7.1. Potensi Lokal Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku. Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan memiliki

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "7.1. Potensi Lokal Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku. Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan memiliki"

Transkripsi

1 VII. KONEKTIVITAS SEKTOR-SEKTOR EKONOMI UNGGULAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 7.1. Potensi Lokal Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan memiliki potensi sumberdaya alam yang heterogen berlimpah namun dari sisi percepatan pembangunan wilayah ini masih jauh tertinggal dari wilayah-wilayah lain di Indonesia. Keterbatasan dalam mengidentifikasi/menentukan sektor-sektor unggulan wilayah ini sangat tergantung dari arah strategi kebijakan serta tujuan pembangunan pengembangan wilayah Provinsi Maluku. Tujuan pembangunan pengembangan wilayah yang tidak terpusat pada satu pusat pertumbuhan pengembangan sektor-sektor unggulan wilayah kabupaten/kota belum menjadi prioritas utama dari tujuan pembangunan Provinsi Maluku. Dengan aya tujuan pembangunan yang ingin dicapai dalam meningkatkan ekonomi wilayah menjadikan wilayah lain sebagai pusat pertumbuhan baru (new growth poles) maka pengembangan pembangunan wilayah sebaiknya di arahkan pada kapasitas wilayah yang berbasis bahari/maritim sebagai kekuatan potensi terbesar. Penentuan arah strategi kebijakan pembangunan wilayah yang berbasis pada kapasistas atau potensi lokal (local spesific) wilayah harus mampu mengidentifikasi/ menemukenali mengembangkan sektor-sektor unggulan selain memiliki nilai tambah mampu memberikan efek pengganda (multiplier effect) yang memiliki keterkaitan ke depan maupun ke belakang (linkages) terhadap sektornya sendiri sektor-sektor. Percepatan pengembangan sektor-sektor unggulan menjadi dasar untuk meningkatkan PDRB.

2 184 Meningkatnya PDRB tidak dilihat dari sisi struktur output yang besar, nilai tambah bruto tetapi mampu meningkatkan nilai pengganda dari output, pendapatan, tenaga kerja memberikan keterkaitan (linkages) dengan sektor sebagai sektor pendorong utama (prime mover). Selain itu sektor unggulan tidak hanya didasarkan pada posisi relatifnya yang kuat karena hasil perhitungan mengindentifikasikan posisi unggul namun harus memperhatikan posisi relatif sektor yang lemah tetapi memiliki nilai strategis dengan mempertimbangkan kapasitas atau potensi lokal (local spesific) wilayah yang belum tergarap atau yang sudah tetapi belum dikelola secara optimal. Hasil indentifikasi sektor-sektor ekonomi Provinsi Maluku memperlihatkan beberapa sektor yang sangat berpengaruh dalam penentuan ekonomi wilayah. Sektor-sektor unggulan dimaksud dalam analisis penelitian dipahami sebagai sektor yang dapat berkembang serta mampu menggerakkan sistem perekonomian wilayah domestiknya maupun di luar wilayah tersebut. Dengan pemikiran di atas maka arah strategi kebijakan pembangunan Provinsi Maluku harus dikembangkan atas dasar kemampuan setiap wilayah atau pusat pengmebangan dalam mengembangkan sektor-sektor unggulan berbasis local spesific. Berkaitan dengan pemahaman tersebut pengembangan kawasan sentra produksi wilayah kepulauan Provinsi Maluku harus mampu memberi makna pada pengertian pengembangan kawasan itu sendiri. Bappeda Provinsi Maluku (1999) mendefenisikan kawasan sentra produksi sebagai wilayah yang dikembangkan atas dasar potensi wilayah tersebut yang secara geografis memiliki hubungan satu dengan sehingga secara keseluruhan dapat mempercepat akselerasi atau aksesbilitas pembangunan wilayahnya Pengembangan kawasan sentra produksi

3 185 yang di dasarkan pada potensi wilayah adalah bagian dari strategi kebijakan untuk menjawab berbagai tantangan seperti, letak geografis yang jauh atau relatif terpencil sulit dijangkau, potensi sumberdaya yang belum tergarap dikelola dengan baik, kualitas sumberdaya manusia yang relatif rendah, kegiatan investasi produksi yang rendah serta kondisi fasilitas pelayanan atau infrastruktur sosial ekonomi yang kurang memadai. Untuk itu dengan mengidentifikasi/menemukenali sektor-sektor unggulan berbasis potensi lokal (local spesific) akan mendorong percepatan pembangunan wilayah khususnya pada wilayah-wilayah yang karakteristik geografisnya adalah wilayah kepulauan (archipelago). Pemanfaatan kapasitas atau potensi lokal wilayah harus mampu dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan di Provinsi Maluku. Berdasarkan hasil analisis maka perlu aya percepatan pengembangan sektor-sektor yang menjadi sektor unggulan wilayah. Berdasarkan studi tipologi kabupaten/kota (1999), dikatakan bahwa sektor unggulan adalah sektor yang mampu menggambarkan posisi relatif sektor tersebut terhadap perekonomian wilayah maupun nasional dengan kemampuannya sebagai sektor ungggulan mampu mendorong percepatan pembangunan wilayah. Untuk itu percepatan pengembangan sektor unggulan harus mampu menggerakkan roda perekonomian mempercepat proses penciptaan pusat pertumbuhan baru (new growth poles) diwilayahnya tidak terpusat pada satu pusat pertumbuhan (growth pole) saja. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa penentuan sektor unggulan harus didasari pada kapasitas potensi lokal (local spesific) wilayah sehingga menjadi acuan didalam penentuan tujuan perencanaan pembangunan

4 186 dengan arah strategi kebijakan pemerintah selain hasil analisis yang telah dilakukan saat ini. Perencanaan pembangunan wilayah yang sesuai dengan kapasitas atau potensi lokal wilayah menemukenali sektor unggulannya akan mampu dalam pengembangan wilayah kawasan sentra produksi. Didalam menunjang proses pembangunan berdasarkan konteks wilayah kepulauan seperti Provinsi Maluku, kawasan sentra produksi akan meningkatkan interaksi atau keterkaitan satu wilayah dengan wilayah lain baik secara spasial maupun fungsional. Arah strategi kebijakan pengembangan sektor-sektor ekonomi wilayah melalui identifikasi/menemukan sektor unggulannya dapat meningkatkan kawasan sentra produksinya akan menciptakan fungsi pusat pengembangan atau pertumbuhan baru di wilayah kepulauan Provinsi Maluku Konektivitas Keunggulan Sektoral Berdasarkan Kriteria Analisis Struktur Output dengan Nilai Tambah Bruto Berdasarkan klasifikasi sepuluh sektor terbesar dari struktur output dengan nilai tambah bruto maka diperoleh sektor-sektor unggulan (key sector leading sector). Key sector merupakan sektor unggulan yang memiliki nilai struktur output maupun nilai tambah bruto tertinggi segkan leading sector adalah sektor pemimpin yang memiliki salah satu nilai tertinggi dari ke dua nilai tersebut yakni struktur output atau nilai tambah bruto dapat dilihat pada Tabel 26 di bawah ini:

5 187 Tabel 26. Sepuluh Sektor Terbesar dengan Kriteria Analisis Struktur Output Nilai Tambah Bruto di Provinsi Maluku, Tahun 2007 No Kode Uraian Sektor Perdagangan besar Nilai Struktur Output (Juta Rp) No Kode Uraian Sektor Perdagangan besar Nilai Tambah Bruto (Juta Rp) Perikanan Perikanan Pemerintahan umum pertahanan Pemerintahan umum pertahanan Bangunan Ubi kayu Air Cengkih penggergajian kayu bangunan udara darat Cengkih Air darat udara bangunan Kelapa Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Maluku Updating, Tahun Data Diolah Hasil konektivitas sepuluh sektor terbesar dari struktur output nilai tambah bruto terlihat hasil dari kedua nilai tersebut terdapat enam sektor unggulan (key sector) di Provinsi Maluku. Sektor-sektor yang termasuk dalam enam sektor unggulan tersebut antara lain: sektor perdagangan besar (44), perikanan (21), pemerintahan umum pertahanan (56), angkutan air (48), angkutan darat (47) sewa bangunan (54). Dengan hasil konektivitas kedua kriteria analisis Input-Output yang dilakukan ternyata sektor-sektor tersebut merupakan sektor yang memiliki sumbangan terbesar dalam pembentukan output secara keseluruhan memiliki nilai tambah bruto atau balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta karena aya kegiatan produksi yang dilakukan oleh sektor-sektor tersebut. Oleh sebab itu suatu sektor yang memiliki struktur output nilai tambah bruto yang besar menunjukkan bahwa sektor tersebut termasuk dalam sektor yang unggul bila dilihat dari konektivitas struktur output nilai tambah bruto. Hasil konektivitas untuk menentukan sektor-sektor unggulan (key

6 188 sector) dari analisis konektivitas yang dilakukan pada struktur output nilai tambah bruto dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Konektivitas Sektor Unggulan Berdasarkan Kriteria Analisis Struktur Output dengan Nilai Tambah Bruto, Tahun 2007 No Kode Uraian Sektor Nilai Struktur Output (Juta Rp) No Kode Uraian Sektor Nilai Tambah Bruto (Juta Rp) 1. Perdagangan besar Perdagangan besar Perikanan Perikanan Pemerintahan umum pertahanan Pemerintahan umum pertahanan Air Air darat darat bangunan bangunan Sumber: Tabel Inpuit-Output Provinsi Maluku Updating, Tahun Data Diolah Konektivitas Keunggulan Sektoral Berdasarkan Kriteria Analisis Multiplier Effect Berdasarkan klasifikasi sepuluh sektor terbesar dari analisis multiplier effect yakni pengganda output, pendapatan tenaga kerja terlihat sektor-sektor unggulan (key sector leading sector). Key sector merupakan sektor unggulan yang memiliki nilai pengganda output, pendapatan tenaga kerja tertinggi segkan leading sector adalah sektor pemimpin yang memiliki salah satu nilai tertinggi dari ke tiga nilai pengganda tersebut. Sepuluh sektor terbesar tersebut dapat dilihat pada Tabel 28. Sektor-sektor yang termasuk dalam kategori sektor unggulan memenuhi syarat sebagai sektor unggulan adalah sektor yang memilki nilai pengganda output, pendapatan tenaga kerja tertinggi serta memiliki konektivitas diantara ke tiga nilai pengganda tersebut. Hasil analisis konektivitas pengganda output, pendapatan tenaga kerja seperti terlihat pada Tabel 28. diperoleh sektor-sektor unggulan sebagai berikut: sektor industri kayu lapis (33),

7 Tabel 28. Sepuluh Sektor Terbesar dengan Kriteria Analisis Pengganda (Multiplier Effect), Output, Pendapatan Tenaga Kerja, Tahun 2007 No Kode Uraian Sektor Nilai No Kode Uraian Sektor Nilai No Kode uraian sektor Nilai 1 35 barang lain dari kayu hasil hutan 2 43 Bangunan Bangunan Pedagang besar barang lain dari kayu hasil penggergajian kayu kayu lapis kayu lapis bangunan penggergajian kayu Penggergajian kayu kayu lapis roti, biskuit sejenisnya penggilingan padi udara kain tenun bangunan roti, biskuit sejenisnya minyak hewan nabati makanan makanan kain tenun Jasa sosial kemanusiaan kertas barang cetakan gula penggilingan padi penggilingan padi makanan Sumber: Tabel Inpuit-Output Provinsi Maluku Updating,Tahun Data Diolah Tabel 29. barang lain dari kayu hasil hutan Konektivitas Sektor Unggulan Berdasarkan Kriteria Analisis Pengganda (Multiplier Effect), Output, Pendapatan Tenaga Kerja, Tahun 2007 No Kode Uraian Sektor Nilai Output No Kode Uraian Sektor Nilai Pendapatan no Kode uraian sektor Nilai TK 1 33 kayu lapis kayu lapis kayu lapis roti, biskuit sejenisnya makanan minyak hewan nabati makanan roti, biskuit sejenisnya makanan penggilingan padi penggilingan padi penggilingan padi Sumber: Tabel Inpuit-Output Provinsi Maluku Updating, Tahun Data Diolah 189

8 190 industri roti, biskuit sejenisnya (28), industri makanan (30), serta industri penggilingan padi (25) Sektor-sektor yang termasuk dalam sektor unggulan berdasarkan hasil konektivitas berdasarkan kriteria pengganda memperlihatkan bahwa ke empat sektor tersebut memiliki nilai pengganda output, pendapatan maupun tenaga kerja terbesar baik dari sisi pengganda output, pendapatan tenaga kerja. Sektorsektor unggulan dimaksud menujukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor-sektor tersebut akan memberikan dampak yang positif terhadap output seluruh sektor, pendapatan masyarakat serta memiliki kemampuan didalam menciptakan kesempatan kerja pada seluruh sektor unggulan wilayah kepulauan di Provinsi Maluku.

9 Konektivitas Keunggulan Sektoral Berdasarkan Kriteria Analisis Keterkaitan Antarsektor Salah satu keunggulan dari analisis keterkaitan antarsektor (Intersectoral Linkages) yaitu dapat mengetahui seberapa besar tingkat hubungan atau keterkaitan antarsektor ekonomi. Keterkaitan antarsektor ekonomi dapat berupa keterkaitan ke belakang (backward linkages) maupun ke depan (forward linkages). Backward linkages merupakan hubungan dengan bahan mentah segkan forward linkages merupakan hubungan dengan penjualan barang jadi. Konektivitas sepuluh sektor terbesar dari kriteria backward linkages forward linkages menghasilkan beberapa sektor unggulan berdasarkan analisis dari kedua kriteria tersebut. Sektor-sektor unggulan berdasarkan konektivitas keriteria backward forward linkages seperti terlihat pada Tabel 30 Tabel 31 yaitu: sektor industri kerang-kerangan (36) industri kain tenun (31). Hasil analisis memperlihatkan bahwa ke tiga sektor tersebut secara konektivitas mampu memberikan nilai keterkaitan ke belakang ke depan yang tinggi. Dengan demikian ketiga sektor ini memiliki nilai penyebaran nilai kepekaan yang tinggi diatas derajat penyebaran maupun kepekaan rata-rata secara keseluruhan. Selain itu nilai penyebaran kepekaan dari ketiga sektor unggulan dimaksud dapat diartikan memiliki kemampuan untuk mendorong penciptaan peningkatan output secara merata pada seluruh sektor perekonomian wilayah kepualaun Provinsi Maluku. Tabel 31 memperlihatkan hasil konektivitas dari hasil analisis intersectoral linkages.

10 192 Tabel 30. Sepuluh Sektor Terbesar dengan Kriteria Keterkaitan Antarsektor di Provinsi Maluku, Tahun 2007 No Kode Uraian Sektor barang lain dari kayu hasil hutan kayu lapis penggergajian kayu Kaitan ke Belakang No Kode Uaraian Sektor Bangunan roti, biskuit sejenisnya makanan kerangkerangan Pedagang besar pengilangan minyak bumi Kayu gelondongan semen bahan galian bukan logam Kaitan ke Depan Padi gula kerangkerangan pupuk kimia barang dari karet kertas barang cetakan kain tenun Air bersih minyak hewan nabati kain tenun Sumber: Tabel Inpuit-Output Provinsi Maluku Updating, Tahun Data Diolah Tabel 31. Konektivitas Sektor Unggulan Berdasarkan Kriteria Analisis Keterkaitan Antarsektor (linkages) Tahun 2007 No Kode Uraian Sektor 1 36 kerangkerangan Kaitan ke Belakang No Kode Uraian Sektor kerangkerangan Kaitan ke Depan kain tenun kain tenun Sumber: Tabel Inpuit-Output Provinsi Maluku Updating, Tahun Data Diolah Sektor Unggulan Berdasarkan Kriteria Analisis Struktur Output, Nilai Tambah Bruto dengan Multiplier Effect. Struktur Output, Nilai Tambah Bruto dengan Intersectoral Linkages. Struktur Output, Nilai Tambah Bruto, Multiplier Effect Intersectoral Linkages. Hasil konektivitas dari analisis Input-Output berdasarkan kriteria analisis struktur output, nilai tambah bruto, multiplier efek keterkaitan antar sektor seperti yang diperlihatkan pada Tabel 39 menunjukkan bahwa pemerintah daerah Provinsi Maluku belum mampu mengidentifikasi/menemukenali sektor-sektor

11 193 unggulan wilayahnya. Hal ini terlihat dari sektor-sektor unggulan yang diperoleh masih bersifat parsial yaitu hanya ditentukan berdasarkan pembuat atau pengambil kebijakan di daerah ini. Banyaknya sektor-sektor berbasis potensi lokal (local spesific) wilayah kepulauan yang belum dikembangkan dengan baik. Sektor berbasis potensi lokal wilayah kepulauan dapat dilihat pada Tabel 32 dimana sektor perikanan (27), angkutan air (48) merupakan sektor terbesar dalam struktur output maupun nilai tambah bruto di Provinsi Maluku. Bila dilihat dari konektivitas berdasarkan analisis kriteria multiplier effect dengan struktur output nilai tambah bruto maka sektor-sektor tersebut seperti sektor perikanan (27), angkutan air (48) tidak memperlihatkan aya perubahan pengganda dari sektor-sektor tersebut (sektor unggulan berdasarkan kriteria struktur output, nilai tambah bruto) terhadap penciptaan output, pendapatan kesempatan kerja. Sektor-sektor unggulan wilayah berdasarkan kriteria multiplier effectpun tidak memperlihatkan konektivitas yang positif terhadap sektor-sektor terbesar dari struktur output nilai tambah bruto. Dengan demikian sektor unggulan dari analisis struktur output, nilai tambah bruto berbeda dengan sektor unggulan berdasarkan kriteria analisis multiplier effect. Bila melihat hasil penentuan sektor unggulan yang didasarkan pada kriteria di atas maka dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah Provinsi Maluku belum mampu menentukan arah strategi kebijakan pengembangan perekonomian wilayah yang berbasis pada potensi lokal wilayah. Hal ini dapat dilihat dari besarnya peran pemerintah daerah Provinsi Maluku yang lebih mengutamakan pencapaian pertumbuhan ekonomi dari sektor-sektor terbesar dalam analisis multiplier effect. Biasanya pemerintah daerah lebih menggunakan kriteria angka pengganda untuk

12 194 perencanaan pembangunan wilayah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Sektor-sektor terbesar berdasarkan kriteria multiplier effect tidak memperlihatkan sektor-sektor yang berbasis pada kapasitas atau potensi lokal (local spesific) wilayah. Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan dengan potensi lokalnya yang besar di sektor pertanian tidak memperlihatkan besarnya peran sektor-sektor ini. Umumnya sektor-sektor yang memiliki nilai pengganda terbesar adalah sektor-sektor yang bukan merupakan sektor yang berbasis potensi lokal wilayah hal ini dapat dilihat pada Tabel Dari hasil analisis multiplier effect tersebut terlihat bahwa pemerintah daerah lebih mengutamakan aspek pengganda pada output, pendapatan tenaga kerja sehingga diindikasikan pemerintah daerah lebih mengejar tingkat pertumbuhan ekonomi dalam menentukan perencanaan pembangunan di Provinsi Maluku. Konektivitas sepuluh sektor terbesar berdasarkan kriteria analisis terhadap struktur output, nilai tambah bruto, multiplier effect intersectoral linkages memperlihatkan aya keunggulan sektoral yang berbeda diantara kriteria-kriteria analisis tersebut. Perbedaan hasil analisis tersebut yang dilakukan berdasarkan hasil konektivitas diantara kriteria-kriteria analisis input- Output memperlihatkan bahwa pemerintah daerah Provinsi Maluku belum mampu mengidentifikasikan/menemukenali sektor-sektor unggulan wilayahnya yang berbasis potensi lokal (local spesific) wilayah kepulauan masih kuatnya daya tarik pusat pertumbuhan Kota Ambon dari wilayah lain di sekitarnya.

13 Tabel 32. Sepuluh Sektor Terbesar dari Struktur Output, Nilai Tambah Bruto dengan Angka Pengganda (Multiplier Effect), Tahun 2007 No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai 1 44 Perdaganga n besar Perdagangan besar barang lain dari kayu hasil hutan 2 21 Perikanan Perikanan Bangunan Pemerintaha n umum pertahanan Pemerintahan umum pertahanan Bangunan Ubi kayu Air penggergaji an kayu udara Cengkih bangunan darat Cengkih Air darat bangunan udara Kelapa kayu lapis penggergajia n kayu roti, biskuit sejenisnya kain tenun makanan kertas barang cetakan penggilingan padi Sumber: Tabel Inpuit-Output Provinsi Maluku Updating, Tahun Data Diolah Bangunan barang lain dari kayu hasil kayu lapis Penggergaji an kayu penggilinga n padi bangunan minyak hewan nabati kain tenun gula makanan Pedagang besar penggergajia n kayu bangunan kayu lapis udara roti, biskuit sejenisnya makanan Jasa sosial kemanusiaa n penggilinga n padi barang lain dari kayu hasil hutan

14 196 Tabel 33. Sektor Unggulan Berdasarkan Kriteria Struktur Output, Nilai Tambah Bruto Multiplier Effect, Tahun 2007 No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai Perdagangan besar Perdagangan besar kayu lapis kayu lapis kayu lapis Perikanan Perikanan roti, biskuit sejenisnya minyak hewan nabati roti, biskuit sejenisnya Pemerintahan umum pertahanan Pemerintahan umum pertahanan makanan makanan makanan Air Air penggilingan padi penggilingan padi penggilingan padi darat darat bangunan bangunan Sumber: Tabel Inpuit-Output Provinsi Maluku Updating, Tahun Data Diolah

15 Tabel 34. Sepuluh Sektor Terbesar dari Struktur Output, Nilai Tambah Bruto dengan Keterkaitan Antarsektor (Intersectoral Linkages), Tahun 2007 No Kode Sektor Nilai No Kode Perdagangan besar Uraian Sektor Perdagangan besar Nilai No Kode Sektor Perikanan Perikanan Pemerintahan umum pertahanan Pemerintahan umum pertahanan barang lain dari kayu hasil hutan kayu lapis penggergajian kayu Kaitan ke Belakang No Kode Bangunan Ubi kayu Bangunan Air Cengkih penggergajian kayu udara bangunan darat roti, biskuit sejenisnya makanan kerangkerangan Uaraian Sektor Pedagang besar pengila-ngan minyak bumi Kayu gelondongan semen bahan galian bukan logam Kaitan ke Depan Padi Cengkih Air gula darat udara bangunan Kelapa Sumber: Tabel Inpuit-Output Provinsi Maluku Updating, Tahun Data Diolah kain tenun minyak hewan nabati kerangkerangan pupuk kimia barang dari karet kertas barang cetakan Air bersih kain tenun

16 198 Tabel 35. Sektor Unggulan Berdasarkan Kriteria Struktur Output, Nilai Tambah Bruto dengan Keterkaitan Antarsektor (Intersectoral Linkages), Tahun 2007 No Kode Sektor Nilai No Kode Uraian Sektor Nilai No Kode Sektor Perdagangan besar Perdagangan besar Perikanan Perikanan Pemerintahan umum pertahanan Pemerintahan umum pertahanan Air Air darat darat bangunan bangunan Sumber: Tabel Inpuit-Output Provinsi Maluku Updating, Tahun Data Diolah kerangkerangan kain tenun Kaitan ke Belakang No Kode Uaraian Sektor kerangkerangan kain tenun Kaitan ke Depan

17 Tabel 36. Sepuluh Sektor Terbesar dari Pengganda (Multiplier Effect) dengan Keterkaitan Antarsektor (Intersectoral Linkages), Tahun 2007 No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor 1 35 barang lain dari kayu hasil hutan 2 43 Bangunan kayu lapis penggergajia n kayu roti, biskuit sejenisnya kain tenun makanan kertas barang cetakan penggilingan padi Bangunan barang lain dari kayu hasil kayu lapis Penggergajia n kayu penggilingan padi bangunan minyak hewan nabati kain tenun gula makanan Pedagang besar penggergajia n kayu bangunan kayu lapis udara roti, biskuit sejenisnya makanan Jasa sosial kemanusiaan penggilingan padi barang lain dari kayu hasil hutan Sumber: Tabel Inpuit-Output Provinsi Maluku Updating, Tahun Data Diolah barang lain dari kayu hasil hutan kayu lapis penggergajia n kayu Kaitan ke Belakang No Kode Bangunan roti, biskuit sejenisnya makanan kerangkerangan Uaraian Sektor Pedagang besar pengilangan minyak bumi Kayu gelondong an semen bahan galian bukan logam Kaitan ke Depan Padi gula kain tenun minyak hewan nabati kerangkerangan pupuk kimia barang dari karet kertas barang cetakan Air bersih kain tenun

18 200 Tabel 37. Sektor Unggulan Berdasarkan Kriteria Multiplier Effect dengan Keterkaitan Antarsektor (Intersectoral Linkages), Tahun 2007 No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor kayu lapis roti, biskuit sejenisnya makanan penggilingan padi kayu lapis minyak hewan nabati makanan penggilingan padi kayu lapis roti, biskuit sejenisnya makanan penggilingan padi Sumber: Tabel Inpuit-Output Provinsi Maluku Updating, Tahun Data Diolah kerangkerangan kain tenun Kaitan ke Belakang No Kode Uaraian Sektor kerangkerangan kain tenun Kaitan ke Depan

19 Tabel 38. Keunggulan Sektoral dari Struktur Output, Nilai Tambah Bruto, Pengganda, Keterkaitan Antarsektor, Tahun 2007 No Kode Sektor Nilai NoKode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Kaitan ke belakang No Kode Sektor Kaita n ke depan Perdagan gan besar Perdaganga n besar barang lain dari kayu hasil hutan Bangun an Pedagan g besar kayu lapis Pedaga ng besar Perikanan Perikanan Bangunan barang lain dari kayu hasil pengger gajian kayu Bangun an pengila -ngan minyak bumi Pemerinta han umum pertahana n Pemerintah an umum pertahanan kayu lapis kayu lapis banguna n roti, biskuit sejenisn ya Kayu gelond ongan Bangunan Ubi kayu penggergaji an kayu Pengge rgajian kayu kayu lapis makana n minuma n semen bahan galian bukan logam Air Cengkih roti, biskuit sejenisnya penggil ingan padi Angkuta n udara kerangkeranga n Padi penggerga jian kayu bangunan kain tenun bangun an roti, biskuit sejenisn ya kain tenun kerangkerang an udara darat minyak hewan nabati makanan minuma n minyak hewan nabati pupuk kimia barang dari karet Cengkih Air makanan kain tenun Jasa sosial kemanus iaan penggili ngan padi kertas barang cetakan

20 darat udara kertas barang cetakan gula penggili ngan padi tekstil bahan dari kulit alas kaki Air bersih bangunan Kelapa penggilinga n padi makana n minum an barang lain dari kayu hasil hutan kertas barang cetakan kain tenun Sumber: Tabel Inpuit-Output Provinsi Maluku Updating, Tahun Data Diolah

21 Tabel 39. Konektivitas Sektor Unggulan Berdasarkan Kriteria Struktur Output, Nilai Tambah Bruto, Multiplier Effect Keterkaitan Antarsektor (Intersectoral Linkages), Tahun 2007 No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Perdagang Perdagang an besar kayu kerangkeranga an besar kayu kerangkerangan lapis kayu lapis lapis n 2 21 Perikanan Perikanan Pemerinta han umum pertahana n Air darat bangunan Pemerinta han umum pertahana n Air darat bangunan roti, biskuit sejenisnya makanan penggilingan padi Sumber: Tabel Inpuit-Output Provinsi Maluku Updating, Tahun Data Diolah minyak hewan nabati makana n minum an penggil ingan padi roti, biskuit sejenisnya makanan penggiling an padi kain tenun Kaitan ke belakang NoKode Sektor kain tenun Kaita n ke depan

22 Kebijakan Final Demand Impacts Terhadap Sektor-Sektor Perekonomian Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku Berdasarkan penentuan sektor unggulan wilayah yang telah dilakukan terdahulu maka Provinsi Maluku sebagai wilayah berbasis bahari/maritim perlu menguji final demand impacts sebagai salah satu terapan analisis kompenen permintaan akhir dari sektor-sektor yang berpengaruh di wilayah kepulauan ini. Sebagai terapan pada salah satu komponen permintaan akhir yakni ekspor dari sektor-sektor yang berhubungan dengan karakteristik wilayah maka diperoleh hasil output permintaan akhir dari beberapa sektor yang memiliki indikator ekonomi wilayah kepulauan. Sektor-sektor yang dianggap berbasis wilayah kepulauan seperti, sektor angkutan udara (49), darat (47), air (48), perikanan dilakukan kombinasi antarsektor sekaligus diperlihatkan pada Tabel 32. Cara simulasi pada final demand impacts dilakukan sebagai bagian dari simulasi perubahan output bila pemerintah daerah Provinsi Maluku ingin melihat dampak dari shock permintaan akhir sektorsektor yang berbasis wilayah kepulauan terhadap arah strategi kebijakan pembangunan wilayah kepulauan. Terlihat jelas beberapa sektor yang mengalami perubahan output dampak total yang diberikan untuk output perekonomian wilayah Provinsi Maluku dari dampak shock permintaan akhir yang dilakukan. Dampak perubahan output sektor-sektor tersebut dapat dilihat melalui simulasi yang di gambarkan sesuai pada Tabel 40.

23 Tabel 40. Sepuluh Sektor Penerima Terbesar Dampak Shock Output Final Demad Impacts Terhadap Perekonomian Wilayah Provinsi Maluku, Tahun 2007 Dampak Shock Output Final Demand Impacts SIM 1 (AU) SIM 2 (AD) SIM 3 (AA) SIM 4 (Prkn) SIM 5 (AU+AD+AA+Prkn) No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai No Kode Sektor Nilai Perdagang Perdagan Perdaganga Perdagangan an besar gan besar Penggilinga 1 44 n besar besar n padi pengilangan minyak bumi pengilang an minyak bumi Perikanan Perikanan bangunan makanan air darat udara bangunan makanan air pengilang an minyak bumi Perikanan makanan bangunan udara darat Perdagangan besar makanan pengilangan minyak bumi barang lain dari kayu hasil hutan air bangunan pengilangan minyak bumi makanan bangunan Ubi kayu Kelapa gula Ubi kayu Ubi kayu Ubi kayu udara Jasa sosial kemanusiaan Komunikasi Kelapa Kelapa Ubi kayu Komunikasi Ket: SIM 1 = Shock Sektor Udara (AU) SIM 2 = Shock Sektor Darat (AD) SIM 3 = Shock Sektor Air (AA) SIM 4 = Shock Sektor Perikanan (Prkn) SIM 5 = Shock Sektor AU + AD + AA + Prkn 205

24 Kebijakan Peningkatan Output dari Shock Permintaan Akhir di Sektor Udara (SIM 1) Kebijakan peningkatan output dari shock permintaan akhir (final demand impacts) pada salah sektor ekonomi wilayah atau komponen permintaan akhir yakni ekspor dari sektor angkutan udara (49) bila naik sebesar 1 juta rupiah. Dampak kebijakan shock permintaan akhir peningkatan output dari sektor angkutan udara cukup memberi dampaknya pada setiap sektor total perekonomian wilayah secara keseluruhan. Hasil shock permintaan akhir dari sektor angkutan udara (49) seperti terlihat pada tabel. 36 menunjukkan ada sepuluh sektor terbesar yang menerima dampak shock tersebut. Sepuluh sektor tersebut adalah: perdagangan besar (44), industri pengilangan minyak bumi (24), industri (40), perikanan (21), sewa bangunan (54), industri makanan (30), angkutan air (48), angkutan darat (47), ubi kayu (3) komunikasi (51). Sebagai wilayah kepulauan dengan keunggulan bahari/maritimnya maka sektor perikanan menerima dampak dari shock sektor angkutan udara berada pada posisi ke- 4. Sektor perikanan mengalami perubahan output sebesar Rp segkan secara keseluruhan dampak total yang diberikan untuk output perekonomian wilayah kepulauan Provinsi Maluku sebesar Rp Dampak shock permintaan akhir dari sektor angkutan udara lebih dirasakan perubahan outputnya oleh sektor diluar sektor perikanan seperti, sektor perdagangan besar (44) disamping sektor-sektor industri, sektor angkutan komunikasi. Segkan sektor pertanian tanaman ubi-ubian seperti

25 207 ubi kayu merupakan salah satu sektor berpotensi pada urutan ke-9 mengalami perubahan output dari dampak shock permintaan akhir sektor angkutan udara Kebijakan Peningkatan Output dari Shock Permintaan Akhir di Sektor Darat (SIM 2) Kebijakan peningkatan output dari shock permintaan akhir (final demand impacts) pada salah sektor ekonomi wilayah atau komponen permintaan akhir yakni ekspor dari sektor angkutan darat (47) bila naik sebesar 1 juta rupiah. Dampak kebijakan shock permintaan akhir peningkatan output dari sektor angkutan darat memberi dampak perubahan output yang diterima oleh setiap sektor total perekonomian wilayah secara keseluruhan. Hasil shock permintaan akhir dari sektor angkutan darat (47) seperti terlihat pada tabel. 36 ada sepuluh sektor terbesar yang menerima dampak shock tersebut. Sepuluh sektor tersebut adalah: perdagangan besar (44), industri pengilangan minyak bumi (24), industri (40), perikanan (21), angkutan udara (49), sewa bangunan (54), industri makanan (30), angkutan air (48), ubi kayu (3), kelapa (12). Kebijakan peningkatan output permintaan akhir sektor angkutan darat (47) mampu merubah output dari sektor-sektor terbesar di atas. Terlihat dengan sangat jelas bahwa sektor yang paling besar menerima dampak dari shock permintaan akhir di sektor angkutan darat adalah sektor perdagangan besar (44) yaitu sebesar Rp diikuti oleh sektor. Secara keseluruhan dampak total yang diberikan untuk output perekonomian wilayah Provinsi Maluku sebesar Rp

26 208 Sektor ubi kayu (3) kelapa (12) merupakan sektor pertanian tanaman pangan masih merupakan sektor yang mampu memenuhi kebutuhan pangan di wilayah ini. Kedua sektor tersebut sebenarnya mampu menjadi andalan ekspor ke wilayah lain karena memiliki nilai perubahan output yang positif. Dengan demikian sektor ubi kayu (3) kelapa (12) selain perikanan (21) sektor-sektor tersebut berpeluang menjadi komoditi ekspor Provinsi Maluku Kebijakan Peningkatan Output dari Shock Permintaan Akhir di Sektor Air (SIM 3) Kebijakan peningkatan output dari shock permintaan akhir (final demand impacts) pada salah sektor ekonomi wilayah atau komponen permintaan akhir yakni ekspor dari sektor angkutan air (48) bila naik sebesar 1 juta rupiah. Dampak kebijakan shock permintaan akhir peningkatan output dari sektor angkutan darat memberi dampak perubahan output yang diterima oleh setiap sektor total perekonomian wilayah secara keseluruhan. Dampak shock permintaan akhir dari sektor angkutan air (48) seperti terlihat pada Tabel. 32 ada sepuluh sektor terbesar yang menerima dampak shock tersebut. Sepuluh sektor tersebut adalah: perdagangan besar (44), industri pengilangan minyak bumi (24), perikanan (21), industri (40), industri makanan (30), sewa bangunan (54), angkutan udara (49), angkutan darat (47), ubi kayu (9), kelapa (12). Sepuluh sektor terbesar seperti pada tabel 36. terlihat sektor yang paling besar menerima dampak shock permintaan akhir sektor angkutan air (48) adalah sektor perdagangan besar (44) yang berubah outputnya sebesar Rp Segkan sektor perikanan yang termasuk sepuluh sektor terbesar

27 209 menempati urutan/posisi ke-3 dengan perubahan output sebesar Rp artinya sektor perikanan mengalami perubahan output yang cukup besar dibandingkan shock dari sektor angkutan udara (49) maupun angkutan darat (47) terhadap sektor ini. Secara keseluruhan dampak total yang diberikan untuk output perekonomian wilayah Provinsi Maluku adalah sebesar Rp Bila dilihat dari dampak total yang diberikan untuk output perekonomian wilayah shock sektor angkutan air (48) masih lebih rendah dari shock sektor angkutan udara (49) Kebijakan Peningkatan Output dari Shock Permintaan Akhir di Sektor Perikanan (SIM 4) Kebijakan peningkatan output dari shock permintaan akhir (final demand impacts) pada salah sektor ekonomi wilayah atau komponen permintaan akhir yakni ekspor dari sektor perikanan (21) bila naik sebesar 1 juta rupiah. Dampak kebijakan shock permintaan akhir peningkatan output dari sektor angkutan darat memberi dampak perubahan output yang diterima oleh setiap sektor total perekonomian wilayah secara keseluruhan. Dampak shock permintaan akhir dari sektor perikanan (21) seperti terlihat pada tabel. 36 ada sepuluh sektor terbesar yang menerima dampak shock tersebut. Sepuluh sektor tersebut adalah: industri penggilingan padi (25), perdagangan besar (44), industri makanan (30), industri pengilangan minyak bumi (24), industri barang lain dari kayu hasil hutan (35), industri (40), angkutan air (48), sewa bangunan (54), angkutan udara (49) ubi kayu (9).

28 210 Sektor paling besar menerima dampak shock permintaan akhir adalah sektor industri penggilingan padi (25) dimana perubahan output dari shock sektor perikanan adalah sebesar Rp Segkan sektor perdagangan besar yang termasuk sepuluh sektor terbesar selalu menempati posisi ke- 1 dari shock terdahulu menempati urutan/posisi ke-2. Shock sektor perikanan memberikan perubahan output pada sektor perdagangan besar (44) sebanyak Rp Secara keseluruhan dampak total yang diberikan untuk output perekonomian wilayah Provinsi Maluku dari shock permintaan akhir sektor perikanan (21) adalah sebesar Rp Dilihat dari dampak total yang diberikan untuk output perekonomian wilayah maka shock sektor perikanan memberikan output perekonomian wilayah Provinsi Maluku lebih besar dari shock sektor angkutan udara (49), darat (47) udara (48). Dengan demikian dapat dikatakan wilayah kepulauan Provinsi Maluku yang berbasis bahari/maritim sangat bergantung pada shock yang berhubungan dengan sektor perikanan dibandingkan sektor Kebijakan Peningkatan Output dari Shock Permintaan Akhir di Sektor Udara, Darat, Air Perikanan (SIM 5) Kebijakan peningkatan output dari shock permintaan akhir (final demand impacts) pada kombinasi beberapa sektor ekonomi wilayah secara bersamaan atau komponen permintaan akhir yakni ekspor dari sektor angkutan udara (49), darat (47), air (48) sektor perikanan (21) bila sektor-sektor tersebut naik sebesar Rp. 1 juta. Dampak kebijakan shock permintaan akhir peningkatan output dari sektor-sektor tersebut memberi dampak perubahan output

29 211 yang diterima oleh setiap sektor total perekonomian wilayah secara keseluruhan. Hasil shock permintaan akhir dari sektor angkutan udara (49),darat (47), air (48) perikanan (21) seperti terlihat pada tabel. 36 ada sepuluh sektor terbesar yang menerima dampak shock tersebut. Sepuluh sektor tersebut adalah: perdagangan besar (44), industri pengilangan minyak bumi (24), industri (40), industri makanan (30), sewa bangunan (54), ubi kayu (3), kelapa (12), industri gula (29), jasa sosial kemanusiaan (57) komunikasi (51) Sektor paling besar menerima dampak shock permintaan akhir dari keempat sektor yang di shock secara bersamaan adalah sektor perdagangan besar (44). Perubahan output dari shock ke empat sektor tersebut adalah sebesar Rp Secara keseluruhan dampak total yang diberikan terhadap output perekonomian wilayah Provinsi Maluku dari shock permintaan akhir sektor angkutan udara (49), darat (47), air (48) perikanan (21) adalah sebesar Rp Hal ini berarti Provinsi Maluku mengalami perubahan output perekonomian wilayahnya yang cukup besar dari shock yang dilakukan secara bersamaan. Simulasi kombinasi antarsektor secara bersamaan/sekaligus memberikan dampak peningkatan output pada sektor-sektor yang menerima shock permintaan akhir di sektor angkutan udara (49), darat (47), air (48) perikanan (21) Penentuan Sektor Unggulan Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku Keunggulan suatu wilayah sangat berkaitan dengan kapasitas atau potensi lokal (local spesific) wilayahnya. Dengan kapasitas atau potensi lokalnya

30 212 maka wilayah tersebut seharusnya mampu mengidentifikasi atau menemukenali sektor-sektor unggulan yang berbasis pada karakteristik wilayahnya. Untuk itu mengembangkan potensi-potensi yang ada di wilayah tersebut akan sangat menentukan dinamika pembangunan perekonomian wilayah. Dinamika perekonomian wilayah seperti wilayah kepulauan Provinsi Maluku dapat dipacu lebih tinggi lagi karena memiliki keunggulan-keunggulan seperti: 1. Keunggulan sumberdaya (potensi). 2. Keunggulan lokasi. Keunggulan sumberdaya (potensi) berhubungan dengan alokasi pemanfaatan sumberdaya wilayah (kawasan) segkan keunggulan lokasi berhubungan dengan struktur tata ruang kawasan yang bersangkutan. Keunggulan wilayah seperti sumberdaya lokasi harus didukung dengan kemampuan fasilitas pelayanan di wilayah tersebut. Sesuai dengan pemahaman diatas maka sektor unggulan pada kawasan sentra produksi di wilayah kepulauan Provinsi Maluku harus: 1. Sesuai dengan karakteristik atau potensi lokal (local spesific) wilayah. 2. Mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada di wilayahnya. 3. Dapat berkembang harus didukung dengan kemampuan fasilitas pelayanan pada pusat-pusat pengembangan. 4. Berkelanjutan (sustainable). Potensi sektor unggulan Provinsi Maluku dibangun atas kemampuan kapasitas potensi kemampuan wilayahnya dengan tidak terlepas dari konsep pengembangan wilayah kepulauan yang dianut. Berdasarkan hasil analisis Input- Output maka dapat dikatakan bahwa Provinsi Maluku belum mampu

31 213 mengidentifikasi/menemukenali serta menentukan sektor-sektor unggulannya. Hal ini dapat dilihat dari analisis yang dilakukan secara konektivitas di antara kriteria struktur output, nilai tambah bruto, multiplier effect intersectoral linkages. penentuan sektor unggulan wilayah kepulauan Provinsi Maluku yang dapat dilihat pada Tabel 39. Penentuan sektor unggulan melalui simulasi output final demand impacts merupakan salah satu skenario yang di harapkan dapat menjadi acuan penentuan arah strategi kebijakan Provinsi Maluku ke depan. Simulasi ini memberikan gambaran sektor-sektor berbasis wilayah kepulauan mampu digerakan bila ada kebijakan shock permintaan akhir dari sektor-sektor potensi di wilayah ini. Hasil simulasi yang dilakukan pada sektor-sektor berbasis wilayah kepulauan simulasi kombinasi antarsektor yang potensial secara sekaligus menunjukkan bahwa sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang mengalami perubahan output terbesar dari kebijakan shock permintaan akhir. Dampak shock ini secara keseluruhan memperlihatkan bahwa sektor-sektor yang mengalami perubahan output belum semuanya sesuai dengan karakteristik Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan terbesar di Indonesia. Hasil simulasi shock permintaan akhir dapat dilihat pada Tabel 40. Secara menyeluruh dengan aya kenaikan permintaan akhir pada sektor-sektor yang dianggap berbasis karakteristik wilayah kepulauan menunujukkan sektor perdagangan besar merupakan sektor terbesar yang menerima perubahan output dari shock permintaan akhir dari simulasi yang dilakukan.

32 Arah Strategi Kebijakan Pengembangan Sektor Unggulan di Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku Arah pengembangan ekonomi wilayah kepulauan seperti Provinsi Maluku perlu diarahkan pada pengembangan sektor-sektor unggulan yang berbasis kapasitas atau potensi lokalnya. Dalam pelaksanaan pembangunan daerah khususnya wilayah kepulauan dengan potensi lokalnya yang cukup besar biasanya menemui berbagai kendala terutama didalam mengembangkan kawasan sentra produksi sektor unggulan. Dengan demikian seharusnya arah pengembangan sektor unggulan di wilayah kepulauan Provinsi Maluku lebih diarahkan untuk memacu atau mendorong sektor-sektor yang berbasis kapasitas atau potensi lokalnya. Selain itu berbagai program pembangunan lebih bersifat pendekatan proyek belum diarahkan pada upaya untuk menjadikan wilayah kepulauan sebagai sentra produksi yang berbasis potensi lokal. Terbatasnya infrastruktur di wilayah kepulauan juga menjadi kendala dalam mengembangkan wilayah-wilayah pinggiran (periphery) sehingga menimbulkan daya tarik pusat pertumbuhan (growth pole) terhadap wilayah lain disekitarnya. Strategi kebijakan pembangunan ekonomi wilayah kepulauan Provinsi Maluku didasarkan kepada berbagai komitmen yang dibangun diantara pembuat maupun pengambil kebijakan pembangunan wilayah. Berbagai komitmen perlu dibangun sebagai upaya memacu atau mendorong sektor-sektor yang berbasis potensi lokal wilayahnya. Aya kebijakan pengembangan sektor unggulan yang berbasis potensi wilayah perlu diukur dari kemampuan mengidentifikasi/ menemukenali sektor unggulannya. Dengan kemampuan mengidentifikasi/ menemukenali sektor unggulan wilayah maka perlu aya penguatan sektorsektor prime mover seperti sektor pengangkutan komunikasi, jasa sektor

33 215. Untuk itu bertolak dari kebijakan yang dibangun hendaknya memiliki kemampuan strategis pengembangan wilayah. Kebijakan strategis tersebut perlu diarahkan pada pengembangan semua sektor-sektor unggulan wilayah guna mendukung kawasan sentra produksi sektor unggulan menjadikan wilayahnya sebagai sentra pengembangan sektor unggulan dalam kerangka penciptaan pusatpusat pertumbuhan baru (new growth poles) serta menjadikan masyarakat setempat sebagai stake holder pelaku utama pembangunan diwilayahnya. Kebijakan strategis selanjutnya perlu berbasis kapasitas atau potensi lokal (local spesific) wilayah yang dimilikinya mampu menjamin keberlanjutan (sustainability) dari sektor-sektor yang menjadi sektor unggulan wilayahnya. Oleh karena itu pengembangan sektor unggulan wilayah pada setiap wilayah kabupaten/kota di Provinsi Maluku harus mempertimbangkan aspek ketersediaan potensi sektor unggulan, aksesbilitas fasiitas pelayanan pusat-pusat pengembangan serta keberlanjutannya dalam jangka panjang. Untuk strategi kebijakan program pengembangan ekonomi wilayah kepulauan berbasis kapasitas atau potensi lokal (local spesific) bahari/maritim diarahkan untuk: 1. Mengidentifikasi/menemukenali serta menentukan sektor-sektor unggulan (key sectors) yang berbasis pada kapasitas atau potensi lokal wilayah (local spesific) Provinsi Maluku yaitu berbasis bahari/maritim. 2. Penyusunan rencana pemanfaatan potensi lokal (local spesific) wilayah di setiap wilayah pada level kabupaten/kota kepulauan Provinsi Maluku. 3. Pendayagunaan semua sektor pendukung utama (leading sectors) terhadap sektor-sektor yang berbasis potensi lokal wilayahnya menjadi sektor unggulan (key sectors).

34 Mendorong penciptaan pusat-pusat pertumbuhan baru (new growth poles) pada wilayah kabupaten atau di wilayah sekitar pusat pertumbuhan tidak terpusat pada satu pusat pertumbuhan saja yaitu di Kota Ambon. 5. Terbentuknya kawasan sentra produksi (KSP) sektor unggulan wilayah yang dapat mendukung perkembangan ekonomi kawasan di wilayah Provinsi Maluku sehingga percepatan perluasan pengembangan ekonomi wilayah pinggiran (periphery) dapat dipacu sesuai dengan kapasitas atau potensi local wilayahnya (local specific). 6. Terbentuknya keterkaitan (konektivitas) diantara sektor-sektor terunggul yang menjadi sektor unggulan dengan sektor terlemah namun berpotensi berkembang sesuai potensi lokal wilayah saling menguntungkan. 7. Mempertahankan keberlanjutan (sustainability) sektor-sektor unggulan wilayah dalam jangka panjang. 8. Meningkatkan infrastruktur wilayah kepulauan untuk lebih berdaya guna berhasil guna terutama dengan keterkaitannya dengan keunggulan sektoral dari tiap wilayah. 9. Meningkatkan sektor-sektor unggulan wilayah kepulauan terutama yang memiliki keterkaitannya dengan local spesific wilayah yakni bahari/maritim. 10. Sektor-sektor yang memiliki keterkaitan dengan local spesific bahari/maritim adalah sektor perikanan, jasa transportasi komunikasi.

IX. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Maluku, maka dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut:

IX. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Maluku, maka dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut: IX. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pengembangan kawasan sentra produksi dalam meningkatkan perekonomian wilayah kepulauan Provinsi Maluku,

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi

Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi 263 Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi Kode Nama Sektor 1 Padi 2 Jagung 3 Ubi Kayu 4 Ubi-Ubian Lainnya 5 Kacang-kacangan 6 Sayuran dataran ttinggi 7 Sayuran dataran rendah 8 Jeruk 9 Pisang 10 Buah-buahan

Lebih terperinci

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN. kebijakan pembangunan antara wilayah/negara daratan (continental/landlock

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN. kebijakan pembangunan antara wilayah/negara daratan (continental/landlock BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka pemikiran berdasarkan teori yang digunakan dapat menjelaskan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Berbagai kajian atau teoriteori pengembangan wilayah secara umum

Lebih terperinci

ABSTRACT. Development centers, input-output, scalogram, key sectors, final demand Impact, service fascilities.

ABSTRACT. Development centers, input-output, scalogram, key sectors, final demand Impact, service fascilities. ABSTRACT IZAAC TONNY MATITAPUTTY. Development of Production Centers Area in Improving Archipelago Region Economy in the Province of Maluku. (KUNTJORO as Chairman, HARIANTO and D.S. PRIYARSONO as Members

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rona wilayah yang heterogen terdiri dari pulau-pulau. Menurut Yakub (2004),

I. PENDAHULUAN. rona wilayah yang heterogen terdiri dari pulau-pulau. Menurut Yakub (2004), I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan bagian dari wilayah di permukaan bumi, memiliki rona wilayah yang heterogen terdiri dari pulau-pulau. Menurut Yakub (2004), bentuk-bentuk rona suatu

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU

VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 8.1. Kemampuan Fasilitas Pelayanan Pusat Pengembangan Analisis kemampuan fasilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN 7.1. Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan Peran strategis suatu sektor tidak hanya dilihat dari kontribusi terhadap pertumbuhan output, peningkatan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan berbagai potensi besar yang dimilikinya baik potensi alam, sumberdaya manusia, maupun teknologi tentunya memiliki berbagai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Struktur Perkonomian Sektoral Struktur perekonomian merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap struktur Produk Domestik

Lebih terperinci

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN 5.1. Posisi Pertambangan Batubara Indonesia dalam Pasar Global Seiring dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak bumi (BBM) dan semakin

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Pulau Kalimantan sangat kaya akan sumberdaya alam

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu. 1. Sektor industri pengolahan memiliki peranan penting terhadap perekonomian Jawa Barat periode

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah kesatuan ekosistem sumber daya alam hayati beserta lingkungannya yang tidak terpisahkan. Hutan merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA Andi Tabrani Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Identification process for

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN 6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada

Lebih terperinci

JURNAL AKUNTANSI & EKONOMI FE. UN PGRI Kediri Vol. 2 No. 2, September 2017

JURNAL AKUNTANSI & EKONOMI FE. UN PGRI Kediri Vol. 2 No. 2, September 2017 PERAN SEKTOR BERBASIS INDUSTRI PADA PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TIMUR (Pendekatan Input-Output) Edy Santoso FEB - Universitas Jember edysantoso@unej.ac.id Abstract The development of industrial sector strongly

Lebih terperinci

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 17.968.449 19.510.919 1.542.470 8,58 2 Usaha Menengah (UM) 23.077.246 25.199.311 2.122.065 9,20 Usaha Kecil

Lebih terperinci

Agriekonomika, ISSN SEKTOR PERTANIAN MERUPAKAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI MALUKU

Agriekonomika, ISSN SEKTOR PERTANIAN MERUPAKAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI MALUKU SEKTOR PERTANIAN MERUPAKAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI MALUKU Esther Kembauw1, Aphrodite Milana Sahusilawane1, Lexy Janzen Sinay2 Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini V. ANALISA SISTEM 5. Agroindustri Nasional Saat Ini Kebijakan pembangunan industri nasional yang disusun oleh Departemen Perindustrian (5) dalam rangka mewujudkan visi: Indonesia menjadi Negara Industri

Lebih terperinci

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO 3.1. Perkiraan Kondisi Ekonomi Tahun 2006 Stabilitas perekonomian merupakan syarat untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam hal ini pemerintah sebagai

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN Simulasi kebijakan merupakan salah satu cara yang lazim dilakukan untuk mengambil suatu kebijakan umum (public policy). Dalam penelitian ini, dilakukan berberapa skenario

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi dengan memfokuskan peningkatan investasi pemerintah dan swasta pada sektor unggulan (prime sector) yaitu sektor pertanian, selama ini belum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: a. Sektor ekonomi Kota Bandar Lampung

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA OLEH MUHAMMAD MARDIANTO 07114042 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA

SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA Dr. Slamet Sutomo Deputi Kepala Badan Pusat Statistik Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS-Statistik Statistik Indonesia Forum Kepala Bappeda

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT 5.1. Peran Infrastruktur dalam Perekonomian Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013 OUTLINE V PENUTUP III II I PENDAHULUAN PERKEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN DAN

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Banyuwangi memiliki peran strategis dalam pembangunan daerah di Jawa Timur baik dari sisi ekonomi maupun letak geografis. Dari sisi geografis, Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks desentralisasi ekonomi maka setiap daerah harus kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks desentralisasi ekonomi maka setiap daerah harus kreatif, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam konteks desentralisasi ekonomi maka setiap daerah harus kreatif, artinya mampu mengembangkan ekonomi daerahnya dan memberikan iklim yang kondusif untuk

Lebih terperinci

PDRB Harga Berlaku Kepulauan Bangka Belitung triwulan II-2015) Rp miliar dan PDRB Harga Konstan atas dasar Rp miliar.

PDRB Harga Berlaku Kepulauan Bangka Belitung triwulan II-2015) Rp miliar dan PDRB Harga Konstan atas dasar Rp miliar. PDRB Harga Berlaku Kepulauan Bangka Belitung triwulan II-2015) Rp15.184 miliar dan PDRB Harga Konstan atas dasar Rp 11.451 miliar. Perekonomian triwulan II-2015 tumbuh sebesar 3,93 persen, namun mengalami

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2) Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI

ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN Biro Riset LMFEUI Data tahun 2007 memperlihatkan, dengan PDB sekitar Rp 3.957 trilyun, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar, yaitu Rp

Lebih terperinci

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : 1 Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : Sri Windarti H.0305039 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang.

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

ABSTRAKSI Dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, Indonesia dituntut untuk siap bersaing dengan negara-negara lain. Agar dapat bersain

ABSTRAKSI Dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, Indonesia dituntut untuk siap bersaing dengan negara-negara lain. Agar dapat bersain ANALYSIS OF LEADING SECTOR IN ECONOMIC STRUCTURE OF PROVINCIAL MALUKU 2007 (MODEL ANALYSIS OF INPUT OUTPUT) Rio Riswandi Undergraduate Program, Economy Faculty, 2010 Gunadarma University http://www.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

VI. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP OUTPUT SEKTORAL, PENDAPATAN TENAGA KERJA DAN RUMAH TANGGA

VI. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP OUTPUT SEKTORAL, PENDAPATAN TENAGA KERJA DAN RUMAH TANGGA VI. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP OUTPUT SEKTORAL, PENDAPATAN TENAGA KERJA DAN RUMAH TANGGA 6.1. Output Sektoral Kebijakan ekonomi di sektor agroindustri berupa stimulus ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengembangan sumber daya mineral yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan dapat mendukung bagi perekonomian

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu

VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL 7.1. Neraca Pariwisata Jumlah penerimaan devisa melalui wisman maupun pengeluaran devisa melalui penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri tergantung

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR SEDANG TRIWULAN III TAHUN 2011

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR SEDANG TRIWULAN III TAHUN 2011 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 66/10/21/Th.VI, 1 Nopember 2011 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR SEDANG TRIWULAN III TAHUN 2011 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT ATAS DAMPAK SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN MALUKU

ANALISIS INPUT-OUTPUT ATAS DAMPAK SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN MALUKU Volume 20 Nomor 2, 2016 213 ANALISIS INPUT-OUTPUT ATAS DAMPAK SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN MALUKU Eldo Malba 1, Iqbal M. Taher 2 Departemen Ilmu Ekonomi, Universitas Indonesia ABSTRACT As a

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 6. Analisis Input-Output 6.. Analisis Keterkaitan Keterkaitan aktivitas antar

Lebih terperinci

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO 5.1. Struktur Industri Agro Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand diawali dengan meneliti persentase

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci