I. PENDAHULUAN. rona wilayah yang heterogen terdiri dari pulau-pulau. Menurut Yakub (2004),

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. rona wilayah yang heterogen terdiri dari pulau-pulau. Menurut Yakub (2004),"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan bagian dari wilayah di permukaan bumi, memiliki rona wilayah yang heterogen terdiri dari pulau-pulau. Menurut Yakub (2004), bentuk-bentuk rona suatu wilayah dikatakan sebagai negara atau wilayah kepulauan (archipelagic state/archipelago), dari aspek fisiografinya merupakan wilayah yang tidak kompak/seragam (non contigous shape). Non contigous shape yaitu, suatu wilayah yang berbentuk fragmental (kepulauan), terpecah (broken shape), tersebar (scattered shape) dan lingkar laut (sircum marine). Sitaniapessy (2002), menyatakan wilayah kepulauan terbentuk karena adanya perbedaan karakteristik yang disebabkan oleh perbedaan aspek geografis, fisik, iklim, sosial budaya dan etnis serta adanya perbedaan pada tahap perkembangan pembangunan ekonomi wilayah. Sedangkan Monk et al. (2000), berpendapat bahwa wilayah kepulauan merupakan kumpulan pulau-pulau yang mengelompok secara bersama sebagai suatu masa daratan yang seluruhnya dikelilingi oleh laut. Aspek fisiografi di atas menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) letak geografisnya bagaikan untaian zamrud di khatulistiwa. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut terluas mencapai 3.1 juta Km 2 dan panjang pantai km atau sekitar mil terpanjang kedua setelah Kanada. Gugusan kepulauan mencapai an buah pulau, terbentang dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai Rote. Dengan belasan ribu buah pulau memberikan akses pada sumberdaya alam

2 2 wilayah yang beraneka ragam dan berlimpah untuk segera dikelola yang berbasis local spesific di bidang kelautan atau bahari/maritim (Azis, 2004). Kusumaatmaja (2005), mengatakan bahwa keunggulan sumberdaya alam dan letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) merupakan keunggulan potensi lokal (local spesific) wilayah yang strategis. Keunggulan potensi lokal sumberdaya kelautan atau bahari perlu menjadi pertimbangan di dalam mengelola kegiatan ekonomi. Oleh karena itu secara geopolitik dan geoekonomi sumberdaya tersebut seharusnya menjadikan Indonesia sebagai pusat pertumbuhan (growth pole) bagi negara-negara disekitarnya. Paradigma pembangunan selama ini berorientasi pada pembangunan wilayah daratan (continental) adanya kekeliruan tentang paradigma pembangunan yang tidak berorientasi pada konsep wilayah kepulauan (archipelago/archipelagic state) oleh Lukman (2004), dikatakan sebagai gagalnya pembangunan wilayah yang pengembangan perekonomian wilayah belum berbasis pada sektor perikanan diantaranya belum tercapainya swasembada ikan dan gagalnya kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan di sektor angkutan air (laut). Menurut Lukman sektor angkutan air (laut) merupakan salah satu sektor yang sangat berpengaruh untuk pengembangan ekonomi wilayah kepulauan sehingga harus menjadi perhatian pemerintah pusat maupun daerah. Konsep pembangunan selama ini masih dibentuk dengan paradigma pembangunan wilayah daratan (continental/landlock state) tanpa memperhatikan aspek kapasitas atau potensi lokal wilayah. Paradigma pembangunan yang berorientasi wilayah daratan ternyata menimbulkan eksploitasi (backwash effect)

3 3 secara besar-besaran dari wilayah pusat (core) terhadap wilayah pinggiran (periphery). Pemahaman pola pembangunan yang demikian ternyata menciptakan ketimpangan pembangunan (regional disparity) yaitu, tidak semua wilayah dapat merasakan hasil pembangunan yang sama dengan wilayah lain. Sehingga aspek kapasitas atau potensi lokal tidak tergarap secara optimal. Selanjutnya pemerintah daerah belum mampu menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru (new growth poles) karena belum mampu mengidentifikasi/ menemukenali dan menentukan sektor-sektor unggulan mana yang berbasis local spesific. Selain itu seluruh aktivitas perekonomian baik barang dan jasa (infrastruktur, keuangan, transportasi dan komunikasi) dan seluruh investasi terpusat pada satu pusat pertumbuhan yaitu di ibukota provinsi. Hal ini mengakibatkan munculnya persepsi investor yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan kemudahan yang diperoleh bila berinvestasi di pusat pertumbuhan. Dengan demikian wilayah di luar pusat pertumbuhan (periphery) akan semakin tertinggal dan menimbulkan regional disparity. Oleh sebab itu kebijakan-kebijakan ekonomi wilayah kepulauan (archipelagic state/archipelago) seharusnya berbasis pada kapasitas atau potensi lokal wilayah kepulauan yaitu maritim/bahari. Kebijakan ekonomi yang tidak didasari keunggulan wilayah sering mengakibatkan ketertinggalan pada wilayahwilayah lain. Sebagai contoh majunya wilayah-wilayah di Kawasan Barat Indonesia (KBI) khususnya pulau Jawa menimbulkan ketimpangan antar Jawa dengan wilayah di luar Jawa. Hal ini dapat dibuktikan dari jumlah kota/kabupaten tertinggal di Indonesia sebanyak 183 kota/kabupaten dimana 123 kota/kabupaten

4 4 berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) selain itu 62 persen luas wilayah Indonesia berada di KTI. Sebagai negara kepulauan (archipelagic state) pembuat atau pengambil kebijakan harus merubah paradigma pembangunan wilayah dari berbagai kebijakan dan strategi pembangunan yang berorientasi pada konsep wilayah daratan (landlock state/continental) menjadi wilayah kepulauan (archipelago /archipelagic state). Konsep-konsep pembangunan yang tidak didasarkan pada kapasitas atau potensi lokal wilayah dan berorientasi maritim /bahari sebagai sektor unggulan atau pada konsep wilayah kepulauan akan menjadikan wilayah di luar pulau Jawa semakin tertinggal dan menimbulkan ketimpangan antarwilayah bahkan disintegrasi bangsa. Menurut World Bank (2009), selama bertahun-tahun unsur spasial belum menjadi perhatian utama sehingga diperlukan konsep pemahaman implementasi pada satu konsep pendekatan terhadap geografi ekonomi. Dengan demikian perubahan-perubahan terhadap pergeseran struktural ekonomi wilayah dapat disesuaikan dengan potensi lokal (local spesific) wilayah setempat sesuai sektorsektor unggulannya. Berlakunya UU No.32 Tahun 2004 dan UU No.33 Tahun 2004 (sebagai revisi dari UU No.22 dan No.25 Tahun 1999) maka pemerintah daerah dituntut untuk semakin mandiri dan mampu dalam mengelola berbagai potensi sumberdaya yang ada dengan tetap memperhatikan sustainable development dari daerah tersebut. Namun seringkali kebijakan-kebijakan pemerintah pusat di era otonomi lebih memperhatikan kebijakan politis dan kurang memperhatikan karakteristik dan infrastruktur yang ada di daerah. Di sisi lain pemerintah daerah

5 5 setelah otonomi belum mampu mendorong atau mengupayakan peningkatan sektor-sektor berbasis kapasitas dan potensi (local spesific) wilayahnya. Sjafrizal (2008), menyatakan perubahan sistem pemerintahan dan pengelolaan pembangunan daerah dan terjadinya globalisasi ekonomi akan menimbulkan perubahan yang cukup dratis dalam pembangunan ekonomi daerah. Kebijakan pembangunan yang selama ini hanya merupakan pendukung kebijakan nasional mulai mengalami pergeseran sesuai dengan keinginan dan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah. Kartasasmita (1996), menyatakan pelaksanaan pembangunan wilayah harus merupakan bagian integral dari proses pembangunan nasional dan menempati posisi strategis dalam kebijakan pembangunan nasional. Sedangkan pembangunan daerah bertujuan untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat di daerah melalui perencanaan pembangunan yang serasi, selaras dan terpadu baik antarsektor dengan perencanaan daerah. Untuk itu sudah sepatutnya daerah-daerah pada era otonomi dan memiliki kewenangan atau kebebasan dalam menjalankan berbagai kebijakan pembangunan, lebih di arahkan pada pengembangan sektorsektor ekonomi yang berbasis pada kapasitas atau potensi lokal wilayah. Berdasarkan kajian-kajian atau pendapat para pakar ekonomi yang di dasarkan pada perubahan selama kebijakan otonomisasi dilakukan, maka penelitian ini diarahkan untuk menganalisis bagaimana seharusnya pembangunan ekonomi wilayah dilakukan. Kajian yang lebih mendalam mengenai berbagai potensi lokal wilayah dan tingkat perkembangan ekonomi wilayah, sudah menjadi keharusan bagi pemerintah daerah maupun pusat untuk mendorong atau memajukan wilayah-wilayah kepulauan seperti Provinsi Maluku dengan

6 6 menciptakan pusat pengembangan atau pusat-pusat pertumbuhan baru (new growth poles) sesuai dengan kapasitas atau potensi lokal wilayah berbasis maritim/bahari harus menjadi political will pemerintah daerah. Oleh sebab itu pemerintah yang berkuasa harus mereorentasi konsep pengembangan wilayah kepulauan berbasis maritim/bahari sesuai karakteristik/kearifan lokal dengan meningkatkan kemampuan fasilitas pelayanan di pusat-pusat pengembangan wilayah. Provinsi Maluku dikenal sebagai daerah seribu pulau yang juga dikenal pada masa lampau dengan sebutan The Spice Island memiliki luas wilayah seluas km 2. Provinsi ini dengan luas wilayahnya 90 persen merupakan lautan seluas km 2 dan 10 persen daratan sekitar km 2 (Bappeda Provinsi Maluku, 1999). Sebagai wilayah kepulauan yang memiliki bentuk wilayah atau rona wilayah (non contigous shape). Dengan rona wilayah kepulauan (fragmental), broken shape, scattered shape dan sicrum marine maka Maluku memiliki berbagai karakteristik dan potensi lokal wilayah yang beragam (heterogen) baik dari sisi geografi, ekonomi dan sosial budaya. Pengembangan wilayah kepulauan Provinsi Maluku yang terdiri dari pulau-pulau dan dipisahkan oleh lautan masih terfokus pada satu pusat pertumbuhan wilayah saja yaitu Kota Ambon. Lemahnya peran di sektor infrastruktur seperti sektor jasa, angkutan dan komunikasi membuat beberapa wilayah di daerah ini, hampir-hampir tidak memiliki akses keluar-masuk (exit and entry) antarwilayah bahkan di dalam wilayah administrasinya sendiri. Hal ini mengakibatkatkan wilayah di luar pusat pertumbuhan provinsi ini belum mampu mengembangkan wilayahnya sesuai kapasitas atau potensi lokal wilayahnya.

7 7 Kapasitas atau potensi lokal wilayah yang beraneka ragam dan memiliki kemampuan sumberdaya alam bahari melimpah, seharusnya Provinsi Maluku mampu untuk memacu atau mendorong keunggulan potensi sumberdaya alamnya. Keunggulan wilayah pada sumberdaya alam bahari/maritim merupakan potensi lokal seharusnya menjadi sektor unggulan dan pendorong utama (prime mover) terhadap seluruh aktivitas sektor-sektor ekonomi wilayah kepulauan ini. Sesuai kondisi wilayah Provinsi Maluku, maka kebijakan-kebijakan perencanaan pembangunan wilayah yang berbeda dengan kondisi wilayahnya dalam jangka panjang akan mengalami kegagalan. Kurang mendukungnya infrastruktur (sektor jasa, angkutan dan komunikasi) antarwilayah, antara wilayah pinggiran (periphery) dengan pusat (core) tentunya menimbulkan ketimpangan atau kesenjangan (disparity) pembangunan wilayah kabupaten/kota di Provinsi Maluku. Pada pelaksanaannya pembangunan di wilayah Maluku harus benar-benar secara agresif dan integratif dapat memberikan manfaat bagi wilayah-wilayah belakangnya (periphery). Hal ini berhubungan dengan penetapan lokasi investasi sehingga dapat meminimalisasi ketimpangan (disparity) antarwilayah dalam pemanfaatan ruang (spatial) dan potensi lokal sehingga memacu atau mendorong sektor-sektor unggulan setiap wilayah yang ada di Provinsi Maluku. Pembangunan wilayah kepulauan Provinsi Maluku yang berorientasi pada pengembangan Kawasan Sentra Produksi (KSP) sektor unggulan wilayah berbasis local spesific merupakan bagian dari arah dan strategi kebijakan pembangunan wilayah berkarakteristik kepulauan. Oleh sebab itu pembangunan di wilayah ini merupakan suatu ekuilibrium matriks lokasi yang meliputi beberapa pusat

8 8 pertumbuhan pembangunan (growth poles development) dan memiliki daerah penyangga (hinterland) sehingga mampu mendorong atau mempercepat proses pengembangan wilayah. Dengan demikian kekuatan kekuatan agglomerasi dapat menciptakan dukungan ke depan (spread effect) maupun dukungan ke belakang (backwash effect). Sehingga pusat-pusat pertumbuhan baru (new growth pole) mampu mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah secara keseluruhan dan memiliki keterkaitan ke depan maupun ke belakang (forward and backward linkages) antarwilayah (interregional) maupun antarsektor (intersectoral). Pengembangan wilayah kepulauan Provinsi Maluku berhubungan erat dengan bagaimana daerah mampu mengidentifikasi/menemukan dan menentukan serta mengelola potensi lokal wilayah yang ada. Sebagai wilayah kepulauan dengan potensi maritim/bahari mengharuskan pembangunan daerah secara tepat, efektif dan efisien serta mampu mengembangkan sektor-sektor ekonomi unggulan wilayah kepulauan di Provinsi Maluku. Dengan demikian penelitian tentang pengembangan (KSP) pada wilayah kepulauan berdasarkan kapasitas dan potensi lokal dalam meningkatkan perekonomian wilayah kepulauan Provinsi Maluku sangat perlu untuk dilakukan Perumusan Masalah Provinsi Maluku dikenal dengan sebutan daerah seribu pulau, atau The Spice Islands memiliki kapasitas atau potensi lokal (local spesific) wilayah berbasis maritim/bahari melimpah dan beraneka ragam. Kekayaan sumberdaya ini terdapat di berbagai sektor perekonomian, baik yang telah dikelola maupun yang belum dikelola secara ekonomi. Selain itu secara geografis, ekonomi wilayah kepulauan berbasis maritim/bahari ini belum menjadi perhatian serius

9 9 sebagai modal dasar penggerak utama (prime mover) pembangunan terhadap sektor pendukung lainnya. Sumberdaya alam yang melimpah dan beraneka ragam hayati serta didukung dengan jumlah penduduk yang cukup beragam kepadatannya, membuat potensi wilayah di provinsi ini belum mampu tergarap secara optimal. Kota Ambon sebagai pusat pemerintahan ibukota Provinsi Maluku memiliki jumlah penduduk yang cukup padat, berbagai aktivitas ekonomi yang cukup besar menjadikannya sebagai pusat pemasaran, perbankan, pendidikan dan lainnya. Dengan berbagai aktivitas ekonomi tersebut menjadikan Kota Ambon sebagai pusat pertumbuhan (growth pole) atau daerah inti (core region) satusatunya di Provinsi Maluku. Bila dilihat dari sisi daya pemancaran (spread effect) maupun daya dorong (backwash effect) maka kondisi seperti di atas membuat teraglomerasinya kegiatan ekonomi di Kota Ambon. Sebagai wilayah pusat pertumbuhan (growth pole) daya dorong (polarisasi) aktivitas ekonomi wilayah, Kota Ambon belum mampu atau lambat dalam memacu percepatan pembangunan ekonomi wilayah di sekitarnya (periphery) yakni kabupaten lainnya. Walaupun UU otonomi memberikan kewenangan pada setiap daerah untuk mengatur wilayahnya sendiri-sendiri tidak menjadikan kabupaten lainnya sebagai pusat pertumbuhan yang sama dengan Kota Ambon. Hal tersebut tidak terlepas dari pengaruh Kota Ambon sebagai ibukota provinsi dan besarnya aktivitas ekonomi yang terpusat di kota ini. Oleh karena itu Kota Ambon harus berperan menjadi pusat pertumbuhan wilayah (growth pole) atau daerah inti (core region) bagi wilayah lainnya. Dengan mendorong atau memacu percepatan pembangunan

10 10 ekonomi wilayah disekitarnya maka akan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan wilayah baru (new growth poles) selain Kota Ambon dan satu-satunya pusat pertumbuhan (growth pole) di Provinsi Maluku (saluran distribusi). Pengaruh lain yang cukup mempengaruhi terlambatnya pembangunan di wilayah kabupaten lain adalah adanya pengertian yang salah dari masing-masing wilayah setelah otonomi. Dimana setiap wilayah mengembangkan konsep pengembangan sektor ekonomi yang sama dengan wilayah lainnya tanpa mengidentifikasi/menentukan sektor unggulan wilayahnya. Selain itu keegoisan masing-masing wilayah masih sering diperlihatkan tanpa memperhatikan kebutuhan (needs) atau keterkaiatan (linkages) antarsektor maupun antarwilayah. Dengan demikian pembangunan di era otonomi menjadi tidak terkendali atau ketidak terpaduan pembangunan antarwilayah bahkan secara nasional. Masingmasing daerah atau wilayah lebih mengutamakan kepentingan wilayahnya sendirisendiri. Semua faktor-faktor di atas mengakibatkan rendahnya pengelolaan perekonomian wilayah yang berdampak pada pertumbuhan atau kegiatan ekonomi yang tidak optimal dan menurunnya penerimaan Produk Domestik Regional Bruto, lambatnya produktivitas sektor-sektor strategis, rendahnya fungsi dan peran infrastruktur, tingkat pengangguran tinggi sehingga pendapatan perkapita masyarakat menjadi rendah dan berpengaruh buruk terhadap berbagai kegiatan ekonomi masyarakat di daerah. Hal ini juga turut mempengaruhi peringkat daya saing Provinsi Maluku secara nasional yang berada pada posisi lima terbawah dari kondisi neraca daya saing antar provinsi di Indonesia.(Bank Indonesia, 2002)

11 11 Sebagai wilayah kepulauan Provinsi Maluku perlu memperbaiki peringkat daya saing wilayahnya. Lemahnya daya saing dari provinsi ini sering disebabkan oleh belum mampunya mengidentifikasi/menentukan sektor-sektor unggulan (key sectors) dari wilayahnya. Hal ini terbukti sejak Tahun 1999 persentase investasi domestik (% terhadap PDRB) Provinsi Maluku menduduki peringkat ke-26 sebelum pemekaran provinsi dan berada pada peringkat ke-30 setelah adanya penambahan provinsi baru yaitu sebesar 2.17 persen. Laju pertumbuhan PDRB hanya sekitar 0.20 persen, laju pertumbuhan PMA sekitar 0.39 persen. Sebagai wilayah kepulauan penggunaan angkutan laut untuk barang (arus bongkar-muat) berada pada peringkat 23 dari 33 provinsi yakni hanya sekitar juta ton/tahun. Laju pertumbuhan produktivitas sektor jasa dari Tahun 1999 berada di peringkat 28 yaitu sebesar persen dari total laju pertumbuhan sektor jasa di seluruh provinsi di Indonesia (Bank Indonesia, 2002). Kegiatan ekonomi yang terkonsentrasi (agglomerasi) di Kota Ambon menjadikannya sebagai pusat pertumbuhan (growth pole) yang tidak mampu mendorong/memacu/menciptakan pusat pertumbuhan baru di wilayah lain. Dengan demikian hal ini menciptakan ketimpangan (disparitas) pembangunan ekonomi wilayah, sehingga menimbulkan keinginan pengembangan wilayah (outer island) seperti pemekaran wilayah-wilayah baru lainnya. Adanya proses pembangunan yang bersifat eksploitasi dimasa lalu dan lebih menitikberatkan pada pengembangan wilayah daratan (continental) daripada wilayah kepulauan (archipelago) lebih didasarkan pada kepentingan politis dari pemerintahan pusat yang mempercepat pemekaran wilayah.

12 12 Guna percepatan pembangunan wilayah dan pertumbuhan sektor-sektor unggulan ekonomi wilayah kepulauan diperlukan penciptaan pusat-pusat pengembangan atau pertumbuhan baru (new growth poles) di Provinsi Maluku. Hal ini dapat dilihat dari lemahnya daya pemancaran (spread effect) dan daya dorong (backwash effect) baik dari pusat pertumbuhan Kota Ambon ke wilayah lainnya hal ini terlihat dari kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan yang berbeda dari pusat-pusat pengembangan di Provinsi Maluku. Berdasarkan latar belakang penelitian memperlihatkan Provinsi Maluku belum mampu memberdayakan keunggulan sektoralnya yang berbasis maritim/bahari sesuai kapasitas atau potensi lokal (local spesific) wilayahnya. Salah satu lemahnya daya saing sektor unggulan wilayah di Provinsi Maluku disebabkan juga karena lemah atau kurang tersedianya fasilitas pelayanan pusat pengembangan. Kurangnya kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan pusat pengembangan wilayah di Maluku dengan provinsi lain di Indonesia seharusnya menjadi rangsangan di dalam mempercepat arah dan strategi kebijakan daerah. Dengan kemampuan fasilitas pelayanan pusat pengembangan wilayah yang baik dan di dukung dengan kemampuan potensi lokal bahari/maritim akan mempercepat peningkatan pengembangan sektor-sektor unggulan wilayah di masa depan. Oleh karena itu pemerintah daerah perlu menentukan arah dan strategi kebijakan pengembangan sektor-sektor unggulan wilayah yang terpadu antarwilayah, sesuai dengan pengembangan kawasan sentra produksi secara keseluruhan dan menyentuh aspek potensi lokal wilayah serta aspek ekonomi kerakyatan yang melibatkan masyarakat wilayah setempat.

13 13 Berdasarkan latar belakang, maka pokok permasalahan dari penelitian ini adalah : 1. Sektor-sektor apa saja yang menjadi sektor unggulan (key sector) berdasarkan kriteria analisis struktur output, nilai tambah bruto, multiplier effect dan intersectoral linkages terhadap pengembangan ekonomi wilayah kepulauan berbasis local spesific di Provinsi Maluku? 2. Bagaimana konektivitas sektor-sektor ekonomi yang merupakan sektor unggulan (key sector) dan sektor pendukung (leading sector) dalam pengembangan kegiatan ekonomi wilayah kepulauan di Provinsi Maluku? 3. Bagaimana dampak peningkatan permintaan akhir output (output final demand impacts) dari sektor-sektor berbasis wilayah kepulauan terhadap sektor lainnya dan total output Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan (archipelago)? 4. Apakah pusat-pusat pengembangan wilayah telah berperan atau berfungsi sesuai dengan kemampuan fasilitas pelayanan wilayahnya terhadap peningkatan sektor-sektor unggulan (key sector) yang berbasis local spesific wilayah kepulauan di Provinsi Maluku? 5. Apakah terjadi pergeseran pusat-pusat pengembangan wilayah sesuai dengan hirarki tingkat perkembangan wilayah di Provinsi Maluku? 6. Bagaimana arah dan strategi kebijakan pembangunan struktur ekonomi wilayah kepulauan terhadap pengembangan sektor-sektor ekonomi unggulan kawasan sentra produksi dalam suatu aktivitas perekonomian wilayah kepulauan di Provinsi Maluku?

14 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi sektor-sektor unggulan (key sectors) berdasarkan kriteria analisis struktur output, nilai tambah bruto, multiplier effect dan intersectoral linkages yang berbasis local spesific di wilayah kepulauan Provinsi Maluku. 2. Menganalisis sektor-sektor unggulan (key sector) berdasarkan kriteria analisis konektivitas struktur output dengan nilai tambah bruto, struktur output, nilai tambah bruto dengan multiplier effect, struktur output, nilai tambah bruto, multiplier effect dengan intersectoral linkages di wilayah kepulauan Provinsi Maluku. 3. Menganalisis dampak peningkatan permintaan akhir output (output final demand impact) sektor-sektor ekonomi wilayah kepulauan terhadap sektorsektor ekonomi berbasis wilayah kepulauan bahari/maritim dan total output Provinsi Maluku, sehingga pemerintah daerah mampu menentukan sektorsektor unggulannya yang berbasis wilayah kepulauan (archipelago). 4. Menganalisis peran atau fungsi pusat-pusat pengembangan wilayah berdasarkan kemampuan fasilitas pelayanan terhadap pengembangan sektorsektor unggulan (key sector) yang berbasis local spesific wilayah kepulauan. 5. Menganalisis hirarki tingkat perkembangan pusat-pusat pengembangan wilayah di Provinsi Maluku. 6. Merekomendasikan arah dan strategi kebijakan pengembangan wilayah Kawasan Sentra Produksi (KSP) sesuai dengan potensi atau kapasitas lokal (local spesific) wilayah kepulauan Provinsi Maluku.

15 Kegunaan Penelitian Penelitian ini sangat penting dilakukan untuk menjawab berbagai permasalahan pengembangan wilayah di Indonesia, khususnya wilayah kepulauan dalam meningkatkan perekonomian wilayahnya. Selanjutnya hasil penelitian ini menunjukkan ada tidak adanya keterkaitan antarwilayah dalam proses pengembangan perekonomian wilayah dan ketergantungan wilayah terhadap potensi lokal yang dimilikinya khususnya wilayah kepulauan Provinsi Maluku. Kegunaan lain dari penelitian ini yaitu, memberikan kontribusi terhadap pola kebijakan yang secara efektif dapat meningkatkan perekonomian wilayah kepulauan Maluku. Kontribusi dari hasil penelitian diharapkan akan merubah paradigma pemahaman pembagunan wilayah kepuluan di era otonomi dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), terlebih penting dari semua yang telah diuraikan diatas yaitu, pembangunan wilayah kepulauan harus didasari pada pola kebijakan pembangunan yang berorientasi pada potensi atau kapasitas lokal sumberdaya kepulauan (local spesific/wisdom) Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Maluku dengan fokus penelitian pada pengembangan ekonomi wilayah berbasis karakteristik wilayah sebagai wilayah kepulauan (archipelago) dengan kekuatan kapasitas atau potensi lokal (local spesific) wilayah. Selanjutnya penelitian ini diarahkan untuk mengetahui atau menemukenali dan menganalisis sektor-sektor unggulan (key sectors) apa saja yang berbasis local spesific. Selain menemukenali dan menganalisis sektorsektor unggulan wilayah dengan pendekatan sektoral, penelitian ini juga melakukan pendekatan regional untuk menganalisis struktur atau hirarki pusat-

16 16 pusat pengembangan (kabupaten/kota) dengan kemampuan fasilitas pelayanannya sebagai pusat pengembangan wilayah yang dapat mendorong percepatan sektorsektor unggulan berbasis wilayah kepulauan di Provinsi Maluku. Berdasarkan analisis penelitian ini diharapkan mampu memberikan arah dan strategi kebijakan pengembangan ekonomi wilayah kepulauan sesuai lokasi kawasan sentra produksi. Dengan mengidentifikasi dan menentukan sektor-sektor ekonomi unggulan wilayah dan aktivitas ekonomi lainnya yang didukung ketersediaan fungsi pelayanan wilayah dari berbagai keragaman pelayanan yang terdapat di pusat-pusat pelayanan dengan berbagai tingkatannya di Provinsi Maluku maka ruang lingkup penelitian ini hanya dilakukan pada sektor-sektor berbasis wilayah kepulauan dan ketersediaan fasilitas pelayanan yang ada dan tersedia di wilayah kepulauan Provinsi Maluku. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data makroekonomi yang bersifat sekunder. Dengan menganalisis sektor-sektor atau kegiatan ekonomi yang dikategorikan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dan berkontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).Untuk analisis penelitian disesuaikan dengan pertanyaan dan tujuan penelitian dengan meng-update berbagai data Input-Output (I-O) Provinsi Maluku sehingga dapat menjawab permasalahan yang selama ini dialami wilayah kepulauan Provinsi Maluku. Hasil pengolahan data (I-O) akan didukung dengan analisis skalogram dalam menciptakan keterkaitan fungsional antar satuan pusat pengembangan. Keterkaitan fungsional pusat pengembangan dikembangkan berdasarkan keunggulan fasilitas pelayanan yang dimiliki oleh setiap pusat pengembangan

17 17 sehingga keunggulan yang dimiliki oleh satu pusat pengembangan mampu mempengaruhi wilayah disekitarnya Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian yang dilakukan di Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan adalah tidak semua wilayah kabupaten di wilayah ini yang diteliti karena, pada beberapa wilayah administrasi yang baru dimekarkan pada tahun 2003 tidak dilakukan pengkajian terhadap wilayah/daerah tersebut. Hanya pada beberapa kabupaten/kota yang telah dimekarkan sejak tahun 2000 sampai tahun 2002 saja yang dilakukan pada penelitian ini. Hal ini berkaitan dengan kesulitan memperoleh data pada wilayah-wilayah pemekaran baru diatas tahun Keterbatasan penelitian ini dapat diatasi bila ada peneliti yang ingin melakukan penelitian seperti yang dilakukan oleh peneliti terdahulu, karena bagi peneliti berikutnya mengenai permasalahan keterbatasan data di daerah-daerah yang baru dimekarkan diatas tahun 2002 sudah dapat diperoleh untuk penelitian berikutnya.

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN. kebijakan pembangunan antara wilayah/negara daratan (continental/landlock

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN. kebijakan pembangunan antara wilayah/negara daratan (continental/landlock BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka pemikiran berdasarkan teori yang digunakan dapat menjelaskan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Berbagai kajian atau teoriteori pengembangan wilayah secara umum

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN DI PROVINSI MALUKU DISERTASI IZAAC TONNY MATITAPUTTY

PENGEMBANGAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN DI PROVINSI MALUKU DISERTASI IZAAC TONNY MATITAPUTTY PENGEMBANGAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN DI PROVINSI MALUKU DISERTASI IZAAC TONNY MATITAPUTTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT

Lebih terperinci

IX. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Maluku, maka dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut:

IX. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Maluku, maka dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut: IX. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pengembangan kawasan sentra produksi dalam meningkatkan perekonomian wilayah kepulauan Provinsi Maluku,

Lebih terperinci

ABSTRACT. Development centers, input-output, scalogram, key sectors, final demand Impact, service fascilities.

ABSTRACT. Development centers, input-output, scalogram, key sectors, final demand Impact, service fascilities. ABSTRACT IZAAC TONNY MATITAPUTTY. Development of Production Centers Area in Improving Archipelago Region Economy in the Province of Maluku. (KUNTJORO as Chairman, HARIANTO and D.S. PRIYARSONO as Members

Lebih terperinci

7.1. Potensi Lokal Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku. Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan memiliki

7.1. Potensi Lokal Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku. Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan memiliki VII. KONEKTIVITAS SEKTOR-SEKTOR EKONOMI UNGGULAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 7.1. Potensi Lokal Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan memiliki potensi sumberdaya

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU

VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 8.1. Kemampuan Fasilitas Pelayanan Pusat Pengembangan Analisis kemampuan fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat persaingan antarnegara dari waktu ke waktu semakin tinggi sebagai dampak dari munculnya fenomena globalisasi ekonomi. Globalisasi mencerminkan tantangan sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Indonesia sedang melakukan pembangunan wilayah yang bertujuan menyejahterakan rakyat atau menjadi lebih baik dari sebelumnya. Indonesia terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH. Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka.

ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH. Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka. 1 ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka adrian@ut.ac.id ABSTRAK Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional pada suatu wilayah yang telah disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam melaksanakan pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dimana prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya dan penyediaan lapangan pekerjaan, juga menginginkan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Perwilayahan Pembangunan dan Pembangunan Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Perwilayahan Pembangunan dan Pembangunan Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Perwilayahan Pembangunan dan Pembangunan Wilayah Tinjauan pustaka dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai pendekatan secara komprehensif, mendalam dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan di Indonesia telah mengalami pergeseran dari zaman orde baru

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan di Indonesia telah mengalami pergeseran dari zaman orde baru BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Paradigma pembangunan di Indonesia telah mengalami pergeseran dari zaman orde baru yang mana pembangunan dilaksanakan secara sentralistik yang berarti pembangunan

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

KETERKAITAN EKONOMI ANTARA KOTA GEMOLONG DENGAN WILAYAH BELAKANGNYA TUGAS AKHIR. Oleh:

KETERKAITAN EKONOMI ANTARA KOTA GEMOLONG DENGAN WILAYAH BELAKANGNYA TUGAS AKHIR. Oleh: KETERKAITAN EKONOMI ANTARA KOTA GEMOLONG DENGAN WILAYAH BELAKANGNYA TUGAS AKHIR Oleh: NANIK SETYOWATI L2D 000 441 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2007

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di pemerintahan pusat kearah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan wilayah, secara spasial tidak selalu merata. Kesenjangan pembangunan antar wilayah seringkali menjadi permasalahan serius. Beberapa daerah mengalami pertumbuhan cepat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan besar besaran antarpulau di seluruh Indonesia sudah terjadi sejak jaman penjajahan Hindia Belanda oleh VOC. Kebanyakan perdagangan ini dilakukan oleh ras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang pembangunan dan pemerintahan. Perubahan dalam pemerintahan adalah mulai diberlakukannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah membangun perekonomian wilayah tersebut agar memiliki daya saing yang tinggi agar terus

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor perikanan merupakan bagian dari pembangunan perekonomian nasional yang selama ini mengalami pasang surut pada saat tertentu sektor perikanan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh setiap negara selalu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan ekonomi di negara yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan, pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi pembangunan negara sedang berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan dilaksanakan di daerah-daerah, baik yang bersifat sektoral maupun regional. Ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas dan. buatan serta sumberdaya sosial (Maulidyah, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas dan. buatan serta sumberdaya sosial (Maulidyah, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di negara-negara pada umumnya terfokus pada pembangunan ekonomi dengan memprioritaskan upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan yang menyentuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Simpulan 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi spasial maka yang menjadi kutub pertumbuhan adalah Kota Medan. Karakteristik utama yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah kesatuan ekosistem sumber daya alam hayati beserta lingkungannya yang tidak terpisahkan. Hutan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang terletak di Asia Tenggara yang dilewati garis khatulistiwa. Negara tropis tersebut memiliki jumlah pulau lebih dari 17.000 pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator dalam mengukur. keberhasilan ekonomi suatu wilayah. Untuk membentuk kegiatan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator dalam mengukur. keberhasilan ekonomi suatu wilayah. Untuk membentuk kegiatan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator dalam mengukur keberhasilan ekonomi suatu wilayah. Untuk membentuk kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah tidaklah terpisahkan dari pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap Negara mempunyai tujuan dalam pembangunan ekonomi termasuk Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tersebut adalah melalui pembangunan. Menurut Tjokroamidjojo

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tersebut adalah melalui pembangunan. Menurut Tjokroamidjojo BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerataan pembangunan telah digariskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, yang menyatakan bahwa fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia yakni memajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang ingin dijadikan kenyataan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penlbangunan nasional pada kerangka makro hakekatnya mempunyai

I. PENDAHULUAN. Penlbangunan nasional pada kerangka makro hakekatnya mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belaltang Penlbangunan nasional pada kerangka makro hakekatnya mempunyai keterkaitan dengan pembangunan sektoral dan pembangunan wilayah. Pengalanlan pembangunan dibeberapa daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini memaparkan sejarah dan kondisi daerah pemekaran yang terjadi di Indonesia khususnya Kota Sungai Penuh. Menguraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Potensi Ekonomi Daerah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Potensi Ekonomi Daerah 29 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Potensi Ekonomi Daerah Setiap daerah memiliki potensi ekonomi untuk dikembangkan dalam upaya memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung mengambarkan tingkat. keberhasilan pembangunan dimasa yang akan datang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung mengambarkan tingkat. keberhasilan pembangunan dimasa yang akan datang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam meningkatkan kesejahteraan tersebut, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas 5,8 juta km 2 yang merupakan tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam wilayah laut tersebut terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Wilayah dan Pembangunan wilayah Budiharsono (2001) menyebutkan bahwa ruang atau kawasan sangat penting dalam pembangunan wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara berkembang hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi yang mengakibatkan lambatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan wilayah memiliki konsep yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan masyarakat dalam aspek sosial, ekonomi, budaya, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah pembangunan ekonomi bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara satu dengan negara lain.

Lebih terperinci

PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR

PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR Oleh: MUHAMMAD SYAHRIR L2D 300 369 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Profil Provinsi Kepulauan Bangka belitung. Bangka dan Pulau Belitung yang beribukotakan Pangkalpinang.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Profil Provinsi Kepulauan Bangka belitung. Bangka dan Pulau Belitung yang beribukotakan Pangkalpinang. BAB IV GAMBARAN UMUM A. Profil Provinsi Kepulauan Bangka belitung Provinsi Kepulauan Bangka Belitung atau yang disingkat Babel adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua pulau kecil yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada mulanya pembangunan selalu diidentikkan dengan upaya peningkatan pendapatan per kapita atau populer disebut sebagai strategi pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2010:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Hakikat pembangunan ini mengandung makna bahwa pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci