4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penilaian Program Kelayakan Dasar (PreRequisite Program) PT Makmur Jaya Sejahtera merupakan perusahaan yang bergerak dibidang perikanan. Produk unggulannya adalah tuna loin beku. Kajian evaluasi penerapan sistem HACCP difokuskan pada tuna loin yang berasal dari ikan tuna segar. Tuna loin yang diproses di perusahaan ini lebih banyak menggunakan bahan baku ikan tuna segar (fresh) dibandingkan dengan ikan tuna yang beku. Karena itulah kajian evaluasi penerapan sistem HACCP difokuskan pada tuna loin yang berasal dari ikan tuna segar. Kelayakan dasar merupakan fondasi awal sebelum konsepsi manajemen mutu HACCP diterapkan di suatu unit pengolahan. Penilaian kelayakan dasar suatu unit pengolahan dapat dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian yang telah dibakukan. Nilai dari status kelayakan dasar akan menentukan apakah unit pengolahan mampu menerapkan dan mengembangkan konsepsi HACCP (Thaheer, 2005). Berdasarkan pemantauan yang dilakukan, hasil penilaian terhadap penerapan program kelayakan dasar di PT Makmur Jaya Sejahtera pada bulan Oktober - November 2009 menunjukkan terdapat 4 penyimpangan minor dan 4 penyimpangan mayor yang dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Tabel 6 mengenai daftar penilaian/check list Unit Pengolahan Ikan (UPI) dan penyimpangan persyaratan kelayakan dasar pada unit pengolahan. Dengan jumlah penyimpangan tersebut, maka PT Makmur Jaya Sejahtera dikategorikan sebagai UPI dengan nilai A (sangat baik), artinya unit pengolahan tersebut dapat melakukan ekspor ke negara mana saja sesuai dengan peraturan yang diberlakukan oleh Ditjen PPHP No. PER.011/DJ-P2HP/2007.

2 Tabel 6. Hasil penilaian kelayakan dasar PT Makmur Jaya Sejahtera bulan Oktober November 2009 berdasarkan daftar penilaian unit pengolahan ikan (UPI) yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (2007) Penyimpangan Minor Terjadi kondensasi di ruang anteroom (Penyimpangan 4.5.3) Tempat pencucian alat tidak terpisah dengan ruang produksi (Penyimpangan 5.6) Tempat pencucian alat tidak memiliki pintu masuk dan keluar yang terpisah (Penyimpangan 5.7) Peralatan tidak diberi tanda untuk setiap area yang berbeda (Penyimpangan 5.9) Penyimpangan Mayor Lantai ada yang retak (Penyimpangan 4.1.2) Pada ruang produksi terdapat dinding yang pecah (Penyimpangan 4.2.2) Masih ada pipa yang menonjol di ruang produksi (Penyimpangan 4.2.4) Pertemuan antara dinding dan lantai serta dinding dan dinding masih membentuk sudut 90 0 (Penyimpangan 4.2.5) Sumber : Data olahan penulis (2009) Tindakan yang dapat dilakukan oleh pihak perusahaan untuk memperbaiki penyimpangan minor yang ditemukan diantaranya memperbaiki tata ruang anteroom agar tidak terjadi kondensasi (Penyimpangan 4.5.3), membuat ruangan khusus untuk pencucian alat (Penyimpangan 5.6 dan 5.7), memberi tanda pada peralatan untuk setiap area yang berbeda (Penyimpangan 5.9). Sedangkan tindakan yang dapat dilakukan pihak perusahaan untuk memperbaiki penyimpangan mayor yang ditemukan diantaranya memperbaiki lantai yang retak (Penyimpangan 4.1.2), memperbaiki dinding yang pecah (Penyimpangan 4.2.2), memperbaiki tata ruang produksi agar pipa tidak menonjol di ruang produksi (Penyimpangan 4.2.4), dan memperbaiki sudut antara lantai dengan dinding dan dinding dengan dinding menjadi 45 0 sehingga mudah dibersihkan (Penyimpangan 4.2.5). 4.2 Evaluasi Penerapan Program HACCP Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem yang dibuat untuk mengidentifikasi bahaya dan melakukan tindakan untuk mengontrol bahaya tersebut dalam rangka menjamin keamanan pangan (Vela dan Fernandez 2003). HACCP menekankan pentingnya mutu keamanan

3 pangan, karena itu sebagai suatu sistem manajemen keamanan pangan, HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai proses pengolahan produk pangan mulai dari bahan baku sampai produk dikonsumsi (Pierson dan Corlett 1992) Pembentukan tim HACCP PT Makmur Jaya Sejahtera telah menerapkan HACCP sejak tahun Tim HACCP di PT Makmur Jaya Sejahtera yaitu General Manager sebagai pimpinan dari Assistant General Manager, Production Manager, QC Manager, HRD Manager, QC staf,f QC Laboratory dan Mechanic. Tim HACCP harus memiliki pengetahuan dan pengalaman multi disiplin dalam mengembangkan dan menerapkan sistem manejemen keamanan pangan. Keahlian yang dicakup di antaranya tentang produk, proses dan program HACCP yang diterapkannya (Moy et al., 1994). Surat penugasan tim HACCP PT. Makmur Jaya Sejahtera dapat dilihat pada Lampiran Deskripsi produk Deskripsi produk adalah sebuah daftar yang berisikan seluruh informasi lengkap produk akhir. Dengan deskripsi produk ini maka akan lebih mudah menganalisis bahaya dan mengendalikan titik kritis produk tersebut. Deskripsi produk tuna loin beku dapat dilihat pada Tabel Identifikasi kegunaan Identifikasi kegunaan produk biasanya didasarkan pada pengguna produk yang diharapkan dan pengguna akhir produk atau konsumen (Moy et al., 1994). Produk tuna loin beku yang dihasilkan oleh PT Makmur Jaya Sejahtera merupakan produk siap masak dengan mutu ekspor yang ditujukan untuk negara Amerika, Eropa, Asia dan umum. Produk ini dapat digolongkan ke dalam produk yang beresiko tinggi karena sasaran konsumennya umum (Thaheer 2005). Dengan diterapkannya HACCP dalam unit pengolahan tuna loin beku diharapkan dapat menghindari dan mencegah bahaya-bahaya yang kemungkinan beresiko buruk terhadap konsumen dan menghasilkan produk yang aman, bermutu tinggi dan tidak merugikan secara ekonomi.

4 Nama Produk Nama Spesies Asal Bahan Baku Bagaimana bahan baku diterima Produk Akhir Tahapan Pengolahan Jenis Kemasan Penyimpanan Daya Awet Label/Spesifikasi Penggunaan Produk Tabel 7. Deskripsi produk tuna loin beku DESKRIPSI PRODUK Ikan beku (Tuna) Yellowfin Tuna (Thunnus albacores) Big eye Tuna (Thunnus obesus) Cara penangkapan dengan menggunakan long line di Perairan Indonesia Dari supplier ditransportasikan dengan mobil box tertutup dengan suhu maksimum 3 0 C Frozen Loin Penerimaan bahan baku, pendinginan dengan es curai, deheading, loinning, skinning dan trimming, penimbangan, pembentukkan menjadi tuna saku, steak, cube dan loin, pengemasan, pemvakuman, pembekuan, pembungkusan, penyimpanan dan stuffing - Kemasan dalam : plastik vakum/plastik nilon - Kemasan luar : master carton Di ruang penyimpanan dengan suhu C (-18) 0 C 2 tahun disimpan di ruang pendingin C Nama perusahaan, asal Negara, ukuran, nama produk, no. approval, kode produksi, kandungan gizi Dimasak sebelum dikonsumsi Pembeli - USA - Eropa - Asia - Umum Persyaratan Berlaku Sesuai dengan standar nasional, internasional dan konsumen Sumber : Bagian Produksi PT. Makmur Jaya Sejahtera (2009) Diagram Alir Proses Produksi Alur proses bertujuan untuk menggambarkan urutan atau tahap operasional produk mulai dari tahap penerimaan sampai pemuatan. Diagram alir proses harus menggambarkan bagaimana produk tersebut ditangani. Tujuan dari dibuatnya diagram alir proses produksi tuna loin beku ini, yaitu sebagai dasar untuk melakukan analisis bahaya pada setiap tahapan proses. Format dari diagram alir sangat beragam dan belum ada standarnya. Diagram alir meliputi setiap tahapan proses yang dilalui bahan baku. Diagram alir tersebut dibuat berdasarkan pengamatan tahap proses produksi yang dijalankan (Moy et al., 1994). Tahapan ini sangat penting karena menjadi dasar atau sarana untuk menganalisis bahaya. Diagram alir proses produksi tuna loin beku dapat dilihat pada Gambar 5.

5 1 11 Keterangan: : Operasi 2 12 : : Menunggu 3 13 : Pemeriksaan 4 14 : : Penyimpanan Penerimaan bahan baku 2. Pendinginan dengan es curai 3. Pencucian 4. Pembuangan kepala dan sirip 5. Pembentukan loin 6. Pembuangan kulit 7. Pengikisan I 8. Penentuan mutu dan penimbangan I 9. Pemotongan menjadi loin, steak, saku, cube dan pengikisan II 10. Pengukuran, pengkodean, penimbangan II 11. Pembungkusan 12. Pemvakuman 13. Pembekuan (ABF) 14. Penimbangan III, pengemasan, pelabelan 15. Penyimpanan dalam cold storage 16. Pemuatan 10 Gambar 5. Diagram alir proses produksi tuna loin beku Sumber : Bagian Produksi PT. Makmur Jaya Sejahtera (2009)

6 4.2.5 Verifikasi Diagram Alir Diagram alir yang telah dibuat harus diverifikasi keakuratannya dengan kenyataan proses dilapangan. Berbekal diagram alir yang tersedia, dilakukan pemeriksaan ke dalam lini produksi secara hati-hati. Bila ternyata diagram alir tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, harus dilakukan modifikasi. Diagram alir yang telah dibuat dan diverifikasi kemudian didokumentasikan. Verifikasi diagram alir dilakukan oleh QC Manager Analisis bahaya Tim HACCP harus mencatat semua bahaya biologi, kimia dan/atau fisika yang mungkin ada dalam tiap tahapan proses. Bahaya adalah kontaminasi biologi, kimia dan/atau fisika yang tidak diharapkan. Kemudian tim HACCP harus menjelaskan dan mempertimbangkan tindakan pengendaliannya. Analisis bahaya adalah proses pengumpulan dan penilaian informasi mengenai bahaya dan keadaan sampai dapat terjadinya bahaya untuk menentukan mana yang berdampak nyata terhadap keamanan pangan dan harus ditangani dalam rencana HACCP (Moy et al., 1994). Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi dan menginventarisasi bahaya-bahaya terhadap keamananan produk yang dapat terjadi dalam proses produksi serta tindakan-tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mengendalikan bahaya atau risiko potensial yang membahayakan. Lembar analisis bahaya dapat dilihat pada Lampiran 5.

7 Tahap Produksi Penerimaan bahan baku Pendinginan dengan es curai Pencucian Pemotongan kepala Pembentukan loin Pembuangan kulit Pengikisan I Penentuan mutu dan penimbangan I Tabel 8. Analisis Bahaya Pemotongan menjadi loin, steak, cube dan pengikisan II Pengukuran, pengkodean dan penimbangan II Pembungkusan Pemvakuman Pembekuan Penimbangan III, pengemasan dan pelabelan Penyimpanan beku Pemuatan Sumber : Olahan penulis (2009) Penerimaan bahan baku (receiving) Bahaya Kontaminasi bakteri Histamin Ikan rusak Kontaminasi bakteri Histamin Ikan rusak Kontaminasi bakteri Kontaminasi bakteri Kontaminasi bakteri Salah potong Kontaminasi bakteri Kontaminasi bakteri Kontaminasi bakteri Histamin Salah gradding Kontaminasi bakteri Kontaminasi bakteri Salah kode Salah timbang Kontaminasi bakteri Kontaminasi kemasan Tidak tervakum dengan baik Dekomposisi Kontaminasi bakteri Salah label Salah timbang Kontaminasi bakteri Histamin Master carton rusak Kontaminasi bakteri Master carton rusak Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi tuna loin beku di PT Makmur Jaya Sejahtera adalah ikan tuna jenis tuna yellowfin (Thunnus albacares) dan tuna big eye (Thunnus obesus). Bahan baku tersebut merupakan hasil tangkapan di Perairan Indonesia. PT Makmur Jaya Sejahtera biasanya membeli bahan baku langsung dari kapal penangkap tuna di transit dalam kondisi segar (fresh). Proses pembelian bahan baku tuna dilakukan oleh karyawan bagian

8 purchasing dan pengecekan kesegaran ikan dilakukan oleh petugas quality control (QC). Transportasi ikan tuna dari transit ke PT Makmur Jaya Sejahtera dilakukan menggunakan truk tertutup. Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi dari transit sampai ke perusahaan adalah 3 hingga 4 menit. Penerimaan bahan baku dilakukan di ruang receiving. Bahan baku yang diturunkan dari mobil ditimbang untuk mengecek kesesuaian dengan hasil penimbangan di transit dan juga diukur suhu pusatnya dengan menggunakan infrared thermometer. Menurut GMP PT Makmur Jaya Sejahtera, setelah sampai di perusahaan ikan diukur suhunya untuk mengetahui suhu pusat ikan. Tetapi kadang-kadang QC tidak mengukur suhu pusat ikan. Bahan baku yang diterima harus dalam keadaan utuh dan suhu pusat ikan antara C. Kemudian ikan dimasukkan dalam kolam berisi air dan es bersuhu 3 0 C. Bahan baku ikan tuna yang diterima oleh perusahaan dilakukan pengujian kadar histamin, Salmonella, E. coli dan TPC. Pada tahap ini terdapat beberapa bahaya potensial, yaitu senyawa histamin dan pertumbuhan bakteri yang dapat dikategorikan pada bahaya keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Selain itu bahaya potensial lainnya adalah kerusakan pada ikan dan kontaminasi bakteri akibat penanganan yang kasar. Bahaya ini dikategorikan pada bahaya mutu (wholesomeness) Pendinginan dengan es curai (chilling with slush ice) Bahan baku yang diterima tidak langsung diproses, bahan baku tersebut di simpan dalam sebuah bak penampungan ikan selama menit (hingga waktu pengolahan tiba). Bak penampungan ikan tersebut berisi campuran air dan es curai bersuhu 3 0 C. Penyimpanan sementara dilakukan untuk menjaga suhu ikan agar 3 0 C saat menunggu proses pengolahan lebih lanjut. Proses pemasukan ikan tuna ke dalam bak penampungan dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan fisik pada ikan tuna yang dapat menyebabkan kemunduran mutu. Bahaya potensial pada tahap ini adalah pertumbuhan bakteri akibat peningkatan suhu air pada kolam penampungan dan kerusakan fisik ikan dan kontaminasi bakteri pada saat pemasukkan ikan tuna ke bak penampungan. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu

9 (wholesomeness). Selain itu bahaya potensial lain adalah timbulnya senyawa histamin pada saat penyimpanan sementara akibat dari penyimpangan suhu air dan es di kolam penampungan. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness) Pencucian (washing) Saat tiba waktu proses, bahan baku dikeluarkan dari kolam penampungan. Sebelum diproses, bahan baku dibersihkan dengan cara mengangkat ikan tuna dari bak penampungan ikan menggunakan katrol kemudian memasukkan ikan dalam bak yang berisi air dingin bersuhu < 3 0 C dan menyikat ikan menggunakan spon. Bahaya potensial pada tahap ini adalah pertumbuhan bakteri jika suhu air tinggi. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada bagian kulit ikan. Air yang digunakan dalam proses pencucian ini telah mengalami perlakuan (treatment) berupa filtrasi dan ozonisasi untuk mengurangi kontaminasi bakteri. Selain itu, air diuji kualitasnya secara berkala di laboratorium internal perusahaan. Monitoring dan verifikasi hasil pengujian air dan es di laboratorium internal dilaporkan dalam Form 2b. Record of internal laboratory analysis (water and ice test) (Lampiran 12). Berdasarkan pengamatan di lapangan, suhu air dijaga < 3 0 C, maka tahapan ini tidak termasuk ke dalam bahaya potensial signifikan Pembuangan kepala dan sirip (deheading) Ikan tuna dipotong bagian kepala dan siripnya dengan menggunakan pisau stainless stell secara hati-hati. Kepala dan sirip hasil potongan ditampung dalam tempat khusus untuk limbah yang selanjutnya segera dikeluarkan dari ruang proses agar tidak menyebabkan kontaminasi. Bahaya potensial pada tahap ini adalah pertumbuhan bakteri yang dikategorikan pada keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Bahaya ini dapat terjadi jika suhu ruang proses tinggi dan kontaminasi alat. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, suhu ruangan dijaga 13 0 C dan pisau dibersihkan secara berkala. Maka tahapan ini tidak termasuk ke dalam bahaya potensial signifikan.

10 Pembentukan loin (loinning) Tahap selanjutnya adalah pembentukan loin secara manual. Pembentukan loin dilakukan dengan membelah ikan membentuk fillet, dan memotong fillet tersebut secara membujur menjadi dua bagian sesuai dengan garis linea literalis. Selanjutnya dilakukan pembuangan tulang dan kotoran lainnya. Bahaya potensial pada tahap ini adalah pertumbuhan bakteri yang dikategorikan pada keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Bahaya terjadi jika suhu ruang proses tinggi dan kontaminasi dari pisau. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, suhu ruangan dijaga 13 0 C dan pisau dibersihkan secara berkala, maka tahapan ini tidak termasuk ke dalam bahaya potensial signifikan Pembuangan kulit (skinning) Tahap selanjutnya adalah pembuangan kulit. Pembuangan kulit dilakukan dengan cara menyayat loin pada batas antara daging dengan kulit. Pembuangan kulit dimaksudkan untuk meminimalisasi kontaminasi bakteri yang terdapat pada kulit, karena pada kulit terdapat lendir yang dapat menjadi media tumbuh bakteri. Kulit ikan tersebut langsung dimasukkan ke dalam plastik dan dibawa ke tempat penampungan limbah untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Bahaya yang terdapat pada tahap ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Bahaya potensial yang mungkin adalah pertumbuhan bakteri akibat kontaminasi dari alat dan pekerja. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, alat dan perlengkapan yang digunakan dibersihkan secara berkala. Sehingga tahapan ini tidak termasuk dalam bahaya potensial signifikan Pengikisan (trimming) I Setelah pengkulitan, dilakukan pembuangan daging gelap, tulang yang masih melekat, sisik, sisa kulit dan daging yang rusak. Proses ini dilakukan dengan cara menyayat loin searah dari bagian atas hingga ke pangkal ekor. Bahaya potensial pada tahap ini adalah kontaminasi bakteri dari alat dan pekerja. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Tahap ini tidak termasuk dalam bahaya potential signifikan karena berdasarkan pengamatan yang dilakukan, alat dan perlengkapan yang digunakan dibersihkan setiap 5 menit.

11 Penentuan mutu dan penimbangan I (grading and weighing I) Setelah melalui tahap pengikisan dilakukan penentuan mutu secara organoleptik yang meliputi warna daging, penampakan, dan teksturnya. Kemudian dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat produk tuna loin yang diperoleh. Proses penimbangan dilakukan menggunakan timbangan digital yang telah dikalibrasi dan dilakukan secara manual oleh pekerja. Berat produk dicatat dalam laporan timbang. Monitoring dan verifikasi kalibrasi timbangan dilaporkan dalam Form 12. Record of internal calibration (Lampiran 10). Pada tahapan ini tuna loin beku disampling acak untuk diuji Salmonella, E. coli dan TPC. Karena ada kemungkinan bakteri meningkat selama proses. Bahaya potensial pada tahap ini adalah pertumbuhan bakteri patogen dan peningkatan kadar histamin akibat dari penyimpangan suhu dan kerusakan loin pada saat penanganan. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Selain itu bahaya potensial lain adalah salah timbang dan salah kode. Bahaya ini termasuk dalam kategori penipuan ekonomi (economic fraud). Pada tahap ini bahaya dapat terjadi karena kesalahan petugas dan kondisi alat yang digunakan (untuk penimbangan). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, petugas selalu mentera timbangan setiap kali akan digunakan dan mereparasi timbangan bila terjadi kerusakan serta melakukan penanganan cepat, hati-hati dan selalu menjaga sanitasi dan higiene selama proses berlangsung. Oleh karena itu bahaya ini dikategorikan sebagai bahaya yang tidak potensial signifikan Pemotongan menjadi loin, steak, saku, cube dan pengikisan II (cutting to loin, steak, saku, cube and trimming II) Pada proses ini, daging ikan tuna yang sudah dalam bentuk loin kemudian dipotong menjadi produk tuna saku atau dirapikan sebagai produk tuna loin. Bagian ekor dari tuna loin biasanya digunakan untuk pembuatan produk tuna steak. Pada proses ini juga dilakukan pengikisan untuk merapikan bentuk loin. Daging sisa pengikisan digunakan untuk pembuatan produk tuna cube. Bahaya potensial pada tahap ini adalah pertumbuhan bakteri akibat penyimpangan suhu serta kontaminasi alat dan pekerja. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Berdasarkan pengamatan yang

12 dilakukan, alat dan perlengkapan yang digunakan dibersihkan secara berkala. Sehingga tahapan ini tidak termasuk dalam bahaya potensial signifikan Pengukuran, pengkodean, dan penimbangan II (sizing, coding, weighing II) Setelah dibentuk, loin ditimbang untuk mengetahui berat produk yang akan dibekukan. Proses penimbangan dilakukan menggunakan timbangan digital yang telah dikalibrasi dan dilakukan secara manual oleh pekerja. Berat produk dicatat dalam laporan timbang. Monitoring dan verifikasi kalibrasi timbangan dilaporkan dalam Form 12. Record of internal calibration (Lampiran 10). Pengukuran dilakukan sesuai dengan spesifikasi produk yang diinginkan pelanggan (buyer). Selanjutnya dilakukan pengkodean produk tuna loin. Kode yang digunakan mencantumkan nama supplier bahan baku tuna loin serta tanggal, bulan, dan tahun produksi. Bahaya potensial pada tahap ini adalah pertumbuhan bakteri patogen akibat dari penyimpangan suhu. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Selain itu bahaya potensial lain adalah salah timbang dan salah kode. Bahaya ini termasuk dalam kategori penipuan ekonomi (economic fraud). Bahaya dapat terjadi karena kesalahan petugas dan kondisi alat yang digunakan (untuk penimbangan). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, petugas selalu mentera timbangan setiap kali akan digunakan dan mereparasi timbangan bila terjadi kerusakan. Oleh karena itu bahaya ini dikategorikan sebagai bahaya yang tidak potensial signifikan Pembungkusan (wrapping) Pembungkusan dilakukan menggunakan plastik OTR. Semua permukaan tuna loin harus tertutup dengan plastik OTR untuk melindungi produk dari kontaminasi. Bahaya potensial yang mungkin terjadi adalah pertumbuhan bakteri patogen akibat dari penyimpangan suhu dan kontaminasi kemasan. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Bahaya potensial lain yang mungkin timbul adalah adanya kotoran yang menempel pada produk akibat kontaminasi dari bahan pengemas. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Bahaya yang muncul pada tahap ini dapat terjadi karena suhu ruang proses tinggi dan kontaminasi pembungkus. Berdasarkan pengamatan yang

13 dilakukan, petugas selalu memeriksa pembungkus setiap kali akan digunakan. Oleh karena itu bahaya ini dikategorikan sebagai bahaya yang tidak potensial signifikan Pemvakuman Setelah dibungkus dengan plastik OTR, tuna loin divakum. Proses pemvakuman ini bertujuan untuk menghilangkan udara yang ada di dalam kemasan plastik dan menutup rapat plastik, agar produk tuna loin berada dalam kondisi hampa udara sehingga mencegah dari kontaminasi. Pemvakuman dilakukan menggunakan mesin vakum yang dioperasikan oleh pekerja. Selanjutnya produk disusun dalam keranjang plastik yang telah diberi alas berupa plat stainless steel untuk selanjutnya dilakukan proses pembekuan. Bahaya potensial pada tahap ini adalah produk tidak tervakum dengan baik. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Pada tahap ini bahaya dapat terjadi karena kesalahan petugas dan kondisi alat yang digunakan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, petugas selalu mengecek alat setiap kali akan digunakan dan mereparasi alat bila terjadi kerusakan. Oleh karena itu bahaya ini dikategorikan sebagai bahaya yang tidak potensial signifikan Pembekuan (freezing) Pembekuan produk tuna loin di PT Makmur Jaya Sejahtera dilakukan menggunakan mesin Air Blast Freezer (ABF). Menurut standar proses pengolahan tuna loin beku di PT Makmur Jaya Sejahtera, pembekuan menggunakan ABF dilakukan dengan suhu operasi sebesar C selama tidak lebih dari 9 jam sehingga suhu pusat produk mencapai C. Bahaya potensial pada tahapan proses pembekuan adalah suhu pembekuan > C dan suhu pusat tuna loin > C. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Ruang ABF dilengkapi dengan alat pengatur dan monitor suhu yang terdapat di bagian luar ruang ABF sehingga dapat dilihat dengan mudah. Monitoring suhu ABF dilakukan setiap jam oleh operator. Pengawasan dan verifikasi dilaporkan dalam Form 6. Record of cold storage and air blast freezer temperature (Lampiran 16). Maka tahap ini tidak termasuk ke dalam bahaya potensial signifikan.

14 Penimbangan III, pengemasan, dan pelabelan (weighing III, packing, and labelling) Sebelum dikemas dengan master carton, loin ditimbang untuk mengetahui berat produk akhir yang akan dimasukkan ke master carton. Pada proses penyusunan produk dalam master carton, dilakukan pemberian busa tipis kedap air. Penggunaan busa bertujuan untuk menghindari benturan yang dapat menyebabkan kerusakan produk selama proses distribusi dan transportasi ke negara tujuan ekspor. Pada bagian luar master carton terdapat label yang berisi informasi mengenai nama perusahaan, spesifikasi produk, asal negara, nomor approval, ukuran, berat, dan tanggal produksi. Setelah master carton penuh kemudian direkatkan menggunakan lackband bening berukuran besar. Bahaya potensial pada tahap ini adalah pertumbuhan bakteri patogen akibat dari penyimpangan suhu. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Selain itu bahaya potensial lain adalah salah timbang dan salah kode. Bahaya ini termasuk dalam kategori penipuan ekonomi (economic fraud). Bahaya yang muncul pada tahap ini dapat terjadi karena kesalahan petugas dan kondisi alat yang digunakan (untuk penimbangan). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, petugas selalu mentera timbangan setiap kali akan digunakan, mengkalibrasi timbangan setiap 6 bulan sekali dan mereparasi timbangan bila terjadi kerusakan. Oleh karena itu bahaya ini dikategorikan sebagai bahaya yang tidak potensial signifikan Penyimpanan beku (storaging) Setelah dikemas dalam master carton, loin tidak langsung dimasukkan ke dalam kontainer tetapi disimpan di cold storage. Menurut standar proses pengolahan tuna loin beku di PT Makmur Jaya Sejahtera penyimpanan produk tuna loin beku dilakukan dalam cold storage dengan suhu C (-25 0 C) untuk mempertahankan suhu pusat ikan C. Produk yang dimasukkan ke dalam cold storage disusun secara teratur dengan kode yang sama pada setiap pallet untuk memudahkan proses stuffing. Sesuai pedoman GMP, penyimpanan produk dalam cold storage dilakukan dengan menerapkan sistem First In First Out (FIFO), yaitu produk yang pertama kali masuk ke dalam cold storage maka harus dikeluarkan pada urutan pertama juga. Bahaya potensial pada tahap ini adalah pertumbuhan bakteri patogen, meningkatnya senyawa histamin dan kerusakan master carton

15 pada saat disimpan di cold storage. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness) Pemuatan (stuffing) Proses stuffing dilakukan dengan menyusun master carton di dalam kontainer dengan rapi serta memperhatikan sirkulasi udara di dalam kontainer agar sirkulasi suhu dingin dapat menjangkau seluruh ruang. Penyusunan produk dalam kontainer berdasarkan jenis produk dan ukuran produk. Pengisian ke dalam kontainer dilakukan secepat mungkin untuk meminimalkan peningkatan suhu produk yang dapat menyebabkan produk menjadi rusak. Suhu kontainer di setting C, untuk memastikan bahwa sirkulasi udara di dalam kontainer berjalan dengan baik dan mempertahankan suhu pusat ikan C selama perjalanan menuju negara tujuan. Kontainer yang digunakan dijaga kebersihannya agar tidak terjadi kontaminasi pada produk. Sebelum perusahaan melakukan ekspor, maka dilakukan pengujian terhadap produk tuna loin beku untuk mengetahui kandungan mikroba dan kadar histamin serta logam berat. Pengujian produk akhir dilakukan oleh Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta (BPMPHPK DKI Jakarta). Setelah dilakukan pengujian, maka produk tersebut akan memperoleh sertifikat kesehatan (health certificate) yang menyatakan bahwa produk tersebut sudah layak ekspor. Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta (BPMPHPK DKI Jakarta) menawarkan suatu program pemberian Sertifikat Kesehatan dalam satu hari atau yang disebut one day service, namun PT Makmur Jaya Sejahtera belum mengikuti program one day service. Sarana transportasi yang digunakan untuk mengangkut produk ke negara tujuan ekspor adalah kapal laut Identifikasi Critical Control Point (CCP) Setiap tahapan yang menyebabkan adanya bahaya yang nyata harus diidentifikasi lebih lanjut untuk meyakinkan apakah tahapan tersebut termasuk dalam CCP atau tidak. Untuk membantu menemukan dan menetapkan CCP dengan benar, Codex Alimentarius Commission telah memberikan pedoman berupa diagram pohon keputusan CCP (CCP decision tree). Diagram pohon keputusan adalah pertanyaan logis yang menanyakan setiap bahaya. Jawaban dari setiap pertanyaan akan membawa tim HACCP memutuskan sesuatu merupakan

16 CCP atau bukan. Penggunaan diagram ini membawa pola pikir analisis yang terstruktur dan memberikan jaminan pendekatan yang konsisten pada setiap tahap dan setiap bahaya yang teridentifikasi (CAC, 2003). Identifikasi CCP dapat dilihat pada Tabel Penerimaan bahan baku (receiving) Tahap penerimaan bahan baku termasuk CCP karena tidak ada tahap selanjutnya yang dapat mengurangi atau menghilangkan histamin yang telah terbentuk Pendinginan dengan es curai (chilling wiht slush ice) Tahap ini merupakan bahaya potensial signifikan karena tidak dapat dikendalikan dengan GMP di perusahaan. Tahap ini termasuk CCP karena jika terbentuk histamin pada tahapan ini maka tidak ada tahap selanjutnya yang dapat mengurangi histamin yang sudah terbentuk Penyimpanan beku (storaging) Tahap ini merupakan bahaya potensial signifikan karena tidak dapat dikendalikan dengan GMP di perusahaan. Tahap ini termasuk CCP karena jika terbentuk histamin pada tahapan ini maka tidak ada tahap selanjutnya yang dapat mengurangi histamin yang sudah terbentuk Penetapan Batas Kritis (Critical Limit) Batas kritis ini tidak boleh dilampaui karena batas-batas ini sudah merupakan toleransi yang menjamin bahwa bahaya dapat dikontrol. Batas kritis ini tidak boleh dilanggar untuk menjamin keamanan produk akhir. PT Makmur Jaya Sejahtera memakai batas maksimal 30 ppm untuk kadar histamin pada tahap penerimaan bahan baku dan untuk produk, maksimal 3 0 C untuk pendinginan dengan es curai. Untuk lebih jelas batas kritis dari setiap CCP dapat dilihat pada Lampiran 6.

17 Tabel 9. Identifikasi CCP ALUR PROSES BAHAYA SIGNIFIKAN Receiving BIOLOGI : Pertumbuhan bakteri Kontaminasi bakteri - Salmonella spp. - E. coli - Vibrio cholerae KIMIA: Histamin FISIK: Ikan rusak Chilling with slush ice Storaging BIOLOGI : Pertumbuhan bakteri Kontaminasi bakteri - Salmonella spp. - E. coli - Vibrio cholerae KIMIA: Histamin FISIK: Ikan rusak BIOLOGI : Pertumbuhan bakteri Kontaminasi bakteri - Salmonella spp. - E. coli - Vibrio cholerae KIMIA: Histamin FISIK: Master carton rusak Pengendalian telah dilakukan oleh Pre- Requisite Program (SSOP & GMP)? *) Jika YA : lanjut ke analisis bahaya berikutnya *) Jika TIDAK : lanjut ke Q1 Apakah ada upaya pencegahan pada tahap tsb. atau tahap berikutnya terhadap bahaya yang diidentifikasi? *) Jika TIDAK : bukan CCP dan perlu ada modifikasi ttg. alur, tahap dan/atau produknya *) Jika YA : lanjut ke Q2 Apakah tahap ini mengeliminasi/ mereduksi kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat yang dapat diterima? *) Jika YA : CCP *) Jika TIDAK : lanjut ke Q3 Apakah resiko thd. Bahaya dapat terjadi melewati batas yang dpt diterima, atau dpt meningkat sampai pd batas yang tidak dapat diterima? *) Jika TIDAK : bukan CCP *) Jika YA : lanjut ke Q4 Apakah tahap selanjutnya dapat mengeliminasi bahaya yang diidentifikasikan atau mereduksi kemungkinan terjadinya pada batas yang dpt diterima? *) Jika YA : bukan CCP *) Jika TIDAK : CCP YA CP TIDAK YA TIDAK YA TIDAK CCP YA CP YA CP TIDAK YA TIDAK YA TIDAK CCP YA CP YA CP TIDAK YA TIDAK YA TIDAK CCP YA CP CCP Remarks

18 4.2.9 Penetapan prosedur monitoring (Monitoring Procedure) Monitoring merupakan kegiatan pengukuran CCP untuk menentukan apakah batas kritis terlampaui atau tidak. Prosedur monitoring harus dapat mendeteksi bila ada CCP yang tidak terkendali. Selain itu, monitoring juga harus menyediakan informasi mengenai waktu melakukan tindakan koreksi untuk mengendalikan proses sebelum menolak produk (Moy et al., 1994). Prosedur monitoring dapat dilihat pada Lampiran Penerimaan bahan baku (receiving) Pada tahap ini monitoring dilakukan terhadap senyawa histamin yang terdapat pada bahan baku ikan tuna dengan melakukan pengecekan histamin di laboratorium internal. QC laboratorium mengambil beberapa sampel pada setiap bahan baku yang masuk dari satu supplier dan tiap ada ikan yang organoleptiknya jelek untuk diuji. Monitoring hasil pengujian bahan baku ikan tuna di laboratorium internal dilaporkan dalam Form 2. Record of internal laboratory analysis (Lampiran 12) dan Histamin test record (Lampiran 11) Pendinginan dengan es curai (chilling wiht slush ice) Monitoring terhadap suhu air yang digunakan untuk pendinginan dilakukan oleh QC yang bertanggung jawab pada tahap ini dengan mengukur suhu air. Pengukuran suhu ini dilakukan setiap satu jam sekali. Monitoring suhu air pada kolam penampungan dilaporkan dalam Form 5. Record of chilling with slush ice (Lampiran 15) Penyimpanan beku (storaging) Bahaya potensial pada tahap ini adalah peningkatan kadar histamin produk akibat dari penyimpangan suhu cold storage. Monitoring terhadap suhu cold storage dicatat dalam Form 6. Record of cold storage and air blast freezer temperature (Lampiran 16). Selain itu dilakukan juga pemantauan terhadap kadar histamin produk. Pemantauan ini dilakukan dengan pengecekan kadar histamin di laboratorium eksternal (LPPMHP). Monitoring hasil pengujian produk di laboratorium ekternal dilaporkan pada Sertifikat Kesehatan (Health Certificate). Dalam Sertifikat Kesehatan juga dilaporkan hasil pengujian mikrobiologi dan logam berat produk.

19 Menetapkan Tindakan Koreksi (Corrective Action) Tindakan koreksi merupakan prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan ketika kesalahan serius atau kritis ditemukan atau batas kritis terlampaui. Tindakan koreksi harus segera dilaksanakan apabila terjadi kegagalan dalam pengawasan pada CCP. Tindakan koreksi harus mengurangi atau mengeliminasi potensi bahaya dan resiko yang terjadi ketika batas kritis terlampaui pada CCP (Pierson 1992). Tindakan koreksi dapat dilihat pada Lampiran Penerimaan bahan baku (receiving) Tindakan koreksi yang harus dilakukan untuk menghindari kemungkinan penyebab histamin adalah dengan menolak bahan baku apabila ditemukan ikan dengan kadar histamin > 30 ppm Pendinginan dengan es curai (chilling with slush ice) Tindakan perbaikan yang harus dilakukan untuk menghindari bahaya pada tahap ini adalah dengan menambahkan es curai ke dalam kolam penampungan apabila suhu air dalam kolam 3 0 C Penyimpanan beku (storaging) Tindakan perbaikan yang harus dilakukan untuk menghindari bahaya pada tahap ini adalah dengan menolak produk apabila ditemukan produk dengan kadar histamin > 30 ppm Menetapkan Prosedur Verifikasi (Verification Procedure) Verifikasi adalah pemeriksaan sistem HACCP secara menyeluruh untuk menjamin bahwa prosedur untuk menghasilkan makanan yang aman dikonsumsi dan bermutu, benar-benar dilaksanakan. Tindakan verifikasi yang dapat dilakukan adalah : penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat, pemeriksaan kembali rencana HACCP dan catatan CCP, catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP atau penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi yang dilakukan (Pierson 2001). Jenis kegiatan verifikasi sistem HACCP yang dilakukan oleh PT Makmur Jaya Sejahtera meliputi : 1. Review dokumen rencana HACCP dan pre-requisite program dan implementasinya. Kegiatan yang dilakukan adalah : Review terhadap kelengkapan isi dokumen GMP dan SSOP

20 Review terhadap kepatuhan karyawan akan GMP dan SSOP Review terhadap formula dan metode pengolahan produk (apakah terjadi perubahan formula atau proses pengolahan) Review terhadap bahan baku, yaitu spesifikasi produk, kepatuhan supplier terhadap regulasi, dan penggantian supplier atau jenis bahan baku Review hasil monitoring CCP bahan baku, penyimpanan, proses, dan distribusi Review terhadap tindakan koreksi yang telah dilakukan jika terjadi penyimpangan 2. Pengambilan contoh (sampling) dan pengujian fisik, kimia, dan biologi. Pengujian dilakukan terhadap bahan baku, peralatan dan pekerja yang terlibat dalam proses dan produk akhir. Pengujian dapat dilakukan terhadap batas kritis untuk meyakinkan bahwa kisaran yang telah ditetapkan telah sesuai untuk mengendalikan bahaya. 3. Penilaian terhadap hasil kalibrasi alat. Penilaian kalibrasi alat penting dilakukan untuk meyakinkan bahwa kegiatan monitoring yang memerlukan pengukuran telah dikendalikan dengan benar. 4. Audit terhadap implementasi HACCP dan review hasil audit. Audit yang dilaksanakan di PT Makmur Jaya Sejahtera terbagi menjadi dua, yaitu audit internal dan audit eksternal. Frekuensi audit internal bergantung pada hasil audit sebelumnya dan auditor yang berwenang adalah orang yang ditunjuk oleh ketua tim HACCP. Audit eksternal dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan dan Dinas Perikanan DKI Jakarta, dan frekuensi audit bergantung pada level hasil audit sebelumnya Prosedur Pencatatan dan Dokumentasi (Record Keeping) Salah satu kunci dari keberhasilan jalannya sistem HACCP yaitu keakuratan sistem pencatatan (record keeping). Semua kegiatan yang berhubungan dengan pemantauan CCP dan kegiatan lainnya yang terkait harus dicatat dengan baik, pencatatan ini akan menyediakan data dimana terjadi penyimpangan terhadap batas kritis dan tindakan koreksi untuk mengatasi penyimpangan tersebut (Pierson 1992). Pencatatan hasil uji laboratorium internal dilakukan di Form 2 (Record of internal laboratory analysis), Form 2b (Record of

21 internal laboratory analysis (water and ice test)), dan Form Histamin test record. Untuk suhu pendinginan dengan es curai dicatat pada Form 5 (Record of chilling with slush ice). Berdasarkan hasil evaluasi, PT Makmur Jaya Sejahtera telah melaksanakan HACCP dengan baik. Hal ini terlihat dari telah dilaksanakannya 12 langkah dan 7 prinsip penerapan HACCP mengacu SNI , mulai dari telah dibentuknya tim HACCP hingga adanya prosedur pencatatan dan pendokumentasian. Hal ini dibuktikan juga dengan tingkat penerimaan produk yang diproduksi oleh PT Makmur Jaya Sejahtera yang tidak pernah mengalami penolakan oleh negara importir. 4.3 Human Resource Scorecard Human resource scorecard merupakan suatu pendekatan baru dalam pengukuran kinerja sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan. Model pengukuran ini sangat penting bagi manajer sumber daya manusia untuk menghadapi tantangan masa depan, mengingat lingkungan yang selalu berubah. Proses pelaksanaan human resource scorecard terdiri dari tujuh langkah (Becker et al., 2001) Mendefinisikan strategi bisnis secara jelas Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa strategi yang digunakan PT Makmur Jaya Sejahtera untuk mencapai visinya adalah excellent dalam implementasi HACCP Membangun sebuah kasus bisnis untuk SDM sebagai aset strategis Kasus bisnis merupakan gambaran kasus yang terjadi disuatu organisasi atau perusahaan berkaitan dengan strategi bisnis yang sedang dijalankanya. Kasus bisnis perlu dibangun untuk mengetahui mengapa dan bagaimana SDM dapat mendukung pencapaian strategi perusahaan. Pada langkah ini dibuat suatu kasus bisnis yang menerangkan bahwa sumber daya manusia merupakan aset strategis. Aset strategis merupakan aset yang dimiliki perusahaan untuk mencapai strateginya. Pembuatan kasus bisnis ini dilakukan dengan menghubungkan tahapan proses produksi tuna loin yang menjadi CCP (berdasarkan identifikasi CCP) dengan sumber daya manusia yang menanganinya. Model gambaran kasus

22 bisnis hubungan implementasi HACCP dengan sumber daya manusia (SDM) dapat dilihat pada Gambar 6. Tahapan proses Penerimaan bahan baku CCP QC1 Pendinginan dengan es curai CCP QC2 Pencucian Pembuangan kepala dan sirip Pembentukan loin Pembuangan kulit Pengikisan I Penentuan mutu dan penimbangan I Kompetensi baik Kinerja tinggi Pemotongan menjadi loin, steak, saku, cube dan pengikisan II Pengukuran, pengkodean, dan penimbangan II Pembungkusan II Keberhasilan implementasi HACCP Pemvakuman Pembekuan Penimbangan III, pengemasan, dan pelabelan Penyimpanan beku CCP QC3 Pemuatan Keterangan : CCP1 = kadar histamin bahan baku CCP2 = suhu pendinginan CCP3 = suhu cold storage Keterangan garis : = proses = sebab akibat = penilaian = penanggung jawab = kategori Gambar 6. Model gambaran kasus bisnis hubungan implementasi HACCP dengan sumber daya manusia (SDM) (Diolah oleh penulis, 2010)

23 Berdasarkan identifikasi CCP (Lampiran 8), tahapan yang menjadi titik kritis (CCP) adalah tahap penerimaan bahan baku, pendinginan dengan es curai, dan penyimpanan beku. Ketiga tahap ini merupakan tahapan dimana jika terjadi kehilangan kendali akan mengakibatkan bahaya keamanan pangan. Oleh karena itu harus ditangani dan diawasi oleh sumber daya dengan kompetensi tertentu. Hal ini dilakukan agar kinerja yang dihasilkan menjadi lebih baik sehingga didapatkan keberhasilan dalam implementasi HACCP Membuat peta strategi Peta strategi merupakan suatu peta yang menggambarkan langkah-langkah yang harus dilakukan perusahaan untuk melaksanakan strateginya. Peta strategis yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dan Reformasi Birokrasi No. 15/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi yang dimodifikasi, secara visual diuraikan oleh Tjahjono ( 2009), seperti tertera pada Gambar 7. Berdasarkan peta strategis tersebut dapat dilihat bahwa keberhasilan implementasi HACCP dipengaruhi oleh kinerja individu yang mengimplementasikannya. Kinerja individu dapat dicapai bila standar kinerja telah tercapai. Standar kinerja pun akan tercapai bila standar kompetensi individu telah tercapai. Standar kompetensi dibuat dengan melakukan analisis dan evaluasi jabatan.

24 Analisis dan evaluasi jabatan Standar kompetensi Rekrutmen dan penempatan Keberhasilan implementasi HACCP Pendidikan dan pelatihan Standar kinerja Penilaian kinerja Kinerja individu Keterangan garis : = sebab akibat = proses Gambar 7. Gambaran peta strategis (Modifikasi Tjahjono, 2009) Mengidentifikasi HR Deliverable di dalam peta strategi Untuk mengintegrasikan sumber daya manusia ke dalam sistem pengukuran kinerja bisnis, manajer harus mengidentifikasi masalah yang menghubungkan sumber daya manusia dengan rencana-rencana implementasi strategi organisasi atau yang disebut dengan HR Deliverable. HR Deliverable adalah kontribusi penting dari sumber daya manusia untuk mengimplementasikan strategi perusahaan (Moeheriono, 2009). Berdasarkan peta strategis (Gambar 7), dapat ditentukan bahwa sumber daya manusia dapat berkontribusi dalam memenuhi standar kinerja. Sehingga standar kinerja merupakan HR deliverable di dalam peta strategi tersebut.

25 4.3.5 Menyelaraskan arsitektur SDM dan HR Deliverable Menurut Moeheriono (2009) penyelarasan arsitektur SDM dan HR deliverable dapat dilakukan dengan merancang sistem sumber daya manusia yang dapat mendukung HR deliverable itu sendiri. Tujuan dari langkah ini adalah untuk merancang sistem SDM yang dapat mendukung HR deliverable. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi HR enabler (yang memungkinkan kinerja berlangsung) dari HR deliverable yang telah ditentukan. Dalam kasus ini yang memungkinkan standar kinerja dicapai adalah standar kompetensi. Karena diantara keduanya (standar kinerja dan standar kompetensi) memiliki hubungan kausal (sebab akibat) yaitu jika standar kompetensi karyawan pada suatu perusahaan baik maka standar kinerja yang akan dicapai tinggi. Sehingga standar kompetensi merupakan HR enabler bagi standar kinerja (HR deliverable) Merancang sistem pengukuran strategis Setelah tercipta keselarasan antara HR deliverable dengan arsitektur SDM, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan ukuran-ukuran strategis (key performance indicator) untuk tiap HR deliverable. Dalam proses penyusunan HR scorecard, HR deliverable merupakan sasaran strategis yang harus dicapai oleh departemen SDM (Becker et al., 2001). Penerapan tahap ini merujuk pada konsep dasar tentang kompetensi yang mengacu pada The Concept of Competence oleh Mc Clelland (1993) dengan tahapan sebagai berikut: (a). Mengidentifikasi posisi apa yang perlu dibuat model kompetensinya dengan melihat kasus bisnis yang telah dibuat. Posisi yang perlu dibuat model kompetensinya dalam hal ini adalah quality control (QC) pada tahapan yang menjadi CCP (penerimaan bahan baku, pendinginan dengan es curai, dan penyimpanan beku). (b). Melakukan analisis jabatan (job analysis) dengan menjabarkan tanggung jawab posisi yang telah dipilih. Tanggung jawab masing-masing QC adalah: - QC penerimaan bahan baku bertanggung jawab untuk melakukan pengukuran suhu pusat ikan dan pengujian organoleptik. - QC laboratorium bertanggung jawab untuk melakukan uji histamin. - QC pendinginan dengan es curai bertanggung jawab untuk melakukan pengukuran suhu kolam.

26 - QC penyimpanan beku bertanggung jawab untuk menjaga suhu cold storage tetap rendah. (c). Mengidentifikasi kompetensi yang dibutuhkan pada posisi yang telah dipilih pada langkah (a) berdasarkan tanggung jawab yang telah dijabarkan. Kompetensi yang dibutuhkan oleh masing-masing QC adalah: - QC penerimaan bahan baku harus dapat menggunakan termometer dan melakukan uji organoleptik. - QC laboratorium harus dapat melakukan uji histamin. - QC pendinginan dengan es curai harus dapat menggunakan termometer. - QC penyimpanan beku harus dapat menjaga suhu cold storage tetap rendah. (d). Membuat daftar tentang jenis kompetensi yang diperlukan pada posisi tertentu. Langkah ini dilakukan dengan membuat tabel daftar kompetensi, dapat dilihat pada Tabel 10. (e).menentukan skala tingkat penguasaan kompetensi yang ingin dibuat. Dalam hal ini dipilih skala B (basic), I (intermediet), A (advance) dan E (expert). (f). Membuat penjelasan dari suatu jenis kompetensi ke dalam skala yang dibuat. Skala tingkat penguasaan kompetensi untuk masing-masing kompetensi adalah: - Kompetensi dapat menggunakan termometer memiliki tingkat penguasaan, Basic jika dapat membaca hasil pengukuran, Intermediet jika dapat mematikan dan menghidupkan alat dan membaca hasil pengukuran, Advance jika dapat mematikan dan menghidupkan alat, melakukan pengukuran, dan membaca hasil pengukuran, dan Expert jika dapat mematikan dan menghidupkan alat, melakukan pengukuran, membaca hasil pengukuran dan melakukan kalibrasi. - Kompetensi dapat melakukan uji organoleptik memiliki tingkat penguasaan, Basic jika berkemampuan rata-rata yang tidak terlatih secara formal, tetapi mempunyai kemampuan untuk membedakan dan mengkomunikasikan reaksi dari penilaian organoleptik yang diujikan, Intermediet jika mempunyai tingkat ketelitian yang tinggi dan tekun, tetapi tingkat kepekaannya tidak terlalu tinggi, Advance jika mempunyai kepekaan spesifik yang sangat tinggi, dan Expert jika mempunyai kepekaan tinggi,

27 juga mengetahui hal dan penanganan komoditi yang diuji beserta cara penilaian indera modern. - Kompetensi dapat melakukan uji histamin memiliki tingkat penguasaan, Basic jika dapat menggunakan histamine test kit, Intermediet jika dapat menggunakan histamine test kit dan melakukan sampling, Advance jika dapat menggunakan histamine test kit, melakukan sampling dan menggunakan histamine stat fax, dan Expert jika dapat menggunakan histamine test kit, melakukan sampling, serta menggunakan dan mengkalibrasi histamine stat fax. - Kompetensi dapat menjaga suhu cold storage memiliki tinggkat penguasaan, Basic jika suhu cold storage yang melebihi C sebanyak 18 kali/hari, Intermediet jika suhu cold storage yang melebihi C sebanyak 12 kali/hari, Advance jika suhu cold storage yang melebihi C sebanyak 6 kali/hari, dan Expert jika tidak ada suhu cold storage yang melebihi C. Selanjutnya, untuk penentuan standar kinerja mengacu pada Anderson (1992) yaitu dengan membuat standar penilaian kinerja yang berisikan sasaran atau target dan indikator keberhasilan atau key performance indicator bagi setiap pemegang jabatan. Sasaran dan indikator keberhasilan atau key performance indicator (KPI) bagi setiap QC pada tahap yang menjadi CCP adalah: - Pada tahap penerimaan bahan baku sasarannya adalah bahan baku yang diterima memiliki kadar kadar histamin yang rendah dan KPI-nya adalah hasil pengujian histamin < 30 ppm. - Pada tahap pendinginan dengan es curai sasarannya adalah suhu air tetap rendah dan KPI-nya adalah hasil pengujian suhu air < 3 0 C. - Pada tahap penyimpanan beku sasarannya adalah produk memiliki kadar histamin yang rendah dan KPI-nya adalah hasil pengujian histamin produk < 30 ppm. Rancangan sistem pengukuran strategis yang telah dibuat dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11.

28 Siapa QC Penerimaan bahan baku QC laboratorium QC Pendinginan dengan es curai QC Penyimpanan beku Sasaran mengukur suhu pusat ikan menguji organoleptik ikan melakukan pengujian histamin mengukur suhu air menjaga suhu cold storage tetap rendah Tabel 10. Model rancangan interpretasi standar kompetensi mengacu Mc Clelland (1993) Tingkat Keterangan Kompetensi penguasaan yang dibutuhkan dapat menggunakan termometer dapat melakukan uji organoleptik dapat melakukan pengujian histamin dapat menggunakan alat pengukur suhu dapat menjaga suhu cold storage tetap rendah kompetensi B (basic) I (intermediet) A (advance) E (expert) B (basic) I (intermediet) A (advance) E (expert) B (basic) I (intermediet) A (advance) E (expert) B (basic) I (intermediet) A (advance) E (expert) B (basic) I (intermediet) A (advance) E (expert) dapat membaca hasil pengukuran dapat mematikan dan menghidupkan alat dan membaca hasil pengukuran dapat mematikan dan menghidupkan alat, melakukan pengukuran, dan membaca hasil pengukuran dapat mematikan dan menghidupkan alat, melakukan pengukuran, membaca hasil pengukuran dan melakukan kalibrasi berkemampuan rata-rata yang tidak terlatih secara formal, tetapi mempunyai kemampuan untuk membedakan dan mengkomunikasikan reaksi dari penilaian organoleptik yang diujikan mempunyai tingkat ketelitian yang tinggi dan tekun, tetapi tingkat kepekaannya tidak terlalu tinggi mempunyai kepekaan spesifik yang sangat tinggi mempunyai kepekaan tinggi, juga mengetahui hal dan penanganan komoditi yang diuji beserta cara penilaian indera modern dapat menggunakan histamine test kit dapat menggunakan histamine test kit dan melakukan sampling dapat menggunakan histamine test kit, melakukan sampling dan menggunakan histamine stat fax dapat menggunakan histamine test kit,melakukan sampling,serta menggunakan dan mengkalibrasi histamine stat fax dapat membaca hasil pengukuran dapat mematikan dan menghidupkan alat, dan membaca hasil pengukuran dapat mematikan dan menghidupkan alat, melakukan pengukuran, dan membaca hasil pengukuran dapat mematikan dan menghidupkan alat, melakukan pengukuran, membaca hasil pengukuran dan melakukan kalibrasi suhu cold storage yang melebihi C sebanyak 18 kali/hari suhu cold storage yang melebihi C sebanyak 12 kali/hari suhu cold storage yang melebihi C sebanyak 6 kali/hari tidak ada suhu cold storage yang melebihi C

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu penilaian program kelayakan dasar (pre requisite program), evaluasi penerapan program Hazard Analysis Critical

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

Lampiran 1 Log book penangkapan ikan dengan alat tangkap rawai tuna dan pancing ulur.

Lampiran 1 Log book penangkapan ikan dengan alat tangkap rawai tuna dan pancing ulur. LAMPIRAN 74 59 Lampiran 1 Log book penangkapan ikan dengan alat tangkap rawai tuna dan pancing ulur. 74 75 Lampiran 2 Tabel observasi kegiatan proses pembuatan tuna loin beku (data verivikasi) Nama tahapan

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di PT. Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di salah satu Perusahaan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jalan Muara

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 di PT. AGB Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Deskripsi Produk Tuna Steak Beku di PT. Garaha Insan Sejahtera

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Deskripsi Produk Tuna Steak Beku di PT. Garaha Insan Sejahtera BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Tuna Steak Beku PT. Graha Insan Sejahtera ialah salah satu perusahaan perikanan di Muara Baru-Jakarta Utara yang menangani tuna menjadi produk akhir tuna

Lebih terperinci

MAKMUR JAYA SEJAHTERA

MAKMUR JAYA SEJAHTERA LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Penugasan Tim HACCP MAKMUR JAYA SEJAHTERA Jl. Muara Baru Ujung Blok J No.: 8, Jakarta-Indonesia Telp. : (62-21) 6623374 Fax. ; (62-21) 6622870 ASSIGNMENT LETTER OF HACCP TEAM

Lebih terperinci

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL Oleh: TIMOR MAHENDRA N C 34101055 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Deskripsi Produk Tuna Loin Beku di PT. Awindo Internasional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Deskripsi Produk Tuna Loin Beku di PT. Awindo Internasional BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Tuna loin beku merupakan salah satu hasil penanganan ikan tuna yang diproduksi oleh PT. Awindo Internasional. Jenis bahan baku yang digunakan yaitu yellowfin

Lebih terperinci

PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI

PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Pedoman

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN : 2088-3137 ANALISIS BAHAYA DAN PENENTUAN TITIK PENGENDALIAN KRITIS PADA PENANGANAN TUNA SEGAR UTUH DI PT. BALI OCEAN ANUGRAH LINGER

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Ikan Layur Beku Menurut SNI 6940.1:2011 (BSN 2011), ikan layur beku merupakan produk hasil perikanan dengan bahan baku layur segar utuh yang mengalami perlakuan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 28 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Perusahaan Perusahaan X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perikanan. Perusahaan ini berdiri sekitar 10 tahun yang lalu. Perusahaan X ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data 30 3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Tunamerupakan komoditas komersial tinggi dalam perdagangan internasional. Salah satu bentuk olahan tuna adalah tuna loin, tuna steak, dan tuna saku. Tuna loin merupakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Analisis Bahaya dan Titik Kendali Kritis pada Penanganan Tuna Loin Beku di PT. Awindo International

KATA PENGANTAR Analisis Bahaya dan Titik Kendali Kritis pada Penanganan Tuna Loin Beku di PT. Awindo International KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Analisis Bahaya dan Titik

Lebih terperinci

The Hazard Analysis and Critical Control Point System

The Hazard Analysis and Critical Control Point System The Hazard Analysis and Critical Control Point System HACCP merupakan metode yang rasional & alamiah untuk penjaminan mutu makanan. Sistem ini terdiri atas identifikasi serta pengkajian yang sistematis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sertifikat HACCP Frozen Cooked Tuna

Lampiran 1. Sertifikat HACCP Frozen Cooked Tuna LAMPIRAN Lampiran 1. Sertifikat HA Frozen Cooked Tuna 52 Lampiran 2. Sertifikat Keterangan Pengolahan Frozen Cooked Tuna 53 Lampiran 3. Tata Letak Bangunan PT. Gabungan Era Mandiri 54 55 Lampiran 4.Pohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan maupun pengolahan merupakan suatu cara ataupun tindakan untuk mempertahankan mutu dan kualitas bahan pangan, termasuk di sektor perikanan. Menurut data Dirjen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Deskripsi Produk cakalang precooked loin beku di PT.GEM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Deskripsi Produk cakalang precooked loin beku di PT.GEM BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Cakalang precooked loin beku adalah produk yang dihasilkan oleh PT..Gabungan Era Mandiri (GEM). Produk diekspor sebagai bahan baku pengalengan karena perusahaan

Lebih terperinci

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut A. Penerapan Cara Peoduksi Perikanan laut yang Baik (GMP/SSOP/HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya

Lebih terperinci

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang proses dan pembekuan untuk hasil perikanan laut, yang merupakan milik Bapak H.Yusdin

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Nama Produk Nama Spesies. Asal Ikan. Alur Proses. Kemasan Produk. Daya Tahan Produk. Penggunaan Produk Negara Tujuan Ekspor

BAB IV PEMBAHASAN. Nama Produk Nama Spesies. Asal Ikan. Alur Proses. Kemasan Produk. Daya Tahan Produk. Penggunaan Produk Negara Tujuan Ekspor BAB IV PEMBAHASAN 4. Deskripsi Produk Tuna saku beku adalah loin tuna yang telah dipotong menyerupai bentuk saku yang hasil akhirnya dalam kondisi beku. Di PT. X tuna saku beku merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan.. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.19/MEN/2010 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Bgn-1. Prosedur Penanganan

Bgn-1. Prosedur Penanganan Bgn-1. Prosedur Penanganan 2 Receiving Packaging Material Dry Storage Receiving Raw Materials Washing-1 Sampling Weighing-1 Sortation Weighing-2 Washing-2 Receiving Room Number of shirm Size code Inner

Lebih terperinci

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Tekn. Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Risiko Risiko merupakan ketidakpastian (risk is uncertainty) dan kemungkinan terjadinya hasil yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai potensi dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan sektor perikanan dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu proses berfikir dari menemukan masalah, mengumpulkan data, baik melalui tinjauan pustaka maupun melalui studi lapangan, melakukan pengolahan

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 20 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-September 2010 di PT X, yang beralamat di Jalan Muara Baru Ujung Blok B No. 168, Kecamatan Penjaringan,

Lebih terperinci

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010. Nama : RaisAbdullah NPM : 230110097026 Kelas : Perikanan B Tugas Manajemen Mutu Terpadu Spesifikasi CUMI-CUMI BEKU SNI 2731.1:2010 1. Istilah dan definisi cumi-cumi beku merupakan produk olahan hasil perikanan

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 23 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi mengenai Kualitas Saat kata kualitas digunakan, kita mengartikannya sebagai suatu produk atau jasa yang baik yang dapat memenuhi keinginan kita. Menurut ANSI/ASQC Standard

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, dimana persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. Syarat-syarat makanan yang baik diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi ini perkembangan zaman yang diingiringi dengan inovasi-inovasi dalam bidang pangan khususnya. Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu produk makanan

Lebih terperinci

Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo

Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo 1,2 Saprin Hayade, 2 Rieny Sulistijowati, 2 Faiza A. Dali 1 saprin_hayade@yahoo.com 2 Jurusan Teknologi Perikanan Fakultas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT Tridaya Eramina Bahari berdiri pada tahun 1994 di Cirebon. Perusahaan ini didirikan oleh Bapak H. Danuri sebagai komisaris dan Bapak

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA KATEGORI INDUSTRI PENGOLAHAN GOLONGAN POKOK INDUSTRI MAKANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam penanganan pasca panen (pembekuan) untuk hasil perikanan, yang merupakan milik Bapak

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya

Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya Standar Nasional Indonesia SNI 01-4852-1998 Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya Badan Standardisasi i Nasional - BSN Standar ini merupakan adopsi secara

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN PERATURAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SELAKU OTORITAS

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) ABSTRAK

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) ABSTRAK 1 PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) Replin Amrin Saidi 1, Abdul Hafidz Olii 2, Yuniarti Koniyo 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

MATERI III : ANALISIS BAHAYA

MATERI III : ANALISIS BAHAYA MATERI III : ANALISIS BAHAYA (Prinsip HACCP I) Tahap-tahap Aplikasi HACCP 1 1. Pembentukan Tim HACCP 2. Deskripsi Produk 3. Indentifikasi Konsumen Pengguna 4. Penyusunan Bagan alir proses 5. Pemeriksaan

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

SISTEM INSPEKSI DAN SERTIFIKASI PRODUK PERIKANAN TUJUAN EKSPOR. Sentul, 12 April 2017

SISTEM INSPEKSI DAN SERTIFIKASI PRODUK PERIKANAN TUJUAN EKSPOR. Sentul, 12 April 2017 SISTEM INSPEKSI DAN SERTIFIKASI PRODUK PERIKANAN TUJUAN EKSPOR Sentul, 12 April 2017 RUANG LINGKUP I. Definisi Internasional (Based on Codex Alimentarius Commission/CAC) II. Sistem Inspeksi dan Sertifikasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A.

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A. PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI INTI KELAPA SAWIT MENJADI PALM KERNEL OIL MENGGUNAKAN METODE GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) DI PT SINAR JAYA INTI MULYA Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari,

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Siomay ikan SNI 7756:2013

Siomay ikan SNI 7756:2013 Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai pada hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan yang didistribusikan sangat bergantung kualitas

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Issue : Kemampuan petani didalam menjamin mutu dan keamanan pangan segar yg dihasilkan relatif

Lebih terperinci

KETERKAITAN KINERJA DAN KOMPETENSI BERDASARKAN HUMAN RESOURCE SCORECARD

KETERKAITAN KINERJA DAN KOMPETENSI BERDASARKAN HUMAN RESOURCE SCORECARD KETERKAITAN KINERJA DAN KOMPETENSI BERDASARKAN HUMAN RESOURCE SCORECARD DENGAN KEBERHASILAN IMPLEMENTASI HACCP PADA PROSES PENGOLAHAN TUNA LOIN BEKU (STUDI KASUS) IKA ZAHARANI YAHYA C34051754 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM TRACEABILITY DALAM PENANGANAN DAN PENGOLAHAN KOMODITAS PRODUK PERIKANAN INDONESIA UNTUK EKSPOR

KAJIAN SISTEM TRACEABILITY DALAM PENANGANAN DAN PENGOLAHAN KOMODITAS PRODUK PERIKANAN INDONESIA UNTUK EKSPOR KAJIAN SISTEM TRACEABILITY DALAM PENANGANAN DAN PENGOLAHAN KOMODITAS PRODUK PERIKANAN INDONESIA UNTUK EKSPOR Tim Penyusun : Annisa Galuh D (13494) Kusumo Prasetyo A (13495) Nadia Aulia Putri (13496) Puji

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rantai Distribusi Ikan Tuna Rantai produksi perikanan khususnya untuk ikan hasil tangkapan bisa sangat panjang dan melibatkan banyak pihak. Secara umum, rantai distribusi

Lebih terperinci

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN ISO 22000 ISO 14001 ISO 17025 OHSAS Budaya Kerja 5S/5R Budaya Kerja K3 Sistem Manajemen Halal ISO 9001 Konsumen/Masyarakat IMPLEMENTASI ISO 9001:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) 1 Pendahuluan Teknologi Dampak positip pengawetan peningkatan tampilan peningkatan gizi kecepatan penyajian > Dampak pengiring?? 2 Kemungkinan selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

PEMBEKUAN IKAN DI PT. INTI LUHUR FUJA ABADI BEJI-PASURUAN LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

PEMBEKUAN IKAN DI PT. INTI LUHUR FUJA ABADI BEJI-PASURUAN LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN PEMBEKUAN IKAN DI PT. INTI LUHUR FUJA ABADI BEJI-PASURUAN LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH: MELVIN MEINHART S 6103013038 ANDREAS UTOMO P.S 6103013074 RYAN REYNALDI L. 6103013096 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan, di unit pembekuan ikan Tuna di PT. Hatindo

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan, di unit pembekuan ikan Tuna di PT. Hatindo BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan, di unit pembekuan ikan Tuna di PT. Hatindo Makmur yang berlokasi di jalan Tuna III Pelabuhan Benoa, Kabupaten

Lebih terperinci

Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi

Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

Bakso ikan SNI 7266:2014

Bakso ikan SNI 7266:2014 Standar Nasional Indonesia Bakso ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

Parancangan Sistem HACCP dan OPRP di PT. X

Parancangan Sistem HACCP dan OPRP di PT. X Parancangan Sistem HACCP dan OPRP di PT. X Glory Leuw 1*, Kriswanto Widiawan 2 Abstract: The design of HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) and OPRP (Operational Pre Requisite Program) systems

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian terhadap kecukupan Sistem Keamanan Pangan untuk Industri Jasa Boga dilakukan dengan pengambilan data di beberapa instansi terkait yaitu Direktorat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

Nur Hidayat Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang

Nur Hidayat Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang Nur Hidayat Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id Materi Sosialisasi GMP dan Keamanan Pangan 11/17/2011 1 HACCP

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan Menurut Rosyidi (2007), dalam melakukan kegiatan ekspor suatu perusahaan dapat menentukan sendiri kebijakan mengenai pemasaran

Lebih terperinci

Rekomendasi nasional kode praktis - Prinsip umum higiene pangan

Rekomendasi nasional kode praktis - Prinsip umum higiene pangan Standar Nasional Indonesia Rekomendasi nasional kode praktis - Prinsip umum higiene pangan (CAC/RCP 1-1969, Rev. 4-2003, IDT) ICS 67.020 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

Udang beku Bagian 1: Spesifikasi

Udang beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

STUDI PENGEMASAN TUNA EKOR KUNING (Thunnus albacares) DI CV. CAHAYA MANDIRI DESA BOTU BARANI KELURAHAN BONE PANTAI PROVINSI GORONTALO

STUDI PENGEMASAN TUNA EKOR KUNING (Thunnus albacares) DI CV. CAHAYA MANDIRI DESA BOTU BARANI KELURAHAN BONE PANTAI PROVINSI GORONTALO STUDI PENGEMASAN TUNA EKOR KUNING (Thunnus albacares) DI CV. CAHAYA MANDIRI DESA BOTU BARANI KELURAHAN BONE PANTAI PROVINSI GORONTALO Wila Rumina Nento Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Food Industries yang akan dibahas antara lain adalah: a) Tahapan audit yang dilakukan (survei pendahuluan dan evaluasi sistem

BAB IV PEMBAHASAN. Food Industries yang akan dibahas antara lain adalah: a) Tahapan audit yang dilakukan (survei pendahuluan dan evaluasi sistem BAB IV PEMBAHASAN Dalam bab ini, audit operasional atas fungsi produksi pada PT Dunia Daging Food Industries yang akan dibahas antara lain adalah: a) Tahapan audit yang dilakukan (survei pendahuluan dan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGUATAN DAYA SAING PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 24/PER-DJPDSPKP/2017 TENTANG PEMERINGKATAN SERTIFIKAT KELAYAKAN PENGOLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR

Lebih terperinci

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik Prerequisite Program #7 Pencegahan Kontaminasi Silang Pencegahan, pengendalian, deteksi kontaminasi; kontaminasi mikrobiologik, fisik, dan kimiawi Bahaya biologis: cacing, protozos, bakteri, cendawan/fungi

Lebih terperinci