BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA. historis selama bulan Maret 2009 digunakan sebagai dasar peramalan untuk 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA. historis selama bulan Maret 2009 digunakan sebagai dasar peramalan untuk 1"

Transkripsi

1 BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data Perkiraan permintaan perlu diketahui untuk pengolahan penjadwalan, data historis selama bulan Maret 2009 digunakan sebagai dasar peramalan untuk 1 Minggu kedepan. Kemudian data yang dikumpulkan lainnya untuk dilakukannya penjadwalan adalah due date tiap koran. Sedangkan untuk mencari suatu akar permasalahan mengenai gangguan proses produksi, data yang dikumpulkan adalah data gangguan mesin selama periode 1 Maret Maret Proses pengumpulan data dilakukan secara langsung di PT. Gramedia Printing yaitu dengan observasi lapangan, wawancara secara langsung dan pengambilan data historis perusahaan. Data historis yang dipakai untuk penelitian adalah bulan maret 2009, dimana proses produksi berlangsung selama 9 jam dan sisa waktu yang ada dibuat untuk proses produksi majalah dan maintenance. Didalam proses produksi Koran digunakan 3 tipe mesin yang memiliki kapasitas produksi yang berbeda yaitu : 1. HT = produk/jam 2. Magnum = produk/jam 3. Solna = produk/jam

2 55 Data permintaan Untuk memulai pembahasan skripsi tentang penjadwalan maka akan dilampirkan data permintaan produksi yang dipesan pada bulan maret Dimana data tersebut akan dilampirkan seperti dibawah ini : Data Permintaan Koran Data permintaan koran, diambil data 1 hari saja pada tanggal 4 bulan Maret 2009 adalah sebanyak 3,704,650 permintaan. Data Persentase Permintaan Tabel 4.1 Tabel Persentase Permintaan A B C D E F G H I J K L M N O Total Persentasi 35.07% 16.27% 17.11% 4.30% 6.69% 3.82% 3.46% 5.40% 1.61% 1.03% 0.52% 0.53% 1.60% 1.06% 1.53% 100% Rata-rata Permintaan Per Hari 1,299, , , , , , , ,051 59,645 38,158 19,264 19,635 59,274 39,269 56,681 3,704,650 Data Waktu Kerusakan Pada data waktu kerusakan, diambil data selama 2 minggu pada bulan Maret dari setiap mesin, dimana data yang ditampilkan adalah data durasi kerusakan (dari awal terjadi kerusakan sampai selesai ditanggani), faktor penyebab kerusakan, dan bagian mesin yang terjadi kerusakan. Data yang ditampilkan dapat dilihat pada halaman Lampiran.

3 Pengolahan Data Penjadwalan Mesin Berdasarkan pada data permintaan 1 hari pada bulan Maret tersebut akan dilakukan penjadwalan pada 1 hari tersebut. Berikut akan ditampilkan jumlah permintaan tiap produk koran per hari nya: Tabel 4.2 Rata- Rata Permintaan Koran Tiap Produk per Hari A B C D E F G H I J K L M N O Total Persentasi 35.07% 16.27% 17.11% 4.30% 6.69% 3.82% 3.46% 5.40% 1.61% % 0.52% 0.53% % 1.06% % 100% Rata-rata Perminta an Per Hari 1,299, , , , , , , ,051 59,645 38,158 19,264 19,635 59,274 39,269 56,681 3,704,650 Contoh perhitungan : Jumlah permintaan produk A per hari ,704,650 unit = 1,299, 221unit 100

4 57 Tabel 4.3 Waktu Proses dan Due Time Tiap Produk Produk Mulai Proses Due Time Permintaan (Unit) Waktu Proses (Jam) Due Time (Jam) A 19:30 4:30 1,298, B 19:30 3:00 602, C 19:30 4:00 633, D 19:30 2:54 159, E 19:30 2:00 247, F 19:30 2:45 141, G 19:30 3:00 128, H 19:30 4:00 200, I 19:30 2:30 59, J 19:30 3:45 38, K 19:30 3:00 19, L 19:30 4:15 19, M 19:30 4:21 59, N 19:30 2:45 39, O 19:30 3:15 56, Berdasarkan jumlah permintaan tiap produk tersebut, perusahaan menetapkan bahwa tiap produk yang berjumlah lebih besar dari 400,000 unit diproduksi oleh mesin HT, produk yang berjumlah antara 100,000 unit 400,000 unit diproduksi oleh mesin Magnum, sedangkan untuk produk yang berjumlah dibawah 100,000 unit diproduksi oleh mesin Solna. Oleh karena itu produk A,B dan C diproduksi oleh mesin HT, produk D,E,F,G, dan H diproduksi oleh mesin Magnum, dan produk I,J,K,L,M,N dan O diproduksi oleh mesin Solna. Dari data due date dan jumlah permintaan tiap produk dapat dibuat berbagai metode penjadwalan untuk mengurangi waktu keterlambatan pengiriman, yang dilihat berdasarkan urutan kerja produk, mean lateness dan mean completion time yang terbaik.

5 58 Metode FCFS ( Fisrt Come First Serve) Tabel 4.4 Penjadwalan Metode FCFS Untuk Mesin HT Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) A B C Total Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan A-B-C Tabel 4.5 Penjadwalan Metode FCFS Untuk Mesin Magnum Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) D E F G H Total Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan D-E-F-G-H Tabel 4.6 Penjadwalan Metode FCFS Untuk Mesin Solna Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) I J K L M N O Total Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan I-J-K-L-M-N-O

6 59 Contoh perhitungan menggunakan metode FCFS pada mesin HT : Completion Time (C i ) C 1 + T 2 = C = 9.75 jam Lateness (L i ) C i - D i = L i C 1 D 1 = L = jam Mean Completion Time C i C 3 = i = : 3 = 9.8 jam Mean Lateness L i = i L 3 = 4.41 : 3 = 1.47 jam

7 60 Metode Slack Tabel 4.7 Penjadwalan Metode Slack Untuk Mesin HT Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) Slack, Sli (Jam) A B C Total Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan A-B-C Tabel 4.8 Penjadwalan Metode Slack Untuk Mesin Magnum Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) Slack, Sli (Jam) E D F H G Total Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan E-D-F-H-G Tabel 4.9 Penjadwalan Metode Slack Untuk Mesin Solna Produk Flow Time, Ti (Jam) Complet ion Time, Ci (Jam) Due Ti me, Di (Jam) Lateness, Li (J am) Slack, Sli (Jam) I O N M J K L Total Mean Lat eness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan I-O-N-M-J-K-L

8 61 Contoh perhitungan menggunakan metode Slack pada mesin HT : Completion Time (C i ) C 1 + T 2 = C = 9.75 jam Lateness (L i ) C i - D i = L i C 1 D 1 = L = jam Slack Time (SL i ) D i - C i = SL i = 2.34 jam Mean Completion Time C i C 3 = i = : 3 = 9.8 jam Mean Lateness L i = i L 3 = 4.41 : 3 = 1.47 jam

9 62 Metode LPT ( Longest Processing Time) Tabel 4.10 Penjadwalan Metode LPT Untuk Mesin HT Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) A C B Total Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan A-C-B Tabel 4.11 Penjadwalan Metode LPT Untuk Mesin Magnum Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) E H D F G Total Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan E-H-D-F-G Tabel 4.12 Penjadwalan Metode LPT Untuk Mesin Solna Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) I M O N J L K Total Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan I-M-O-N-J-L-K

10 63 Contoh perhitungan menggunakan metode LPT pada mesin HT : Completion Time (C i ) C 1 + T 2 = C = 9.91 jam Lateness (L i ) C i - D i = L i C 1 D 1 = L = jam Mean Completion Time C i C 3 = i = : 3 = 9.9 jam Mean Lateness L i = i L 3 = 4.57 : 3 = 1.52 jam

11 64 Metode SPT ( Shortest Proccesing Time ) Tabel 4.13 Penjadwalan Metode SPT Untuk Mesin HT Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) B C A Total Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan B-C-A Tabel 4.14 Penjadwalan Metode SPT Untuk Mesin Magnum Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) G F D H E Total Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan G-F-D-H-E Tabel 4.15 Penjadwalan Metode SPT Untuk Mesin Solna Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) K L J N O M I Total Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan K-L-J-N-O-M-I

12 65 Contoh perhitungan menggunakan metode SPT pada mesin HT : Completion Time (C i ) C 1 + T 2 = C = 6.34 jam Lateness (L i ) C i - D i = L i C 1 D 1 = L = jam Mean Completion Time C i C 3 = i = : 3 = 7.5 jam Mean Lateness L i = i L 3 = : 3 = jam

13 66 Metode EED ( Earliest Due Date) Tabel 4.16 Penjadwalan Metode EDD Untuk Mesin HT Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) B C A Total Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan B-C-A Tabel 4.17 Penjadwalan Metode EDD Untuk Mesin Magnum Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) E F D G H Total Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan E-F-D-G-H Tabel 4.18 Penjadwalan Metode EDD Untuk Mesin Solna Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) I N K O J L M Total Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan I-N-K-O-J-L-M

14 67 Contoh perhitungan menggunakan metode EDD pada mesin HT : Completion Time (C i ) C 1 + T 2 = C = 6.34 jam Lateness (L i ) C i - D i = L i C 1 D 1 = L = jam Mean Completion Time C i C 3 = i = : 3 = 7.5 jam Mean Lateness L i = i L 3 = : 3 = jam

15 68 Metode Wilkerson Irwin Tabel 4.19 Perhitungan Metode Wilkerson Irwin Untuk Mesin HT Step S tep 1 ; α β γ Step 2 ; Fα + Max (Tβ, Tγ) Max ( Dβ, Dγ) (Tβ Tγ) Step 3 ; Fα - Tα + Max (Tα, Tβ) Max (D α, Dβ) (Tα Tβ) 2 B-C-A No Yes Setelah dilakukannya perhitungan diatas maka dilakukan penjadwalan berdasarkan urutan pekerjaannya adalah B-C-A. Tabel 4.20 Penjadwalan Metode Wilkerson Irwin Untuk Mesin HT Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) B C A Total Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan B-C-A

16 69 Tabel 4.21 Perhitungan Metode Wilkerson Irwin Untuk Mesin Magnum Step S tep 1 ; α β γ Step 2 ; Fα + Max (Tβ, Tγ) Max ( Dβ, Dγ) (Tβ Tγ) Step 3 ; Fα - Tα + Max (Tα, Tβ) Max (D α, Dβ) (Tα Tβ) 2 E-F-D Yes Yes 2 F-D-G No No 3 F-G Yes No 2 G-D-H No Yes Setelah dilakukannya perhitungan diatas maka dilakukan penjadwalan berdasarkan urutan pekerjaannya adalah E-F-G-D-H. Tabel 4.22 Penjadwalan Metode Wilkerson Irwin Untuk Mesin Magnum Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) E F G D H Total Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan E-F-G-D-H

17 70 Tabel 4.23 Perhitungan Metode Wilkerson Irwin Untuk Mesin Solna Step S tep 1 ; α β γ Step 2 ; Fα + Max (Tβ, Tγ) Max ( Dβ, Dγ) (Tβ Tγ) Step 3 ; Fα - Tα + Max (Tα, Tβ) Max (D α, Dβ) (Tα Tβ) 2 I-N-K Yes No 2 N-K=O No Yes 2 K-O-J No No 3 K-J Yes No 2 J-O-L No No 3 J-L Yes No 2 L-O-M No Yes Setelah dilakukannya perhitungan diatas maka dilakukan penjadwalan berdasarkan urutan pekerjaannya adalah I-N-K-J-L-O-M. Tabel 4.24 Penjadwalan Metode Wilkerson Irwin Untuk Mesin Solna Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) I N K J L O M Total Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan I-N-K-J-L-O-M

18 71 Contoh perhitungan menggunakan metode EDD pada mesin HT : Completion Time (C i ) C 1 + T 2 = C = 6.34 jam Lateness (L i ) C i - D i = L i C 1 D 1 = L = jam Mean Completion Time C i C 3 = i = : 3 = 7.5 jam Mean Lateness L i = i L 3 = : 3 = jam Identifikasi Terjadinya Minor Stop Jumlah waktu kerusakan yang terjadi cukup lama dan frekuensi terjadinya cukup banyak, yang mengakibatkan waktu proses menjadi terhambat sehingga menyebabkan keterlambatan dalam waktu penyelesaian

19 72 produk sehingga perlu adanya dilakukan perbaikan oleh perusahaan. Oleh karena itu, pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah yang ada Diagram Pareto Diagram pareto digunakan untuk menunjukkan atau membantu menemukan permasalahan yang paling penting untuk segera diselesaikan. Tabel 4.25 Data Rekap Waktu Kerusakan Tiap Mesin Periode 1 Maret 14 Maret 2009 Mesin Waktu Kerusakan (menit) Persentase Persentase Kumulatif HT % 51.36% Magnum % 81.97% Solna % 100% Total % Dari data diatas, mesin HT memiliki waktu kerusakan terbanyak, sehingga akan dilihat penyebab-penyebab kerusakan pada bagian-bagian mesin yang ada pada mesin HT. berikut adalah data rekapan waktu kerusakan pada bagian-bagian mesin HT.

20 73 Tabel 4.26 Data Rekap Jumlah Kerusakan Pada Bagian Bagian Mesin HT Periode 1 Maret 14 Maret 2009 Mesin Waktu kerusakan (menit) Persentase Persentase Kumulatif RST % 44.50% Unit % 87.83% Folder % 99.00% Mailroom 8 1% % Total % Dari data diatas, dapat dibuat diagram pareto untuk menentukan prioritas penanganan masalah. Berdasarkan prinsip pareto, mesin RST dan Unit akan menjadi prioritas penanganan masalah Pareto Chart of Mesin Count Percent Mesin Total RST Unit Other Count Percent Cum % Gambar 4.1 Diagram Pareto Kerusakan Mesin HT 0

21 74 Dari hasil pengolahan data berupa diagram pareto diatas, dapat dilihat bahwa 80% kumulatif permasalahan yang ada terletak pada dua bagian proses mesin yang ada, yaitu RST dan Unit. Untuk menganalisa hal hal yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut terjadi, maka akan digunakan bantuan diagram sebab akibat (fishbone diagram) Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram) Dalam proses penyusunan diagram sebab akibat, dilakukan teknik sumbang saran (brainstorming) dengan melibatkan tim operator yang terkait dengan proses produksi pada mesin HT tersebut. Brainstorming ini dimaksudkan agar pendapat serta gagasan dari operator dapat dikumpulkan untuk mencari penyebab masalah yang mungkin terjadi dalam proses. Penyebab dari kerusakan mesin dapat ditelusuri sehingga dapat diketahui pula akar dari penyebabnya yang bersumber pada faktor manusia, mesin, material, metode kerja, informasi. Dari hasil pengolahan data diatas berupa diagram sebab-akibat, dapat dilihat bahwa 80 % kumulatif permasalahan terletak pada dua bagian proses mesin yang ada yaitu mesin RST dan Unit. Untuk menganalisa hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut terjadi, maka akan digunakan dengan diagram sebab-akibat (fishbone diagram). Berikut adalah diagram sebab akibat untuk kerusakan mesin RST dan kerusakan Unit.

22 Gambar 4.2 Diagram Fishbone untuk Kerusakan RST 75

23 76 Gambar 4.3 Diagram Fishbone untuk Kerusakan Unit Cause Failure Mode Effect (CFME) Setelah mengidentifikasi karakteristik jenis kerusakan pada mesin RST dan Unit melalui diagram sebab-akibat, maka selanjutnya dibuatlah diagram CFME. CFME merupakan pengembangan dari diagram sebab-akibat dan digunakan untuk mendeteksi akar penyebab permasalahan. Berdasarkan diagram sebab-akibat yang telah dibuat, maka akan dicari lagi penyebab masalah sampai ke akar permasalahan. Diagram CFME akan membantu

24 77 dalam mengidentifikasi efek kerusakan, modus kerusakan serta akar penyebab kerusakan itu sendiri. Data yang digunakan dalam pembuatan diagram CFME merupakan data yang digunakan pada diagram sebab-akibat. Diagram CFME dibuat berdasarkan hasil diskusi dengan pihak perusahaan. Dengan adanya diagram ini, nantinya akan mempermudah dalam pembentukan FMEA. Berikut adalah diagram CFME untuk masing - masing kerusakan pada bagian mesin RST dan Unit : Gambar 4.4 Diagram CFME Kerusakan yang Mempengaruhi RST

25 Gambar 4.5 Diagram CFME Kerusakan yang Mempengaruhi Unit 78

26 Analisa Data Analisa Penjadwalan Setelah melakukan perhitungan dengan lima metode yang telah diilustrasikan seperti diatas maka dapat dilakukan analisa untuk kelima metode yang telah dipakai sebagai berikut : a. Mesin HT 1. Metode Slack Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing : A-B- C, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean lateness 1.47 jam dan mean completion time 9.8 jam. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 2. Metode LPT Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing : A-C- B, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean lateness 1.52 jam dan mean completion time 9.9 jam. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 3. Metode SPT Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing : B-C- A, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean

27 80 lateness jam dan mean completion time 7.5 jam. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 4. Metode EDD Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing : B-C- A, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean lateness jam dan mean completion time 7.5 jam. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 5. Metode Wilkerson-Irwin Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing : B-C- A, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean lateness jam dan mean completion time 7.5 jam. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. b. Mesin Magnum 1. Metode Slack Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing : E-D- F-H-G, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean lateness 0.65 jam dan mean completion time 8.1 jam. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 2. Metode LPT

28 81 Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing : E-H- D-F-G, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean lateness 0.94 jam dan mean completion time 8.4 jam. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 3. Metode SPT Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing : G-F- D-H-E, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean lateness jam dan mean completion time 6.7 jam. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 4. Metode EDD Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing : E-F- D-G-H, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean lateness 0.4 jam dan mean completion time 7.8 jam. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 5. Metode Wilkerson-Irwin Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing : E-F- G-D-H, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean lateness 0.31 jam dan mean completion time 5 jam. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan.

29 82 c. Mesin Solna 1. Metode Slack Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing : I-O- N-M-J-K-L, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean lateness 1.83 jam dan mean completion time 9.7 jam. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 2. Metode LPT Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing : I-M- O-N-J-L-K, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean lateness 2 jam dan mean completion time 9.9 jam. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 3. Metode SPT Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing : K-L- J-N-O-M-I, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean lateness jam dan mean completion time 6.8 jam. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 4. Metode EDD Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing : I-N- K-O-J-L-M, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh

30 83 mean lateness 0.58 jam dan mean completion time 8.5 jam. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 5. Metode Wilkerson-Irwin Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing : I-N- K-J-L-O-M, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean lateness 0.19 jam dan mean completion time 8.1 jam. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan Analisa Perbandingan Antara 5 Metode Usulan Dalam menganalisa perbandingan dari kelima metode yang digunakan maka dapat menggunakan besarnya mean lateness dan mean completion time sebagai indikator, karena salah satu tujuan yang akan dicapai dalam penjadwalan adalah minimasi mean lateness dimana jika semakin kecil mean lateness yang diperoleh maka penjadwalan yang dilakukan akan semakin baik dan untuk mean completion time dimana jika semakin kecil maka penyelesaian waktu produk semakin cepat maka artinya waktu penjadwalan yang digunakan perusahaan kurang optimal. Perbandingan antara kelima metode usulan tersebut dapat dilampirkan pada tabel dibawah ini:

31 84 Tabel 4.27 Perbadingan Kelima Metode Usulan Mesin Metod e Mean Lateness Mean Comp letion Time Mean Tardiness Maximum T ar dy Jo bs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan Slack A-B-C LPT A-C-B HT SPT B-C-A EDD B- C-A Wilkerson-Irwin B-C-A Slack E-D-F-H-G LPT E -H-D-F- G MAGNUM SPT G-F-D-H- E EDD E-F-D-G-H Wilkerson-Irwin E-F-G-D-H Slack I-O-N-M-J-K-L LPT I-M-O-N-J-L-K SOLNA SPT K -L-J -N-O-M -I EDD I-N-K-O-J-L-M Wilkerson-Ir win I-N-K-J-L-O-M Setelah melihat tabel yang diatas maka dapat diketahui bahwa untuk mesin HT, mean lateness dan mean completion time terbaik terletak pada metode Wilkerson Irwin karena didalam perhitungan Wilkerson Irwin melihat waktu proses dan due date walaupun SPT dan EDD memiliki nilai mean lateness dan mean completion time yang sama dengan metode Wilkerson Irwin. Besarnya mean lateness dan mean completion time adalah 0.86 jam dan 7.5 jam. Untuk mesin Magnum, mean lateness dan mean completion time terbaik terletak pada metode SPT dengan nilai mean lateness dan mean completion time sebesar jam dan 6.7 jam. Sedangkan Untuk mesin Solna, mean lateness dan mean completion time terbaik terletak pada metode SPT dengan nilai mean lateness dan mean completion time sebesar jam dan 6.8 jam.

32 Analisa Perbandingan Antara Metode Perusahaan Dengan Metode Usulan Metode yang dipakai oleh perusahaan untuk mesin HT adalah metode FCFS dimana memberikan mean lateness dan mean completion time sebesar 1.47 jam dan 9.8 jam. Untuk mesin Magnum, metode FCFS memberikan mean lateness dan mean completion time sebesar 0.2 jam dan 7.6 jam. Untuk mesin Solna, metode FCFS memberikan mean lateness dan mean completion time sebesar 0.2 jam dan 8.1 jam Dengan mean lateness dan mean completion time yang diperoleh tersebut masih terdapat beberapa keterlambatan pengiriman dan tidak terpenuhinya due date yang telah dijanjikan kepada konsumen, hal tersebut merupakan masalah penting bagi perusahaan yang mana perlu dilakukan pemecahannya, dimana jika dibiarkan terus menerus maka kepercayaan konsumen kepada perusahaan akan semakin berkurang yang mana kelamaan akan menyebabkan para konsumen akan beralih ke produsen lain yang mana dapat memberikan kepuasan kepada konsumen dalam arti pemenuhan due date yang telah disepakati sebelumnya. Dengan demikian maka diajukan lima metode penjadwalan usulan untuk mengurangi keterlambatan yang terjadi di perusahaan, tetapi setelah dilakukan perhitungan maka dapat diketahui untuk mesin HT metode Wilkerson Irwin, untuk mesin Magnum metode SPT sedangkan untuk mesin Solna metode SPT dapat mengurangi keterlambatan yang terjadi di perusahaan saat ini.

33 86 Dengan menggunakan metode Wilkerson Irwin pada mesin HT dapat mengurangi mean lateness sebesar 1.47 jam (-0.86) jam = 2.33 jam. Untuk mesin Magnum Dengan menggunakan metode Wilkerson Irwin dapat mengurangi mean lateness sebesar 0.2 jam (-0.77) jam = 0.97 jam. Untuk mesin Solna Dengan menggunakan metode SPT dapat mengurangi mean lateness sebesar 0.2 jam (-1.13) jam = 1.33 jam. Setelah melakukan berbagai analisa tersebut maka perusahaan lebih dianjurkan untuk memilih Metode Wilkerson Irwin pada Mesin HT, Metode SPT pada Mesin Magnum dan Metode SPT pada Mesin Solna. Tabel 4.28 Perbadingan Metode Wilkerson Irwin Dengan Metode FCFS Untuk Mesin HT Mean Lateness Mean Completion Time FCFS Wilkerson Irwin Selisih Waktu Tabel 4.29 Perbadingan Metode Wilkerson Irwin Dengan Metode FCFS Untuk Mesin Magnum Mean Lateness Mean Completion Time FCFS SPT Selisih Waktu

34 87 Tabel 4.30 Perbadingan Metode Wilkerson Irwin Dengan Metode FCFS Untuk Mesin Solna Mean Lateness Mean Completion Time FCFS SPT Selisih Waktu Analisa Diagram Pareto Kerusakan Mesin Berdasarkan pengumpulan data dan pengolahan data pada tahap awal, proses cetaknya dibuat oleh mesin HT, Solna dan Magnum. Kemudian dari ketiga mesin tersebut, dibuat persentase waktu kerusakan dan didapat mesin HT merupakan mesin yang mengalami jumlah kerusakan yang terlama. Kerusakan tersebut dapat terjadi didalam bagian-bagian mesin HT yang ada, yaitu RST, Unit, Folder dan Mailroom. Berdasarkan prinsip pareto, 80% kumulatif permasalahan akan menjadi prioritas penanganan masalah. Dari tabel 4. dan diagram 4. yang telah ditunjukkan diatas, maka diketahui bahwa prioritas penanganan masalah terdapat pada RST dan Unit dengan nilai % dan %, dan nilai kumulatifnya adalah 87.83%. untuk menganalisa hal hal yang dapat menyebabkan kerusakan pada proses tersebut, maka akan dibantu dengan diagram sebab akibat ( fishbone diagram).

35 Analisa Penyebab Masalah Dengan Fishbone Diagram Berdasarkan perhitungan diagram pareto didapat 2 bagian mesin pada HT (RST dan Unit) yang sangat dominan untuk terjadinya kerusakan. Pada tahap ini, akan dipaparkan mengenai jenis kerusakan yang terjadi dan faktor faktor yang berpengaruh sehingga kerusakan tersebut dapat terjadi Analisa Fishbone Diagram Untuk Kerusakan RST Diagram sebab akibat untuk kerusakan RST yang telah digambarkan diatas, menyatakan bahwa ada 3 faktor utama yang mempengaruhi terjadinya kerusakan pada proses tersebut, yaitu manusia (man), mesin (machine), dan bahan ( materiall ). Setelah ditemukan faktor faktor tersebut, kemudian dilakukannya penelusuran mengenai penyebab penyebab yang mengakibatkan kerusakan pada bagian mesin RST. Berikut adalah penjabarannya : Faktor Manusia ( man ) Pada saat proses produksi berlangsung jenis kerusakan yang terjadi pada RST adalah mesin berhenti saat proses berlangsung hal ini dikarenakan kesalahan pada operator yang lupa memasang blackmark pada RST sebelum proses dimulai. Faktor Bahan ( materiall ) Pada saat proses produksi berlangsung, jenis kerusakan yang sering terjadi adalah kertas putus. hal ini disebabkan oleh kertas basah.

36 89 Faktor Mesin ( Machine ) Pada saat proses produksi berlangsung, jenis kerusakan yang sering terjadi adalah kertas putus, sambung gagal dan mesin mati. Hal ini disebabkan oleh dancing roll mengayun, pola menggulung, RST splicing, core break putus dan chuck grip tidak mekar Analisa Fishbone Diagram Untuk Kerusakan Unit Diagram sebab akibat untuk kerusakan Unit yang telah digambarkan diatas, menyatakan bahwa ada 4 faktor utama yang mempengaruhi terjadinya kerusakan pada proses tersebut, yaitu manusia (man), mesin (machine), metode (method) dan bahan ( materiall ). Setelah ditemukan faktor faktor tersebut, kemudian dilakukannya penelusuran mengenai penyebab penyebab yang mengakibatkan kerusakan pada bagian mesin Unit. Berikut adalah penjabarannya : Faktor Manusia ( man ) Pada saat proses produksi berlangsung jenis kerusakan yang terjadi pada Unit adalah mesin harus diberhentikan saat proses berlangsung hal ini dikarenakan adanya revisi dari redaksi. Faktor Bahan ( materiall ) Pada saat proses produksi berlangsung, jenis kerusakan yang sering terjadi adalah kertas putus dan sambung gagal. hal ini disebabkan oleh roll kertas nempel, kertas cacat, roll kertas bengkok

37 90 dan pola nose nempel kurang sempurna. Hal ini mengakibatkan kertas harus di webbing ulang dan operator harus mengganti kertas web dengan yang baru. Faktor Mesin ( Machine ) Pada saat proses produksi berlangsung, jenis kerusakan yang sering terjadi adalah mesin berhenti pada saat proses produksi berlangsung dan tinta tidak bekerja. Hal ini dikarenakan air tidak keluar dan pergantian spraybar selain itu disebabkan oleh mesin yang restart. Faktor Metode ( Method ) Pada saat proses produksi berlangsung, jenis kerusakan yang sering terjadi adalah mesin diberhentikan. Hal ini dikarenakan adanya pergantian plate dan pergeseran plate Analisa Cause Failure Mode Effect (CFME) Setelah mengidentifikasi karateristik jenis kerusakan melalui diagram sebab akibat diatas, maka selanjutnya dibuatkanlah cause failure mode effect (CFME). CFME merupakan pengembangan dari fishbone dan digunakan untuk mendeteksi akar penyebab dengan menelusuri permasalahan sampai ke inti permasalahannya. Berdasarkan diagram sebab akibat yang telah dibuat, maka akan dicari lagi penyebab masalah sampai ke akar permasalahannya. Dalam

