VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu"

Transkripsi

1 VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL 7.1. Neraca Pariwisata Jumlah penerimaan devisa melalui wisman maupun pengeluaran devisa melalui penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri tergantung dari rata-rata pengeluaran dan jumlah kedatangan wisman maupun keberangkatan penduduk Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu mengalami surplus. Dengan semakin mudahnya penduduk di dunia untuk melakukan perjalanan dalam era globalisasi ini akan meningkatkan pariwisata dunia termasuk wisman yang datang ke Indonesia (inbound) maupun penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri (outbound). Kecepatan peningkatan dari tahun ke tahun inbound dan outbound beserta pengeluarannya akan mempengaruhi jumlah penerimaan devisa yang masuk ke Indonesia. Semakin cepat peningkatan outbound dibanding inbound bisa berakibat pada neraca pariwisata yang semula surplus bisa menjadi defisit. Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan surplus neraca pariwisata telah dilakukan, namun hasilnya belum menunjukkan adanya perbaikan yang cukup berarti. Tabel 37. Hasil Simulasi Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen Pariwisata Internasional Simulasi dasar YINA naik 6.5% Perubahan (%) Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/tourism balance (juta US$)

2 220 Simulasi kebijakan berdasarkan persamaan simultan menunjukkan bahwa peningkatan perekonomian Indonesia sebesar 6.5 persen akan menurunkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia sebesar 0.05 persen dan pengeluaran mereka juga menurun sebesar 0.07 persen. Di sisi lain jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri dengan adanya peningkatan GDP ini akan meningkat 1.05 persen dan pengeluaran mereka juga meningkat sebesar 8.21 persen. Dari hasil simulasi ini surplus devisa pariwisata akan menurun cukup besar, yaitu persen, namun masih tetap mengalami surplus sebesar US$ juta. Tabel 38. Hasil Simulasi Tingkat Suku Bunga Meningkat 25 Basis Poin Pariwisata Internasional Simulasi dasar RINA naik 25bp Perubahan (%) Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/tourism balance (juta US$) Salah satu faktor yang mempengaruhi kedatangan wisman maupun pengeluarannya adalah harga pariwisata di Indonesia. Jika nilai rupiah menguat, maka harga pariwisata di Indonesia menjadi lebih mahal, sementara harga barang impor, termasuk pariwisata di luar negeri menjadi lebih murah di mata penduduk Indonesia. Sebaliknya jika nilai rupiah melemah maka barang ekspor menjadi lebih kompetitif termasuk pariwisata Indonesia di mata wisatawan mancanegara. Hal ini terlihat dari hasil simulasi kebijakan kontraksi moneter melalui peningkatan suku bunga sebesar 25 basis poin akan menurunkan nilai rupiah terhadap US$ sehingga jumlah wisman yang datang ke Indonesia akan meningkat

3 221 sebesar 0.03 persen dan pengeluaran mereka juga naik, sehingga devisanya meningkat sebesar 0.03 persen. Sementara jumlah penduduk Indonesia yang pergi keluar negeri menurun sebesar 0.03 persen dan total pengeluarannya yang merupakan devisa keluar Indonesia juga akan menurun sebesar 0.06 persen. Hal ini terjadi karena melemahnya nilai rupiah terhadap US$ menjadikan daya beli penduduk Indonesia terhadap barang dan jasa luar negeri menurun. Dampak dari kebijakan kontraksi moneter ini terhadap neraca pariwisata akan naik sebesar 0.66 persen, yaitu dari US$ juta meningkat menjadi US$ juta. Tabel 39. Hasil Simulasi Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Pariwisata Internasional Simulasi dasar YINA naik 6.5% dan RINA naik 25bp Perubahan (%) Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/tourism balance (juta US$) Kombinasi kebijakan antara peningkatan perekonomian Indonesia dan kontraksi moneter menurunkan surplus neraca pariwisata sebesar persen saat GDP meningkat 6.5 persen dan suku bunga naik 25 basis poin. Peningkatan GDP Indonesia di satu sisi akan menurunkan penerimaan devisa pariwisata dan meningkatkan pengeluaran devisa pariwisata, di sisi lain kebijakan menaikkan suku bunga akan meningkatkan penerimaan devisa pariwisata dan menurunkan pengeluaran devisa pariwista. Sehingga kombinasi kebijakan keduanya akan saling mempengaruhi. Dari sisi penerimaan devisa

4 222 pariwisata ternyata kebijakan peningkatan suku bunga kalah dominan pengaruhnya jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini terlihat dari kombinasi simulasi ini menunjukkan adanya penurunan penerimaan devisa pariwisata sebesar 0.03 persen dan jumlah wisman yang datang pun juga turun 0.02 persen. Sementara itu pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih dominan mempengaruhi jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. Ini terlihat dari hasil simulasi kombinasi pertumbuhan ekonomi dan kebijakan moneter bahwa jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri tetap meningkat 1.03 persen dan devisa yang mengalir keluar negeri meningkat lebih cepat, yaitu sebesar 8.15 persen. Tabel. 40. Hasil Simulasi Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Turun 25 Basis Poin Pariwisata Internasional Simulasi dasar YINA naik 6.5% dan RINA turun 25bp Perubahan (%) Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/tourism balance (juta US$) Surplus devisa pariwisata Indonesia yang selama ini terjadi suatu saat bukan tidak mungkin lagi akan menjadi defisit di mana pertumbuhan penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri lebih cepat jika dibandingkan dengan jumlah kedatangan wisman ke Indonesia. Berbagai kebijakan untuk tetap meningkatkan surplus devisa pariwisata melalui promosi dan peningkatan pelayanan yang lebih tidak akan berhasil tanpa adanya keterlibatan pihak swasta yang berkecimpung di

5 223 bidang pariwisata. Namun demikian secara terpisah kebijakan yang tidak terkait langsung dengan pariwisata juga bisa memperkecil surplus devisa pariwisata yang terjadi selama ini. Kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan moneter sebagai salah satu contohnya. Saat perekonomian Indonesia meningkat 6.5 persen dan kebijakan ekspansi moneter dengan menurunkan suku bunga 25 basis poin akan menurunkan surplus devisa pariwisata sebesar persen. Mengecilnya surplus ini terjadi karena jumlah wisman beserta total pengeluarannya yang merupakan penerimaan devisa menurun masing-masing sebesar 0.09 persen dan 0.13 persen. Sementara akibat kombinasi kebijakan ini akan meningkatkan minat penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan keluar negeri serta total pengeluarannya masing-masing sebesar 1.08 persen dan 8.27 persen. Tabel. 41. Hasil Simulasi Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Pariwisata Internasional Simulasi dasar ERINA menguat 10% Perubahan (%) Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) 9, Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/tourism balance (juta US$) Menguatnya mata uang rupiah terhadap mata uang negara asal wisman akan menurunkan jumlah kunjungan wisman maupun penerimaan devisa pariwisata. Di sisi lain penguatan rupiah terhadap US$ akan memicu peningkatan

6 224 jumlah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri termasuk pengeluaran mereka selama berada di luarnegeri. Hal ini akan semakin mengurangi neraca pariwisata Indonesia yang selama ini mengalami surplus. Ketika terjadi aprsiasi nilai rupiah terhadap mata uang negara asal wisman sebesar 10 persen, jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia mengalami penurunan sebesar 1.81 persen dan devisa yang masuk ke Indonesia mengalami penurunan 2.76 persen. Di sisi lain penguatan rupiah ini akan mendorong penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri yang meningkat sebesar 0.66 persen.. Devisa yang mengalir ke luar negeri meningkat jauh lebih besar, yaitu persen sehingga neraca pariwisata mengalami defisit sebesar US$ juta. Tabel. 42. Hasil Simulasi Inflasi Indonesia Sebesar 5 Persen dan Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Pariwisata Internasional Simulasi dasar CPIINA naik 5% dan ERINA menguat 10% Perubahan (%) Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/tourism balance (juta US$) Ketika apresiasi rupiah terjadi diikuti dengan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen, semakin mendorong wisman untuk tidak berkunjung ke Indonesia karena harga pariwisata di Indonesia menjadi lebih mahal di mata mereka sehingga jumlah kunjungan wisman ke Indonesia mengalami penurunan sebesar 2.49 persen. Jumlah pengeluaran yang mereka belanjakan pun mengalami penurunan

7 225 sebesar 3.80 persen. Sementara devisa yang dibawa oleh penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri meningkat cukup besar, yaitu persen. Peningkatan ini semakin menguras devisa pariwisata sehingga mengalami defisit sebesar US$ juta. Oleh karena itu untuk mempertahankan neraca pariwisata tetap surplus perlu adanya upaya promosi pariwisata yang melibatkan para pelaku pariwisata seperti hotel dan biro perjalanan Analisis Dampak Ekonomi Wisatawan Mancanegara Pariwisata internasional memberikan dampak tidak hanya pada tingkat makro tetapi juga pada tingkat mikro ekonomi. Menurut Akal (2010), pada tingkat mikro pariwisata internasional akan meningkatkan kualitas tenaga kerja pada industri pariwisata, menggunakan sumberdaya secara efisien dengan kompetisi yang cukup tinggi, memberikan keuntungan pada skala ekonomi, dan pengembangan fasilitas baru sesuai dengan standard internasional yang diinginkan oleh wisatawan. Banyaknya jumlah wisatawan mancanegara dan besarnya pengeluaran mereka mempunyai dampak terhadap pendapatan nasional, tenaga kerja, penerimaan pemerintah, neraca pembayaran, lingkungan, dan budaya daerah yang dikunjungi. Turunnya permintaan pariwisata bisa menurunkan standar hidup dan meningkatkan pengangguran daerah tujuan wisata, demikian pula sebaliknya peningkatan permintaan pariwisata akan meningkatkan standar hidup dan mengurangi pengangguran di daerah tujuan wisata. Naik-turunnya permintaan pariwisata ini secara luas bisa berdampak pada individu, rumahtangga, sektor swasta maupun sektor publik (Stabler et al., 2010).

8 226 Menurut Polo dan Valle (2009) bahwa permintaan akhir oleh wisatawan yang terdiri dari berbagai jenis barang dan jasa yang dikonsumsi selama melakukan perjalanan wisata mudah diidentifikasi, seperti: hotel, biro perjalanan, transportasi, barang cinderamata, dan sebagainya. Tetapi informasi ini tidak cukup untuk menghitung sumbangan dalam produksi nasional (output), nilai tambah, dan tenaga kerja di sektor pariwisata. Dengan menggunakan model I-O sumbangan pariwisata dalam perekonomian bisa diketahui. Selain itu dalam model I-O juga bisa diketahui keterkaitan antarsektor dalam perekonomian Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan. Untuk mengetahui seberapa jauh tingkat hubungan keterkaitan antar sektor produksi baik hubungan dengan penjualan barang jadi atau keterkaitan ke depan (forward linkages) maupun dengan bahan mentah/bahan baku atau keterkaitan ke belakang (backward linkages) bisa dilihat dari indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan yang diturunkan dari tabel I-O berdasarkan tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen. Berdasarkan tabel I-O tahun 2005 yang digunakan dalam mengukur dampak ekonomi pariwisata internasional menunjukkan bahwa sektor yang mempunyai daya penyebaran tertinggi atau daya dorong yang paling kuat dibandingkan sektor lainnya adalah sektor perdagangan. Indeks sektor ini adalah , yang berarti bahwa 1 unit output sektor perdagangan menyebabkan output sektor lain (termasuk sektor perdagangan sendiri) secara keseluruhan sebesar unit. Sektor penambangan minyak, gas, dan panas bumi merupakan sektor yang memiliki daya dorong kuat setelah sektor perdagangan dengan indeks daya penyebarannya sebesar diikuti oleh sektor

9 227 pengilangan minyak bumi pada urutan terkuat ketiga dengan indeks daya penyebaran sebesar Sepuluh sektor yang memiliki indeks daya penyebaran tertinggi seperti terlihat dalam Tabel 43. Tabel 43. Sepuluh Sektor dengan Indeks Daya Penyebaran Tertinggi No Sektor Foreward Linkages Index (1) (2) (3) 1 53 Perdagangan Penambangan minyak, gas dan panas bumi Pengilangan minyak bumi Lembaga keuangan Industri pupuk dan pestisida Industri kimia Penambangan batubara dan bijih logam Jasa lainnya Bangunan Industri makanan lainnya Dalam Tabel 44 juga terlihat sepuluh sektor yang mempunyai indeks derajat kepekaan tertinggi. Sektor industri minyak dan lemak memiliki derajat kepekaan tertinggi dibanding dengan sektor lainnya dengan indeks derajat kepekaan sebesar diikuti dengan sektor industri gula dan sektor industri penggilingan padi, masing-masing dengan indeks derajat kepekaan dan Restoran sebagai salah satu sektor pariwisata memiliki derajat kepekaan pada urutan yang ke 7 dengan nilai yang masih di atas nilai rata-rata sektor lainnya.

10 228 Tabel 44. Sepuluh Sektor dengan Indeks Derajat Kepekaan Tertinggi No Sektor Backward Linkages Index (1) (2) (3) 1 28 Industri minyak dan lemak Industri gula Industri penggilingan padi Industri pengolahan dan pengawetan makanan Angkutan kereta api Industri makanan lainnya Restoran Pemotongan hewan Industri logam dasar bukan besi Unggas dan hasil-hasilnya Dampak Ekonomi Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Pengeluaran wisman selama di Indonesia dapat diketahui jenis pengeluarannya yang merupakan bagian dari output perusahaan/usaha yang menjual barang atau jasa kepada wisman. Menurut Polo dan Valle (2009) berdasarkan hasil penelitiannya bahwa kegiatan pariwisata dikelompokkan menjadi tiga, tergantung dari sumbangan produk domestik yang yang dikonsumsi oleh wisatawan, yaitu: (1) high tourism sector yang terdiri dari hotel, akomodasi, dan penyewaan kendaraan, (2) tourism sector yang terdiri dari restoran, bar, diskotik, angkutan udara dan angkutan darat, (3) marginal tourism sector yang terdiri dari fasilitas transport lainnya, angkutan air, dan real estat

11 229 Dengan menggunakan dua jenis data dari hasil simulasi dasar dan hasil simulasi kebijakan pada permintaan wisman terhadap barang dan jasa di Indonesia dapat diketahui perubahan yang terjadi pada output, nilai tambah, pajak tak langsung, dan upah/gaji serta tenaga kerja yang merupakan dampak dari simulasi kebijakan Grosss Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Meningkat 2 Persen Perekonomian dunia yang semakin membaik akan meningkatkan volume perdagangan barang dan jasa antarnegara, termasuk di dalamnya adalah sektor pariwisata. Membaiknya perekonomian dari enam negara asal wisman yang ditunjukkan dengan meningkatnya GDP negara tersebut masing-masing sebesar 2 persen akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman sebanyak 0.63 persen dan jumlah penerimaan devisa sebesar 0.57 persen. Meningkatnya konsumsi wisman di Indonesia ini akan berdampak pada penyediaan barang dan jasa yang diperlukan oleh mereka selama berada di Indonesia sehingga output dari sektor yang melayani wisman baik yang langsung maupun yang tidak langsung akan mengalami peningkatan sebesar 0.55 persen. Peningkatan output ini memerlukan tenaga kerja sebanyak 4.00 juta orang atau meningkat 0.37 persen yang merupakan dampak terbesar atas meningkatnya permintaan barang dan jasa oleh wisman. Ini menunjukkan bahwa sektor yang melayani wisman adalah sektor yang padat karya. Sementara upah gajinya meningkat 0.63 persen yang merupakan dampak terbesar dibandingkan dengan komponen lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja yang bekerja di sektor pariwisata baik langsung maupun tidak langsung menerima upah dan gajinya yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.

12 230 Inbound: Simulasi dasar GDP Negara Asal Naik 2% 0.57% Inbound: I-O Multiplier Matrix Output % Output Nilai Tambah % Nilai Tambah Upah dan gaji % Upah dan gaji Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang Pajak tak langsung Tenaga kerja % 0.37% Pajak tak langsung Tenaga kerja Gambar 24. Dampak Ekonomi Pertumbuhan Gross Domestic Product Enam Negara Utama Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 2 Persen Nilai tambah sektor pariwisata akan meningkat 0.56 persen ketika perekonomian enam negara asal wisman membaik dengan meningkatnya GDP masing-masing sebesar 2 persen. Dampak terhadap nilai tambah ini lebih besar jika dibandingkan dengan outputnya. Ini mengindikasikan bahwa kontribusi pariwisata dalam menciptakan nilai tambah lebih tinggi jika dibandingkan dengan outputnya Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen Salah satu kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan melakukan ekspansi fiskal. Berdasarkan persamaan simultan menunjukkan bahwa peningkatan GDP akan mempengaruhi beberapa variabel lainnya. Salah satunya adalah, ketika GDP meningkat akan menguatkan nilai tukar rupiah terhadap US$ dan pada giliran berikutnya suku bunga akan meningkat. Peningkatan suku bunga akan menurunkan laju inflasi sehingga harga

13 231 pariwisata Indonesia menjadi lebih murah di mata wisatawan mancanegara. Variabel harga pariwisata ini mempengaruhi jumlah kunjungan wisman ke Indonesia maupun pengeluarannya. Karena pariwisata merupakan barang normal maka saat harga pariwisata menurun maka permintaan akan barang dan jasa pariwisata meningkat, dalam hal ini jumlah kunjungan wisman meningkat. Inbound: Simulasi dasar GDP Indonesia Naik 6.5% -0.07% Inbound: I-O Multiplier Matrix Output % Output Nilai Tambah % Nilai Tambah Upah dan gaji % Upah dan gaji Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang Pajak tak langsung Tenaga kerja % -0.27% Pajak tak langsung Tenaga kerja Gambar 25. Dampak Ekonomi Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia 6.5 Persen Namun pada saat GDP Indonesia meningkat 6.5 persen, devisa yang masuk ke Indonesia menurun 0.07 persen. Hal ini terjadi karena peningkatan jumlah wisman dari enam negara utama lebih kecil jika dibandingkan dengan penurunan wisman di luar enam negara utama. Harga pariwisata Indonesia mempengaruhi wisman dari enam negara utama sementara wisman di luar enam negara utama tidak terpengaruh dengan harga pariwisata Indonesia tetapi dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap mata uang US$. Saat rupiah menguat terhadap mata uang US$, harga pariwisata Indonesia menjadi mahal sehingga wisman yang berkunjung ke Indonesia menurun.

14 232 Kontribusi pariwisata dalam perekonomian dengan menurunnya devisa yang masuk ke Indonesia juga turun. Output dan nilai tambah yang diakibatkan oleh permintaan wisatawan mancanegara menurun masing masing 0.10 persen dan 0.09 persen di mana penurunan outputnya lebih cepat dibandingkan dengan penurunan nilai tambahnya. Ini mengindikasikan bahwa sumbangan pariwisata terhadap output nasional lebih sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia jika dibandingkan dengan nilai tambahnya. Penurunan tertinggi akibat pertumbuhan ekonomi ini terjadi pada penyerapan tenaga kerja yang turun 0.27 persen. Penurunan ini menjadikan sektor pariwisata internasional kurang pro job dalam rangka tripple track startegy yang dicanangkan oleh pemerintah ketika GDP Indonesia meningkat 6.5 persen. Dampak karena pertumbuhan ekonomi ini pada komponen upah dan gaji turun sebesar 0.02 persen yang merupakan penurunan terendah jika dibandingkan dengan komponen lainnya. Ini artinya bahwa perubahan jumlah tenaga kerja yang terserap karena aktivitas wisatawan mancanegara di Indonesia lebih sensitif jika dibandingkan dengan perubahan upah dan gajinya Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Banyaknya uang yang beredar di masyarakat menentukan harga-harga barang yang ada di masyarakat. Semakin banyak uang yang beredar semakin melambung harga-harga barang tersebut. Salah satu kebijakan untuk mengendalikan laju inflasi adalah dengan kebijakan kontraksi moneter melalui peningkatan suku bunga. Peningkatan suku bunga akan menekan laju inflasi yang ditunjukkan dengan menurunnya indeks harga konsumen. Harga pariwisata Indonesia yang

15 233 digunakan dalam model persamaan simultan berbanding lurus dengan indeks harga konsumen. Semakin tinggi indeks harga konsumen Indonesia semakin mahal harga pariwisata Indonesia, demikian juga sebaliknya semakin rendah indeks harga konsumen Indonesia semakin kompetitif pariwisata Indonesia di mata wisatawan mancanegara. Inbound: Simulasi dasar RINA Naik 25 bp 0.05% Inbound: I-O Multiplier Matrix Output % Output Nilai Tambah % Nilai Tambah Upah dan gaji % Upah dan gaji Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang Pajak tak langsung Tenaga kerja % 0.04% Pajak tak langsung Tenaga kerja Gambar 26. Dampak Ekonomi Peningkatan Suku Bunga 25 Basis Poin Ketika suku bunga naik 25 basis poin jumlah devisa pariwisata yang mengalir ke Indonesia meningkat 0.05 persen. Dampak ekonomi yang diakibatkan oleh konsumsi wisman selama berada di Indonesia juga mengalami peningkatan. Peningkatan tenaga kerja yang terserap karena adanya permintaan barang dan jasa pariwisata oleh wisman di Indonesia sebesar 0.04 persen sementara peningkatan upah gajinya sebesar 0.03 persen. Ini menunjukkan bahwa kebijakan kontraksi moneter bisa membantu kebijakan pemerintah dalam upaya menanggulangi

16 234 masalah pengangguran yang terus meningkat. Namun peningkatan tenaga kerja ini akan menerima upah gaji yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tenaga kerja yang telah ada sebelumnya di mana pertumbuhan tenaga kerjanya lebih tinggi jika dibandingkan dengan upah gajinya. Permintaan akan barang dan jasa pariwisata Indonesia oleh wisatawan mancanegara yang meningkat karena kebijakan kontraksi moneter berdampak pada output nasional maupun nilai tambah bruto yang meningkat masing-masing 0.02 persen dan 0.05 persen. Peningkatan nilai tambah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan output mengindikasikan bahwa kebijakan kontraksi moneter lebih berdampak pada penciptaan nilai tambah dalam perekonomian Indonesia melalui devisa yang dibawa oleh wisatawan mancanegara. Sementara dampak terkecil dari kebijakan kontraksi moneter ini terjadi pada komponen pajak tak langsung yang hanya meningkat 0.01 persen Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen Ketika secara bersamaan terjadi peningkatan perekonomian dunia termasuk Indonesia akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia sebesar 0.58 persen dan devisa yang masuk ke Indonesia meningkat 0.50 persen. Ini menunjukkan bahwa dampak pertumbuhan ekonomi di enam negara asal wisman lebih dominan jika dibandingkan dengan dampak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di satu sisi pertumbuhan ekonomi enam negara wisman akan meningkatkan jumlah kunjungannya, di sisi lain pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan menurunkan jumlah kunjungan wisman.

17 235 Inbound: Simulasi dasar GDP neg asal wisman naik 2% GDP Ind naik 6.5% 0.50% Inbound: I-O Multiplier Matrix Output % Output Nilai Tambah % Nilai Tambah Upah dan gaji % Upah dan gaji Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang Pajak tak langsung Tenaga kerja % 0.30% Pajak tak langsung Tenaga kerja Gambar 27. Dampak Ekonomi Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen Ketika permintaan barang dana jasa pariwisata oleh wisman meningkat 0.50 persen, output dari usaha penyedia barang dan jasa untuk wisman meningkat 0.48 persen. Peningkatan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan nilai tambahnya yang mencapai 0.53 persen. Sektor yang menyediakan barang dan jasa untuk wisman memang merupakan sektor yang lebih mengandalkan tenaga kerja di mana dampak dari peningkatan permintaan wisman sebesar 0.50 persen akan menyerap tenaga kerja sebanyak 4.00 juta orang atau meningkat sebesar 0.30 persen. Sementara upah dan gaji yang mereka terima meningkat 0.62 persen. Dari sisi ini bahwa penambahan tenaga kerja yang dibutuhkan akan menerima upah lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja yang telah ada sebelumnya.

18 Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Tingkat Suku Bunga di Indonesia Naik 25 Basis Poin Ketika Indonesia melakukan kebijakan kontraksi moneter dengan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin bersamaan dengan membaiknya perekonomian enam negara asal wisatawan yang tumbuh masing-masing sebesar 2 persen, maka konsumsi wisman di Indonesia meningkat sebesar 0.62 persen. Dampak dari peningkatan permintaan wisman terhadap barang dan jasa akan meningkatkan output pada sektor ini sebesar 0.61 persen dan nilai tambahnya meningkat 0.65 persen. Inbound: Simulasi dasar GDP neg asal wisman naik 2% RINA naik 25 bp 0.62% Inbound: I-O Multiplier Matrix Output % Output Nilai Tambah % Nilai Tambah Upah dan gaji % Upah dan gaji Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang Pajak tak langsung Tenaga kerja % 0.43% Pajak tak langsung Tenaga kerja Gambar 28. Dampak Ekonomi Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Tingkat Suku Bunga di Indonesia Naik 25 Basis Poin Jumlah tenaga kerja yang terserap meningkat dari ribu orang menjadi ribu orang atau meningkat 0.43 persen. Sementara upah dan gajinya meningkat lebih tinggi, yaitu dari trilion rupiah menjadi 24.99

19 237 trilion rupiah atau meningkat sebesar 0.74 persen. Dari kombinasi simulasi ini menunjukkan bahwa kesejahteraan pekerja yang secara langsung maupun tidak langsung melayani wisman mengalami peningkatan penghasilan di mana peningkatan upah gajinya lebih besar dari pada peningkatan tenaga kerjanya. Di sisi lain dampak terhadap penerimaan pemerintah melalui pajak tak langsung meningkat 0.57 persen Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Kombinasi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan kontraksi moneter akan saling mempengaruhi jumlah kunjungan wisman maupun pengeluarannya. Di satu sisi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menurunkan jumlah kunjungan wisman maupun pengeluarannya, di sisi lain kontraksi moneter akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman maupun pengeluarannya. Kombinasi keduanya ini akan meningkatkan atau menurunkan jumlah kunjungan wisman tergantung dari besaran kombinasi kebijakan tersebut. Saat kebijakan kontraksi moneter diterapkan indeks harga konsumen akan turun sehingga harga pariwisata akan mengalami penurunan. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi sebesar 6.5 persen menguatkan nilai mata uang rupiah sehingga harga dalam negeri menjadi kurang kompetitif yang pada gilirannya akan menurunkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Ketika GDP Indonesia meningkat 6.5 persen dan suku bunga meningkat 25 basis poin akan menurunkan jumlah penerimaan devisa sebesar 0.03 persen. Penurunan penerimaan devisa yang diakibatkan oleh penurunan permintaan wisman terhadap barang dan jasa yang selanjutnya berakibat pada penurunan

20 238 output sebesar 0.08 persen. Sementara nilai tambah akibat dari kombinasi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kontraksi moneter juga mengalami penurunan sebesar 0.08 persen. Dampak penurunan terbesar terjadi pada komponen upah gaji, yaitu sebesar 0.09 persen. Dilihat dari kesejahteraan pekerja yang berkecimpung di sektor pariwisata yang dicerminkan dengan upah gaji yang mereka terima nampaknya terjadi penurunan. Hal ini terlihat dari penurunan jumlah tenaga kerja yang lebih kecil jika dibandingkan dengan penurunan upah gaji yang mereka terima, yaitu 0.07 persen penurunan tenaga kerja dan 0.09 persen penurunan upah gaji sehingga rata-rata upah gaji per pekerjanya menurun dengan adanya kombinasi simulasi ini. Inbound: Simulasi dasar GDP Ind naik 6.5% RINA naik 25 bp -0.03% Inbound: I-O Multiplier Matrix Output % Output Nilai Tambah % Nilai Tambah Upah dan gaji % Upah dan gaji Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang Pajak tak langsung Tenaga kerja % -0.07% Pajak tak langsung Tenaga kerja Gambar 29. Dampak Ekonomi Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia 6.5 Persen dan Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Dampak pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan ekspansi moneter secara terpisah masing-masing akan menurunkan penerimaan devisa melalui

21 239 wisman sehingga jika kombinasi simulasi tersebut dilakukan secara bersamaan maka dampak penurunannya menjadi lebih besar jika dibandingkan dengan dampak dari masing-masing kebijakan Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Turun 25 Basis Poin Salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisman ke Indonesia adalah harga pariwisata Indonesia yang berbading lurus dengan indeks harga konsumen dan berbanding terbalik dengan nilai tukar mata uang rupiah. Ketika perekonomian Indonesia meningkat maka indeks harga konsumen akan meningkat berdasarkan persamaan simultan yang ada yang padi gilirannya harga pariwisata Indonesia akan menjadi lebih mahal di mata wisman. Di sisi lain saat kebijakan ekpansi moneter dilakukan dengan menurunkan suku bunga maka akan terjadi capital ouflow sehingga supply mata uang US$ akan berkurang yang pada giliran berikutnya akan melemahkan nilai mata uang rupiah. Penurunan mata uang rupiah ini menjadikan daya saing produk ekspor indonesia menjadi meningkat. Demikian juga halnya dengan barang dan jasa pariwisata sehingga jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia akan meningkat. Ketika kebijakan ekspansi moneter dilakukan bersamaan dengan membaiknya perekonomian Indonesia maka akan terjadi tarik menarik pengaruh keduanya terhadap jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Dari hasil kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6.5 persen serta ekspansi moneter dengan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin menurunkan penerimaan devisa sebesar 0.13 persen. Penurunan ini memberikan dampak terbesar pada penurunan penerimaan pemerintah melalui

22 240 pajak tak langsung, yaitu sebesar 0.18 persen. Sementara penurunan terendah terjadi pada nilai tambah yang diikuti dengan penurunan tenaga kerja masingmasing sebesar 0.13 persen dan 0.15 persen. Inbound: Simulasi dasar GDP Ind naik 6.5% RINA turun 25 bp -0.13% Inbound: I-O Multiplier Matrix Output % Output Nilai Tambah % Nilai Tambah Upah dan gaji % Upah dan gaji Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang Pajak tak langsung Tenaga kerja % -0.15% Pajak tak langsung Tenaga kerja Gambar 30. Dampak Ekonomi Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia 6.5 Persen dan Suku Bunga Turun 25 Basis Poin Travel Warning Travel warning dari suatu negara terhadap negara lain bertujuan untuk melindungi warga negaranya dari berbagai ancaman keselamatan warga negara tersebut. Setiap negara tujuan wisman sebenarnya tidak ingin mendapatkan travel warning dari negara asal wisatawan. Namun ini merupakan faktor eksternal sebagai konsekuensi dari negera tujuan wisman ketika negara tersebut tidak mampu menjaga atau melindungi warganya maupun orang asing dari ancaman terorisme. Travel warning akan dicabut ketika negara asal wisman sudah merasa

23 241 bahwa negara yang akan dituju oleh penduduknya telah aman dari gangguan terorisme ataupun dari wabah penyakit. Inbound: Simulasi dasar Travel warning % Inbound: I-O Multiplier Matrix Output % Output Nilai Tambah % Nilai Tambah Upah dan gaji % Upah dan gaji Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang Pajak tak langsung Tenaga kerja % -9.60% Pajak tak langsung Tenaga kerja Gambar 31. Dampak Diterapkannya Travel Warning Simulasi ketika travel warning ketika diterapkan oleh negara asal wisatawan terhadap Indonesia akan menurunkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia yang cukup drastis, yaitu sebesar persen. Penurunan ini juga diikuti oleh uang yang mereka belanjakan selama berada di Indonesia yang menurun sebesar persen. Penurunan ini memberikan dampak terbesar pada penurunan upah dan gaji, yaitu sebesar persen. Sementara penurunan terendah terjadi pada tenaga kerja yang diikuti dengan penurunan pajak tak langsung masing-masing sebesar 9.60 persen dan persen. Dengan dampak negatif yang cukup besar adanya travel warning maka upaya pemerintah untuk menjaga keamanan negara menjadi prioritas penting sehingga pariwisata Indonesia di mata dunia tidak terganggu oleh permasalahan keamanan yang tidak

24 242 hanya mengurangi minat wisman untuk berkunjung ke Indonesia tetapi juga mengurangi kenyamanan penduduk Indonesia sendiri Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Penerimaan devisa pariwisata akan memberikan dampak multiplier terhadap perekonomian Indonesia. Ketika terjadi penguatan rupiah terhadap mata uang negara asal wisman sebesar 10 persen jumlah devisa yang masuk ke Indonesia menurun 2.76 persen, yaitu dari triliun rupiah menjadi triliun rupiah. Penurunan penerimaan devisa ini akan menurunkan output usaha pariwisata yang melayani wisman sebesar 2.78 persen sementara nilai tambahnya menurun sedikit lebih kecil yaitu 2.73 persen. Hal ini menunjukkan bahwa apresiasi nilai rupiah memberikan dampak penurunan kepada usaha pariwisata yang memberikan kontribusi nilai tambah di bawah rata-rata keseluruhan usaha. Inbound: Simulasi dasar Rupiah Menguat 10% -2.76% Inbound: I-O Multiplier Matrix Output % Output Nilai Tambah % Nilai Tambah Upah dan gaji % Upah dan gaji Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang Pajak tak langsung Tenaga kerja % -2.95% Pajak tak langsung Tenaga kerja Gambar 32. Dampak Ekonomi Penguatan Nilai Rupiah terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 10 Persen.

25 243 Penurunan jumlah tenaga kerja akibat apresiasi rupiah terhadap mata uang negara asal wisman adalah yang terbesar jika dibandingkan dengan komponen ekonomi lainnya, yaitu 2.95 persen. Sementara upah gajinya mengalami penurunan yang terkecil, yaitu 2.65 persen. Ini mengindikasikan bahwa akibat penurunan permintaan barang dan jasa oleh wisman terjadi pengurangan pekerja pada sektor yang melayaninya yang memperoleh gaji di bawah rata-rata Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara dan Inflasi di Indonesia Sebesar 5 Persen Apresiasi rupiah terhadap mata uang negara asal wisman sebesar 10 persen dan inflasi Indonesia sebesar 5 persen akan menurunkan permintaan barang dan jasa di Indonesia oleh wisman selama mereka berada di Indonesia karena harga pariwisata Indonesia meningkat di mata mereka. Penurunan permintaan barang dan jasa pariwisata sebesar 3.80 persen akan berdampak terhadap penurunan output sebesar 3.81 persen. Inbound: Simulasi dasar CPIINA naik 5% Rupiah menguat 10% -3.80% Inbound: I-O Multiplier Matrix Output % Output Nilai Tambah % Nilai Tambah Upah dan gaji % Upah dan gaji Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang Pajak tak langsung Tenaga kerja % -3.98% Pajak tak langsung Tenaga kerja Gambar 33. Dampak Ekonomi Penguatan Nilai Rupiah terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 10 Persen dan Inflasi di Indonesia Sebesar 5 Persen

26 244 Penurunan output karena menurunnya permintaan barang dan jasa oleh wisman juga berdampak terhadap tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi permintaan wisman tersebut. Ketika permintaan barang dan jasa oleh wisman menurun 3.80 persen, jumlah tenaga kerja yang diperlukan oleh usaha pariwisata, baik langsung maupun tidak langsung akan menurun sebesar 3.98 persen. Penurunan ini merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan komponen ekonomi lainnya. Sementara dampak terhadap upah gajinya adalah yang terkecil, yaitu 3.68 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pengurangan tenaga kerja terjadi kepada mereka yang mendapatkan upah dan gaji di bawah rata-rata keseluruhan. Pajak tak langsung yang merupakan bagian dari nilai tambah juga mengalami penurunan, yaitu sebesar 3.84 persen Dampak Sektoral Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Gross Domestic Product Negara Asal Wisman Meningkat 2 Persen Permintaan barang dan jasa oleh wisman di Indonesia karena adanya pertumbuhan ekonomi di negara asal wisatawan akan berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap penyediaan barang dan jasa di Indonesia. Saat wisman menginap di hotel, maka pengeluaran mereka akan berdampak secara langsung terhadap output hotel tersebut. Namun kebutuhan hotel untuk bisa menyajikan makanan dan minuman kepada wisman memerlukan barang produk pertanian atau produk industri makanan yang merupakan dampak tidak langsung dari permintaan barang dan jasa oleh wisman. Peningkatan permintaan wisman sebagai akibat dari meningkatnya GDP negara asal wisatawan sebesar 2 persen akan berdampak pada peningkatan output di Indonesia sebesar 0.55 persen. Secara sektoral peningkatan tertinggi terjadi

27 245 pada sektor angkutan dan komunikasi, di mana subsektor angkutan udara memberikan kontribusi terbesar jika dibandingkan dengan subsektor lainnya. Walaupun wisman secara tidak langsung mengkonsumsi hasil pertanian tetapi subsektor pertanian ini juga mengalami peningkatan outputnya, kecuali subsektor kehutanan. Sektor peternakan meningkat 0.48 persen merupakan peningkatan yang terbesar jika dibandingkan dengan subsektor lainnya dalam sektor pertanian. Sementara subsektor tanaman pangan hanya meningkat 0.31 persen. Tabel 45. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 2 Persen Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR Output NTB Upah & Gaji PTL TK 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan Angkutan dan komunikasi Lembaga keuangan & jasa perush Jasa lainnya TOTAL Ketika jumlah wisman meningkat 0.63 persen karena membaiknya perekonomian dari enam negara utama asal wisman memberikan dampak pada nilai tambah bruto sebesar 0.56 persen, sedikit di atas dampak terhadap outputnya.

28 246 Jika dilihat menurut sektornya maka dampak nilai tambahnya yang lebih kecil dari pada dampak terhadap ouput adalah subsektor tanaman pangan dan peternakan serta sektor angkutan dan komunikasi. Ini menunjukkan bahwa sektor/subsektor ini memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan lebih rendah dibanding sektor/subsektor lainnya. Upah gaji yang juga bisa mencerminkan kesejahteraan masyarakat memberikan dampak terbesar dibanding komponen perekonomian lainnya ketika konsumsi wisman meningkat 0.57 persen saat perekonomian enam negara asal wisman mengalami peningkatan 2 persen. Besarnya dampak tersebut sebesar 0.63 persen, hampir dua kali lipat dari dampak tenaga kerjanya yang hanya mencapai 0.37 persen. Secara keseluruhan ini mengindikasikan bahwa ada perbaikan tingkat upah gaji tenaga kerjanya. Namun ketika dilihat dampak sektoralnya ternyata tenaga kerja pada sektor industri pengolahan justri mengalami penurunan tenaga kerjanya sebesar 0.19 persen sementara upah dan gajinya mengalami peningkatan sebesar 0.09 persen. Hal ini bisa terjadi ketika peningkatan wisman lebih banyak mengkonsumsi produk industri pengolahan yang bersifat padat modal (capital intensive) yang lebih membutuhkan tenaga kerja yang mempunyai keahlian (skilled labor) sementara tenaga kerja yang tidak memiliki keahlian dengan sendirinya tidak akan terpakai ketika tenaga mereka digantikan oleh mesin. Selain itu upah gaji bagi tenaga kerja yang masih terpakai akan mengalami peningkatan. Di sisi lain, tenaga kerja dalam sektor pertanian mengalami peningkatan yang hampir sama dengan peningkatan upah gajinya, kecuali subsektor tanaman pangan. Ini menunjukkan bahwa dampak peningkatan wisman tidak terlalu mempengaruhi kesejahteraan tenaga kerja di sektor pertanian. Sementara pekerja

29 247 pada subsektor tanaman pangan mengalami peningkatan kesejahteraan di mana pertumbuhan upah gajinya jauh lebih besar jika dibanding dengan pertumbuhan tenaga kerjanya, yaitu 0.32 persen pertumbuhan upah gaji di subsektor ini sementara tenaga kerjanya hanya meningkat 0.09 persen Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen Salah saatu indikator makroekonomi yang menunjukkan tingkat kesejahteraan suatu negara adalah pertumbuhan GDP. Ketika GDP meningkat berdasarkan persamaan simultan yang ada akan menguatkan nilai mata uang rupiah. Penguatan nilai mata uang ini akan menjadikan barang dan jasa di Indonesia menjadi lebih mahal di mata wisman sehingga kunjungan wisman ke Indonesia akan menurun. Ketika perekonomian Indonesia meningkat 6.5 persen, dampak wisman terhadap output nasional turun 0.10 persen. Penurunan terjadi hampir di seluruh sektor kecuali sektor listrik, gas, dan air; sektor bangunan; subsektor perhotelan; dan sektor angkutan dan komunikasi. Pada sektor listrik, gas, dan air dan sektor bangunan masing-masing naik 0.05 persen dan 0.77 persen. Sementara subsektor perhotelan dan sektor angkutan dan komunikasi masing-masing meningkat 0.24 persen dan 1.14 persen. Sebagian besar wisman yang berkunjung ke Indonesia menggunakan transportasi angkutan udara sehingga penurunan jumlah kunjungan wisman akan terasa dampaknya pada subsektor angkutan udara. Namun demikian sektor angkutan dan komunikasi secara keseluruhan masih tetap mengalami peningkatan. Sedangkan penurunan terendah pada subsektor peternakan yang menurun sebesar 0.17 persen.

30 248 Ketika perekonomian Indonesia meningkat 6.5 persen, pariwisata internasional melalui kunjungan wismannya ke Indonesia tidak memberikan kontribusi positif dalam pertumbuhan tersebut. Ini terlihat dari dampak penurunan jumlah kunjungan wisman terhadap nilai tambah bruto yang menurun sebesar 0.09 persen. Penurunan terbesar terjadi pada subsektor kehutanan yang turun 0.92 persen. Sementara subsektor pertanian lainnya juga mengalami penurunan yang berkisar antara 0.17 persen sampai dengan 0.40 persen. Tabel 46. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia Sebesar 6.5 Persen Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR Output NTB Upah & Gaji PTL TK 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan Angkutan dan komunikasi Lembaga keuangan & jasa perush Jasa lainnya TOTAL Pajak tak langsung yang merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah mengalami penurunan terbesar kedua setelah tenaga kerja jika dibandingkan dengan komponen ekonomi lainnya ketika terjadi penurunan jumlah kunjungan wisman sebagai akibat dari peningkatan GDP Indonesia. Besarnya

31 249 penurunan tersebut adalah 0.17 persen sedangkan tenaga kerja mengalami penurunan sebesar 0.27 persen Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Output sektor pertanian selain dipengaruhi oleh faktor cuaca juga dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintah baik yang langsung menyangkut sektor pertanian maupun tidak ada kaitannya langsung terhadap sektor pertanian. Kebijakan kontraksi moneter melalui peningkatan suku bunga sebesar 25 basis poin merupakan kebijakan yang tidak secara langsung berkaitan dengan sektor pertanian, namun secara tidak langsung akan mempengaruhi sektor pertanian. Secara umum kebijakan ini akan meningkatkan output sebesar 0.02 persen melalui permintaan wisatawan mancanegara. Proses perubahan output ini terjadi ketika suku bunga naik maka indeks harga konsumen turun dan harga pariwisata Indonesia di mata wisman akan menjadi lebih murah sehingga jumlah kunjungan wisman meningkat yang mengakibatkan permintaan barang dan jasa pariwisata juga meningkat. Peningkatan permintaan ini akan meningkatkan output di subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan, masing-masing sebesar 0.04persen dan 0.05 persen. Namun subsektor restoran mengalami penurunan 0.23 persen sehingga bahan baku subsektor ini yang berasal dari subsektor tanaman pangan dan subsektor perternakan maupun subsektor perikanan juga mengalami penurunan, masing-masing 0.08 persen, 0.15 persen, dan 0.12 persen. Penurunan yang terjadi di subsektor restoran ketika jumlah wisman meningkat mengindikasikan bahwa konsumsi wisman terhadap makanan di restoran beralih ke konsumsi makanan jadi yang merupakan produk dari sektor industri sehingga sektor industri mengalami peningkatan sebesar 0.04 persen.

32 250 Dampak permintaan wisatawan mancanegara akibat kebijakan kontraksi moneter pada penambahan nilai tambah lebih tinggi jika dibandingkan dengan penambahan outputnya, yaitu 0.05 persen pada nilai tambah dan 0.02 persen pada output. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas pariwisata internasional, khususnya wisatawan mancanegara memberikan kontribusi nilai tambah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontribusi aktifitas non pariwisata. Secara total walaupun nilai tambahnya meningkat saat permintaan barang dan jasa oleh wisman meningkat, namun secara sektoral ada yang mengalami penurunan. Tabel 47. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Tingkat Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR Output NTB Upah & Gaji PTL TK 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan Angkutan dan komunikasi Lembaga keuangan & jasa perush Jasa lainnya TOTAL Kenaikan devisa pariwisata akibat dari kebijakan kontraksi moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga 25 basis poin berdampak pada upah gaji yang meningkat sebesar 0.03 persen. Secara sektoral peningkatan terbesar terjadi

33 251 pada sektor jasa lainnya dan sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan yang meningkat masing-masing sebesar 1.20 persen, dan 0.68 persen. Namun pada subsektor kehutanan yang tidak berkaitan langsung dengan kebutuhan makanan untuk restoran juga mengalami peningkatan sebesar 0.05 persen. Sementara subsektor pertanian yang berkaitan dengan bahan pokok yang diperlukan oleh restoran yaitu subsektor tanaman pangan, subsektor peternakan, dan subsektor perikanan masing-masing mengalami penurunan 0.08 persen, 0.15 persen, dan 0.12 persen. Upah gaji pada salah satu subsektor yang melayani langsung kepada wisatawan yaitu subsektor perhotelan mengalami pennurunan sebesar 0.11 persen ketika jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia meningkat akibat kebijakan kontraksi moneter ini. Hal ini bisa terjadi bahwa peningkatan jumlah kunjungan wisman tidak diikuti dengan lama tinggal mereka selama berada di Indonesia sehingga terjadi penurunan output di subsektor perhotelan yang diikuti dengan penurunan upah dan gaji di subsektor ini. Sementara peningkatan pengeluaran mereka dibelanjakan untuk barang produk dari sektor industri pengolahan yang menunjukkan adanya peningkatan. Penerimaan pemerintah melalui pajak tak langsung mengalami peningkatan 0.01 persen ketika jumlah wisman maupun pengeluarannya meningkat akibat kebijakan kontraksi moneter dengan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin. Namun apabila dilihat per sektor/subsektor ada yang meningkat maupun menurun. Secara proporsi sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar dibandingkan dengan sektor/subsektor lainnya. Pertmbuhan positif sektor industri terhadap penerimaan pajak tak langsung sebagai akibat dari kebijakan kontraksi moneter ini menjadikan penerimaan pajak

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1. Pariwisata dunia akhir-akhir ini mengalami pasang surut karena pengaruh dari

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1. Pariwisata dunia akhir-akhir ini mengalami pasang surut karena pengaruh dari VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 1. Pariwisata dunia akhir-akhir ini mengalami pasang surut karena pengaruh dari berbagai faktor. Demikian juga halnya dengan kinerja pariwisata

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2) Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah industri yang besar di dunia dan salah satu sektor yang tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 09/02/61/Th. XIII, 10 Februari 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2009 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009 meningkat 4,76 persen dibandingkan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 31/05/35/Th. X, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2012 (c-to-c) mencapai 7,19 persen Ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 No. 40/08/36/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 PDRB Banten triwulan II tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) mengalami pertumbuhan sebesar 2,17 persen,

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011 No. 43/08/63/Th XV, 05 Agustus 20 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-20 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-20 tumbuh sebesar 5,74 persen jika dibandingkan triwulan I-20 (q to q)

Lebih terperinci

Pengantar Makro Ekonomi. Pengantar Ilmu Ekonomi

Pengantar Makro Ekonomi. Pengantar Ilmu Ekonomi Pengantar Makro Ekonomi Pengantar Ilmu Ekonomi Makroekonomi Mengkhususkan mempelajari mekanisme bekerjanya perekonomian secara keseluruhan Bertujuan memahami peristiwa ekonomi dan memperbaiki kebijakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) 2017 ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas. Buku 2 ini menyajikan data yang lebih lengkap dan terperinci mengenai

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 38/08/61/Th. XIII, 5 Agustus 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II TAHUN 2010 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Barat triwulan II-2010 menurun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendapatan pajak, bea cukai, BUMN, dan Migas, pariwisata juga menjadi andalan. Kayu olahan 3.3% Karet olahan 9.0%

I. PENDAHULUAN. pendapatan pajak, bea cukai, BUMN, dan Migas, pariwisata juga menjadi andalan. Kayu olahan 3.3% Karet olahan 9.0% I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, baik sebagai salah satu sumber penerimaan devisa maupun penciptaan lapangan kerja serta kesempatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (U MKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Model Input Output Koefisien teknis dalam Tabel Input Output menunjukkan kontribusi suatu sektor dalam pembentukan output total secara langsung. Besaran koefisien

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan III-2013 Naik 2,91 Persen

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan III-2013 Naik 2,91 Persen No. 62/11/75/Th. VII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO PDRB Gorontalo Triwulan III-2013 Naik 2,91 Persen PDRB Provinsi Gorontalo triwulan III-2013 naik 2,91 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 23/05/61/Th. XIII, 10 Mei 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I TAHUN 2010 Kinerja perekonomian Kalimantan Barat pada triwulan I-2010 dibandingkan triwulan IV-2009,

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN III TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN III TAHUN 2010 No. 46/11/51/Th. IV, 5 Nopember PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN III TAHUN PDRB Provinsi Bali I meningkat sebesar 2,65 persen dibanding triwulan sebelumnya (q-to-q). Peningkatan terjadi di hampir semua

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 27/05/61/Th. XVII, 5 Mei PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I- EKONOMI KALIMANTAN BARAT TUMBUH 4,69 PERSEN Perekonomian Kalimantan Barat yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri MARET 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Maret 2017 Pertumbuhan Ekonomi Nasional Pertumbuhan ekonomi nasional, yang diukur berdasarkan PDB harga konstan 2010, pada triwulan IV

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Struktur Perkonomian Sektoral Struktur perekonomian merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap struktur Produk Domestik

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

I-O Multiplier Matrix. Dampak Thd Produksi Barang & Jasa (40,39) Dampak Thd Nilai Tambah Sektoral (19,54) Kesempatan Kerja (0,815) upah & Gaji (4,45)

I-O Multiplier Matrix. Dampak Thd Produksi Barang & Jasa (40,39) Dampak Thd Nilai Tambah Sektoral (19,54) Kesempatan Kerja (0,815) upah & Gaji (4,45) Pengeluaran Inbound Tourist (int l+dom) (24,47) Pengeluaran Domestic/Local Tourist (0,60) Investasi Sektor (4,0) Pengeluaran Outbond Tourist (int l+dom) (0,20) Pengeluaran Promosi Untuk (pemerintah+swasta)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 25/11/34/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No.38/08/12/Th.VII, 6 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN II-2012 Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II-2012 secara triwulanan (q-to-q) mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PE DAHULUA. Infrastructure. 1 Sub Index lainnya adalah T&T Regulatory Framework dan T&T Business Environtment and

BAB 1 PE DAHULUA. Infrastructure. 1 Sub Index lainnya adalah T&T Regulatory Framework dan T&T Business Environtment and BAB 1 PE DAHULUA 1.1 Latar Belakang Indonesia terdiri dari berbagai macam kebudayaan dan karakteristik yang memiliki potensi terhadap pengembangan pariwisata. Kekuatan sektor periwisata Indonesia terletak

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka Kata pengantar Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun 2012 merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen data terhadap data-data yang sifatnya strategis, dalam

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY NERACA SATELIT PARIWISATA JAWA TENGAH 2014

EXECUTIVE SUMMARY NERACA SATELIT PARIWISATA JAWA TENGAH 2014 2 Abstrak Pengembangan pariwisata sangatlah penting untuk meningkatkan devisa daerah khususnya bagi Jawa Tengah. Oleh karenanya, diperlukan sinergitas antar sektor agar pembangunan dapat berjalan seiring

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 No.05/02/33/Th.III, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 PDRB Jawa Tengah triwulan IV/2008 menurun 3,7 persen dibandingkan dengan triwulan III/2007 (q-to-q), dan bila dibandingkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 26/05/61/Th. XV, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I-2012 EKONOMI KALIMANTAN BARAT TUMBUH 6,0 PERSEN Perekonomian Kalimantan Barat yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian, Triwulan IV Tahun 2013 2014...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia, Triwulan IV Tahun 2013

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2010 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 28/05/35/Th. VIII, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2010 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2010 sebesar 5,82 persen Perekonomian Jawa Timur pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011,

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pariwisata saat ini sudah menjadi salah satu primadona dunia dan menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011, United Nations World

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 64/11/61/Th. XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III-2014 EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III-2014 TUMBUH 4,45 PERSEN Besaran Produk

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014 No. 68/11/71/Th. VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014 Perekonomian Sulawesi Utara yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada ulan III/2014

Lebih terperinci