4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Diagram pie rendemen remis (Corbicula javanica) segar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Diagram pie rendemen remis (Corbicula javanica) segar"

Transkripsi

1 25 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rendemen Remis (Corbicula javanica) Perhitungan rendemen berdasarkan persentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses. Semakin besar rendemennya maka semakin tinggi nilai ekonomis produk tersebut (Manurung 2009). Perhitungan rendemen (Lampiran 3) remis didapatkan dengan cara membandingkan antara berat masingmasing bagian tubuh remis dengan berat awal remis. Nilai rendemen kerang remis (Corbicula javanica) dapat dilihat pada Gambar 3. Jeroan, 21,61% Daging, 17,65% Gambar 3 Diagram pie rendemen remis (Corbicula javanica) segar Hasil penelitian menunjukkan bahwa remis memiliki nilai rendemen cangkang sebesar 60,74 %, rendemen daging sebesar 17,65 % dan rendemen jeroan sebesar 21,61 %. Remis (Corbicula javanica) memiliki nilai rendemen yang paling tinggi pada cangkang karena seluruh tubuhnya di tutupi cangkang. Cangkang dari remis (Corbicula javanica) mempunyai tiga lapisan yang berbeda yaitu lapisan nacre yang merupakan lapisan paling dalam, tipis, mengandung CaCO 3 yang keberadaannya menentukan penampakan warna cangkang, lapisan perismatic yang mengandung hampir 90 % CaCO 3 dan terletak vertikal serta lapisan periostracum yang terdiri dari zat tanduk (Suwignyo et al. 2005). Menurut Metusalach (2007), massa dan komposisi daging dari suatu organisme perairan bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik intrinsik maupun ekstrinsik. Cangkang, 60,74% Faktor intrinsik antara lain umur, ukuran, jenis kelamin,

2 26 kematangan gonad, kebiasaan makan, dan faktor biologis lainnya. Faktor ekstrinsik antara lain habitat, musim, suhu perairan, fase bulan (berpengaruh terhadap pasang surut), jenis makanan yang tersedia, dan faktor lingkungan lainnya. Proses pengolahan seperti pengukusan, perebusan dan rebus garam dapat mengakibatkan penyusutan berat pada remis segar utuh, contoh perhitungan persentase nilai penyusutan berat pada remis akibat pengolahan disajikan pada Lampiran 4. Remis yang telah diolah mengalami penyusutan bobot total sebesar 62,20% akibat pengukusan, 53,60% akibat perebusan dan 66,05% akibat perebusan garam. Penyusutan berat terjadi karena selama proses pengukusan, perebusan dan perebusan garam, air yang terkandung di dalam daging keluar dan sebagian menguap karena panas. Pengolahan bahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penguapan air pada bahan pangan tersebut, semakin tinggi suhu yang digunakan semakin banyak pula molekul-molekul air yang keluar dari permukaan bahan pangan, salah satu diantaranya mineral yang ikut terlarut bersama dengan air (Winarno 2008). Menurut penelitian Ikedai et al. (2003) terjadi penurunan tujuh mineral penting dan protein pada mie, setelah proses perebusan. Mineral yang dianalisis pada mie adalah seng, tembaga, mangan, kalsium, magnesium, kalium dan fosfor. Sekitar 20 sampai 40 % dari kandungan mineral dan protein pada mie ditemukan dalam air perebusan. 4.2 Hasil Uji Organoleptik Rasa merupakan parameter ke-2 yang mempengaruhi penilaian suatu produk setelah penampilan produk itu sendiri. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh di bawah 20 ºC atau di atas 30 ºC (Winarno 1997). Penilaian uji organoleptik pada remis dengan penambahan garam 0,5 %, 1 %, 1,5 % dan 2 % dilakukan oleh 30 orang panelis. Histogram nilai rata-rata parameter rasa remis pada proses perebusan dengan berbagai konsentrasi garam dapat dilihat pada Gambar 4.

3 27 Rata-rata uji hedonik rasa ,37 A 4,40 A ,47 B ,73 A ,5% 1,0% 1,5% 2,0% Konsentrasi garam Gambar 4 Histogram nilai rata-rata parameter rasa remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil uji hedonik (Lampiran 2) dengan menggunakan uji Kruska-Wallis, menunjukkan bahwa penerimaan panelis terhadap rasa remis pada proses perebusan dengan berbagai konsentrasi garam memberikan pengaruh nyata. Hasil uji lanjut Multiple Comparison (Lampiran 2) menunjukkan penambahan konsentrasi garam 1,5 % pada perlakuan perebusan garam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa remis. Nilai mutu rata-rata uji organoleptik rasa remis yang tertinggi juga dicapai oleh perebusan dengan penambahan garam 1,5 % yaitu 5,47 (cukup suka), sehingga terpilih sebagai konsentrasi garam terbaik pada perlakuan perebusan garam. 4.3 Komposisi Kimia Remis (Corbicula javanica) Komposisi kimia yang terkandung dalam bahan makanan menunjukan seberapa besar kuantitas dan kualitas bahan tersebut memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan manusia (Winarno 2008). Hasil analisis komposisi kimia yang terdiri atas kadar air, abu, protein dan lemak dalam persentase basis basah disajikan pada (Lampiran 5). Komposisi kimia remis segar dan setelah pengolahan dapat dilihat pada Tabel 7.

4 28 Parameter Tabel 7 Komposisi kimia daging remis (Corbicula javanica) Nilai (%) Segar Kukus Rebus Rebus garam bk bb bk bb bk bb bk bb Kadar air - 85,38-80,90-81,05-78,17 Kadar protein 67,34 9,86 39,51 7,55 42,27 7,55 31,31 6,.81 Kadar abu 5,83 0,85 4,14 0,79 4,17 0,79 8,68 1,90 Kadar lemak 4,99 0,73 3,09 0,59 2,83 0,54 1,98 0,43 Mengetahui pengaruh berbagai metode pengolahan terhadap komposisi kimi remis segar, kukus, rebus dan rebus garam, maka dilakukan analisis ragam, namun sebelumnya dilakukan dilakukan uji kenormalan galat. Uji kenormalan galat dilakukan dengan menggunakan uji kolmogrof simirnov (Lampiran 6), ternyata semua perlakuan menghasilkan galat yang menyebar normal sehingga dapat dilakukan analisis ragam. a. Kadar air Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air dapat memberikan pengaruh kepada penampakan, tekstur serta cita rasa. Bahkan di dalam makanan kering sekalipun, terkandung air dalam jumlah tertentu. Produk hasil perikanan memiliki kandungan air yang sangat tinggi, sekitar 80 % (Winarno 2008). Persentase kadar air basis basah remis dapat dilihat pada Gambar 5. % kadar air (bb) ,38 B 80,90 A 81,05 A 78,17 A segar kukus rebus rebus garam metode pengolahan Gambar 5 Histogram kadar air basis basah remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05).

5 29 Hasil analisis ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air remis (taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 8) menunjukkan bahwa metode pengolahan kukus, rebus, dan rebus garam memberikan pengaruh berbeda terhadap kadar air remis segar. Hal ini diduga karena saat proses pengukusan, perebusan dan perebusan garam, air yang ada di dalam remis keluar yang kemudian tertampung di dalam wadah pemasakan dan sebagian menguap karena panas. Proses pengolahan menyebabkan air yang tertinggal dalam bahan menjadi lebih sedikit dari pada sebelum diolah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Moris et al. (2004), transfer panas dan pergerakan aliran air menyebabkan proses penguapan dan pengeringan pada bahan makanan. Hal ini menurunkan kandungan air sehingga terjadi perubahan yang berhubungan dengan proses dehidrasi seperti penurunan konsentrasi protein dan lemak pada makanan. b. Protein Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi di dalam jaringan tubuh. Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Winarno 2008). Persentase kadar protein remis basis kering dapat dilihat pada Gambar 6. % kadar protein (bk) ,34 C 39,51B 42,27 B A Segar Kukus Rebus Rebus garam metode pengolahan Gambar 6 Histogram kadar protein basis kering remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05).

6 30 Hasil analisis ragam (Lampiran 9) menunjukan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar protein remis (taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 10) menunjukkan bahwa metode pengolahan dengan cara kukus, rebus, dan rebus garam memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar protein remis segar. Perbedaan ini disebabkan oleh penggunaan suhu tinggi pada saat proses pengolahan yang mengakibatkan protein terdenaturasi. Menurut Georgiev et al. (2008) protein daging bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah (denaturasi) dengan berubahnya kondisi lingkungan. Penggunaan suhu tinggi mengakibatkan jumlah air bebas hilang dan terjadinya koagulasi sehingga tekstur daging semakin memadat, sejalan dengan itu protein akan mengalami denaturasi sehingga membentuk struktur yang lebih sederhana, hal ini merupakan proses yang umum terjadi akibat pengaruh suhu selama proses pengolahan dan akhirnya dapat menyebabkan berkurangnya kadar protein yang dikandung dalam suatu bahan. Semakin tinggi suhu maka protein akan terhidrolisis dan terdenaturasi, kehilangan aktivitas enzim, terjadi peningkatan kandungan senyawa terekstrak bernitrogen, ammonia, dan hidrogen sulfida dalam daging (Zaitzev et al. 1969). Pengolahan dengan perebusan garam juga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap remis segar, kukus dan rebus, yang mengakibatkan terjadinya penurunan kadar protein setelah perebusan garam. Terjadinya penurunan kadar protein pada perlakuan perebusan garam dikarenakan adanya protein yang larut akibat perebusan (protein larut air) dan akan semakin meningkat karena adanya protein yang juga larut pada garam (larut garam). Berdasarkan kelarutannya, protein daging dibagi menjadi tiga yaitu protein larut air (sarkoplasma), protein larut garam (miofibril) dan protein jaringan ikat (stroma). Umumnya kandungan protein larut air (PLA) pada kekerangan sebesar 41 % dari total protein kasar, dan kandungan protein larut garam (PLG) pada kekerangan sebesar 57 % dari total protein kasar (Okuzumi dan Fujii 2000). Perbedaan kandungan protein larut air dan protein larut garam pada kekerangan disebabkan adanya perbedaan jenis, habitat atau lingkungan hidup dan kondisi

7 31 fisiologis berupa makanan yang dicerna sehingga mengakibatkan komposisi gizi yang terkandung berbeda. c. Abu Bahan makanan mengandung lebih dari 95% bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal sebagai zat anorganik. Bahan-bahan organik terbakar saat proses pembakaran, namun zat anorganiknya tidak karena itulah disebut abu (Winarno 2008). Persentase kadar abu remis basis kering dapat dilihat pada Gambar 7. % kadar abu (bk) ,68 C 5,83 B 4,14 A 4,17 A Segar Kukus Rebus Rebus garam metode mengolahan Gambar 7 Histogram kadar abu basis kering remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam (Lampiran 11) menunjukan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu remis (taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 12) menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh berbeda terhadap kadar abu remis segar dengan kukus dan rebus. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Gokoglu et al. (2003), yang menyatakan terjadi penurunan kadar abu yaitu pada mineral Na, K, P, Mg, dan Mn secara signifikan pada ikan Rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) setelah proses perebusan. Besarnya penurunan kadar abu tergantung pada proses pengolahan, suhu pengolahan dan luas permukaan produk. Mineral bersifat mantap dan tidak rusak

8 32 karena pengolahan namun pengolahan dapat menyebabkan penyusutan mineral maksimal sebesar 3% pada bahan pangan (Harris dan Karmas 1989). Pengolahan dengan perebusan garam juga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar abu remis segar, kukus dan rebus garam. Hal ini, dikarenakan garam yang terdiri dari unsur mineral Na, Cl dan mineral lain seperti Mg ikut meresap ke dalam daging remis pada saat perebusan, sehingga kadar mineral atau abu remis meningkat. Penelitian Ünlüsayın et al. (2010) menunjukkan bahwa kadar abu udang Penaeus semisulcatus segar (7,63% bk) meningkat setelah dilakukan perebusan garam (9,40% bk). d. Lemak Lemak didefinisikan sebagai bahan-bahan yang dapat larut dalam eter, kloroform (benzene) dan tidak dapat larut dalam air. Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal/gram, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K. Lemak merupakan cadangan makanan dalam tubuh, karena kelebihan karbohidrat diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan adiposa (Winarno 2008). Persentase kadar lemak remis basis kering dapat dilihat pada Gambar 8. % kadar lemak (bk) ,99 C 3,09 B 2,83 B 1,98 A Segar Kukus Rebus Rebus garam metode mengolahan Gambar 8 Histogram kadar lemak basis kering remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05).

9 33 Hasil analisis ragam (Lampiran 13) menunjukan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar lemak remis (taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 14) menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar lemak remis segar dengan yang di kukus, rebus, dan rebus garam. Hal ini, disebabkan sifat lemak yang tidak tahan panas. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Prabandari et al. (2005), perebusan pada pembuatan tepung udang adalah untuk memudahkan keluarnya lemak, karena pada suhu tinggi lemak akan mencair sehingga mudah dikeluarkan. Proses pengolahan bahan pangan pada umumnya akan merusak lemak yang terkandung di dalamnya. Tingkat kerusakannya sangat bervariasi tergantung suhu yang digunakan serta lamanya waktu proses pengolahan. Makin tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan semakin intens. Asam lemak esensial terisomerisasi ketika dipanaskan dalam larutan alkali dan sensitif terhadap sinar, suhu dan oksigen. Proses oksidasi lemak dapat menyebabkan inaktivasi fungsi biologisnya dan bahkan dapat bersifat toksik (Palupi et al. 2007). 4.4 Komposisi Mineral Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim (Almatsier 2006). Berdasarkan kegunaannya dalam aktivitas kehidupan, mineral dibagi menjadi dua golongan, yaitu mineral esensial dan non esensial. Mengetahui pengaruh berbagai metode pengolahan terhadap kandungan total mineral remis segar, kukus, rebus dan rebus garam, maka dilakukan analisis ragam, namun sebelum dilakukan analisis ragam terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan galat menggunakan uji kolmogrof simirnov. Berdasarkan uji komolgrof simirnov (Lampiran 15), ternyata semua perlakuan menghasilkan galat yang menyebar normal sehingga dapat dilakukan analisis ragam. Kandungan mineral esensial pada remis (Corbicula javanica) dapat dilihat pada Tabel 8.

10 34 Tabel 8 Kandungan mineral pada remis (Corbicula javanica) Komposisi mineral Nilai (mg/100 g basis kering) Segar Kukus Rebus Rebus garam Mineral makro Kalsium 2183,81 c 1512,41 a 1442,34 a 1678,08 b Natrium 521,20 b 287,43 a 272,64 a 564,04 c Kalium 465,01 b 262,85 a 183,27 a 305,34 a Fospor 1098,44 b 604,22 a 566,31 a 677,05 a Magnesium 261,49 b 135,89 a 118,81 a 225,86 b Mineral mikro Besi 61,76 a 59,39 a 54,51 a 51,88 a Seng 35,50 b 18,17 a 19,05 a 15,76 a Selenium <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 Tembaga <0,015 <0,015 <0,015 <0,015 *Subscrib yang berbeda menunjukan berbeda nyata Mineral makro Mineral makro merupakan unsur mineral pada tubuh manusia yang dibutuhkan dalam jumlah besar. Kandungan mineral makro terbesar pada kerang segar, kukus, rebus dan rebus garam (Carbicula javanica) secara umum adalah kalsium, diikuti fosfor, natrium, kalium dan magnesium. a. Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Kalsium memiliki beberapa fungsi dalam tubuh diantaranya adalah pembentukan tulang dan gigi (Almatsier 2006). Kekurangan kalsium ditandai dengan melunaknya tulang akibat matrik tulang yang tidak padat. Penyakit yang biasa terjadi akibat kekurangan kalsium adalah osteoporosis atau penurunan masa tulang (Winarno 2008). Kandungan kalsium pada remis (Corbicula javanica) segar, kukus, rebus dan rebus garam dalam (mg/100 g basis kering) dapat dilihat pada Gambar 9.

11 rata-rata kalsium (mg/100 g bk) ,81 C 1512,41 A 1442,34 A 1678,08 B 0 Segar Kukus Rebus Rebus garam metode pengolahan Gambar 9 Nilai rata-rata mineral kalsium remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam (Lampiran 16) menunjukan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar kalsium remis (taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 17) menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kalsium remis segar dengan yang di kukus, rebus, dan rebus garam. Penurunan kadar mineral diakibatkan karena terlarutnya sejumlah mineral ke dalam air perebusan selama proses perebusan berlangsung. Proses pengolahan memberikan penurunan yang signifikan terhadap kadar kalsium daging remis. Metode pengolahan dengan cara perengukusan menyebabkan kehilangan kadar kalsium remis sebanyak 30,74%, perebusan sebanyak 41,11% dan perebusan garam 23,13%. Turunnya kadar kalsium ini didukung oleh hasil penelitian Lewu et al. (2010) yang menyatakan terjadi penurunan yang signifikan pada mineral terutama, fosfor, kalsium, kalium dan seng pada Colocasia esculenta (L.) Schott setelah dilakukan proses pemasakan. Pencegahan kekurangan kalsium dapat diupayakan dengan asupan gizi yang cukup bagi tubuh. Pada kondisi normal tubuh dapat mengabsorpsi sebanyak 30% dari kalsium yang dikonsumsi oleh tubuh (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi remis sebanyak 100 g dapat menyumbangkan kalsium dalam keadaan segar sebanyak 39,91%, kukus sebanyak 36,11%, rebus sebanyak 34,17 % dan rebus garam sebanyak 45,79% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 29).

12 rata-rata natrium (mg/100 g bk) 36 b. Natrium Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraselular, yang berfungsi sebagai penyeimbang cairan dalam kompartemen tersebut. Natriumlah yang sebagian besar mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel (Almatsier 2006). Kandungan natrium pada remis (Corbicula javanica) segar, kukus, rebus dan rebus garam dalam (mg/100 g basis kering) dapat dilihat pada Gambar ,20 B 287,43 A 272,64 A Segar Kukus Rebus Rebus garam metode pengolahan 564,04 C Gambar 10 Nilai rata-rata mineral natrium remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam (Lampiran 18) menunjukan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar natrium remis (taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 19) menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh berbeda terhadap kadar natrium remis segar dengan remis yang di kukus dan rebus. Metode pengolahan dengan cara pengukusan menyebabkan kehilangan kadar natrium remis sebanyak 44,87% dan perebusan sebanyak 47,70%. Menurut Lewu et al. (2010) yang menyatakan terjadi penurunan yang signifikan pada kadar natrium Colocasia esculenta (L.) Schott setelah dilakukan proses perebusan. Remis dengan perebusan garam juga memerikan pengaruh berbeda terhadap kadar remis segar, kukus dan rebus. Terjadi peningkatan kandungan natrium sebesar 8,27%, hal ini dikarenakan adanya penetrasi garam pada daging

13 rata-rata kalium (mg/100 g bk) 37 remis pada saat perebusan. Sumber utama natrium adalah garam (Almatsier 2006). Penambahan garam pada proses pengolahan akan meningkatkan kadar garam (natrium) pada tubuh kerang. Semakin tinggi konsentrasi larutan garam maka akan semakin cepat proses penetrasi garam dalam tubuh ikan (Afrianto dan Liviawati 1989) Kekurangan natrium dapat mengakibatkan tergaganggunya keseimbangan cairan dalam tubuh dan dapat menurunkan tekanan darah (Almatsier 2006). Pada kondisi normal, sebanyak 95% dari natrium yang dikonsumsi dapat diserap oleh tubuh (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi remis sebanyak 100 g dapat menyumbangkan natrium dalam keadaan segar sebanyak 3,18-15,24%, kukus sebanyak 2,29-10,98%, rebus sebanyak 2,15-10,33% dan rebus garam sebanyak 5,13-24,63% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 29). c. Kalium Bethke et al. (2008) kalium berfungsi sebagai elektrolit penting dalam sistem saraf. Kalium digunakan untuk mengatur detak jantung, osmoregulasi, serta membantu untuk mengontrol tekanan darah tinggi dan dapat menurunkan risiko stroke. Kandungan kalium pada remis segar, kukus, rebus dan rebus garam dalam (mg/100 g basis kering) dapat dilihat pada Gambar ,01 B ,85 A 183,27 A 305,34 A 0 Segar Kukus Rebus Rebus garam metode pengolahan Gambar 11 Nilai rata-rata mineral kalium remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam (Lampiran 20) menunjukan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar kalium remis (taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 21) menunjukkan bahwa

14 38 metode pengolahan memberikan pengaruh berbeda terhadap penurunan kandungan kalium segar dengan yang di kukus, rebus dan rebus garam. Metode pengolahan dengan cara pengukusan menyebabkan kehilangan kadar kalium remis sebanyak 42,81%, perebusan sebanyak 59,07% dan perebusan garam sebanyak 32,33%. Menurut Lewu et al. (2010) yang menyatakan terjadi penurunan yang signifikan pada kandungan kalium Colocasia esculenta (L.) Schott setelah dilakukan proses perebusan. Hasil ini juga didukung oleh penelitian Bethke et al. (2008) yang menyatakan kentang putih (Solanum tuberosum L.) merupakan sumber kalium di Amerika Selatan, namun tidak baik dikonsumsi oleh orang yang menderita gagal ginjal. Perebusan pada kentang dapat menurunkan kadar kalium, sehingga dapat dikonsumsi oleh orang yang gagal ginjal. Kekurangan kalium dapat terjadi karena tubuh banyak kehilangan ion kalium melalui saluran pencernaan seperti muntah-muntah atau diare yang berat. Kekurangan kalium dapat mengakibatkan lemah, letih, lesu dan kehilangan nafsu makan (Almatsier 2006). Angka kecukupan gizi dari kalium sehari-hari adalah sebesar 2000 mg. sebanyak 90% kalium yang dikonsumsi dapat diabsorpsi oleh tubuh pada kondisi nomal (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi remis sebanyak 100 g dapat menyumbangkan kalium dalam keadaan segar sebanyak 3,40%, kukus sebanyak 2,51%, rebus sebanyak 1,74% dan rebus garam sebanyak 3,33% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 29). d. Fosfor Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1 % dari berat badan. Fosfor mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh diantaranya adalah sebagai kalsifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, fosfor berfungsi sebagai absorpsi (dalam bentuk fosfat) dan transportasi zat gizi, dan pengaturan keseimbangan asam-basa (Almatsier 2006). Kandungan fosfor pada remis (Corbicula javanica) segar, kukus, rebus dan rebus garam dalam (mg/100 g basis kering) dapat dilihat pada Gambar 12.

15 rata-rata fosfor (mg/100 g bk) ,44 604,22 566,31 Segar Kukus Rebus Rebus garam metode pengolahan 677,05 A Gambar 12 Nilai rata-rata mineral fosfor remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam (Lampiran 22) menunjukan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar fosfor remis (taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 23) menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh berbeda terhadap kadar fosfor remis segar dengan yang di kukus, rebus, dan rebus garam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pengolahan dengan cara pengukusan menyebabkan kehilangan kadar fosfor remis sebanyak 45,08%, perebusan sebanyak 48,33% dan perebusan garam sebanyak 38,45%. Penurunan kadar fosfor remis setelah dilakukan proses pengolahan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lewu et al. (2010) yang menyatakan terjadi penurunan yang signifikan pada mineral terutama, fosfor, kalsium, kalium dan seng pada Colocasia esculenta (L.) Schott setelah dilakukan proses perebusan. Hasil ini juga didukung oleh penelitian Gokoglu et al. (2003) yang menyatakan terjadi penurunan yang signifikan pada kadar fosfor rainbow trout yang telah direbus yaitu dari 3378,78 menjadi 2476,4 mg/kg. Menurut Nieves (2005), kekurangan fosfor dapat menyebabkan peningkatan resiko patah tulang. menghambat fungsi osteoblas. Asupan fosfor yang rendah juga dapat Mengkonsumsi remis sebanyak 100 g dapat menyumbangkan fosfor dalam keadaan segar sebanyak 20,07%, kukus sebanyak

16 rata-rata magnesium (mg/100 g bk 40 14,43%, rebus sebanyak 13,41% dan rebus garam sebanyak 18,48% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 29). e. Magnesium William (2005) mengungkapkan magnesium merupakan komponen yang terdiri dari 300 lebih enzim, beberapa terlibat dalam regulasi kontraksi otot, pengiriman oksigen, dan sintesis protein. Kandungan magnesium pada remis segar, kukus, rebus dan rebus garam (mg/100 g basis kering) dapat dilihat pada Gambar ,49 B 135,89 A 118,81 A 225,86 B 0 Segar Kukus Rebus Rebus garam metode pengolahan Gambar 13 Nilai rata-rata mineral magnesium remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam (Lampiran 24) menunjukan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar magnesium remis (taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 25) menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh berbeda terhadap kadar magnesium remis segar dengan yang di kukus dan rebus. Berbeda dengan pengukusan dan perebusan, remis yang dimasak dengan perebusan garam tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap remis segar. Hal ini diduga karena penambahan garam pada air yang digunakan sebagai media perebusan. Metode pengolahan dengan cara pengukusan menyebabkan kehilangan kadar magnesium remis sebanyak 47,66%, perebusan sebanyak 54,26% dan perebusan garam sebanyak 13,31%.

17 41 Pada proses pengukusan sebagian mineral akan terbawa bersama uap air yang keluar dari daging selama proses pengukusan karena pecahnya partikelpartikel mineral yang terikat pada air akibat pamanasan (Winarno 1997). Menurut Mubarak (2005) yang menyatakan terjadi penurunan yang signifikan pada magnesium Phaseolus aureus yang telah direbus yaitu dari 55,60 g/100 g (bk) menjadi 44,0 g/100 g (bk). Penambahan garam pada pengolahan perbusan garam tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap remis segar karena adanya bahan pengotor pada garam yang ditambahkan pada saat perebusan. Menurut Cahyadi (2008), tingkat kemurnian garam dapat dipengaruhi oleh kadar magnesium. Magnesium merupakan salah satu bahan pengotor garam yang bersifat higroskopis. Magnesium memegang peranan penting dalam sistem enzim di dalam tubuh. Kekurangan magnesium dapat menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan pertumbuhan, lemah otot dan kejang kaki (Almatsier 2006). Sekitar % magnesium dapat diserap oleh tubuh normal (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi remis sebanyak 100 g dapat menyumbangkan magnesium dalam keadaan segar sebanyak 12,74-14,16%, kukus sebanyak 8,65-9,61%, rebus sebanyak 7,51-8,34% dan rebus garam sebanyak 16,44-18,26% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 29) Mineral mikro Mineral mikro adalah mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil, yaitu Fe, Mo, Cu, Zn, Mn, Co, I, dan Se (Arifin 2008). a. Besi Ikeda et al. (2002) menyatakan besi merupakan mineral yang penting dalam reaksi biokimia bagi tubuh manusia. Besi ada sebagai bentuk kompleks, terikat dengan protein yang disebut protein heme atau sebagai senyawa nonheme. Kandungan besi pada remis (Corbicula javanica) segar, kukus, rebus dan rebus garam dalam (mg/100 g basis kering) dapat dilihat pada Gambar 14.

18 kadar besi (mg/100 g bk) ,76% A ,39% A 54,51% A 51,88% A Segar Kukus Rebus Rebus garam metode pengolahan Gambar 14 Nilai rata-rata mineral besi remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam (Lampiran 26) pada remis menunjukan bahwa metode pengolahan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar besi remis (taraf nyata 0,05). Hasil ini sesuai dengan penelitian Gokoglu et al. (2003) yang menyatakan bahwa kadar besi rainbow trout tidak memberikan perubahan yang nyata setelah dilakukan proses pemasakan. Hasil yang diperoleh juga didukung oleh penelitian Karkle et al. (2009) dari enam varietas soybeans yang diuji kadar besi setelah direbus, semua tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap soybeans segar. Menurut Ikeda et al. (2002) kekurangan zat besi diketahui menyebabkan anemia, yang paling umum terjadi pada manusia. Penelitian Williams (2005), menyatakan penderita anemia terbanyak biasanya terjadi pada atlet wanita dari pada atlet laki-laki, hal ini diakibatkan kebocoran mioglobin, kerugian keringat, dan menstruasi. Sekitar 15% zat besi dapat diserap oleh tubuh dalam keadaan normal (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi remis sebanyak 100 g dapat menyumbangkan besi dalam keadaan segar sebanyak 34,73-69,46%, kukus sebanyak 41,42-82,85%, rebus sebanyak 39,73-79,46% dan rebus garam sebanyak 43,56-87,12 % dari angka kecukupan gizi (Lampiran 29).

19 rata-rata seng (mg/100 g bk) 43 b. Seng Seng merupakan salah satu mineral mikro yang mempunyai fungsi penting di dalam tubuh manusia. Tubuh mengandung 2-2,5 gram seng yang tersebar di hampir semua sel. Sebagian besar seng berada di dalam hati, pangkreas, ginjal, otot, dan tulang. Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian-bagian mata, kelenjar prostat, spermatozoa, kulit, rambut, dan kuku (Almatsier 2006). Kandungan seng pada remis (Corbicula javanica) segar, kukus, rebus dan rebus garam (mg/100 g basis kering) dapat dilihat pada Gambar ,50 B 18,17 A 19,05 A 15,76 A Segar Kukus Rebus Rebus garam metode pengolahan Gambar 15 Nilai rata-rata mineral seng remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05). Hasil analisis ragam (Lampiran 27) pada remis menunjukan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar seng remis (taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 28) menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh berbeda terhadap remis segar dengan yang di kukus, rebus, dan rebus garam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pengolahan dengan cara pengukusan menyebabkan kehilangan kadar seng remis sebanyak 49,10%, perebusan sebanyak 46,64% dan perebusan garam sebanyak 55,47%. Menurut Lewu et al. (2010) yang menyatakan terjadi penurunan yang signifikan pada mineral terutama, fosfor, kalsium, kalium dan seng pada Colocasia esculenta (L.) Schott setelah dilakukan proses perebusan. Hasil

20 44 penelitian Nurjanah et al. (2005) menyatakan terjadi penurunan kadar seng pada kerang dara setelah dilakukan proses perebusan. Proses perebusan menyebabkan penurunan kadar Zn pada daging rebus yang disebabkan oleh terdegradasinya komponen metallothionine yang mengakibatkan mineral Zn akan terlarut pada air rebusan. Menurut Black (1998), defisiensi mineral seng dapat menyebabkan lambatnya perkembangan kognitif pada anak-anak. Mekanisme defisiensi seng yang dihubungkan dengan perkembangan kognitif masih belum jelas, namun sudah tampak bahwa defisiensi seng dapat menyebabkan defisit pada fungsi neuropsikologis anak-anak, aktivitas dan perkembangan motorik, sehingga dapat mengganggu kinerja kognitif anak-anak. Mengkonsumsi remis sebanyak 100 g dapat menyumbangkan seng dalam keadaan segar sebanyak 38,73-55,81%, kukus sebanyak 25, %, rebus sebanyak 26,94-38,82% dan rebus garam sebanyak 25,67-36,99% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 29). c. Selenium Jumlah selenium dalam tubuh sebanyak 3-30 mg, bergantung pada kandungan selenium dalam makanan. Konsumsi orang dewasa berkisar antara µg. Selenium baru dianggap zat gisi esensial sejak tahun Selenium terbukti dapat mencegah timbulnya penyakit hati pada tikus yang menderita kekurangan vitamin E (Almatsier 2006). Menurut Williams (2005), selenium merupakan komponen beberapa enzim, terutama glutathione peroksidase (GPX). Berdasarkan Tabel 8, kadar selenium remis kurang 0,001 mg/100 g bk. Hal ini mengindikasikan bahwa remis bukan merupakan sumber pangan yang kaya akan selenium. Gokce et al. (2004) beberapa faktor yang mempengaruhi keragaman komposisi mineral meliputi umur, jenis, ukuran, habitat, letak geografis dan kondisi lingkungan. Sumber utama selenium adalah makanan laut, hati, dan ginjal. Daging dan unggas juga merupakan sumber selenium yang baik. Kekurangan selenium pada manusia karena makanan belum banyak diketahui. Kekurangan selenium dan vitamin E juga dihubungkan dengan penyakit jantung (Amlatsier 2006).

21 45 d. Tembaga Tembaga dianggap sebagai zat gizi esensial pada tahun 1928, ketika ditemukan bahwa anemia hanya dapat dicegah bila tembaga dan besi keduanya ada di dalam tubuh dalam jumlah cukup. Tembaga banyak berinteraksi dengan seng, belerang dan vitamin C dalam melakukan fungsinya dalam tubuh (Almatsier 2006). Berdasarkan Tabel 8, kadar tembaga remis kurang dari 0,015 mg/100 g bk. Hal ini mengindikasikan bahwa remis bukan merupakan sumber pangan yang kaya akan tembaga. Gokce et al. (2004) beberapa faktor yang mempengaruhi keragaman komposisi mineral meliputi umur, jenis, ukuran, habitat, letak geografis dan kondisi lingkungan. Tembaga terdapat luas di dalam makanan. Sumber utama tembaga adalah tiram, kerang, hati, ginjal, kacang-kacangan, unggas, biji-bijian, serelia, dan cokelat. Kekurangan tembaga jarang terjadi. Kekurangan ini pernah dilihat pada anak-anak kekurangan protein dan menderita anemia serta diare. Kekurangan tembaga juga dapat terjadi pada bayi lahir premature atau bayi yang mendapat susu sapi yang komposisi gizinya tidak disesuaikan. Kekurangan tembaga dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolismee serta demineralisasi tulang (Almatsier 2006). Tembaga diserap dari usus kecil ke dalam saluran darah, tempat sebagian besar jaringan bergabung pada seruplasmin, yaitu protein yang berfungsi dalam penggunaan besi. Kekurangan tembaga banyak terjadi pada bayi usia 6-9 bulan, khususnya bayi-bayi yang mengalami KKP. Bayi tersebut akan mengalami leucopenia (kurang sel darah putih) serta dimineralisasi tulang. Hal ini dapat disembuhkan dengan pemberian tembaga (Winarno 2008). 4.5 Kelarutan Mineral Kandungan mineral dapat terserap sempurna jika bioavailabilitasnya dapat digunakan sepenuhnya oleh tubuh. Mineral akan bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable, sehingga kondisi mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan dalam proses penyerapan mineral (Watzke 1998). Informasi mengenai kelarutan mineral disajikan pada Tabel 9.

22 46 Tabel 9 Persentase kelarutan mineral remis (Corbicula javanica) Komposisi Perlakuan (%) mineral Segar Pengukusan Perebusan Perebusan garam Kalsium 43,45 a 71,57 b 81,839 c 81,29 c Natrium 49,66 a 74,65 b 82,260 c 82,60 c Fosfor 44,93 a 72,04 b 81,96 c 80,29 c Magnesium 40,64 a 69,46 b 79,43 c 78,96 c *Subscrib yang berbeda menunjukan berbeda nyata Mengetahui pengaruh berbagai metode pengolahan terhadap kelarutan mineral remis dilakukan analisis ragam, namun sebelum dilakukan analisis ragam terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan galat dengan menggunakan uji kolmogrof simirnov. Berdasarkan uji komolgrof simirnov (Lampiran 30), ternyata semua perlakuan menghasilkan galat yang menyebar normal sehingga dapat dilakukan analisis ragam. Pengaruh metode pemasakan terhadap kelarutan mineral kalsium, natrium, fosfor dan magnesium pada remis dapat dilihat pada Gambar 16. % kelarutan mineral a b c c Kalsium Natrium Fosfor Magnesium Segar Kukus Rebus Rebus Garam metode pengolahan Gambar 16 Nilai persentase kelarutan mineral remis; angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b, c, d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05).

23 47 Hasil analisis ragam (Lampiran 31, 33, 35 dan 37) pada remis menunjukan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kelarutan mineral (taraf nyata 0,05). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 32,34, 36 dan 38) menunjukkan bahwa metode pengolahan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelarutan mineral natrium, kalsium, fosfor dan magnesium. Hal ini diduga karena proses pemasakan dapat mengakibatkan terjadinya pemutusan interaksi mineral dengan komponen pangan lain seperti protein, karbohidrat, lemak, serat vitamin dan komponen kimia lainnya. Molekul-molekul berbagai senyawa dalam makanan terikat satu sama lain dalam ikatan hidrogen. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi kepada molekul-molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik-menarik antar molekul dalam bahan tersebut. Karena itu daya kelarutan pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen, akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008). Kelarutan mineral dapat meningkat atau menurun tergantung pada prosesnya. Pemanasan dalam hal ini perebusan tidak menjamin mineral akan terlarut seratus persen karena banyak faktor yang dapat menghambat kelarutan mineral, diantaranya perubahan stuktur kimia seperti denaturasi protein. Menurut Santoso et al. (2006), mineral pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses pemasakan atau akibat interaksi dengan bahan lain. Pemanasan diketahuai dapat menyebabkan protein menjadi terdenaturasi, hal ini dapat berinteraksi dengan mineral sehingga menyebabkan mineral sulit untuk larut. Faktor lain yang mempengaruhi kelarutan mineral selain pemanasan dan perubahan stuktur kimia pada bahan makan adalah ph. Santoso et al. (2006) melaporkan bahwa ph dapat mempengaruhi kelarutan dari mineral. Penggunaan asam asetat 0,5% dapat meningkatkan kelarutan mineral seperti kalsium dam magnesium yang berasal dari rumput laut Indonesia. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Suzuki et al. (1992) yang menyatakan persentase kelarutan Fe pada ph 2,5-3,1 lebih tinggi dari pada persentase kelarutan Fe pada ph 5,5.

24 48 Menurut Watzke (1998), proses pengolahan dapat bersifat negatif karena dapat terjadi pengaktifan enzim yang bersifat menghambat dan membuat mineral menjadi komponen yang sulit larut, tetapi proses pengolahan juga dapat bersifat menguntungkan terhadap beberapa komponen zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan, yaitu perubahan kadar kandungan zat gizi, peningkatan daya cerna dan ketersediaan zat-zat gizi serta penurunan berbagai senyawa antinutrisi yang terkandung di dalamnya serta dapat meningkatkan sifat bioavailable-nya. Pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan nilai sensoris dan nilai gizi produk pangan olahan, untuk itu kunci utama dalam proses pengolahan bahan pangan, baik di tingkat rumah tangga maupun di industri adalah melakukan optimisasi proses pengolahan untuk menghasilkan produk olahan yang secara sensoris menarik dan tinggi nilai gizinya. 4.6 Penentuan Metode Pengolahan Terbaik Proses pengolahan dengan menggunakan panas merupakan salah satu tahap penting dalam pengolahan suatu bahan pangan, karena dapat mempengaruhi hasil akhir dari suatu bahan pangan. Menurut Hidayat dan Ibrahim (1996), nilai gizi suatu bahan pangan sangat dipengaruhi oleh cara pengolahanya. Cara pengolahan/pemasakan yang berbeda terhadap bahan pangan yang sama akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kandungan gizi suatu bahan pangan. Morris et al. (2004), pengaruh pengolahan suatu bahan pangan terhadap kandungan gizi tergantung pada sensitivitas gizi dalam berbagai kondisi yang berlaku selama proses pengolahan seperti, ph, panas, waktu, jenis bahan dan luas permukaan). Informasi mengenai metode pengolahan terbaik yang memberikan kehilangan mineral terendah dan kelarutan mineral tertinggi disajikan pada Tabel 10. Secara umum kehilangan mineral terendah terdapat pada perebusan garam, hal ini dapat dilihat dari penurunan kadar kalsium dan magnesiumnya yang relatif tidak mengalami perubahan atau tidak terlalu besar di bandingkan metode pengolahan dengan cara pengukusan dan perebusan. Pengolahan yang memberikan kelarutan mineral tertinggi diperoleh dari metode pengolahan perebusan dan perebusan garam, hal ini dapat dilihat pada Gambar 16. Meskipun persentase kelarutan mineral tertinggi di peroleh pada

25 49 proses perebusan dan perebusan garam, akan tetapi dari total mineral yang ada metode pengolahan dengan perebusan garam lebih tinggi dibandingkan perebusan tanpa garam. Hasil penelitian ini dapat memberikan rekomendasi kepada masyarakat bahwa untuk memperoleh asupan mineral yang paling baik dari remis, sebaiknya masyarakat mengolah remis dengan cara direbus garam dengan konsentrasi 1,5%. Kesimpulannya adalah metode pengolahan terbaik yang memberikan kehilangan mineral terendah dan kelarutan mineral tertinggi adalah metode perebusan garam.

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran segar adalah bahan pangan yang banyak mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh (Ayu, 2002). Di samping sebagai sumber gizi, vitamin dan mineral,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis ( Harpiosquilla raphidea

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis ( Harpiosquilla raphidea 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) merupakan jenis udang yang bersifat sebagai predator. Pemberian nama udang

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Hasil pengukuran tanaman genjer (L. flava) Besaran Rata-rata (cm) pengukuran

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Hasil pengukuran tanaman genjer (L. flava) Besaran Rata-rata (cm) pengukuran 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik dan Morfologi Genjer (L. flava) Sampel genjer terlebih dahulu dipreparasi, kemudian sampel diukur morfometriknya. Besaran yang digunakan dalam pengukuran tanaman

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Remis ( Corbicula javanica

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Remis ( Corbicula javanica 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Remis (Corbicula javanica). Remis (Corbicula javanica) merupakan sekelompok kerang-kerangan kecil yang hidup di dasar perairan. Remis (Corbicula javanica

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi bukan tanaman asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh dan menyebar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Berdasarkan data DKP (2005), ekspor rajungan beku sebesar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga yang sehat merupakan kebahagian bagi kehidupan manusia. Hal ini memang menjadi tujuan pokok dalam kehidupan. Soal kesehatan ditentukan oleh makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Komponen ini merupakan kontribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia belum optimal dilakukan sampai dengan memanfaatkan limbah hasil pengolahan, padahal limbah tersebut dapat diolah lebih lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

MAKALAH MATA KULIAH PANGAN DAN GIZI HASIL TERNAK. Oleh : Titian Rahmad S. H

MAKALAH MATA KULIAH PANGAN DAN GIZI HASIL TERNAK. Oleh : Titian Rahmad S. H MAKALAH MATA KULIAH PANGAN DAN GIZI HASIL TERNAK Oleh : Titian Rahmad S. H0506010 JURUSAN/PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009 MINERAL Mineral merupakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mineral merupakan unsur kimia yang diperlukan untuk tubuh kita. Mineral bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus mendapatkannya dari luar tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang menghasilkan berbagai macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin

Lebih terperinci

KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) AKIBAT PROSES PENGOLAHAN

KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) AKIBAT PROSES PENGOLAHAN Ella Salamah, Sri Purwaningsih, dan Rika Kurnia KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) AKIBAT PROSES PENGOLAHAN Ella Salamah, Sri Purwaningsih, dan Rika Kurnia Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Lebih terperinci

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN 1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

KLASIFIKASI MINERAL. Makro : Kebutuhan minimal 100 mg/hari utk orang dewasa Ex. Na, Cl, Ca, P, Mg, S

KLASIFIKASI MINERAL. Makro : Kebutuhan minimal 100 mg/hari utk orang dewasa Ex. Na, Cl, Ca, P, Mg, S ANALISIS KADAR ABU ABU Residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari bahan menunjukkan : Kadar mineral Kemurnian Kebersihan suatu bahan yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan GIZI & PANGAN PENDAHULUAN Gizi seseorang tergantung pada kondisi pangan yang dikonsumsinya Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

menyebabkan air dari cairan ekstraseluler masuk ke dalam sel, sehingga tekanan osmotik dari cairan ekstraseluler meningkat. Volume cairan, termasuk

menyebabkan air dari cairan ekstraseluler masuk ke dalam sel, sehingga tekanan osmotik dari cairan ekstraseluler meningkat. Volume cairan, termasuk MINERAL Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lipid 2.1.1 Pengertian lipid Lipid adalah golongan senyawa organik yang sangat heterogen yang menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa organik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat yang besar. Demikian. (The Tree of Life) atau pohon yang amat

BAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat yang besar. Demikian. (The Tree of Life) atau pohon yang amat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan komoditas strategis yang memiliki peran sosial, budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Manfaat tanaman kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

Kompartemen cairan di dalam tubuh

Kompartemen cairan di dalam tubuh MINERAL definisi Mineral merupakan bagian dari tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. fungsi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan uji proksimat kulit udang dan penentuan waktu proses perendaman kulit udang dengan larutan HCl yang terbaik. Uji

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup

Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup DASAR-DASAR KEHIDUPAN Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup 1.Reproduksi/Keturunan 2.Pertumbuhan dan perkembangan 3.Pemanfaatan energi 4.Respon terhadap lingkungan 5.Beradaptasi dengan lingkungan 6.Mampu

Lebih terperinci

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Oleh: Ibnu Sahidhir Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee 2011 Biologi Benih Kerapu Pemakan daging Pendiam,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Menyusui merupakan aspek yang sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi guna mencapai tumbuh kembang bayi atau anak yang optimal. Sejak lahir bayi hanya diberikan ASI hingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ±

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

Mineral. Pandangan Nutrisi : bahan inorganik yang dibutuhkan. untuk proses kehidupan baik dalam bentuk ion atau

Mineral. Pandangan Nutrisi : bahan inorganik yang dibutuhkan. untuk proses kehidupan baik dalam bentuk ion atau Mineral Mineral Pandangan Nutrisi : bahan inorganik yang dibutuhkan untuk proses kehidupan baik dalam bentuk ion atau elemen bebas. Diperoleh dari makanan (tubuh tidak dpt memproduksi) Fungsi Sebagai katalisator

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pengolahan sumberdaya perikanan terutama ikan belum optimal dilakukan sampai dengan pemanfaatan limbah hasil perikanan, seperti kepala, tulang, sisik, dan kulit. Seiring

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: DIAN WIJAYANTI A 420 100 074 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

LOGO VITAMIN DAN MINERAL

LOGO VITAMIN DAN MINERAL LOGO VITAMIN DAN MINERAL Widelia Ika Putri, S.T.P., M.Sc Vitamin - Zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil - Pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh - Zat pengatur pertumbuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. juta penduduk Indonesia (Siagian, 2003). Asupan yang cukup serta ketersediaan

I PENDAHULUAN. juta penduduk Indonesia (Siagian, 2003). Asupan yang cukup serta ketersediaan I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

Karenanya labu kuning yang bisa mencapai ukuran besar ini juga membawa beragam manfaat hebat untuk mencegah beragam penyakit, di antaranya:

Karenanya labu kuning yang bisa mencapai ukuran besar ini juga membawa beragam manfaat hebat untuk mencegah beragam penyakit, di antaranya: Labu kuning bisa berbentuk bulat pipih, lonjong, atau panjang, tergantung varietasnya. Buah muda berwarna hijau, sedangkan yang lebih tua berwarna kuning pucat. Warna kuning atau oranye daging buahnya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang,

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 %

Gambar 1. Cara penggunaan alat pemeras madu. Gambar 2. Alat Pemeras madu. Gambar 3. Alat Penyaring madu Gambar 4. Ruang pengolahan madu 70 % BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian yang telah dilakukan yaitu pembuatan alat pemeras madu (Gambar 1 & 2) dan penyaring madu (Gambar 3). Pelaksanaan pembuatan ruang khusus pengolahan madu (Gambar

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

GIZI. Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan

GIZI. Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan GIZI Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan Lanjutan Gizi : Arab gizzah : zat makanan sehat Makanan : segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7

GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7 GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7 METABOLISME MINERAL PADA WANITA HAMIL : KALSIUM DAN FOSFOR Selama kehamilan metabolisme kalsium dan fosfor mengalami perubahan. ABSORBSI kalsium dalam darah menurun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggumpal, serta kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggumpal, serta kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut, sehingga 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keju Mozzarella Keju adalah protein susu yang diendapkan atau dikoagulasikan dengan menggunakan rennet atau enzim lain, fermentasi laktat, dan penggunaan bahan penggumpal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Kimia Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara kadar Zn, Se, dan Co pada rambut siswa SD dengan pendapatan orang tua yang dilakukan pada SDN I Way Halim Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman dahulu jus buah dijadikan minuman raja-raja untuk menjaga kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. zaman dahulu jus buah dijadikan minuman raja-raja untuk menjaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan telah lama dikenal sebagai sumber vitamin dan mineral. Pada zaman dahulu jus buah dijadikan minuman raja-raja untuk menjaga kesehatan tubuh. Demikian pula

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati) BIOKIMIA NUTRISI Minggu I : PENDAHULUAN (Haryati) - Informasi kontrak dan rencana pembelajaran - Pengertian ilmu biokimia dan biokimia nutrisi -Tujuan mempelajari ilmu biokimia - Keterkaitan tentang mata

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan menggunakan tepung terigu, namun tepung terigu adalah produk impor. Untuk mengurangi kuota impor terigu tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, masalah gizi kurang masih banyak ditemukan, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, masalah gizi kurang masih banyak ditemukan, khususnya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi di Indonesia yaitu gizi lebih dan gizi kurang. Sebagai negara berkembang, masalah gizi kurang masih banyak ditemukan, khususnya difisiensi zat gizi mikro.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN. karena kandungan gizi yang ada didalamnya. Susu merupakan sumber protein,

1. BAB I PENDAHULUAN. karena kandungan gizi yang ada didalamnya. Susu merupakan sumber protein, 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu adalah bahan makanan yang memiliki peran penting bagi manusia karena kandungan gizi yang ada didalamnya. Susu merupakan sumber protein, lemak, karbohidrat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

7 Manfaat Daun Singkong

7 Manfaat Daun Singkong 7 Manfaat Daun Singkong Manfaat Daun Singkong Penduduk asli negara Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi dengan pohon singkong. Pohon singkong merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak ditanam

Lebih terperinci

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Anabolisme = (biosintesis) Proses pembentukan senyawa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) (Anonim 2011). Tebal Panjang. Lebar

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) (Anonim 2011). Tebal Panjang. Lebar 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo) Kelas Gastropoda merupakan kelas terbesar dari Moluska, lebih dari 75.000 spesies yang ada telah teridentifikasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di Indonesia. Asupan zat gizi yang mempunyai peran penting dalam masalah pangan dan gizi adalah kalsium.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci