurang ada kesadaran tentang pentingnya kesehatan, maka akan sia sia hasilnya. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor jarak atau keterisolasian. Sehingga menyebabkan kurang adanya masukan informasi kepada masyarakat bagaimana pola hidup sehat. Penyebab Tak Langsung Penyebab yang kedua ini lebih ke arah fasilitas sarana dan prasana kesehatan. Kurang tersedianya tenaga kesehatan, kurangnya kualitas tenaga kesehatan, dan minimnya sarana kesehatan yang memadai. Di Provinsi Papua Barat ketersediaan tenaga kesehatan sangatlah minim. Ini bisa dilihat dari jumlah dokter yang tersebar di 9 Kabupaten/Kota pada Tahun 2007 sebanyak 1197 orang, dan semuanya tersebar di 9 Kabupaten/Kota. Untuk Hal. 33

45 mengetahui sebarannya dan rasio dokter per penduduk, dapat dilihat di tabel 3.3. Tabel 3.3 Jumlah Penduduk, Jumlah Dokter, dan Rasio Dokter Penduduk di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Jumlah Dokter Rasio Doker Penduduk (1) (2) (3) (4) Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong PAPUA BARAT Sumber: BPS dan Dinas Kesehatan Prov. Papua Barat, 2007 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rasio dokter penduduk yang paling tinggi ada di Kota Sorong (1.864), yang berarti bahwa 1 dokter di Kota Sorong harus menangani kurang lebih orang penduduk. Sedangkan angka rasio Provinsi sendiri hampir seperti tiga dari kota Sorong, yaitu 598. Hal. 34

46 Berarti seorang dokter di Provinsi Papua Barat mempunyai beban menangani 598 orang. Penyebab Langsung Penyebab langsung dari masalah kesehatan, adalah penyebab yang langsung dialami oleh pasien yang berhubungan dengan hal pelayanan kesehatan dan perawatan. Karena dua hal tersebutlah yang langsung dirasakan oleh masyarakat. Penyebab inilah yang berpengaruh terhadap beberapa indikator kesehatan untuk penghitungan IPM, salah satunya adalah Angka Harapan Hidup (AHH), karena AHH mencerminkan derajat kesehatan manusia di suatu daerah Sarana Kesehatan Sarana kesehatan seperti penjelasan di atas sangat penting pengaruhnya terhadap derajat kesehatan masyarakat di suatu daerah. Di Provinsi Papua Barat tahun 2007 tercatat ada 12 rumah sakit, dengan rincian 5 rumah sakit pemerintah, 3 rumah sakit ABRI dan 4 rumah sakit swasta. Hal. 35

47 Gambar 3.5 Jumlah Rumah Sakit di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 Papua Barat Kota Sorong Raja Ampat Sorong Sorong Selatan Manokwari Teluk Bintuni Teluk Wondama Kaimana Fakfak Sumber : BPS Provinsi Papua Barat, Th Kemudian sarana kesehatan lainnya seperti yang tergambar pada gambar 3.6, puskesmas di Provinsi Papua Barat totalnya ada 76, puskesmas pembantu ada 334, dan balai pengobatan ada 15. Sedangkan untuk sarana kesehatan yang lainnya yang terdapat di Provinsi Papua Barat seperti posyandu ada sebanyak 886 unit, polindes ada 217 unit dan puskesmas keliling ada 69 unit, Hal. 36

48 dan hampir di seluruh kabupaten/kota terdapat fasilitas tersebut. Gambar 3.6 Jumlah Puskesmas, Pustu, dan Balai Pengobatan di Provinsi Papua Barat, Tahun Puskesmas Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, Th Derajat Kesehatan Masyarakat Puskesmas Pembantu Indikator kesehatan yang disajikan dalam publikasi ini adalah keluhan kesehatan, karena keluhan kesehatan merupakan ukuran tentang derajat kesehatan di suatu wilayah berdasarkan tingkat keluhan kesehatan dari masyarakat Balai Pengobatan Hal. 37

49 Gambar 3.7 Persentase Penduduk Yang Mengalami Keluhan Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 Indikator ini pun yang menunjukkan sehatnya suatu masyarakat dari sedikitnya angka sakit, sedangkan angka sakit itu sendiri tergantung dari ada tidaknya keluhan. Di dalam Susenas 2007 meskipun petugas lapangan tidak dibarengi oleh tenaga medis saat wawancara dalam pengumpulan datanya, namun dari pengakuan responden sudah dianggap representatif untuk menggambarkan keluhan dari suatu indikasi penyakit yang sudah sangat umum. Sehingga kategori keluhan sakit disesuaikan dengan pengakuan responden. Tidak Ada Ke luhan 67.91% Ada Keluhan 32.09% Ada Keluhan Sumber : Susenas 2007 Papua Barat Tidak Ada Keluhan Hal. 38

50 Berdasarkan gambar 3.7 dapat dilihat bahwa masyarakat Provinsi Papua Barat Tahun 2007 yang mengalami keluhan kesehatan ada sebanyak 32,09 persen dari total penduduk, sedangkan yang tidak mengalami keluhan kesehatan ada sebanyak 67, 91 persen dari total penduduk secara keseluruhan. Bila dibandingkan dengan tahun 2005 dan tahun 2006 lalu, tahun 2007 persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan meningkat sangat tinggi. Dari tahun 2004 tercatat sebesar 23,30 persen, kemudian di tahun 2006 menurun menjadi 22,13 persen. Tetapi dalam kurun waktu yang relatif singkat, kenaikan tersebut sangat tinggi menjadi 32,09 persen di tahun Ini berarti bahwa tingkat morbiditas di Provinsi Papua Barat relatif tinggi bila dibandingkan dengan angka kesakitan secara nasional yang mencapai angka 30,90 persen. Hal ini mungkin disebabkan beberapa fakta yang terjadi di Provinsi Papua Barat, seperti penderita penyakit malaria yang masih sangat tinggi, masih minimnya fasilitas sarana dan prasarana kesehatan di daerah pedalaman, dan mungkin juga dikarenakan pengetahuan dari penduduk tentang menjaga kesehatan masih sangat kurang. Hal. 39

51 Keluhan kesehatan yang dirasakan masyarakat bermacam macam, mulai dari panas, sakit kepala berulang, batuk, pilek, diare, asma, sakit gigi, dan keluhan kesehatan lainnya. Dari sejumlah keluhan kesehatan yang dirasakan masyarakat Provinsi Papua Barat, panas/demam merupakan keluhan kesehatan yang paling banyak diderita (47,04 persen). Salah satunya bisa disebabkan oleh penyakit malaria yang biasanya ditandai dengan demam. Kemudian disusul dengan keluhan penyakit batuk (45,01 persen) dan pilek (44,32 persen), dimana penyakit ini merupakan penyakit umum yang diderita masyarakat. Rata rata lama sakit dari masyarakat yang menderita sakit, persentase tertinggi kurang dari sama dengan 3 hari (49,98 persen), sedangkan masyarakat yang mengalami sakit lebih dari 3 hari hanya 50,02 persen. Kemudian cara atau metode pengobatan yang digunakan 58,11 persen berobat sendiri dan 39,68 persen berobat jalan, sedangkan sisanya menggunakan pengobatan tradisional. Pengobatan sendiri dilakukan dengan mengkonsumsi obat tradisonal (41,36 persen), obat modern (82,60 persen) dan 7,55 persen dengan pengobatan lainnya. Hal. 40

52 Masyarakat Provinsi Papua Barat dalam melakukan pengobatan terutama dengan cara berobat jalan lebih memilih puskesmas sebagai rujukan pertama untuk pengobatan (72, 73 persen), sedangkan untuk pengobatan ke rumah sakit pemerintah hanya 19,46 persen, 7,81 persen sisanya ke sarana kesehatan lainnya. Ini disebabkan ketersediaan fasilitas kesehatan yang terbatas di daerah kabupaten pemekaran, yang tersedia hanya puskesmas, dan puskesmas pembantu HIV/AIDS Penyakit lain yang perlu diwaspadai adalahhiv/aids. Virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh dan hingga saat ini belum ditemukan obatnya. Obat yang ada saat ini baru sebatas penghambat pertumbuhan virus HIV. Berdasarkan Surveilen Terpadu HIV/AIDS dan Prilaku (STHP) tahun 2006 di Tanah Papua, dimana Provinsi Papua Barat terwakili dengan 3 Kabupaten/Kota, yaitu Kota Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, dan Kabupaten Teluk Bintuni, menyatakan bahwa prevalensi penderita HIV/AIDS Hal. 41

53 di Kabupaten Sorong sangat tinggi, hampir mendekati 4 persen. Gambar 3.8 Prevalensi HIV di Tanah Papua, Tahun % 4.5% 4.0% 3.5% 3.0% 2.5% 2.0% 1.5% 1.0% 0.5% 0.0% Sorong selatan Prevalensi HIV di Tanah Papua, Menurut Kabupaten/Kota Tertentu Jayawijaya Paniai Teluk bintuni Kota jayapura Sumber : STHP Tanah Papua Tahun Kondisi Pendidikan Salah satu tujuan pembangunan nasional yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, kemudian pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Amanat ini kemudian dituangkan pula secara khusus dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Mappi Yapen Pegunungan Jayapura Kota. sorong waropen bintang Hal. 42

54 Pendidikan Nasional (sisdiknas) Bab IV Bagian 1 pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Kedua ayat ini secara jelas memberikan kesempatan yang sama kepada semua pihak untuk mendapatkan pendidikan yang seluas luasnya. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk memajukan pendidikan, mulai Inpres Nomor 10 Tahun 1971 tentang Pembangunan Sekolah Dasar. Puluhan ribu gedung sekolah dasar telah dibangun dan puluhan ribu guru sekolah dasar diangkat agar pemerataan kesempatan belajar untuk jenjang sekolah dasar dapat dilaksanakan dengan murah, dari kota sampai ke desa desa. Semua warga negara, kaya atau miskin, diberi kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan dasar sembilan tahun yang biayanya dapat dijangkau bahkan dibebaskan untuk golongan miskin. Gerakan Wajib Belajar (wajar) juga merupakan upaya yang dilakukan untuk mencerdaskan bangsa, pada pertengahan tahun 1980 an pemerintah mencanangkan Program Wajib Belajar 6 Tahun (Tingkat SD), diteruskan dengan Program Wajib Belajar 9 Tahun (Tingkat SLTP) pada Hal. 43

55 pertengahan tahun 1990 an. Maksud dan tujuan pelaksanaan wajib belajar adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan masyarakat. Dalam UU Sisdiknas 2003 pasal 6 disebutkan bahwa setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan dasar adalah pendidikan yang berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat (pasal 17 UU Sisdiknas 2003). Dalam upaya mempercepat tercapainya gerakan pendidikan wajib belajar sembilan tahun, pada tahun 2006 pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden RI Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara (PWPPBA). Berbagai lini institusi terkait dilibatkan dalam upaya gerakan pendidikan dasar sembilan tahun dan pemberantasan buta aksara. Hal. 44

56 Target yang ingin dicapai dalam Inpres No. 5 tahun 2006 antara lain adalah: a. Meningkatkan persentase peserta didik Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/ pendidikan yang sederajat terhadap penduduk usia 7 12 tahun atau Angka Partisipasi Murni (APM sekurangkurangnya menjadi 95 persen pada akhir tahun b. Meningkatkan persentase peserta didik Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah/pendidikan yang sederajat terhadap penduduk usia tahun atau Angka Partisipasi Kasar (APK) sekurang kurangnya menjadi 95 persen pada akhir tahun c. Menurunkan persentase penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas atau sekurang kurangnya menjadi 5 persen pada akhir tahun Angka partisipasi sekolah yang merupakan salah satu indikator pendidikan menunjukkan perkembangan yang positif dari tahun ke tahun. Hal ini juga tidak lepas dari upaya pemerintah dan masyarakat yang sadar pendidikan. Hal. 45

