BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Ivan Halim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan. Tabel 2 Hasil proksimat analisis kitosan No. Parameter Standar Mutu ( ) *) Hasil Penelitian () 1 Kadar Air 10 5,51 2 Kadar Abu < 2 0,35 3 Kadar Nitrogen 5 3,53 4 Derajat Deasetilasi *) Sumber : Protan Laboratories Inc. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa mutu kitosan yang diperoleh hasil penelitian telah memenuhi baku mutu standar kitosan yang dikeluarkan oleh Protan Laboratories Inc. Berdasarkan hasil tersebut, maka kitosan ini dapat digunakan untuk proses penjerapan ion logam Pb, Hg dan Cd dalam sampel larutan uji Kadar Air Kadar air merupakan salah satu parameter yang penting untuk menentukan mutu kitosan, karena mempengaruhi ketahanan kitosan terhadap kerusakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Saleh et al. (1994) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar air, maka semakin besar pula kemungkinan cepat rusaknya produk dari segi fisik berupa warna dan bau yang berubah. Berdasarkan hasil analisis mutu kitosan pada Tabel 2 diperoleh kadar air kitosan sebesar 5,51. Hal ini menunjukkan bahwa kitosan yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu kadar air kitosan yang telah ditetapkan oleh protan laboratories Inc, yakni sebesar 10. Kadar air yang terkandung pada kitosan dipengaruhi oleh proses pengeringan, lama pengeringan yang dilakukan, jumlah
2 54 kitosan yang dikeringkan dan luas permukaan tempat kitosan yang dikeringkan (Saleh et al. 1994) Kadar Abu Kadar abu merupakan parameter untuk mengetahui mineral yang terkandung dalam suatu bahan yang mencirikan keberhasilan proses demineralisasi yang dilakukan. Kadar abu yang rendah menunjukkan kandungan mineral yang rendah. Semakin rendah kadar abu yang dihasilkan maka mutu dan tingkat kemurnian kitosan akan semakin tinggi (Hartati, 2002). Berdasarkan hasil analisis mutu kitosan pada Tabel 2 diperoleh kadar abu kitosan sebesar 0,35. Hal ini menunjukkan bahwa kitosan yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu kadar abu kitosan yang telah ditetapkan oleh Protan Laboratories Inc, yakni sebesar < 2. Penghilangan mineral dipengaruhi oleh proses pengadukan selama proses, sehingga panas yang dihasilkan menjadi homogen. Proses pengadukan yang konstan akan menyebabkan panas dapat merata sehingga pelarut (HCl) dapat mengikat mineral secara sempurna. Jika pengadukan yang dilakukan tidak konstan maka panas yang dihasilkan tidak merata, sehingga reaksi pengikatan mineral oleh pelarut juga akan tidak sempurna (Hartati et al. 2002). Selain itu proses pencucian yang baik hingga di peroleh ph netral juga berpengaruh terhadap kadar abu. Mineral yang telah terlepas dari bahan dan berikatan dengan pelarut dapat terbuang dan larut bersama air (Suhartono, 2000). Pencucian yang kurang sempurna akan mengakibatkan mineral yang telah terlepas dapat melekat kembali pada permukaan molekul kitin Kadar Nitrogen Kadar nitrogen merupakan parameter untuk mengetahui kadar protein yang terkandung dalam suatu bahan yang mencirikan keberhasilan proses deproteinasi yang dilakukan. Kadar nitrogen yang rendah menunjukkan kandungan protein yang rendah. Semakin rendah kadar nitrogen yang dihasilkan maka mutu dan tingkat kemurnian kitosan akan semakin tinggi.
3 55 Berdasarkan hasil analisis mutu kitosan pada Tabel 2 di peroleh kadar nitrogen kitosan sebesar 3,53. Hal ini menunjukkan bahwa kitosan yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu kadar nitrogen kitosan yang telah ditetapkan oleh Protan Laboratories Inc, yakni sebesar 5. Kadar nitrogen menentukan sifat kitosan yang berinteraksi dengan gugus lainnya. Keberadaan senyawa lain dalam kitosan antara lain bentuk gugus amina (NH 2 ) menyebabkan kitosan memiliki reaktivitas kimia yang cukup tinggi, sehingga kitosan mampu mengikat air dan larut dalam asam asetat. Kadar total nitrogen berupa protein yang dapat dihilangkan (pada pembuatan kitin) sangat dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH yang digunakan, waktu ekstraksi dan suhu ekstraksi. Protein yang masih terikat setelah proses deproteinasi akan semakin sedikit jumlahnya apabila proses deasetilasi dilakukan dengan suhu yang semakin meningkat dan konsentrasi NaOH yang tinggi. Proses pengadukan yang konstan juga merupakan salah satu faktor yang mempermudah penghilangan protein dari kulit udang melalui reaksi antara larutan NaOH dengan bahan (Benjakula & Sophanodora 1993) Derajat Deasetilasi Derajat deasetilasi menunjukkan persentase gugus asetil yang dapat dihilangkan dari kitin sehingga dihasilkan kitosan. Derajat deasetilasi yang tinggi menunjukkan bahwa gugus asetil yang terkandung dalam kitosan adalah rendah. Makin berkurangnya gugus asetil pada kitosan maka interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan akan semakin kuat (Meriatna, 2008) Berdasarkan hasil analisis mutu kitosan pada Tabel 2 diperoleh derajat deasetilasi kitosan sebesar 80. Hal ini menunjukkan bahwa kitosan yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu derajat deasetilasi kitosan yang telah ditetapkan oleh Protan Laboratories Inc, yakni sebesar 70. Konsentrasi NaOH berpengaruh pada derajat deasetilasi yang didapatkan, dengan bertambahnya konsentrasi NaOH maka derajat deasetilasi juga semakin tinggi.
4 Hasil Proses Adsorpsi Logam Berat oleh Larutan Kitosan. Perhitungan kadar logam yang di serap oleh kitosan dapat di cari dengan cara mengukur konsentrasi logam setelah di. Hasil Pb, Hg dan Cd dengan perlakuan kecepatan alir dan konsentrasi kitosan yang ditambahkan dapat di lihat pada Tabel 3. Masing-masing data merupakan rata-rata dari dua kali ulangan. Tabel 3 Hasil logam Pb dengan kitosan Konsentrasi Kitosan () Pb Kecepatan Alir (Liter/Jam) Pb Pb 0,00 27, 61 0,00 27,61 0,00 27,61 0,00 0,25 18,65 32,45 20,25 26,66 19,13 30,71 0,50 19,45 29,56 23,13 16,23 19,59 29,05 1,00 14,73 46,65 16,65 39,70 18,49 33,03 1,50 17,37 37,09 20,57 25,50 22,25 19,41 Pengaruh kitosan terhadap logam Pb tedapat pada Gambar 10 yang memperlihatkan kemampuan larutan kitosan terhadap logam Pb dengan variasi 3 kecepatan alir. a d s o r p s i ,25 0,50 1,00 1,50 Kecepatan Alir ( Liter / Jam ) Gambar 10 Diagram kitosan terhadap ion logam Pb
5 57 Tabel 4 Hasil logam Hg dengan kitosan Konsentrasi Kitosan () Hg Kecepatan Alir (Liter/Jam) Hg Hg 0,00 48,26 0,00 48,26 0,00 48,26 0,00 0,25 22,89 52,57 23,13 47,93 23,47 51,37 0,50 17,53 63,68 12,78 73,52 19,52 59,55 1,00 12,65 73,79 10,31 78,64 12,78 73,52 1,50 14,08 70,82 19,90 58,76 35,11 27,25 Pengaruh kitosan terhadap logam Hg tedapat pada Gambar 11 yang memperlihatkan kemampuan larutan kitosan terhadap logam Hg dengan variasi 3 kecepatan alir. Adsorpsi ,25 0,50 1,00 1,50 Gambar 11 Diagram kitosan terhadap ion logam Hg. Tabel 5 adalah tabel yang menyajikan data hasil Cd dengan larutan kitosan yang di variasi dengan 3 kecepatan alir dan dari tabel dapat di lihat bahwa nilai terbaik adalah pada konsentrasi kitosan 1 dan kecepatan alir 3 liter/jam, namun untuk logam Cd mempunyai nilai yang tidak jauh berbeda.
6 58 Tabel 5 Hasil logam Cd dengan kitosan Konsentrasi Kitosan () Cd Kecepatan Alir (Liter/Jam) Cd Pb 0,00 44,06 0,00 44,06 0,00 44,06 0,00 0,25 22,12 49,80 25,74 41, 58 23,32 47,07 0,50 22,44 49,07 25,37 42,42 23,47 46,73 1,00 20,48 53,52 21,20 51,88 20,66 53,11 1,50 21,33 51,59 21,14 52,02 22,25 49,50 Pengaruh kitosan terhadap logam Cd tedapat pada Gambar 12 yang memperlihatkan kemampuan larutan kitosan terhadap logam Cd dengan variasi 3 kecepatan alir. Adsorpsi Kecepatan Alir ( liter / jam ) 0,25 0,50 1,00 1,50 Gambar 12 Diagram kitosan terhadap ion logam Cd Pembahasan Hasil penelitian proses penjerapan logam baik logam Pb, Hg dan Cd diperoleh besar prosentase penjerapan yang cenderung konstan pada konsentrasi kitosan 0,25 dan 0,50. Pada umumnya, kenaikan jumlah adsorben bisa menyebabkan kenaikan jumlah adsorbat yang terserap. Hal ini disebabkan oleh
7 59 semakin banyak jumlah adsorben yang digunakan, memberikan luas permukaan bidang kontak yang semakin besar juga sehingga molekul adsorbat yang ter semakin besar (Apsari & Fitriasti 2010). Pada konsentrasi 0,25 dan 0,50 gugus aktif kitosan tidak terlalu banyak jumlahnya dan ketika konsentrasi larutan kitosan dinaikkan menjadi 1 terjadi optimal yaitu 46,65 untuk logam Pb 73,79 untuk logam Hg dan 53,52 untuk logam Cd hal ini dikarenakan gugus aktif kitosan masih aktif dan belum jenuh oleh logam. Namun setelah konsentrasi larutan kitosan dinaikkan menjadi 1,5, kitosan telah jenuh dan kemampuan mengikat logam akan berkurang. Hal ini disebabkan aktivitas ion menurun dengan meningkatnya konsentrasi karena makin kuat ikatan antar ionnya di banding dengan kitosan, dalam hal ini mulai konsentrasi 1,5 sudah di anggap pekat dan terjadi kejenuhan sehingga terjadi penurunan nilai (Underwood, 2002). Uraian diatas dapat membuktikan bahwa konsentrasi kitosan 1 dan kecepatan alir 3 liter/jam adalah kondisi optimal dalam penyerapan logam dengan menggunakan kitosan. Semakin lambatnya kecepatan alir maka semakin banyak logam yang terjerap, hal ini disebabkan semakin lambat kecepatan alir, maka semakin bertambah waktu dan area kontak kedua fase. Dengan semakin bertambahnya waktu dan area kontak, maka kemungkinan terjerapnya ion logam semakin besar (Apsari & Fitriasti 2010). Konsentrasi pada konsentrasi larutan kitosan 1,5 penurunan kadar logam Pb, Hg dan Cd kecil sekali sehingga tidak efektif untuk dilakukan karena menjadi tidak ekonomis. Jenis logam juga berpengaruh terhadap daya, hal ini dapat dibuktikan dengan melihat data pada logam Hg paling besar di oleh kitosan 1, lalu disusul oleh logam Pb dan selanjutnya adalah logam Cd. Penambahan konsentrasi larutan menjadi 1,5 justru menyebabkan terjadinya penurunan nilai. Hal ini berkaitan dengan interaksi antara ion logam dengan permukaan akan menurun dengan menurunnya permukaan aktif, pada konsentrasi ion rendah afinitas permukaan terhadap ion logam rendah dan afinitas makin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ion logam (Mc.Cabe et al. 1999). Dengan melihat situs aktif permukaan kitosan, maka nampak bahwa kedua situs ikut berperan dalam pengikatan dengan ion logam. Hal ini menunjukkan
8 60 bahwa gugus aktif dalam kitosan ternyata tidak hanya NH2 melainkan juga OH. Lebih jauh reaksi yang mungkin terjadi adalah : i. R- NH M 2+ R-NH 2 M 2+ + H + ii. RO - + M + ROM R adalah gugus lain dalam kitosan selain NH 2 dan OH, sedangkan M adalah ion logam (Apsari & Fitriasti 2010) Penggunaan Biofilter untuk Penjerapan Logam Berat yang Masih Tersisa dalam Limbah Kemampuan biofilter dalam menjerap bahan-bahan pencemar seperti logam berat pada umumnya bervariasi. Banyak faktor yang mempengaruhi, seperti jenis biofilter dan waktu kontak biofilter dengan logam berat, jenis logam berat, kondisi lingkungan dan penambahan zat kimia tertentu (chelating materials) dan lain-lain. Secara teknisnya adalah dengan menggunakan 3 bak limbah. Pada bak 1 dikolam limbah ditanami dengan 5 ekor kijing. Bak 2 ditanami 3 batang eceng gondok yang sehat yang sudah diaklimatisasi sebelumnya. Bak 3 ditanami kombinasi biofilter, yaitu 3 batang eceng gondok dan 5 ekor kijing taiwan. Kemampuan biofilter dalam menyerap logam Pb yang dipengaruhi oleh kecepatan alir dan waktu absorpsi dapat di lihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Pada Tabel 6 dan Tabel 7 terlihat bahwa logam yang tersisa dalam limbah menurun setelah di absorpsi oleh biofilter.
9 61 Tabel 6 Efektivitas jenis biofilter dalam menyerap logam Pb pada 3 kecepatan alir limbah dan waktu perlakuan Sampel Kec Alir (Liter/Jam) Waktu (Hari) Sisa Logam yang terabsorpsi Rataan Ulangan 1 Ulangan 2 Kijing 0 14,17 15,29 14, ,41 3,29 3, ,57 16,73 16, ,28 6,29 6, ,65 18,33 18, ,53 4,49 4,51 Eceng Gondok 0 14,17 15,29 14, ,55 3,29 2, ,57 16,73 16, ,5 4,53 4, ,65 18,33 18, ,92 3,89 3,91 Kombinasi 0 14,17 15,29 14, ,3 0,33 0, ,57 16,73 16, ,44 0,49 0, ,65 18,33 18, ,29 0,29 0,29
10 62 Tabel 7 Daya absorpsi biofilter optimal dalam menyerap logam Pb dengan variasi 3 kecepatan alir limbah dan waktu perlakuan Kec Alir (Liter/Jam) Waktu (Hari) Kec Alir Waktu Sisa Logam yang Terabsorpsi Eceng Kijing Kombinasi Gondok Konsentrasi Minimum Paling Efektif ,73 14,73 14,73 14, ,35 2,92 0,315 0,315 Kombinasi , ,65 16,65 16,65 16, ,285 4,515 0,465 0,465 Kombinasi , ,49 18,49 18,49 18, ,51 3,905 0,29 0,29 Kombinasi ,00 - Pengaruh jenis biofilter terhadap kemampuan menyerap logam Pb dengan variasi kecepatan alir dan waktu absorpsi dapat di lihat pada Gambar 13 di bawah ini. 20 Konsentrasi Logam dalam Limbah Kecepatan Alir - Waktu Perlakuan Kijing Eceng Gondok Kombinasi Gambar 13 Diagram absorpsi limbah terhadap ion logam Pb dengan variasi adsorben dan lama waktu absorpsi. Pada Gambar 13 di atas terlihat bahwa pada logam Pb nilai optimal terdapat pada perlakuan absorpsi menggunakan biofilter kombinasi (eceng gondok
11 63 + kijing taiwan) dengan waktu absorpsi adalah 28 hari. Hal ini terlihat pada waktu 28 hari limbah yag di analisa menggunakan alat AAS tidak terdeteksi adanya logam Pb. Hal ini terjadi karena kandungan logam Pb setelah absorpsi konsentrasinya berada dibawah limit deteksi alat, yaitu limit deteksi untuk logam Pb adalah 0,003 ppm. Sehingga dapat di katakan logam Pb sudah diabsorpsi oleh kijing taiwan dan eceng gondok sehingga terjadi penurunan kosentrasi dari 14,73 ppm turun menjadi < 0,003 ppm. Tabel 8 Efektivitas jenis biofilter dalam menyerap logam Cd pada 3 kecepatan alir limbah dan waktu perlakuan Sampel Kec Alir (Liter/Jam) Waktu (Hari) Sisa Logam yang terabsorpsi Rataan Ulangan 1 Ulangan 2 Kijing 0 20,79 20,17 20, ,35 10,47 10, ,16 0,10 0, ,07 21,33 21, ,54 12,42 12, ,7 20,61 20, ,56 9,52 9, ,09 0,09 0,09 Eceng Gondok 0 20,79 20,17 20, ,63 5,52 5, ,90 0,85 0, ,07 21,33 21, ,28 7,36 7, ,04 0,04 0, ,7 20,61 20, ,86 6,09 5,975 Kombinasi 0 20,79 20,17 20, ,47 1,48 1, ,02 0,02 0, ,07 21,33 21, ,4 0,48 0, ,70 20,61 20, ,23 4,27 4,25
12 64 Tabel 9 Biofilter optimal dalam menyerap logam Cd pada variasi kecepatan alir limbah dan waktu perlakuan Kec Alir (Liter/Jam) Waktu (Hari) Kec Alir Waktu Sisa Logam yang Terabsorpsi Kijing Eceng Kombinasi Gondok Konsentrasi Minimum Paling Efektif ,48 20,48 20,48 20, ,41 5,58 1,48 1,48 Kombinasi ,13 0,87 0,02 0, ,2 21,2 21,2 21, ,48 7,32 0,44 0,44 Kombinasi ,04 0,00 0, ,66 20,66 20,66 20, ,54 5,98 4,25 4,25 Kombinasi ,09 0,00 0,00 0,0 - Pengaruh jenis biofilter terhadap kemampuan menyerap logam Cd dengan variasi kecepatan alir dan waktu absorpsi dapat di lihat pada Gambar 14 dibawah ini 25 Konsentrasi Logam dalam Limbah Kecepatan Alir - Waktu Perlakuan Kijing Eceng Gondok Kombinasi Gambar 14 Diagram absorpsi limbah terhadap ion logam Cd dengan variasi kecepatan dan jenis adsorben.
13 65 Pada Tabel 10, Tabel 11 dan Gambar 14 menunjukan bahwa pada logam Cd nilai optimal terdapat pada perlakuan absorpsi logam Cd dengan biofilter kombinasi (eceng gondok + kijing taiwan) dengan waktu absorpsi adalah 28 hari, Hal ini dapat di lihat pada waktu 28 hari limbah yag di analisa menggunakan alat AAS, konsentrasi Cd hampir mendekati limit deteksi alat, yaitu 0,003 ppm, sehingga dapat dinyatakan logam Cd sudah diabsorpsi oleh eceng gondok dan kijing taiwan. Kemampuan biofilter dalam menyerap logam Cd yang dipengaruhi oleh kecepatan alir dan waktu absorpsi dapat di lihat pada Tabel 10 dan Tabel 11. Tabel 10 dan 11 memperlihatkan bahwa logam yang tersisa dalam limbah menurun setelah diabsorpsi oleh biofilter pada kecepatan alir 3 liter/lam. Pada hari ke- 14 penurunan kadar logam Cd dari 20,48 ppm turun menjadi 10,41 ppm untuk absorpsi menggunakan kijing taiwan, sedangkan untuk absorpsi menggunakan eceng gondok penjerapan lebih baik lagi yaitu kandungan logam Cd turun menjadi 5,57 ppm. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Novita (2005) bahwa penurunan kadar logam berat makin baik setelah absorpsi selama 14 hari. Menurut Novita (2005) logam yang terbaik di serap oleh eceng gondok adalah Pb dan Cd. Absorpsi juga dilakukan dengan kombinasi biofilter dan hasilnya pada hari ke- 14 sisa logam Cd adalah sebesar 1,475 ppm. Absorpsi dilanjutkan sampai hari ke-28 dan setelah di analisa maka pada hari ke-28 untuk semua jenis biofilter maupun kombinasi logam Cd mengalami penurunan yaitu untuk absorpsi dengan kijing setelah hari ke-28 konsentrasi Cd adalah 0,13 ppm, absorpsi dengan eceng gondok konsetrasi Cd adalah 0,04 dan kombinasi eceng gondok + kijing taiwan adalah 0,02 ppm. Berarti logam Cd terus mengalami penurunan seiring dengan lamanya waktu absorpsi. Data tersebut diatas memperlihatkan bahwa pada hari ke-28 masih ada sisa logam Cd dalam limbah. Kemampuan biofilter dalam menyerap logam Hg yang dipengaruhi oleh kecepatan alir dan waktu absorpsi dapat di lihat pada Tabel 12 dan Tabel 13. Tabel 12 dan Tabel 13 menunjukan bahwa logam yang tersisa dalam limbah menurun setelah diabsorpsi oleh biofilter dan nilai optimal pada kecepatan alir 3 liter/jam. Hari ke-14 penurunan kadar logam Hg dari 12,65 ppm menjadi 12,18
14 66 ppm terjadi pada absorpsi dengan menggunakan kijing taiwan. Absorpsi dengan eceng gondok penjerapan lebih baik lagi yaitu kandungan logam Hg turun menjadi 0,94 ppm. Absorpsi juga dilakukan dengan kombinasi biofilter dan hasilnya pada hari ke- 14 sisa logam Hg adalah sebesar 0,51 ppm. Absorpsi dilanjutkan sampai hari ke-28 dan setelah di analisa maka pada hari ke-28 untuk semua jenis biofilter maupun kombinasi logam Hg mengalami penurunan yaitu untuk absorpsi dengan kijing setelah hari ke-28 adalah konsentrasi Hg dibawah limit deteksi, sehingga dapat dinyatakan untuk logam Hg pada hari ke-28 penjerapan sudah optimal. Tabel 10 Efektivitas jenis biofilter dalam menyerap logam Hg pada 3 kecepatan alir limbah dan waktu perlakuan Sampel Kec Alir (Liter/jam) Waktu (Hari) Sisa Logam yang Terabsorpsi Rataan Ulangan 1 Ulangan 2 Kijing 0 12,53 12,78 12, ,45 11,91 12, ,00 10,63 10, ,08 11,78 11, ,69 12,87 12, ,44 11,59 11,52 Eceng Gondok 0 12,53 12,78 12, ,94 0,94 0, ,00 10,63 10, ,03 2,82 2, ,69 12,87 12, ,42 11,02 10,72 Kombinasi 0 12,53 12,78 12, ,52 0,5 0, ,00 10,63 10, ,61 1,62 1, ,69 12,87 12, ,07 0,27 0,17
15 67 Tabel 11 Biofilter optimal dalam menyerap logam Hg pada 3 kecepatan alir limbah dan waktu perlakuan Sisa Logam yang Terabsorpsi Konsentrasi Kec Alir Waktu Kec Alir Paling Minimum (Liter/Jam) (Hari) Waktu Kijing Eceng Kombinasi Efektif Gondok ,65 12,65 12,65 12, ,18 0,94 0,51 0,51 Kombinasi ,00 TD TD TD ,31 10,31 10,31 10, ,93 2,925 1,615 1,615 Kombinasi TD TD TD TD ,78 12,78 12,78 12, ,515 10,72 0,17 0,17 Kombinasi TD TD TD TD - Pengaruh jenis biofilter terhadap kemampuan menyerap logam Hg dengan variasi kecepatan alir dan waktu absorpsi dapat di lihat pada Gambar 15 dibawah ini Konsentrasi Logam dalam Limbah Kecepatan Alir - Waktu Perlakuan Kijing Eceng Gondok Kombinasi Gambar 15 Diagram absorpsi limbah terhadap ion logam Hg dengan variasi kecepatan dan lama waktu absorpsi. Pada Gambar 15 dapat di lihat bahwa untuk logam Hg nilai optimal terdapat pada perlakuan absorpsi logam Hg dengan biofilter kombinasi (eceng gondok + kijing taiwan) dengan waktu absorpsi adalah 28 hari, hal ini dapat
16 68 terlihat pada waktu 28 hari limbah yag di analisa menggunakan alat AAS nilai Hg masih ada tetapi dengan konsentrasi yang kecil yaitu mendekati limit deteksi alat yaitu 1 ppb sehingga dapat dinyatakan konsentrasi logam Hg berada dibawah 1 ppb, hal ini menunjukkan logam Hg sudah di absorpsi dengan maksimal oleh kijing taiwan dan eceng gondok yang ditempatkan dalam 1 bak penampungan limbah. Jenis logam Pb, Cd dan Hg dapat diserap dengan baik untuk waktu absorpsi adalah 28 hari. Logam Pb dan Hg dapat diserap dengan baik pada ketiga jenis adsorben tersebut, namun untuk logam Cd penyerapan lebih rendah dibandingkan dengan logam Pb dan Hg terserap. Hal ini disebabkan karena jarijari atom Cd lebih kecil daripada Hg dan Pb. Daya kitosan lebih besar pada logam yang memiliki jari-jari ion lebih kecil. Semakin besar jari-jari atomnya maka semakin kecil harga energi ionisasinya sehingga semakin mudah suatu unsur untuk melepaskan elektron. Jika suatu unsur mudah melepaskan elektron maka kekuatan ikatan logamnya semakin kuat (Apsari & Fitriasti 2010).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Uji Akademi Kimia Analisis Penelitian dilakukan bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012.
Lebih terperinciPEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)
Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah
Lebih terperinci3. Metodologi Penelitian
3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
digilib.uns.ac.id Pembuatan Kitosan dari Cangkang Keong Mas untuk Adsorben Fe pada Air BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka A.1. Keong mas Keong mas adalah siput sawah yang merupakan salah satu hama
Lebih terperinci4. Hasil dan Pembahasan
4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,
Lebih terperinciMakalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT
276 PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT Antuni Wiyarsi, Erfan Priyambodo Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Kampus Karangmalang, Yogyakarta 55281
Lebih terperinciPEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu
PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu Rudi Firyanto, Soebiyono, Muhammad Rif an Teknik Kimia Fakultas Teknik UNTAG Semarang Jl. Pawiyatan Luhur
Lebih terperinciKARAKTERISTIK MUTU DAN KELARUTAN KITOSAN DARI AMPAS SILASE KEPALA UDANG WINDU (Penaeus monodon)
Buletin Teknologi Hasil Perikanan Vol XI Nomor 2 Tahun 2008 KARAKTERISTIK MUTU DAN KELARUTAN KITOSAN DARI AMPAS SILASE KEPALA UDANG WINDU (Penaeus monodon) Characteristics of Quality And Solubility Kitosan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pencemaran belakangan ini sangat menarik perhatian masyarakat banyak.perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari
Lebih terperinciPENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam (Harry Agusnar) PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION
Lebih terperinciTINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak
TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit
Lebih terperinciBab III Metodologi Penelitian
Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi
Lebih terperinciPEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4
PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 Yuliusman dan Adelina P.W. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI, Depok
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat seperti kadmium, timbal dan tembaga yang berasal dari limbah industri sudah lama diketahui. Untuk
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN
LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN L-1.1 DATA HASIL PERSIAPAN ADSORBEN Berikut merupakan hasil aktivasi adsorben batang jagung yaitu pengeringan batang jagung pada suhu tetap 55 C. L-1.1.1 Data pengeringan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb)
48 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb) Hasil penelitian kadar kalsium (Ca) pengaruh pemberian kitosan pada ginjal puyuh yang terpapar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan
Lebih terperinciTINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak
TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan
Lebih terperinciPENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN
1 PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN Carlita Kurnia Sari (L2C605123), Mufty Hakim (L2C605161) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto, Tembalang,
Lebih terperinciPEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR
JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR Noor Isnawati, Wahyuningsih,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pesatnya perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia terutama sektor industri. Perkembangan
Lebih terperinciBab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk
Lebih terperinci3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).
3 Percobaan 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan untuk menyerap ion logam adalah zeolit alam yang diperoleh dari daerah Tasikmalaya, sedangkan ion logam yang diserap oleh zeolit adalah berasal
Lebih terperinci4.1. Penentuan Konsentrasi Gel Pektin dalam Cookies
4. PEMBAHASAN Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah buah jeruk keprok Malang yang masih mentah. Hal ini disebabkan karena pada buah yang belum matang lamella belum mengalami perubahan struktur
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.
5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :
Lebih terperinci3 Metodologi Penelitian
3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan juni 2011 sampai Desember 2011, dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. Indokom
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan
dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN KITOSAN DALAM ASAM ASETAT DENGAN MELAKUKAN PERLAKUAN AWAL PADA PENGOLAHAN LIMBAH KULIT UDANG MENJADI KITOSAN Ani Purwanti 1, Muhammad Yusuf 2 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup manusia,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,
Lebih terperinciGambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan
25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran lingkungan karena logam berat merupakan masalah yang sangat serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan di bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Total produksi penangkapan dan perikanan udang dunia menurut Food and Agriculture Organization pada tahun 2009 berkisar 6 juta ton pada tahun 2006 [1] dan mempunyai
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Sampel Buatan Pada prosedur awal membuat sampel buatan yang digunakan sebagai uji coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
19 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Tahap Pertama Tahap pertama penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mutu kitosan komersil yang digunakan, antara lain meliputi kadar air, kadar abu, kadar nitrogen,
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin
Lebih terperinciSkala ph dan Penggunaan Indikator
Skala ph dan Penggunaan Indikator NAMA : ENDRI BAMBANG SUPRAJA MANURUNG NIM : 4113111011 KELAS PRODI : DIK A : PENDIDIKAN JURUSAN : MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial dalam berbagai bidang dan industri. Kitin dan kitosan merupakan bahan dasar dalam bidang biokimia,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udang diekspor 90% berada dalam bentuk beku tanpa kulit dan kepala sehingga dari proses pembekuan tersebut dihasilkan limbah berupa kulit dan kepala udang (Natsir
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Logam krom (Cr) merupakan salah satu logam berat yang sering digunakan dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri pelapisan logam,
Lebih terperinciADSORPSI ZAT WARNA PROCION MERAH PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI SONGKET MENGGUNAKAN KITIN DAN KITOSAN
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 ADSORPSI ZAT WARNA PROCION MERAH PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI SONGKET MENGGUNAKAN KITIN DAN KITOSAN Widia Purwaningrum, Poedji Loekitowati Hariani, Khanizar
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein), total kolesterol dan trigliserida.
Lebih terperinciPENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI ION LOGAM Cu 2+ MENGGUNAKAN KITIN TERIKAT SILANG GLUTARALDEHID ABSTRAK ABSTRACT
KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol.1, No. 1, pp. 647-653, UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Received 9 February 2015, Accepted 10 February 2015, Published online 12 February 2015 PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan
Lebih terperinciet al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli(2-amino-2-dioksi-β-d-glukosa) yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan serta turunannya sangat bermanfaat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pada bidang industri di Indonesia saat ini mengalami kemajuan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada bidang industri di Indonesia saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dapat menimbulkan dampak bagi manusia dan lingkungan sekitarnya.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan
Lebih terperinciTRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN
Marina Chimica Acta, Oktober 2004, hal. 28-32 Vol. 5 No.2 Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Hasanuddin ISSN 1411-2132 TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN Mustari
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Isolasi Kitin dari Kulit Udang 5.1.1 Tepung kulit udang Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota Mataram dibersihkan kemudian dikeringkan yang selanjutnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan logam berat sebagai polutan bagi lingkungan hidup diawali dengan meningkatnya populasi dan industrialisasi dari proses modernisasi manusia dan lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan, karena dalam prosesnya akan dihasilkan produk utama dan juga produk samping berupa limbah produksi, baik limbah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN
LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN L1.1 DATA HASIL PERCOBAAN BET Tabel L1.1 Data Hasil Analisa BET No Jenis Analisa Suhu (ᴼC) 110 500 800 1 Luas Permukaan (m 2 /g) 725,436 807,948 803,822 2 Volume pori (cc/g)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang tidak dapat didegradasi atau dihancurkan (Agustina, 2010). Logam dapat membahayakan bagi kehidupan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. supaya dapat dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup. Namun akhir-akhir ini. (Ferri) dan ion Fe 2+ (Ferro) dengan jumlah yang tinggi,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan salah satu yang banyak diperlukan oleh semua makhluk hidup. Oleh sebab itu, air harus dilindungi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini
43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses elektrokoagulasi terhadap sampel air limbah penyamakan kulit dilakukan dengan bertahap, yaitu pengukuran treatment pada sampel air limbah penyamakan kulit dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini; Latar Belakang: Sebelum air limbah domestik maupun non domestik
Lebih terperinciWassalamu alaikum Wr.Wb. Bandung, Februari Penulis. viii
KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr.Wb. Alhamdulillahirabbil alamim. Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Mengetahui apa yang tidak kita ketahui dan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang tidak pernah pandang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum mengenai pemanfaatan tulang sapi sebagai adsorben ion logam Cu (II) dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
28 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Limbah Padat Agar-agar Limbah hasil ekstraksi agar terdiri dari dua bentuk, yaitu padat dan cair. Limbah ini mencapai 65-7% dari total bahan baku, namun belum
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Kandungan CO 2 Sebelum dan Sesudah Pemurnian Perbedaan Kandungan CO 2 melalui Indikator Warna Pengambilan contoh biogas yang dianalisis secara kuantitatif sehingga didapatkan
Lebih terperinciPEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET TAHU
PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET TAHU Shintawati Dyah P Abstrak Maraknya penggunaan formalin dan borak pada bahan makanan dengan tujuan agar makanan lebih awet oleh pedagang yang
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN
LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN L1.1 Yield 1 2 3 20 40 60 Tabel L1.1 Data Yield Raw Material 33 Karbon Aktif 15,02 15,39 15,67 Yield 45,53 46,65 47,50 L1.2 Kadar Air dengan Tabel L1.2 Data Kadar Air Cawan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung
Lebih terperinciAnalisis Penurunan Kadar Cr, Cd DAN Pb Limbah Laboratorium Dasar Ppsdm Migas Cepu Dengan Adsorpsi Serbuk Eceng Gondok (Eichornia crassipes)
Analisis Penurunan Kadar Cr, Cd DAN Pb Limbah Laboratorium Dasar Ppsdm Migas Cepu Dengan Adsorpsi Serbuk Eceng Gondok (Eichornia crassipes) Rivaldo Herianto*, M. Arsyik Kurniawan S a Program Studi Kimia,
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )
41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang sangat berperan dalam berbagai industri. Air pendingin dalam cooling tower system didistribusikan
Lebih terperinciAdsorpsi Fenol pada Membran Komposit Khitosan Berikatan Silang
Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 6, No., hal. 28-34, 2007 ISSN 42-5064 Adsorpsi Fenol pada Membran Komposit Khitosan Berikatan Silang Rahmi Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Syiah Kuala
Lebih terperinciMAKALAH PENDAMPING : PARALEL A
MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) F193
F193 Perbandingan Kemampuan Kitosan dari Limbah Kulit Udang dengan Aluminium Sulfat untuk Menurunkan Kekeruhan Air dari Outlet Bak Prasedimentasi IPAM Ngagel II Cecilia Dwi Triastiningrum dan Alfan Purnomo
Lebih terperinci4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat
Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,
Lebih terperinciPemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif
Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Landiana Etni Laos, Arkilaus Selan Prodi Pendidikan Fisika STKIP Soe, Nusa Tenggara Timur E-mail: etni.laos@yahoo.com Abstrak. Karbon aktif merupakan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian ini dilakukan dengan metode experimental di beberapa laboratorium dimana data-data yang di peroleh merupakan proses serangkaian percobaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar perairan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar perairan. Keberadaan logam- logam ini sangat berbahaya, meskipun dalam jumlah yang kecil. Berbagai kegiatan manusia seperti
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Hasil penentuan kandungan oksida logam dalam abu boiler PKS Penentuan kandungan oksida logam dari abu boiler PKS dilakukan dengan menggvmakan XRF
Lebih terperinciPENGARUH ph DAN WAKTU KONTAK PADA ADSORPSI Cd(II) MENGGGUNAKAN ADSORBEN KITIN TERFOSFORILASI DARI LIMBAH CANGKANG BEKICOT (Achatina fulica) ABSTRAK
KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol. 2, No. 2, pp.503-509 - UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Received, 6 September 2013, Accepted, 10 September 2013, Published online, 7 Oktober 2013. PENGARUH ph DAN WAKTU KONTAK PADA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tomat merupakan buah dengan panen yang melimpah, murah, tetapi mudah busuk dan menjadi limbah yang mencemari lingkungan. Pemerintah daerah telah membuat kebijakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban
5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. nilai 7 sementara bila nilai ph > 7 menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa
BAB II LANDASAN TEORI II.1. Teori Dasar ph ph atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaaman atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. ph normal memiliki nilai 7 sementara
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Perolehan Organicremoval Hasil pembuatan organicremoval dari kulit singkong dan kulit kacang tanah dari 100 gram kulit mentah diperoleh hasil sebagai berikut (Tabel
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil
Lebih terperinciKata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol
PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat
Lebih terperinci3 Metodologi Penelitian
3 Metodologi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material dan Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB, serta di Laboratorium Polimer Pusat Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan baik udara, tanah, ataupun air banyak terjadi akibat dari aktivitas manusia. Menurut UU No.32 tahun 2009, yang dimaksud dengan pencemaran adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan
Lebih terperinciPEMANFAATAN CANGKANG UDANG SEBAGAI BIOADSORBEN ION LOGAM Cu DAN Zn PADA SAMPEL AIR PERMUKAAAN KOTA BENGKULU
PEMANFAATAN CANGKANG UDANG SEBAGAI BIOADSORBEN ION LOGAM Cu DAN Zn PADA SAMPEL AIR PERMUKAAAN KOTA BENGKULU UTILIZATION OF SHRIMP SHELLS AS BIOADSORBENTS TO REMOVE COPPER (Cu) AND ZINC (Zn) IONS FROM SURFACE
Lebih terperinci