4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 22 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rendemen dan Komposisi Kimia Kerang Darah (A. granosa) Kerang darah termasuk dalam kelas pelecypoda atau sering disebut juga bivalvia memiliki karakteristik yang khas yaitu tubuh yang terdiri dari dua cangkang pipih lateral. Rendemen adalah presentase suatu bahan baku yang dimanfaatkan. Rendemen merupakan suatu parameter yang paling penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektifitas suatu produk atau bahan. Semakin besar nilai rendemen, semakin besar pula bagian bahan baku yang dapat dimanfaatkan. Dokumentasi sampel kerang darah disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 Sampel kerang darah. Rendemen yang dapat diperoleh dari sampel kerang darah berupa daging dan cangkang. Rendemen kerang darah merupakan bagian tubuh kerang darah yang masih bisa dipergunakan yang diperoleh dengan cara membedah kerang, kemudian memisahkan bagian daging dengan cangkang. Rendemen daging kerang darah dihitung berdasarkan presentase perbandingan bobot daging terhadap bobot utuh sampel. Rendemen kerang darah disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa rendemen yang paling besar adalah cangkang sebesar 70,71%, sedangkan rendemen daging sebesar 29,28%. Kerang darah memiliki rendemen cangkang yang lebih tinggi dibandingkan rendemen daging, hal ini dapat dikarenakan kerang darah memiliki 2 keping cangkang yang tebal dan mengandung kalsium karbonat (Nurjanah et al. 2005). Kadar zat kapur (CaCO 3 ) dan zat tanduk pada cangkang membuat rendemen cangkang menjadi paling tinggi diantara rendemen daging.

2 23 26 Gambar 4 Rendemen kerang darah segar: = cangkang; = daging. Analisis proksimat yang dilakukan menghasilkan data mengenai kandungan gizi yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Pada umumnya zat gizi dibagi dalam lima kelompok utama, yaitu karbohidrat, lemak, protein, abu atau mineral, serta air (Budiyanto 2002). Hasil analisis proksimat daging kerang darah disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil analisis proksimat kerang darah Parameter Kandungan (%) Kadar Air 81,61 Kadar Abu 1,09 Kadar Protein 6,65 Kadar Lemak 0,58 Kadar Karbohidrat (by difference) 10,07 Air merupakan komponen yang mempunyai peranan yang sangat besar bagi bahan pangan. Keberadaan air dalam bahan pangan sering dihubungkan dengan mutu bahan pangan, sebagai pengukur bagian bahan kering atau padatan, penentu indeks kestabilan selama penyimpanan serta penentu mutu organoleptik terutama rasa dan keempukan (Andarwulan et al. 2011). Tabel 3 menunjukkan kadar air kerang darah yang berasal dari PPI Muara Angke adalah sebesar 81,61%. Hal ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Daluningrum (2009) yang menyatakan bahwa kadar air kerang darah sebesar 81,81% (bb). Lehninger (1988) menjelaskan bahwa air merupakan senyawa paling berlimpah dalam sistem hidup dan mencakup 70% atau lebih dari bobot hampir semua bentuk kehidupan. Hal ini

3 24 27 diperkuat oleh pernyataan Winarno (2008) yang menyebutkan bahwa produk hasil perikanan memiliki kandungan air yang cukup tinggi. Bahan pangan mengandung senyawa anorganik yang disebut mineral atau abu selain mengandung bahan organik dan air. Keberadaan mineral pada bahan pangan sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia meskipun jumlahnya sangat sedikit (Andarwulan et al. 2011). Hasil analisis kadar abu menunjukkan nilai kadar abu pada kerang darah sebesar 1,09%. Hasil ini lebih rendah namun tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan hasil penelitian Daluningrum (2009) dimana kadar abu yang diperoleh sebesar 2,00% (bb). Tinggi rendahnya kadar abu dapat disebabkan oleh perbedaan habitat dan lingkungan hidup. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Selain itu, masing-masing individu organisme juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam meregulasi dan mengabsorbsi mineral yang masuk ke dalam tubuh, sehingga hal ini nantinya akan memberikan pengaruh pada nilai kadar abu masing-masing bahan (Susanto 2010). Protein adalah salah satu zat gizi makro yang dibutuhkan tubuh karena fungsinya yang khusus dalam pertumbuhan. Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N. Hasil analisis protein menunjukkan bahwa nilai protein yang didapat yaitu sebesar 6,65%. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Yusefi (2011) yaitu kadar protein kerang bulu sebesar 9,72% (bb). Perbedaan kadar protein dapat dikarenakan oleh faktor spesies, umur, makanan yang tersedia, laju metaboisme, tingkat kematangan gonad, dan laju pergerakan (Andarwulan et al. 2011). Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia (Winarno 2008). Hasil analisis kadar lemak pada kerang darah yang dihasilkan yaitu sebesar 0,58%. Nilai tersebut tidak berbeda jauh dibandingkan penelitian Daluningrum (2009) yang menghasilkan kadar lemak kerang darah sebesar 0,60% (bb). Menurut pendapat Yunizal et al. (1998) diacu dalam Susanto (2010), menyatakan bahwa kadar air umumnya berhubungan terbalik dengan kadar lemak. Apabila kadar air yang terkandung dalam bahan pangan cukup tinggi, akan mengakibatkan semakin rendahnya kadar lemak.

4 25 28 Hasil perhitungan karbohidrat menggunakan cara by difference menunjukkan nilai kadar karbohidrat pada kerang darah sebesar 10,07%. Hasil ini lebih besar jika dibandingkan dengan hasil penelitian Daluningrum (2009) yang menyebutkan kadar karbohidrat kerang darah sebesar 3,75% (bb). Karbohidrat yang terdapat dalam hewan ternak, khususnya daging, tersimpan dalam bentuk glikogen yang banyak terdapat pada jaringan otot dan hati (Winarno 2008). Pada kelompok bivalvia, cangkang terhubung oleh jaringan ikat (ligamen) yang berfungsi seperti engsel untuk membuka dan menutup cangkang dengan cara mengencangkan dan mengendurkan otot aduktor yang terdapat pada bagian anterior dan posterior tubuh (Suwignyo et al. 2005). 4.2 Komposisi Mineral Kerang Darah (A. granosa) Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Disamping itu, mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier 2009). Informasi mengenai kandungan mineral makro dan mikro yang terkandung pada kerang darah yang berasal dari PPI Muara Angke disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi mineral kerang darah (mg/100 g bk) Komposisi mineral A. granosa hasil Cerithidea Chamelea A.granosa* penelitian obtusa** gallina*** Natrium 857,69 ± 146,65-283,45 - Kalium 654,39 ± 29,14-259,22 - Makro Kalsium 142,39 ± 76,49 272,50 39,78 - Magnesium 171,31 ± 37,52-82,05 - Fosfor 558,90 ± 15,46-96,73 - Besi 45,98 ± 3,40 36,53 5,81 - Mikro Seng 3,61 ± 0,08 5,43 3,87 - Tembaga 1,08 ± 0,22 1,24 0,29 - Logam Timbal 1,24 ± 0, ,13 berat Kadmium 0,10 ± 0, ,04 * Nurjanah et al. (2005) **Purwaningsih (2012) ***Ozden et al. (2009)

5 26 29 Kandungan mineral makro pada kerang darah meliputi natrium, kalium, kalsium, magnesium, dan fosfor. Sementara kandungan mineral mikro meliputi besi, seng, dan tembaga, sedangkan timbal dan kadmium termasuk kedalam golongan logam berat yang biasanya menimbulkan efek toksik pada tubuh makhluk hidup. Kandungan mineral makro dengan konsentrasi tertinggi pada kerang darah yang berasal dari PPI Muara Angke adalah natrium sebesar 857,69 mg/100 g bk, diikuti oleh kalium, fosfor, magnesium, dan kalsium, masing-masing sebesar 654,39; 558,90; 171,31 dan 142,39 mg/100 g bk. Kandungan mineral mikro dengan konsentrasi tertinggi pada kerang darah adalah besi sebesar 45,98 mg/100 g bk, diikuti oleh seng sebesar 3,61 mg/100 g bk, dan tembaga sebesar 1,08 mg/100 g bk. Analisis kandungan mineral kerang darah juga menemukan adanya logam berat yaitu timbal dan kadmium dengan konsentrasi masing-masing sebesar 1,24 mg/100 g bk dan 0,10 mg/100 g bk. Kandungan natrium pada kerang darah yang diteliti lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan natrium pada kerang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 313,650 mg/100 g. Kandungan natrium kerang darah juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan natrium pada keong matah merah menurut Purwaningsih (2012) yaitu sebesar 283,45 mg/100 g bk. Kandungan kalium kerang darah lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan kalium pada kerang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 227,800 mg/100 g. Kandungan kalium kerang darah juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan kalium pada keong matah merah menurut Purwaningsih (2012) yaitu sebesar 259,22 mg/100 g bk. Kandungan kalsium pada kerang darah lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan kalsium pada kerang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 28,050 mg/100 g. Kandungan kalsium kerang darah juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan kalsium pada keong matah merah menurut Purwaningsih (2012) yaitu sebesar 39,78 mg/100 g bk, namun lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan kalsium pada kerang darah menurut Nurjanah et al. (2005) yaitu sebesar 272,50 mg/100 g bk. Kandungan magnesium kerang darah lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan magnesium pada kerang menurut USDA (2006) yaitu sebesar

6 ,450 mg/100 g. Kandungan magnesium kerang darah juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan magnesium pada keong matah merah menurut Purwaningsih (2012) yaitu sebesar 82,05 mg/100 g bk. Kandungan fosfor kerang darah lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan fosfor pada kerang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 242,250 mg/100 g. Kandungan fosfor kerang darah juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan fosfor pada keong matah merah menurut Purwaningsih (2012) yaitu sebesar 96,73 mg/100 g bk. Kandungan seng kerang darah lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan seng pada kerang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 2,269 mg/100 g. Kandungan seng kerang darah tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan kandungan seng pada keong matah merah menurut Purwaningsih (2012) yaitu sebesar 3,87 mg/100 g bk, namun lebih kecil jika dibandingkan dengan kandungan seng pada kerang darah menurut Nurjanah et al. (2005) yaitu sebesar 5,43 mg/100 g bk. Kandungan besi kerang darah lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan besi pada kerang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 5,712 mg/100 g. Kandungan besi kerang darah juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan besi pada keong matah merah menurut Purwaningsih (2012) yaitu sebesar 5,81 mg/100 g bk, dan kandungan besi pada kerang darah menurut Nurjanah et al. (2005) yaitu sebesar 36,53 mg/100 g bk. Kandungan tembaga kerang darah lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan tembaga pada kerang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 0,127 mg/100 g. Kandungan tembaga kerang darah juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan tembaga pada keong matah merah menurut Purwaningsih (2012) yaitu sebesar 0,29 mg/100 g bk, namun lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan tembaga pada kerang darah menurut Nurjanah et al. (2005) yaitu sebesar 1,24 mg/100 g bk. Kandungan logam berat timbal pada kerang darah didapat sebesar 1,24 mg/100 g bk, hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang didapatkan oleh Ozden et al. (2009) yang menyebutkan kandungan timbal pada bivalvia Chamelea gallina sebesar 0,13 mg/100 g. Begitu pula kandungan

7 28 31 kadmium pada kerang darah sebesar 0,10 mg/100 g bk, lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan kadmium pada Chamelea gallina, yaitu sebesar 0,04 mg/100 g. Wardiatno et al. (2012) menjelaskan bahwa komposisi mineral pada hewan invertebrata laut dipengaruhi oleh kebiasaan makan, umur, jenis kelamin, iklim, dan kondisi habitat. Pernyataan ini juga didukung oleh Amiard et al. (2008) yang menyebutkan bahwa kebiasaan makan suatu organisme dapat mempengaruhi kemampuan menyerap mineral yang terdapat pada lingkungan. Umumnya makanan yang berasal dari laut merupakan sumber vitamin dan mineral yang sempurna (Ersoy dan Ozeren 2009). 4.3 Kelarutan Mineral Santoso et al. (2006) menjelaskan bahwa kandungan mineral dalam bahan pangan merupakan salah satu parameter awal untuk menilai kualitas suatu bahan pangan, karena yang lebih penting adalah bioavailabilitasnya. Bioavailabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proporsi nutrisi dalam makanan yang dapat dimanfaatkan untuk fungsi-fungsi tubuh normal. Mineral yang bersifat bioavailable harus dalam bentuk terlarut, walaupun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable. Pada penelitian ini diamati kelarutan mineral makro (natrium, kalium, kalsium, fosfor, dan magnesium), mineral mikro (besi, seng, dan tembaga), serta logam berat (timbal dan kadmium) dari kerang darah dalam berbagai pelarut yang digunakan yaitu akuades, asam asetat 2,5%; asam sitrat 2,5%; dan asam format 2,5%. Kelarutan mineral adalah kemampuan suatu mineral untuk larut (solute) dalam suatu pelarut (solvent) Kelarutan mineral makro Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg per hari (Almatsier 2009). Proses perendaman menggunakan berbagai media asam memberikan nilai berbeda terhadap kelarutan kalsium kerang darah. Kelarutan kalsium tertinggi yaitu 7,98% diperoleh dengan menggunakan pelarut asam format, sedangkan kelarutan kalsium terendah terdapat pada perendaman

8 29 32 menggunakan akuades yaitu sebesar 3,06%. Kelarutan kalsium pada kerang darah yang berasal dari PPI Muara Angke dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Rata-rata kelarutan mineral makro kerang darah; huruf yang berbeda adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap media pelarut yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam kelarutan kalsium kerang darah yang berasal dari PPI Muara Angke menunjukkan bahwa dengan perendaman menggunakan asam organik memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan kalsium (Lampiran 1). Uji lanjut Duncan menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata antara media perendaman akuades dengan asam asetat, akuades dengan asam sitrat, dan akuades dengan asam format (Lampiran 2). Idris (2010) menjelaskan penggunaan asam asetat 0,5% sebagai media perebusan dapat melarutkan kalsium pada udang mantis sebanyak 23,26% pada udang mantis asal Jambi, dan 22,11% pada udang mantis asal Cirebon. Mineral pada umumnya dapat membentuk ikatan dengan bahan-bahan organik alami maupun bahan-bahan organik buatan. Proses pembentukan ikatan tersebut dapat terjadi melalui pembentukan garam organik dengan gugus karboksilat yaitu, misalnya asam sitrat, tartrat, dan lain-lain (Palar 2008).

9 30 33 Asam merupakan salah satu jenis sekuestran (zat pengikat logam). Menurut Tranggono (1990) sekuestran dapat mengikat mineral dan logam dalam bentuk ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam tersebut dalam bahan makanan. Kemampuan asam dalam mengikat ion-ion logam juga dapat menghilangkan ion-ion logam yang terakumulasi dalam daging. Sifat-sifat asam organik yang penting dalam pelarutan mineral ditentukan oleh gugus karboksil (COO - ) dan gugus hidroksil (OH - ) fenolat, serta tingkat disosiasinya. Jumlah gugus karboksil menentukan jumlah proton yang mungkin dapat dilepas. Contohnya asam asetat hanya ada satu proton yang mungkin dapat dilepaskan, tetapi pada asam oksalat dan juga asam suksinat dan malat ada dua proton yang mungkin dapat dilepaskan, demikian pada asam sitrat mungkin dapat melepaskan tiga proton. Selain menghidrolisis suatu senyawa melalui anionnya, COO - juga dapat membentuk ikatan kompleks dengan logam penghubung kerangka mineral, misalnya Fe, Al, Ca, dan Mg, dan mengakibatkan terlepasnya mineral tersebut dari jaringan suatu bahan, dan terbentuklah senyawa kompleks (Ismangil dan Hanudin 2005). Penelitian yang dilakukan Ismangil dan Hanudin (2005) terhadap kelarutan mineral pada batuan menunjukkan kemampuan asam humat (ph 2,5) dalam melarutkan mineral Si dan Al lebih besar dibandingkan dengan asam fulfat (ph 7,0). Hal ini terjadi karena asam fulfat pada ph 7,0 disosiasinya tidak sempurna, sehingga pelepasan ion H menjadi menurun yang juga berakibat pada kelarutannya. Adanya asam organik misalnya asam oksalat dan asam sitrat mampu mempercepat kelarutan mineral dengan adanya ion H yang berasal dari disosiasi asam, reaksi tersebut adalah asidolisis (Ismangil dan Hanudin 2005). Hubungan antara nilai ph dengan kelarutan mineral juga dijelaskan pada penelitian Sariningrum (2009) mengenai penanganan masalah karies gigi pada anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen mineral gigi tersusun atas hidroksiapatit (Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 ). Hidroksiapatit bersifat reaktif terhadap ion hidrogen ketika lingkungan berada dalam kondisi ph dibawah 5,5 (ph kritis). Ketika hal ini terjadi, ion PO 3-4 akan berubah menjadi HPO 2-4 karena penambahan ion H Akibatnya HPO 4 yang terbentuk ini tidak mampu menjaga hidroksiapatit dalam kondisi seimbang sehingga akhirnya kristal hidroksiapatit terlarut.

10 Kelarutan mineral mikro Pada kerang darah yang berasal dari PPI Muara Angke, proses perendaman menggunakan asam organik memberikan nilai berbeda terhadap kelarutan besi. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proses perendaman menggunakan asam organik memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan besi pada kerang darah (Lampiran 3). Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan besi pada kerang darah menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata antara media pelarut akuades dengan asam sitrat, akuades dengan asam format, dan asam asetat dengan asam format (Lampiran 4). Kelarutan besi tertinggi diperoleh pada media pelarut asam format sebesar 1,25%, sementara kelarutan besi terendah diperoleh pada perendaman menggunakan media pelarut akuades sebesar 0,38%. Kelarutan besi pada kerang darah yang berasal dari PPI Muara Angke dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Rata-rata kelarutan mineral mikro kerang darah; huruf yang berbeda adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap media pelarut yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Gambar 6 juga menunjukkan adanya pengaruh yang ditimbulkan proses perendaman terhadap kelarutan tembaga. Perendaman menggunakan larutan asam format memberikan nilai kelarutan tembaga tertinggi yaitu 1,47%, sedangkan kelarutan tembaga terendah terdapat pada proses perendaman menggunakan

11 32 35 media akuades sebesar 0,82%. Proses penanganan dan pengolahan yang berbeda dapat mempengaruhi peningkatan maupun penurunan kandungan mineral. Ersoy dan Ozeren (2009) menjelaskan adanya perubahan tembaga pada ikan African catfish setelah dimasak yang berkisar antara 9,30-21,5 g/100 g. Hasil analisis ragam kelarutan tembaga menunjukkan bahwa proses perendaman menggunakan asam organik memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan tembaga pada kerang darah (Lampiran 5). Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan tembaga pada kerang darah menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata antara media pelarut akuades dengan asam asetat, akuades dengan asam sitrat, akuades dengan asam format, asam asetat dengan asam sitrat, dan asam sitrat dengan asam format (Lampiran 6). Santoso et al. (2006) menjelaskan bahwa mineral pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses pemasakan atau akibat interaksi dengan bahan lain. Greffeuille et al. (2011) menjelaskan bahwa proses pengolahan berupa penggilingan pada tepung jagung menyebabkan penurunan mineral yang cukup besar dimana presentase ketersediaan besi menurunkan sebanyak 1,4%. Mineral umumnya adalah senyawa anorganik yang berupa padatan dan berbentuk kristal. Apabila mineral tersebut mengalami pelarutan, maka reaksi yang berlangsung adalah difusi. Reaksi ini merupakan reaksi antara atom-atom pada lapisan permukaan kristal (yang terikat kuat oleh atom di lapisan bagian dalamnya) dengan air atau larutan yang reaktif yang berada di luar kristal. Hasilnya, pada permukaan mineral terjadi penyingkiran atom penyusun yang kemudian masuk ke dalam air atau larutan. Selanjutnya dalam lapisan tersebut mencari kesetimbangan baru dan pada bagian larutan terjadi penambahan atom (ion) atau peningkatan konsentrasi (Ismangil dan Hanudin 2005). Jumlah proton yang terlepas juga ditentukan oleh ph lingkungan. Santoso et al. (2006) melaporkan bahwa kelarutan mineral Fe pada tiga jenis rumput laut yang berasal dari Jepang, yaitu Porphyra yezoensis, Enteromorpha intestinalis dan Hiziki fusiformis pada ph 2 lebih tinggi dibandingkan pada ph 6. Sementara itu Porsepwandi (1998) menjelaskan pada konsisi ph asam yang berkisar antara 1,5-3,0 mampu melarutkan kandungan logam berat pada kerang hijau Mytilus

12 33 36 viridis lebih dari 25%. Hal ini terjadi karena protein kerang hijau terdenaturasi dengan perlakuan asam. Denaturasi akibat perlakuan asam diduga dapat menyebabkan ikatan komplek logam keluar dari daging kerang hijau, bersama dengan cairan tubuh Kelarutan logam berat Timbal, merkuri, dan kadmium adalah logam yang mencemari lingkungan serta memberi dampak toksik yang berbahaya bagi kesehatan. Timbal tersebar luas dibandingkan dengan logam toksik lainnya. Kadarnya dalam lingkungan meningkat karena penambangan, peleburan, pembersihan, dan berbagai penggunaannya dalam industri (Lu 2006). Proses perendaman menggunakan asam organik memberikan nilai kelarutan timbal tertinggi pada media pelarut asam format sebesar 1,28%, sedangkan nilai kelarutan timbal terendah diperoleh pada media pelarut akuades sebesar 0,77%. Hasil analisis ragam kelarutan timbal menunjukkan bahwa proses perendaman kerang darah pada beberapa media asam organik tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelarutan timbal. Diagram batang kelarutan timbal kerang darah dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Rata-rata kelarutan logam berat kerang darah. Gambar 7 menunjukkan persentase kelarutan logam berat kadmium akibat proses perendaman pada asam organik berbeda. Nilai kelarutan kadmium tertinggi

13 34 37 didapat pada pelarut asam format sebesar 35,73%, sementara kelarutan terendah diperoleh pada pelarut akuades sebesar 22,47%. Hasil analisis ragam kelarutan kadmium menunjukkan bahwa proses perendaman asam tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelarutan kadmium. Houlbrèque et al. (2011) menjelaskan bahwa proses pengolahan dapat mempengaruhi ketersediaan kadmium pada Mytilus chilensis. Ketersediaan kadmium terserap melalui proses pemasakan menggunakan air jeruk sebanyak 42% dari total kandungan kadmium sehingga dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan terhadap kesehatan akibat mengkonsumsi makanan yang tercemar kadmium. Hasil serupa juga didapatkan oleh Yulianda (2010), yang menyebutkan bahwa kandungan kadmium pada kerang darah berkurang hingga 55,95% setelah mengalami proses perebusan dalam larutan jeruk nipis selama 1 menit. Apabila dibandingkan antara kelarutan logam berat kerang darah pada berbagai media asam organik, perendaman kerang darah pada asam format dapat melarutkan kadmium hingga 35,73% (0,36 ppm bobot kering) dari total kadmium kerang segar sebanyak 1,00 ppm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa asam format memiliki sifat mengikat logam kadmium pada kerang darah. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (2005), hasil kelarutan ini masih berada dibawah batas maksimum penetapan cemaran kimia dalam makanan. Batas maksimum kadmium yang diizinkan terdapat dalam kerang-kerangan (bivalvia) yaitu sebesar 1,00 ppm. Daging, unggas, dan ikan mempunyai kadar Cd yang relatif rendah, sedangkan kadar dalam hati, ginjal, dan kerang-kerangan jauh lebih tinggi. Kadar Cd dalam lingkungan meningkat karena peleburan dan penggunaannya dalam industri. Efek akut Cd terutama mengakibatkan iritasi lokal. Setelah termakan Cd akan menimbulkan gejala klinis berupa mual, muntah-muntah, dan nyeri perut. Dampak pada sistem pernapasan terjadi akibat adanya Cd yang terhirup (Lu 2006). 4.4 Kelarutan Protein Kelarutan protein adalah persen dari total protein yang terdapat dalam bahan pangan yang dapat diekstrak oleh atau larut dalam air pada kondisi tertentu. Jenis-

14 35 38 jenis protein seperti albumin, globulin, prolamin, dan glutein dapat larut dalam air, larutan garam encer, 60-80% alkohol alifatik, dan 0,2% NaOH (Andarwulan et al. 2011). Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kelarutan protein dari daging kerang darah dalam berbagai pelarut diantaranya akuades, asam asetat 2,5%, asam asetat 2,5%, dan asam format 2,5%. Kelarutan protein tertinggi diperoleh pada media pelarut asam format sebesar 0,022%, sementara kelarutan protein terendah diperoleh pada perendaman menggunakan media pelarut akuades sebesar 0,017%. Diagram batang kelarutan protein kerang darah disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 Rata-rata kelarutan protein kerang darah; huruf yang berbeda adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap media pelarut yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam kelarutan protein menunjukkan bahwa proses perendaman menggunakan asam organik memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan protein pada kerang darah (Lampiran 7). Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan protein pada kerang darah menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata antara media pelarut akuades dengan asam asetat, akuades dengan asam sitrat, dan akuades dengan asam format (Lampiran 8).

15 36 39 Kelarutan protein ditentukan oleh sifat ionisasi asam aminonya di dalam larutan, dimana asam amino dapat bersifat asam atau basa. Sifat kelarutan protein juga tergantung pada jenis protein, jenis pelarut, ph, konsentrasi dan muatan ion, dan suhu (Andarwulan et al. 2011). Penurunan ph menyebabkan denaturasi protein. Akibat denaturasi protein, maka terjadi penurunan kelarutan protein. Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Denaturasi protein dapat disebabkan oleh berbagai cara, yaitu panas, ph, bahan kimia, mekanik, dan sebagainya. Masing-masing cara mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap denaturasi protein (Winarno 2008). Menurut Finger dan Smith (1987), kelenjar pencernaan hewan laut yaitu cepalopoda memiliki sejumlah sifat yang mirip dengan logam dan mampu berikatan dengan metallotionin. Soto et al. (2007) diacu dalam Kurnia et al. (2010), menjelaskan bahwa protein metallotionin (protein MT) adalah protein sistein dengan berat molekul rendah, mudah larut, tahan terhadap terhadap suhu tinggi (protein termofilik), kaya akan unsur belerang (lebih dari 30%) serta memiliki afinitas yang kuat dengan ikatan logam. Dalam organisme air, protein MT bertanggungjawab untuk menjaga konsentrasi logam tetap pada tingkat rendah. Protein MT khusus berikatan dengan logam seperti Cd, Cu, Hg, dan ion Zn. Kenaikan tingkat protein MT terkait dengan peningkatan kapasitas sel untuk mengikat ion logam berat yang meningkat seiring perlindungan terhadap toksisitas logam berat. 4.5 Hubungan antara Kelarutan Mineral dengan Protein terhadap Perubahan Nilai ph Mineral agar dapat dipecah dan direduksi menjadi bentuk molekul-molekul yang mudah diserap oleh tubuh membutuhkan faktor pendorong daya larut. Faktor yang menjadi pendorong tersebut adalah suhu dan kondisi ph asam (Sediaoetama 1993). Selama penelitian dilakukan juga pengukuran terhadap perubahan ph pada masing-masing pelarut yang digunakan sebelum dan sesudah proses perendaman. Hasil rata-rata pengukuran ph dapat dilihat pada Tabel 5, dan diagram batang hubungan antara kelarutan mineral dengan protein terhadap perubahan nilai ph larutan perendam kerang darah dilihat pada Gambar 9.

16 37 40 Tabel 5 Pengukuran nilai ph pada proses perendaman Pelarut Nilai ph Sebelum perendaman Setelah perendaman Akuades 7,18 6,22 Asam asetat 2,13 3,16 Asam sitrat 1,79 2,36 Asam format 1,58 2,08 0, , Kelarutan protein (%) 0,020 0,015 0,010 Kelarutan mineral (%) Nilai ph 0, ,000 0 Kalsium Besi Tembaga Protein ph 0 Keterangan: Akuades Asam asetat Asam asetat Asam format Gambar 9 Hubungan antara kelarutan mineral dengan protein terhadap perubahan nilai ph larutan perendam kerang darah; huruf yang berbeda adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap media pelarut yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam terhadap pengukuran nilai ph menunjukkan bahwa penggunaan jenis asam organik yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan nilai ph terukur pada proses perendaman kerang darah (Lampiran 9). Uji lanjut Duncan terhadap pengukuran nilai ph larutan setelah proses perendam kerang darah menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata antara media pelarut akuades dengan asam asetat, akuades dengan asam sitrat,

17 38 41 akuades dengan asam format, asam asetat dengan asam sitrat, asam asetat dengan asam format, dan asam sitrat dengan asam format (Lampiran 10). Diagram batang pengukuran nilai ph larutan perendam disajikan pada Gambar 9. Penelitian yang dilakukan menghasilkan rata-rata kelarutan mineral terbanyak diperoleh pada media asam format. Hal ini dapat dikarenakan asam format memiliki nilai ph yang paling rendah jika dibandingkan dengan nilai ph pada jenis asam yang lain, sehingga kemampuannya dalam melarutkan mineral semakin baik. Nilai ph untuk asam format berkisar antara 1,5 hingga 2. Menurut Santoso et al. (2006), ph dapat mempengaruhi kelarutan mineral. Hal ini juga disampaikan oleh Shi et al. (2012) yang menjelaskan bahwa pada percobaan laboratorium ditemukan sejumlah besi yang dapat larut pada nilai ph lebih rendah dari 4. Sugiarto et al. (2009) menyebutkan bahwa pada kisaran ph 5,5-7,0 tidak mempengaruhi banyaknya besi yang terikat pada natrium kaseinat, sedangkan dalam kisaran keasaman (ph berkisar 5,0-3,0) menyebabkan penurunan sejumlah besi yang ditandai dengan adanya besi yang terikat whey protein isolate. Suzuki et al. (1992) diacu dalam Idris (2010) menjelaskan, asam organik dan lignin dapat memberikan kelarutan besi yang lebih tinggi pada kisarah ph 2,5-3,1 dibandingkan dengan ph 5,5. Wang (2011) melaporkan pengaruh ph pada absorbsi ion Cd 2+ terhadap asam metakrilik (PMAA). ph memiliki pengaruh yang besar terhadap absorbsi ion Cd 2+, dimana kapasitas absorbsi bervariasi pada berbagai ph, pada ph < 7 kapasitas absorbsi meningkat, sementara pengukuran ph > 7 menyebabkan kemampuan absorbsi menurun. Protein secara keseluruhan merupakan polipeptida yang tersusun oleh serangkaian asam-asam amino dengan berat molekul yang relatif sangat besar. Protein bersifat amfoter, yaitu dapat bereaksi dengan larutan asam maupun basa. Daya larut protein berbeda di dalam air, asam, dan basa. Sebagian ada yang mudah larut dan ada pula yang sukar larut. Adanya ion H + menyebabkan sebagian jembatan atau ikatan peptida terputus. Pada suasana asam, ion H + akan bereaksi dengan gugus COO membentuk COOH sedangkan sisanya (asam) akan berikatan dengan gugus amino NH 2 membentuk NH + 3, sehingga apabila larutan peptida

18 39 42 dalam keadaan isoelektris diberi asam akan menyebabkan bertambahnya gugus bermuatan yang membentuk afinitas terhadap air dan kelarutan dalam air. Kelarutan protein akan meningkat jika diberi perlakuan asam yang berlebih, hal ini terjadi karena ion positif pada asam yang menyebabkan protein yang semula bemuatan netral menjadi bermuatan positif yang menyebabkan kelarutannya bertambah. Semakin jauh derajat keasaman larutan protein dari titik isoelektrisnya, maka kelarutannya akan semakin bertambah (Darmawan 2008).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Kadar Logam Berat Timbal (Pb) Pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) Setelah Perendaman dalam Larutan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle.) dan Belimbing Wuluh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran segar adalah bahan pangan yang banyak mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh (Ayu, 2002). Di samping sebagai sumber gizi, vitamin dan mineral,

Lebih terperinci

Gambar 1 Kerang darah (Anadara granosa) (FAO 2012).

Gambar 1 Kerang darah (Anadara granosa) (FAO 2012). 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kerang Darah (Anadara granosa) Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang yang terdapat di pantai laut pada substrat lumpur berpasir

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi Larutan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) Terhadap Penurunan Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) Cadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada Kupang Putih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sumber protein hewani. Kandungan protein kerang yaitu 8 gr/100 gr. Selain itu,

PENDAHULUAN. sumber protein hewani. Kandungan protein kerang yaitu 8 gr/100 gr. Selain itu, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerang merupakan satu diantara penghuni perairan dan juga menjadi sumber protein hewani. Kandungan protein kerang yaitu 8 gr/100 gr. Selain itu, kerang juga memiliki kandungan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Berdasarkan data DKP (2005), ekspor rajungan beku sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fosfor, besi atau mineral lain. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang

BAB I PENDAHULUAN. fosfor, besi atau mineral lain. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Protein adalah senyawa organik besar, yang mengandung atom karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Beberapa diantaranya mengandung sulfur, fosfor, besi atau

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK OLEH: NAMA : ISMAYANI STAMBUK : F1 F1 10 074 KELOMPOK : III KELAS : B ASISTEN : RIZA AULIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia belum optimal dilakukan sampai dengan memanfaatkan limbah hasil pengolahan, padahal limbah tersebut dapat diolah lebih lanjut

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan dan Produksi Padi pada Berbagai Dosis Pemberian Terak Baja Dengan dan Tanpa Penambahan Bahan Humat Parameter yang digunakan dalam mengamati pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ph dan Komposisi Kimia Pelarut serta Ukuran Butir Batuan Reaksi batuan dengan penambahan pelarut air hujan (kontrol), asam humat gambut (AHG) dan asam humat lignit (AHL) menunjukkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan gizi pada masa kini. semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan gizi pada masa kini. semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan gizi pada masa kini semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi guna menunjang

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan uji proksimat kulit udang dan penentuan waktu proses perendaman kulit udang dengan larutan HCl yang terbaik. Uji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis ( Harpiosquilla raphidea

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis ( Harpiosquilla raphidea 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) merupakan jenis udang yang bersifat sebagai predator. Pemberian nama udang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi bukan tanaman asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh dan menyebar

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Diagram pie rendemen remis (Corbicula javanica) segar

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Diagram pie rendemen remis (Corbicula javanica) segar 25 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rendemen Remis (Corbicula javanica) Perhitungan rendemen berdasarkan persentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses. Semakin besar rendemennya maka semakin

Lebih terperinci

BAB 6. Jika ke dalam air murni ditambahkan asam atau basa meskipun dalam jumlah. Larutan Penyangga. Kata Kunci. Pengantar

BAB 6. Jika ke dalam air murni ditambahkan asam atau basa meskipun dalam jumlah. Larutan Penyangga. Kata Kunci. Pengantar Kimia XI SMA 179 BAB 6 Larutan Penyangga Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu: 1. Menjelaskan pengertian larutan penyangga dan komponen penyusunnya. 2. Merumuskan persamaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga yang sehat merupakan kebahagian bagi kehidupan manusia. Hal ini memang menjadi tujuan pokok dalam kehidupan. Soal kesehatan ditentukan oleh makanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Ultisol. merupakan tanah yang terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Ultisol. merupakan tanah yang terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Ultisol berasal dari bahasa Latin Ultimius, yang berarti terakhir yang merupakan tanah yang terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang lanjut. Ultisol memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era modern ini, makanan tidak hanya sebagai pemuas nafsu dan penghilang rasa lapar saja tetapi juga sebagai alat untuk meningkatkan kreatifitas, terbukti dengan beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2004). Menurut Palar (1994) pencemaran adalah suatu kondisi yang telah

BAB I PENDAHULUAN. 2004). Menurut Palar (1994) pencemaran adalah suatu kondisi yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan sering tercemar oleh berbagai komponen anorganik. Limbah anorganik menurut Mukhtasor (2007) merupakan bahan yang tidak dapat terurai atau termasuk dalam senyawa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Komponen ini merupakan kontribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian terak baja berpengaruh nyata terhadap peningkatan ph tanah (Tabel Lampiran

Lebih terperinci

Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga

Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga A. PENGERTIAN Larutan penyangga atau dikenal juga dengan nama larutan buffer adalah larutan yang dapat mempertahankan nilai ph apabila larutan tersebut ditambahkan

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM HANDOUT klik di sini LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina (4301414032) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016 PENGERTIAN LARUTAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph Hasil penelitian pengaruh perendaman daging ayam kampung dalam larutan ekstrak nanas dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman PUPUK Out line 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman 4. Jenis pupuk 5. Proses pembuatan pupuk 6. Efek penggunaan pupuk dan lingkungan Definisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik sludge 4.1.1. Sludge TPA Bantar Gebang Sludge TPA Bantar Gebang memiliki kadar C yang cukup tinggi yaitu sebesar 10.92% dengan kadar abu sebesar 61.5%.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

PROTEIN. Yosfi Rahmi Ilmu Bahan Makanan

PROTEIN. Yosfi Rahmi Ilmu Bahan Makanan PROTEIN Yosfi Rahmi Ilmu Bahan Makanan 2-2015 Contents Definition Struktur Protein Asam amino Ikatan Peptida Klasifikasi protein Sifat fisikokimia Denaturasi protein Definition Protein adalah sumber asam-asam

Lebih terperinci

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Anabolisme = (biosintesis) Proses pembentukan senyawa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Purata Kadar Protein Tempe ( mg / ml ± SE) pada Perlakuan Variasi Penambahan Inokulum Tempe dan Tepung Belut

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Purata Kadar Protein Tempe ( mg / ml ± SE) pada Perlakuan Variasi Penambahan Inokulum Tempe dan Tepung Belut 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Protein Tempe pada Perlakuan Variasi Penambahan Inokulum Tempe dan Tepung Belut Kadar protein pada tempe dengan berbagai perbandingan diukur dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Hasil pengukuran tanaman genjer (L. flava) Besaran Rata-rata (cm) pengukuran

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Hasil pengukuran tanaman genjer (L. flava) Besaran Rata-rata (cm) pengukuran 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik dan Morfologi Genjer (L. flava) Sampel genjer terlebih dahulu dipreparasi, kemudian sampel diukur morfometriknya. Besaran yang digunakan dalam pengukuran tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik K-13 Kelas X kimia LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami perbedaan antara larutan elektrolit dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

IJMS Indonesian Journal On Medical Science Volume 3 No 2 - Juli 2016

IJMS Indonesian Journal On Medical Science Volume 3 No 2 - Juli 2016 Pengaruh Perendaman Larutan Tomat (Solanum lycopersicum L.) Terhadap Penurunan Kadar Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Pada Kerang Darah (Anadara granosa) The Effect of Soaking Solution Tomato (Solanum

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC 1 PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC Farida Ali, Muhammad Edwar, Aga Karisma Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Indonesia ABSTRAK Ampas tahu selama ini tidak

Lebih terperinci

UJIAN MASUK BERSAMA (UMB) Mata Pelajaran : Kimia Tanggal : 07 Juni 009 Kode Soal : 9. Penamaan yang tepat untuk : CH CH CH CH CH CH OH CH CH adalah A. -etil-5-metil-6-heksanol B.,5-dimetil-1-heptanol C.

Lebih terperinci

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: DIAN WIJAYANTI A 420 100 074 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN ASAM ORGANIK TERHADAP KELARUTAN MINERAL KERANG DARAH (Anadara granosa) AULIA HAYATI

PENGARUH PERENDAMAN ASAM ORGANIK TERHADAP KELARUTAN MINERAL KERANG DARAH (Anadara granosa) AULIA HAYATI PENGARUH PERENDAMAN ASAM ORGANIK TERHADAP KELARUTAN MINERAL KERANG DARAH (Anadara granosa) AULIA HAYATI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Berbagai macam industri yang dimaksud seperti pelapisan logam, peralatan listrik, cat, pestisida dan lainnya. Kegiatan tersebut dapat

Lebih terperinci

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Protein merupakan zat yang sangat penting bagi setiap organisme serta merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh berfungsi sebagai sumber

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Pembuatan Larutan Buffer Semua zat yang digunakan untuk membuat larutan buffer dapat larut dengan sempurna. Larutan yang diperoleh jernih, homogen, dan tidak berbau. Data

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Rataan kandungan protein kasar asal daun singkong pada suhu pelarutan yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL

ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL OLEH KELOMPOK 8 1. NI WAYAN NIA ARISKA PURWANTI (P07134013010) 2. NI KADEK DWI ANJANI (P07134013021) 3. NI NYOMAN SRI KASIHANI (P07134013031) 4. GUSTYARI JADURANI GIRI (P07134013039)

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

BAB III KOMPOSISI KIMIA DALAM SEL. A. STANDAR KOMPETENSI Mahasiswa diharapkan Mampu Memahami Komposisi Kimia Sel.

BAB III KOMPOSISI KIMIA DALAM SEL. A. STANDAR KOMPETENSI Mahasiswa diharapkan Mampu Memahami Komposisi Kimia Sel. BAB III KOMPOSISI KIMIA DALAM SEL A. STANDAR KOMPETENSI Mahasiswa diharapkan Mampu Memahami Komposisi Kimia Sel. B. KOMPETENSI DASAR 1. Mahasiswa dapat membedakan komposisi kimia anorganik dan organik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, karbohidrat, serta kadar

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Teknologi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam PENDAHULUAN Latar Belakang Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam logam baik logam ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan Terdapat banyak unsur di alam yang berperan dalam pertumbuhan tanaman, contohnya karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), fosfor (P), nitrogen (N), kalium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang menghasilkan berbagai macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci