VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU"

Transkripsi

1 VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 8.1. Kemampuan Fasilitas Pelayanan Pusat Pengembangan Analisis kemampuan fasilitas pelayanan pusat pengembangan wilayah merupakan salah satu bagian analisis dengan pendekatan regional. Pendekatan ini mengkaji pusat-pusat pengembangan wilayah secara fungsional terhadap berbagai fasilitas yang ada di pusat pengembangan dan memiliki keterkaitan dengan pengembangan sektor-sektor unggulan wilayah yang berbasis karakteristik wilayah kepulauan. Kemampuan fasilitas pelayanan pusat pengembangan wilayah meliputi kemampuan fasilitas di sektor ekonomi, transportasi dan komunikasi serta jasa (pendidikan dan pelayanan sosial lainnya). Kemampuan dan hirarki pusat pengembangan wilayah dilakukan dengan metode skalogram berdasarkan kedekatan hubungan spatial wilayah kepulauan antar kabupaten/kota di Provinsi Maluku. Analisis dengan metode analisis skalogram digunakan untuk melihat seberapa besar kemampuan fasilitas pelayanan yang ada di pusat-pusat pengembangan mampu menunjang sektorsektor unggulan ekonomi wilayah yang berbasis bahari/maritim. Akita (2002), melalui kajian yang dilakukan di Jepang melihat peran pemerintah cukup besar untuk menyediakan fasilitas pelayanan di daerah kajiannya. Dengan demikian kemampuan fasilitas pelayanan tidak bisa diserahkan pada pemerintah setempat tetapi perlu intervensi dari pemerintah pusat bila ingin memajukan wilayahwilayah yang sulit dan jauh dari pusat pengembangan.

2 Analisis Kemampuan Fasilitas Pelayanan dan Hirarki Pusat Pengembangan Wilayah Berdasarkan karakteristik wilayah kepulauan yang terdiri dari pulaupulau sehingga pendekatan penilaian kemampuan fasilitas dan hirarki pusat pengembangan perlu dilakukan. Pendekatan analisis ini digunakan untuk: 1. Penilaian terhadap hirarki pusat-pusat pengembangan wilayah berdasarkan kemampuan fasilitas pelayanan yang terdapat di pusat-pusat pengembangan wilayah. Kelengkapan fasilitas pelayanan merupakan salah satu indikator bahwa pusat pengembangan wilayah tersebut lebih baik/maju atau lambat dalam penyediaan kelengkapan fasilitas pelayanan di wilayahnya. Ketidak mampuan penyediaan fasilitas pelayanan biasanya memperlambat laju perkembangan wilayah baik di tingkat hirarki kabupaten/kota maupun provinsi. Sebaliknya bila suatu pusat pengembangan wilayah mampu menyediakan berbagai fasiltas pelayanan maka menunjukkan bahwa hirarki pusat pengembangan wilayah tersebut sangat baik atau semakin tinggi sehingga mampu mempercepat laju perkembangan wilayah dengan basis sektor unggulannya. Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan dengan berbasis bahari atau maritim tentunya memiliki kemampuan dalam infrastruktur yang berkaitan dengan sektor-sektor berbasis karakteristik wilayah kepulauan. Dengan penilaian kemampuan fasilitas pelayanan di pusatpusat pengembangan dapat kita ketahui keterkaitan antara kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan dengan perkembangan sektor unggulan wilayah (Glasson, 1978).

3 Penentuan pusat-pusat pengembangan yang kemudian akan menentukan pusat pengembangan utama/pusat pertumbuhan (growth pole) berdasarkan hasil penilaian kemampuan fasilitas pelayanan yang tersedia di Provinsi Maluku. Untuk pusat-pusat pengembangan yang dapat dijadikan sebagai pusat pengembangan utama/pusat pertumbuhan (growth pole) adalah pusat pengembangan wilayah yang memiliki orde/hirarki I dan II Penilaian Kemampuan Fasilitas Pelayanan Dengan Metode Skalogram Guttman Penilaian kemampuan fasilitas pelayanan di pusat-pusat pengembangan wilayah berdasarkan metode skalogram Guttman pada dasarnya memperlihatkan kemampuan dari pusat-pusat pengembangan untuk menyediakan fasilitas pelayanan di wilayahnya. Berbagai fasilitas yang tersedia dengan kemampuannya akan menunjukkan keterbatasan atau maju tidaknya suatu wilayah dengan berbagai pertimbangan karakteristik wilayah tersebut (Rondinelli, 1985). Analisis skalogram pada dasarnya memberikan gambaran bahwa pada pusat-pusat pengembangan wilayah biasanya terjadi pengelompokkan pusat-pusat pengembangan. Pengelompokkan wilayah dilakukan berdasakan kelengkapan kemampuan fasilitas fungsi pelayanan di pusat-pusat pengembangan wilayah tersebut. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada Tahun dan dapat di lihat terbentuknya sistem perwilayahan pengembngan berdasarkan fungsional. Perwilayahan fungsional disini dimaksudkan dengan berfungsinya setiap wilayah sebagai pusat pengembangan berdasarkan hirarki kelengkapan fasilitas yang mempunyai pengaruh pelayanan tertinggi dibandingkan dengan pusat pengembangan lainnya.

4 224 Hasil perhitungan analisis dengan metode skalogram Guttman di wilayah kepulauan Provinsi Maluku memperlihatkan terjadinya pengelompokkan wilayah atas 7 kelompok pusat pengembangan seperti terlihat pada Tabel 41. Secara spasial pengelompokkan wilayah pusat pengembangan di Provinsi Maluku terbentuk berdasarkan potensi kemampuan fasilitas pelayanan yang ada di wilayahnya. Berdasarkan hasil analisis skalogram Tahun maka pusatpusat pengembangan wilayah yang terbentuk di Provinsi Maluku adalah sebagai berikut: 1. Kota Ambon sebagai pusat pengembangan utama (I). 2. Kabupaten Maluku Tengah sebagai sub wilayah pengembangan (II). 3. Kabupaten Buru sebagai sub wilayah pengembangan (III). 4. Kabupaten Maluku Tenggara sebagai sub wilayah pengembanga (IV). 5. Kabupaten Seram Bagian Barat sebagai sub wilayah pengembangan (V). 6. Kabupaten Maluku Tenggara Barat sebagai sub wilayah pengembangan (VI). 7. Kabupaten Seram Bagian Timur sebagai sub wilayah pengembangan (VII). 8. Kabupaten Kepulauan Aru sebagai sub wilayah pengembangan (VII) Kota Ambon Hasil analisis menunjukkan bahwa Kota Ambon sebagai pusat pengembangan wilayah utama karena berada pada hirarki (I) atau pusat pertumbuhan (growth pole) di Provinsi Maluku. Dengan memiliki kemampuan dalam penyediaan fasilitas pelayanan wilayah menunjukkan bahwa Kota Ambon mampu menjadi. pusat pengembangan utama atau pusat pertumbuhan (growth pole) di Provinsi Maluku. Sebagai pusat pengembangan utama yang memiliki

5 225 pengaruh pelayanan tertinggi dibandingkan pusat-puat pengembangan lainnya. Maka pengaruh pusat pengembangan utama atau pusat pertumbuhan Kota Ambon dapat dirasakan di hampir seluruh wilayah pusat-pusat pengembangan yang ada di Provinsi Maluku. pengaruh atau peran Kota Ambon yang cukup tinggi dibandingkan wilayah lainnya dapat dilihat dari tersedianya fasilitas pelayanan di sektor transportasi dan komunikasi. Fasilitas pelayanan di sektor transportasi yang dimiliki oleh Kota Ambon dan tidak dimilki wilayah lain seperti: Bandara Internasional, pelabuhan laut (beton) dan lembaga keuangan. Kota Ambon sebagai satu-satunya pusat pengembangan utama wilayah yang mampu menyediakan berbagai fasilitas pelayanan di Provinsi Maluku tentunya akan mempengaruhi aktivitas ekonomi wilayah lain. Apabila wilayah lain tidak segera menyediakan fasilitas pelayanan yang lengkap sama seperti yang ada di Kota Ambon (terjadi backwahs), maka hal ini akan mempengaruhi investor untuk melakukan investasi di pusat-pusat pengembangan wilayah lainnya. Dengan demikian bila sektor-sektor ekonomi unggulan wilayah Provinsi Maluku hanya terpusat di Kota Ambon akan mengakibatkan lambatnya perkembangan sektorsektor ekonomi unggalan. Sektor-sektor ekonomi unggulan wilayah tidak akan berkembang bila tidak didukung dengan penyediaan fasilitas pelayanan yang baik dan lengkap di setiap wilayah pengembangan. Untuk itu percepatan penciptaan pusat-pusat pengembangan utama atau pusat pertumbuhan yang baru (new growth poles) sangat perlu dipercepat sehingga kebutuhan akan fasilitas pelayanan dari sektorsektor unggulan mampu dipenuhi oleh pusat-pusat pengembangan atau pusat pertumbuhan baru (new growth poles) yang ada di Provinsi Maluku.

6 226 Ketidakmampuan penciptaan pusat-pusat pengembangan atau pusat pertumbuhan akan menimbulkan pula eksploitasi dari wilayah yang telah maju atau pusat pertumbuhan terhadap daerah hinterlandnya (sub wilayah pengembangan). Tersedianya fasilitas pelayanan yang lebih lengkap di kota Ambon dibandingkan wilayah lain dan disertai dengan pertumbuhan atau perkembangan fasilitas pelayanan yang lambat dari wilayah lain tentunya menimbulkan disparitas atau kesenjangan antarwilayah sehingga semakin lemah pengembangan sektorsektor unggulan berbasis wilayah kepulauan di Provinsi Maluku Kabupaten Maluku Tengah Kabupaten Maluku Tengah sebagai sub wilayah pengembangan (II) di Provinsi Maluku hanya mampu menyediakan fasilitas pelayanan sekitar persen dari seluruh kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan yang ada di Kota Ambon sebagai pusat pengebangan utama (I). Gambaran kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan di Kabupaten Maluku Tengah menunjukkan bahwa Kabupaten Maluku Tengah masih lambat untuk mendorong aktivitas ekonomi wilayahnya karena kurang tersedianya fasilitas pelayanan baik dari aspek pelayanan di sektor ekonomi, transportasi dan komunikasi serta beberapa pelayanan sosial lainnya. Ketidakmampuan Kabupaten Maluku Tengah dalam menyediakan fasilitas pelayanan selama 9 Tahun belum mengalami peningkatan yakni hanya sekitar persen. Dengan demikian kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan di pusat pengembangan Kabupaten Maluku Tengah tetap tidak mengalami peningkatan. Ketidakmampuan penyediaan fasilitas pelayanan di sektor transportasi akan mempengaruhi kemampuan berkembangnya sektor-sektor unggulan wilayah

7 227 Kabupaten Maluku Tengah sebagai kawasan sentra produksi di sektor perikanan dan sektor perkebunan. Ketidakmampuan penyediaan fasilitas transportasi udara yang lebih baik dari kls 3 dan hanya mampu didarati oleh pesawat jenis Cassa 212 sedangkan fasilitas pelayanan transportasi laut (dermaga beton namun dengan ukuran yang belum memadai sebagai dermaga ekspor-impor), jalan darat yang sangat jauh dari pusat pengembangan utama dan rusak menjadi kendala untuk meningkatkan sektor-sektor unggulan wilayah ini. Potensi sumberdaya alam yang besar dari Kabupaten Maluku Tengah tidak dapat dikembangkan atau ditingkatkan apabila tidak didukung dengan kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan yang baik dan lengkap. Dengan otonomi daerah, seharusnya Kabupaten Maluku Tengah mampu menyediakan berbagai fasilitas pelayanan yang selama ini belum dapat dikembangkan. Untuk dibutuhkan intervensi dari pemerintah daerah (kabupaten) di dalam menyediakan berbagai fasilitas pelayanan yang lebih memadai guna mendukung perkembangan sektor-sektor ekonomi yang menjadi unggulannya Kabupaten Buru Hasil analisis terhadap Kabupaten Buru memperlihatkan bahwa wilayah ini hanya berada pada posisi sebagai sub wilayah pengembangan (III) Tahun dan menjadi sub wilayah pengembangan IV Tahun Walaupun perkembangan penyediaan fasilitas pelayanan dari Tahun sampai menunjukkan adanya peningkatan yang cukup maju namun perkembangan fasilitas pelayanan yang ada belum mampu menjadikannya sebagai salah satu wilayah pengembangan utama atau pusat pertumbuhan baru (new growth pole) selain Kota Ambon.

8 228 Sebagai salah satu kawasan sentra produksi di sektor pertanian sub sektor perkebunan tingkat perkembangan penyediaan fasilitas pelayanan di Kabupaten Buru dari hanya persen menjadi 60 persen selama 9 Tahun mengindikasikan adanya percepatan dalam menyediakan fasilitas pelayanan di wilayah ini. Untuk itu kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan dari Kabupaten Buru perlu ditingkatkan lagi sehingga mampu mendorong perkembangan sektor-sektor ekonomi unggulan di sektor perkebunan seperti kelapa, tanaman pangan lainnya. Kelemahan dari lambatnya perkembangan sub wilayah pengembangan Kabupaten Buru karena rendahnya peran sektor transportasi dan komunikasi. Hadjisarosa (1976), suatu wilayah tidak akan mampu berkembang dan mendorong perkembangan sektor-sektor ekonomi wilayahnya bila tidak di dukung dengan saluran distribusi yang baik (networking distribution). Networking distribution akan berkembang dengan baik bila sub wilayah pengembangan Kabupaten Buru mampu menyediakan fasilitas pelayanan di wilayahnya sehingga tidak terjadi backwash. Bila dilihat dari ketersediaan fasilitas pelayanan di sub wilayah Kabupaten Buru sebagai kawasan sentra produksi di sektor pertanian sub sektor perkebunan dan tanaman pangan, maka Kabupaten Buru harus mempercepat penyediaan fasilitas pelayanan pendukung sektor unggulan wilayahnya di sub sektor perkebunan dan tanaman pangan. Kalau diintegrasikan dengan hasil analisis Input-Output menunjukkan sektor unggulan Provinsi Maluku di sektor kelapa dan tanaman pangan lainnya belum menjadi sektor unggulan. Dengan demikian sub wilayah pengembangan Kabupaten Buru perlu meningkatkan

9 229 penyediaan fasilitas pelayanan pendukung yang berbasis karakteristik local spesific Kabupaten Maluku Tenggara Sebagai salah satu sub wilayah pengembangan (IV) di Provinsi Maluku, wilayah ini hanya mampu meningkatkan kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan dari Tahun sebesar persen menjadi persen. Dengan demikian selama 9 Tahun sub wilayah pengembangan Kabupaten Maluku Tenggara hanya mampu menyediakan fasilitas pelayanan sebesar 10 persen. Lambatnya perkembangan penyediaan fasilitas pelayanan di Kabupaten Maluku Tenggara karena lambatnya perkembangan pelayanan di sektor transportasi dan komunikasi di wilayah ini. Sebagai wilayah kawasan sentra produksi di sektor perikanan tentunya fasilitas pelayanan di sektor transportasi dan komunikasi menjadi arah dan strategi kebijakan pembangunan di Kabupaten Maluku Tenggara. Lambatnya penyediaan fasilitas pelayanan di sektor transportasi dan komunikasi akan memperlambat perkembangan sektor-sektor unggulan berbasis wilayah kepulauan seperti sektor perikanan. Oleh karena itu sektor perikanan sebagai sektor yang berbasis wilayah kepulauan seharusnya di dukung oleh ketersediaan fasilitas pelayanan dan mampu menunjang atau mendorong perkembangan sektor ini sebagai sektor unggulan wilayah kepulauan Provinsi Maluku khususnya sub wilayah pengembangan Maluku Tenggara. Kabupaten Maluku Tenggara dengan potensi perikanan yang besar tentunya memerlukan jasa transportasi baik udara, laut dan pelabuhan yang baik untuk aktivitas ekonomi yang lebih besar seperti aktivitas ekspor.

10 Kabupaten Seram Bagian Barat Hasil analisis terhadap Kabupaten Seram Bagian Barat menunjukkan bahwa sub wilayah pengembangan IV pada Tahun dan menjadi sub wilayah pengembangan V Tahun Perubahan posisi atau hirarki dari sub wilayah pengembangan Seram Bagian Barat memperlihatkan penurunan posisi dari kelengkapan fasilitas pelayanan di Provinsi Maluku. Namun penurunan peringkat sub wilayah pengembangan ini tidak berarti mengindikasikan bahwa penyediaan fasilitas pelayanan tidak atau belum tersedia. Penurunan posisi dari wilayah ini akibat dari cepatnya perkembangan fasilitas pelayanan di sub wilayah pengembangan lainnya seperti Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara. Sub wilayah pengembangan Seram Bagian Barat sejak Tahun memperlihatkan peningkatan ketersediaan fasilitas pelayanan sebesar 10 persen.. Hal ini berarti laju perkembangan sub wilayah pengembangan IV masih rendah dalam penyediaan fasilitas pelayanan di wilayahnya. Seram Bagian Barat yang terkenal sebagai kawasan sentra produksi pertanian seharusnya di dukung dengan ketersediaan fasilitas pelayanan yang dapat meningkatkan sektor-sektor unggulan wilayahnya seperti sektor tanaman pangan dan hasil hutan lainnya. Sektor-sektor unggulan dari sub wilayah pengembangan ini dari analisis Input- Output provinsi menunjukkan masih sumbangannya terhadap PDRB. Kabupaten Seram Bagian Barat sebagai sub wilayah pengembangan V tentunya mampu menyediakan fasiltas pelayanan pendukung sektor unggulan wilayah bila arah dan strategi kebijakan pembangunan sesuai dengan karakteristik wilayahnya. Karakteristik wilayah yang lebih di dominasi sektor pertanian tanaman pangan dan hasil hutan lainnya seharusnya di dukung dengan

11 231 penyediaan jasa transportasi laut atau darat. Ketidakmampuan dalam penyediaan fasilitas pelayan di sektor transportasi laut dan darat akan berdampak pada lambatnya perkembangan sektor-sektor unggulan di wilayah ini. Dengan demikian sub wilayah pengembangan V seperti Kabupaten Seram Bagian Barat perlu mempercepat penyediaan fasilitas-fasilitas pelayanan yang belum ada dan meningkatkan kemampuan fasilitas pelayanan yang sudah ada menjadi lebih baik lagi seperti fasilitas di sektor pelayanan di sektor transportasi darat dan laut Kabupaten Maluku Tenggara Barat Hasil analisis Kabupaten Maluku Tenggara Barat memperlihatkan bahwa wilayah ini berfungsi sebagai sub wilayah pengembangan V pada Tahun 2000 dan sebagai sub wilayah pengembangan VI Tahun Posisi sub wilayah pengembangan V menjadi VI karena adanya perkembangan fasilitas pelayanan yang berkembang di wilayah lain. Tahun 2000 kelengkapan fasilitas di sub wilayah pengembangan sekitar 20,0 persen dan Tahun 2009 sekitar persen. Hal ini mengidikasikan terjadi perubahan yang lebih baik didalam penyediaan fasilitas pelayanan di wilayan ini sekitar 6.0 persen. Kenaikan sebesar 6.0 persen menunjukkan bahwa proses perubahan di dalam penyediaan fasilitas masih bergerak lambat. Sebagai sub wilayah pengembangan daerah pemekaran baru maka dapat dikatakan bahwa Kabupaten Maluku Tenggara Barat perlu mempercepat penyediaan fasilitas pelayanan yang lebih baik bila tidak akan tertinggal dengan wilayah lain yang sama-sama merupakan daerah pemakaran baru seperti Kabupaten Seram Bagian Barat. Sebagai wilayah pemekaran baru yang berada pada posisi ke VI sub wilayah pengembangan di Provinsi Maluku, Kabupaten

12 232 Maluku Tenggara memiliki keunggulan di dalam penyediaan fasilitas pelayanan di sektor transportasi Ferry. Tarnsportasi ini menghubungkan antara sub wilayah pengembangan VI dengan IV yaitu Kabupaten Maluku Tenggara. Sub wilayah pengembangan Maluku Tenggara Barat merupakan kawasan sentra produksi perikanan di Provinsi Maluku yang dekat dengan negara Timor Leste. Kedekatan sub wilayah pengembangan Maluku Tenggara dengan Timor Leste seharusnya menjadikan wilayah ini untuk berkembang lebih cepat dari wilayah lainnya. Kabupaten Maluku Tenggara Barat akan dengan cepat berkembang bila kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan di sektor transportasi dan komunikasi dapat berkembang dengan baik. Perkembangan sampai saat ini memperlihatkan jasa telekomunikasi masih merupakan kendala di dalam penyediaan fasilitas di sub wilayah pengembangan VI ini. Dengan demikian ketidakmampuan dalam menyediakan fasilitas pelayanan di sektor transportasi dan komunikasi akan memperlambat perkembangan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Sebagai wilayah yang berkarakteristik kepulauan dan memiliki sumberdaya laut yang besar sub wilayah pengembangan VI merupakan kawasan sentra produksi di sektor perikanan. Sebagai kawasan sentra produksi sektor perikanan memerlukan penyediaan fasilitas pelayanan yang mendukung perkembangan sektor unggulan wilayahnya. Untuk itu penyediaan fasilitas pelayanan yang berhubungan dengan sektor unggulan di sektor perikanan di butuhkan fasilitas pelayanan di sektor transportasi laut dan udara Kabupaten Seram Bagian Timur Hasil analisis terhadap Kabupaten Seram bagian Timur menunjukkan bahwa kabupaten ini berfungsi sebagai sub wilayah pengembangan VII bersama-

13 233 sama dengan Kabupaten Kepulauan Aru. Karakteristik ke dua wilayah ini memperlihatkan kesamaan dalam penyediaan fasilitas pelayanan walaupun karakteristik wilayahnya berbeda. Kabupaten Seram Bagian Timur lebih didominasi di sektor perikanan dan merupakan wilayah pemakaran dari Kabupaten Maluku Tengah. Sebelum pemekaran Kabupaten Seram Bagian Timur termasuk wilayah yang perkembangannya sangat lambat. Untuk itu seharusnya dengan di mekarkan wilayah ini menjadi wilayah otonom seharusnya dengan cepat dapat berkembang lebih maju lagi dari wilayah lainnya. Kendala yang dihadapi selama ini adalah masih rendahnya penyediaan fasilitas pelayanan di sektor transportasi dan komunikasi di sub wilayah pengembangan VII ini. Kabupaten Seram Bagian Timur. Sebagai salah satu kawasan sentra produksi sektor perikanan sub wilayah pengembangan VII Kabupaten Seram Bagian Timur berpotensi untuk lebih maju dari wilayah lain di Provinsi Maluku. Hal ini berhubungan karena letak wilayahnya yang dekat dengan wilayah pengembangan utama Kota Ambon dan sub wilayah pengembangan II Kabupaten Maluku Tengah. Kedekatan wilayah antara ke dua wilayah ini dengan Kabuapten Seram Bagian Timur seharusnya dapat memacu perkembangan fasilitas pelayanan yang lebih baik. Perkembangan dari sub wilayah pengembangan VII berpotensi maju dari wilayah lainnya bila di dukung dengan dengan potensi pelayanan di sektor transportasi dan komunikasi. Berdasarkan potensi inilah seharusnya Kabupaten Seram Bagian Timur melakukan arah dan strategi kebijakan sebagai wilayah kepulauan wilayah ini memerlukan strategi penyediaan fasilitas pelayanan yang

14 234 dapat mendukung perkembangan sektor-sektor unggulan wilayah yang berbasis wilayah kepulauan di sektor perikanan. Sektor perikanan memerlukan ketersediaan fasilitas pelayanan yang cepat dan tentunya baik sehingga menghasilkan kualitas komoditi yang berkualitas ekspor Kabupaten Kepulauan Aru Kabupaten Kepulauan Aru merupakan kabupaten pemekaran baru dari kabupaten sebelumnya yaitu Kabupaten Maluku Tenggara. Hasil analisis menunjukkan bahwa kabupaten ini berfungsi sebagai sub wilayah pengembangan VII bersama dengan Kabupaten Seram Bagian Timur. Sebagai sub wilayah pengembangan VII karakteristik kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan Kabupaten Kepulauan Aru mirip dengan Kabupaten Seram Bagian Timur. Sub wilayah pengembangan VII Kepulauan Aru masih memerlukan percepatan penyediaan fasilitas pelayanan yang lebih cepat dan memadai bila ingin memeprcepat laju perkembangan wilayahnya. Sebelum dimekarkan menjadi kabupaten baru wilayah ini termasuk wilayah tertinggal di Provinsi Maluku. ketertinggalan di wilayah ini karena jauh dari wilayah pengembangan utama yakni Kota Ambon. Selain jauh dari Kota Ambon, wilayah Kabupaten Kepulauan Aru masih sangat sulit dijangkau karena sulitnya jasa transportasi dan komunikasi. Kelemahan atau kendala dari masih rendahnya peran pelayanan dari ketersediaan fasilitas pelayanan di sektor transportasi dan komunikasi berdampak terhadap perkembangan sektor-sektor unggulan wilayah. sebagai wilayah kepulauan dengan luas laut yang cukup luas Kabupaten Kepulauan Aru terkenal sebagai kawasan sentra produksi di sektor perikanan dan penghasil mutiara terbesar dan terbaik di Provinsi Maluku. Dengan otonomi daerah seharusnya

15 235 pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru mempercepat penyediaan fasilitas pelayanan di sektor transportasi laut dan udara sehingga mampu bersaing dengan wilayah lain di Provinsi Maluku. Kekuatan potensi di sektor perikanan mampu mempercepat perkembangan sub wilayah pengembangan VII ini bila menjadi arah dan strategi kebijakan pembangunan di sektor transportasi dan komunikasi sebagai terobosan untuk meningkatkan sektor-sektor unggulan wilayahnya di sektor perikanan. Hasil analisis peringkat kabupaten/kota sebagai wilayah pengembangan utama dan sub wilayah pengembangan berdasarkan kelengkapan fasilitas pelayanan di Provinsi Maluku. Analisis kelengkapan fasilitas pelayanan sangat berpengaruh terhadap peningkatan sektor-sektor unggulan wilayah kepulauan Provinsi Maluku. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 41 dan 42. Pengelompokkan wilayah atas dasar kelengkapan fasilitas pelayanan menunjukkan suatu wilayah berdasarkan potensi pusat pelayanan di sektor transportasi dan komunikasi, ekonomi dan pelayanan sosial lainnya. Bila suatu wilayah dengan jumlah wilayah yang sedikit, seperti kasus ini dan memperlihatkan terjadi pengelompokkan yang menyebar sebanyak jumlah wilayah yang dikaji maka dapat dikatakan bahwa potensi perkembangan wilayah di Provinsi berdasarkan kelengkapan fasilitas pelayanan yang teredia masih sangat rendah. Hal ini terbukti dengan jumlah wilayah 8 kabupaten/kota terjadi pengelompokkan wilayah sebanyak 7 wilayah pengembangan terdiri dari 1 wilayah pengembangan utama/pusat pertumbuhan dan 6 sub wilayah pengembangan lainnya.

16 236 Berdasarkan pengelompokkan wilayah dari hasil analisis yang dilakukan maka sektor unggulan wilayah kepulauan Provinsi Maluku berbasis bahari/maritim belum atau kurang di dukung dengan kelengkapan fasilitas pelayanan dari seluruh kabupaten/kota khususnya di sektor transportsi dan komunikasi. Menurut Johnson (1975), dikatakan bahwa suatu wilayah akan semakin terbelakang atau tertinggal dari wilayah lainnya bila sistem kelengkapan fasilitas pelayanan wilayah tidak atau kurang berperan. Hal lain oleh Rondinelli (1978), dikatakan lebih dominannya pusat pengembangan utama dari sub wilayah pengembangan dan tidak memiliki integrasi yang kuat dari wilayah utama ke wilayah pinggiran lainnya akan mengakibatkan perkembangan perekonomian wilayah lainnya semakin tertinggal dan berkembang secara tidak seimbang. Dari hasil analisis pengelompokkan wilayah di wilayah kepulauan Provinsi Maluku mengindikasikan bahwa Provinsi Maluku memerlukan dukungan yang kuat dari wilayah-wilayahnya dengan kemampuan atau kelengkapan fasilitas pelayanan yang dapat mendukung perkembangan sektor-sektor unggulan wilayah ini. Seharusnya dengan megetahui pengelompokkan wilayah yang terjadi di Provinsi Maluku maka diperlukan cara yang relatif lebih efisien dengan membangun jaringan atau saluran distribusi (networking) antarwilayah tidak menonjolkan egoisme wilayah sehingga kemampuan wilayah tidak mudah dipengaruhi oleh berbagai gejolak ekonomi global. Kekuatan atau potensi suatu wilayah tidak akan mampu berkembang bila tidak di dukung dengan kemampuan dengan wilayah lainnya (antarwilayah). Bila keterkaitan yang terjadi atas dasar saling membutuhkan untuk meningkatkan

17 237 sektor-sektor ekonomi wilayahnya maka diperlukan dukungan kemampuan fasilitas pelayanan yang baik antarwilayah tersebut (Glasson, 1977) Penilaian Kemampuan Fasilitas Pelayanan Provinsi Maluku Sebagai Wilayah Kepulauan Berbasis Bahari/Maritim Penilaian kemampuan fasilitas pelayanan pada pusat-pusat pengembangan wilayah di Provinsi Maluku mencerminkan bahwa Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan (archipelago) masih menganut sistem pengembangan wilayah dengan konsep wilayah daratan (continental). Beberapa teori lokasi dapat menunjukkan bahwa konsep pembangunan wilayah daratan masih diterapkan di Provinsi Maluku seperti teori Hirschman, Losch dan beberapa teori lokasi lainnya. Hirschman (1958), menunjukkan bahwa suatu wilayah akan berkembang di mulai dari titik originalnya (growing point) sebelum terpolarisasi ke wilayah lainnya. Losch (1940), lebih mengutamakan perkembangan wilayah dengan konsep daratan yakni suatu wilayah akan melakukan aktivitas ekonomi yang sama dan dapat dilakukan di wilayah lain maka tidak perlu mengembangkan wilayah satunya karena sudah di wakili oleh wilayah lain. Hasil analisis skalogram pada pusat-pusat pengembangan wilayah Provinsi Maluku memperlihatkan bahwa hanya ada satu pusat pengembangan utama yaitu Kota Ambon dan lambatnya ketersediaan fasilitas pelayanan yang memadai menunujukkan bahwa Provinsi Maluku masih menerapkan arah dan strategi kebijakan pembangunan yang tidak berbasis pada wilayah kepulauan. Analisis skalogram yang dilakukan pada dasarnya memperlihatkan adanya beberapa wilayah yang mengelompok berdasarkan kelengkapan fasilitas

18 238 pelayanan yang tersedia. Menurut Rondinelli (1985), hirarki pusat-pusat pengembangan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh ketersediaan kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan di wilayah-wilayah tersebut. Bila suatu wilayah tidak mampu menyediakan fasilitas pelayanan yang baik maka wilayah tersebut akan berada pada orde terbawah sebagai wilayah tertinggal. Provinsi Maluku dengan 8 kabupaten/kota mengindikasikan bahwa ketersediaan fasilitas pelayanan di wilayah ini belum tersebar secara merata karena dari 8 kabupaten/kota terbentuk hirarki atau peringkat kabupaten/kota sebanyak 7 hirarki/peringkat. Dengan demikian Provinsi Maluku lambat dalam menyediakan fasilitas pelayanan di pusat-pusat pengembangan wilayah dan hanya terkonsentrasi pada satu pusat pertumbuhan utama saja. Untuk itu Kabupaten Maluku Tengah sebagai pusat pengembangan berpeluang menjadi pusat pengembangan utama selain Kota Ambon bila intervensi pemerintah daerah mampu meningkatkan kemampuan fasilitas pelayanan yang ada di wilayah ini. Oleh sebab itu diperlukan intervensi pemerintah daerah baik Provinsi maupun kabupaten/kota untuk menyediakan fasilitas pelayanan di pusat-pusat pengembangan di Provinsi Maluku.

19 Tabel 41. Penilaian Fungsi / Pusat Pelayanan Dengan Skalogram Guttman di Pusat-Pusat Pengembangan, Tahun NO NAMA WILAYAH (KABUPATEN / KOTA) JUMLAH PENDUDUK FASILITAS PELAYANAN Ambon Maluku Tengah Buru Maluku Tenggara Seram Bagian Barat Maluku Tenggara Barat Seram Bagian Timur Kepulauan Aru Keterangan Fasilitas Pelayanan : 1 Bank Pembangunan Daerah 6 Pasar Tradisionil 11 Dermaga Ferri 16 Stasiun Radio Swasta 21 Bioskop 26 Perguruan Tinggi Swasta 2 Bank Swasta 7 Bandara Kls 1 12 TPI (Tempat Pelabuhan Ikan) 17 Stasiun Televisi Pemerintah 22 Tempat Hibura Malam 27 Rumah Sakit Umum 3 Money Changer 8 Bandara Kls 3 13 Terminal Bus/AKAB 18 Pemancar Televisi Swasta 23 Tempat Rekreasi Indoor 28 PDAM 4 Pusat Perbelanjaan/ Plaza (Supermarket) 9 Pelabuhan Bongkar Muat 14 Terminal Angkot 19 Hotel Berbintang 24 Tempat Rekreasi Outdoor 29 Penerbit Surat Kabar Daerah 5 Pasar Induk 10 Pelabuhan Rakyat (Pelra) 15 Stasiun Radio/RRI 20 Hotel Non Bintang 25 Perguruan Tinggi Negeri 30 Jasa Telekomunikasi 239

20 240 Tabel 42. Penilaian Kemampuan Pelayanan Dengan Skalogram Guttman di Pusat Pengembangan, Tahun NO NAMA WILAYAH (KABUPATEN / KOTA) JUMLAH PENDUDUK FASILITAS PELAYANAN TOTAL Error 1 Ambon Maluku Tengah Buru Maluku Tenggara Seram Bagian Barat Maluku Tenggara Barat Seram Bagian Timur Kepulauan Aru Tn = Jumlah wilayah e = Error/Kesalahan COR/Kr = Koefisien Reprodusibilitas = 0,98 dan Ks = Koefisien Skalabilitas = 0,95 Berdasarkan Skalogram diatas maka dihitung: 1. Koefisien Reprodusibiltas (Kr) 2. Koefisien Skalabilitas (Ks). Hasil Perhitungan Coefficien of Reproducibility/Koefisien Reprodusibilitas (COR/Kr) = 0,98 Hasil Perhitungan Koefisien Skalabilitas (Ks) = 0,95 Persyaratan suatu Skalogram dapat diterima sebagai hasil analisis bila hasil perhitungan COR/Kr dan Ks yaitu: COR/Kr > 0,90 dan Ks > 0,65

21 Tabel. 43. Pengelompokkan Pusat-Pusat Pengembangan Wilayah Berdasarkan Metode Skalogram di Provinsi Maluku, Tahun Kelengkapan Fasilitas No Kabupaten/Kota Kelompok Jumlah (%) Jenis 1. Ambon I ,00 Bank swasta, money changer, supermarket, pelabuhan udara kls 1, stasiun radio, stasiun televisi, pemancar televisi swasta, hotel berbintang, tempat rekreasi indoor, penerbitan surat kabar, jasa telekomunikasi 2. Maluku Tengah II 19 63,33 Pelabuhan udara kls 3, pelabuhan bongkar muat, terminal bus, stasiun radio (RRI), bioskop 3. Buru III 14 46,66 Bank swasta 4. Maluku Tenggara III 14 46,66 Tempat pelabuhan ikan (TPI) 5. Seram Bagian Barat IV 7 23,33 Hotel non bintang, tempat hiburan malam 6. Maluku Tenggara Barat V 6 20,00 Bank pembangunan daerah 7. Seram Bagian Timur VI 3 10,00 8. Kepulauan Aru VI 3 10,00 Pasar tradisional, peabuhan rakyat, tempat rekreasi outdoor Pasar tradisional, peabuhan rakyat, tempat rekreasi outdoor Sumber : Hasil Analisis 241

22 242 Tabel 44. Penilaian Fungsi/Pusat Pelayanan dengan Skalogram Guttman di Pusat-Pusat Pengembangan, Tahun NO NAMA WILAYAH (KABUPATEN / KOTA) JUMLAH PENDUDUK FASILITAS PELAYANAN Ambon Maluku Tengah Buru Maluku Tenggara Seram Bagian Barat Maluku Tenggara Barat Seram Bagian Timur Kepulauan Aru Keterangan Fasilitas Pelayanan : 1 Bank Pembangunan Daerah 6 Pasar Tradisionil 11 Dermaga Ferri 16 Stasiun Radio Swasta 21 Bioskop 26 Perguruan Tinggi Swasta 2 Bank Swasta 7 Bandara Kls 1 12 TPI (Tempat Pelabuhan Ikan) 17 Stasiun Televisi Pemerintah 22 Tempat Hibura Malam 27 Rumah Sakit Umum 3 Money Changer 8 Bandara Kls 3 13 Terminal Bus/AKAB 18 Pemancar Televisi Swasta 23 Tempat Rekreasi Indoor 28 PDAM 4 Pusat Perbelanjaan/ Plaza (Supermarket) 9 Pelabuhan Bongkar Muat 14 Terminal Angkot 19 Hotel Berbintang 24 Tempat Rekreasi Outdoor 29 Penerbit Surat Kabar Daerah 5 Pasar Induk 10 Pelabuhan Rakyat (Pelra) 15 Stasiun Radio/RRI 20 Hotel Non Bintang 25 Perguruan Tinggi Negeri 30 Jasa Telekomunikasi

23 Tabel 45. Penilaian Kemampuan Pelayanan dengan Skalogram Guttman di Pusat-Pusat Pengembangan, Tahun FASILITAS PELAYANAN NO NAMA WILAYAH JUMLAH (KABUPATEN / KOTA) PENDUDUK TOTAL Error 1 Ambon Maluku Tengah Buru Maluku Tenggara Seram Bagian Barat Maluku Tenggara Barat Seram Bagian Timur Kepulauan Aru Tn = Jumlah wilayah e = Error/Kesalahan COR/K = Koefisien Reprodusibilitas = 0,97 dan Ks = Koefisien Skalabilitas = 0,89 Berdasarkan Skalogram diatas maka dihitung: 1. Koefisien Reprodusibiltas (Kr) 2. Koefisien Skalabilitas (Ks). Hasil Perhitungan Koefisien Reprodusibilitas COR/Kr = 0,97 Hasil Perhitungan Koefisien Skalabilitas Ks = 0,89 Persyaratan suatu Skalogram dapat diterima sebagai hasil analisis bila hasil perhitungan COR/Kr dan Ks yaitu: COR/Kr > 0,90 dan Ks > 0,65 243

24 244 Tabel 46. Pengelompokkan Pusat-Pusat Pengembangan Wilayah Berdasarkan Metode Skalogram di Provinsi Maluku, Tahun Kelengkapan Fasilitas No Kabupaten/Kota Kelompok Jumlah (%) Jenis 1. Ambon I ,00 Jasa telekomunikasi, bank swasta, stasiun radio (RRI), pemancar televisi, bioskop, penerbitan surat kabar, money changer, supermarket, pelabuhan udara kls 1, stasiun televisi pemerintah, hotel berbintang, tempat rekreasi indoor. 2. Maluku Tengah II 19 63,33 Tempat pelabuhan ikan (TPI), pelabuhan udara kls 2, pelabuhan bongkar muat, terminal bus, pemancar televisi swasta. 3. Buru III 18 60,00 Jasa telekomunikasi, stasiun radio (RRI), bioskop, penerbitan surat kabar, 4. Maluku Tenggara IV 17 56,66 Tempat pelabuhan ikan, bank swasta Seram Bagian Barat Maluku Tenggara Barat V 10 33,33 Jasa telekomunikasi VI 8 26,66 Dermaga ferry, PDAM 7. Seram Bagian Timur VII 6 20,00 8. Kepulauan Aru VII 6 20,00 Sumber : Hasil Analisis Bank pembangunan daerah, pasar tradisional, pelabuhan rakyat, terminal angkot, tempat rekreasi outdoor Bank pembangunan daerah, pasar tradisional, pelabuhan rakyat, terminal angkot, tempat rekreasi outdoor

IX. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Maluku, maka dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut:

IX. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Maluku, maka dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut: IX. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pengembangan kawasan sentra produksi dalam meningkatkan perekonomian wilayah kepulauan Provinsi Maluku,

Lebih terperinci

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN. kebijakan pembangunan antara wilayah/negara daratan (continental/landlock

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN. kebijakan pembangunan antara wilayah/negara daratan (continental/landlock BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka pemikiran berdasarkan teori yang digunakan dapat menjelaskan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Berbagai kajian atau teoriteori pengembangan wilayah secara umum

Lebih terperinci

ABSTRACT. Development centers, input-output, scalogram, key sectors, final demand Impact, service fascilities.

ABSTRACT. Development centers, input-output, scalogram, key sectors, final demand Impact, service fascilities. ABSTRACT IZAAC TONNY MATITAPUTTY. Development of Production Centers Area in Improving Archipelago Region Economy in the Province of Maluku. (KUNTJORO as Chairman, HARIANTO and D.S. PRIYARSONO as Members

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rona wilayah yang heterogen terdiri dari pulau-pulau. Menurut Yakub (2004),

I. PENDAHULUAN. rona wilayah yang heterogen terdiri dari pulau-pulau. Menurut Yakub (2004), I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan bagian dari wilayah di permukaan bumi, memiliki rona wilayah yang heterogen terdiri dari pulau-pulau. Menurut Yakub (2004), bentuk-bentuk rona suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 7.1. Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini Perkembangan terakhir pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku menunjukkan tren meningkat dan berada di atas pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

7.1. Potensi Lokal Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku. Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan memiliki

7.1. Potensi Lokal Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku. Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan memiliki VII. KONEKTIVITAS SEKTOR-SEKTOR EKONOMI UNGGULAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 7.1. Potensi Lokal Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan memiliki potensi sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2010 2014 7.1 Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini 7.1.1 Capaian Pembangunan Wilayah Dalam kurun waktu 2004 2008 perekonomian wilayah Maluku mengalami pertumbuhan yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran pelabuhan yang memadai berperan besar dalam menunjang mobilitas barang dan

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran pelabuhan yang memadai berperan besar dalam menunjang mobilitas barang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Simpulan 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi spasial maka yang menjadi kutub pertumbuhan adalah Kota Medan. Karakteristik utama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand). GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 24 Sesi NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG : 2 A. PENGERTIAN NEGARA BERKEMBANG Negara berkembang adalah negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, standar

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TUGAS AKHIR Oleh: FARIDAWATI LATIF L2D 001 418 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Dinamika perkembangan sektoral pada triwulan III-2011 menunjukkan arah yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Keseluruhan sektor mengalami perlambatan yang cukup signifikan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG TON PERSEN BAB 1 160,000 140,000 120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 - PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 2009 2010 2011 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00-10.00-20.00-30.00 VOLUME

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Identifikasi Sektor-Sektor Basis di Provinsi Kepulauan Riau Struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor perekonomian dalam memproduksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan melihat karakteristik Kabupaten Garut bagian selatan dapat dilihat bagaimana sifat ketertinggalan memang melekat pada wilayah ini. Wilayah Garut bagian selatan sesuai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Pada bab IV ini Penulis akan menyajikan Gambaran Umum Obyek/Subyek yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi, kondisi ketenagakerjaan, kondisi penanaman modal

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku)

Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku) TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku) Gilber Payung, Ihsan, Marly Valenti Patandianan Lab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI B A B BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berbagai upaya ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah Dalam konteks pembanguan saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator dalam mengukur. keberhasilan ekonomi suatu wilayah. Untuk membentuk kegiatan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator dalam mengukur. keberhasilan ekonomi suatu wilayah. Untuk membentuk kegiatan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator dalam mengukur keberhasilan ekonomi suatu wilayah. Untuk membentuk kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH. Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka.

ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH. Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka. 1 ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka adrian@ut.ac.id ABSTRAK Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013 No. 06/11/62/Th.VII, 6 Nopember 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan III-2013 terhadap triwulan II-2013 (Q to Q) secara siklikal mengalami

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan wilayah, secara spasial tidak selalu merata. Kesenjangan pembangunan antar wilayah seringkali menjadi permasalahan serius. Beberapa daerah mengalami pertumbuhan cepat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 VIX. KESIMPUL?LN DAN I MPLIKASI 7.1. Kesimpulan 7.1.1. Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 dalam kurun waktu 1971-1990 sangat berfluktuasi. Tingkat pertumbuhan paling tinggi terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH Djarwadi dan Sunartono Kedeputian Pengkajian Kebijakan Teknologi BPPT Jl. M.H. Thamrin No.8 Jakarta 10340 E-mail : djarwadi@webmail.bppt.go.id

Lebih terperinci

IX. KETERKAITAN ANTARA ALTERNATIF STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI DAN IDENTIFIKASI WILAYAH CIANJUR SELATAN

IX. KETERKAITAN ANTARA ALTERNATIF STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI DAN IDENTIFIKASI WILAYAH CIANJUR SELATAN 147 IX. KETERKAITAN ANTARA ALTERNATIF STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI DAN IDENTIFIKASI WILAYAH CIANJUR SELATAN Beberapa permasalahan yang terjadai dalam proses pembangunan wilayah di Kabupaten Cianjur diantaranya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Batas Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Masyarakat Miskin ( ) Presentase Penduduk Miskin. Kota& Desa Kota Desa

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Batas Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Masyarakat Miskin ( ) Presentase Penduduk Miskin. Kota& Desa Kota Desa 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi hanya dipandang pasif dan bahkan hanya dianggap sebagai unsur penunjang semata. Peranan utama pertanian dianggap hanya sebagai

Lebih terperinci

POLA ALIRAN SUMBERDAYA UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN WILAYAH HINTERLAND (Studi Kasus : Pulau Semau, Propinsi Nusa Tenggara Timur) TUGAS AKHIR

POLA ALIRAN SUMBERDAYA UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN WILAYAH HINTERLAND (Studi Kasus : Pulau Semau, Propinsi Nusa Tenggara Timur) TUGAS AKHIR POLA ALIRAN SUMBERDAYA UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN WILAYAH HINTERLAND (Studi Kasus : Pulau Semau, Propinsi Nusa Tenggara Timur) TUGAS AKHIR Oleh : ROLIVIYANTI JAMIN L2D 300 376 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

PENENTUAN PUSAT PUSAT PENGEMBANGAN DI WILAYAH PESISIR PANTAI DAN LAUT Oleh : Ir Kartika Listriana

PENENTUAN PUSAT PUSAT PENGEMBANGAN DI WILAYAH PESISIR PANTAI DAN LAUT Oleh : Ir Kartika Listriana PENENTUAN PUSAT PUSAT PENGEMBANGAN DI WILAYAH PESISIR PANTAI DAN LAUT Oleh : Ir Kartika Listriana Wilayah pesisir dan laut memiliki karakteristik yang berbeda dengan wilayah daratan. Karakteristik khusus

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PROVINSI MALUKU. Karakteristik wilayah yang heterogen dengan ratusan buah pulau menjadikan

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PROVINSI MALUKU. Karakteristik wilayah yang heterogen dengan ratusan buah pulau menjadikan V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PROVINSI MALUKU 5.1. Kondisi Fisik Wilayah Provinsi Maluku merupakan salah satu wilayah kepulauan di Indonesia. Karakteristik wilayah yang heterogen dengan ratusan buah pulau menjadikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

STUDI POLA RUANG ALIRAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN ANTARWILAYAH DI PROVINSI BANTEN TUGAS AKHIR

STUDI POLA RUANG ALIRAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN ANTARWILAYAH DI PROVINSI BANTEN TUGAS AKHIR STUDI POLA RUANG ALIRAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN ANTARWILAYAH DI PROVINSI BANTEN TUGAS AKHIR Oleh : REFI HENDRIANA L2D 098 460 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Wilayah dan Pembangunan wilayah Budiharsono (2001) menyebutkan bahwa ruang atau kawasan sangat penting dalam pembangunan wilayah.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2011 No. 24/05/51/Th. V, 5 Mei 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2011 Pada Triwulan I 2011, PDRB Bali tumbuh sebesar 0,75 persen dibanding Triwulan IV - 2010 (quarter to quarter/q-to-q). Pertumbuhan

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN DI PROVINSI MALUKU DISERTASI IZAAC TONNY MATITAPUTTY

PENGEMBANGAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN DI PROVINSI MALUKU DISERTASI IZAAC TONNY MATITAPUTTY PENGEMBANGAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN DI PROVINSI MALUKU DISERTASI IZAAC TONNY MATITAPUTTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago PENJELASAN SUBTEMA IDF Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago 2018 DISPARITAS REGIONAL Dalam Nawacita, salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo adalah membangun Indonesia

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infrastruktur Infrastruktur merujuk pada system phisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan I-2013 tumbuh 7,63% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,57% (y.o.y.) Pencapaian tersebut masih

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Profil Provinsi Kepulauan Bangka belitung. Bangka dan Pulau Belitung yang beribukotakan Pangkalpinang.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Profil Provinsi Kepulauan Bangka belitung. Bangka dan Pulau Belitung yang beribukotakan Pangkalpinang. BAB IV GAMBARAN UMUM A. Profil Provinsi Kepulauan Bangka belitung Provinsi Kepulauan Bangka Belitung atau yang disingkat Babel adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua pulau kecil yaitu

Lebih terperinci

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat persaingan antarnegara dari waktu ke waktu semakin tinggi sebagai dampak dari munculnya fenomena globalisasi ekonomi. Globalisasi mencerminkan tantangan sekaligus

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report KATA PENGANTAR Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah Laporan Akhir () kegiatan Pekerjaan Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor

Lebih terperinci

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja 156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas dapat dikelompokkan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian. 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor yang tidak dapat

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1 Oleh: Almasdi Syahza 2 Email: asyahza@yahoo.co.id Website: http://almasdi.staff.unri.ac.id Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan nasional. Infrastruktur juga memegang peranan penting sebagai

Lebih terperinci

MODEL PENGEMBANGAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU 1 Oleh : Dr. Ir. Dedi M. M. Riyadi 2

MODEL PENGEMBANGAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU 1 Oleh : Dr. Ir. Dedi M. M. Riyadi 2 MODEL PENGEMBANGAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU 1 Oleh : Dr. Ir. Dedi M. M. Riyadi 2 I. Pendahuluan 1. Memasuki akhir 1990-an, perekonomian Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ini merupakan

Lebih terperinci