VIII. MULTIPLIER SEKTOR INFRASTRUKTUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VIII. MULTIPLIER SEKTOR INFRASTRUKTUR"

Transkripsi

1 VIII. MULTIPLIER SEKTOR INFRASTRUKTUR 8.1. Keterkaitan ke Belakang dan ke Depan Sektor Infras truktur Hirschman (1958) dalam Jhingan (1993) merinci keterkaitan antar sektor menjadi empat bagian, yakni: (1) keterkaitan langsung ke belakang, (2) keterkaitan langsung ke depan, (3) daya sebar ke depan, dan (4) daya sebar ke belakang. Berdasarkan semua keterangan ini pejabat perencana dapat menentukan pengaruh suatu peruba han da lam satu sektor terhadap semua sektor lain dalam perekonomian dan dengan demikian mereka dapat menyusun rencana yang sesuai dengan ko ndisi pe reko nomian yang terjadi. Informasi yang disampaikan melalui koefisien keterkaitan secara langsung, baik itu ke belakang maupun ke depan menunjukkan seberapa jauh output dari suatu sektor mencukupi kebutuhan input produksinya atau memenuhi permintaan domestik dari sektor produksi lain. Karena itu perbandingan koefisien langsung antar sektor produksi belum dapat menunjukkan apakah suatu sektor itu bisa dianggap sebagai sektor utama atau buka n pada suatu wilayah. Tabe l 54 menunjukkan meskipun terlihat jelas ba hwa sektor angkutan udara memiliki pengaruh langsung ke belakang (backward direct effect) paling besar diantara semua sektor infrastruktur di wilayah Kaltimsela (Kalimantan Timur wilayah Selatan) dan sektor bangunan Kaltimtara (Kalimantan Timur wilayah Utara), dengan nilai masing-masing sebesar dan , namun belum bisa dikatakan kedua sektor tersebut merupakan sektor utama infrastruktur pada masing-masing wilayah. Angka koefisien hanya menunjukkan banyaknya input antara yang digunakan oleh sektor angkutan udara untuk menghasilkan produksinya sebesar satu-satuan moneter. Seda ngka n angka

2 179 koefisien menunjukkan banyaknya input yang digunakan untuk menghasilkan output dari sektor bangunan sebanyak satu-satuan moneter. Tabe l 54. Keterkaitan ke Belakang Langsung Sektor Infrastruktur dan Sektor-Sektor Lainnya di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 No. Sektor Kaltimsela Kaltimtara Sektor-Sektor Infrastruktur (sarana dan prasarana) 1. Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Angkutan Darat Angkutan Laut, Sungai dan Penyeberangan Angkutan Udara Pos, Telekomonukasi dan Jasa Penunjangnya Sektor-Sektor Lainnya 1. Tanaman Pangan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan Migas dan Non Migas Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil dan Alas Kaki Industri Barang Kayu, Rotan dan Bambu Industri Pulp dan Kertas Industri Lainnya Hotel, Restoran dan Perdagangan Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Jasa-jasa Lainnya Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 Meskipun koefisien keterkaitan ke belakang langsung memiliki cara perhitungan yang sangat sederhana, namun informasi ya ng diberika n cukup memadai untuk menjelaskan perilaku dari suatu sektor infrastruktur dalam pereko nomian wilayah. Seba gai contoh, berdasarkan rata-rata angka koefisien keterkaitan langsung ke belakang dalam tabel di atas terlihat bahwa peranan

3 180 sektor infrastruktur di wilayah Kaltimsela maupun Kaltimtara sangat menonjol dalam menciptakan output pada sektor-sektor ekonomi yang lain. Pada wilayah Kaltimsela, jika terdapat peningkatan pada permintaan akhir sektor infrastruktur sebesar 1 milyar rupiah, maka diperkirakan dapat menciptakan rata-rata output regional sebanyak milyar rupiah, dimana yang paling tinggi peranannya adalah sektor angkutan udara yang dapat menghasilkan output sekitar milyar rupiah. Pada wilayah Kaltimtara peranan sektor infrastruktur dalam perekonomian wilayah relatif lebih besar dibandingkan Kaltimsela, dengan angka koefisiennya rata-rata sebesar Dengan kata lain untuk 1 milyar rupiah output di sektor infrastruktur dapat menciptakan output secara keseluruhan sebesar milyar rupiah. Berbeda dengan Kaltimsela, peranan sektor infrastruktur yang pa ling menonjol di wilayah Kaltimtara adalah sektor bangunan yang mempunyai koefisien keterkaitan ke belakang sebesar Jika dibandingkan dengan keterkaitan langsung (direct effect), koefisien keterkaitan total (total effect) akan lebih banyak memberi informasi yang memadai. Koefisien keterkaitan total ini diambil dari nilai multiplier yang mampu mendeskripsikan secara komprehensif pengaruh ke belakang atau ke depan pembangunan dari suatu sektor infrastruktur terhadap perekonomian secara menyeluruh. Semakin tinggi angka koefisiennya maka semakin besar daya sebar (diffusion effect) sektor tersebut dalam memacu pertumbuhan ekonomi wilayah. Seperti yang disajikan pada Tabel 55, sektor infrastruktur yang memiliki pengaruh total ke belakang paling tinggi dalam perekonomian wilayah Kaltimsela adalah sektor angkutan udara yang mempunyai nilai koefisien sebesar

4 181 Tabel 55. Derajat Penyebaran dan Kepekaan Sektor Infrastruktur dan Sektor Lainnya di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 No. Sektor Kaltimsela Kaltimtara Penyebaran Kepekaan Penyebaran Kepekaan Sektor-Sektor Infrastruktur (sarana dan prasarana) 1. Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Angkutan Darat Angkutan Laut, Sungai dan Penyeberangan Angkutan Udara Pos, Telekomonukasi dan Jasa Penunjangnya Sektor-Sektor Lainnya 1. Tanaman Pangan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehut anan Perikanan Pertambangan Migas dan Non Migas Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil dan Alas Kaki Industri Barang Kayu, Rotan dan Bambu Industri Pulp dan Kertas Industri Lainnya Hotel, Restoran dan Perdagangan Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Jasa-jasa Lainnya Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 Nilai tersebut memberi makna jika terdapat peningkatan sebesar 1 milyar rupiah pada permintaan akhir (komponen konsumsi rumahtangga, pengeluaran pemerintah, penanaman modal atau ekspor) sektor angkutan udara, maka hal tersebut akan berdampak pada kenaikan output perekonomian wilayah Kaltimsela secara keseluruhan sebesar milyar rupiah. Sektor infrastrukt ur berikutnya yang memberi efek ke belakang terbesar adalah angkutan laut, sungai, dan penyeberangan dengan nilai multiplier sebesar yang kemudian diikuti sektor listrik, gas, da n air bersih dengan nilai multiplier sebesar Adapun sektor infrastruktur yang paling rendah memberi efek ke belakang dalam

5 182 perekonomian wilayah Kaltimsela adalah sektor pos, telekomunikasi, dan jasa penunjangnya yang mempunyai multiplier hanya sebesar Jika dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi yang lain, terutama sektor industri, kontribusi sektor infrastruktur dalam perekonomian wilayah Kaltimsela termasuk dalam kategori yang tinggi. Seperti yang dipaparkan dalam Tabe l 55, urutan pertama yang paling besar multiplier nya adalah sektor-sektor industri, khususnya industri barang kayu, rotan, dan ba mbu, industri makanan dan minuman, serta industri pulp dan kertas. Ketiga industri ini mempunyai koe fisien keterkaitan ke belakang yang paling tinggi, rata-rata sebesar Perbandingan dengan angka multiplier sektor infrastruktur ternyata tidak begitu jauh. Tiga sektor infrastruktur yang disebutkan pertama yaitu angkutan udara, angkutan laut, sungai, dan penyeberangan serta listrik, gas dan air bersih, mempunyai multiplier rata-rata di atas 2 tepatnya sebesar Kondisi ini mengindikasikan bahwa peranan sektor infrastruktur di wilayah Kaltimsela bersama dengan sektor industri menjadi sangat penting dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian wilayah. Selain keterkaitannya ke belakang, peranan sektor infrastruktur di Kaltimsela dapat juga ditelusuri ke depan. Dalam hal ini, angka multiplier yang dijadikan sebagai indikatornya adalah forward linkage effect. Sesuai dengan angka multipliernya yang paling tinggi, terlihat sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan merupakan satu-satunya sektor infrastruktur yang mempunyai peranan ke depan terbesar dalam perekonomian wilayah Kaltimsela. Koefisien forward linkage effect untuk sektor tersebut adalah sebesar Angka ini menunjukkan besarnya daya serap (absorption effect) dari sektor angkutan laut,

6 183 sungai dan penyeberangan sebesar milyar rupiah jika terjadi peningkatan output perekonomian di Kaltimsela sebanyak 1 milyar rupiah. Dalam pereko nomian wilayah Kaltimsela, sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan ini menempati urutan ketiga sebagai sektor ekonomi yang mempunyai efek keterkaitan ke depan paling besar. Adapun yang pertama terbesar adalah sektor pertambangan migas dan non migas yakni sebesar , kemudian yang kedua adalah sektor hotel, restoran, dan perdagangan sebesar Wilayah Kaltimtara, sektor infrastruktur yang mempunya i keterkaitan ke belakang paling besar adalah sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan dengan nilai multiplier sebesar Angka ini menunjukkan jika ada peningkatan pada permintaan akhir sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan sebesar 1 milyar rupiah, maka diperkirakan output perekonomian wilayah akan bertambah sebesar milyar rupiah. Jika dibandingkan dengan nilai multiplier yang paling tinggi dalam perekonomian wilayah Kaltimtara tampak tidak beda jauh dengan wilayah Selatan, dimana yang paling tinggi multipliernya adalah sektor industri barang kayu, rotan dan bambu yakni sebesar Peranan sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan di Kaltimtara tergolong cukup tinggi bersama-sama dengan sektor industri. Sedangkan untuk keterkaitannya ke depan berdasarkan indikator koefisien forward linkage effect terlihat bahwa sektor infrastruktur yang mempunyai keterkaitan ke depan paling tinggi dalam perekonomian wilayah Kaltimtara adalah sektor bangunan dengan nilai multiplier sebesar Angka ini mempunyai makna bahwa jika output perekonomian Kaltimtara naik sebesar 1 milyar rupiah, maka besarnya daya serap

7 184 sektor bangunan terhadap pertambahan output perekonomian tersebut adalah sebesar milyar rupiah. Berdasarkan seluruh fenomena keterkaitan ekonomi dari sektor-sektor infrastruktur di atas, dapat digeneralisasikan bahwa peranan sektor infrastruktur dalam perekonomian wilayah Kalimantan Timur, ba ik di wilayah Selatan maupun Utara terlihat cukup tinggi. Selanjutnya apabila diperhatikan dengan seksama peranan sektor infrastruktur tersebut lebih cenderung kepada keterkaitan ke belakang. Ini berarti peranan terbesar dari sektor infrastruktur di Kalimantan Timur lebih kepada sisi input dibandingkan output Disagregasi Multiplier Sektor Infrastruktur Terjadinya keterkaitan eko nomi yang kuat, menyeluruh dan berkelanjutan diantara semua sektor ekonomi menjadi kunci keberhasilan pembangunan wilayah, keterkaitan ekonomi akan terlihat jelas dalam interaksi di pasar input. Misalkan untuk membuat jalan dibutuhkan input aspal, batu koral dan pa sir yang berasal dari sektor penggalian, kemudian dibutuhkan juga kayu yang berasal dari sektor kehutanan, mesin-mesin yang berasal dari sektor industri mesin dan sebagainya. Selanjutnya, jika jalan telah dibangun, dapat menjadi input bagi sektor-sektor yang lain dalam kaitannya untuk mengangkut bahan baku ataupun output ke pasar. Alur keterkaitan ini terlihat adanya hubungan ekonomi antara sektor jalan dengan sektor-sektor lainnya yang bersifat ke belakang (input) dan ke depan (output), dengan kata lain terjadinya peningkatan output di sektor jalan akan memberi dampak terhadap pertambahan output pada sektor-sektor lainnya baik itu terjadi akibat pengaruhnya ke belakang maupun ke depan. Seberapa besar pengaruh yang ditimbulka n, dapat dihitung dengan cara mendisagregasi multiplier

8 185 ke sektor-sektor yang terkait. Pada studi kali ini, da mpak yang dijelaskan hanya dampak ke belakang dari sektor-sektor infrastruktur terhadap pertambahan output sektor itu sendiri dan output sektor-sektor lainnya. Satu persatu hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Tabe l 56. Disagregasi Multiplier Sektor Bangunan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 (%) No. Sektor Kaltimsela Kaltimtara 1 Tanaman Pangan Tanaman perkebunan Peternaka n da n Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertamba nga n Migas da n Non Migas Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil dan Alas Kaki Industri Barang Kayu, Rotan da n Bambu Industri Pulp dan Kertas Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Hotel, Restoran dan Perdagangan Angkutan Darat Angkutan Laut, S ungai da n Penyebe rangan Angkutan Udara Pos, Telekomunikasi dan Jasa Penunjangnya Lemba ga Keuangan Bank da n Non Bank Jasa-jasa Lainnya Total Dampak Total (Multiplier) Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 Tabe l 56 menyajikan berapa besar multiplier atau da mpak total dari sektor bangunan terhadap sektor-sektor produksi regional pada wilayah Kaltimsela dan Kaltimtara. Dampak total dari sektor bangunan pada perekonomian wilayah Kaltimsela dan Kaltimtara masing-masing sebesar dan (lihat Tabel 56). Hal ini berarti untuk wilayah Kaltimsela apabila terdapat peningkatan sebesar

9 186 1 milyar rupiah pada permintaan akhir sektor bangunan, maka akan memberi dampak kenaikan output pada sektor-sektor yang terkait sebagai inputnya, apabila seluruhnya dijumlahkan maka total pertambahan output perekonomian di wilayah Kaltimsela adalah sebesar milyar rupiah. Total pertambahan nilai output perekonomian sebesar milyar rupiah tersebut, sektor produksi yang paling banyak menerima dampaknya di wilayah Kaltimsela seperti dijelaskan pada Tabel 56, adalah sektor bangunan itu sendiri yakni sebesar 64.80%. Setelah itu sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 28.69% dan sisanya 6.51% tersebar ke sektor-sektor produksi lainnya, dimana presentase terbanyak diterima oleh sektor hotel, restoran dan perdagangan yakni sebesar 2.01%. Sedangkan di wilayah Kaltimtara, dari total multiplier sektor bangunan sebesar milyar rupiah, sektor produksi yang paling banyak menerima dampaknya adalah sektor bangunan sebesar 56.60%, sektor industri lainnya sebesar 13.89%, sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 8.91%, sektor angkutan darat sebesar 8.95% dan sektor kehutanan sebesar 5.23%, sisanya rata-rata di bawah 1% tersebar ke sektor-sektor produksi lainnya. Dibandingkan wilayah Kaltimsela, dampak sektor bangunan terhadap output perekonomian Kaltimtara lebih banyak menyebar ke sektor-sektor produksi yang lain. Wilayah Kaltimsela hanya ada dua sektor yang paling dominan menerima dampak multiplier tersebut yakni sektor bangunan, serta sektor pertambangan migas dan non migas. Sementara di wilayah Kaltimtara dampak pengembangan sektor bangunan dapat disebar lebih banyak lagi ke sektor-sektor ekonomi lain yakni sektor bangunan, sektor industri lain, sektor pertambangan migas dan non migas, sektor angkutan darat dan sektor kehutanan. Keadaan ini

10 187 menunjukkan bahwa peranan sektor bangunan di wilayah Kaltimtara lebih opt imal dibandingkan di Kaltimsela, dalam rangka mendorong pertumbuhan output pereko nomian. Tabe l 57. Disagregasi Multiplier Sektor Angkutan Darat Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 (%) No. Sektor Kaltimsela Kaltimtara 1 Tanaman Pangan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertamba nga n Migas da n Non Migas Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil dan Alas kaki Industri Barang Kayu, Rotan da n Bambu Industri Pulp dan Kertas Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Hotel, Restoran dan Perdagangan Angkutan Darat Angkutan Laut, S ungai da n Penyeberangan Angkutan Udara Pos, Telekomonukasi dan Jasa Penunjangnya Lembaga keuangan Bank dan Non Bank Jasa-jasa Lainnya Total Dampak Total (Multiplier) Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 Sektor infrastruktur yang penting untuk dibahas dan juga diketahui dampaknya adalah sektor angkutan darat. Pada Tabel 57 terlihat bahwa dari total multiplier sektor angkutan darat di Kaltimsela sebesar , sektor-sektor ekonomi yang paling banyak menerima dampaknya tersebut adalah sektor angkutan darat dan sektor pertambangan migas dan non migas, masing-masing sebesar 81.08% dan 7.87%. Sisanya sebesar 11.05% tersebar kepada sektor-

11 188 sektor ekonomi lainnya. Sedangkan di wilayah Kaltimtara, dampak multiplier sektor angkutan darat sebesar diberikan kepada sektor angkutan darat itu sendiri sebesar 52.15%, serta sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 34.46%. Sektor-sektor ekonomi lainnya hanya memperoleh dampak multiplier output kurang lebih sekitar 0.02% paling rendah dan 3.67% paling tinggi. Dalam kaitannya dengan dampak pembangunan sektor angkutan darat antara wilayah Kaltimsela dengan Kaltimtara, tidak terjadi perbedaan yang mencolok. Pada kedua wilayah tersebut pembangunan sektor angkutan darat memberi dampak paling besar terhadap sektor angkuatan darat itu sendiri, dan sektor pertambangan migas dan non migas. Namun, untuk sektor pertambangan migas dan non migas di Kaltimtara tampaknya menerima dampak yang lebih besar di bandingkan Kaltimsela. Topo grafi Kalimantan Timur yang banyak memiliki sungai menyebabkan peranan sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan di wilayah ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Terlebih lagi jangkauan ke pedalaman selama ini lebih banyak mengandalkan transportasi air tersebut, oleh karena itu keberadaan sektor ini dipastikan akan memberi dampak juga terhadap pertambahan output bagi sektor-sektor produksi yang lain, untuk hal itu dapat dilihat pada Tabel 58. Dampak sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan di wilayah Kaltimsela lebih besar dibandingka n Kaltimtara. Pada wilayah Kaltimsela untuk setiap peningkatan sebesar 1 milyar rupiah pada permintaan akhirnya akan memberi dampak terhadap pertambahan output pereko nomian wilayah sebesar

12 189 Tabe l 58. Disagregasi Multiplier Sektor Angkutan Laut, Sungai dan Penyebe rangan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 (%) No. Sektor Kaltimsela Kaltimtara 1 Tanaman Pangan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertamba nga n Migas da n Non Migas Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil dan Alas Kaki Industri Barang Kayu, Rotan da n Bambu Industri Pulp dan Kertas Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Hotel, Restoran dan Perdagangan Angkutan Darat Angkutan Laut, S ungai da n Penyeberangan Angkutan Udara Pos, Telekomonukasi dan Jasa Penunjangnya Lemba ga Keuangan Bank da n Non Bank Jasa-jasa Lainnya Total Dampak Total (Multiplier) Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun milyar rupiah, dimana yang paling banyak menerima dampak tersebut adalah sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan sebesar 54.75% dan sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 24.77%. Sedangkan di wilayah Kaltimtara, dampak total yang diberikan oleh sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan terhadap pertambahan output perekonomian adalah sebesar milyar rupiah, yang disebar lebih banyak ke sektor itu sendiri sebanyak 67.94%, sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 8.76%, sektor bangunan 5.62% dan sektor tanaman pangan sebesar 3.53%. Meskipun dampaknya lebih rendah dibandingkan Kaltimsela, namun dampak sektor transportasi air di Kaltimtara

13 190 terasa lebih menyebar ke beberapa sektor. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pembangunan sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan di wilayah Kaltimtara lebih efektif di dalam mendorong pertumbuhan output perekonomian, dibandingkan di wilayah Kaltimsela. Tabe l 59. Disagregasi Multiplier Sektor Angkutan Udara Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 (%) No. Sektor Kaltimsela Kaltimtara 1 Tanaman Pangan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertamba nga n Migas da n Non Migas Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil dan Alas Kaki Industri Barang Kayu, Rotan da n Bambu Industri Pulp dan Kertas Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Hotel, Restoran dan Perdagangan Angkutan Darat Angkutan Laut, S ungai da n Penyeberangan Angkutan Udara Pos, Telekomonukasi dan Jasa Penunjangnya Lemba ga Keuangan Bank da n Non Bank Jasa-jasa Lainnya Total Dampak Total (Multiplier) Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 Tabe l 59 menyajikan dampak pembangunan sektor angkutan udara terhadap perekonomian wilayah Kaltimsela dan Kaltimtara. Berdasarkan penjelasan pada tabel tersebut, bahwa penyebaran dampak sektor angkutan udara di Kaltimsela lebih tinggi dibandingkan Kaltimtara. Wilayah Kaltimtara, dari total dampak sebesar terdapat tiga sektor produksi yang menerima dampak

14 191 lebih dari 10% yakni sektor angkutan udara itu sendiri sebanyak 54.26%, sektor pertambangan migas dan non migas sebanyak 23.59% dan sektor hotel, restoran dan perdagangan sebesar 11.19%. Sedangkan pada wilayah Kaltimsela, dari total dampak sebesar , hanya terdapat dua sektor yang menerima dampak di atas 10%, yakni sektor angkutan udara sebesar 46.47% dan sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 41.52%, sedangkan untuk sektor-sektor lainnya berkisar di bawah 5%. Tabel 60. Disagregasi Multiplier Sektor Pos, Telekomunikasi dan Jasa Penunjangnya Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 (%) No. Sektor Kaltimsela Kaltimtara 1 Tanaman Pangan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan Migas dan Non Migas Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil dan Alas Kaki Industri Barang Kayu, Rotan dan Bambu Industri Pulp dan Kertas Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Hotel, Restoran dan Perdagangan Angkutan Darat Angkutan Laut, Sungai dan Penyeberangan Angkutan Udara Pos, Telekomonukasi dan Jasa Penunjangnya Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Jasa-jasa Lainnya Total Dampak Total (Multiplier) Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 Sektor infrastruktur lainnya yang cukup penting dikaji dampak multiplier terhadap sektor-sektor produksi dalam perekonomian wilayah adalah sektor pos,

15 192 telekomunikasi dan jasa penunjangnya. Pada Tabel 60 dampaknya dapat dilihat lebih besar di wilayah Kaltimtara, dimana untuk setiap peningkatan sebesar 1 milyar rupiah pada permintaan akhir sektor pos, telekomunikasi dan jasa penunjangnya diperkirakan akan memberi dampak terhadap pertambahan output wilayah sebesar milyar rupiah. Dari total dampak sebesar ini, sektor produksi yang paling besar menerima dampaknya adalah sektor itu sendiri sebesar 64.79%, kemudian sektor industri pulp dan kertas sebesar 10.68%, sektor bangunan sebesar 7.51% dan sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 4.78%. Sedangkan di wilayah Kaltimsela, dampak yang diberikan oleh sektor pos, telekomunikasi dan jasa penunjangnya adalah sebesar , dimana yang paling banyak menerima dampak tersebut adalah sektor itu sendiri sebesar 75.56%, kemudian sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 9.95% dan terakhir sektor bangunan sebesar 6.17%. Dampak total sektor listrik, gas dan air bersih terhadap output perekonomian Kalimantan Timur. Berdasarkan Tabel 61, dampak total sektor listrik, gas da n air bersih adalah sebesar untuk wilayah Kaltimsela yang terdistribusi untuk sektor itu sendiri sebesar 51.79%, dan sektor pertambangan migas dan non migas sebesar 45.54%. Dengan demikian kedua sektor produksi tersebut telah menyerap hampir seluruh dampak total sektor listrik, gas dan air bersih yakni sebesar 97.33%, berarti sisanya 2.63% tersebar ke delapan belas sektor lainnya. Sama halnya dengan wilayah Kaltimtara, sektor listrik, gas dan air bersih juga memberi dampak total yang tersebar hanya pada dua sektor yakni sektor itu sendiri dan sektor pertambangan migas dan non migas. Kedua sektor tersebut

16 193 menyerap dampak total sebesar 91.95% dari multiplier yang dipancarkan sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Sektor listrik, gas dan air bersih menyerap 59.16%, dan sektor pertambangan migas dan non migas 32.79%. Sektor-sektor produksi lainnya menyerap dampak total sangat rendah dimana yang lebih dari 1% hanya sektor hotel, restoran dan perdagangan sebesar 3.98%, sektor industri pulp dan kertas sebesar 1.31%, dan sektor bangunan sebesar 1%. Tabe l 61. Disagregasi Multiplier Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 (%) No. Sektor Kaltimsela Kaltimtara 1 Tanaman Pangan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan Migas da n Non Migas Industri Makanan dan Minuman Industri Tekstil dan Alas Kaki Industri Barang Kayu, Rotan da n Bambu Industri Pulp dan Kertas Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Hotel, Restoran dan Perdagangan Angkutan Darat Angkutan Laut, S ungai da n Penyeberangan Angkutan Udara Pos, Telekomonukasi dan Jasa Penunjangnya Lemba ga Keuangan Bank da n Non Bank Jasa-jasa Lainnya Total Dampak Total (Multiplier) Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 Telah dipahami bahwa infrastruktur itu merupakan trigger dari pergerakan sektor-sektor ekonomi lain, dengan kata lain sektor infrastruktur itu merupakan mesin pendorong bagi pembangunan ekonomi wilayah. Seandainya dibangun

17 194 sebuah jalan di wilayah yang semula tidak ada, maka dengan adanya akses tersebut akan meningkatkan aktivitas perekonomian. Contoh lain, di suatu wilayah semula tidak ada listrik dengan adanya listrik kegiatan ekonomi di wilayah tersebut akan meningkat. Fungsi strategis infrastruktur sangat terasa sekali dalam menunjang ekonomi wilayah, tanpa adanya pembangunan infrastruktur tidak akan ada investasi pembangunan di sektor lainnya, seperti kegiatan produksi tidak akan dapat berjalan dengan lancar, sehingga peningkatannya tidak akan signifikan. Kondisi obyektif di Kalimantan Timur ternyata tidak menunjukka n hal yang sesuai de ngan ko nsep-konsep pemikiran tersebut. Meskipun pembangunan infrastruktur terus dilakukan dan ditingkatkan, namun pada kenyataannya tida k mampu mendorong sektor industri dan pertanian berkembang lebih tinggi. Sebagaimana yang terlihat pada analisis multiplier sektor-sektor infrastruktur di atas, mulai dari sektor bangunan, angkutan, hingga jasa-jasa pos dan telekomunikasi, semuanya tidak banyak memberi dampak terhadap pertambahan output sektor pertanian dan industri baik itu di wilayah Kaltimsela maupun Kaltimtara. Rata-rata dampak yang diberikan terhadap sektor pertanian dan industri di kedua wilayah tersebut dapat dikatakan sangat kecil, nilainya tidak lebih dari 5%. Bahkan untuk sektor bangunan dan angkutan dampaknya kurang dari 1%. Kondisi ini menggambarkan bahwa fungsi mediasi sektor infrastruktur sebagai penggerak kegiatan ekonomi di sektor pertanian dan industri tidak berjalan baik di wilayah Kaltimtara maupun Kaltimsela.

18 Penga ruh Pembangunan Infras truktur Te rhadap Nilai Tambah, Pendapatan dan Tenaga Kerja Pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap beberapa indikator makroregional Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan dampak multiplier cukup besar, dapat dilihat pada Tabel 62. Dampak pembangunan infrastruktur fisik, dalam hal ini adalah sektor bangunan di wilayah Kaltimsela (S13) terhadap penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian wilayah Kalimantan Timur adalah sebesar Sedangkan sektor bangunan wilayah Kaltimtara (U13) memberi dampak multiplier tenaga kerja sebesar Angka multiplier sebesar memberi makna jika permintaan akhir pada sektor bangunan di wilayah Selatan sendiri diberi tambahan sebesar 1 juta rupiah maka diperkirakan dapat menambah penyerapan jumlah tenaga kerja di Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 37 tenaga kerja, dengan kata lain jika tambahannya sebesar 1 milyar maka jumlah tenaga kerja yang terserap adalah orang. Sedangkan sektor bangunan Kaltimtara dengan besaran stimulus dana yang sama mempunyai dampak penyerapan tenaga kerja sebanyak tenaga kerja, dengan kata lain sektor bangunan adalah yang paling besar pengaruhnya terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Kalimantan Timur. Selain sektor bangunan, infrastruktur lainnya yang memberi dampak multiplier terbesar terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Kalimantan Timur adalah sektor sektor pos, telekomonikasi dan jasa penunjangnya yakni dari wilayah Selatan (S18) sebesar , dan wilayah Utara (U18) sebesar Setelah itu adalah sektor angkutan laut, sungai dan penyeberangan masing-masing pada wilayah Selatan (S16) sebesar , dan wilayah Utara (U16) sebesar

19 196 Tabe l 62. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Tenaga Kerja, Pendapatan dan Nilai Tambah di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 Indikator Makroregional Sektor Multiplier S S Selatan S S S Tenaga Kerja S U U Utara U U U U S S Selatan S S S Pendapatan S U U Utara U U U U S S Selatan S S S Nilai Tambah S U U Utara U U U U Sumber : I-O Antar Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun : Listrik, Gas dan Air Bersih 13 : Bangunan 15 : Angkutan Darat 16 : Angkutan Laut, Sungai dan Penyeberangan 17 : Angkutan Udara 18 : Pos, Telekomunikasi dan Jasa Penunjangnya S : Wilayah Kalimantan Timur wilayah Selatan U : Wilayah Kalimantan Timur wilayah Utara

20 197 Searah dengan dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja, sektor bangunan di Provinsi Kalimantan Timur juga mempunyai dampak multiplier yang paling besar terhadap pertambahan pendapatan rumahtangga, khususnya pada pendapatan upah. Wilayah Selatan, sektor bangunan (S13) akan memberi dampak terhadap pertambahan pendapatan di Provinsi Kalimantan Timur sebesar , sedangkan sektor banguna n wilayah Utara (U13) mempunyai dampak sebesar Dengan demikian untuk setiap peningkatan permintaan akhir sektor bangunan di wilayah Kaltimsela sebesar 1 milyar rupiah akan memberi dampak terhadap pertambahan pendapatan rumahtangga dalam perekonomian Kalimantan Timur sebesar milyar rupiah. Sedangkan jika terdapat tambahan alokasi dana sebesar 1 milyar rupiah pada sektor bangunan di Kaltimtara akan memberi dampak terhadap kenaikan pendapatan rumahtangga di Kalimantan Timur sebesar milyar rupiah. Pada Tabel 62 juga terlihat bahwa sektor angkutan darat, dan sektor listrik, gas dan air bersih, keduanya menjadi sektor infrastruktur yang paling besar dampaknya terhadap pendapatan setelah sektor bangunan. Sebagai indikatornya dapat dilihat pada angka multiplier pendapatan pada masing-masing sektor tersebut, disini multiplier pendapatan sektor angkutan darat di wilayah Selatan (S15) sebesar , dan wilayah Utara (U15) sebesar Adapun untuk sektor listrik, gas dan air bersih mempunyai dampak multiplier pendapatan di wilayah Selatan (S12) sebesar , dan wilayah Utara (U12) sebesar Sektor infrastruktur di wilayah Kaltimsela yang paling besar memberi dampak terhadap perubahan nilai tambah perekonomian Kalimantan Timur adalah sektor bangunan (S13) dengan nilai multiplier sebesar Sedangkan di

21 198 wilayah Utara, sektor infrastruktur yang paling besar peranannya adalah sektor listrik, gas dan air bersih (U12) yang mempunyai angka multiplier nilai tambah sebesar Stimulus sebesar 1 milyar rupiah yang diberikan pada sektor bangunan wilayah Kaltimsela akan mempunyai dampak terhadap perubahan nilai tambah perekonomian Kalimantan Timur sebesar milyar rupiah. Demikian juga untuk sektor listrik, gas dan air bersih untuk besaran stimulus yang sama sebesar 1 milyar rupiah akan menciptakan kenaikan nilai tambah dalam perekonomian Kalimantan Timur sebesar milyar rupiah. Berdasarkan semua indikator multiplier yang dijelaskan di atas maka dapat digeneralisasikan bahwa sektor infrastruktur yang paling menonjol dalam perekonomian Kalimantan Timur selama ini adalah sektor bangunan. Terindikasi bahwa sektor bangunan, baik yang berada di Kaltimsela maupun Kaltimtara mempunyai dampak paling besar dibandingkan sektor-sektor infrastruktur lainnya terhadap tenaga kerja, pendapatan rumahtangga dan nilai tambah perekonomian Kalimantan Timur. Sektor listrik, gas dan air bersih di wilayah Kaltimtara menjadi sektor infrastruktur yang paling tinggi kontribusinya didalam menciptakan kenaikan nilai tambah perekonomian Kalimantan Timur Keterkaitan Ekonomi Pembangunan Infras truktur Antara Wilaya h Selatan dan Utara Pembangunan wilayah pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pendapatan per kapita dan kesempatan kerja yang sesuai de ngan karakteristik dan kondisi wilayah setempat. Tujuan pembangunan tersebut dapat dicapai dengan adanya aktivitas ekonomi yang seiring dengan kemajuan teknologi, maka mulai terdapat spesialisasi aktivitas ekonomi kepada hal-hal yang merupakan keunggulan komparatif di wilayah bersangkutan (local

22 199 specific), dengan adanya keunggulan wilayah tersebut, maka akan ada perda gangan antar wilayah. Selain itu, kemajuan satu wilayah juga ditentukan oleh kemampuannya menghasilkan satu produk secara efisien dan melakuka n perdagangan, baik di wilayahnya sendiri, antar wilayah maupun pe rda gangan internasional. Terbuka nya perekonomian wilayah yang ditandai dengan terjadinya interaksi perdagangan antar wilayah, menyebabkan faktor luar menjadi salah satu variabel determinasi yang sangat penting dalam mencapai tujuan pembangunan wilayah. Apapun kebijakan produksi yang diterapkan pada suatu wilayah dipastikan akan berdampak luas melewati batas-batas administrasi pada wilayah lain. Oleh karena itu, fenomena pengaruh dari luar wilayah terhadap pembangunan dan kemajuan ekonomi pada suatu wilayah tidak dapat diabaikan begitu saja. Terkait dengan pemikiran ini, pembahasan tentang spill-over effect dari sektor-sektor ekonomi di Kalimantan Timur sangat penting, khususnya yang terkait dengan sektor infrastruktur sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 63. Tabe l 63. Multiplier Keterkaitan Ekonomi Antar wilayah Sektor Infrastruktur di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006 Sektor Produksi Listrik, Gas dan Air Bersih Output Tenaga Kerja Pendapat an Nilai Tambah U-S S-U U-S S-U U-S S-U U-S S-U Bangunan Angkutan Darat Angkutan Laut, Sungai dan Penyeberangan Angkutan Udara Pos, Telekomunikasi dan Jasa Penunjangnya Sumber: I-O Antar wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006

23 200 Keterangan : U : Kalimantan Timur Wilayah Utara S : Kalimantan Timur Wilayah Selatan Jika diperhatikan secara khusus pada sektor-sektor infrastruktur, dapat dilihat bahwa terjadinya perdagangan antar wilayah Kaltimsela dan Kaltimtara ternyata lebih mengunt ungkan wilayah Kaltimsela dibandingkan Kaltimtara. Misalkan pada sektor bangunan di Kaltimtara, jika terdapat peningkatan sebesar 1 milyar rupiah pada permintaan akhirnya, wilayah Kaltimtara mampu menciptakan IFS (interregional feed-back and spill-over) pada output wilayah Kaltimsela sebesar rupiah. Sebaliknya, jika permintaan akhir sektor bangunan di Kaltimsela meningkat sebanyak 1 milyar rupiah, maka output perekonomian wilayah Kaltimtara hanya mendapat efek IFS sebesar milyar rupiah. Terjadi ketidakseimbangan dalam transaksi antar wilayah di sektor bangunan, dimana Kaltimsela lebih banyak menerima manfaat dari Kaltimtara, namun sebaliknya Kaltimsela memberi manfaat yang sedikit terhadap Kaltimtara. Fenomena ketidakseimbangan manfaat perdagangan di atas tidak hanya berlaku pada sektor bangunan saja. Semua transaksi antara wilayah Kaltimsela dengan Kaltimtara, khususnya di sektor infrastrukt ur seluruh manfaat ekonomi lebih banyak dinikmati oleh wilayah Kaltimsela. Rata-rata manfaat yang diterima Kaltimsela dalam transaksi antar wilayah dengan Kaltimtara adalah sebesar 6.13%, sementara Kaltimtara hanya mendapat manfaat rata-rata 0.18%. Fenomena ini mengindikasikan adanya backwash effect dari keterkaitan ekonomi antar wilayah di Kalimantan Timur, dimana daerah-daerah yang maju yang umumnya berada di sebelah Selatan menerima manfaat ekonomi yang lebih tinggi karena

24 201 melakuka n ekspa nsi ekonomi ke daerah-daerah sebelah Utara yang sebagian besar merupakan daerah kurang berkembang. Selain itu ketidakseimbangan pada dampak multiplier antar wilayah bukan hanya terlihat pada sisi output perekonomian saja, namun juga dalam penyerapan tenaga kerja, pendapatan rumahtangga dan nilai tambah. Sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 64, ketika ada stimulus fiskal sebesar 1 milyar rupiah di sektor bangunan Kaltimsela akan memberi spill-over effect pada penyerapan tenaga kerja di Kaltimtara hanya sebesar Akan tetapi sebaliknya jika sektor bangunan di Kaltimtara diberikan dana stimulus sebesar 1 milyar rupiah aka n membe ri spill-over effect terhadap penyerapan tenaga kerja di Kaltimsela sebanyak Kondisi yang sama juga terlihat pada nilai tambah dan pendapatan rumahtangga. Seda ngka n untuk nilai tambah, jika permintaan akhir sektor bangunan di Kaltimsela diberi stimulus sebesar 1 milyar rupiah akan menciptakan spill-over effect terhadap ke naikan nilai tambah dalam perekonomian wilayah Kaltimtara hanya sebesar milyar rupiah. Sebaliknya jika stimulus diberikan pada sektor bangunan di Kaltimtara dapat menghasilkan spill-over effect terhadap nilai tambah perekonomian wilayah Kaltimsela sebanyak milyar rupiah. Sedangkan untuk pendapatan, spill-over effect dari sektor bangunan di Kaltimsela adalah sebesar milyar rupiah terhadap Kaltimtara, da n sebesar milyar rupiah dari Kaltimtara terhadap Kaltimsela. Selain di sektor bangunan, ketidakseimbangan spill-over effect yang dihasilkan pada masing-masing wilayah juga terlihat jelas pada sektor-sektor infrastruktur jasa lainnya. Sehingga dapat dikatakan untuk saat ini jika diperhatikan dari spill-over effect yang dihasilkan dari pembangunan infrastruktur

25 202 di Kalimantan Timur, wilayah Kaltimsela akan memperoleh manfaat yang lebih tinggi dibandingkan Kaltimtara, baik itu manfaat yang diterima pada output, penyerapan lapangan kerja, pendapatan maupun nilai tambah. Adanya fenomena ketidakseimbangan di atas menunjukkan bahwa proses pembangunan infrastruktur yang dijalankan selama ini di Kalimantan Timur belum dapat mengatasi ketimpangan regional. Harapan agar terjadi trickle down effect dari pembangunan infrastruktur di Kalimantan Timur tidak tercapai dengan baik, akibatnya kesenjangan pembangunan antara wilayah selatan dengan utara belum dapat dikurangi. Bahkan jika diperhatikan dari angka spill-over effect di atas, seanda inya po la pembangunan wilayah di Kalimantan Timur belum berubah, diperkirakan dampak pembangunan infrastruktur akan membuat tingkat kesenjangan semakin tinggi. Terjadinya proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber berupa modal, tenaga kerja dan sumberda ya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupaka n pe micu bagi laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Hal ini mempunyai pengertian bahwa semakin banyak sumberdaya yang dimiliki oleh suatu wilayah, maka semakin cepat pertumbuhan eko nomi yang dihasilka n. Adanya infrastruktur, khususnya infrastruktur transportasi aka n membuat mobilisasi segala sumberdaya semakin tinggi. Aliran sumberdaya dapat bergerak ke luar atau masuk ke dalam suatu wilayah dengan dibangunnya transportasi. Dalam hal ini percepatan pembangunan transportasi akan meningkatkan intensitas arus mobilitas sumberdaya. Fakta menunjukkan bahwa sumberda ya yang dimiliki oleh sebagian besar wilayah Selatan Provinsi Kalimantan Timur lebih tinggi dibandingkan wilayah

26 203 Utara, baik itu dilihat dari segi kuant itas maupun kualitas, seeba ga i contoh adalah adanya ketersediaan tenaga kerja. Apabila dilihat dari tingkat produktivitasnya, tenaga kerja di wilayah Selatan memiliki produktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingka n wilayah Utara. Antara tahun misalkan, rata-rata produktivitas regional tenaga kerja di wilayah Selatan mencapai juta rupiah per tenaga kerja per tahun, sedangkan di wilayah Utara hanya sebesar juta rupiah per tenaga kerja per tahun, perhatikan Gambar 8. Kondisi ini menandaka n bahwa kualitas tenaga kerja di sebagian besar wilayah Selatan lebih tinggi dibandingkan di wilayah Utara ,41 138,94 136, juta rupiah ,6 30,52 30,21 Selatan Utara Tahun Gambar 8. Produktivitas Regional Tenaga Kerja di Wilayah Selatan dan Utara Provinsi Kalimantan Timur Tahun Adanya pembangunan infrastruktur transportasi di wilayah Utara yang menghubungkan dengan wilayah Selatan membuat mob ilitas tenaga kerja dari wilayah Selatan akan lebih ba nyak mengalir ke wilayah Utara dibandingkan wilayah Utara ke wilayah Selatan. Hal ini terjadi karena permintaan tenaga kerja yang berkualitas, sebagaimana yang ditunjukkan oleh tingkat produktivitasnya di atas, dipastikan akan lebih banyak datang dari wilayah Utara daripada wilayah

27 204 Selatan. Artinya kelancaran arus transportasi aka n menyebabkan permintaan tenaga kerja dari wilayah Utara terhadap wilayah Selatan menjadi lebih tinggi dibandingkan dari wilayah Selatan terhadap wilayah Utara yang mempunyai produktivitas tenaga kerja yang sangat rendah. Dengan demikian, spill-over effect yang dihasilkan dari pembangunan infrastruktur transportasi akan lebih menguntungkan tenaga kerja wilayah Selatan dari pada wilayah Utara. Tenaga kerja memperoleh upah yang merupakan sumber pendapatan bagi rumahtangganya, pada akhirnya secara tidak langsung pergerakan tenaga kerja yang lebih banyak dari wilayah Selatan ke Utara menyebabkan pendapatan rumahtangga di wilayah Selatan meningkat lebih besar dibandingkan wilayah Utara. Kondisi ini sekaligus menggambarkan bahwa spill-over effect yang diciptakan dari pembangunan infrastruktur di wilayah Utara lebih menguntungkan pendapatan rumahtangga di wilayah Selatan dari pada sebaliknya. Pembangunan infrastruktur secara menyeluruh, yang dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, pemeliharaan hingga pemanfataan sangat membutuhkan sumberda ya ekonomi seperti modal, tenaga kerja, dan bahan baku. Semua sumberdaya tersebut selama ini lebih banyak tersedia di wilayah Selatan dibandingkan wilayah Utara. Akibatnya, ketika pembangunan infrastruktur dilaksanakan di wilayah Utara, permintaan input untuk pembuatan infrastruktur akan lebih banyak datang ke wilayah Selatan. Sebaliknya, pelaksanaan pembangunan infrastruktur di wilayah Selatan tidak akan banyak menciptakan permintaan input ke wilayah Utara. Kondisi ini pada akhirnya mengakibatkan para pemilik moda l di wilayah Selatan lebih banyak menerima manfaat dari spill-over effect yang diciptakan pembangunan infrastruktur di wilayah Utara.

28 205 Dalam teori Myrdal (Jhingan, 1990), ketimpangan wilayah berkaitan erat dengan sistem kapitalis yang dikendalikan oleh motif laba. Motif laba inilah yang mendorong berkembangnya pembangunan terpusat di wilayahwilayah yang memiliki harapa n laba tinggi, sementara wilayah-wilayah yang lainnya tetap terlantar. Ketidakmerataan pembangunan yang mengakibatkan ketimpangan ini, disebabkan karena adanya dampak balik (backwash effect) yang lebih tinggi dibandingkan dengan dampak sebar (spread effect). Menur ut Myrdal, bahwa investasi cenderung menambah ketidakmerataan, daerah-daerah yang sedang berkembang permintaan barang dan jasa akan mendorong naiknya investasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan. Sebaliknya di daerah-daerah yang kurang berkembang, permintaan akan investasi rendah karena pendapatan masyarakat yang rendah. Selain itu investasi khususnya investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Dalam hal ini, kekuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi swasta ke suatu daerah ada lah ke untungan lok asi yang dimiliki oleh suatu daerah (Sjafrizal, 2008). Perbedaan inilah yang akan menyebabkan ketimpangan antar wilayah menjadi semakin lebar. Matrik O-D yang telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya, lihat kembali Tabel 40 dapat menggambarkan dengan jelas bagaimana pembangunan transportasi di Kalimantan Timur dalam kondisi eksisting akan menghasilkan spill-over effect yang lebih mengun tungkan wilayah Selatan dari pada wilayah Utara. Berdasarkan matrik O-D tersebut terlihat jelas bahwa sebagian besar daerah di wilayah Selatan seperti Samarinda, Penajam Paser Utara, Balikpapan, dan Paser memperoleh surplus perdagangan antarkabupaten dalam satu provinsi yang lebih

29 206 besar dibandingkan daerah-daerah di wilayah Utara. Digambarkan juga daerahdaerah di wilayah Utara kecuali Tarakan, mengalami defisit perdagangan antarkabupaten. Gambaran mengenai kondisi perdagangan antarkabupaten ini dapat ditunjukkan dengan melihat arus perdagangan dari Kota Balikpapan yang mewakili wilayah Selatan, dengan Kabupaten Malinau yang mewakili wilayah Utara. Tabel 64. Volume Perda gangan Antarkabupaten di Kota Balikpapan dengan Mitra Dagang Wilayah Utara Kalimantan Timur Tahun 2006 (ton) Mitra Dagang Kabupaten Kota Balikpapan Dari Wilayah Utara Ekspor Impor Surplus/Defisit Malinau Bulungan Nunukan Berau Tarakan Total Sumber : Departemen Perhubungan, 2007 (diolah) Tabel 65. Volume Perdagangan Antarkabupaten di Kabupaten Malinau dengan Mitra Dagang Wilayah Selatan Kalimantan Timur Tahun 2006 Mitra Dagang Kabupaten Dari Wilayah Selatan (ton) Kabupaten Malina u Ekspor Impor Surplus/Defisit Pasir Kubar Kukar Kutim PP Utara Balikpapan Samarinda Bontang Total Sumber : Departemen Perhubungan, 2007 (diolah)

30 207 Berdasarkan Tabel 64 terlihat bahwa Kota Balikpapan yang terletak di wilayah Selatan berdasarkan matriks O-D tahun 2006 mengalami surplus perda gangan dengan daerah-daerah di wilayah Utara hingga mencapai ton. Surplus yang terbesar dialami melalui transaksi dagang dengan Kabupaten Berau, dimana volume ekspor Kota Balikpapan ke Kabupaten Berau sebanyak ton, sedangkan impor dari Kabupaten Berau sebanyak ton. Kondisi yang sangat kontras pada Kabupaten Malinau yang terletak di wilayah Utara. Berbeda dengan Kota Balikpapan, perdagangan antarkabupaten di Malinau mengalami defisit sebesar ton, hal ini disebabkan volume impor lebih besar dibandingkan ekspor, masing-masing sebesar ton dan ton. Defisit yang paling besar dialami pada transaksi dagang dengan Kota Samarinda mencapai ton. Adanya heterogenitas dan beragam karateristik suatu wilayah menyebabkan kecendrungan terjadinya ketimpangan antardaerah dan antar sektor ekonomi suatu daerah. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, kesenjangan atau ketimpangan antardaerah sebenarnya merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antardaerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash effect) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effect) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga akan mengakibatkan peningkatan ketimpangan antar daerah. Oleh karena itu, perlu ditegaskan bahwa

VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH

VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH 7.1. Nilai Tambah Nilai Tambah Bruto (NTB) yang biasa disebut juga Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

IX. DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH

IX. DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH IX. DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH 9.1. Dampak Te rhadap Nilai Tambah, Pendapatan dan Tenaga Kerja Hubungan antara pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

X. KESIMPULAN DAN SARAN

X. KESIMPULAN DAN SARAN X. KESIMPULAN DAN SARAN 10.1. Kesimpulan 1. Sektor bangunan dan sektor listrik, gas dan air bersih di provinsi Kalimantan Timur membe rikan multiplier effect yang paling besar terhadap perekonomian wilayah.

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

V. PROSEDUR PENYUSUNAN INPUT-OUTPUT WILAYAH SENDIRI DAN ANTAR WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

V. PROSEDUR PENYUSUNAN INPUT-OUTPUT WILAYAH SENDIRI DAN ANTAR WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR V. PROSEDUR PENYUSUNAN INPUT-OUTPUT WILAYAH SENDIRI DAN ANTAR WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Penyusunan I-O antar wilayah Kalimantan Timur wilayah Utara dan Selatan dilatar belakangi oleh pemikiran

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupaka n social overhead capital, memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan

I. PENDAHULUAN. merupaka n social overhead capital, memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, sistem penyediaan tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, sanitasi, dan sebagainya yang merupaka

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

RENCANA & REALISASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN) MENURUT SEKTOR TAHUN 2010 DI KALIMANTAN TIMUR

RENCANA & REALISASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN) MENURUT SEKTOR TAHUN 2010 DI KALIMANTAN TIMUR & PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN) MENURUT SEKTOR TAHUN 2010 2010-1 Tan. Pangan & Perkebunan 1 4.669.131.070 2.442-27 2.889.931.158.529 5.200-3 Kehutanan - - - - - - - - 5 Pertambangan 1 500.000.000

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN 6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN 5.1. Posisi Pertambangan Batubara Indonesia dalam Pasar Global Seiring dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak bumi (BBM) dan semakin

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan. sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan yang

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan. sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan yang BAB III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BERAU 3.1. Tinjauan Umum Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berimplikasi kepada provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. berimplikasi kepada provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah di era otonomi menghadapi berbagai tantangan, baik internal maupun eksternal, seperti masalah kesenjangan dan iklim globalisasi. Yang disebut

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan atas sumber daya air, sumber daya lahan, sumber daya hutan, sumber

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL III. EKONOMI MAKRO KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Pembangunan ekonomi merupakan suatu hal mendasar suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi itu sendiri pada dasarnya

Lebih terperinci

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN Simulasi kebijakan merupakan salah satu cara yang lazim dilakukan untuk mengambil suatu kebijakan umum (public policy). Dalam penelitian ini, dilakukan berberapa skenario

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 TABEL-TABEL POKOK Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 Tabel 1. Tabel-Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lamandau Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dalam suatu negara sangat penting, karena pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal dan mandiri. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN 7.1. Peranan Langsung Sektor Pupuk Terhadap Nilai Tambah Dalam kerangka dasar SNSE 2008, nilai tambah perekonomian dibagi atas tiga bagian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 BPS PROVINSI BENGKULU No. 10/02/17/XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 EKONOMI BENGKULU TUMBUH 5,30 PERSEN, MENINGKAT DIBANDINGKAN TAHUN 2015 Perekonomian Provinsi Bengkulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah membangun perekonomian wilayah tersebut agar memiliki daya saing yang tinggi agar terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

Keterangan * 2011 ** 2012 ***

Keterangan * 2011 ** 2012 *** Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: a. Sektor ekonomi Kota Bandar Lampung

Lebih terperinci

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 17.968.449 19.510.919 1.542.470 8,58 2 Usaha Menengah (UM) 23.077.246 25.199.311 2.122.065 9,20 Usaha Kecil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau Dalam mencari sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Malinau akan digunakan indeks komposit dari nilai indeks hasil analisis-analisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan secara terus-menerus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesenjangan Antar Daerah Menurul Cornelis Lay dalam Lia (1995), keterbelakangan dan kesenjangan daerah ini dapat dibagi atas empat pemikiran utama yaitu keseimbangan regional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk di suatu negara dalam jangka panjang yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pikir merupakan suatu hal yang diperlukan dalam setiap penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut,

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th. X, 5 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan III Tahun 2012 (y-on-y) mencapai 7,24 persen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA Andi Tabrani Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Identification process for

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Model Input-Output Ekonometrika Indonesia dan Aplikasinya Untuk Analisis Dampak Ekonomi dapat diperoleh beberapa

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN 7.1. Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan Peran strategis suatu sektor tidak hanya dilihat dari kontribusi terhadap pertumbuhan output, peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan Kabupaten Sleman memuat tentang hasil-hasil analisis dan prediksi melalui metode analisis ekonomi

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Pulau Kalimantan sangat kaya akan sumberdaya alam

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap

Lebih terperinci

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q. Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON 4.1 Analisis Struktur Ekonomi Dengan struktur ekonomi kita dapat mengatakan suatu daerah telah mengalami perubahan dari perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013***

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013*** 8 6 4 2 5.99 6.29 6.81 6.45 6.52 6.49 6.50 6.29 6.36 6.16 5.81 6.11 6.035.81 3.40 2.69 2.04 2.76 3.37 1.70 1.50 2.82 3.18 1.42 2.61 0-2 (1.42) (1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II 2010

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis ini dibagi menjadi 7 bagian, yaitu: (1) struktur perekonomian, (2) identifikasi sektor unggulan dalam perspektif internal Kabupaten Bandung Barat (sector-based inward

Lebih terperinci