38 91 analisis ini akan digunakan tabel CFME dimana tabel tersebut akan membantu didalam mengidentifikasi efek kerusakan, modus kerusakan dan akar penyebab kerusakan itu sendiri. Data yang digunakan dalam pembuatan tabel CFME merupakan data yang digunakan pada diagram sebab akibat. Tabel CFME dibuat berdasarkan hasil diskusi dengan pihak perusahaan. Dengan adanya tabel ini nantinya akan mempermudah dalam pembuatan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). Berikut ini adalah contoh penjelasan atau penjabaran rangkuman diskusi dengan pihak perusahaan tentang CFME untuk kerusakan mesin RST pada proses produksi : Bagian mesin mana pada HT yang sering mengalami kerusakan? Pada mesin HT terdapat 2 bagian utama yang sering mangalami kerusakan yaitu RST dan Unit. Mengapa kerusakan pada mesin RST dapat terjadi? Kerusakan pada mesin RST dapat terjadi karena adanya faktor dari manusia, material dan mesin. ( Faktor Penyebab) Mengapa kerusakan RST dapat disebabkan oleh faktor manusia? Karena blackmark tidak terpasang pada RST sebelum proses dimulai. ( Efek Kerusakan ) Mengapa blackmark dapat tidak terpasang?

39 92 Blackmark tidak terpasang dikarenakan operator yang kurang teliti dalam bekerja sehingga menyebabkan mesin RST mengalami gangguan kerusakan hingga berhenti. Tetapi keadaan seperti ini sering terjadi pada saat proses produksi yang disebabkan oleh ketidaktelitian operator. ( Modus Kerusakan Potensial ) Mengapa operator dapat tidak teliti didalam pemasangan blackmark? Hal ini biasanya disebabkan karena operator yang bertindak terlalu terburu buru, karena pengaruh waktu yang singkat dalam proses produksi. Jika banyak hal yang terjadi sebelum proses berlangsung dan permalasahan tersebut telah menyita banyak waktu, maka operator menanggulanginya dengan meminimalkan waktu start up nya. ( Penyebab Kerusakan Potensial) Tabel CFME ( Cause Failure Mode Effect) untuk kerusakan RST Penyebab Kerusakan Potensial ketidaktelitian operator Modus Kerusakan Potensial blackmark tidak terpasang Efek Potensial stop Faktor Penyebab manusia roll kertas dan pola nose sambung pola menggulung tidak sempurna gagal material jalan terlalu kencang kertas cacat dan dancing roll kertas putus mesin mengayun indikasi RST Stop RST splicing mesin mati sendiri mesin posisi switch sudah on chuck grip tidak mekar sambung gagal mesin ada lem dipinggir roll roll kertas nempel kertas putus material

40 93 Tabel 4.32 CFME ( Cause Failure Mode Effect) untuk kerusakan Unit Penyebab Kerusakan Potensial nozzle mati Modus Kerusakan Potensial ganti spraybar dan air tidak keluar Efek Potensial stop Faktor Penyebab mesin saat restart kertas basah kertas putus material register trilling dan leading tidak sama pergantian warna dan format tekanan roll bermasalah ganti plate dan geser plate stop metode revisi dari redaksi stop manusia mesin restart tinta tidak bekerja mesin Analisa Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Pada tahap ini, akan dijelaskan/dijabarkan nilai yang ditetapkan untuk severity (S), Occurrence (O) dan Detectability (D) dari tiap jenis kerusakan pada bagian mesin RST dan Unit yaitu :

41 94 Tabel 4.33 FMEA untuk Kerusakan yang Terjadi Pada Mesin RST fungsi proses RST jenis kerusakan dalam proses ketidaktelitian operator indikasi RST stop roll kertas dan pola nose tidak sempurna posisi switch sudah on speed terlalu kencang ada lem di pinggir roll akibat potensial kerusakan Mesin berhenti Sambungan gagal Kertas putus penyebab potensial Kerusakan Blackmark tidak terpasang S D O RPN recommended of action RST Spilicing Po la menggulung Chuck Grip tidak mekar kertas cacat dan dancing roll mengayun roll kertas menempel Jenis Kerusakan Yang Terjadi Pada Mesin RST 1. Mesin Berhenti Karena Ketidaktelitian Operator Dilakukan pengarahan terhadap operator yang melukakukan kesalahan Pemeriksaan secara menyeluruh terhadap kondisi mesin RST Op erato r melakuk an pengecekan terhadap pola yang akan disambung Cek ulang tiap kondisi mesin sebelum melakukan proses penyambungan Periksa kembali kondisi kertas dan mesin sebelum mesin RST bekerja Sebaiknya dilakukan pemeriksaan kondisi kertas pada saat akan dilakukannya proses produksi Pada table FMEA diatas, nilai RPN untuk mesin berhenti karena ketidaktelitian operator adalah sebesar 126. Hal ini dapat terjadi karena blackmark tidak terpasang. Biasanya hal ini terjadi dikarenakan ketidaktelitian operator dalam melakukan persiapan proses produksi sehingga pada saat proses produksi berlangsung mesin tiba-tiba berhenti.efek dari permasalahan diatas akan sangat tinggi pengaruhnya pada kelancaran lini produksi karena otomatis operator harus melakukan setting ulang karena blackmark tidak terpasang. Oleh karena itu rangking severity yang diberikan adalah sebesar 7. faktor penyebab Manusia Mesin Material Mesin Mesin Material

42 95 Stop dapat terjadi seperti yang telah dijabarkan diatas, dan untuk mengantisipasi terjadinya mesin berhenti karena ketidaktelitian operator, operator harus melakukan pengecekan pada mesin RST sebelum menjalankan proses produksi. Dengan demikian ranking detectability yang diberikan adalah sebesar 3. Peluang terjadinya mesin berhenti karena ketidaktelitian operator, dapat dikatakan sedang karena selama dalam melakukan observasi hal ini cukup sering terjadi. Mungkin disebabkan oleh ketidaktelitian operator bagian RST. Oleh karena itu ranking occurrence yang diberikan adalah sebesar 6. Dengan ini, nilai RPN (Risk Priority Number) yang didapat adalah sebesar 126. Dari hasil perkalian antara S(7) x D(3) x O(6). Dengan demikian, masukan yang diberikan pada perusahaan agar permasalahan ini dapat teratasi, yaitu harus dilakukan pengarahan terhadap operator yang melakukan kesalahan dan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap mesin RST. 2. Mesin Berhenti Karena Indikasi RST Stop Pada table FMEA diatas, nilai RPN untuk mesin berhenti karena indikasi RST stop adalah sebesar 144. Hal ini dapat terjadi karena RST Splicing. Biasanya hal ini terjadi dikarenakan indikasi RST stop dalam melakukan persiapan proses produksi sehingga pada saat proses produksi berlangsung mesin tiba-tiba berhenti. Efek dari permasalahan

43 96 diatas akan sangat tinggi pengaruhnya pada kelancaran lini produksi karena otomatis operator harus melakukan setting ulang. Oleh karena itu rangking severity yang diberikan adalah sebesar 8. Stop dapat terjadi seperti yang telah dijabarkan diatas, dan untuk mengantisipasi terjadinya mesin berhenti karena indikasi RST stop, operator harus melakukan pengecekan pada indikasi mesin RST sebelum menjalankan proses produksi. Dengan demikian ranking detectability yang diberikan adalah sebesar 3. Peluang terjadinya mesin berhenti karena indikasi RST stop, dapat dikatakan sedang karena selama dalam melakukan observasi hal ini cukup sering terjadi. Mungkin disebabkan oleh konsleting pada panel mesin RST. Oleh karena itu ranking occurrence yang diberikan adalah sebesar 6. Dengan ini, nilai RPN (Risk Priority Number) yang didapat adalah sebesar 144. Dari hasil perkalian antara S(8) x D(3) x O(6). Dengan demikian, masukan yang diberikan pada perusahaan agar permasalahan ini dapat teratasi, yaitu harus dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap mesin RST sebelum dijalankan proses produksi.

44 97 3. Sambungan gagal karena Roll Kertas Dan Pola Nose Tidak Sempurna Pada table FMEA diatas, nilai RPN untuk sambungan gagal karena roll kertas dan pola nose tidak sempurna adalah sebesar 200. Hal ini dapat terjadi karena pola menggulung. Biasanya hal ini terjadi dikarenakan roll kertas dan pola nose tidak sempurna pada saat proses produksi berlangsung sehingga sambungan gagal akibatnya mesin berhenti. Oleh karena itu rangking severity yang diberikan adalah sebesar 8. Stop dapat terjadi seperti yang telah dijabarkan diatas, dan untuk mengantisipasi terjadinya sambungan gagal karena roll kertas dan pola nose tidak sempurna, operator harus melakukan pengecekan pada pola sambungan yang telah dibuat sebelum menjalankan proses penyambungan dan melakukan inspeksi pada rol vacuum dan rol press untuk memastikan bahwa kedua roll bekerja dengan baik. Dengan demikian ranking detectability yang diberikan adalah sebesar 5. Peluang terjadinya sambungan gagal karena roll kertas dan pola nose tidak sempurna, dapat dikatakan sedang karena selama dalam melakukan observasi hal ini cukup sering terjadi. Mungkin disebabkan oleh operator yang kurang menguasai teknik pembuatan pola sambungan karena operator tersebut jarang menangani proses

45 98 pembuatan pola sambungan. Oleh karena itu ranking occurrence yang diberikan adalah sebesar 5. Dengan ini, nilai RPN (Risk Priority Number) yang didapat adalah sebesar 200. Dari hasil perkalian antara S(8) x D(5) x O(5). Dengan demikian, masukan yang diberikan pada perusahaan agar permasalahan ini dapat teratasi, yaitu operator harus melakukan pengecekan terhadap pola yang akan disambung dan melakukan pengecekan ulang kondisi ulang sebelum melakukan proses penyambungan. 4. Sambungan Gagal Karena Posisi Switch Sudah On Pada table FMEA diatas, nilai RPN untuk sambungan gagal karena posisi switch sudah on adalah sebesar 168. Hal ini dapat terjadi karena chuck grip tidak mekar. Biasanya hal ini terjadi dikarenakan posisi switch sudah on padahal persiapan proses produksi belum sempurna sehingga sambungan gagal akibatnya mesin berhenti. Oleh karena itu rangking severity yang diberikan adalah sebesar 7. Stop dapat terjadi seperti yang telah dijabarkan diatas, dan untuk mengantisipasi terjadinya sambungan gagal karena mesin sudah bekerja, operator harus melakukan pengecekan pada pola sambungan kertas yang telah dibuat untuk memastikan bahwa kedua roll bekerja dengan baik. Dengan demikian ranking detectability yang diberikan adalah sebesar 6.

46 99 Peluang terjadinya sambungan gagal karena posisi switch sudah on, dapat dikatakan sedang karena selama dalam melakukan observasi hal ini cukup sering terjadi. Mungkin disebabkan oleh operator yang terburu-buru melakukan proses produksi sebelum mengecek persiapan mesin secara keseluruhan. Oleh karena itu ranking occurrence yang diberikan adalah sebesar 4. Dengan ini, nilai RPN (Risk Priority Number) yang didapat adalah sebesar 168. Dari hasil perkalian antara S(7) x D(6) x O(4). Dengan demikian, masukan yang diberikan pada perusahaan agar permasalahan ini dapat teratasi, yaitu operator harus melakukan pengecekan ulang kondisi ulang sebelum melakukan proses penyambungan. 5. Kertas Putus Karena Speed Terlalu Kencang Pada table FMEA diatas, nilai RPN untuk kertas putus karena speed terlalu kencang adalah sebesar 240. Hal ini dapat terjadi karena kertas cacat dan dancing roll mengayun. Biasanya hal ini terjadi dikarenakan jalan terlalu kencang pada saat proses produksi berlangsung sehingga kertas putus akibatnya mesin berhenti. Efek dari permasalahan diatas akan sangat tinggi pengaruhnya pada kelancaran lini produksi karena otomatis seluruh kertas yang terputus adalah 100% waste. Oleh karena itu rangking severity yang diberikan adalah sebesar 8.

47 100 Stop dapat terjadi seperti yang telah dijabarkan diatas, dan untuk mengantisipasi terjadinya kertas putus karena speed terlalu kencang, operator harus melakukan pembongkaran sederhana dengan menurunkan pipa aeroshaft, melepaskan kertas web yang cacat dan mengganti kertas web yang baru, memompa aeroshaft dan menaikkannya kembali ke mesin RST. Dengan demikian ranking detectability yang diberikan adalah sebesar 6. Peluang terjadinya kertas putus karena speed terlalu kencang, dapat dikatakan sedang karena selama dalam melakukan observasi hal ini cukup sering terjadi. Perbedaannya hanya pada seberapa dalam kecacatan kertas terjadi pada setiap produksi. Oleh karena itu ranking occurrence yang diberikan adalah sebesar 5. Dengan ini, nilai RPN (Risk Priority Number) yang didapat adalah sebesar 240. Dari hasil perkalian antara S(8) x D(6) x O(5). Dengan demikian, masukan yang diberikan pada perusahaan agar permasalahan ini dapat teratasi, yaitu operator harus memeriksa kembali kondisi kertas dan mesin sebelum mesin RST bekerja dan pemeriksaan kembali kondisi kertas pada saat akan dilakukannya proses produksi. 6. Kertas Putus Karena Ada Lem Dipinggir Roll Pada table FMEA diatas, nilai RPN untuk kertas putus karena ada lem dipinggir roll adalah sebesar 210. Hal ini dapat terjadi karena roll kertas

48 101 menempel. Biasanya hal ini terjadi dikarenakan ada lem dipinggir roll pada saat proses produksi berlangsung sehingga kertas putus akibatnya mesin berhenti. Efek dari permasalahan diatas akan sangat tinggi pengaruhnya pada kelancaran lini produksi karena otomatis seluruh kertas yang terputus adalah 100% waste. Oleh karena itu rangking severity yang diberikan adalah sebesar 7. Stop dapat terjadi seperti yang telah dijabarkan diatas, dan untuk mengantisipasi terjadinya kertas putus karena ada lem dipinggir roll, operator harus melakukan pembongkaran sederhana dengan menurunkan pipa aeroshaft, melepaskan kertas web yang cacat dan mengganti kertas web yang baru, memompa aeroshaft dan menaikkannya kembali ke mesin RST. Dengan demikian ranking detectability yang diberikan adalah sebesar 5. Peluang terjadinya kertas putus karena ada lem dipinggir roll, dapat dikatakan sedang karena selama dalam melakukan observasi hal ini cukup sering terjadi. Perbedaannya hanya pada seberapa dalam kecacatan kertas terjadi pada setiap produksi. Oleh karena itu ranking occurrence yang diberikan adalah sebesar 6. Dengan ini, nilai RPN (Risk Priority Number) yang didapat adalah sebesar 210. Dari hasil perkalian antara S(7) x D(5) x O(6). Dengan demikian, masukan yang diberikan pada perusahaan agar permasalahan ini

49 102 dapat teratasi, yaitu operator harus melakukan pemeriksaan kembali kondisi kertas pada saat akan dilakukannya proses produksi. Tabel 4.34 FMEA untuk Kerusakan yang Terjadi Pada Mesin Unit fungsi proses jenis kerusakan dalam proses akibat potensial kerusakan penyebab potensial Kerusakan Nozzle mati Air tidak keluar Register triling dan leading tidak sama Stop Geser dan ganti plate S D O RPN recommended of action Melakukan pengecekan terhadap segala kondisi pada mesin O perator harus lebih teliti didalam melakukan start up faktor penyebab Mesin Metode Unit Pergantian warna dan fo rmat Adanya revisi dari redaksi Mesin restart Kertas putus Kertas basah Tekanan roll bermas alah Tinta tidak bekerja Mesin restart Harus ada kepastian dari bagian redaksi agar tidak sering melakukan pergantiian isi koran Memeriksa kembali kondisi bahan baku sebelum mulai proses produksi Sebelum melakukan proses produksi, periksa tekanan roll agar tetap disesuaikan dengan standar Manusia Material Mesin Jenis Kerusakan Yang Terjadi Pada Mesin Unit 1. Mesin berhenti karena nozzle mati Pada tabel FMEA diatas, nilai RPN untuk mesin berhenti karena nozzle mati adalah sebesar 192. Hal ini dapat terjadi karena tekanan tension pada mesin sangat tinggi sehingga menyebabkan nozzle menjadi mati. Efek dari permasalahan ini akan sangat tinggi pengaruhnya pada kelancaran proses produksi karena secara otomatis operator harus melakukan setting ulang karena mesin yang berhenti. Oleh karena itu, diberikan ranking severity sebesar 8.

50 103 Untuk mengantisipasi terjadinya stop pada mesin akibat nozzle mati, operator harus melakukan inspeksi rutin terhadap tekanan tension yang mempengaruhi nozzle pada saat proses berlangsung. Dengan demikian diberikan rangking detetability sebesar 4. Peluang terjadinya mesin stop akibat nozzle mati dapat dikatakan sedang, karena terkadang tension yang tinggi tidak mengakibatkan nozzle menjadi mati. Oleh karena itu, peneliti memberikan rangking occurrence sebesar 6 yang bearti berpeluang 1 dalam 80. Dengan ini, nilai RPN ( Risk Priority Number ) yang didapat adalah sebesar 192 dari hasil perkalian antara S (8) x D (4) x O (6). Dengan demikian, peniliti mencoba untuk memberi masukan pada perusahaan agar permasalahan ini dapat teratasi yaitu dengan melakukan pengecekan terhadap segala kondisi pada mesin. 2. Mesin berhenti karena register triling dan leading tidak sama Pada tabel FMEA diatas nilai RPN untuk permasalahan register triling dan leading yang tidak sama adalah sebesar 175. Hal ini terjadi karena adanya kesalahan dari operator pada saat melakukan start up, sehingga efek dari kesalahan ini dapat menyebabkan mesin berhenti dan operator harus melakukan set up ulang, seperti pergantian dan pergeseran plate yang ada. Oleh karena itu diberikan rangking severity sebesar 7.

51 104 Untuk menanggulangi kesalahan dari operator, maka harus dilakukan inspeksi dan pergantian terhadap berbagai plate yang ada pada mesin Unit. Dengan demikian diberikan rangking detetability sebesar 5. Peluang terjadinya ketidaksamaan antar plate triling dan leading yang terpasang berbeda oleh operator dapat dikatakan sedang, karena selama dilakukan observasi, hal ini sering terjadi. Mungkin disebabkan oleh kurangnya konsentrasi operator bagian Unit karena bentuk antara plate triling dan leading yang hampir serupa. Oleh karena itu diberikan rangking occurence sebesar 5 yang berarti berpeluang antara 1 dalam 400. Dengan ini nilai RPN ( Risk Priority Number) yang didapat adalah sebesar 175 dari hasil perkalian antara S(7) x D(5) x O(5). Dengan demikian dicoba untuk memberi masukan pada perusahaan agar permasalahan ini dapat teratasi, yaitu dengan memberikan penyuluhan kepada operator agar lebih teliti didalam melakukan start up. 3. Mesin Berhenti Karena Adanya Perubahan Tampilan untuk Koran Pada tabel FMEA diatas, nilai RPN untuk permasalahan perubahan tampilan dari Koran adalah sebesar 105. Dapat dikatakan perubahan tampilan ini meliputi perubahan terhadap format dan warna dari Koran yang akan dicetak. Akibat dari kesalahan seperti ini dapat menghambat kelancaran waktu proses karena mesin harus berhenti dan

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 55 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Diagram Alir Penelitian Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 56 3.2 Langkah-langkah Penelitian Dalam melakukan penelitian, terdapat beberapa kegiatan untuk dapat

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN HASIL

BAB V ANALISA DAN HASIL BAB V ANALISA DAN HASIL 5.1 Analisa Jumlah Pekerjaan dalam Sistem Jika dilakukan perbandingan jumlah pekerjaan dalam sistem dari penjadwalan produksi Thermowell di PT. Rangga Olah Cipta Systems yang ditelah

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 37 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan dalam pembuatan skripsi ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bertujuan untuk membuktikan adanya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. atau minimum suatu fungsi tujuan. Optimasi produksi diperlukan perusahaan dalam

BAB II LANDASAN TEORI. atau minimum suatu fungsi tujuan. Optimasi produksi diperlukan perusahaan dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Optimasi Optimasi merupakan pendekatan normatif dengan mengidentifikasi penyelesaian terbaik dari suatu permasalahan yang diarahkan pada titik maksimum atau minimum suatu fungsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. informasi penjadwalan produksi paving block pada CV. Eko Joyo. Dimana sistem

BAB II LANDASAN TEORI. informasi penjadwalan produksi paving block pada CV. Eko Joyo. Dimana sistem BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sebelumnya Rudyanto (2011) melakukan penelitian tentang rancang bangun sistem informasi penjadwalan produksi paving block pada CV. Eko Joyo. Dimana sistem infomasi

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. permukaan material terlihat bercak atau noda keputih-putihan. Bercak atau

BAB V ANALISA HASIL. permukaan material terlihat bercak atau noda keputih-putihan. Bercak atau BAB V ANALISA HASIL 5.1 Definisi Cacat a. Belang Dari hasil pengolahan data sebelumnya terlihat bahwa jenis cacat belang merupakan jenis cacat terbanyak. Jenis cacat belang merupakan jenis cacat dimana

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. pembuatan buku, observasi dilakukan agar dapat lebih memahami proses pembuatan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. pembuatan buku, observasi dilakukan agar dapat lebih memahami proses pembuatan BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan data Observasi dilakukan pada lantai Produksi dan dikhususkan pada proses pembuatan buku, observasi dilakukan agar dapat lebih memahami proses pembuatan buku,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi penelitian perlu ditentukan terlebih dahulu, agar di dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah lebih terarah dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sistem kontrol persediaan dan produksi, dan MRP tipe 3 berhubungan dengan. sistem perencanaan manufaktur (Tersine, 1984).

BAB II LANDASAN TEORI. sistem kontrol persediaan dan produksi, dan MRP tipe 3 berhubungan dengan. sistem perencanaan manufaktur (Tersine, 1984). BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Material Requirement Planning (MRP) MRP dibagikan dan didefinisikan dalam 3 kategori, yaitu MRP tipe 1 berhubungan dengan sistem kontrol persediaan, MRP tipe 2 berhubungan dengan

Lebih terperinci

PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI TIN 4113

PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI TIN 4113 PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI TIN 4113 Pertemuan 13 & 14 Outline: Scheduling Referensi: Tersine, Richard J., Principles of Inventory and Materials Management, Prentice-Hall, 1994. Wiratno, S. E.,

Lebih terperinci

hari sehingga menempatkan metode LPT sebagai metode paling tidak efektif untuk diterapkan di PT. XYZ.

hari sehingga menempatkan metode LPT sebagai metode paling tidak efektif untuk diterapkan di PT. XYZ. BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa Perb bandingan Penjadwalan FCFS, EDD, SPT dan LPT Jika di ilakukan perbandingan antara ke 4 metode yang digunakan, maka akan did dapatkan hasil sebagai berikut : Dari tabel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian ini merupakan cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang telah dirumuskan. Metode penelitian ini dilakukan dengan analisa

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Setelah mengevaluasi berbagai data-data kegiatan produksi, penulis mengusulkan dasar evaluasi untuk mengoptimalkan sistem produksi produk

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil dari pengumpulan serta pengolahan data yang sudah dilakukan menggunakan diagram pareto untuk mengetahui cacat terbesar yaitu cacat produk salah ukuran yang

Lebih terperinci

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009 ANALISIS DATA 4.1 FASE ANALISA Fase ini merupakan fase mencari dan menentukan akar sebab dari suatu masalah. Kemudian, dilakukan brainstroming dengan pihak perusahaan untuk mengidentifikasi akar permasalahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Penelitian Terdahulu Apriana (2009) melakukan penelitian mengenai penjadwalan produksi pada sistem flow shop dengan mesin parallel (flexible flow shop) sehingga

Lebih terperinci

Metode Penugasan. Penugasan & Pengurutan Job. Metode Penugasan. Supl 15. Langkah-langkah Metode Penugasan 31/10/2015

Metode Penugasan. Penugasan & Pengurutan Job. Metode Penugasan. Supl 15. Langkah-langkah Metode Penugasan 31/10/2015 Penugasan & Pengurutan MANAJEMEN OPERASI: Manajemen Keberlangsungan & Rantai Pasokan Operations Management: Sustainability & Supply Chain Management Supl 15 Metode Penugasan Kelas khusus dari model pemrograman

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sejumlah penelitian yang berkaitan dengan penjadwalan produksi telah dilakukan, antara lain oleh Wigaswara (2013) di PT Bejana Mas Perkasa.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi penelitian perlu ditentukan agar di dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah lebih terarah dan mempermudah proses

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Produksi 2.1.1 Definisi Sistem Produksi Menurut para ahli ada beberapa definisi mengenai sistem produksi, antara lain : 1. Asruri (1993) mendefinisikan sistem produksi

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE EARLIEST DUE DATE PADA PENJADWALAN PRODUKSI PAVING PADA CV. EKO JOYO

PENERAPAN METODE EARLIEST DUE DATE PADA PENJADWALAN PRODUKSI PAVING PADA CV. EKO JOYO Yogyakarta,19Juni2010 PENERAPAN METODE EARLIEST DUE DATE PADA PENJADWALAN PRODUKSI PAVING PADA CV. EKO JOYO Agus Rudyanto 1, Moch. Arifin 2 1 Jurusan Sistem Informasi, Sekolah Tinggi Majemen Informatika

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan kegiatan mengumpul data yang telah dikumpulkan setelah mempelajari cara pengolahan data yang benar pada saat tinjauan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan data Pengumpulan data merupakan kegiatan mengolah data yang telah dikumpulkan setelah mempelajari cara pengolahan data yang bener pada saat tinjauan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 26 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN MULAI STUDI PENDAHULUAN STUDI PUSTAKA IDENTIFIKASI MASALAH PENGUMPULAN DATA Data Primer Data Sekunder PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA Diagram Paretto Diagram Fishbone FMEA Merancang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT Agronesia INKABA merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur yang mempoduksi produk terknik berbahan baku karet. Sistem produksi di perusahaan ini adalah mass production dan job

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. perusahaan percetakan yang mampu memenuhi permintaan pelanggan dengan

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. perusahaan percetakan yang mampu memenuhi permintaan pelanggan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penjadwalan produksi merupakan salah satu tahap penting sebelum memulai suatu kegiatan produksi. Penjadwalan produksi ini sangat penting dilakukan pada proses produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri atau perindustrian merupakan sebuah kegiatan ekonomi yang tidak hanya melakukan pengolahan bahan baku menjadi produk yang memiliki nilai lebih dalam penggunaannya

Lebih terperinci

ABSTRAK Giffler dan Thompson

ABSTRAK Giffler dan Thompson ABSTRAK Untuk tetap dapat bersaing, maka setiap perusahaan perlu melakukan perbaikan secara terus menerus dalam berbagai faktor. PT. Sarana Wira Reksa merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di industri

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS KATA PENGANTAR...

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS KATA PENGANTAR... ABSTRAK.. ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv viii ix x xv

Lebih terperinci

USULAN PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK STANG ENGKOL DI PRODUSEN SENJATA MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA)

USULAN PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK STANG ENGKOL DI PRODUSEN SENJATA MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA) Reka Integra ISSN: 2338-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas.02 Vol.4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Aprili 2016 USULAN PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK STANG ENGKOL DI PRODUSEN SENJATA MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah proses produksi di PT. XY, sedangkan objek penelitian ini adalah perbaikan dan meminimalisir masalah pada proses produksi

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian Penjadwalan Penjadwalan adalah aktivitas perencanaan untuk menentukan kapan dan di mana setiap operasi sebagai bagian dari pekerjaan secara keseluruhan harus dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PENJADWALAN PRODUKSI

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PENJADWALAN PRODUKSI II. TINJAUAN PUSTAKA A. PENJADWALAN PRODUKSI Menurut Sumayang (2003), penjadwalan adalah mengatur pendayagunaan kapasitas dan sumber daya yang tersedia melalui aktivitas tugas. Perencanaan fasilitas dan

Lebih terperinci

PENJADWALAN PRODUKSI MESIN INJECTION MOULDING PADA PT. DUTA FLOW PLASTIC MACHINERY

PENJADWALAN PRODUKSI MESIN INJECTION MOULDING PADA PT. DUTA FLOW PLASTIC MACHINERY Penjadwalan Produksi Injection Moulding Pada PT. Duta Flow Plastic Machinery PENJADWALAN PRODUKSI MESIN INJECTION MOULDING PADA PT. DUTA FLOW PLASTIC MACHINERY Roesfiansjah Rasjidin, Iman hidayat Dosen

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Tahap Define Adapun persentase produk cacat terbesar periode September 2012 s/d Desember 2012 terdapat pada produk Polyester tipe T.402 yaitu dengan persentase

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA. pihak perusahaan PT. Muliapack Intisempurna. Pengumpulan data ini

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA. pihak perusahaan PT. Muliapack Intisempurna. Pengumpulan data ini 98 BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4. Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu pengumpulan data secara langsung dan secara tidak langsung. Pengumpulan data

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA Tahap Analyze. Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang

BAB V ANALISA DATA Tahap Analyze. Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang BAB V ANALISA DATA 5.1. Tahap Analyze Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang terjadi pada perusahaan yang telah menurunkan keuntungan dan merugikan perusahaan. Alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. perbaikan. Usulan perbaikan terhadap proses produksi JK-6050 dapat dilihat pada. Tabel 5. 1 Urutan Risk Priority Number

BAB V ANALISA HASIL. perbaikan. Usulan perbaikan terhadap proses produksi JK-6050 dapat dilihat pada. Tabel 5. 1 Urutan Risk Priority Number BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa Berdasarkan penilaian RPN yang telah didapat, perbaikan yang akan dilakukan berdasarkan penyebab kegagalan yang telah dianalisis berdasarkan FMEA sehingga diketahui permasalahan

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define,

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define, BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi sistem produksi Percetakan Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define, Measure,

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN ANALISIS PENGENDALIAN MUTU PRODUK GUNA MEMINIMALISASI PRODUK CACAT Ni Luh Putu Hariastuti Teknik industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya Jln Arief Rachman Hakim 100

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Sistem Produksi Pada sub bab ini akan dibahas mengenai pengertian sistem produksi dari beberapa teori yang sudah ada, serta ruang lingkup sistem produksi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 42 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Start Observasi Lingkungan Produksi Studi Literatur Identifikasi Masalah Pengumpulan Data (dalam satu periode produksi) Menentukan Waktu Proses Tiap Pesanan Penjadwalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam era globalisasi dan perkembangan teknologi yang sangat pesat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam era globalisasi dan perkembangan teknologi yang sangat pesat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi dan perkembangan teknologi yang sangat pesat ini, industri media massa juga turut mengalami kemajuan pesat. Dalam hal ini, pesaing untuk media

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu 48 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu dilakukan. Data-data yang dikumpulkan selama masa observasi adalah sebagai berikut : Data jumlah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Menurut Badri (2007) Sistem terdiri dari subsistem yang berhubungan dengan prosedur yang membantu pancapain tujuan. Pada saat prosedur diperlukan untuk melengkapi beberapa

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 77 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengolahan Hasil Pengumpulan Data Bagian ini merupakan tahapan dimana semua data-data hasil observasi lapangan di CV. Panca Karya Utama, dengan demikian dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Umum Penjadwalan Produksi Untuk mengatur suatu sistem produksi agar dapat berjalan dengan baik, diperlukan adanya pengambilan keputusan yang tepat

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi sistem produksi percetakan koran Lampung Post pada PT. Masa Kini Mandiri yaitu dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

JOB SHOP PANDUAN BIG PROJECT

JOB SHOP PANDUAN BIG PROJECT PANDUAN BIG PROJECT SIMULASI KOMPUTER - 2014 DAFTAR ISI 1. Pengertian... 1 2. Tujuan Penjadwalan Workcenter... 2 3. Pengurutan Tugas (Sequencing)... 2 4. Definisi dalam Penjadwalan... 3 5. Karakteristik

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Kualitas produk textile merupakan suatu hal yang sangat penting yang mampu membuat perusahaan semakin berkembang dan unggul di pasar komoditi textile ini. Perusahaan yang memiliki kualitas produk

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: analisa moda dan efek kegagalan, pakan ternak, pengendalian kualitas, mix up

ABSTRAK. Kata kunci: analisa moda dan efek kegagalan, pakan ternak, pengendalian kualitas, mix up 1 ANALISA MODA DAN EFEK KEGAGALAN UNTUK MENGURANGI RISIKO TERJADINYA CACAT MIX UP PADA PAKAN TERNAK (Studi Kasus di PT. CHAROEN POKPHAND INDONESIA - semarang) Noor Charif Rachman; Dyah Ika Rinawati; Rani

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dilakukan untuk selanjutnya dianalisa dalam penjadwalan menggunakan pola kedatangan job secara statis dengan menggunakan

Lebih terperinci

PENJADWALAN JANGKA PENDEK YULIATI, SE, MM

PENJADWALAN JANGKA PENDEK YULIATI, SE, MM PENJADWALAN JANGKA PENDEK YULIATI, SE, MM 1 PENJADWALAN (SCHEDULING) Melaksanakan pekerjaan secara efektif dan efisien agar tujuan tercapai. Oleh karena itu pemahaman mengenai konsep penjadwalan sangat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Kualitas merupakan ukuran yang tidak dapat didefinisikan secara umum, karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi perspektif yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan harus mampu bersaing dalam memenuhi keinginan customer. Salah

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan harus mampu bersaing dalam memenuhi keinginan customer. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan industri yang sangat ketat pada saat ini menyebabkan perusahaan harus mampu bersaing dalam memenuhi keinginan customer. Salah satu keinginan customer mendapatkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Jenis Cacat Berdasarkan hasil dari diagram pareto yang telah dibuat, dapat dilihat persentase masing-masing jenis cacat, yaitu cacat Haze dengan persentase sebesar

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PENJADWALAN PRODUKSI PAVING BLOCK PADA CV. EKO JOYO

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PENJADWALAN PRODUKSI PAVING BLOCK PADA CV. EKO JOYO Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2 (SNATI 2) ISSN: 197-522 Yogyakarta, 19 Juni 2 PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PENJADWALAN PRODUKSI PAVING BLOCK PADA CV. EKO JOYO Moch. Arifin 1, Agus Rudyanto

Lebih terperinci

Perencanaan Produksi SAP ERP

Perencanaan Produksi SAP ERP Materi #8 Perencanaan Produksi SAP ERP 2 6623 - Taufiqur Rachman 1 Sales Forecasting 3 Peramalan Penjualan dapat menggunakan data tahun lalu dikombinasikan dengan target keuangan dan inisiatif marketing

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Sistem Produksi Organisasi industri merupakan salah satu mata rantai dari sistem perekonomian, karena ia memproduksi dan mendistribusikan produk (barang atau jasa)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penumpukan pekerjaan sehingga dapat mengurangi waktu menganggur (idle time) atau waktu menunggu untuk proses pengerjaan berikutnya.

BAB I PENDAHULUAN. penumpukan pekerjaan sehingga dapat mengurangi waktu menganggur (idle time) atau waktu menunggu untuk proses pengerjaan berikutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin berkembang, persaingan antar perusahaan menjadi semakin ketat. Perusahaan harus bisa melakukan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Punch, Kualitas, DMAIC, Upaya Menekan Variasi Kualitas Produk

ABSTRAK. Kata Kunci: Punch, Kualitas, DMAIC, Upaya Menekan Variasi Kualitas Produk ABSTRAK PT Wahana Pancha Nugraha merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang penyediaan permesinan dan sparepart untuk industri farmasi. Salah satu produk yang dihasilkan dari perusahaan ini

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 22 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi penjadwalan Secara umum, penjadwalan merupakan proses dalam perencanaan dan pengendalian produksi yang digunakan untuk merencanakan produksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan suatu tahap - tahap yang harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum melakukan pemecahan suatu masalah yang akan dilakukan dalam melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Berikut ini adalah metode yang digunakan dalam melakukan penelitian dan pengolahan data: Mula i Observasilapangan / studi awal Studipusta ka Identifikasi dan perumusan

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah

Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah 3.1. Flowchart Pemecahan Masalah Agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka sebelumnya penulis membuat perencanaan tentang langkah-langkah pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya kemajuan suatu negara dapat ditinjau dari peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya kemajuan suatu negara dapat ditinjau dari peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya kemajuan suatu negara dapat ditinjau dari peningkatan kemajuan industri. Seiring berjalannya era globalisasi dan kemajuan teknologi seperti saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan sebagai bahan bakar tungku alternatif baik skala kecil maupun

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan sebagai bahan bakar tungku alternatif baik skala kecil maupun BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Semua jenis industri khususnya industri manufaktur membutuhkan suatu kelancaran proses produksi dalam memenuhi tuntutan yang harus dipenuhi untuk menjaga kinerja

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tahap Pendahuluan Tahap pendahuluan terdiri dari empat langkah utama yaitu pengamatan awal, perumusan masalah, menentukan tujuan penelitan dan menentukan batasan masalah.

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Pengertian Penadwalan Penadwalan adalah aspek yang penting dalam pengendalian operasi baik dalam industri manufaktur maupun asa. Dengan meningkatkan titik berat kepada pasar dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK...i. KATA PENGANTAR ii. DAFTAR ISI..iv. DAFTAR TABEL viii. DAFTAR GAMBAR.ix. DAFTAR LAMPIRAN..x. 1.1 Latar Belakang Masalah..

DAFTAR ISI. ABSTRAK...i. KATA PENGANTAR ii. DAFTAR ISI..iv. DAFTAR TABEL viii. DAFTAR GAMBAR.ix. DAFTAR LAMPIRAN..x. 1.1 Latar Belakang Masalah.. ABSTRAK Usaha untuk tetap menjaga kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahaan merupakan salah satu hal yang penting yang harus diperhatikan oleh pihak CV.X agar produknya dapat bersaing di pasaran.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Peranan Penjadwalan dan Pengaruhnya Penjadwalan adalah proses pengambilan keputusan yang memainkan peranan penting dalam industri manufaktur maupun jasa.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1 TAHAP ANALISIS (ANALYSE) Setelah di lakukan pengukuran maka dilakukan analisis permasalahan. Aktivitas utama tahap analisis adalah menentukan faktor penyebab cacat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan industri saat ini. Setiap perusahaan yang bergerak di bidang industri

BAB I PENDAHULUAN. persaingan industri saat ini. Setiap perusahaan yang bergerak di bidang industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi yang pesat mengakibatkan persaingan dalam dunia industri semakin ketat. Teknologi menjadi elemen penting dalam persaingan industri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi software yang. dirancang untuk menjalankan tugas tertentu.

BAB II LANDASAN TEORI. menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi software yang. dirancang untuk menjalankan tugas tertentu. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Aplikasi Menurut Kadir (2008:3) program aplikasi adalah program siap pakai atau program yang direka untuk melaksanakan suatu fungsi bagi pengguna atau aplikasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Perusahaan yang beralamatkan Jl Petemon II A No A Surabaya ini

BAB I PENDAHULUAN Perusahaan yang beralamatkan Jl Petemon II A No A Surabaya ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CV Tidar Jaya adalah sebuah perusahaan jasa yang berdiri pada tahun 1989. Perusahaan yang beralamatkan Jl Petemon II A No. 136-138 A Surabaya ini bergerak pada bidang

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Diagram Sebab Akibat. Setelah penulis melakukan observasi ke lapangan serta wawancara secara

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Diagram Sebab Akibat. Setelah penulis melakukan observasi ke lapangan serta wawancara secara BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa Diagram Sebab Akibat Setelah penulis melakukan observasi ke lapangan serta wawancara secara langsung dan mendapatkan data lengkap. Kemudian penulis melakukan analisa masalah

Lebih terperinci

Istilah yang harus dimengerti:

Istilah yang harus dimengerti: Istilah yang harus dimengerti: Processing Time: Waktu yang diestimasi untuk menentukan berapa lama yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan (Termasuk setup time) p j : WAKTU UNTUK MEMPROSES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di bidang jasa maupun industri yang belum siap dan bangkit dari

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di bidang jasa maupun industri yang belum siap dan bangkit dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini meskipun kondisi perekonomian sudah mengalami kemajuan, namun hal tersebut belumlah cukup untuk negara ini bisa bersaing pada era pasar bebas. Hal ini tercemin

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL OLAH DATA

BAB V ANALISIS HASIL OLAH DATA BAB V ANALISIS HASIL OLAH DATA 5.1 Analisis hasil Current State Value Stream Mapping Dari Current State Value Stream Mapping yang telah dibuat diketahui bahwa ada setidaknya 10 gate yang didalamnya masing-masing

Lebih terperinci

Tabel dan Grafik Pengukuran Sigma

Tabel dan Grafik Pengukuran Sigma Tabel dan Grafik Pengukuran Sigma 3 2.6771 2.5 2.2074 2.3429 2.4171 2 No. Jenis Komponen %Defect DPO DPMO Nilai Sigma 1 Plate 0.48 0.24 240000 2.2074 2 Bracket 0.40 0.2 200000 2.3429 3 Stiffener 0.24 0.12

Lebih terperinci

PENENTUAN PRIORITAS MODE KEGAGALAN PENYEBAB KECACATAN PRODUK DENGAN ANOVA (STUDI KASUS: CV. PUTRA NUGRAHA TRIYAGAN)

PENENTUAN PRIORITAS MODE KEGAGALAN PENYEBAB KECACATAN PRODUK DENGAN ANOVA (STUDI KASUS: CV. PUTRA NUGRAHA TRIYAGAN) PENENTUAN PRIORITAS MODE KEGAGALAN PENYEBAB KECACATAN PRODUK DENGAN ANOVA (STUDI KASUS: CV. PUTRA NUGRAHA TRIYAGAN) Ida Nursanti 1*, Dimas Wisnu AJi 2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dari hal data, permasalahan, pekerjaan itu sendiri (Jogiyanto, 2005).

BAB II LANDASAN TEORI. dari hal data, permasalahan, pekerjaan itu sendiri (Jogiyanto, 2005). 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aplikasi Aplikasi adalah penerapan, menyimpan sesuatu data, permasalahan, pekerjaan kedalam suatu sarana atau media yang dapat digunakan untuk menerapkan atau mengimplementasikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktuwaktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus. Teknik pengukuran waktu terbagi atas dua bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Manajemen Operasi 2.1.1 Konsep Manajemen Operasi Manajemen operasi merupakan salah satu fungsi bisnis yang sangat berperan penting dalam perusahaan

Lebih terperinci

Scheduling Problems. Job Shop Scheduling (1) Job Shop Scheduling Problems. Job Shop Scheduling (2) 13/05/2014

Scheduling Problems. Job Shop Scheduling (1) Job Shop Scheduling Problems. Job Shop Scheduling (2) 13/05/2014 /0/0 Scheduling Problems Job Shop Scheduling Problems Mata Kuliah: Penjadwalan Produksi Teknik Industri Universitas Brawijaya Job Shop Scheduling () Job Shop Scheduling () Flow shop: aliran kerja unidirectional

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. terbanyak dari Transmission Case (XCR) adalah sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. terbanyak dari Transmission Case (XCR) adalah sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1 Jenis Cacat Dari pengolahan data yang telah dilakukan, maka diambil 3 jenis cacat terbanyak dari Transmission Case (XCR) adalah sebagai berikut : a. Bocor (35,8%) Jenis cacat bocor

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Penjadwalan Produksi Pada Proses Printing Body Pada latar belakang masalah, diidentifikasi bahwa selain pada proses component making, bottleneck juga terjadi pada proses

Lebih terperinci

ANALISIS HAMBATAN DAN REKOMENDASI SOLUSI PADA PROSES OUTBOUND LOGISTIC PT XYZ DENGAN SEVEN TOOLS DAN FMEA

ANALISIS HAMBATAN DAN REKOMENDASI SOLUSI PADA PROSES OUTBOUND LOGISTIC PT XYZ DENGAN SEVEN TOOLS DAN FMEA ANALISIS HAMBATAN DAN REKOMENDASI SOLUSI PADA PROSES OUTBOUND LOGISTIC PT DENGAN SEVEN TOOLS DAN FMEA Faisal Waisul Kurni Rusmana 1), Syarif Hidayat. 2), 1),2) Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR ISI ABSTRAK PT Kandakawana Sakti bergerak pada bidang pengecatan yang berspesialisasi pada pengecatan body motor Honda. Penelitian ini diawali dengan masalah tingginya produk cacat yang dihasilkan dan kegagalan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan Kerja Perancangan kerja merupakan disiplin ilmu yang dirancang untuk memberikan pengetahuan mengenai prinsip dan prosedur yang harus dilaksanakan dalam upaya memahami

Lebih terperinci

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK P.T. Indo Extrusions adalah perusahaan yang berskala internasional dan bergerak di bidang pengolahan logam nonferos terutama alumunium. Terletak di jalan Leuwi Gajah No. 134, Cimindi, Cimahi menerapkan

Lebih terperinci

Perbaikan Penjadwalan Percetakan di PT. Hamudha Prima Media, Surakarta

Perbaikan Penjadwalan Percetakan di PT. Hamudha Prima Media, Surakarta Perbaikan Penjadwalan Percetakan di PT. Hamudha Prima Media, Surakarta Indri Hapsari, Stefanus Soegiharto, Agnes Tria A. Teknik Industri, Universitas Surabaya Jl. Raya Kalirungkut, Surabaya 60293 Email:

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi penelitian merupakan bagian penting dalam sebuah penelitian. Dengan metodologi penelitian, dapat dijelaskan tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN. pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah

BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN. pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN Pembahasan pada bab ini menanalisa hasil pendefinisian permasalahan pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah ditetapkan. 5.1 Analyze Dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian ini menggambarkan langkah-langkah atau kerangka pikir yang akan dijalankan pada penelitian ini. Tujuan dari pembuatan metodologi penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Edward (1998) menjelaskan bahwa sebuah work center terdiri dari banyak jenis mesin, dan pada kenyataannya work center lebih sering diindikasikan sebagai mesin

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI 56 BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI Pada Bab ini dibahas tahap Analyze (A), Improve (I), dan Control (C) dalam pengendalian kualitas terus menerus DMAIC sebagai langkah lanjutan dari kedua tahap sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. yang minimal harus dipenuhi sehingga sistem dapat berjalan dengan baik.

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. yang minimal harus dipenuhi sehingga sistem dapat berjalan dengan baik. BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Implementasi Tahap implementasi sistem ini merupakan suatu tahap penerapan dari anaslisis dan desain sistem yang telah dibuat sebelumnya. Adapun kebutuhan dari sistem

Lebih terperinci

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM.

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM. PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE) DAN LEAN SIX SIGMA DI PT. XYZ TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dijabarkan tentang tinjauan pustaka yang digunakan sebagai acuan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. II.1 Sejarah FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Didalam

Lebih terperinci