57 Pemerintah bahkan telah menyatakan keseriusannya di dunia pendidikan dengan mencantumkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) seperti yang dicantumkan dalam amanat konstitusi amandemen UUD 1945 yang kemudian ditegaskan lagi dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 49 ayat (1) bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan, dialokasikan minimal 20 persen dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD. Suatu angka yang fantastik yang sebelumnya angka tersebut tidak pernah lebih dari lima persen. Namun demikian, walau realisasinya saat ini belum mencapai angka dua puluh persen, penetapan peningkatan anggaran pendidikan memberikan harapan besar akan keberhasilan dunia pendidikan yang tidak lain untuk memajukan pendidikan bangsa. Untuk melihat perkembangan dan situasi pendidikan serta dalam rangka mengevaluasi kebijakan program program pemerintah perlu didukung data statistik yang akurat dan mutakhir sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan yang harus Hal. 46

58 dicapai. Secara keseluruhan, publikasi ini menyajikan informasi berbagai aspek dalam dunia pendidikan yang sangat bermanfaat sebagai bahan kebijakan pembangunan bidang pendidikan di Papua Barat. Dalam jangka pendek, informasi yang disajikan dalam publikasi ini dapat digunakan sebagai arah penyusunan berbagai upaya penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sesuai dengan target yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 dan Inpres No. 5 Tahun Semua upaya yang dilakukan pemerintah tersebut sematamata hanya untuk mendukung dan mewujudkan keberhasilan pembangunan pendidikan Angka Buta Huruf Dewasa (ABHD) Salah satu indikator keberhasilan pembangunan pendidikan adalah tingkat buta huruf dewasa atau ABHD. ABHD mengindikasikan tingkat kebutuhan kebijakan dan upaya dalam mengorganisasi program melek huruf dewasa dan kualitas pendidikan dasar. Berdasarkan data hasil susenas 2006, ABHD sebesar 11,45 persen. Sedangkan untuk tahun 2007, indikator ini mengalami penurunan yaitu menjadi 10,10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan Hal. 47

59 Gambar 3.9 Angka Buta Huruf Dewasa (ABHD) menurut Tipe Daerah, 2006 dan persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang tidak dapat membaca dan menulis huruf Latin atau huruf lainnya Angka Buta Huruf K Sumber: Hasil pengolahan data Susenas Kor, Berdasarkan tipe daerah, ABHD di daerah perdesaan sebesar 14,23 persen, lebih tinggi jika dibandingkan dengan di daerah perkotaan yang hanya sebesar 1,73 persen. Dari Gambar 3.9 terlihat bahwa secara umum terjadi penurunan ABHD dari tahun 2006 baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Penurunan ini merupakan indikasi perbaikan ke arah yang positif dan berarti kebijakan D 2006 K+D Hal. 48

60 pemerintah yang diterapkan sudah perlu ditingkatkan lagi. tepat namun 0.86 L Gambar 3.10 Angka Buta Huruf Dewasa (ABHD) menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah, 2006 dan Kota P L Tahun Desa Sumber: Hasil pengolahan dataa Susenas Kor, Selanjutnya, ABHD penduduk perempuan pada tahun 2007 sekitar 13,20 persen, lebih rendah jika dibandingkan dengann penduduk perempuan pada tahun 2006 yang sekitar 14,14 persen. Penurunan juga terjadi pada ABHD penduduk laki lalu pada tahun 2007 turun menjadi 7,15 persen. Penurunan itu menunjukkan indikasi yang baik karena semakin kecil ABHD maka semakin kecil pula laki dimana pada tahun 2007 sebesar 8,77 persen P L Tahun K+D P Hal. 49

61 persentase penduduk yang tidak dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. Sedangkan jika membandingkan menurut jenis kelamin, maka ABHD perempuan pada tahun 2007 sebesar 13,20 persen dan hampir dua kali lipat lebih tinggi dibanding dengan penduduk laki laki yang hanya 7,15 persen. Pada tahun yang sama, di daerah perdesaan ada sekitar 10,06 persen penduduk laki laki dan 18,79 persen penduduk perempuan usia 15 tahun ke atas yang buta huruf. Sementara itu, di daerah perkotaan ada sekitar 0,88 persen penduduk laki laki dan 2,56 persen penduduk perempuan yang buta huruf. Dari gambaran di atas terlihat bahwa masih terjadi kesenjangan antara penduduk laki laki dan penduduk perempuan dalam kemampuan membaca dan menulis di Papua Barat baik di daerah perdesaan maupun di daerah perkotaan. Pada tingkat kabupaten, masih ada lima kabupaten yang memiliki ABHD cukup tinggi yaitu di atas 10 persen. Kabupaten tersebut yaitu Manokwari (19,65 persen), Teluk Bintuni (19,62 persen), Teluk Wondama (18,98 persen), Sorong (12,37) dan Raja Ampat (10,25 persen). Hal. 50

62 Gambar 3.11 Rata Rata Lama Sekolah (tahun) menurut Jenis Kelamin, Tahun Rata Rataa Lama Sekolah Indikator lain yang digunakan untuk melihat tingkat pendidikan adalah rata rata lama sekolah yang secara umum menunjukkan jenjang pendidikan yang telah dicapai oleh penduduk usia 15 tahun ke atas. Berdasarkan data susenas 2007, rata rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas pada tingkat provinsi sedikit meningkat menjadi 8,00 tahun seperti yang tergambar di Gambar Ini berarti secara rata rata penduduk usia 15 tahun ke atas di Papua Barat baru menempuh pendidikan sampai kelas 2 SMP. Rata rata lama sekolah 7.60 L Indeks Pembangunan Manusia 2007 P L+P 8.00 Sumber: Hasil pengolahan data Susenas Kor, Hal. 51

63 Rata rata lama sekolah penduduk laki laki juga lebih tinggi daripada penduduk perempuan yaitu masing masing sebesar 8,33 tahun dan 7,63 tahun. Untuk tingkat kabupaten/kota, rata rata lama sekolah tertinggi tercatat Kota Sorong yaitu mencapai 9,50 tahun dengan rata rata lama sekolah penduduk laki laki sebesar 9,79 tahun dan penduduk perempuan sebesar 9,23 tahun. Ini berarti secara rata rata penduduk laki laki di Kota Sorong sudah mengenyam bangku pendidikan hingga kelas 1 SMA, sedangkan penduduk perempuan baru mengenyam pendidikan hingga kelas 3 SMP. Rata rata lama sekolah terendah terdapat di Kabupaten Raja Ampat yaitu sebesar 5,65 tahun atau setara dengan kelas 6 SD. Rata rata lama sekolah penduduk laki laki di kabupaten tersebut baru mencapai 6,02 tahun dan perempuan 5,23 tahun. Ini berarti secara rata rata penduduk laki laki di Kabupaten Raja Ampat baru mengenyam pendidikan hingga kelas 6 SD sedangkan penduduk perempuan baru mengenyam pendidikan hingga kelas 5 SD. Hal. 52

64 3.3.3 Angka Partisipasi Sekolah Indikator lain keberhasilan pembangunan Masih ada sekitar 8 persen pendidikan adalah Angka Partisipasi Sekolah (APS). penduduk usia Indikator ini dapat digunakan untuk mengetahui 7 12 tahun dan seberapa banyak penduduk usia sekolah yang 14 persen penduduk usia sudah dapat memanfaatkan fasilitass pendidikan tahun Berdasarkan data hasil susenas 2006, APS di Papua yang belum menikmati Barat cukup tinggi untuk kelompok umur 7 12 dan pendidikan atau tahun yaitu masing masing sebesar 98,12 bahkan tidak persen dan 97, 28 persen. Namun untuk tahun 2007, bisa lagi menikmati APS Papua Barat untuk kelompok umur tersebut pendidikan mengalami penurunan yaitu masing masing sebesar dalam hal ini 92, 64 persen dan 87,58 persen. putus sekolah Indeks Pembangunan Manusia Gambar 3.12 Angka Partisipasi Sekolah menurut Kelompok Umur, 2006 dan Sumber: Hasil pengolahan data Susenas Kor, Hal. 53

65 Kondisi tersebut menunjukkan bahwa masih ada sekitar 8 persen penduduk usia 7 12 tahun dan 14 persen penduduk usia tahun yang belum menikmati pendidikan atau bahkan tidak bisa lagi menikmati pendidikan dalam hal ini putus sekolah. Penurunan APS yang cukup signifikan terjadi pada kelompok umur tahun dimana APS pada tahun 2006 sebesar 78,90 persen kemudian turun pada tahun 2007 menjadi 57,84 persen. Penurunan juga terjadi pada kelompok umur tahun dimana pada tahun 2006 sebesar 15,77 persen kemudian turun menjadi 14,46 persen. Penurunan APS selama periode menunjukkan adanya kemunduran di bidang pendidikan, terutama yang berkaitan dengan upaya memperluas jangkauan pelayanan pendidikan. Pada tingkat kabupaten/kota, APS tertinggi untuk masing masing kelompok umur 7 12, 13 15, dan tahun berada di Kabupaten Fakfak (97,86 persen), Kabupaten Kaimana (95,63 persen), Kota Sorong (76,85 persen) dan Kabupaten Sorong Selatan (24,77 persen). Kemudian untuk APS terendah untuk 7 12 dan 13 Hal. 54

66 15 tahun berada di Kabupaten Manokwari yaitu masing masing sebesar 88,10 persen dan 82,14 persen. sedangkan untuk APS terendah pada kelompok umur dan berada di Kabupaten Raja Ampat yaitu masing masing sebesar 25,00 persen dan 2,03 persen Angka Partisipasi Murni Angka partisipasi murni mengukur perbandingan anak yang bersekolah tepat waktu, yang dibagi menjadi empat kelompok jenjang pendidikan yaitu SD untuk penduduk usia 7 12 tahun, SMP untuk penduduk usia tahun, SMA untuk penduduk usia tahun dan Perguruan Tinggi untuk penduduk usia tahun. Pada saat ini pemerintah telah melaksanakan program wajib belajar 9 tahun dengan sasaran dari program tersebut adalah anak anak usia 7 12 tahun (SD) dan tahun (SMP). Dari Tabel 3.4 terlihat bahwa selama periode terjadi peningkatan APM di Papua Barat hampir di semua jenjang pendidikan kecuali jenjang pendidikan SMP yang mengalami sedikit penurunan. Kenaikan yang signifikan terjadi Hal. 55

67 pada jenjang pendidikan PT dimana pada tahun 2007 yaitu sebesar 7,36 persen meningkat hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 4,03 persen. Tabel 3.4 Angka Partisipasi Murni menurut Jenis Kelamin, Tipe Daerah dan Jenjang Pendidikan, Tahun Tipe Daerah/Jenis Kelamin Jenjang Pendidikan SD SMP SMA PT (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Perkotaan L 91,01 92,71 83,11 68,03 70,05 69,05 6,11 8,47 p 89,06 91,98 82,61 77,99 66,52 69,64 7,28 12,62 L+P 90,06 92,36 82,84 73,34 68,13 69,38 6,72 10,75 Perdesaan L 87,60 92,08 45,16 40,85 19,21 33,88 3,02 6,88 p 87,36 85,57 44,34 45,23 21,74 34,33 2,02 4,44 L+P 87,49 89,14 44,77 43,05 20,44 34,11 2,47 5,62 K+D L 88,46 92,23 53,39 48,81 33,83 43,52 4,19 7,40 p 87,83 87,31 54,52 55,65 36,76 45,98 3,88 7,34 L+P 88,16 89,97 53,94 52,32 35,31 44,80 4,03 7,36 Sumber: Hasil pengolahan data Susenas Kor, Bila dilihat berdasarkan tipe daerah, APM tingkat SD pada tahun 2007 di daerah perkotaan Hal. 56

68 (92,36 persen) lebih tinggi dibanding dengan di daerah perdesaan (89,14 persen). Begitu pula APM penduduk laki laki di daerah perkotaan (92,71 persen) lebih tinggi dibanding dengan penduduk perempuan (91,98 persen). Namun pada jenjang pendidikan SMP dan SMA terjadi perbedaan yang cukup tinggi antara daerah perkotaan dan daerah perdesaan. Pada jenjang pendidikan SMP tahun 2007, APM di daerah perkotaan tercatat sebesar 73,34 persen sedangkan di daerah perdesaan baru mencapai 43,05 persen. Sementara untuk jenjang pendidikan SMA pada tahun yang sama, APM daerah perkotaan mencapai 69,38 persen sedangkan di daerah perdesaan baru sekitar 34,11 persen atau setengah dari APM di daerah perkotaan. Bila dilihat berdasarkan kabupaten/kota, maka APM tertinggi untuk jenjang pendidikan SD dan PT yaitu Kabupaten Sorong Selatan (97,14 persen dan 13,93 persen), sedangkan untuk jenjang pendidikan SMP dan SMA yaitu Kota Sorong (68,84 persen dan 68,84 persen). Kemudian, kabupaten/kota yang memiliki APM terendah untuk jenjang pendidikan SD yaitu Kabupaten Manokwari sebesar 83,99 persen. Sedangkan kabupaten/kota Hal. 57

69 yang memiliki APM terendah untuk jenjang pendidikan SMP dan SMA yaitu Kabupaten Raja Ampat masing masing sebesar 15,22 persen dan 6,25 persen. Selanjutnya untuk jenjang pendidikan PT, ada dua kabupaten yang tidak mempunyai nilai dalam hal ini tidak ada penduduk usia tahun yang bersekolah pada jenjang pendidikan PT Angka Putus Sekolah Angka putus sekolah merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan. Indikator ini menggambarkan kemampuan penduduk usia sekolah untuk menyelesaikan suatu jenjang pendidikan tertentu. Angka putus sekolah yang mencerminkan anak anak usia sekolah yang sudah tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu sering pula digunakan sebagai indikator berhasil/tidaknya pembangunan di bidang pendidikan. Penyebab utama putus sekolah antara lain karena kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan anak, kondisi ekonomi orang Hal. 58

70 tua yang miskin dan keadaan geografis yang kurang menguntungkan. Tabel 3.5 menyajikan angka putus sekolah pada tahun Tabel 3.5 Angka Putus Sekolah menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Kelompok Umur, Tahun 2007 Tipe Daerah/Jenis kelamin Perkotaan Sumber: Hasil pengolahan data Susenas Kor, 2007 Kelompok Umur (1) (2) (3) (4) Laki laki 0,11 0,13 2,76 Perempuan 0,22 1,38 3,47 L+P 0,33 1,51 6,23 Perdesaan K+D Laki laki 0,22 3,09 15,73 Perempuan 1,56 3,36 16,86 L+P 0,22 3,09 15,73 Laki laki 0,33 3,21 18,48 Perempuan 1,78 4,74 20,34 L+P 2,11 7,95 38,82 Hal. 59

71 Tabel 3.6 Angka Putus Sekolah menurut Kabupaten/kota dan Jenis Kelamin dan kelompok Umur Tahun 2007 Kelompok Umur Kabupaten/ Kotamadya L P L+P L P L+P L P L+P (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Fakfak 0,00 2,14 2,14 3,44 6,87 10,31 15,76 15,76 31,52 Kaimana 0,00 1,12 1,12 3,33 1,04 4,37 15,27 17,07 32,34 Teluk Wondama 0,54 1,08 1,62 2,41 2,41 4,82 19,18 24,66 43,84 Teluk Bintuni 0,00 1,14 1,14 2,02 10,12 12,15 32,36 28,43 60,79 Manokwari 0,46 2,77 3,24 3,35 2,23 5,58 16,40 20,41 36,81 Sorong Selatan 0,00 2,14 2,14 3,61 5,42 9,03 4,37 17,47 21,83 Sorong 0,00 0,82 0,82 8,11 5,41 13,51 38,64 25,00 63,64 Raja Ampat 1,59 1,59 3,17 6,52 4,35 10,87 25,00 50,00 75,00 Kota Sorong 0,60 1,46 2,06 0,00 6,16 6,16 10,24 12,91 23,15 Papua Barat 0,33 1,78 2,11 3,21 4,74 7,95 18,48 20,34 38,82 Sumber: Hasil pengolahan data Susenas Kor, 2007 Pada Tabel 3.5 terlihat bahwa angka putus sekolah tertinggi berada pada kelompok umur tahun atau putus sekolah pada jenjang pendidikan SMA yaitu sebesar 38,82 persen. Sedangkan angka putus sekolah terendah berada pada kelompok umur 7 12 tahun sebesar 2,11 persen. Lalu untuk kelompok umur tahun sebesar 7,95 persen. Hal. 60

72 Jika melihat berdasarkan jenis kelamin, maka angka putus sekolah perempuan lebih tinggi dibanding dengan laki laki untuk semua kelompok umur dan tipe daerah. Hal ini menunjukkan masih adanya kesenjangan antara laki laki dan perempuan dalam bidang pendidikan. Pada Tabel 3.5 dapat terlihat bahwa berdasarkan tipe daerah, maka angka putus sekolah di daerah perdesaan lebih tinggi dibanding dengan daerah perkotaan untuk kelompok umur tahun dan tahun. Sedangkan angka putus sekolah untuk kelompok umur 7 12 tahun di daerah perkotaan (0,33 persen) lebih tinggi dibanding dengan daerah perdesaan (0,22 persen). Selanjutnya pada Tabel 3.6 menyajikan angka putus sekolah pada tingkat kabupaten. Pada tingkat kabupaten, angka putus sekolah tertinggi untuk masing masing kelompok umur 7 12 tahun, tahun dan tahun berada pada Kabupaten Manokwari (3,24 persen), Kabupaten Sorong (13,51 persen) dan Kabupaten Raja Ampat (75 persen). Sedangkan angka putus sekolah terendah untuk masing masing kelompok umur 7 12 tahun,13 15 tahun dan tahun berada pada Kabupaten Sorong (0,82 persen), Kabupaten Hal. 61

73 Kaimana (4,37 persen) dan Kabupaten Sorong Selatan (21,83 persen) Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Pendidikan yang ditamatkan seseorang secara langsung menunjukkan tingkat pendidikan yang dicapainya. Indikator ini juga diperlukan untuk melihat perkembangan pembangunan di bidang pendidikan. Indikator ini untuk mengetahui tingkat kulaitas pendidikan penduduk dengan menggunakan pendidikan dasar sebagai batasan minimal. Dengan demikian semakin besar persentase penduduk berpendidikan SD ke atas semakin tinggi kualitas pendidikan penduduk. Sejalan dengan itu, pola dan distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan tang ditamatkan dapat menggambarkan taraf pendidikan penduduk secara keseluruhan. Semakin tinggi persentase penduduk yang menamatkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi menunjukkan kondisi pendidikan penduduk yang semakin membaik. Hal. 62

74 Tabel 3.7 menyajikan persentase penduduk menurut jenjang pendidikan yang ditamatkan, tipe daerah dan jenis kelamin. Dari Tabel 3.7 juga terlihat bahwa persentase penduduk yang menamatkan suatu jenjang pendidikan cenderung semakin kecil sejalan dengan makin meningkatnya jenjang pendidikan terkecuali untuk jenjang pendidikan SMA. Persentase penduduk yang tamat SD sederajat dan SMP sederajat berturut turut sebesar 26,17 persen dan 18,94 persen. Sedangkan berdasarkan tipe daerah, persentase penduduk di daerah perkotaan yang menamatkan pendidikan hampir di semua jenjang pendidikan kecuali SD sederajat lebih tinggi dibandingkan dengan di penduduk di daerah perdesaan. Kenyataan di atas menunjukkan bahwa kualitas tingkat pendidikan penduduk di daerah perkotaan lebih baik dibanding daerah perdesaan. Namun sebaliknya, persentase penduduk yang tidak/belum pernah sekolah dan belum tamat SD di daerah perdesaan lebih tinggi dibanding dengan di daerah perkotaan. Hal. 63

75 Tabel 3.7 Persentase Penduduk Berumur 5 tahun ke atas menurut Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin Tahun 2007 Sumber: Hasil pengolahan data Susenas Kor, Kondisi Perekonomian Situasi perekonomian secara makro di Provinsi Papua Barat pada tahun 2007 tercermin dari besarnya Nilai Tambah Bruto (NTB) yang diperoleh dari aktivitas ekonomi selama satu tahun, atau biasa dikenal dengan istilah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Tren positif dari perkembangan PDRB dari tahun 2000 sampai Hal. 64

76 dengan tahun 2007 menunjukkan kondisi yang menggembirakan. Total PDRB Provinsi Papua Barat pada tahun 2007 bernilai 10,37 Triliun Rupiah atas dasar harga berlaku dan 5,93 Triliun Rupiah dihitung atas dasar harga konstan. Bila tanpa memperhitungkan subsektor migas, besarnya PDRB atas dasar harga berlaku bernilai 7,45 Triliun Rupiah dan atas dasar harga konstan sebesar 4,57 Triliun Rupiah. Sehingga dapat dikatakan kontribusi subsektor migas di Provinsi Papua Barat cukup signifikan, yaitu sebesar 28,14 persen dari total PDRB Provinsi Papua Barat. Kontributor terbesar dari PDRB Provinsi Papua Barat berada di sektor pertanian, dengan share sebesar 26,64 persen. Sektor tersebut selalu menjadi penyumbang nilai tambah terbesar sejak tahun 2000, namun secara berkala sektor ini semakin menurun produktivitasnya. Kondisi pada tahun 2007, sumbangan sektor pertanian berada pada nilai terendah sejak tahun 2000 yang memberikan share 32,34 persen. Sedangkan sektor bangunan; perdagangan, hotel, dan restoran; dan jasa jasa terus menunjukkan peningkatan yang konsisten menjadi penyumbang terbesar setelah sektor pertanian. Hal. 65

77 Penurunan secara berangsur angsurnya sektor pertanian dan kenaikan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun pada sektor bangunan; perdagangan, hotel, dan restoran; dan jasa jasa di dalam memberikan nilai tambah pada PDRB menunjukkan adanya sebuah pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer/pertanian (agriculture) ke sektor sekunder (manufacture) dan sektor tersier (jasa jasa/services). Perkembangan PDRB Provinsi Papua Barat dengan dan tanpa migas, dihitung berdasarkan ADHB dan ADHK tahun , secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut: Tabel 3.8 PDRB Provinsi Papua Barat ADHB dan ADHK dengan Migas dan Tanpa Migas (Juta Rupiah) Tahun Dengan Migas Sumber: PDRB Menurut Lapangan Usaha Prov Papua Barat 2007 Tanpa Migas ADHB ADHK ADHB ADHK ,957, ,957, ,817, ,817, ,333, ,089, ,183, ,996, ,796, ,297, ,617, ,221, ,555, ,627, ,137, ,448, ,576, ,969, ,669, ,665, ,913, ,307, ,427, ,915, ,945, ,548, ,367, ,204, ,369, ,934, ,452, ,566, Hal. 66

78 3.4.1 Pertumbuhan Ekonomi Regional Untuk menghitung pertumbuhan ekonomi di suatu daerah biasa digunakan pendekatan dengan membandingkan besarnya nilai tambah antar waktu menurut harga konstan. Dengan menggunakan dasar harga konstan dapat diketahui sejauh mana pertumbuhan riil dari suatu daerah yang menggambarkan kondisi perekonomian yang dapat diperbandingkan antar waktu dan antar daerah. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua Barat tahun 2007 adalah sebesar 6,95 persen pada PDRB dengan migas. Atau sebesar 5,55 Triliun Rupiah pada tahun 2006 menjadi 5,93 Triliun Rupiah pada tahun Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua Barat dari tahun adalah sebesar 49,95 persen atau terjadi kenaikan dari 3,95 Triliun Rupiah pada tahun 2000 menjadi 5,93 Triliun rupiah pada tahun Sedangkan rata rata pertumbuhan ekonomi dengan migas dari tahun di Provinsi Papua Barat adalah sebesar 5,97 persen. Bila subsektor migas dikeluarkan dari penghitungan (PDRB tanpa migas), pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat pada tahun 2007 adalah sebesar 8,61 persen, atau terjadi kenaikan Hal. 67

79 nilai tambah dari 4,20 Triliun Rupiah pada tahun 2006 menjadi 4,57 Triliun Rupiah padaa tahun Selanjutnya pertumbuhan ekonomi dari tahun pada PDRB tanpa migas yaitu sebesar 62, 08 persen. Sedangkan rata rata pertumbuhan ekonomi tanpaa migas dari tahun adalah sebesar 7,14 persen. Pertumbuhan ekonomi Papua Barat dengan dan tanpa migas tahun dapat dilihat pada gambar 3.13 berikut: Gambar 3.13 Pertumbuhan Ekonomi Regional Provinsi Papua Barat Tahun Sumber: PDRB Menurut Lapangan Usaha Prov Papua Barat 2007 Hal. 68

80 3.4.2 PDRB per Kapita PDRB per kapita merupakan ukuran yang cukup relevan dalam makro ekonomi untuk menggambarkan tingkat kemakmuran suatu wilayah pada tahun tertentu. Di Provinsi Papua Barat besarnya PDRB per kapita terus meningkat setiap tahunnya sejak tahun 2000 hingga tahun Pada tahun 2007 PDRB per kapita di Provinsi Papua Barat Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) mencapai 8,29 Triliun Rupiah untuk PDRB dengan migas. Atau terjadi kenaikan sebesar 2,82 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya (tahun 2006) yaitu sebesar 8,06 Triliun Rupiah. Sedangkan secara agregat dari tahun PDRB per kapita Provinsi Papua Barat mengalami kenaikan dari 6,93 Triliun Rupiah pada tahun 2000 menjadi 8,29 Triliun Rupiah pada tahun 2007, atau terdapat kenaikan sebesar 19,60 persen. Selain itu, angka rata rata pertumbuhan ekonomi pada PDRB dengan migas ADHK antara tahun yaitu sebesar 2,63 persen. Hal. 69

81 Tabel 3.9 PDRB per Kapita Serta Pertumbuhannya di Provinsi Papua Barat Tahun Tahun Petumbuhan PDRB per Kapita Ekonomi ADHK Dengan Dengan Tanpa Tanpa Migas Migas Migas Migas ,929, ,932, ,142, ,233, ,108, ,328, ,503, ,592, ,734, ,705, ,253, ,089, ,060, ,106, ,288, ,377, Sumber: PDRB Menurut Lapangan Usaha Prov Papua Barat 2007 Sementara untuk PDRB per kapita ADHK tanpa migas di Provinsi Papua Barat tercatat sebesar 6,38 Triliun Rupiah selama tahun Atau mengalami pertumbuhan sebesar 4,43 persen dibandingkan dengan kondisi periode sebelumnya (tahun 2006) yang mencapai 6,11 Triliun Rupiah. Pertumbuhan PDRB per kapita tanpa migas ADHK di Provinsi Papua Barat dari tahun adalah sebesar 29,28 persen, sedangkan rata rata pertumbuhan ekonomi dari tahun adalah sebesar 3,76 persen. Mengandung arti bahwa dalam setiap tahun selama tahun Hal. 70

82 pertumbuhan PDRB per kapita tanpa migas ADHK adalah sekitar 3,76 persen per tahun. Hal. 71

83 Bab IV Perkembangan Komponen IPM Perkembangan Kesehatan Dalam penyusunan IPM yang merupakan indeks komposit terbentuk melalui beberapa komponen untuk mengukur pembangunan manusia. Salah satu parameter dalam mengukur derajat kesehatan adalah dengan menggunakan indikator angka harapan hidup waktu lahir. Perkembangan Angka harapan hidup waktu lahir adalah rata rata lamanya harapan hidup seorang anak yang baru lahir jika keseluruhan pola mortalitas yang terjadi pada tahun tersebut secara tetap dipertahankan sepanjang kehidupan anak tersebut. Sejak mulai dihitung mulai tahun gambaran situasi perkembangan angka harapan hidup di kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Hal. 72

84 Tabel 4.1 Tabel Angka Harapan Hidup Provinsi Papua Barat Tahun Kabupaten/Kota Angka Harapan Hidup * (1) (2) (3) (4) Fakfak 69,0 69,1 69,2 Kaimana 68,8 68,8 68,8 Teluk Wondama 66,4 66,5 66,7 Teluk Bintuni 66,8 66,9 67,0 Manokwari 66,6 66,8 66,9 Sorong Selatan 65,5 66,0 66,0 Sorong 65,7 66,4 66,7 Raja Ampat 64,7 64,8 65,0 Kota Sorong 70,2 70,3 70,4 Papua Barat 66,9 67,3 67,4 Catatan: Tanda *) merupakan Angka Sementara Berdasarkan Tabel 4.1, menyatakan bahwa angka harapan hidup Provinsi Papua Barat dari tahun 2005 sampai 2007 cenderung mengalami peningkatan. Ini berarti tingkat kesehatan di Provinsi Papua Barat dari tahun 2005 mengalami perbaikan. Pada tahun 2005 tercatat angka harapan hidup Provinsi Papua Barat sebesar 66,9 tahun; mengalami kenaikan sebesar 0,4 poin pada tahun 2006 atau sebesar 67,3 tahun; sedangkan pada Hal. 73

85 tahun 2007 hanya mengalami peningkatan sebesar 0,1 poin atau sebesar 67,4 tahun. Jika dilihat menurut kabupaten/kota, Kota Sorong yang memiliki angka harapan hidup yang paling tinggi diantara delapan Kabupaten lainnya. Ini menandakan bahwa tingkat hidup masyarakatnya relatif baik dibandingkan dengan delapan kabupaten lainnya di Provinsi Papua Barat. Pada Tabel 4.2 dan tabel 4.3 menunjukkan bahwa daya hidup (life survival) dari anak anak yang pernah dilahirkan oleh wanita pernah kawin cukup tinggi. Dan ini dapat dilihat dari selisih ratarata anak yang dilahirkan hidup dan anak masih hidup kecil untuk semua kelompok umur. Hal. 74

86 Tabel 4.2 Persentase Wanita Berumur 10 Tahun atau Lebih Menurut Jumlah Anak Lahir Hidup menurut Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat Tahun 2007 Kabupaten/Kota Jumlah Anak Lahir Hidup Fakfak 7,23 18,36 26,75 14,31 13,36 7,30 6,20 6,50 Kaimana 9,99 18,04 20,46 16,57 15,10 7,42 3,37 9,05 Teluk Wondama 16,73 15,92 16,33 10,61 10,20 9,39 8,57 12,24 Teluk Bintuni 11,22 20,84 23,43 14,11 14,50 7,80 4,35 3,75 Manokwari 12,15 17,73 22,70 17,52 12,23 8,66 4,71 4,29 Sorong Selatan 8,59 12,47 19,53 14,59 14,00 13,88 10,71 6,24 Sorong 4,47 15,08 18,99 24,58 11,73 9,50 5,59 10,06 Raja Ampat 7,89 15,26 18,42 13,16 13,68 13,68 6,32 11,58 Kota Sorong 7,63 20,28 29,04 16,52 10,74 6,26 3,86 5,68 PAPUA BARAT 8,97 17,67 23,34 17,01 12,38 8,66 5,34 6,64 Sumber: Pengolahan Data susenas 2007 Papua Barat Tabel 4.3 Persentase Wanita Berumur 10 Tahun atau Lebih Menurut Jumlah Anak Masih Hidup menurut Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat Tahun 2007 Kabupaten/Kota Jumlah Anak Masih Hidup Fakfak 7,23 18,83 27,70 14,23 15,33 7,70 4,38 4,60 Kaimana 10,52 18,88 22,99 17,10 14,78 6,05 3,58 6,10 Teluk Wondama 16,73 17,96 15,92 11,84 11,43 9,80 8,16 8,16 Teluk Bintuni 12,94 22,14 21,27 14,54 14,07 6,94 4,35 3,75 Manokwari 12,47 19,59 22,38 18,22 13,69 7,45 3,76 2,44 Sorong Selatan 10,94 11,88 20,71 12,24 14,59 16,24 10,71 2,71 Sorong 5,03 15,64 21,23 26,26 12,85 7,82 6,70 4,47 Raja Ampat 7,89 17,89 17,37 14,21 14,21 13,68 7,37 7,37 Kota Sorong 7,92 21,51 29,33 17,68 9,22 7,20 3,28 3,86 PAPUA BARAT 9,54 18,83 23,74 17,65 12,75 8,46 5,02 4,01 Sumber: Pengolahan Data susenas 2007 Papua Barat Hal. 75

87 4.2 Perkembangan Pendidikan Perkembangan Angka Melek Huruf Angka melek huruf merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan serta digunakan untuk mengukur Indeks Pembangunan Manusia. Perkembangan angka melek huruf di Papua Barat dari tahun 2005 hingga tahun 2007 disajikan pada Gambar 4.1. Angka melek huruf selama periode tersebut terus menunjukkan peningkatan. Tercatat pada tahun 2005, angka melek huruf di Papua Barat sebesar 85,4 persen, setahun kemudian meningkat menjadi 88,6 persen kemudian pada tahun 2007, angka melek huruf di Papua Barat meningkat lagi menjadi 90,0 persen. Hal ini berarti bahwa 90 persen penduduk usia 15 tahun ke atas di Papua Barat dapat membaca dan menulis. Hal tersebut menunjukkan bahwa persentase penduduk yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya terus meningkat. Kondisi ini juga menunjukkan adanya Hal. 76

88 Gambar 4.1 Perkembangan Angka Melek Huruf (%) menurut Kabupaten/Kota Papua Barat peningkatan kualitas sumber daya manusia selama periode di Papua Barat. Jika melihat berdasarkan kabupaten/kota seperti yang tergambar pada gambar 4.1, maka selama periode di hampir semua kabupaten/kota terjadi peningkatan angka melek huruf kecuali di Kota Sorong yang stabil pada angka 99,10 persen. Sumber: Data DAU, Berdasarkan data DAU selama periode , AMH yang disajikan pada level kabupaten/kota terlihat bahwa Kota Sorong memiliki AMH tertinggi selama periode , angka tersebut stabil pada angka 99,10 persen. Hal. 77

89 Sedangkan Kabupaten Teluk Bintuni memiliki angka melek huruf terendah selama periode tersebut. Namun AMH di Kabupaten Teluk Bintuni terus menunjukkan indikasi peningkatan Perkembangan Rata Rata Lama Sekolah Rata rata lama sekolah juga merupakan indikator yang digunakan untuk melihat perkembangan pembangunan pendidikan. Indikator ini secara umum menunjukkan jenjang pendidikan yang telah dicapai oleh penduduk usia 15 tahun ke atas. Perkembangan rata rata lama sekolah selama periode disajikan dalam gambar 4.2. Dari gambar tersebut terlihat bahwa rata rata lama sekolah di Papua Barat pada tahun 2007 sebesar 7,7 tahun, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 7,2 tahun. Begitu pula dengan tahun 2005 yang memiliki angka yang sama dengan tahun Kondisi ini menunjukkan bahwa secara rata rata penduduk usia 15 tahun ke atas di Papua Barat mampu menempuh pendidikan pada kelas 2 SMP atau dengan kata lain penduduk tersebut putus sekolah pada kelas 2 SMP. Hal. 78

90 Gambar 6. Rata rata lama sekolah (thn) menurut Kabupaten/Kota di Papua Barat Tahun Pada Gambar 4.2 juga tersajikan rata rata lama sekolah pada tingkat kabupaten/kota. Pada tingkat kabupaten/kota selama periode , Kota Sorong memiliki rata rata lama sekolah yang tertinggi. Pada tahun 2007, rata rata sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas di Kota Sorong sebesar 10,6 tahun. Hal ini berarti penduduk usia 15 tahun ke atas di Kota Sorong mampu mengenyam pendidikan hingga kelas 2 SMA, meningkat dari tahun sebelumnya dimana penduduk usia 15 tahun ke atas di Kota Sorong hanya mampu mengenyam pendidikan sampai kelas 1 SMA. Sumber: Data DAU, Hal. 79

91 Kondisi di atas menunjukkan bahwa program wajib belajar 9 tahun sudah dapat dijalankan dengan baik di daerah ini. Sedangkan rata rata lama sekolah terendah pada tahun 2007 berada pada Kabupaten Teluk Bintuni yaitu sebesar 5,8 tahun berarti bahwa secara rata rata penduduk usia 15 tahun ke atas hanya mampu menempuh pendidikan hingga kelas 6 SD. Dalam hal ini program wajib belajar 9 tahun belum sepenuh tercapai Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity) Salah satu indikator dalam penyusunan IPM melalui indeks komposit yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata rata suatu daerah dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia adalah standar hidup yang diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli. Kemampuan daya beli memberikan gambaran tentang kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup agar dapat dikatakan memenuhi standar hidup layak. Dengan meningkatnya pendapatan seseorang diharapkan kemampuan daya beli akan meningkat pula, dengan prasyarat kenaikan pendapatan tidak dibarengi dengan Hal. 80

92 kenaikan harga barang dan jasa yang jauh lebih tinggi dari kenaikan pendapatan tersebut. Paritas daya beli Provinsi Papua Barat tahun 2007 adalah sebesar Rp , meningkat seiring dengan semakin tingginya kebutuhan hidup dibandingkan tahun 2006 yang mencatat paritas daya beli sebesar Rp ,. Kondisi tersebut juga meningkat dibandingkan dengan situasi pada tahun 2005 yang mempunyai paritas daya beli masyarakat sebesar Rp ,. Kenaikan paritas daya beli ini diperkirakan dipengaruhi oleh semakin membaiknya kondisi ekonomi penduduk sehingga dengan adanya kenaikan pendapatan tersebut mengakibatkan kemampuan masyarakat untuk mengakses pendidikan untuk melanjutkan sekolah dan mengakses fasilitas kesehatan menjadi semakin baik. Kenaikan paritas daya beli Provinsi Papua Barat ternyata juga diikuti oleh kenaikan indeks paritas daya beli. Indeks paritas daya beli pada tahun 2007 Provinsi Papua Barat sebesar 53,6 atau kondisi ini lebih baik bila dibandingkan dengan indeks paritas daya beli tahun 2005 dan 2006 yang masing masing mempunyai nilai indeks sebesar 51,8 dan 52,7. Hal. 81

93 BAB V PERKEMBANGAN IPM PROVINSI PAPUA BARAT Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, pencapaian IPM Provinsi Papua Barat menunjukkan pertumbuhan yang positif pada setiap tahunnya. Pada tahun 2005, IPM Provinsi Papua Barat mencapai 64,8 dan tumbuh secara signifikan menjadi 66,1 atau meningkat 1,3 poin pada tahun Kemudian pada tahun 2007 IPM Papua Barat juga mengalami pertumbuhan 1,0 poin dari setahun sebelumnya yaitu menjadi sebesar 67,1. Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, Provinsi Papua Barat telah mengalami peningkatan IPM sebesar 2,3 poin. Hal ini merupakan salah satu peningkatan yang cukup signifikan untuk selang waktu yang cukup singkat. Dengan sasaran pembangunan manusia yang dikembangkan oleh pemerintah daerah dan juga peran serta penduduk Papua Barat selama ini akan dapat lebih memacu lagi pertumbuhan IPM Papua Barat pada beberapa tahun ke depan. Hal. 82

94 Gambar 5.1 Boxplot IPM Papua Barat Tahun Perkembangan IPM Gambar boxplot di berikut merefleksikan sebaran besaran IPM kabupaten/kota se Provinsi Papua Barat pada tahun Semakin tinggi boxplot menunjukkan bahwa semakin besar pula kesenjangan besaran IPM antar kabupaten/kota, sedangkan semakin rendah boxplot menunjukkan bahwa semakin kecil kesenjangan besaran IPM antar kabupaten/kota. Data Boxplot IPM Provinsi Papua Barat ,7 66,9 65, ,1 74,3 60,9 60,9 60,1 60,1 Kesenjangan pencapaian IPM antar Kabupaten pada tahun 2005 besar. Rata rata IPM 2005 adalah 63,1. IPM terendah 60,1 untuk ,9 68,3 67,1 66,2 63,9 62, ,5 62, ,7 69,1 68,1 67, ,1 63,8 63,4 62,4 Hal. 83

95 Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Teluk Bintuni. IPM tertinggi dicapai Kota Sorong. Tabel 5.1 Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten/Kota Tahun Tahun IPM Fakfak Kaimana Teluk Wondama Teluk Bintuni Manokwari Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Kota Sorong Papua Barat Seiring dengan pemekaran Provinsi Papua Barat tahun 2006, kesenjangan capaian IPM antar kabupaten dapat diperkecil. Rata rata IPM meningkat menjadi 63,9 pada tahun 2006 dan 65 pada tahun IPM terendah masih di Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Bintuni. Kota Sorong tetap menjadi Kota dengan capaian IPM tertinggi di Provinsi Papua Barat. Adapun untuk Hal. 84

96 lebih jelasnya besaran IPM masing masing kabupaten/kota maupun provinsi pada tahun , dapat dilihat pada tabel 5.1 di atas. Jika dirinci berdasarkan kabupaten/kota, maka terlihat bahwa besaran IPM masing masing kabupaten/kota juga mengalami pertumbuhan yang positif pada setiap tahunnya. Beberapa kabupaten yang mengalami pertumbuhan IPM yang cukup signifikan pada tahun 2006 yaitu IPM Kabupaten Teluk Bintuni meningkat 2,8 poin, IPM Kabupaten Teluk Wondama meningkat 2,4 poin, IPM Kabupaten Manokwari meningkat 2,1 poin dan IPM Kabupaten Raja Ampat tumbuh 1,4 poin dari tahun sebelumnya. Sedangkan lima kabupaten/kota lainnya hanya mengalami pertumbuhan di bawah 1,0 poin terhadap tahun Walaupun IPM kabupaten/kota pada tahun 2007 tetap mengalami pertumbuhan yang positif terhadap tahun sebelumnya, tetapi terdapat beberapa kabupaten yang mengalami perlambatan pertumbuhan. IPM kabupaten yang mengalami perlambatan pertumbuhan pada tahun 2007 yaitu IPM Kabupaten Manokwari hanya tumbuh 1,1 poin, IPM Kabupaten Teluk Wondama hanya tumbuh 0,9 poin, IPM Kabupaten Teluk Bintuni tumbuh 0,9 poin Hal. 85

97 dan IPM Kabupaten Raja Ampat tumbuh 0,1 poin terhadap tahun sebelumnya. Lima kabupaten/kota lainnya mengalami percepatan pertumbuhan pada tahun 2007 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang tumbuh antara 0,8 1,1 poin. Pada gambar di atas terlihat bahwa besaran IPM Provinsi Papua Barat merepresentasikan besaran IPM keseluruhan kabupaten/kota. Oleh karena itu, besar atau kecilnya besaran IPM kabupaten/kota sangat mempengaruhi besaran IPM provinsi. Jika selama periode tahun besaran IPM kabupaten/kota dibandingkan dengan besaran IPM provinsi, maka terdapat empat kabupaten/kota yang besarannya relatif lebih tinggi terhadap IPM provinsi. Empat kabupaten/kota tersebut antara lain Kabupaten Fakfak, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Sorong dan Kota Sorong. Sehingga secara tidak langsung empat kabupaten/kota tersebut yang cukup mengangkat besaran IPM Provinsi Papua Barat. Hal. 86

98 5.2 Posisi Relatif IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Yang dimaksud posisi relatif IPM kabupaten/kota di sini adalah keterbandingan relatif antar masing masing besaran IPM kabupaten/kota se Provinsi Papua Barat pada tahun Adapun posisi relatif masing masing IPM kabupaten/kota akan diukur melalui kesamaan capaian IPM atau dengan mengukur jarak posisi IPM terhadap suatu besaran relatif yang telah ditentukan sebelumnya. Kabupaten/kota yang memiliki capaian IPM yang hampir sama dapat digabungkan ke dalam satu kelompok. Melalui proses ini diharapkan dapat membentuk lebih dari satu kelompok capaian IPM kabupaten/kota, sehingga nantinya dapat berguna untuk melihat posisi relatif capaian IPM. Dilihat kesamaan capaian IPM, posisi relatif kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok. Pertama, kelompok IPM bawah. Kelompok ini terdiri dari Kabupaten Teluk Wondama (3), Teluk Bintuni (4), Manokwari (5), Raja Ampat (8) dan Sorong Selatan (6). Capaian IPM di kelima kabupaten tersebut Hal. 87

99 Gambar 5.2 Posisi Relatif IPM Kab/Kota di Papua Barat Tahun kurang dari 65. Kelompok IPM Menengah terdiri dari Kabupaten Fakfak (1), Kaimana (2) dan Sorong(7). Capaian IPM di ketiga kabupaten ini antara 65 hingga 70. Kelompok IPM atas adalah IPM Kota Sorong (9). Capaian IPM Kota Sorong pada tahun lebih dari 70. Kemiripan 49,64 66,42 83,21 100,00 Posisi Relatif IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Observations Hasil dari pengelompokkan di atas memperlihatkan bahwa terdapat lima kabupaten yang harus lebih ditingkatkan kembali capaian sasaran pembangunan manusianya. Hal ini ditujukan agar kelima kabupaten tersebut dapat lebih bersaing dengan empat kabupaten/kota lainnya Hal. 88

100 Sebaliknya Kota Sorong sebagai daerah tingkat II yang memiliki capaian IPM tertinggi di Provinsi Papua Barat selama periode tahun , diharapkan dapat memberikan efek tetesan ke bawah atau secara tidak langsung dapat ikut memacu pencapaian sasaran pembangunan manusia di kabupaten kabupaten yang relatif tertinggal. Menurut klasifikasi UN, capaian IPM kabupaten/kota hanya masuk ke dalam dua kategori. Kota Sorong bersama Kabupaten Fakfak, Kaimana, dan Sorong masuk dalam kategori menengah atas. Kelima kabupaten lainnya termasuk kategori IPM menengah bawah. 5.3 Posisi Relatif IPM Kabupaten/Kota secara Nasional Selain perlu melihat keterbandingan pencapaian IPM pada tingkat regional, maka diperlukan juga melihat keterbandingan pencapaian IPM pada tingkat nasional. Hal ini berguna untuk melihat posisi relatif pencapaian IPM kabupaten/kota ataupun IPM provinsi terhadap pencapaian IPM daerah daerah lain baik pada Daerah Tingkat II maupun pada Daerah Tingkat I. Hal. 89

101 Capaian IPM kabupaten/kota di Papua Barat dilihat dari IPM kabupaten/kota se Indonesia belum menggembirakan. Kecuali Kota Sorong, peringkat IPM kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat di atas peringkat 250 dari 438 dan 459 kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2005 dan Provinsi Papua Barat sendiri menempati peringkat ke 30 dari 33 Provinsi di Indonesia pada tahun Dengan penambahan 21 kabupaten/kota baru di Indonesia pada tahun 2006, peringkat IPM kabupaten/kota di Papua Barat mengalami penurunan kecuali Kota Sorong. Peringkat IPM Kota Sorong 41 dari 438 kabupaten/kota tahun 2005 dan 41 dari 459 kabupaten/kota pada tahun Reduksi Shortfall Reduksi shortfall ditujukan untuk melihat kemajuan atau kemunduran dari pencapaian sasaran pembangunan manusia di suatu daerah selama kurun waktu tertentu. Dengan kata lain, melalui reduksi shortfall ini dapat dilihat kecepatan perkembangan IPM suatu daerah. Kecenderungan perkembangan IPM, jika semakin dekat ke arah tujuan (angka 100) maka Hal. 90

102 Gambar 5.3 Reduksi Shortfall IPM Kab/Kota di Papua Barat Tahun perkembangannya semakin lambat. Sebaliknya untuk IPM yang masih rendah maka perkembangan IPM untuk mencapai tujuan semakin cepat. Pada tahun 2006 terlihat bahwa reduksi shortfall Provinsi Papua Barat sebesar 3,54. Hal ini berarti bahwa pembangunan manusia di Papua Barat pada tahun 2006 telah mengurangi jarak tempuh IPM tahun 2005 untuk menuju IPM ideal sebesar 3,54 persen. Beberapa kabupaten menunjukkan reduksi shortfall yang cukup besar pada tahun 2006, di antaranya yaitu Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Hal. 91

103 Manokwari. Nilai reduksi shortfall yang cukup besar menandakan peningkatan IPM yang terjadi pada ketiga kabupaten tersebut lebih cepat jika dibandingkan dengan kabupaten/kota yang lainnya. Reduksi shortfall Provinsi Papua Barat pada tahun 2007 ternyata masih lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan IPM Papua Barat pada tahun 2007 lebih lambat daripada tahun Perlambatan peningkatan IPM Papua Barat tersebut dikarenakan perlambatan peningkatan IPM beberapa kabupaten. Kabupaten kabupaten yang mengalami perlambatan peningkatan IPM pada tahun 2007 antara lain Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Raja Ampat. Untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab melambatnya peningkatan IPM suatu daerah, maka dapat kita telaah lebih jauh menurut komponen penyusun IPM. Peningkatan IPM Provinsi Papua Barat pada tahun 2007 didukung oleh meningkatnya kualitas tingkat pendidikan, komponen pendapatan, serta terakhir kualitas kesehatan penduduk. Hal ini tercermin dari kenaikan IPM sebesar 1,0 poin (tahun ), yang merupakan hasil dari Hal. 92

104 peningkatan indeks komponen pendidikan sebesar 1,9 poin, indeks komponen pendapatan sebesar 0,9 poin dan indeks komponen harapan hidup sebesar 0,2 poin. Akan tetapi peningkatan IPM Papua Barat beserta komponen komponennya tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan yang terjadi pada tahun Adapun komponen yang menyebabkan perlambatan peningkatan IPM Papua Barat pada tahun 2007 adalah komponen harapan hidup/kesehatan yang meningkat 0,7 poin (tahun ) dan komponen pendidikan yang meningkat 2,1 poin (tahun ). Perlu diketahui bahwa komponen kesehatan dan pendidikan merupakan komponen yang kontribusinya sulit untuk dipacu menghasilkan peningkatan yang sifatnya spontan dan dapat dirasakan dalam waktu singkat. Berbeda halnya dengan komponen pendapatan yang kontribusinya dapat bertambah secara nyata sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi. Potensi tersebut cukup besar, karena indeks pendapatan Papua Barat pada tahun 2007 hanya sebesar 53,6 yang masih lebih rendah jika dibandingkan dengan capaian indeks pendidikan (77,0) maupun indeks kesehatan (70,7). Hal. 93

105 5.5 Analisis Kuadran Pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi tinggi tidak selalu membawa sebuah daerah untuk dapat menekan angka kemiskinan, apalagi bila tidak dibarengi dengan pemerataan distribusi pendapatan dalam masyarakat. Tingginya kemiskinan dan kesenjangan pendapatan juga dapat menghambat potensipotensi pertumbuhan ekonomi. Kemudian muncul paradigma baru yaitu pembangunan yang difokuskan pada orientasi investasi manusia yang memiliki komponen produktivitas, ekuitas, berkesinambungan dan pemberdayaan manusia. Semua komponen tersebut dimaksudkan untuk memanusiakan manusia agar memiliki pilihan dalam hidup dengan adanya persamaan hak dalam pendidikan dan kesehatan. Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, idealnya bila pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia berjalan secara sinergis. Pembanguan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi tinggi disertai dengan pemerataan pendapatan didukung oleh keberhasilan pembangunan manusia. Hal. 94

106 Berikut ini akan diketahui wilayah kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat berada diposisi mana dengan menggunakan grafik kudran. Disini akan dikelompokkan daerah daerah tersebut menurut keberhasilan dalam pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia. Walaupun secara global kabupaten/kota di kawasan timur Indonesia masih memiliki pembangunan manusia yang masih rendah dibandingkan kabupaten/kota yang ada di bagian barat dan tengah Indonesia. Pengelompokkan tersebut adalah dengan membandingkan keberhasilan pembangunan ekonomi yang diwakili dengan besarnya nilai tambah (PDRB) dan pembangunan manusia yang digambarkan dengan IPM. Namun pengelompokkan ini hanya terbatas pada lingkup yang masih sempit yaitu dengan membandingkan kedua hal tersebut antar kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat saja. Diagram pembanding akan dibagi menjadi empat kuadran (kriteria) yang terbagi oleh perpotongan sumbu X yaitu besarnya PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2007 dan sumbu Y adalah besarnya angka IPM. Besarnya koordinat titik potong pada sumbu X adalah besarnya ratarata PDRB Provinsi Papua Barat atas dasar harga berlaku tahun 2007, sedangkan koordinat sumbu Y Hal. 95

107 adalah besarnya IPM Provinsi Papua Barat yaitu sebesar 67,1. Kriteria pada kuadran kuadran tersebut adalah sebagai berikut: Kuadran I (Q 1 ): PDRB tinggi dan IPM tinggi Kuadran II (Q 2 ): PDRB rendah dan IPM tinggi Kuadran III (Q 3 ): PDRB rendah dan IPM rendah Kuadran IV (Q 4 ): PDRB tinggi dan IPM rendah Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh kondisi keberhasilan pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia dalam lingkup Provinsi Papua Barat yang tercermin pada gambar 5.3. Gambar 5.4 Posisi Kab/Kota di Papua Barat pada Kuadran PDRB dan IPM Tahun 2007 Hal. 96

108 Tampak pada gambar 5.3 semua kuadran terisi oleh set data kabupaten/kota. Kuadran I hanya diduduki oleh Kota Sorong dan Kabupaten Sorong. Kedua kabupaten/kota ini memiliki kategori mempunyai PDRB dan IPM yang tinggi dengan ciri Kota Sorong memiliki nilai IPM yang paling tinggi, sedangkan Kabupaten Sorong memiliki nilai tambah (PDRB) yang terbesar. Sedangkan pada kuadran III yang bercirikan mempunyai PDRB dan IPM yang rendah ternyata ditempati oleh empat kabupaten, yaitu Sorong Selatan, Teluk Bintuni, Teluk Wondama dan Raja Ampat. Kabupaten Manokwari yang memiliki PDRB yang relatif tinggi ternyata angka IPM nya masih relatif rendah. Hal ini menandakan bahwa pembangunan ekonomi tidak sebanding dengan pembangunan manusia, atau dengan kata lain pembangunan manusianya masih terabaikan. Sementara Kabupaten Kaimana yang merupakan kabupaten baru berasal dari pemekaran Kabupaten Fakfak ternyata memiliki pembangunan manusia yang lebih baik dibandingkan dengan empat kabupaten pemekaran lainnya. Bahkan Kaimana berada pada kuadran yang sama dan mempunyai ciri yang relatif sama dengan Kabupaten Fakfak Hal. 97

109 yang merupakan kabupaten induknya sebelum kabupaten tersebut berdiri sendiri. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan pembangunan ekonomi seringkali digunakan indikator pertumbuhan ekonomi. Bila pertumbuhan ekonomi dikombinasikan dengan capaian angka IPM akan diperoleh kelompokkelompok yang mempunyai pertumbuhan tertentu dengan tingkat capaian pembangunan manusianya. Hasil tinjauan dari sisi pertumbuhan ekonomi dan besarnya IPM, akan diperoleh kriteria pada kuadran kuadran sebagai berikut: Q 1 : Pertumbuhan ekonomi tinggi dan IPM tinggi Q 2 : Pertumbuhan ekonomi rendah dan IPM tinggi Q 3 : Pertumbuhan ekonomi rendah dan IPM rendah Q 4 : Pertumbuhan ekonomi tinggi dan IPM rendah Pada kuadran tersebut yang menjadi tolok ukur adalah IPM Provinsi Papua Barat sebagai acuan sumbu Y (capaian IPM sebesar 67,1) dan angka pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat sebagai ukuran pada sumbu X (pertumbuhan ekonomi sebesar 6,95 persen). Hal. 98

110 Gambar 5.5 Posisi Kab/Kota di Papua Barat pada Kuadran Pertumbuhan Ekonomi dan IPM 2007 Dari gambar 5.3 terlihat bahwa sebagian besar wilayah menempati posisi padaa kuadran IV, yaitu memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tetapi tingkat capaian IPM nya masih rendah. Termasuk di dalam kuadran IV yaitu Manokwari, Sorong Selatan, Teluk Bintuni dan Sorong Selatan. Sementara hasil paling baik yaitu di Kuadran I dengan ciri pertumbuhan ekonomi tinggi dan capaian IPM juga relatif tinggi diraih oleh Kabupaten Kaimana. Sementara Kota Sorong, Hal. 99

111 Kabupaten Fakfak dan Sorong berada dalam kuadran II dengan pertumbuhan ekonomi rendah meskipun raihan pembangunan manusianya tergolong tinggi. Raja Ampat menjadi kabupaten dengan kondisi terburuk dengan pertumbuhan ekonomi dan capaian IPM yang masih rendah. Dengan melihat PDRB per kapita maka gambaran pembangunan ekonomi akan tercermin pada suatu daerah karena telah memasukkan unsur jumlah penduduk sebagai pembagi besarnya angka PDRB. PDRB per kapita dikombinasikan dengan capaian angka IPM akan diperoleh kelompokkelompok daerah yang berada dalam satu kuadran yang memiliki kesamaan karakteristik. Pada gambar 5.3 dibatasi oleh PDRB per kapita (juta rupiah per tahun) di Provinsi Papua Barat pada sumbu horizontal yaitu sebesar 8,29 juta rupiah per tahun, sedangkan pada sumbu vertikal adalah capaian angka IPM Provinsi Papua Barat sebagai tolok ukurnya. Kriteria penentuan kelompok kuadran pada masing masing daerah adalah : Q 1 : PDRB per Kapita tinggi dan IPM tinggi Q 2 : PDRB per Kapita rendah dan IPM tinggi Q 3 : PDRB per Kapita rendah dan IPM rendah Q 4 : PDRB per Kapita tinggi dan IPM rendah Hal. 100

112 Gambar 5.6 Posisii Kab/Kota di Papua Barat pada Kuadran PDRB per kapita dan IPM Tahun 2007 Dapat dijelaskan pada Gambar 5.3 bahwa yang masuk sebagai kategori PDRB per kapita tinggi dan capaian IPM tinggi hanya diduduki oleh Kabupaten Sorong. Sementara di Kuadran IV yang memiliki kriteria daerah dengan PDRB per kapita rendah dan tingkat capaian IPM yang rendah pula ditempati oleh empat kabupaten yaitu Kabupaten Manokwari, Sorong Selatan, Teluk Bintuni, dan Hal. 101

113 Teluk Wondama. Di lain sisi Kota Sorong, Kabupaten Fakfak, dan Kaimana yang mempunyai tingkat capaian IPM relatif tinggi dibandingkan kabupaten lain, masih memiliki PDRB per kapita per tahun yang rendah. Selanjutnya pada gambar 5.4 adalah sebuah pengelompokkan berdasarkan percepatan perkembangan IPM terhadap tahun sebelumnya (reduksi shortfall) dengan batas reduksi shortfall Provinsi Papua Barat yaitu sebesar 3,01 persen, juga sekaligus menjadi tolok ukur pembatas pada sumbu vertikal (sumbu Y). Sementara yang menjadi batas capaian IPM sebagai sumbu horizontal adalah angka IPM Provinsi Papua Barat yaitu sebesar 67,1. Kriteria keempat kuadran tersebut adalah: Q 1 : Reduksi shortfall tinggi dan IPM tinggi Q 2 : Reduksi shortfall tinggi dan IPM rendah Q 3 : Reduksi shortfall rendah dan IPM rendah Q 4 : Reduksi shortfall rendah dan IPM tinggi Setelah dibagi menjadi empat kuadran, terdapat tiga daerah yang memiliki percepatan kenaikan IPM lebih dari reduksi shortfall Papua Barat. Ketiga daerah itu adalah Kota Sorong, Kabupaten Kaimana, dan Sorong Selatan. Namun Hal. 102

114 Gambar 5.7 Posisi Kab/Kota di Papua Barat pada Kuadran Reduksi Shortfall dan IPM Tahun 2007 hanya Kabupaten Sorong Selatan memiliki capaian IPM yang masih rendah sehingga hanya masuk di kuadaran II, sementara Kota Sorong dan Kabupaten Kaimana keduanya berada di kuadran I karena memiliki capaian IPM yang relatif tinggi dibandingkan dengan IPM provinsi. Sebenarnya sebaran reduksi shortfall di masing masing kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat relatif homogen, yaitu berada pada kisaran 2 3 persen kecuali Kabupaten Raja Ampat yang memiliki reduksi shortfall yang paling kecil (0,34 Hal. 103

115 persen), menandakan bahwa kabupaten ini memiliki perkembangan capaian IPM yang paling lambat dibandingkan daerah lainnya di Provinsi Papua Barat. Hal. 104

116 Bab VI Kesimpulan Situasi Pembangunan Manusia Kesehatan 1. Angka harapan hidup Provinsi Papua Barat dari tahun 2005 sampai 2007 cenderung mengalami peningkatan. 2. Angka harapan hidup tertinggi di Kota Sorong sebesar 70,4 tahun dan terendah di Kabupaten Raja Ampat sebesar 65 tahun. 3. Indeks derajat kesehatan Provinsi Papua Barat Tahun sebesar 70,7. Pendidikan 1. Angka melek huruf selama periode terus menunjukkan peningkatan. 2. Peningkatan angka melek huruf terjadi di seluruh kabupaten/kota. 3. Perkembangan rata rata lama sekolah selama periode meningkat dari 7,2 tahun pada tahun 2005 menjadi 7,7 tahun pada tahun Meskipun demikian, rata rata lama sekolah termasuk rendah karena rata rata lama sekolah hanya mencapai kelas 2 SMP. 4. Indeks pendidikan Provinsi Papua Barat Tahun sebesar 77,0. Kemampuan Daya Beli 1. Paritas daya beli Provinsi Papua Barat tahun 2007 adalah sebesar Rp , meningkat seiring dengan semakin tingginya kebutuhan hidup dibandingkan tahun 2005 yang mencatat paritas daya beli sebesar Rp ,. Hal. 105

117 2. Indeks paritas daya beli Tahun sebesar 53,6. Gambaran IPM Papua Barat Tahun 2007: 1. IPM Provinsi Papua Barat tahun 2007 meningkat dari tahun sebelumnya. 2. Peningkatan IPM Provinsi Papua Barat disebabkan oleh peningkatan ketiga dimensi IPM yaitu umur panjang, pengetahuan, dan kemampuan daya beli. 3. IPM Provinsi Papua Barat menempati peringkat 30 dari 33 provinsi di Indonesia. 4. IPM Provinsi Papua Barat termasuk dalam kategori menengah atas dengan capaian 67,1 dalam skala IPM tertinggi di tingkat kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat tahun 2007 diraih oleh Kota Sorong dengan indeks 75,7 dalam skala IPM terendah di tingkat kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat tahun 2007 diraih oleh Kabupaten Raja Ampat dengan indeks 62,4 dalam skala Berdasarkan kriteria UNDP, kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok menengah bawah dan menengah atas. 8. Kelompok IPM menengah bawah terdiri dari Kabupaten Manokwari, Sorong Selatan, Teluk Bintuni, Teluk Wondama dan Raja Ampat. 9. Kelompok IPM menengah atas terdiri dari Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Fakfak dan Kaimana. Hal. 106

118 DAFTAR PUSTAKA Bakrie, Aburizal, (2006), Mengapa Pembangunan Manusia? Kompas, 24 Mei BPS Indikator Statistik Bidang Sosial Menurut Jenis dan Penggunaannya. Jakarta: Badan Pusat Statistik Data dan Informasi Kemiskinan Buku 2 (Kabupaten). Jakarta: Badan Pusat Statistik Indikator Kesejahteraan Rakyat Jakarta : Badan Pusat Statistik, (1996), Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 1996, Jakarta., (2001), Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 2001, Jakarta., (2004), Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 2004, Jakarta Statistik Pendidikan Jakarta : Badan Pusat Statistik, Bappenas, dan UNDP, (1990), Laporan Pembangunan Manusia 1990, Jakarta. Hal. 107

119 Memahami Data Strategis yang Dihasilkan BPS. BPS: Jakarta. BPS Provinsi Papua Barat, (2008), Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat Tahun 2007, Manokwari, (2007), Papua Barat dalam Angka Tahun 2007, Manokwari Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari Profil Kesehatan Provinsi Papua Barat Tahun BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari Profil Kesehatan Provinsi Papua Barat Tahun BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari Profil Kesehatan Provinsi Papua Barat Tahun BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari Tingkat Keparahan Kemiskinan Provinsi Papua Barat BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari Hal. 108

120 Depdiknas Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas Depdiknas Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantassan Buta Aksara. Jakarta: Depdiknas Hal. 109

121 DAFTAR PUSTAKA Bakrie, Aburizal, (2006), Mengapa Pembangunan Manusia? Kompas, 24 Mei BPS Indikator Statistik Bidang Sosial Menurut Jenis dan Penggunaannya. Jakarta: Badan Pusat Statistik Data dan Informasi Kemiskinan Buku 2 (Kabupaten). Jakarta: Badan Pusat Statistik Indikator Kesejahteraan Rakyat Jakarta : Badan Pusat Statistik, (1996), Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 1996, Jakarta., (2001), Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 2001, Jakarta., (2004), Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 2004, Jakarta Statistik Pendidikan Jakarta : Badan Pusat Statistik, Bappenas, dan UNDP, (1990), Laporan Pembangunan Manusia 1990, Jakarta Memahami Data Strategis yang Dihasilkan BPS. BPS: Jakarta. BPS Provinsi Papua Barat, (2008), Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat Tahun 2007, Manokwari 110 Hal. 110

122 , (2007), Papua Barat dalam Angka Tahun 2007, Manokwari Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari Profil Kesehatan Provinsi Papua Barat Tahun BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari Profil Kesehatan Provinsi Papua Barat Tahun BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari Profil Kesehatan Provinsi Papua Barat Tahun BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari Tingkat Keparahan Kemiskinan Provinsi Papua Barat BPS Provinsi Papua Barat: Manokwari Depdiknas Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas Depdiknas Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantassan Buta Aksara. Jakarta: Depdiknas 111 Hal. 111

123

124

125

126

127 Tabel 5. Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan, Tahun 2007 Tipe Daerah/ Jenis Kelamin Perkotaan Jenjang Pendidikan SD SMP SMA PT (1) (2) (3) (4) (5) Laki laki 92,71 68,03 69,05 8,47 Perempuan 91,98 77,99 69,64 12,62 L+P 92,36 73,34 69,38 10,75 Perdesaan K+D Laki laki 92,08 40,85 33,88 6,88 Perempuan 85,57 45,23 34,33 4,44 L+P 89,14 43,05 34,11 5,62 Laki laki 92,23 48,81 43,52 7,40 Perempuan 87,31 55,65 45,98 7,34 L+P 89,97 52,32 44,80 7,36 Hal. 114

128

129

130

131

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2012 Nomor ISSN : 2089-1660 Nomor Publikasi : 91300.13.04 Katalog BPS : 4102002.91 Ukuran Buku : 16,5 x 21,5 cm Jumlah Halaman : xviii + 109 Naskah

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2013 Nomor ISSN : 2089-1660 Nomor Publikasi : 91300.14.16 Katalog BPS : 4102002.91 Ukuran Buku : 16,5 x 21,5 cm Jumlah Halaman : vii rumawi + 123 halaman

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN RAJA AMPAT

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN RAJA AMPAT INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN RAJA AMPAT 2011 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN RAJA AMPAT 2011 Nomor Katalog / Catalog Number : 4102002.9108 Nomor Publikasi / Publication Numbe r : 91080.12.28

Lebih terperinci

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5 IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN.1. Kondisi Geografi dan Topografi Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang Bab I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Informasi statistik merupakan salah satu bahan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah, serta sebagai bahan masukan dalam proses perumusan kebijakan perencanaan

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber I. Pendahuluan Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dari delapan tujuan yang telah dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 adalah mendorong kesetaraan gender dan

Lebih terperinci

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 INDIKATOR SOSIAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 Jumlah Halaman : ix + 77 halaman Naskah : BPS Kabupaten Pulau Morotai Diterbitkan Oleh : BAPPEDA Kabupaten Pulau

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG 2015 No Publikasi : 2171.15.31 Katalog BPS : 1102001.2171.081 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 11 hal. Naskah

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

jayapurakota.bps.go.id

jayapurakota.bps.go.id INDEKS PEMBANGUNGAN MANUSIA DAN ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAYAPURA TAHUN 2015/2016 ISSN: Nomor Katalog : 2303003.9471 Nomor Publikasi : 9471.1616 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah : : 16,5

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG 2015 No Publikasi : 2171.15.27 Katalog BPS : 1102001.2171.060 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 14 hal. Naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang pendidikan. Peningkatan pendidikan yang bermutu di Indonesia termaktub dalam amanah konstitusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI PAPUA BARAT 2010 WELFARE INDICATORS OF PAPUA BARAT PROVINCE 2010 ISSN : 2089-1652 No. Publikasi/Publication Number : 91522.1105 Katalog BPS/BPS Catalogue : 4102004.9100

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN 4.1 Pendidikan di Banten Pemerintah Provinsi Banten sejauh ini berupaya melakukan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat salah satunya

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN SORONG TAHUN 2010 Nomor Publikasi : 9107.11.03 Katalog BPS : 1413.9107 Ukuran Buku : 16,5 x 21,5 cm Jumlah Halaman : v rumawi + 111 halaman Naskah : Seksi Statistik

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERIODE 2007-2011 H. Syamsuddin. HM ABSTRACT

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67 RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS 2015 Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan, meningkatnya derajat kesehatan penduduk di suatu wilayah, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI PAPUA BARAT 2008 WELFARE INDICATORS OF PAPUA BARAT PROVINCE 2008

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI PAPUA BARAT 2008 WELFARE INDICATORS OF PAPUA BARAT PROVINCE 2008 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI PAPUA BARAT 2008 WELFARE INDICATORS OF PAPUA BARAT PROVINCE 2008 ISSN : No. Publikasi/Publication Number : 91522.0913 Katalog BPS/BPS Catalogue : 4102004.9100 Ukuran

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN RAJA AMPAT.

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN RAJA AMPAT. BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN RAJA AMPAT STATISTIK DAERAH KECAMATAN SALAWATI BARAT 2012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SALAWATI BARAT 2012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SALAWATI BARAT 2012 No.Publikasi : 91080.12.37

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Indeks Pembangunan Manusia Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015

DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015 DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN Edisi 07 Agustus 2015 Buku saku ini dalam upaya untuk memberikan data dan informasi sesuai dengan UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 merupakan publikasi yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan Indeks Demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009 No. Katalog BPS : 4102002.05 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : x + 70 Naskah : Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau

Lebih terperinci

Bupati Kepulauan Anambas

Bupati Kepulauan Anambas Bupati Kepulauan Anambas KATA SAMBUTAN Assalammulaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera Untuk Kita Semua Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua dan tak lupa dihaturkan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA 2016 B A D A N P U S AT S TAT I S T I K KO TA B I T U N G Statistik Kecamatan Lembeh Utara 2016 Statistik Kecamatan Lembeh Utara 2016 No. Publikasi : 7172.1616 Katalog

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya.

Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya. INDIKATOR PENDIDIKAN Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya. 4 Lokasi: Kantor Bupati OKU Selatan Pemerintah

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI PAPUA BARAT 2011 WELFARE INDICATORS OF PAPUA BARAT PROVINCE 2011 ISSN : No. Publikasi/Publication Number : 91522.1205 Katalog BPS/BPS Catalogue : 4102004.9100 Ukuran

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ROADMAP PENINGKATAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI LAMPUNG TAHUN B ADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG

LAPORAN AKHIR ROADMAP PENINGKATAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI LAMPUNG TAHUN B ADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG LAPORAN AKHIR ROADMAP PENINGKATAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015-2025 B ADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program pembangunan

Lebih terperinci

VISI PAPUA TAHUN

VISI PAPUA TAHUN ISU-ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2013-2018 ototus Oleh : DR.Drs. MUHAMMAD MUSAAD, M.Si KEPALA BAPPEDA PROVINSI PAPUA Jayapura, 11 Maret 2014 VISI PAPUA TAHUN 2013-2018 PAPUA BANGKIT PRINSIP

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografis Kabupaten Kubu Raya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 84 meter diatas permukaan laut. Lokasi Kabupaten Kubu Raya terletak pada posisi

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2015 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2015 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi : 3403.16.27 Katalog BPS : 4102002.3403 Ukuran Buku : 21 x 29,7 cm Jumlah Halaman : vi rumawi + 53 halaman Naskah

Lebih terperinci

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017 KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017 Nomor ISBN : 979-599-884-6 Nomor Publikasi : 52085.11.08 Ukuran Buku : 18.2 x 25.7cm Jumlah Halaman : 50 Halaman Naskah : Dinas Komunikais

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATU AMPAR 2015

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATU AMPAR 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATU AMPAR 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATU AMPAR 2015 ISSN : No Publikasi : 2171.15.30 Katalog BPS : 1102001.2171.080 Ukuran Buku: 25 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 11 hal.

Lebih terperinci

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal KOMPONEN IPM Pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki manusia (masyarakat). Di antara berbagai pilihan, yang terpenting yaitu berumur panjang dan sehat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan pembangunan daerah Kota Yogyakarta maka dibuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI 2015

INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI 2015 INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI Kata Pengantar merupakan publikasi yang menyajikan data terkait indikator ekonomi, sosial, infrastruktur dan pelayanan publik, lingkungan, dan teknologi

Lebih terperinci

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau 2013-2018 Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau i Kata Pengantar Kepala Bappeda Kabupaten Pulang Pisau iii Daftar Isi v Daftar Tabel vii Daftar Bagan

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 4103.1409 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT (INKESRA) KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2013 No. Katalog : 4103.1409 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Gambar Kulit dan Setting Diterbitkan Oleh Kerjasama

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 (Oleh Endah Saftarina Khairiyani, S.ST) 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan era globalisasi menuntut setiap insan untuk menjadi

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG

PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG Sirojuzilam, Abdiyanto, Bastari, A. Kadir, dan Binsar S Abstrak Dalam upaya pembangunan regional, masalah yang

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 LATAR BELAKANG... I-1 2.1 MAKSUD DAN TUJUAN... I-2 1.2.1 MAKSUD... I-2 1.2.2 TUJUAN... I-2 1.3 LANDASAN PENYUSUNAN...

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan 402 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Tengah Jembatan Kahayan Jembatan Kahayan adalah jembatan yang membelah Sungai Kahayan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia. Jembatan ini

Lebih terperinci

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG KATALOG BPS : 4102004.3322 KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG KATALOG BPS : 4102004.3322 KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 1. Batas Admistrasi Sumber : Provinsi Sulawesi Tengah Dalam Angka, 2016 Gambar 4.1 Peta wilayah Provinsi Sulawesi Tengah Provinsi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan Indonesia memiliki peranan dan kedudukan sangat penting sepanjang perjalanan sejarah. Kiprah perempuan di atas panggung sejarah tidak diragukan lagi. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DI KABUPATEN PUNCAK JAYA

BAB II GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DI KABUPATEN PUNCAK JAYA BAB II GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DI KABUPATEN PUNCAK JAYA 2.1 Penduduk Dalam pelaksanaan pembangunan, penduduk merupakan faktor yang sangat dominan. Penduduk tidak saja berperan sebagai pelaksana pembangunan

Lebih terperinci

Secara lebih sederhana tentang IPM dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Angka harapan hidup pd saat lahir (e0)

Secara lebih sederhana tentang IPM dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Angka harapan hidup pd saat lahir (e0) Lampiran 1. Penjelasan Singkat Mengenai IPM dan MDGs I. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 1 Sejak 1990, Indeks Pembangunan Manusia -IPM (Human Development Index - HDI) mengartikan definisi kesejahteraan secara

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 24/ 91/ Th. XI, 5 Mei 2017 IPM Provinsi Papua Barat Tahun 2016 Pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun. Perwakilan BKKBN Provinsi Papua 2014

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun. Perwakilan BKKBN Provinsi Papua 2014 i KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas izin dan ridhonya sehingga penyusunan Pengembangan Model Solusi Strategik Penanganan Dampak Ancaman Disaster

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i ii vii Bab I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum I-2 1.3 Hubungan Antar Dokumen 1-4 1.4 Sistematika Penulisan 1-6 1.5 Maksud dan Tujuan 1-7 Bab

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2013 merupakan publikasi kedua yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan indikator keuangan

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

Statistik Daerah Kabupaten Bintan

Statistik Daerah Kabupaten Bintan Statistik Daerah Kabupaten Bintan 2012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN TAMBELAN 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN TAMBELAN 2014 ISSN : No. Publikasi: 21020.1423 Katalog BPS : 1101001.2102.070 Ukuran Buku : 17,6

Lebih terperinci

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA 1. Gambaran Umum Demografi DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA Kondisi demografi mempunyai peranan penting terhadap perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah karena faktor demografi ikut mempengaruhi pemerintah

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA 2015 Statistik Daerah Kecamatan Batam Kota Kota Batam 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATAM KOTA 2015 No Publikasi : 2171.14.26 Katalog BPS : 1102001.2171.051 Ukuran

Lebih terperinci

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi. Judul : Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Biaya Infrastruktur, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali Nama : Diah Pradnyadewi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting di seluruh aspek kehidupan manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan kepribadian manusia.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SPF DI PROVINSI MALUKU. Bappeda Provinsi Maluku

PELAKSANAAN SPF DI PROVINSI MALUKU. Bappeda Provinsi Maluku PELAKSANAAN SPF DI PROVINSI MALUKU Bappeda Provinsi Maluku MALUKU ADALAH PROVINSI KEPULAUAN Jumlah dan Tingkat Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Maluku, Tahun 1961-2010 Tahun Total Tingkat Pertumbuhan Per

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Geografis Secara astronomis Kabupaten Bolaang Mongondow terletak antara Lintang Utara dan antara Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya,

Lebih terperinci

2.1. Konsep dan Definisi

2.1. Konsep dan Definisi 2.1. Konsep dan Definisi Angka Harapan Hidup 0 [AHHo] Perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir (0 tahun) yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk. Angka Kematian Bayi (AKB) Banyaknya kematian bayi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014 i ii INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014 Katalog BPS/ BPS Catalogue : 1413.9107 ISSN : 2302-1535 Nomor Publikasi/ Publication Number : 9107.15.03 Ukuran Buku/ Book size :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem desentralistik atau otonomi daerah merupakan salah satu keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut dilatarbelakangi oleh pelaksanaan

Lebih terperinci

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 merupakan publikasi perdana yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan indikator keuangan

Lebih terperinci

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2013/2014 KABUPATEN KARANGASEM

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2013/2014 KABUPATEN KARANGASEM 1 PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2013/2014 KABUPATEN KARANGASEM A. PENDAHULUAN Profil Pendidikan Dasar dan Menengah (Profil Dikdasmen) disusun bersumber pada isian instrumen Profil Dikdasmen

Lebih terperinci